BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 1..11.. LLaattaar r BBeellaakkaanngg Mi
Mielelititis is trtranansvsverersalsalis is (M(MT) T) memerurupapakakan n prprososes es ininflflamamasasi i akakut ut yayangng mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa
beberapa jam jam pada pada beberapa beberapa pasien, pasien, atau atau dapat dapat berkembang dalam berkembang dalam beberapa beberapa harihari sam
sampai pai minmingguggu. . etetika ika levlevel el makmaksimsimal al dardari i defdeficiicit t neuneurolrologiogis s teltelah ah tertercapcapai,ai, sekitar !"# pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung sekitar !"# pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kem
kemih, ih, dan dan $"%$"%&'# &'# paspasien ien menmengalgalami ami kebkebas%kas%kebaebas, s, parparestestesia esia ataatauu band-likeband-like dis
disesteestesia. sia. GejGejala ala otootonom nom terdterdiri iri dardari i inkinkontontineinensinsia a uriurin, n, inkinkontontineinensinsia a alvalvi,i, kesulitan untuk miksi, dan konstipasi
kesulitan untuk miksi, dan konstipasi..
MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi %' kasus baru per MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi %' kasus baru per
jutjuta a penpendudduduk per uk per tahtahun. MT un. MT dapdapat at menmengengenai ai indindiviividu du padpada a semsemua ua umuumurr ( bulan%$$ tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur "%& tahun dan *"%*& ( bulan%$$ tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur "%& tahun dan *"%*& tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi MT
MT..
+ekitar * pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele +ekitar * pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele setelah serangan pertama, * pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat setelah serangan pertama, * pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat sedang, dan * lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas sedang, dan * lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas berat
berat..
-eberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya -eberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya nyeri punggung baah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang nyeri punggung baah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang buruk
buruk untuk untuk kesembuhan. kesembuhan. /ilangnya /ilangnya konduksi konduksi sentral sentral padapada evoked evoked potenpotential tial testing
testing dan terdadan terdapatpatnya protenya protein in '%'%*%* di *%* di daldalam am 00+ selam00+ selama a fase akut fase akut jugjugaa diprediksikan memiliki prognosis yang buruk
diprediksikan memiliki prognosis yang buruk ..
BAB 2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis1.
Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya melibatkan traktus spinotalamikus, traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior *.
Pada tahun &'$, dr.+uchett%aye seorang neurologis dari 2nggris mengenalkan terminologi acute transverse mielitis dalam laporannya terhadap suatu kasus komplikasi mielitis transversalis setelah pneumonia. Transverse menggambarkan secara klinis adanya band-like area hori3ontal perubahan sensasi di daerah leher atau torak. +ejak saat itu, sindrom paralisis progresif karena inflamasi di medula spinalis dikenal sebagai mielitis transversalis. 2nflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah lesi dan potensial
menimbulkan kerusakan1.
2.2. Epidei!l!gi
Mielitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun1. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada umur berapapun, kasus terbanyak terjadi pada umur "%& tahun dan *"%*& tahun. 2nsidensi meningkat sebanyak 1', juta kasus per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi yang didapat,
khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang khusus dari myelitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riayat penyakit dalam keluarga'.
4tiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. 5amun, pada beberapa kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf
yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya. Pada beberapa kasus lainnya, MT disebabkan oleh infeksi mikroba langsung pada ++P. *"%"# pasien MT dilaporkan menderita infeksi dalam *%$ minggu sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak, infeksi mononucleosis, influen3a, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis 6, -, dan 0. Patogen lainnya yaitu virus herpes (0M7, 787, /+7, /+71, //7, 4-7), /T97%, /27% yang langsung menginfeksi medulla spinalis dan menimbulkan gejala klinis MT. Borrelia burgdorferi (9yme neuroborreliosis) dan Treponema pallidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi langsung ++P dan MT.
MT telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti 94+. -eberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan gejala 94+ yang aktif .
2.#. Pat!genesis
Mielitis transversalis akut post%vaksinasi
4valuasi otopsi dari medulla spinalis menunjukkan hilangnya akson yang berat dengan demielinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuclear, terutama limfosit T pada nerve roots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi sel limfosit di perivaskular dan parenkim di grey matter terutama pada anterior horns. -eberapa studi menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses autoimun yang berkembang menjadi MT!.
MT6 Parainfeksi
+ebanyak *"%"# kasus idiopatik myelitis transversalis, terdapat adanya keluhan respirasi, gastrointestinal, atau penyakit sistemik sebelumnya. ata :parainfeksi; telah digunakan untuk injuri neurologis yang diakibatkan oleh infeksi mikroba langsung dan injuri yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi mikroba langsung dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang
asimptomatik dan diikuti respon sistemik yang menginduksi kerusakan saraf. -eberapa virus herpes telah dikaitkan dengan myelitis, dan mungkin menjadi penyebab infeksi langsung terhadap sel saraf di medulla spinalis. 6gen lainnya, seperti 9isteria monocytogenes dibaa ke dalam akson ke saraf di medulla spinalis. <engan menggunakan beberapa cara, suatu agen dapat mencapai akses ke lokasi yang kaya system imun, menghindari system imun yang berada pada organ lainnya. Mekanisme tersebut dapat menjelaskan inflamasi yang terbatas pada suatu focus area di medulla spinalis yang dapat dilihat pada pasien MT!.
