• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

a. Pengertian Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Istilah disiplin seringkali dikaitkan dan menyatu dengan istilah tata tertib dan ketertiban. Sebagaimana diungkapkan oleh Tu’u (2004: 31) bahwa istilah ketertiban mempunyai arti kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena di dorong atau disebabkan oleh sesuatu yang datang dari luar dirinya. Sebaliknya, istilah disiplin sebagai kepatuhan dan ketaatan yang muncul karena adanya kesadaran dan dorongan dari dalam diri orang tersebut. Istilah tata tertib berarti perangkat peraturan yang berlaku utuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Menurut Arikunto (1990: 155), ―Peraturan dan tata tertib merupakan dua hal yang sangat penting bagi kehidupan sekolah sebagai sebuah organisasi yang menyelenggarakan pendidikan‖.

Menurut Maim (dalam Mudjijo, 2001: 70) ―Disiplin merupakan konsep perilaku yang menuntut adanya kepatuhan dan kontrol diri terhadap aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku‖.

Untuk membentuk satu sikap hidup, perbuatan dan kebiasaan dalam mengikuti, mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, individu dapat mengembangkan hal tersebut melalui kesadaran diri dan kebebasan diri dalam mentaati dan mengikuti aturan yang ada.

Istilah disiplin seringkali dikaitkan dengan istilah tata tertib dan peraturan, hal tersebut dikarenakan disiplin dapat dimaknai sebagai suatu kondisi yang tercipta melalui serangkaian perilaku yang didorong keinginan dalam diri untuk menunjukkan ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Disiplin terbentuk sejak anak berada dalam lingkungan keluarga, lalu berkembang di sekolah dan masyarakat. Penanaman disiplin

(2)

tersebut dimaksudkan agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib yang berlaku. Disiplin diperlukan agar seseorang dapat bahagia dan menjadi orang yang berhasil dalam penyesuaiaan dirinya. Melalui perilaku disiplin individu dapat belajar berperilaku dengan cara yang diterima oleh masyarakat dan tata tertib yang berlaku.

Berdasarkan pendapat diatas disiplin terhadap tata tertib sekolah adalah serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban yang muncul dari dalam hatinya untuk mematuhi peraturan atau tata tertib sekolah.

b. Perlunya Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Disiplin diperlukan oleh siapapun dan dimanapun. Adanya kedisiplinan akan menciptakan keteraturan dalam kehidupan. Hal tersebut dikarenakan seseorang diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib yang berlaku. Menurut Tu’u (2004: 35) disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Paparan disiplin tersebut dapat dimaknai sebagai pendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di sekolah tentang perilaku yang positif, melakukan kegiatan yang lurus dan benar, dan menjauhi perbuatan negatif. Pemberlakuan disiplin ,siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang positif, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan orang lain. Disiplin menata perilaku seseorang dalam hubungannya di tengah-tengah lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa dengan adanya disiplin maka perilaku seseorang akan tertata dan terarah sehingga mampu beradaptasi dengan baik dan positif terhadap lingkungan. Dampak perilaku disiplin tersebut akan berpengaruh terhadap disiplin dalam belajar, sehingga dapat diharapkan pada keberhasilan belajar yang optimal.

Menurut Hurlock (1992 : 83) bahwa ―disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu.

(3)

Dengan demikian disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian probadi dan sosial anak.‖

Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, dan tenang diharapkan mampu memberi gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh dan kompetitif dalam kegiatan pembelajaran Lingkungan disiplin tersebut ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berprestasi dengan kepribadian unggul. Lingkungan sekolah merupakan tempat siswa mengembangkan potensi yang dimiliki melalui kegiatan pembelajaran. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu akan mendukung pencapaian prestasi belajar yang lebih optimal, dengan lingkungan sekolah yang tertib, teratur dan tenang akan mendukung siswa lebih giat dan sungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran. Sebaliknya, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, seperti gaduh, tidak tertib dan tidak aman akan membuat siswa kurang nyaman dalam kegiatan belajar sehingga menghambat penyelesaian tugas belajar dan prestasi belajar kurang optimal. Kegiatan pembelajaran di sekolah tidak hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif , namun juga aspek afektif dan psikomotorik siswa, artinya sekolah memiliki tujuan mencetak siswa yang berprestasi secara akademik, memiliki sikap dan kepribadian yang unggul. Untuk mewujudkan tujuan sekolah tersebut maka diperlukan suatu kondisi yang mampu membentuk dan mengendalikan pola perilaku siswa sesuai tata tertib yaitu disiplin.

Wardiman (GDN 1996: 261) mengatakan ―Disiplin itulah yang dapat mendorong adanya motivasi, daya saing, kemampuan dan sikap yang melahirkan ketujuh ciri keunggulan tersebut. Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan‖. Uraian tersebut dapat diartikan bahwa disiplin terhadap tata tertib sekolah memberikan peranan yang besar bagi terbentuknya siswa berprestasi yang berkepribadian unggul. Disiplin terhadap tata tertib sekolah penting peranannya dalam membantu siswa menyesuaikan diri terhadap tata tertib sekolah. Disiplin yang mendorong individu memperoleh kesadaran dalam diri akan memotivasi

(4)

siswa dalam penyelesaian tugas belajar dan pencapaian prestasi belajar yang optimal. Pembiasaan disiplin di lingkungan sekolah akan memberikan kesadaran pada siswa tentang pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan terhadap tata tertib kelak pada saat mereka memasuki dunia kerja.

c. Fungsi Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Disiplin penting untuk menumbuhkan perilaku positif yang dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan, yang akan mengantarkan seorang siswa mencapai kesuksesan dalam belajar dan kelak ketika bekerja.

Berikut ini dibahas beberapa fungsi disiplin terhadap tata tertib sekolah menurut Tu’u (2004: 38):

1. Menata kehidupan bersama

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Namun manusia memiliki pola pikir, latar belakang budaya, kepribadian dan sifat yang berbeda satu sama lain. Agar hubungan sebagai makhluk sosial tetap dapat berjalan secara baik maka diperlukan disiplin. Menurut Tu’u (2004: 38), disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku.Ketaatan dan kepatuhan tersebut membatasi dirinya merugikan pihak lain, tetapi hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar. 2. Membangun kepribadian

Kepribadian merupakan kesatuan tingkah laku, sifat, perilaku dan pola pikir seseorang yang tercermin dalam penampilan, perkataan dan tingkah laku sehari-hari. Disiplin memegang peranan dalam membangun kepribadian, salah satunya melalui lingkungan. Lingkungan yang turut memberikan andil dalam membangun kepribadian adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Menurut Tu’u (2004: 39) disiplin yang diterapkan dimasing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi

(5)

pertumbuhan kepribadian yang baik. Kepribadian yang baik adalah kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Oleh karena itu, dengan perilaku disiplin maka seseorang akan terbiasa mengikuti,mematuhi,menaati aturan-aturan yang berlaku.

3. Melatih kepribadian

Menurut Tu’u (2004: 40) bahwa sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk serta merta dalam waktu yang singkat. Namun, terbentuk melalui proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui proses latihan untuk berperilaku disiplin.

4. Pemaksaan

Disiplin yang terbentuk melalui kesadaran diri lebih baik dibandingkan disiplin karena paksaan. Disiplin yang terpaksa, bukan karena kesadaran diri akan memberi pengaruh kurang baik. Siswa akan menjadi stres, merasa kurang bebas dan kurang mandiri.

