• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BIOKOMPOSIT FILLER SHORT FIBER KULIT ROTAN HASIL FERMENTASI DAN HASIL MILLING ATIN ARIE ANGGRAENI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BIOKOMPOSIT FILLER SHORT FIBER KULIT ROTAN HASIL FERMENTASI DAN HASIL MILLING ATIN ARIE ANGGRAENI"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BIOKOMPOSIT FILLER SHORT FIBER KULIT ROTAN

HASIL FERMENTASI DAN HASIL MILLING

ATIN ARIE ANGGRAENI

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

ABSTRAK

ATIN ARIE ANGGRAENI. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mekanik

Biokomposit Filler Short Fiber Kulit Rotan Hasil Fermentasi dan Hasil

Milling. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN dan JAJANG JUANSAH.

Serat kulit rotan sebagai filler pengganti serat sintetis pada komposit telah

dilakukan pada penelitian ini. Ekstraksi serat kulit rotan dilakukan dengan metode

fermentasi Aspergillus niger dan milling. Serat yang dihasilkan berbentuk long

dan short fiber (2 mm). Sintesa biokomposit menggunakan metode blending-hot

press sesuai dengan standarisasi uji mekanik yang berbeda-beda, ASTM D2240

untuk alat uji kekerasan, ASTM D1822 alat untuk uji tarik, ASTM D257 untuk

alat uji izod impact, dan ASTM D790 untuk alat uji kelenturan. Serat kulit rotan

berperan sebagai filler, polipropilen sebagai matrik, dan asam maleat sebagai

coupling agent. Hasil pengukuran mekanik terhadap biokomposit sf (5%) dan sm

(5%) menunjukkan bahwa nilai kekerasan sebesar 4.33 ± 0.17 MPa dan 4.48 ±

0.08. Kekuatan tarik bikomposit sf (5%) dan sm (5%) adalah 10.16 ± 0.76

MPa

dan 4.87 ± 0.68

MPa. Biokomposit A

1

dan A

2

hasil izod impact adalah 5.495 ±

0.621 kJ m

-2

dan 5.343 ± 0.695 kJ m

-2

. Kelenturan biokomposit

A

1

dan A

2

memiliki nilai sebesar 34.52 ± 2.200 MPa dan 26.20 ± 3.365 MPa. Biokomposit

serat femrnentasi dan milling (sm, A

1

, A

2

) memiliki kualitas sifat mekanik

(kekerasan, uji tarik, izod impact, kelenturan) lebih kecil dibandingkan dengan

komposit serat fiber glass. Kualitas sifat mekanik dipengaruhi oleh metode

pembuatan komposit, keseragaman ukuran serat, dan kandungan silika serat.

Kata kunci : Aspergillus niger, sifat mekanik, milling, biokomposit, hot press

(3)

HASIL FERMENTASI DAN HASIL MILLING

ATIN ARIE ANGGRAENI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Sintesis dan Karkaterisasi Sifat Mekanik Filler Short Fiber Kulit

Rotan Hasil Fermentasi dan Hasil Milling

Nama

: Atin Arie Anggraeni

NIM

: G74080054

Disetujui

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Dr. Siti Nikmatin, M.Si

NIP. 1975081 920001 2200

Jajang Juansah, M.Si

NIP. 19771020 200501 1002

Diketahui

Ketua Departemen Fisika

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil

penelitian dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mekanik Biokomposit

Filler Short Fiber Kulit Rotan Hasil Fermentasi Dan Hasil Milling” sebagai salah

satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Dalam penulisan usulan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

kedua orang tua, adik dan semua keluarga besar yang selalu

memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis.

ibu Dr Siti Nikmatin, M.Si dan bapak Jajang Juansah, M.Si selaku

pembimbing penelitian dan skripsi yang telah memberi motivasi,

pelajaran, semangat dan tuntunan kepada penulis.

bapak Dr Irzaman sebagai dosen penguji.

dosen-dosen atas doa dan motivasinya, pak Sulis dari PTBIN, pak

firman dan seluruh staf fisika atas bantuan dan motivasinya

Dwi Kurniawati, Aminah Balfas, Rizky Adisty, Doni Kurniawan,

Feri Nurdin Ferdian (tim bionanokomposit) yang selalu ada untuk

memotivasi penulis dalam suka maupaun duka.

Ella Rahmadhani, Novi Selvia, Nissa Sukmawati, dan Nurul atas

kebersamaan dan motivasinya.

Euis, elvi, eli, dan anggun atas kebersamaan dan motivasinya.

Chriss Leowardy S atas motivasi dan bantuannya.

teman-teman fisika 45, 43, 44, 46, 47, dan seluruh civitas

Departemen Fisika IPB

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari

sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan

demi kemajuan penelitian ini.

Bogor, Januari 2013

Penulis

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Dilahirkan di Subang pada tanggal 20

Februari 1991 dari pasangan Daeng Kusnadi dan Titi

Suhaeti. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 1996 penulis sekolah di SD Negeri Boreas,

lulus tahun 2002 dan melanjutkan pendidikan di SMP

Negeri 1 Kalijati. Setelah lulus tahun 2005, penulis

melanjutkan ke SMA Negeri Situraja dan lulus tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur USMI di departemen Fisika Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

Selama menempuh pendidikan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Eksperimen Fisika 2 2012) dan asisten praktikum Fisika Dasar

(2011-2012). Penulis juga pernah aktif di beberapa kegiatan kepanitian organisasi, yaitu

anggota pertandingan Olimpiade Mahasiswa IPB (2010-2011), bendahara reuni

akbar fisika (2009-2010), dan aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika

sebagai anggota Pengabdian Sumber Daya Masyarakat (2009-2010).

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ...

1

Latar Belakang ...

1

Rumusan Masalah ...

1

Tujuan Penelitian ...

1

Hipotesis ...

1

TINJAUAN PUSTAKA ...

1

Rotan ...

1

Polipropillen ...

3

Komposit ...

4

Fermentasi ...

5

Aspergillus niger ...

5

Pengujian Kekerasan ...

7

Pengujian Uji Tarik ...

7

Pengujian Izod impact ...

8

Pengujian Kelenturan ...

8

Coupling Agent ...

8

BAHAN DAN METODE ...

9

Tempat dan Waktu Penelitian ...

9

Alat dan Bahan ...

9

Tahapan Penelitian ...

9

Preparasi Serat Kulit Rotan ...

9

Preparasi Polipropilen ... 9

Sintesa Serat Kulit Rotan Metode Fermentasi ...

9

Sintesa Serat Kulit Rotan Metode Milling ... ...

9

Sintesa Biokomposit ...

9

Karkterisasi Mekanik ...

10

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

11

Kulit Rotan Hasil Preparasi ...

11

Kulit Rotan Hasil Fermentasi Aspergillus niger ... 11

Kulit Rotan Hasil Milling ...

11

Hasil Sintesa Biokomposit ...

13

Kekerasan ...

13

Kekuatan Tarik ...

13

Izod impact ... 14

Kelenturan ... 14

KESIMPULAN DAN SARAN ...

16

DAFTAR PUSTAKA ...

16

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

Kandungan kimia beberapa jenis rotan ...

2

Tabel 2

Sifat fisis dan mekanis beberapa jenis rotan

...

3

Tabel 3

Data beberapa contoh fermentasi substrat padat ...

6

Tabel 4

Komposisi biokomposit serat fermentasi dan milling ... 10

Tabel 5

Komposisi biokomposit dengan total massa 100 gram ... 10

Tabel 6

Hasil rendemen serat kulit rotan dengan fermentasi Aspergillus

niger ...

12

Tabel 7

Hasil uji kekerasan sampel sf ... 13

Tabel 8

Hasil uji kekerasan sampel sm ... 13

Tabel 9

Perbandingan uji tarik biokomposit dengan komposit ... 14

Tabel 10 Hasil izod impact sampel A

1

dan sampel A

2

...

14

(9)

Gambar 1

Struktur kimia kandungan beberapa jenis rotan ... 2

Gambar 2

Reaksi polimerisasi dari propilen menjadi polipropilen ... 4

Gambar 3

Komposit diperkuat dengan berbagai macam serat ... 4

Gambar 4

Mikrograf dari Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada

medium sabouraud agar dengan perbesaran 100X ...