Menurut Tu’u (2004: 41), disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-perturan yang berlaku di lingkungan. Mula-mula karena paksaan, kini dilakukan karena kesadaran diri, menyentuh kalbunya, merasakan sebagai kebutuhan dan kebiasaan.

5. Hukuman

Tata tertib sekolah berisi seperangkat aturan yang berlaku di sekolah dan terdapat sangsi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Menurut Tu’u (2004: 42) bahwa ancaman, sanksi atau hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman, hukuman atau sanksi dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah. Penerapan hukuman yang edukatif penting untuk menumbuhkan motivasi menaati tata tertib sekolah melalui penanaman kesadaran

(6)

menjadi pribadi yang berdisiplin. Hukuman yang diberikan adalah hukuman yang mendidik, bukan yang memberikan beban psikologis seperti merasa direndahkan, menimbulkan perasaan takut ataupun marah. Hukuman hendaknya memberikan kesadaran dan motivasi pada diri siswa untuk menati peraturan sekolah.

6. Mencipta Lingkungan Kondusif

Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses belajar mengajar secara baik. Kondisi yang baik bagi proses pendidikan adalah kondisi aman,tentram,tenang,tertib dan teratur,saling menghargai dan hubungan antar warga sekolah yang baik. Kondisi yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan melalui disiplin sekolah. Menurut Sem Wattimena (dalam Tu’u, 2004:43) untuk sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar. Alasannya yaitu disiplin dapat membantu kegiatan belajar. Disiplin dapat menimbulkan rasa senang untuk belajar.

d. Faktor Pembentukan Perilaku Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Hal-hal yang mempengaruhi perilaku disiplin, yaitu dorongan yang datangnya dari dalam diri manusia dan dari luar diri manusia. Pertama, dorongan yang datangnya dari dalam diri manusia itu sendiri yaitu pengetahuan, kesadaran, dan kemauan untuk berbuat disiplin. Disiplin yang datangnya dari dalam maka pusat pengendalian berada pada pribadi siswa akan muncul dengan keinginannya sendiri. Kedua, dorongan yang datangnya dari luar manusia yaitu, berupa larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya untuk berbuat disiplin.

Menurut Tu’u (2004: 48) ada 4 hal yang dapat mempengaruhi dan membentuk disiplin (individu). Keempat faktor tersebut adalah kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku, alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk

(7)

perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan, hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku sesuai dengan harapan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dimaknai bahwa faktor pembentukan disiplin terhadap tata tertib sekolah meliputi mengikuti dan menaati aturan, kesadaran diri, alat pendidikan dan hukuman. Pada mulanya disiplin memang dianggap sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan, tetapi dengan adanya kesadaran dalam diri individu maka disiplin tidak lagi merupakan aturan yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan namun dianggap sebagai aturan yang datang dari dalam diri untuk kebaikan diri dan orang lain.

Menurut Maman Rachman (dalam Tu’u, 2004:50) bahwa ―pembiasaan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan siswa di masa datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan. Akan tetapi, bila ini dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, lama-kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri‖.

Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa disiplin memiliki pengaruh yang besar bagi siswa salah satunya adalah membiasakan siswa menaati peraturan yang berlaku tanpa adanya paksaan dari orang lain. Siswa akan terbiasa memiliki kesadaran bahwa adanya tata tertib adalah untuk menjamin ketertiban dalam kehidupan sosial sehingga tercipta kondisi saling menghargai antara individu satu dengan individu lain.

e. Unsur Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Disiplin yang baik adalah disiplin yang mampu mendidik anak berperilaku sesuai aturan yang berlaku. Menurut Hurlock dalam Tjandrasa (1990 : 84) bahwa empat unsur pokok disiplin yaitu peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya, hukuman untuk

(8)

pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.

Penjelasan keempat unsur disiplin tersebut adalah sebagai berikut : 1. Peraturan

Peraturan merupakan seperangkat aturan norma dan nilai pada suatu kelompok sosial yang mengatur pola tingkah laku tertentu. Peraturan ada berfungsi untuk mengatur keberlangsungan kehidupan sosial yang sehat. Menurut Hurlock (1990 : 85) bahwa tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu.

Menurut Hurlock (1990 : 85) peraturan memiliki dua fungsi , yaitu: a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan

memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa peraturan memiliki fungsi untuk mengendalikan tingkah laku yang sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam kelompok tertentu. Peraturan berisi seperangkat tingkah laku yang harus dilakukan dan tingkah laku yang tidak boleh dilakukan. Sanksi akan diterapkan bagi individu yang bertingkah laku tidak sesuai aturan yang terlah disepakati bersama.

2. Hukuman

Menurut Hurlock (1990 : 86) hukuman memiliki tiga peran penting dalam perkembangan moral anak yaitu menghalangi, mendidik dan memberi motivasi utuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat adalah fungsi hukuman yang ketiga. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.

Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa bentuk hukuman yang paling efektif adalah hukuman yang berhubungan langsung dengan tindakan. Hukuman harus bersifat mendidik dan tidak menimbulkan

(9)

perasaan permusuhan atau membuat anak merasa dendam. Hukuman harus bersifat konsisten dan konstruktif sehingga mampu memberikan motivasi untuk menati tata tertib yang berlaku.

3. Penghargaan

Penghargaan mempunyai tiga peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai aturan yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Hurlock (1990 : 90) bahwa peran penghargaan dalam membangun perilaku disiplin adalah memiliki nilai mendidik, sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial, penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa penghargaan dapat berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Penghargaan mempunyai nilai edukatif yang penting. Penghargaan merupakan agen pendorong anak untuk berperilaku baik sesuai tata tertib yang berlaku.

4. Konsistensi

Menurut Hurlock (1990 : 91), bahwa ―konsisten berarti tingkat keseragaman dan stabilitas. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.‖

Menurut Hurlock (1990 : 92), ―konsistensi mempunyai tiga peranan penting yaitu mempunyai nilai mendidik yang besar, konsisten mempunyai nilai motivasi yang kuat, konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa‖.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa konsistensi dalam penerpan disiplin sangat penting. Anak yang mendapat disiplin yang konsisten mempunyai motivasi yang kuat untuk berperilaku menurut standar yang disetujui secara sosial daripada mereka yang

(10)

didisiplin secara tidak konsisten. Anak-anak tersebut memiliki kemungkinan jauh lebih kecil melanggar tata tertib yang berlaku maupun melakukan kenakalan dibandingkan siswa yang didisiplin secara tidak konsisten.

f. Pelanggaran Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Maman Rachman ( dalam Tu’u, 2004 :53) membagi kelas ke dalam tiga kelompok penyebab munculnya pelanggaran disiplin yaitu pelanggaran disiplin yang timbul oleh guru, pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh siswa antara lain, pelanggaran disiplin yang timbul oleh lingkungan.

Berdasarkan pendapat tersebut, pelanggaran disiplin terhadap tata tertib terjadi salah satu diantaranya karena sikap dan perbuatan guru kurang bijak dan kurang baik dalam persiapan mengajar. Guru tidak mampu menguasai kelas dan menarik perhatian siswa dalam pembelajarannya. Sikap dan perbuatan siswa yang kurang terpuji karena masalah dalam diri serta lingkungan sekolah yang kurang kondusif untuk kegiatan pembelajaran.

g. Penanggulangan Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul dan sukses serta memudahkan penyesuaian diri. Sebagaimana pendapat Hurlock (1992: 83) bahwa ―melalui disiplinlah mereka dapat belajar berperilaku dengan cara yang diterima oleh masyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota masyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota kelompok sosial mereka.‖

Adanya keterlibatan dan tanggungjawab, diharapkan para siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu yang unggul dan sukses. Keunggulan dan kesuksesan terwujud apabila sekolah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan prestasi dirinya.

(11)

Menurut Tu’u (2004:55) penanggulangan disiplin perlu memperhatikan adanya tata tertib, komitmen dan konsekuen, hukuman dan kemitraan dengan orangtua. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa untuk menanggulangi disiplin diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak terutama kesadaran individu sendiri dan dukungan kemitraan dengan orang tua, karena pembentukan individu yang disiplin dan penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah namun juga lingkungan keluarga.

Sekolah perlu berkoordinasi dengan orangtua dalam usaha membina individu yang disiplin, hal ini dikarenakan keluarga merupakan tempat pertama anak belajar berinteraksi dan belajar mengenai disiplin. Melalui pembiasaan menaati aturan di rumah maka anak juga akan terbiasa menaati peraturan di lingkungan sekolah, karena pada dasarnya unsur dari disiplin adalah pendidikan perilaku bagi anak.

Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut Singgih Gunararsa (dalam Tu’u, 2004:57), dapat dilakukan melalui tahapan preventif,represif dan kuratif. Langkah preventif lebih pada usaha untuk mendorong siswa melaksanakan tata tertib sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib baik untuk perkembangan dan keberhasilan sekolah.

Disiplin individu yang baik menunjang penyelesaian tugas belajar, peningkatan prestasi belajar dan perkembangan perilaku yang positif. Sesuai pendapat diatas bahwa penanggulangan masalah disiplin di sekolah dapat dilakukan melalui tahapan preventif,represif dan kuratif. Langkah preventif merupakan langkah pencegahan siswa melanggar tata tertib sekolah. Langkah represif sudah berurusan dengan siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Siswa-siswa ini ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi, dengan jalan nasihat,peringatan atau sanksi disiplin. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan pendampingan siswa yang melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi disiplin. Langkah kuratif dilakukan untuk membina siswa agar dapat kembali berperilaku sesuai tata tertib yang berlaku.

(12)

2. Konseling Kelompok dengan Teknik Self-Management

a. Pengertian Teknik Self-Management

Gunarsa (dalam Nurzakiyah dan Budiman, 2015 :14) menyatakan bahwa “Self-management merupakan salah satu model dalam cognitive-behavior therapy. Self-management meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control.‖

Anggapan dasar Self management merupakan teknik kognitif behavioral adalah bahwa setiap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman) dalam merespon berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun self managemet juga menolak pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya. Hal ini dikarenakan

self-management memandang klien memiliki kemampuan untuk mengamati,

mencatat dan menilai pikiran, perasaan, dan tindakannya sendiri. Pada dasarnya klien memiliki kekuatan dan keterampilan yang dapat dikembangkan untuk menyeleksi faktor-faktor lingkungan dan penyerahan tanggung jawab kepada klien untuk mengubah perilaku karena klienlah yang paling tahu, paling bertanggung jawab, dan dengan demikian paling mungkin untuk mengubah dirinya. Ikhtiar mengubah atau mengembangkan diri atas dasar inisiatif dan

penemuan sendiri, membuat perubahan itu bertahan lama.

Self-Management merupakan salah satu teknik dalam konseling kelompok yang berupa pengarahan diri sendiri untuk mengubah perilaku sesuai yang diharapkan. Nursalim (2013: 149), ―Self-Management adalah suatu proses dimana konseli mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi‖. Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013: 150) menyatakan dalam bidang konseling, Self-Management (SM) merupakan suatu prosedur yang baru.

(13)

Self-Management, kadang-kadang disebut behavioral self-control, menunjuk pada kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya, yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya tersebut sulit.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa Self-Management merupakan salah satu teknik dalam konseling kelompok untuk mengubah tingkah laku yang diinginkan. Self-management adalah strategi yang memberikan kesempatan pada konseli untuk mengatur atau memantau perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi untuk mengubah perilaku.

Self-management merupakan suatu prosedur dimana individu

mengatur perilakunya sendiri (Komalasari, 2011: 180). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa self-management melatih individu mengambil keputusan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Hal ini sejalan dengan pendapat Corey (1995:431) yang menyatakan bahwa seringkali individu menemukan bahwa alasan utama dari ketidakberhasilannya mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya keterampilan. Sehingga diperlukan pendekatan pengarahan diri sendiri untuk mencapai perubahan perilaku yang diinginkan.

Self management berarti mendorong diri sendiri untuk maju, mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemampuan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna (Gie, 2000: 77). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management mampu mengembangkan dan mengarahkan kemampuan pribadi seseorang sehingga mampu mencapai hal-hal yang lebih baik dalam hidupnya.

Sedangkan pendapat lain mengatakan self-management adalah menunjuk pada suatu teknik dalam terapi kognitif behavioral berlandaskan pada teori belajar yang dirancang untuk membantu para konseli mengontrol dan mengubah tingkah lakunya sendiri ke arah tingkah laku

(14)

yang lebih efektif, sering dipadukan dengan self-reward (Mappiare, 2006:297).

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa self-management merupakan terapi yang membantu konseli mengubah dan mengontol tingkah laku yang lebih efektif untuk pencapain suatu tujuan tertentu.

Soekardji (dalam Nursalim, 2013 :151) ―Self-Management ialah prosedur dimana seseorang mengarahkan atau mengatur tingkah lakunya sendiri. Pada prosedur ini biasanya subjek terlibat pada lima komponen dasar yaitu : menentukan perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebur, memilih prosedur yang akan diterapkan, melaksanakan prosedur tersebut dan mengevakuasi efektivitas prosedur tersebut.‖

Penerapan teknik self management dengan mengkombinasikan teknik lebih efektif dari pada menggunakan satu teknik saja. Menurut Sugiharto (dalam Handoko, 2014: 6) ada tiga teknik yang fisibel untuk diterapkan dalam melakukan strategi pengelolaan diri, yaitu: pantau diri monitoring), kendali stimulus (stimulus control), dan ganjar diri (self-reward).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa

self-management merupakan suatu prosedur baru dalam konseling yang

menunjuk pada kemampuan individu untuk memonitor diri, mengarahkan perilaku dan memberikan hadiah pada diri sendiri apabila berperilaku sesuai yang diharapkan.

Nursalim (2013: 149) mengemukakan ada tiga macam strategi self management yaitu : self-monitoring,stimulus-control,dan self-reward. Self-monitoring adalah upaya konseli untuk mengamati diri sendiri,mencatat sendiri tingkah laku tertentu (pikiran,perasaan dan tindakan) tentang dirinya dan interaksinya dengan peristiwa lingkungan. Self-monitoring merupakan suatu proses konseli mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Strategi pemantauan diri ini konseli mengamati dan mencatat perilaku tidak disiplin yang dilakukan, mengendalikan penyebab terjadinya masalah tidak disiplin (antecedent) dan

(15)

menghasilkan konsekuensi apabila perilaku tidak disiplin tersebut dilakukan kembali.