6

Gambar 5

aktivitas Aspergillus niger dalam proses fermentasi ... 6

Gambar 6

Gaya tarik terhadap pertambahan panjang ... 7

Gambar 7

Ilustrasi skematik pembebanan izod impact ... 8

Gambar 8

Ikatan penguat dengan asam maleat (a), ikatan penguat matriks

dengan asam maleat ………...………...

8

Gambar 9

Kulit rotan sebelum preprasi (a), Kulit rotan setelah preparasi

(b) ...

11

Gambar 10

Serat kulit hasil fermentasi ... 11

Gambar 11

Serat kulit rotan hasil milling 2 mm ... 11

Gambar 12

Biokomposit serat milling dan fermentasi (40 gram) ... 12

Gambar 13

Biokomposit

A

1

(10%)

dan

A

2

(20%)

...

12

Gambar 14

Hubungan antara Gaya (N) terhadap Pertambahan panjang

(mm) ...

14

Gambar 15

Hubungan rata-rata izod impact terhadap variasi serat kulit

rotan ...

14

Gambar 16

Perbandingan sampel A

1

dan A

2

, hubungan antara Tegangan

(Mpa) terhadap Kelengkungan (mm) ...

15

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

Preparasi Kulit Rotan ... 19

Lampiran 2

Sintesa Fermentasi Kulit Rotan ... 19

Lampiran 3

Sintesa Milling Kulit Rotan ... 20

Lampiran 4

Proses Sinteis Biokomposit Sebelum Memasuki Tahap

Pencetakan Hot Press dengan Pergantian Serat Kulit Rotan ...

20

Lampiran 5

Sintesa Biokomposit Serat Kulit Rotan ... 21

Lampiran 6

Karakterisasi Mekanik ... 22

Lampiran 7

Data Hasil Karakterisasi Uji Tarik ... 24

Lampiran 8

Nilai konstanta uji tarik ... 25

Lampiran 9

Data Hasil Karakterisasi Izod impact ... 25

Lampiran 10

Data Hasil Karakterisasi Kelenturan ... 26

Lampiran 11

Standarisasi Sifat Mekanik ... 27

Lampiran 12

Diagran Alir Penelitian ... 30

Lampiran 13

Komposisi Unsur Selulosa Kulit Rotan ... 31

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Serat alami adalah serat yang berasal dari alam, tanpa melalui proses kimia dan industri. Potensi serat alam dapat dikelompokkan menurut asal usulnya yakni tumbuhan, hewan dan tambang. Khusus untuk tumbuhan, serat alam dapat ditemukan pada tanaman pertanian, perkebunan, dan hutan alami. Serat kulit rotan yang dihasilkan dari fermentasi dan milling dapat memperkuat komposit bermatrik polipropilen dengan sifat mekanik yang sebanding dengan komposit filler sintetis. Pada umumnya serat alami yang dipakai adalah serat bambu, tandon kosong kelapa sawit, serabut kelapa, serat nenas, dan serat alami lainnya. Salah satu serat alami yang dapat dimanfaatkan dari biomassa hasil pertanian adalah kulit rotan.1

Indonesia memiliki luas hutan 143 juta hektar diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13.20 juta hektar, yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam, dan pemanfataannya belum maksimal.2 Berdasarkan data Kementerian Kehutanan3, suplai rotan lestari nasional pada tahun 2010 adalah 556.000 ribu ton, 2011 adalah 696.000 ribu ton, dan 80 % adalah produksi setengah jadi ekspor dengan 40% dari hasil panen rotan tersebut merupakan biomassa yang berupa kulit rotan. Saat ini kulit rotan tersebut dimanfaatkan oleh petani setempat sebagai tali, atap rumah, dan dibakar. Pemanfaatan tersebut dapat dioptimalkan sebagai pengganti serat sintetis pada komposit, sehingga akan dapat meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Konsumsi serat sintetis di Indonesia cukup tinggi dan terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2007 dan tahun 2008 masing-masing sebesar 750.000 ton dan 800.000 ton. Tahun 2010 kebutuhan serat sintetis sekitar 900.000 ton. Sebanyak 70% dari konsumsi serat sintetis nasional adalah impor dan sisanya (30%) adalah produksi dalam negeri.4 Salah satu jenis serat sintetis yang banyak digunakan adalah glass fiber. Bahan baku dari serat sintetis tersebut berasal dari gas alam yang tidak dapat didaur ulang, sifatnya terbatas, dan tidak ramah lingkungan, sehingga harus ada sumber serat alam potensial lain dari dalam negeri dan teknologi

untuk menggantikan serat sintetis tersebut salah satunya adalah kulit rotan.

Pada penelitian ini dibuat biokomposit dengan matrik polipropilen, asam maleat, dan filler short fiber kulit rotan yang dihasilkan dari hasil fermentasi dan milling. Biokomposit tersebut dikarakterisasi sifat mekaniknya untuk mengetahui perbandingan antara sifat mekanik biokomposit dengan sumber serat dari hasil fermentasi dan hasil milling. Kemudian dibandingkan dengan serat sintetis.

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode sintesa filler short fiber fermentasi dan milling terhadap kualitas sifat mekanik biokomposit?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini :

1. Mendapatkan filler serat kulit rotan ukuran 2 mm dengan 2 metode (fermentasi dan milling).

2. Mensintesa biokomposit filler serat kulit rotan dengan metode blending dan hot press.

3. Karakterisasi sifat mekanik biokomposit.

Hipotesis

Serat kulit rotan yang dihasilkan dari fermentasi dan milling dapat memperkuat komposit bermatrik polipropilen dengan sifat mekanik yang sebanding dengan komposit filler sintetis.

TINJAUAN PUSTAKA

Rotan

Struktur anatomi batang rotan yang berhubungan erat dengan menentukan keawetan dan kekuatan rotan antara lain adalah besar pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan. Tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan, dinding yang lebih tebal membuat rotan manjadi lebih keras dan lebih berat. Sel-sel serabut yang berdinding tebal menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis.2

(12)

12

Gambar 1 Struktur kimia kandungan beberapa jenis rotan.6 Tabel 1 Kandungan kimia beberapa jenis rotan.6

No

Jenis Rotan Holoselulosa (%) Selulosa (%) Lignin (%) Tanin (%) Pati (%) Nama

Daerah Nama Latin

1 Sampang K. junghunii Miq. 71.49 42.89 24.41 8.14 19.62 2 Bubuay P. elongata Becc. 73.84 40.89 16.85 8.88 23.57 3 Seuti C. ornathus Burr. 72.69 39.19 13.35 8.56 21.82 4 Semambu C. scipionum Bl. 70.07 37.36 22.19 - 21.35 5 Tretes D. heteroides Bl 72.49 41.72 21.99 - 21.15 6 Balubuk C. burchianus Becc. 73.34 42.35 24.03 - 20.85 7 Batang C. zolineri Becc. 73.78 41.09 24.21 - 20.61

8 Galaka C. spp. 74.38 44.19 21.45 - 19.4

9 Tohiti C. inops Becc. 74.42 43.28 21.34 - 18.57 10 Manau C. manan Miq. 71.45 39.05 22.22 - 18.5

Secara umum komposisi kimia rotan terdiri dari holoselulosa (71% - 76%), selulosa (39% - 58%), lignin (18% - 27%) dan silika (0,545 - 8%). Gambar komposisi kimia rotan dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil penelitian jasni6 terhadap kandungan beberapa jenis rotan dapat dilihat pada Tabel 1.