Stimulus-control adalah merancang sebelumnya antecedent atau syarat pedoman atau petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku. Strategi stimulus-control dilakukan dengan memodifikasi lingkungan agar dapat mendukung terciptanya perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah.

Self-reward adalah pemberian hadiah pada diri sendiri, setelah tercapainya tujuan yang diinginkan. Self-reward dilakukan setelah konseli berhasil berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah sebagai indikator tercapainya tujuan self-management. Konseli berhak memberikan dan menentukan sendiri self-reward yang diinginkan.

Nursalim (2013: 149) mengemukakan aspek-aspek strategi self-management yaitu 1) Konseli dilatih pengarahan diri dalam interview, 2) Konseli mengarahkan diri sendiri melalui tugas pekerjaan rumah, 3) Konseli mengamati sendiri dan mencatat sendiri tingkah laku yang diinginkan atau pekerjaan rumah, 4) Menghadiahi diri sendiri setelah keberhasilan tingkah laku tindakannya dan tugas rumah.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management memerlukan kesadaran diri untuk melakukan pengarahan diri untuk pengubahan tingkah laku yang diinginkan melalui penyelesaian tugas maupun pekerjaan rumah.

Nursalim (2013: 149) program self-management yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik mempunyai keuntungan :

1. Menambah pemahaman individu terhadap lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap konselor atau yang lain.

2. Praktis,tidak mahal dan gampang 3. Mudah dijawab

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management lebih efektif dan efisien dalam menumbuhkan pemahaman dan kesadaran siswa, khususnya dalam hal disiplin terhadap tata tertib sekolah. Self-Management

(16)

menuntut siswa agar mampu menumbuhkan kesadaran diri sendiri melalui kegiatan pemantauan diri, stimulus-control dan self-reward untuk dapat berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah.

b. Prosedur Self-Management

Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013: 150) mengemukakan adanya empat strategi dalam SM, yaitu (1) self monitoring, (2) mengubah stimuli lingkungan, (3) belajar respon alternatif, dan (4) mengubah konsekuensi respon.

Menurut Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:150), terdapat tiga strategi atau prosedur SM, yaitu (1) self monitoring, (2) stimulus-control, dan (3) self-reward.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa untuk membentuk dan merubah perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah yang diinginkan dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu self-monitoring yaitu individu memantau dan mengamati setiap tindakan dan perilakunya sendiri. Pada tahap selanjutnya yaitu stimulus-control yaitu individu mulai menata kembali pola berpikir, pola perilakunya, dan emosinya dengan tujuan untuk mengurangi perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah. Tahap terakhir yaitu self-reward yaitu individu memperkuat perilakunya melalui konsekuensi yang dihasilkannya sendiri. Jika konseli dapat berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah maka konseli tersebut akan memperoleh penghargaan atau hadiah dan jika konseli berperilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah maka konseli tersebut tidak akan memperoleh hadiah.

Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:151) mengemukakan terdapat lima karakteristik yang mendukung keefektifan program-program SM, yaitu (1) penggunaan kombinasi strategi lebih dianjurkan karena lebih berdaya guna daripada strategi tunggal, (2) konsistensi penggunaan strategi, (3) evaluasi diri dan penetapa standar, (4) penggunaan penguat, (5) dukungan lingkungan.

(17)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Self-Managemet lebih efektif menggunakan kombinasi strategi daripada strategi tunggal. Terdapat tiga macam strategi dalam Self-Management yaitu (1) self monitoring, (2) stimulus-control, dan (3) self-reward.

Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013: 151), menggabungkan kelima karakteristik strategi tersebut ke dalam sebelas langkah self-management. Berikut ini adalah sebelas langkah program self-management beserta penjelasannya yang dilakukan selama 3 kali konseling kelompok.

Tabel 2.1 Langkah-langkah teknik self-management

KARAKTERISTIK LANGKAH-LANGKAH

Utama Tambahan

Penetapan standar dan evaluasi diri

Langkah 1 : Konseli mengidentifikasi dan mencatat perilaku sasaran dan mengendalikan anteseden (pra syarat perilaku) atau konsekuensi Masing-masing kelompok konseli dipimpin untuk mencatat berbagai perilaku yang melanggar tata tertib sekolah.

Penetapan standar dan evaluasi diri

Langkah 2 : Konseli mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dan arah perubahan (tujuan)

Konseli mencatat perilakunya masing-masing yang pernah melanggar tata tertib. Kombinasi strategi Langkah 3 : Konselor

menjelaskan strategi Self-Management

Kombinasi strategi Langkah 4 : Konseli memilih satu atau lebih strategi

(18)

penggunaan strategi menyatakan komitmen untuk melaksanakan langkah 2 dan 4 Penggunaan strategi pilihan Langkah 6 : Konselor mengintruksikan strategi yang dipillih Penggunaan strategi pilihan Langkah 7 : Konseli mempraktikan strategi yang dipilih.

Penggunaan strategi yang konsisten

Langkah 9 : Konseli merekam penggunaan strategi dan level perilaku sasaran

Langkah 8 :

Penggunaan strategi pilihan dalam situasi in vivo.

Evaluasi diri, penguatan diri,dan dukungan lingkungan

Langkah 10 :

Data konseli direview oleh konselor dengan konseli ; konseli melaksanakan atau membuat revisi program

Langkah 11 :

Analisis atau pemetaan data hasil penguatan diri dan lingkungan untuk mengembangkan kemajuan konseli

Pengelolaan diri merupakan salah satu model dalam cognitive-behavior therapy. Pengelolaan diri meliputi pemantauan diri (self-moni-toring), reinforcement yang positif, kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control). Teknik perubahan perilaku pengelolaan diri merupakan salah satu dari penerapan teori modifikasi perilaku dan merupakan gabungan teori behavioristik dan teori kognitif sosial. Hal ini merupakan hal baru dalam membantu konseli menyelesaikan masalah karena didalam teknik ini menekankan pada konseli untuk mengubah tingkah laku yang dianggap merugikan yang sebelumnya menekankan pada bantuan orang lain. Fungsi

(19)

pengelolaan diri yaitu dapat mengatasi beberapa problem dalam kehidupan sehari-hari.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pengelolaan diri memiliki keuntungan untuk mengubah tingkah laku yang dianggap merugikan melalui adanya kesadaran diri, sehingga ketergantungan konseli terhadap konselor dapat diminimalisir. Fungsi strategi pengelolaan diri adalah sebagai strategi yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan berbagai masalah dengan mengelola diri sesuai dengan tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan pengelolaan diri dipengaruhi oleh faktor-faktor observasi diri, evaluasi diri dan reaksi diri. Untuk mencapai situasi ini, individu tersebut akan memberikan perhatian yang penuh pada kualitas, kecepatan atau orisinalitas kerja diri sendiri. Evaluasi diri membantu meregulasi perilaku melalui proses mediasi kognitif dan proses evaluasi diri tergantung pada empat hal, yaitu standar diri, performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan penyempurnaan performa.

Sebagaimana gangguan ketergantungan lainnya, perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah dapat diatasi, individu perlu belajar mengubah tingkah lakunya dengan mengelola diri. Konseling kelompok dapat dijadikan strategi dalam mengubah kecanduan mereka.Pelaksanaan konseling mengalami perkembangan, dari yang semula menekankan pada pendekatan individual berkembang dengan pendekatan kelompok.