Komponen kimia rotan penting dalam menentukan kekuatan rotan. Selulosa yaitu

molekul gula linear berantai panjang termasuk ke dalam holoselulosa. Selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang, karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi.7

Holoselulosa

Lignin

Glukosa

Selulosa

(13)

Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis beberapa jenis rotan.6 Jenis kadar air basah (%) Kadar air udara (%) BJ KU MOE(kg

cm

-2) MOR (kg

cm

-2) Warna Panjan g ruas (cm) Tinggi buku (cm) Seuti 142.22 13.76 0.511 17.089 441.96 Putih 20.76 0.31 Balubuk 167.11 13.87 0.500 14.585 431.61 Putih 32.15 0.39 Karokok 137.17 14.10 0.470 15.423 453.12 Kuning 24.47 0.26 Seel 138.80 14.25 0.490 10.017 421.16 Kuning 37.20 0.23 Manau alam 105.00 - 0.550 19.800 734.00 Kuning - 0.16 Sampang 84.32 18.19 0.580 22.000 834.00 Coklat - -

Selain selulosa yang sangat penting juga adalah lignin. Lignin merupakan suatu polimer yang komplek dengan berat molekul yang tinggi. Lignin juga berfungsi memberikan kekuatan pada batang dan makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat.7 Tanin dapat dikategorikan sebagai "true artrigen" adalah rasa sepat. Efek tanin adalah sebagai penangkal pemangsa.7

Pati adalah cadangan karbohidrat utama pada tumbuhan tingkat tinggi, yaitu sekitar 70% dari berat basah, berbentuk granula yang larut dalam air dan pati merupakan makanan utama serangga atau bubuk perusak kayu atau rotan. Makin tinggi kandungan pati dalam kayu atau rotan maka makin rentan serangan bubuk kayu kering.7

Sifat yang paling banyak mendapat perhatian dalam penggunaan rotan adalah sifat fisis dan mekanis. Nilai hasil uji fisis dan mekanis beberapa jenis rotan adalah asal Jawa, diantaranya berat jenis (BJ) 0.47 – 0.57, nilai kekuatan (MOR) antara 421 – 834 kg cm -2, nilai kelenturan (MOE) antara 14.548 – 22.000 kg cm-2.6 Berdasarkan penampakan secara visual, sifat fisis dan mekanis rotan tercantum pada Tabel 2.

Polipropilen

Polipropilen merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilen berasal dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi.8 Struktur molekul propilen dan reaksi polimerisasi propilen menjadi polipropilen, reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Secara industri, polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalis koordinasi. Proses polimerisasi ini akan dapat menghasilkan suatu rantai linear

yang berbentuk -A-A-A-A-A- , dengan A merupakan propillen.

Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Pada polimer polipropilen, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur). Kristalinitas polipropilen yaitu berbentuk amorf ukuran 0.85 g cm-3 dan berbentuk kristalin ukuran 0.95 g cm-3. Untuk titik lebur ~ 165 °C, dengan suhu transisi kaca -10 °C, dan titik degradasi 286 °C (559 K).9

Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0.90 – 0.92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilen memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilen dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik.9

Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilen (konduktivitas = 0.12 W m-1) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.9

6

(14)

14

Gambar 2 Reaksi polimerisasi dari propilen menjadi polipropilen.9 Polipropilen mempunyai tegangan yang

rendah, kekuatan benturan yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilen juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilen juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alkohol dan sebagainya. Tetapi polipropilen dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras.9

Komposit

Komposit adalah suatu bahan padat yang dihasilkan dari gabungan dua atau lebih bahan yang berbeda untuk memperoleh sifat-sifat yang lebih baik yang tidak dapat diperoleh dari setiap komponennya.10 Bahan komposit terdiri dari matriks yang merupakan fase tersebar dan pengisi sebagai fase terdispersi, di mana kedua fase ini dipisahkan oleh interfase. Beberapa jenis komposit seperti komposit logam, semen, keramik, dan komposit plastik yang diperkuat dengan berbagai macam jenis serat. Jadi komposit yang dihasilkan tergantung bahan matriks yang digunakan, yaitu berdasarkan logam, bahan organik, dan tak organik. Setiap komposit ini berbeda dari segi sifat masing-masing karena tergantung pada jenis pengisi atau bahan penguat yang digunakan. Komposit didefenisikan sebagai dua atau lebih bahan yang digabungkan menjadi satu oleh suatu matrik.10

Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber dalam matriks. Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang

menggunakan penguat berupa serat atau fiber.3

Kebutuhan akan penempatan serat dan arah serat yang berbeda menjadikan komposit diperkuat serat dibedakan lagi menjadi beberapa bagian seperti diperlihatkan pada Gambar 3.11

Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Serat merupakan material yang mempunyai perbandingan panjang terhadap diameter sangat tinggi serta diameternya berukuran mendekati kristal. serat juga mempunyai kekuatan dan kekakuan terhadap densitas yang besar.11

Gambar 3 Komposit diperkuat : (a) serat kontinyu, (b) serat anyaman,

(c) serat pendek atau acak, (d)serat kontinyu dan serat acak.

(a)

(b)

(c)

(d)

(15)

Fermentasi

Sistem fermentasi padat umumnya diidentikkan dengan pertumbuhan mikroorganisme dalam partikel pada substrat dalam berbagai variasi kadar air. Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral, dan faktor-faktor penunjang pertumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menyerap air, untuk pertumbuhan mikroba.12

Sistem fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat produktivitasnya tinggi, tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan energi rendah, jumlah air yang dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik, dan busa yang terbentuk sedikit. Sehingga dapat diketahui bahwa sistem fermentasi padat cocok untuk pengembangan fungi.12

Kualitas bahan pangan produk fermentasi dipengaruhi jenis bahan dasar, mikroba yang digunakan, dan kondisi lingkungan selama proses fermentasi berlangsung, selanjutnya faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu nutrisi yang tersedia dan faktor lingkungan yang meliput pH, suhu, kelembaban, serta kandungan air media.12 Beberapa contoh fermentasi doperlihatkan pada Tabel 3.

Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak larut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi padat mempunyai kandungan nutrisi pervolume jauh lebih pekat sehingga hasil pervolume dapat lebih besar. Karena tingginya konsentrasi substrat persatuan volume, timbulnya panas mikrobial persatuan volume jauh lebih besar dari pada fermentasi cair. Selain itu kadar air yang rendah pada fermentasi tersebut menciptakan kondisi yang sulit bagi pemindahan panas, sehingga pengendalian suhu lebih sulit daripada fermentasi cair. Mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir, kapang dan bakteri.12

Tujuan fermentasi substrat padat pada kulit rotan dengan menggunakan Aspergillus niger dalam menghasilkan selulosa atau serat kulit rotan adalah untuk mengurangi kadar air dalam serat kulit rotan. Sehingga hasil serat tersebut bisa digunakan dalam pembuatan komposit dengan filler serat kulit rotan dan matrik polipropilen.

Aspergillus Niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. Aspergillus niger mempunyai hifa berseptat dan spora yang dihasilkan bersifat aseksual. Koloni Aspergillus niger berwarna putih dan mempunyai kepala pembawa konodia yang besar dan bulat. Warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur. Dalam metabolismenya fungi ini dapat menghasilkan selulosa, membentuk enzim yang dapat menghancurkan jaringan tanaman non selulosa yang banyak mengandung pektin, dapat tumbuh dengan cepat dan dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat.13 Aspergillus niger dapat dilihat pada Gambar 4.

Molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat diserap langsung sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler seperti protease, amilase, mananase, dan α-glaktosidase. Bahan organik dari substrat digunakan oleh fungi untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel, dan metabolisme sel.13

Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan. Gambar 5 memperlihatkan tentang fase-fase pertumbuhan fungi Aspergillus niger. Pada kurva pertumbuhan tersebut ditunjukkan beberapa fase pertumbuhan Aspergillus niger seperti pada label 1 sampai dengan 6. Label 1 menjelaskan fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurangi substrat. Label 2 menjelaskan fase akselerasi, yaitu fase sel-sel mulai membelah. Label 3 menjelaskan fase eksponensial, yaitu fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Label 4 menjelaskan fase deselerasi, yaitu sel-sel mulai kurang aktif membelah. Label 5 menjelaskan fase stasioner merupakan garis lurus yang horizontal, dimana jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Label 6 menjelaskan fase kematian, yaitu jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup. Fase-fase pertumbuhan Aspergillus niger tersebut dapat menghasilkan selulosa dalam proses fermentasi.

(16)

16

Tabel 3 Beberapa contoh substrat dan mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi.12

Contoh Substrat Mikroorganisme yang terlibat

Produksi jamur (Eropa dan

Asia Timur) Jerami. Rabuk

Agaricus bisporus, lentinus edodes, volvariella volvaceae Fermentasi (di negara timur Gandum dan Kedele Aspergillus eryzae

Kecap Kedelai Neurospora sitophila

Tempe Kedelai Rhizopus sp.

Oncom

Keju Dadih susu Penicillim roquefortii

Pencucian logam Thiobacillus sp

Asam-asam organik Aspergillus niger

Enzim-enzim Sekam gandum dan sebagainya Aspergillus niger

Pengkomposan Bahan organik campuran jamur, bacteria, aktinomisetes Perlakuan limbah Komponen limbah Bakteri, jamur

Gambar 4 Mikrograf dari Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada medium sabouraud agar dengan perbesaran 100.13

Gambar 5 Aktivitas Asepergillus niger dalam prose fermentasi.3 Log x Time Fase lage Fase deselerasi Fase Stasioner Fase kematian

1

2

3

5

6

4

Fase eksponensial Fase akselerasi

(17)

Sifat Mekanik

Kekerasan

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa meknisme penggoresan (scratching), pantulan, dan idensitas dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Metode idensitas dilakukan dengan melalui penekanan benda uji dengan identor, gaya tekan dan waktu idensitas yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh luas area dan kedalaman idensitas yang dihasilkan.3

Pada alat uji kekerasan durometer ketebalan sampel adalah 6 mm. Jika ketebalam sampel terlalu terlalu tipis maka pengukuran kekereasan akan sama halnya dengan material yang digunakan sebagai alas uji coba, misalkan meja. Satuan dari hasil uji kekerasan tersebut adalah Shore A. Satuan tersebut dapat dikonversi sesuai dengan jenis bahan yang diuji.14

Kekuatan tarik

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban kontinu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapatkan berupa perubahan panjang dan perubahan gaya yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik tegangan-regangan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 6. Data-data penting yang diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah perilaku mekanik dan karakterisasi perpatahan.3

Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan seperti persamaan 1 sampai dengan 3.3

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum yang digunakan untuk memutuskan atau mematahkan spesimen bahan dengan luas awal. Umumnya kekuatan tarik polimer lebih rendah dari baja 70 kg f mm-2. Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi).3

σ = F/A ... (1) keterangan : σ = tegangan F = gaya tarikan A = luas penampang. ε = ΔL/L ... (2) keterangan : ε = regangan ΔL = pertambahan panjang L = panjang awal. E= σ/ ε ... (3) keterangan : E = Modulus elastisitas ζ = tegangan ε = regangan

Gambar 6 (a) mekanisme spesimen patah,

(b) gaya tarik terhadap pertambahan panjang.

12

(18)

18

Keuletan (ductility) merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan suatu bahan dalam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini dalam bebrapa tingkatan, dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk melaui proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting, dan lain-lain.3 Persentase perpanjangan (elongation) didapatkan dari perhitungan berikut : ... (4) keterangan : ε = regangan 1 = panjang akhir o = panjang awal Izod Impact

Pengujian izod impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian tumbukan merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impak). Dasar pengujian tumbukan ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.3

Pengujian izod impact standarisasi di Inggris dan Eropa (Gambar 7). Benda uji izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Pengujian ini umumnya dilakukan pada suhu ruang dan ditujukan untuk material-material yang dirancang sebagai batang.2 ilustrasi skema izod impact diperlihatkan pada Gambar 8.

Kelenturan (Flexural Strenght)

Kekuatan lentur atau kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi besar. Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Cara pengujian kuat lentur ini dengan memberikan pembebanan tegak lurus terhadap sampel dengan tiga titik lentur dan titik-titik sebagai penahan berjarak tertentu. Titik pembebanan diletakkan pada pertengahan panjang sampel. Pada pengujian ini terjadi perlengkungan pada titik tengah sampel dan besarnya perlengkungan ini dinamakan defleksi (δ). Kemudian dicatat beban maksimum (Wmaks) dan regangan saat

spesimen patah. Pengujian dilakukan dengan three point bending.15

Coupling Agent

Coupling agent dalam biokomposit berperan menyebarkan cairan matriks secara merata ke permukaan serat yang digunakan, sehingga tidak terjadi rongga-rongga udara.16 Ikatan adhesi ditunjukkan pada Gambar 8. Ikatan antar muka pada komposit dapat diakibatkan oleh adanya gaya adhesi antara matriks dan serat yang digunakan. Perbedaan serat yang bersifat polar dan matriks yang bersifat nonpolar mengakibatkan ikatan adhesi keduanya sangat lemah, sehingga membutuhkan coupling agent sebagai penguat ikatan adhesi dari kedua komponen komposi tersebut.16

Gambar 7 Ilustrasi skematik pembebanan tumbukan pada benda uji izod.2

(a)

(b)

Gambar 8 (a) ikatan penguat dengan coupling agent,

(b) ikatan matrik dengan coupling agent.

Spesimen

Izod (top view)

Izod Impact

14

(19)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Material Departemen Fisika FMIPA-IPB, PTBIN BATAN (Serpong dan Pasar Jumat), Institut Teknologi Indonesia dan Sentra Teknologi Polimer. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit rotan segar, Aspergillus niger, polipropilen, asam maleat, aquades. Kulit rotan segar ini diperoleh dari desa Madu Sari, Kalimantan Barat dengan kondisi awal berwarna cokelat dan berduri. Sedangkan alat yang digunakan adalah labu ukur, baki, hot press, neraca analitik, Pen Disk Milling (PDM), blender, crusher, mikrometer, alat – alat uji mekanik, kompor, dan dandang.

Tahapan Penelitian

Preparasi Serat Kulit Rotan

Kulit rotan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan air (aquades). Kemudian kulit rotan direbus dalam dandang hingga mendidih dengan semua bagian kulit rotan tersebut tercelup dalam air. Setelah mendidih, diangkat, ditiriskan dan dikeringkan. Pembersihan bertujuan untuk membersihkan kulit rotan dari duri dan kotoran. Perebusan bertujuan untuk mengurangi impuritas dan melunakkan jaringan non selulosa sedangkan pengeringan untuk mengurangi kadar air dalam rotan untuk menghasilkan biokomposit dengan kualitas yang baik. Kemudian hasil preparasi tersebut memasuki tahap fermentasi dan milling.

Preparasi Polipropilen

Matriks yang digunakan dalam pembuatan biokomposit ini adalah polipropilen. Polipropilen yang digunakan berupa granular berwarna putih. Total massa polipropilen yang digunakan dalam pembuatan biokomposit dengan serat hasil fermentasi dan hasil milling-shaker adalah 237.6 gram dengan suhu pelelehan 200 °C.

Sintesa Serat Kulit Rotan dengan

Metode Fermentasi

Setelah preparasi kulit rotan, kulit rotan dipotong sesuai dengan ukuran lebar baki (wadah untuk fermentasi) dan potongan kulit rotan tersebut diletakan dalam baki. Kulit rotan tersebut diinokulasi Aspergillus niger dengan variasi volume 10 ml, 15 ml, 20 ml dan variasi hari dengan kode sampel pada Tabel 6. Setelah itu baki tersebut ditutup kertas alumunium voil dan diberi lubang-lubang sebagai ventilasi udara. Rendemen serat kulit rotan dapat dihasilkan melalui fermentasi Aspergillus niger dengan siklus hidup yang berlangsung selama 6 hari (Gambar 5). Fermentasi selama satu siklus hidup Aspergillus niger terhadap kulit rotan belum menghasilkan rendemen serat kulit rotan yang optimal, maka dilakukan fermentasi dengan pemberian satu kali ulangan Aspergillus niger hingga hari ke-10, sehingga didapatkan hasil akhir rendemen dalam bentuk long short fiber. Serat kulit rotan yang digunakan sebagai filler dalam biokomposit adalah rendemen serat kulit rotan yang paling optimum dan tanpa terjadinya penjamuran. Fermentasi berlangsung dengan variasi volume Aspergillus niger dan waktu fermentasi. Sementara itu suhu dan pH konstan sesuai dengan kondisi lab (Tabel 6).

Sintesa Serat Kulit Rotan dengan

Metode Milling

Kulit rotan setelah proses preparasi dimasukkan ke dalam alat penggilingan (pen disk milling) kurang lebih selama 6 jam, agar diperoleh serat kulit rotan dalam bentuk short fiber. Serat tersebut kemudian diayak atau dipisahkan berdasarkan ukuran partikel dengan menggunakan screen aperture (lubang ayakan). Dalam penelitian ini ukuran serat kulit rotan yang diambil adalah serat kulit rotan dengan ukuran 2 mm (pengayakan).

Sintesa Biokomposit

Sintesa biokomposit dalam penelitian ini menggunakan metode hot press, blending dan crushing. Bahan yang digunakan adalah filler serat kulit rotan dari hasil metode fermentasi dan hasil milling, matrik polipropilen dan asam maleat sebagai coupling agent.