Strategi Self-Management meliputi self-monitoring, stimulus-control, dan self-reward. Penjelasan masing-masing strategi adalah sebagai berikut : 1) Self Monitoring

Tahap ini subjek dengan sengaja dan dengan cermat mengamati perilaku sendiri dan mencatatnya. Menurut Cormier (dalam Nursalim, 2013 : 153), ―monitor diri (self-monitoring) adalah proses konseli mengobservasi dan mencatat situasi lingkungan.‖

Snyder dan Gangestad (dalam Nandang Budiman dan Siti Nurzaakiyah, 2014 :20) menegaskan bahwa pemantauan diri merupakan

(20)

tahap pertama dan utama dalam langkah pengubahan diri. Pemantauan diri juga sangat berguna untuk evaluasi. Ketika konseli melakukan pemantauan diri tentang perilaku sasaran sebelum dan selama program perlakuan (Comenero, Nandang Budiman dan Siti Nurzaakiyah,2014 : 21). Para peneliti telah membuktikan bahwa pemantauan diri juga dapat menghasilkan perubahan, ketika konseli mengumpulkan data tentang dirinya, data tersebut dapat mempengaruhi perilakunya lebih lanjut.

Berdasarkan pendapat tersebut monitor diri digunakan sementara untuk menilai masalah, sebab data pengamatan dapat menjelaskan kebenaran atau perubahan laporan verbal konseli tentang tingkah laku bermasalah. Biasanya konseli mengobservasi dan mencatat perilaku bermasalah, mengontrol penyebab dan konsekuensi hasil. Self-monitoring merupakan strategi awal untuk mengumpulkan data mengenai perilaku bermasalah, mencari faktor penyebab munculnya perilaku dan konsekuensi hasil.

Thoresen dan Mahoney (dalam Nursalim, 2013: 153) manyatakan bahwa monitoring diri adalah tahap pertama yang utama dalam program perubahan diri. Konseli harus dapat menyelidiki sesuatu yang terjadi sebelum implementasi strategi perubahan diri.Langkah-langkah self-monitoring adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-langkah self-monitoring

Langkah-langkah Keterangan

1. Rasional Berisi tujuan dan overview

(gambaran singkat) prosedur strategi 2. Penentuan respon yang

diobservasi

Memilih target respon yang akan dimonitor :

1. Jenis respon

2. Kekuatan/valensi respon 3. Jumlah respon

(21)

3. Mencatat respons a. Saat mencatat dan timing mencatat

1. Mencatat sebelum kemunculan perilaku

digunakan untuk mengurangi respons. Mencatat sesudah kemunculan perilaku

digunakan untuk menambah respon.

2. Mencatat dengan segera 3. Mencatat ketika tidak ada

respon-respon lain yang mengganggu pencatatan/perencanaan. b. Metode mencatat 1. Menghitung frekuensi 2. Mengukur lamanya a) Mencatat terus-menerus b) Waktunya acak c. Alat mencatat

1. Portable seperti tusuk gigi,kerikil

2. Accesible seperti tanda-tanda,bintang

4. Membuat peta suatu respons Membuat peta atau grafik dari jumlah perolehan yang tercatat 5. Memperlihatkan data Memberitahukan data kepada pihak

yang dapat mendukung pengubahan perilaku yang diinginkan

(22)

Pemahaman tentang hasil evaluasi diri dan dorongan diri

2) Stimulus-Control

Menurut Nursalim (2013 : 156) “stimulus-control adalah penyusunan/perencanaan kondisi-kondisi lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, yang membuat terlaksananya atau dilakukannya tingkah laku tertentu‖. Kondisi lingkungan berfungsi sebagai tanda/ anteseden dari suatu respons tertentu. Kata lain anteseden merupakan suatu stimulus untuk suatu respons tertentu.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa stimulus-control adalah kondisi prasyarat / anteseden untuk memunculkan suatu tingkah laku yang diinginkan atau untuk mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan. Penerapan strategi stimulus-control dalam mengurangi tingkah laku tidak disiplin adalah menciptakan kondisi yang mendukung siswa untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah.

Menurut Gie (2000: 79) mengemukakan bahwa pengendalian diri adalah perbuatan manusia membina tekad untuk mendisiplinkan kemauan, memacu semangat mengikis keseganan, dan mengarahkan tenaga untuk benar-benar melaksanakan tugas yang harus dikerjakan di sekolah.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa adanya pengendalian diri yang kuat tentunya akan memunculkan sebuah tekad atau keinginan yang kuat untuk melaksanakan apa yang harus dikerjakan atau diharapkan. Keinginan yang kuat akan memacu munculnya semangat untuk bisa memperoleh apa yang ingin dicapainya. Adanya stimulus-control yang baik akan memudahkan siswa dalam mengarahkan diri untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah.

3) Self-Reward

Menurut Soekadji (dalam Nursalim 2013 :157) prosedur Self-reward digunakan untuk memperkuat atau untuk meningkatkan rspons

(23)

yang diharapkan. Bila suatu stimulus(benda atau kejadian) dihadirkan sebagai akibat atau konsekuensi suatu perilaku dan bila karenanya perilaku tersebut dapat meningkat atau terpelihara, maka peristiwa tersebut disebut self-reward (pengukuhan). Seperti dalam prosedur lain,pengukuhan dapat menggunakan berbagai bentuk perangsang benda, makanan, simbolis verbal, aktivitas fisik maupun imajinasi. Perangsang yang terbaik ialah yang wajar dan bersifat intrinsik, seperti senyuman puas terhadap keberhasilan sendiri,perasaan puas,atau mempertegak diri dengan rasa kebanggaan.

Sedangkan menurut Heffernan dan Richads (dalam Cormier, 1985: 45), penghargaan diri adalah mampu menguji diri sendiri secara tersembunyi atau memberikan hal-hal yang positif kepada diri sendiri atas peningkatan yang dirasakan berhubungan dengan perubahan diri.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa penghargaan diri dapat diberikan setelah ada perubahan diri kearah yang positif dan adanya penghargaan diri memberikan pengaruh yang baik pada diri sendiri.

Menurut Soekadji (dalam Nursalim 2013 :157) menyatakan bahwa agar penerapan self reward yang efektif, perlu dipertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut yaitu ; (1) menyajikan pengukuhan seketika, (2) memilih pengukuhan yang tepat, (3) memilih kualitas pengukuhan, (4) mengatur kondisi situasional, (5) menentukan kuantitas pengukuh, (6) mengatur jadwal pengukuh.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa Self-reward digunakan untuk memperkuat atau menambah respons yang diinginkan, Self-reward berfungsi mempercepat target tingkah laku.

Nursalim (2013 : 157) mengemukakan ada 4 komponen yang merupakan bagian integral dari prosedur self-reward yang efektif:

1. Pemilihan hadiah yang memadai/cocok: a. Hadiah bersifat mendidik

b. Gunakan hadiah yang terjangkau c. Gunakan beberapa hadiah

d. Gunakan berbagai macam jenis (verbal, material, mutakhir, potensial, dsb).

(24)

e. Tukar hadiah bila tidak cocok 2. Pengadaan hadiah

a. Konseli sendiri yang menentukan kelayakan respons yang ditargetkan.

b. Tentukan sendiri seberapa banyak yang akan dilakukan dalam hubungan dengan hadiah yang telah dipilih.