Tabel 4 merupakan komposisi biokomposit serat kulit rotan hasil fermentasi dan milling. Pada penelitian ini akan digunakan serat kulit rotan dengan ukuran 2 mm untuk proses blending, sehingga untuk serat hasil fermentasi dipotong terlebih dahulu. Kemudian dicampurkan dengan

(20)

20

polipropilen dan asam maleat sesuai dengan komposisi yang diuraikan oleh Tabel 4. Proses pcampuran ketiga bahan tersebut dengan cara dipanaskan pada suhu 160 C selama 5 menit menggunakan alat blending. Kemudian memasuki tahap crushing selama 5 menit. Selanjutnya dicetak menggunakan hot press pada suhu 185 C dan tekanan 2 atm selama 30 menit. Tebal biokomposit hasil hot press dengan filler serat milling adalah 0.4 mm sedangkan untuk filler serat hasil fermentasi adalah 0.3 mm sesuai dengan ASTM D2240 untuk alat uji kekerasan, ASTM D1822 alat untuk uji tarik.

Tabel 5 menunjukkan komposisi biokomposit dengan total massa 100 gram. Serat kulit rotan 2 mm hasil dari milling, polipropilen dan asam maleat. Proses pencampuran ketiga bahan tersebut dengan cara dipanaskan menggunakan alat blending pada suhu 160 C selama 5 menit. Selanjutnya melalui proses crushing selama 5 menit. Kemudian dicetak dengan menggunakan hot press pada suhu 200 C dan tekanan 1 atm selama 30 menit. Tebal biokomposit sampel A1 dan A2 hasil hot press adalah 3 mm sesuai dengan ASTM D257 untuk alat uji impak izod, dan ASTM D790 untuk alat uji kelenturan.

Uji Sifat Mekanik

Biokomposit dengan filler hasil fermentasi (sf) dan milling (sm) dikarakterisasi melalui uji kekerasan dan uji tarik. Pada karakterisasi uji kekerasan menggunakan alat uji kekerasan ASTM D2240. Setiap sampel disusun bertumpuk setebal 6 mm dan diberi beban 1 kg, hasil dari pengukuran ini merupakan nilai

kekerasan sampel dengan satuannya adalah Shore A. Setiap sampel diberikan pengulangan uji kekerasan sebanyak 5 kali. Hasil 5 kali pengulangan tersebut dirata-ratakan, sehingga didapatkan nilai kekerasan sampel sf dan sm.

Karakterisasi uji tarik menggunakan alat uji tarik ASTM D1822 L. Setiap sampel dipotong terlebih dahulu seperti Gambar 6a, sebanyak 3 potongan kemudian diukur ketebalannya. Setelah itu sampel diuji tarik, sehingga didapatkan rata-rata hasil kekuatan tarik dari 3 kali pengulangan untuk sampel sf dan sm.

Biokomposit sampel A1 dan A2 dipotong sebanyak 9 potongan dengan lebar 1 cm dan panjang 8 cm. Kedua sampel tersebut diuji dengan impak izod ASTM D257 untuk melihat kekuatan impak izod yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan dengan 9 kali pengulangan. Variabel tetap dalam proses impak izod yaitu, kelembaban 61.0% , temperatur 22.6 C , kecepatan benturan 3.46 m s-2, energi bandul 2 J , dan energi perbaikan 0.017 J.

Pada karakterisasi kelenturan, biokomposit sampel A1 dan A2 dipotong sebanyak 5 potongan dengan lebar 1 cm dan panjang 8 cm. Kedua sampel tersebut diuji dengan kelenturan ASTM D790. Dari hasil 5 kali pengulangan dihasilkan rata-rata nilai kelenturan dan keelastisan. Dari hasil kelenturan dapat diketahui maksimum dan minimum ketahanan bahan.

Secara umum keseluruhan tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 12 diagram alir penelitian

.

Tabel 4 Komposisi biokomposit serat hasil fermentasi dan penggilingan secara milling.

Perlakuan

Sampel

Serat

(%)

Polipropilen

(%)

Asam

Maleat

(%)

fermentasi

A

5

92

3

Milling

B

5

92

3

Tabel 5 Komposisi biokomposit dengan total massa 100 gram hasil milling. Sampel Serat (%) Polipropilen (%) Asam Maleat (%) A1 10 87 3 A2 20 77 3

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kulit Rotan Hasil Preparasi

(a) (b)

Gambar 9 Kulit rotan : (a) sebelum preprasi, (b) setelah preparasi. Pada Gambar 9 diperlihatkan kulit rotan sebelum dan setelah memasuki tahap preparasi. Hasil preparasi kulit rotan ini menghasilkan kulit rotan yang sudah bersih dari kotoran dan duri. Hasil preparasi dengan total massa 550 gram tersebut kemudian memasuki tahap fermentasi dan milling.

Kulit Rotan Hasil Fermentasi

Aspergillus niger

Fermentasi Aspergillus niger pada kulit rotan menghasilkan serat kulit rotan dengan waktu optimum selama 10 hari. Pengamatan pertama dilakukan pada hari ke-4 volume Aspergillus niger 10 ml, 15 ml dan 20 ml. Pada hari ke-4 tersebut merupakan tahap deselerasi, yaitu sel-sel mulai kurang aktif membelah. Tetapi pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-5 belum dihasilkan rendemen serat kulit rotan. Pada hari ke-6 hasil rendemen serat kulit rotan dengan volume Aspergillus niger 10 ml dan 15 ml belum menghasilkan rendemen serat kulit rotan. Sedangkan pada volume 20 ml telah dihasilkan rendemen serat kulit rotan, yaitu 0.23% (Tabel 6). Hal ini disebabkan oleh fermentasi pada siklus hidup Aspergillus niger (Gambar 5) selama 6 hari belum tercapai untuk menghasilkan serat kulit rotan. Selama 6 hari tersebut Aspergillus niger belum mampu menghancurkan jaringan non selulosa, sehingga dilakukan kembali fermentasi dengan satu kali pengulangan pemberian Aspergillus niger pada hari ke-6 sampai hari ke-10.

Pengamatan dilakukan kembali pada hari ke-8 dan hari ke-10 diperoleh kenaikan hasil rendemen serat kulit rotan. Hasil rendemen serat kulit rotan sampel D dan E semakin meningkat pada hari ke-6 sampai hari ke-10 (Tabel 6). Semakin banyak volume

Aspergillus niger yang diberikan, hasil rendemen serat kulit rotan semakin meningkat, dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil rendemen serat kulit rotan dengan volume 10 ml dan 20 ml pada hari ke-10 telah mengalami penjamuran. Penjamuran disebabkan oleh kelembaban yang meningkat dan terjadinya penumpukan fungi selama proses fermentasi. Hal tersebut mempengaruhi sifat mekanik dari serat kulit rotan yang dihasilkan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai filler dalam pembuatan biokomposit. Serat kulit rotan yang digunakan sebagai filler pada biokomposit adalah hasil fermentasi dengan volume 15 ml tanpa terjadi penjamuran, yaitu 304 gram dengan rendemen 0.61% (Tabel 6). Serat kulit rotan hasil fermentasi menggunakan Aspergillus niger dapat dilihat pada Gambar 10.

Kulit Rotan Hasil milling

Penggilingan kulit rotan (pen disk milling) dan pengayakan merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menghasilkan serat kulit rotan dengan ukuran 2 mm (pengayakan). Penggilingan kulit rotan berlangsung kurang lebih selama 6 jam dalam menghasilkan serat kulit rotan. Serat kulit rotan yang dihasilkan berbeda dengan serat kulit rotan hasil fermentasi. Permukaan serat kulit rotan 2 mm hasil milling secara mekanik lebih kasar dan ukuran seratnya tidak seragam dibandingkan dengan serat kulit rotan hasil fermentasi, sehingga dilakukan pengayakan untuk menghasil ukuran serat kulit rotan yang seragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan waktu ekstraksi dan metode yang digunakan dalam menghasilkan serat kulit rotan. Total massa serat kulit rotan hasil penggilingan adalah 200 gram dari total massa kulit rotan 550 gram. Hasil rendemen serat kulit rotan milling adalah 0.36% (200/550). Gambar 11 merupakan hasil milling serat kulit rotan ukuran 2 mm.