3. Pengaturan waktu self-reward

a. Hadiah harus diberikan sesudahnya,bukan sebeum tingkah laku.

b. Hadiah harus disegerakan.

c. Hadiah harus mengikuti perubahan,bukan janji-janji. 4. Rencana untuk mempertahankan pengubahan diri

a. Cari bantuan orang lain untuk sharing atau menyalurkan hadiah

b. Tinjauan data dengan konselor

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa agar siswa dapat berperilaku disiplin diperlukan hadiah yang memiliki sifat mendidik dan mampu mendorong atau memotivasi siswa agar berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Hadiah diberikan setelah siswa melakukan perubahan perilaku disiplin yang disepakati.

c. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan suatu proses yang melibatkan konselor dalam hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang sama, jumlahnya dapat bervariasi antara 8 sampai 12 orang. Konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan (memusatkan) pada kesadaran berpikir dan tingkah laku, melibatkan fungsi terapeutik, berorientasi pada kenyataan, adanya rasa saling mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan.

Menurut Latipun (dalam Handoko, 2014: 28) bahwa faktor yang mendasar penyelenggaraan konseling kelompok adalah bahwa proses pem-belajaran dalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku termasuk dalam hal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok. Dalam suatu kelompok, anggotanya dapat memberi umpan balik

(25)

yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan anggota satu dengan lainnya saling memberi dan menerima.

Pendapat tersebut dapat diimaknai bahwa dalam konseling kelompok anggota kelompok saling memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain sehingga memudahkan pemecahan masalah.

Menurut Mungin (2005: 33) menjelaskan bahwa ― kegiatan konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan, dan perilaku anggota kelompok untuk meningkatkan kesadaran diri akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat‖ .

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa melalui konseling kelompok, individu menjadi sadar akan kelebihan dan kelemahannya, mengenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan.

Pelaksanaan konseling kelompok memerlukan dinamika kelompok untuk mencapai interaksi sosial yang intensif. Hal ini sesuai pendapat Prayitno (1985: 53) yang menyatakan bahwaperan dinamika kelompok dan suasana kelompok diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa atau tepo sliro.

Dengan kelompok yang terdiri dari remaja yang mengalami masalah disiplin terhadap tata tertib sekolah menjadi media untuk sharing atau tukar pikiran antar anggota kelompok mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga mereka mampu menyelesaikan permasalahan yang di-alaminya. Selain itu untuk membuat tiap anggota kelompok mampu menjadi mandiri dalam mengatur diri, maka diberikan pengelolaan diri (Linn & Hodge, 1982).

Beberapa rumusan para ahli tersebut dapat dimaknai bahwa pengertian konseling kelompok adalah suatu kegiatan konseling yang dilaksanakan dalam suasana kelompok melalui pengembangan pemahaman,

(26)

sikap, keyakinan dan perilaku konseli yang tepat melalui dinamika kelompok.

d. Tujuan dan Asas Layanan Konseling Kelompok

Kesuksesan layanan konseling kelompok sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam layanan konseling kelompok yang diselenggarakan. Menurut Mungin (2005: 2—4), ―tujuan umum layanan bimbingan dan konseling kelompok adalah berkembangnya sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Disamping itu juga dimaksudkan untuk mengentaskan masalah konseli dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Adapun tujuan khusus konseling kelompok pada dasarnya terletak pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan‖. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa konseling kelompok mempunyai tujuan yang praktis dan dinamis dalam membantu mengembangkan potensi siswa untuk memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan diri, merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab baik itu dibidang pribadi, sosial, belajar, karir secara mandiri untuk menjadi insan produktif, inovatif, mandiri, kreatif, dan efektif.

Salah satu strategi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam konseling kelompok, adalah dengan memperhatikan asas-asas di dalamnya. Mungin (2005: 6—8) menjelaskan mengenai asas-asas konseling kelompok meliputi asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan. Asas-asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Asas kerahasiaan

Asas kerahasiaan artinya anggota kelompok harus menyimpan dan merahasikan data, keterangan, informasi, masalah yang dibicarakan dalam konseling kelompok.

2) Asas keterbukaan

Asas keterbukaan artinya semua peserta bebas dan terbuka mengeluarkan pendapat, ide saran, dan perasaan yang dirasakan dan dipikirkan.

(27)

3) Asas kesukarelaan

Asas kesukarelaan artinya semua peserta dapat menampilkan diri secara spontan tanpa dipaksa oleh teman yang lain atau konselor atau pemimpin kelompok.

4) Asas kenormatifan

Asas kenormatifan artinya semua yang dibicarakan dan yang dilakukan dalam konseling kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku.

e. Tahap-tahap Kegiatan Konseling kelompok

Konseling kelompok dalam pelaksanaannya melalui beberapa tahap. Pelaksanaan penelitian konseling kelompok dengan teknik self-management untuk meningkatkan disiplin terhadap tata tertib sekolah , mengacu pada tahap-tahap konseling kelompok yang dikemukakan oleh Mungin (2005: 18) meliputi empat tahap yaitu pembentukan, peralihan, tahap kegiatan, tahap pengakhiran, evaluasi dan tindak lanjut. Tahap-tahap konseling kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Tahap Permulaaan/Pelibatan diri

Mungin (2005: 19) menjelaskan tahap permulaan merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, para peserta diharapkan dapat membangun hubungan secara terbuka, mampu menyampaikan harapan, keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota. Penampilan Konselor atau pemimpin kelompok pada tahap permulaan hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.

Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam tahap pembentukan menurut Mungin (2005: 18) :

a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan.

(28)

b. Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

c. Konselor menjelaskan pengertian konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan).

d. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.

e. Menjelaskan tata cara pelaksanaan konseling kelompok.

f. Menjelaskan asas-asas dalam konseling kelompok yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan.

g. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan pengakraban.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa tahap permulaan merupakan tahap yang penting untuk menciptakan hubungan yang kondusif untuk pencapaian tujuan kelompok yang telah direncanakan.Tahap permulaan menuntut konselor mampu meyakinkan anggota kelompok untuk saling terbuka dalam mengungkapkan masalah yang dihadapi dan menumbuhkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan masingmasing anggota kelompok.

2) Tahap Peralihan atau Transisi

Menurut Mungin (2005: 21) tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam konseling kelompok yang diperkirakan berakhir 6 –10 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu sampai tiga pertemuan. Menurut Mungin (2005 : 24) tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah :

a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.

b. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga). c. Mambahas suasana yang terjadi.

d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota

e. Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan).

Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa tahap transisi merupakan perpindahan antara tahap pembentukan dengan tahap

(29)

kegiatan. Pada tahap transisi konselor harus mampu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan konselor atau pemimpin kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan.

3) Tahap Kegiatan

Menurut Mungin (2005: 25) tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructivenature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievementofresults) selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Tahap kegiatan diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan seperti berikut:

a. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.

b. Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.

c. Konseli (anggota kelompok yang masalahnya dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya.

d. Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah konseli melalui berbagai cara, seperti: bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan.

e. Konseli setiap kali diberi kesempatan untuk merespon tentang apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan sesama anggota kelompok.

f. Kegiatan selingan di isi dengan permainan yang bersifat humor dan edukatif.