Gambar 10 Serat kulit rotan hasil fermentasi.

Gambar 11 Serat kulit rotan hasil milling 2 mm.

(22)

22

Tabel 6 Hasil rendemen serat kulit rotan dengan fermentasi Aspergillus niger.

Fermentasi (Hari)

Serat Kulit Rotan (gram) Rendemen Serat Kulit Rotan (%)

1 2 3 1 2 3 10 ml 15 ml 20 ml 10 ml 15 ml 20 ml 4 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 6 0 0 113 0 0 0.23 8 220 257 282 0.44 0.51 0.56 10 246 304 291 0.49 0.61 0.58

Hasil Sintesa Biokomposit

Gambar 12a menunjukkan hasil hot press biokomposit dengan filler serat hasil fermentasi (sf) dan Gambar 12b menunjukkan hasil hot press biokomposit dengan filler serat hasil milling 2 mm (sm), kedua sampel tersebut melalui proses blending dan crushing. Struktur biokomposit secara visual terlihat lebih homogen dan halus. Blending bertujuan untuk menghomogenisasikan komposisi dari sampel sf dan sm pada suhu tinggi. Crushing bertujuan untuk menghaluskan atau pemotongan secara mekanik dari hasil blending sehingga dapat mempermudah dalam proses pencetakan biokomposit dengan menggunakan hot press.

Sampel A1 dan A2 merupakan biokomposit hasil hot press dengan filler serat hasil milling (2 mm). Biokomposit antara sampel A1 dan A2 dengan sampel sf dan sm memiliki ketebalan yang jauh berbeda. Hal tersebut terjadi karena masing-masing sampel tersebut akan diberikan perlakuan standarisasi karakterisasi sifat mekanik yang berbeda. Sampel sf dan sm diberikan karakterisasi sifat mekanik kekerasan dan uji tarik dengan ketebalan 0.3 mm sampai dengan 0.4 mm sedangkan untuk sampel A1 dan A2 diuji menggunakan izod impact dan kelenturan dengan ketebalan 3 mm. Sampel A1 (10% serat hasil milling dan A2 dapat dilihat pada Gambar 13.

Hot press merupakan salah satu metode cetak tekan panas pada pembuatan komposit berbasis polimer. Dalam penelitian ini digunakan polipropilen sebagai matrik dengan titik leleh 160 C – 200 C.17 Ketebalan yang dihasilkan tergantung pemberian tekanan pada saat proses hot press berlangsung yang sesuai dengan standarisasi pengujian mekanik yang dituju. Tekanan untuk biokomposit sampel sf dan sm adalah 2 atm, sedangkan untuk sampel A1 dan A2 adalah 1 atm.

Serat kulit rotan hasil milling dan serat hasil fermentasi dengan ukuran 2 mm

merupakan filler yang digunakan dalam penelitian sintesa komposit ini. Sementara itu coupling agent yang digunakan dalam sintesa biokomposit adalah asam maleat. Fungsi asam maleat pada biokomposit adalah sebagai dispersi atau coupling agent yang dapat mendispersikan serat di dalam termoplastik.7

(a)

(b) Gambar 12 Biokomposit :

(a) serat hasi fermentasi, (b) serat hasil milling.

(a) (b)

Gambar 13 Biokomposit : (a) A1 (10%), (b) A2(20%).

(23)

Analisa Sifat Mekanik

Kekerasan

Hasil uji kekerasan ASTM D2240 terhadap sampel sf dengan 5 kali pengulangan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dari tiap ulangannya, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil keluaran nilai kekerasan ASTM D2240 menggunakan skala Shore A. Biokomposit pada penelitian ini menggunakan matrik polimer berupa polipropilen. Polipropilen merupakan polimer jenis termoplastik, sehingga satuan kekerasan polimer tersebut dapat dikonversi dari Shore A menjadi Shore D. Shore D merupakan skala kekerasan untuk polimer jenis elastomer (karet alam). Skala satuan tersebut dikonversi ke dalam satuan MPa.

Biokomposit hasil fermentasi pada sampel sf digunakan sebagai pembanding uji kekerasan terhadap biokomposit sampel sm dengan serat kulit rotan hasil milling. Dapat dilihat padal Tabel 7 dan Tabel 8 bahwa kekerasan yang dihasilkan oleh sampel sm lebih kuat dibandingkan dengan kekerasan sampel sf. Kekerasan sampel sf adalah sebesar 4.33 MPa, sedangkan kekerasan sampel sm adalah sebesar 4.48 MPa. Hasil kekerasan pada sampel sf dan sampel sm perbedaannya tidak jauh berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi biokomposit hasil hot press yang tidak tersebar merata dan ketebalan biokomposit yang berbeda. Biokomposit sampel sf memiliki ketebalan yang lebih kecil yaitu sebesar 0.3 mm dibandingkan dengan ketebalan komposit sampel sm sebesar 0.4 mm, sehingga mempengaruhi hasil kekerasan pada bahan yang diujikan. Tabel 8 merupakan hasil kekerasan sampel sm dengan filler serat hasil milling.

Komposit dengan komposisi fiber glass sebagai serat, polipropilen sebagai matriks, dan asam maleat sebagai coupling agent digunakan sebagai komposit pembanding terhadap biokomposit sf dan sm dalam uji kekerasan. Nilai kekerasan komposit fiber glass adalah sebesar 14.45 MPa.3 Nilai kekerasan komposit fiber glass tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan biokomposit hasil penelitian, yaitu hasil uji kekarasan sampel sf adalah 4.33 MPa dan sampel sm adalah 4.48 MPa.

Kekuatan Tarik

Gambar 14 merupakan hasil pengujian tarik dengan ASTM D1822 L terhadap sampel sf dan sm yang menunjukkan hubungan pertambahan panjang terhadap gaya tarik.

Gaya tarik maksimum sampel sf lebih kuat dengan nilai 37.8 N dibandingkan gaya tarik sampel sm dengan nilai 23 N. Perbedaan gaya tarik tersebut terjadi karena nilai keelastisan masing-masing sampel berbeda. Keelastisan dapat dilihat dari hasil uji kekerasan yang menunjukkan bahwa sampel sm lebih keras dibandingkan sampel sf. Semakin keras sampel tersebut maka kelelastisannya semakin kecil. Semakin elastis sampel maka gaya tarik yang diberikan terhadap sampel tersebut akan semakin kuat.

Dari Gambar 14 tersebut dapat dilihat bentuk kurva setiap sampel, untuk sampel sm garis linier yang dihasilkan dari hasil uji tarik lebih kecil dibandingkan sampel sf dan titik luluh sampel sm hanya setengahnya dari titik luluh sampel sf. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan panjang dan perbedaan keelastisan antara kedua sampel tersebut, sehingga tegangan tarik maksimum yang dihasilkan pada sampel sm lebih kecil dibandingkan sampel sf.

Tabel 9 merupakan perbandingan antara komposit sintetis dengan biokomposit serat kulit rotan. Kekuatan tarik dengan komposisis komposit fiber glass sebagai serat, matrik polipropilen, dan asam maleat sebagai coupling agent adalah 43.2 MPa.3 Dari hasil kekuatan tarik tersebut terlihat sangat jelas bahwa komposit sintetis memiliki kekuatan tarik yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan biokomposit serat kulit rotan.

Tabel 7 Hasil uji kekerasan sampel sf

Ulangan Kekerasan (Shore A) Kekerasan (Shore D) Kekerasan (MPa) 1 89 36.8 4.05 2 92 39 4.27 3 94 40.7 4.44 4 94 40.7 4.44 5 94 40.7 4.44 Rata-rata 92.6 ± 2.19 39.58 ± 1.72 4.33 ± 0.17

Tabel 8 Hasil uji kekerasan sampel sm

Ulangan Kekerasan (Shore A) Kekerasan (Shore D) Kekerasan (MPa) 1 94 40.7 4.44 2 93 39.9 4.36 3 95 41.5 4.53 4 95 41.5 4.53 5 95 41.5 4.53 Rata-rata 94.4 ± 0.45 41.02 ± 0.72 4.48 ± 0.08

28

24

(24)

24

Gambar 14 Hubungan antara Gaya (N) terhadap Pertambahan panjang (mm).

Tabel 9 Perbandingan uji tarik biokomposit dengan komposit.

Sampel

Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa)

Biokomposit sf 140.12 ± 9.32 Biokomposit sm 63.89 ± 2.41

Komposit 43.2

Tabel 10 Hasil izod impact sampel A1 dan A2. Sampel Rata-rata Kekuatan izod impact (kJ m-2) Enerdi Terserap (J) A1 5.495 ± 0.621 0.152 A2 5.343 ± 0.695 0.148

Gambar 15 Hubungan antara rata-rata izod impact (kJ m-2) terhadap variasi serat kulit rotan (%). Izod Impact

Hasil izod impact dengan ASTM D257 terhadap sampel A1 dan A2 dapat dilihat pada Tabel 10. Harga rata-rata kekuatan izod impact sampel A1 adalah sebesar 5.495 kJ m-2, harga rata-rata energi terserap adalah sebesar 0.152 J, dan standar deviasi kekuatan izod impact adalah sebesar 0.148 J. Sedangkan

hasil izod impact sampel A2 dengan harga rata-rata kekuatan izod impact adalah sebesar 5.343 kJ m-2, harga rata-rata energi terserap adalah sebesar 0.148 J, dan standar deviasi kekuatan izod impact adalah sebesar 0.695. Energi yang diserap oleh sampel untuk terjadinya perpatahan pada ketahanan tumbukan sesaat sampel A2 lebih kecil dibandingkan dengan sampel A1.

Jelas terlihat pada Gambar 15 bahwa terdapat perbedaan dari hasil sampel A1 dengan A2. Hal ini terjadi karena kekuatan biokomposit yang kurang merata disetiap tempat oleh distribusi serat yang kurang merata, sehingga energi yang diserap menjadi lebih kecil. Luasan daerah tumbukan juga mempengaruhi yaitu semakin luas daerah tumbukan maka semakin kecil pula harga tumbukan biokomposit tersebut. Standar deviasi yang dihasilkan antara kedua sampel tersebut berbeda. Semakin banyak komposisi biokomposit yang diujikan, maka hasil izod impact yang dihasilkan semakin besar nilainya. Standar deviasi merupakan penyimpangan rata-rata sampel terhadap nilai besaran fisis sebenarnya.

Komposit dengan serat fiber glass, matrik polipropilen, dan asam maleat sebagai coupling agent digunakan sebagai komposit pembanding kualitas izod impact biokomposit. Kekuatan izod impact komposit tersebut adalah sebesar 0.079 kJ m-2.3 Nilai kekuatan izod impact komposit lebih rendah dibandingkan dengan nilai kekuatan izod impact biokomposit. Perbedaan kekuatan izod impact antara komposit serat sintetis dan serat kulit rotan terlihat sangat jelas, sehingga komposit dengan serat kulit rotan memiliki kualitas kekuatan izod impact yang lebih baik dibandingkan dengan serat sintetis.

Kelenturan

Tabel 11 merupakan hasil kekuatan lentur dengan ASTM D790 terhadap sampel A1 dan A2 dengan metode three point bending ASTM D790. Dari hasil uji kelenturan tersebut dapat diketahui ketahanan pada sampel A1 dan A2 terhadap pembebanan pada titik lentur dan mengetahui keelastisannya. Ketahanan lentur sampel A1 yaitu, sebesar 34.52 MPa dan keelastisan adalah sebesar 1.353 GPa. Sedangkan hasil pada sampel A2 didapatkan ketahanan lentur sampel A2 yaitu, sebesar 26.20 MPa dan keelastisan adalah sebesar 1.572 GPa. Ketahanan lentur yang didapatkan pada sampel A1 dan A2 berbeda, hal tersebut

26

Titik putus Titik putus

(25)

disebabkan perbedaan jumlah komposisi serat dan polipropilen yang digunakan

.

Kuat lentur sampel A1 pada pengujian kekuatan lentur lebih besar dibandingkan kuat lentur sampel A2 dan keelastisan sampel A1 lebih kecil dibandingkan keelastisan sampel A2. Semakin lentur atau elastis suatu bahan maka ketahanannya terhadap pembebanan akan bernilai semakin besar. Hal tersebut seharusnya terjadi pada sampel A2, dengan semakin elastis maka ketahanan terhadap pembebanan semakin kuat. Tetapi yang terjadi ketahanan lentur pada sampel A2 berbanding terbalik dengan keelastisan sampel tersebut.

Hal tersebut terjadi karena komposisi biokomposit yang kurang merata antara serat kulit rotan dengan polipropilen dan tidak terikat secara merata oleh asam maleat, sehingga mempengaruhi pada saat pembebanan sampel dilakukan.

dipengaruhi oleh faktor biologis serta ukuran serat tidak seragam pada pembuatan komposit dan serat kulit rotan memiliki kandungan silika lebih dari 1%.3 Selain itu metode sintesa biokomposit dengan komposit yang digunakan berbeda. Sintesa serat fiber glass pada pembuatan komposit menggunakan injeksi molding sedangkan biokomposit menggunakan hot press. Faktor pemanasan pada injeksi molding lebih seragam dan tekanan yang digunakan lebih tinggi dibandingkan dengan hot press.

Tabel 11 Hasil ketahanan lentur sampel A1 dan sampel A2. Sampel E-Modulus (GPa) Rata-rata Kekuatan Lentur (MPa) A1 1.353 ± 0.109 34.52 ± 2.200 A2 1.572 ± 0.121 26.20 ± 3.365

Gambar 16 Perbandingan sampel A1 dan A2, hubungan antara Tegangan terhadap Kelengkungan.

Dapat dilihat pada Gambar 16, hubungan tegangan dan kelengkungan lenturan untuk sampel A1 dan sampel A2. Hubungan tegangan sampel A2 (20%) terhadap kelengkungan lebih tinggi dibandingkan sampel A1 (10%). Hal tersebut memperlihatkan bahwa ketahanan sampel A2 lebih kuat terhadap pembebanan pada titik lentur dibandingkan pada sampel A1 dan keelastisan sampel A2 juga lebih kuat dibandingkan dengan keelastisan sampel A1. Hal tersebut dapat terjadi karena komposisi sampel yang berbeda pada sampel A1 dan sampel A2. Dimana pada sampel A2 komposisi serat mekanik 2 mm lebih besar dibandingkan komposisi serat milling 2 mm pada sampel A1. Perbedaan komposisi bahan sampel terhadap pembebanan pada titik lentur mempengaruhi keelastisan sampel yang diujikan.

Nilai kelenturan komposit sintetis pembanding dengan komposisi fiber glass sebagai serat, polipropilen sebagai matriks, dan asam maleat sebagai coupling agent adalah sebesar 70.54 Mpa.3 Nilai kelenturan biokomposit pada Tabel 11 lebih rendah dibandingkan dengan nilai kelenturan komposit tersebut.

Fiber glass yang digunakan pada komposit memiliki standarisasi otomotif (Lampiran 14). Perbedaan hasil kualitas sifat mekanik (kekerasan, uji tarik, izod impact, kelenturan) antara biokomposit hasil penelitian dengan komposit serat fiber glass sebagai pembanding disebabkan oleh konsentrasi yang berbeda, serat fiber glass memiliki orientasi ukuran yang seragam dan memiliki kandungan silika kurang dari 0.5%.18 Sementara itu kondisi serat alam sangat

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kulit rotan yang telah dipreparasi menghasilkan kulit rotan yang bersih dari kotoran dan duri, impuritasnya berkurang, pengambilan selulosa menjadi lebih mudah, serta kadar airnya berkurang. Kulit rotan yang dihasilkan dari preparasi dalam menghasilkan serat kulit rotan adalah dengan melalui metode fermentasi dan milling.

Rendemen serat kulit rotan hasil fermentasi Aspergillus niger mulai terbentuk pada hari ke-6 dengan volume Aspergillus niger 20 ml. Jika lama fermentasi ditingkatkan (hari) maka rendemen serat kulit rotan akan meningkat pula. Untuk semua sampel nilai

(26)

26

rendemen tertinggi terjadi pada hari ke-10 dengan volume Aspergillus niger 15 ml, yaitu 0.61%. Serat kulit rotan yang dihasilkan dari proses milling dengan ukuran 2 mm memiliki rendemen sebanyak 0.36 %.