Pendapat tersebut dimaknai bahwa tahap kegiatan merupakan tahap terpenting dalam kegiatan konseling kelompok dikarenakan anggota kelompok saling mengungkapkan masalah yang dihadapi dan melalui dinamika kelompok yang ada maka anggota kelompok saling memberikan saran penyelesaian masalah yang dibahas. Kegiatan tersebut adalah

(30)

kegiatan inti dalam peningkatan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Masing-masing anggota saling mengungkapkan masalah disiplin yang dialami dan pemimpin kelompok membimbing anggota saling memberikan penyelesaian masalah melalui dinamika kelompok yang terjalin.

4) Tahap Pengakhiran

Menurut Mungin (2005: 27) tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari serangkaian pertemuan kelompok. Keseluruhan pengalaman yang diperoleh anggota memerlukan perhatian khusus dari pimpinan kelompok, terutama ketika kelompok hendak dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keseluruhan idealnya dilakukan setelah tujuan kelompok tercapai. Sebagai tahap penutup dari kegiatan konseling kelompok. Tugas konselor atau pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

b. Konselor atau pemimpin kelompok dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

c. Membahas kegiatan lanjutan. d. Mengemukakan pesan dan harapan e. Doa penutup

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa tahap pengakhiran merupakan tahap akhir dalam konseling kelompok setelah tujuan kelompok telah tercapai. Tahap pengakhiran dilakukan melalui pembubaran kelompok dan membahas tindak lanjut layanan konseling kelompok jika masih diperlukan.

f. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok

Winkel (2012: 594-595) menunjukkan beberapa kelebihan konseling kelompok yaitu terpenuhinya beberapa kebutuhan, konseli merasa lebih mudah membicarakan persolan mendesak yang dialami, dan memudahkan konselor dalam menjalankan peran sebagai pemimpin kelompok. Kelebihan konseling kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut :

(31)

1. Terpenuhinya beberapa kebutuhan.

Kelebihan konseling kelompok adalah dapat memenuhi beberapa kebutuhan antara lain kebutuhan untuk menyesuaikan diri dapat diterima oleh teman sebaya, kebutuhan untuk bertukar pikiran dan perasaan, kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan; dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta lebih mandiri. Selain itu konseli dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan dalam mengemukakan pendapat.

2. Konseli merasa lebih mudah membicarakan persolan mendesak yang dialami.

Kelebihan konseling kelompok antara lain adalah konseli merasa lebih mudah membicarakan persolan mendesak yang dialami. Suasana konseling kelompok membuat konseli merasa lebih mudah membicarakan persoalan mendesak yang dihadapi daripada dalam konseling individual, konseli lebih rela menerima sumbangan pikiran dari seorang rekan konseli atau dari konselor yang memimpin kelompok itu daripada dalam konseling individual, konseli lebih bersedia membuka isi hatinya bila menyaksikan bahwa banyak rekannya tidak malu-malu untuk berbicara secara jujur dan terbuka, lebih terbuka terhadap tuntutan mengatur tingkah lakunya supaya terbina hubungan sosial yang lebih baik, dan merasa lebih bergembira dalam hidup karena menghayati suasana kebersamaan dan persatuan yang lebih memuaskan bagi mereka daripada komunikasi dengan anggota keluarganya sendiri.

3. Memudahkan konselor dalam menjalankan peran sebagai pemimpin kelompok.

Bagi konselor manfaat dari konseling kelompok antara lain terdapat kesempatan untuk mengobservasi perilaku para konseli yang sedang berinteraksi satu sama lain, membuktikan diri sebagai orang yang bersedia melibatkan diri dengan ikut berbicara sebagai partisipan dalam diskusi dan bukan sebagai orang yang ingin berkuasa, meyakinkan para

(32)

konseli akan kegunaan layanan konseling dapat melayani lebih banyak orang daripada melalui konseling secara individual.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa konseling kelompok memiliki keuntungan diantaranya adalah mampu memberikan rasa percaya dan perasaan nyaman kepada konseli untuk mengungkapkan masalah displin terhadap tata tertib sekolah yang dihadapi secara lebih jujur dan terbuka dibandingkan dalam kegiatan konseling individual, konseli belajar untuk memiliki sikap empati dan saling menghargai dalam proses penyelesaian masalah disiplin terhadap tata tertib sekolah melalui dinamika kelompok dan konseli mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal melalui kegiatan kelompok. Terciptanya dinamika kelompok memudahkan anggota kelompok saling bertukar pendapat dan pikiran mengenai masalah disiplin terhadap tata tertib sekolah dan saling memotivasi agar anggota kelompok dapat berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah sehingga tujuan kegiatan konseling kelompok dengan teknik self-management dapat tercapai.

Winkel (2012: 593-595) menunjukkan beberapa kelemahan konseling kelompok, yaitu suasana dalam kelompok boleh jadi dirasakan oleh anggota kelompok sebagai paksaan moral untuk membuka isi hatinya seperti banyak teman yang lain, persoalan pribadi anggota kelompok kurang mendapatkan perhatian, konselor sulit memberikan perhatian penuh pada masing-masing konseli dalam kelompok, siswa mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya bila hadir seseorang yang dipandang sebagai pemegang otoritas. Kelemahan konseling kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suasana dalam kelompok boleh jadi dirasakan oleh anggota kelompok sebagai paksaan moral untuk membuka isi hatinya seperti banyak teman yang lain.

Kelemahan konseling kelompok yaitu suasana dalam kelompok boleh jadi dirasakan oleh sebagian anggota kelompok sebagai paksaan moral untuk membuka isi hatinya seperti banyak teman yang lain;

(33)

padahal konseli belum siap atau belum bersedia untuk terbuka dan jujur khususnya jika hal yang akan dikatakan terasa memalukan bagi diri konseli.

2. Persoalan pribadi anggota kelompok kurang mendapatkan perhatian. Kelemahan konseling kelompok yaitu adanya persoalan pribadi anggota kelompok mungkin kurang mendapat perhatian dan tanggapan sebagaimana mestinya, karena perhatian kelompok terfokus pada suatu masalah umum atau karena perhatian kelompok terpusat pada persoalan pribadi konseli yang lain dan akibatnya ada konseli yang tidak merasa puas dengan kegiatan konseling kelompok.

3. Konselor sulit memberikan perhatian penuh pada masing-masing konseli dalam kelompok.

Kelemahan konseling kelompok bagi konselor adalah lebih sulit memberikan perhatian penuh pada masing-masing konseli dalam kelompok, karena perhatiannya mau tak mau terbagi atas beberapa anggota kelompok yang menuntut diberi porsi perhatian yang wajar. 4. Siswa mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan

pikirannya bila hadir seseorang yang dipandang sebagai pemegang otoritas.

Kelemahan konseling kelompok adalah terdapat konseli yang selalu mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara terbuka (self-assertiveness) bila hadir seseorang yang secara spontan dipandang sebagai pemegang otoritas (authority figure).

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa konseling kelompok memiliki kelemahan diantaranya adalah tidak semua masalah konseli bisa diselesaikan sesuai dengan keinginan sehingga dapat menimbulkan perasaan kurang puas pada diri konseli, jika pengungkapan masalah tidak berdasarkan kesadaran sendiri maka akan timbul perasaan terpaksa pada diri konseli dan kesulitan bagi konselor untuk membagi perhatian pada seluruh konseli.

(34)

Berdasarkan kedua pendapat mengenai kelebihan dan kelemahan konseling kelompok dalam mengatasi masalah yang dialami konseli tersebut, penelitian mengenai konseling kelompok dengan teknik self-management untuk meningkatkan disiplin terhadap tata tertib sekolah memandang konseling kelompok merupakan pendekatan yang efektif ungtuk mengentaskan masalah konseli yang memiliki perilaku tidak disipin terhadap tata tertib sekolah. Peningkatan perilaku tidak disiplin menjadi perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah dapat dilakukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi dalam suasana konseling kelompok. Anggota kelompok akan saling mengungkapkan masalah disiplin yang dialami dan saling memberikan saran pemecahan masalah sehingga terbentuk dinamika kelompok yang baik,berkembangkan keterampilan hubungan interpersonal dan kemampuan pemecahan masalah.

3. Konseling Kelompok dengan Teknik Self Management untuk Meningkatkan Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Konseling kelompok merupakan suatu proses konseling yang terdiri dari 4-8 orang yang bertemu dengan 1-2 konselor. Konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan bertingkah laku, melibatkan fungsi terapeutik, berorientasi pada kenyataan, adanya rasa saling mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan.

Konseling kelompok dapat dikombinasi dengan menggunakan strategi konseling yaitu self-management. Sesuai pendapat Nursalim (2005: 146) yang menyatakan bahwa “Self-management adalah suatu proses dimana klien mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi‖. Strategi self-management terdiri dari self-monitoring, stimulus-control dan self-reward. Self-monitoring adalah upaya klien untuk mengamati diri sendiri, mencatat sendiri tingkah laku tertentu tentang dirinya dan interaksi dengan peristiwa lingkungan. Stimulus

(35)

pedoman/petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku. Self-reward adalah pemberian hadiah pada diri sendiri, setelah tercapainya tujuan yang diinginkan.

Konseling kelompok dengan strategi self-management dapat digunakan dalam penanganan permasalahan disiplin terhadap tata tertib sekolah, dengan mengacu pendapat Nursalim (2005: 147—148), yaitu kebiasaan yang mengarah pada prestasi belajar adalah salah satu problem atau masalah yang dapat ditangani dengan menggunakan strategi self-management. Disiplin terhadap tata tertib sekolah merupakan faktor pendorong tercapainya prestasi belajar yang optimal, hal tersebut sesuai pendapat Tu’u (2004: 35) yang menyatakan bahwa “Disiplin dapat mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di sekolah tentang perilaku yang positif, melakukan kegiatan yang lurus dan benar, dan menjauhi perbuatan negatif ‖. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa dampak perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah akan berpengaruh terhadap disiplin dalam belajar yang mendorong pencapaian prestasi belajar yang optimal.

Menurut Winkel dan Hastuti (2007: 593—594) bahwa Self-Management dilakukan dalam suasana konseling kelompok agar siswa yang mengalami permasalahan akan lebih mudah membicarakan permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain. Konseling kelompok dengan teknik Self-Mangement dilaksanakan melalui tahapan dalam konseling kelompok, yaitu (1) tahap Pembentukan (2) Tahap Peralihan (3) Tahap Kegiatan dan (4) Tahap Pengakhiran.

Pada tahap pembentukan dan tahap peralihan siswa yang memiliki permasalahan tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah pada tingkat yang tinggi, akan bersama-sama membahas permasalahan tersebut, saling bertukar pikiran bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap kegiatan dalam konseling kelompok, konselor akan memberikan strategi self-management untuk mengatasi permasalahan tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah yang dialami oleh siswa. Siswa diharapkan mampu melaksanakan self-monitoring, stimulus control dan self-reward. Hasil dari setiap pertemuan akan

(36)

dibahas secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lain. Setiap anggota kelompok dapat memberikan ide atau pendapat mengenai cara meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Tahap pengakhiran dilakukan ketika tujuan konseling kelompok dengan teknik Self-management yaitu meningkatkan disiplin terhadap tata tertib sekolah telah tercapai.

Berdasarkan paparan di atas, maka konseling kelompok dengan teknik self management diasumsikan tepat untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah karena siswa melakukan monitoring terhadap diri sendiri, merancang antecedent atau isyarat pedoman atau petunjuk untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah dan memberikan hadiah pada diri sendiri, setelah mampu berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Melalui konseling kelompok, individu menjadi sadar akan kelebihan dan kelemahannya, mengenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan. Lebih dari itu lagi, dinamika interaksi sosial yang secara intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa atau tepo sliro sehingga individu dapat berkembang secara sehat dan optimal.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian ilmiah mengenai disiplin maupun mengenai pelaksanaan strategi pendekatan self-management pernah diadakan sebelumnya, yaitu:

1) Anike Dian Fitri. (2013). Penerapan Strategi Pengelolaan Diri (Self-Management) Untuk Mengurangi Perilaku Konsumtif Pada Siswa Kelas X-11 Sman 15 Surabaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengelolaan diri (self-management ) dapat mengurangi perilaku konsumtif pada siswa kelas X-11 SMAN 15 Surabaya.

(37)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa strategi self-management efektif untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti untuk mengurangi perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah pada siswa kelas VIII SMP Nawa Kartika Selogiri menggunakan strategi self-management.

2) Cari Wijayanti. (2013). Penerapan Konseling Kelompok Dengan Strategi Self-management Untuk Mengurangi Kebiasaan Bermain Video Games.

Hasil penelitian menunjukkan ada penurunan kebiasaan bermain video games antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi self-management pada siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 1 Ngadirojo Pacitan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa konseling kelompok dengan strategi self-management efektif untuk mengurangi kebiasaan bermain video games, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti untuk mengurangi perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah melalui konseling kelompok dengan teknik self-management pada siswa kelas VIII SMP Nawa Kartika Selogiri.

3) Fitria Lailatus Zahrifah. (2015). Penggunaan Strategi Pengelolaan Diri untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengelolaan diri efektif untuk meningkatkan disiplin belajar siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Kamal Bangkalan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa strategi pengelolaan diri efektif untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan yaitu meningkatkan disiplin belajar siswa, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah pada siswa kelas VIII SMP Nawa Kartika Selogiri.

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah teknik self-management
Tabel 2.2 Langkah-langkah self-monitoring
Gambar 2.1  Kerangka Berfikir (Fakta)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1) Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat bahwa penelitian tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Berbasis e- Government (Studi

(2014) menambahkan bahwa nilai pendidikan sosial yang bisa diambil dari sebuah cerita dalam karya sastra bisa berupa hal positif maupun negatif. Kedua hal

Di Indonesia sendiri hak dan kewajiban konsumen diatur dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4 (lihat Lampiran 1)... Hak tersebut

Pembelajaran aktif adalah belajar yang meliputi berbagai cara untuk siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam

Metode ceramah dan bertanya merupakan dasar dari semua metode pembelajaran lainnya. metode ceramah dan bertanya merupakan strategi dimana guru memberi presentasi

b) Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan. Melalui interaksi antara individu dan lingkungannya maka siswa memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh

faktor yang dominan dalam permainan sepaktakraw, yaitu meliputi : sepakan atau menyepak, ini sangat penting karena sepakan atau menyepak dapat dikatakan sebagai