Sintesa biokomposit filler sf (5%) dan sm (5%) dengan pengujian mekanik menggunakan standarisasi ASTM D2240 untuk kekerasan menghasilkan nilai kekerasan 4.33 ± 0.17 MPa dan 4.48 ± 0.08 sedangkan untuk uji tarik dengan ASTM D1822 menghasilkan kekuatan tarik sebesar 10.16 ± 0.76 MPa dan 4.87 ± 0.68 MPa. Serat kulit rotan dengan hasil milling 10% dan 20% dengan ASTM D257 untuk uji izod impact menghasilkan nilai kekuatan izod impact sebesar 5.495 ± 0.621 kJ m-2 dan 5.343 ± 0.695 kJ m-2 dan ASTM D790 untuk kelenturan menghasilkan sebesar 34.52 ± 2.200 MPa dan 26.20 ± 3.365 MPa.

Kualitas sifat mekanik kekerasan biokomposit sf (5%) lebih besar dibandimgkan dengan biokomposit sm (5%). Hasil uji tarik biokomposit sf (5%) lebih kecil dibandingkan dengan biokomposit sm (5%). Hasil izod impact dan kelenturan biokomoposit A1 (10%) lebih besar dibandingkan dengan biokomposit A2 (20%). Biokomposit serat femrnentasi dan milling (sm, A1, A2) memiliki kualitas sifat mekanik (kekerasan, uji tarik, izod impact, kelenturan) lebih kecil dibandingkan dengan komposit serat fiber glass. Kualitas sifat mekanik dipengaruhi oleh metode pembuatan komposit, keseragaman ukuran serat, dan kandungan silika serat.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai sifat mekanik biokomposit, sebaiknya ditambahkan variasi serat alam dalam pembuatan biokomposit dengan matrik yang sama dan hasil biokomposit tersebut dibandingkan terhadap satu aplikasi komposit sebagai acuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. (2012). Serat [terhubung berkala].

http://en.wikipedia.org/wiki/Serat. (Diakses Kamis, 25 Oktober 2012 pukul 14:00)

2. Jasni, D. M., Rachman, O. (2006). Sari hasil penelitian rotan. J Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan 26:22-28. 3. Nikmatin, S. (2012). Sintesa

Bionanokomposit Berfiller

Nanopartikel Serat Kulit Rotan dengan Metode Injeksi Molding [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

4. Kementerian Kehutanan. (2011). Pemerintah Larang Ekspor Rotan. Borneo News Media Indonesia (31 Oktober 2011)

5. Kementerian Perdagangan. (2010). Tinjauan Umum Hingga Agustus 2010. Tinjauan Terkini Perdagangan Indonesia, 8(1) : 1-11.

6. Jasni, D. M., Nana, S. (1999). Rotan, sifat fisis dan mekanis batang rotan. J Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

7. Tellu, A. T., (2008). Sifat kimia jenis-jenis rotan yang diperdagangkan di propinsi Sulawesi Tengah. J Biodiversitas 9:108-111.

8. Hutabarat, J. T. P. (2009). Pemanfaatan Abu Boiler Fiber Recovery Pabrik Pulp dan Kertas Sebagai Bahan Pengisi untuk Ketahanan Panas dan Nyala Komposit Termoplastik Polipropilena [tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

9. Hafizullah, A. (2011). Polipropilena [terhubung berkala]. http://WordPress.com/Blog/USU. (Diakses Sabtu, 26 November 2011 pukul 13.00)

10. Aisah, N. (2003). Pembuatan Komposit Polimer Berpenguat Serat Sintetik untuk Bahan Genteng [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

11. Purwanto, E. H. (2009). Sifat Fisis dan Mekanis Fraksi Volume 5%, 10%, 15%, 20%, 25% Core Arang Bambu Apus pada Komposit Sandwich dengan Cara Tuang [skripsi]. Surakarta: Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

12. Ypwira. (2007). Fermentasi Substrat Padat [terhubung berkala]. http://WordPress.com/fermentasi-substrat-padat. (Diakses Sabtu, 26 November 2011 pukul 14:20)

13. Anonim. (2012). Aspergillus niger [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/wiki/Aspergillu s_niger. (Diakses Sabtu, 26 November 2011 pukul 14:00)

14. Anonim. (2012). Durometer Technical Information [terhubung berkala]. http://www.chekcline.com/durometer/D

(27)

urometer%20Technical%20Information . (Diakses Sabtu, 20 Mei 2012 pukul 11:00)

15. Carli, Widyanto, Ismoyo, H. (2012). Pengaruh Arah Serat Gelas Dan Bahan Matriks Terhadap Kekuatan Komposit Airfoil Profile Fan Blades. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang (Prosiding SNST 3:46-51)

16. Ray, D., Sarkar, B. K., Rana, A. K., Bose, N. R. (2001). Effect of alkali treated jute fibres on composites properties. Bulletin of Materials Science 24:129-135.

17. Mujiarto, I. (2005). J Sifat dan Karakterisasi Material Plastik dan Bahan Aditif. 3:2

18. Snura, A. (2012). Teknik Kimia [terhubung berkala]. http://aya- snura.blogspot.com.2012/06/bhn-konstruksi-kimia.html?m=1. (Diakses Rabu, 7 November 2012 pukul 11:00) 19. Satria, R. J. (2011). Komposit

[terhubung berkala]. http://joseriki.blogspot.com/2011/03/ko mposit.html. (Diakses Rabu, 21 November 2012 pukul 14:00)

20. Anonim. (2012). ASTM D1822 Standard Test Method for Tensile-Impact Energy to Break Plastics and Electrical Insulating Materials [terhubung berkala]. http:// www.chekcline.com/uji-tarik-ASTM-D1822.htm. (Diakses Minggu, 17 Desember 2012)

21. Anonim. (2012). Izod Impact (Notched) ASTM D256, ISO 180 izod impact [terhubung berkala]. http://www.chekcline.com/izod-impact-ASTM D256.htm. (Diakses Minggu, 17 Desember 2012)

22. Anonim. (2012). ASTM D790 - 10 Standard Test Methods for Flexural Properties of Unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials [terhubung berkala].

http://www.chekcline.com/kelenturan-ASTM D790.htm. (Diakses Minggu, 17 Desember 2012)

(28)

28

(29)

Lampiran 1 Preparasi Kulit Rotan.

Lampiran 2 Sintesa Fermentasi Kulit Rotan.

a

b

c

Keterangan :

a. Kulit rotan hasil preparasi.

b. Fermentasi padat Aspergillus niger terhadap kulit

rotan.

c. Serat kulit rotan hasil fermentasi.

Keterangan :

a. Kulit rotan

b. Kulit rotan yang telah dibersihkan dari duri dan

kotoran, kemudian direbus.

c. Pengeringan kulit rotan.

Gambar

Gambar 1  Struktur kimia kandungan beberapa jenis rotan. 6  Tabel 1  Kandungan kimia beberapa jenis rotan
Tabel 2  Sifat fisis dan mekanis beberapa jenis rotan. 6 Jenis  kadar air basah  (%)  Kadar air  udara (%)  BJ  KU  MOE(kg cm-2)  MOR (kg cm-2)  Warna  Panjan g ruas (cm)  Tinggi buku (cm)  Seuti  142.22  13.76  0.511  17.089  441.96  Putih  20.76  0.31  B
Gambar 2  Reaksi polimerisasi dari propilen menjadi polipropilen. 9 Polipropilen  mempunyai  tegangan  yang
Tabel 3  Beberapa contoh substrat dan mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi. 12
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan masalah dalam laporan penelitian ini mencakup pemecahan masalah pengukuran tinggi badan yang masih menggunakan cara manual di Universitas Abdurrab yang

Metode quesioner dapat dimodifikasi dalam bentuk aplikasi komputer, dimana aplikasi tersebut menggunakan pengetahuan dari para pakar psikologi diinputkan kedalam

Ya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memiliki Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) khususnya pengendalian kerusakan lingkungan sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja

Analisis Implementasi Prosedur Dan Koordinasi Izin Usaha Hotel Di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu..

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan

Melalui izin, pemerintah memberikan dua hal yaitu perlindungan dan fasilitas, sebelum pelaku usaha baik perorangan maupun berbadan hukum yang ingin mengadakan kegiatan

[r]

Pada bab ini akan dipaparkan tentang kesimpulan yang didapat dari pembuatan tugas akhir ini serta saran pengembangan kedepan sehingga tugas akhir yang penulis buat ini