Mimikri molekuler
Mimikri molekuler sebagai mekanisme untuk menjelaskan inflamasi sistem saraf sengat bagus diimplementasikan pada kasus G-+. 2nfeksi 0ampilobakter jejuni dibuktikan menjadi penyebab yang penting yang mendahului terjadinya
G-+. =aringan saraf manusia mengandung beberapa subtipe ganglioside moieties seperti GM, GM1, dan G>b di dalam dinding selnya. omponen khas gangliosid manusia, asam sialik, juga ditemukan pada permukaan antigen 0. jejuni dalam selubung luar lipopolisakarida. 6ntibody yang bereaksi dengan gangliosid 0. jejuni ditemukan dalam serum pasien G-+, dan telah dibuktikan berikatan dengan saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf.
Mimikri molekuler pada MT6 juga dapat terjadi akibat pembentukan autoantibody sebagai respon terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya!.
Microbial superantigen%mediated inflammation
/ubungan lain antara riayat infeksi sebelumnya dengan terjadinya MT6 yaitu dengan aktivasi limfosit fulminan oleh superantigen mikroba. +uperantigen merupakan peptide mikroba yang mempunyai kapasitas unik untuk menstimulasi sistem imun, dan berkontribusi terhadap penyakit autoimun yang bervariasi. +uperantigen yang telah diteliti yaitu enterotoksin +tafilokokus 6 sampai 2, toksin% sindrom syok toksik, dan eksotoksin piogen +treptokokus. +uperantigen mengaktivasi limfosit T dengan jalur yang unik dibandingkan dengan antigen konvensional. Terlebih lagi, tidak seperti antigen konvensional, superantigen dapat
mengaktivasi limfosit T tanpa adanya molekul ko%stimulan. <engan adanya ssperbedaan ini, superantigen dapat mengaktivasi antara 1%1"# limfosit yang bersirkulasi dibandingkan dengan antigen konvensional. +elain itu, superantigen sering menyebabkan ekspansi yang diikuti dengan delesi klon limfosit T yang menyebabkan terbentuknya :lubang; pada limfosit T selama beberapa saat setelah aktivasi!.
+timulasi sejumlah besar limfosit dapat mencetuskan penyakit autoimun dengan mengaktivasi klon sel T autoreaktif. Pada manusia, banyak laporan ekspansi golongan selected Vb pada pasien dengan penyakit autoimun, yang menunjukkan adanya paparan superantigen sebelumnya. +el T autoreaktif yang diaktivasi oleh superantigen memasuki jaringan dan tertahan di dalam jaringan dengan paparan berulang dengan autoantigen. <i sistem saraf pusat, superantigen yang diisolasi dari +tafilokokus menginduksi paralisis pada tikus eksperimen. Pada manusia, pasien dengan ensefalomyelitis diseminata akut dan mielopati nekrotikan ditemukan memiliki superantigen piogen +treptokokus yang menginduksi aktivasi sel T yang melaan protein dasar myelin!.
6bnormalitas /umoral
+alah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem humoral, dengan berkurangnya kemampuan untuk membedakan :self; dan :non% sel;. Pembentukan antibodi yang abnormal dapat mengaktivasi komponen lainnya dari sistem imun atau menarik elemen%elemen seluler tambahan ke medulla spinalis. 6ntibody yang bersirkulasi dapat membentuk kompleks imun dan terdeposit di suatu area di medulla spinalis!.
2.$. %anifestasi Klinis
Mielitis transversalis dapat timbul berdiri sendiri atau bersama%sama dengan penyakit lain. Mielitis transversalis dikatakan akut bila tanda dan gejala berkembang dalam hitungan jam sampai beberapa hari, sedangkan sub akut gejala klinis berkembang lebih dari ?1 minggu. +imptom myelitis transversalis
berkembang cepat dari beberapa jam sampai beberapa minggu. +ekitar '!# pasien mengalami perburukan secara maksimal dalam 1' jam1.
<iagnostik pada penderita ini ditandai dengan karakteristik secara klinis berkembangnya tanda dan gejala dari disfungsi neurologi pada saraf motorik, sensoris dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis baik akut maupun subakut. 2nflamasi di dalam medula spinalis memutus jaras%jaras ini dan menyebabkan hadirnya simptom umum dari myelitis transversalis1.
elemahan digambarkan sebagai paraparesis yang berlangsung progresif cepat, dimulai dari kaki dan sebagai tambahan dapat juga diikuti keterlibatan tangan. elemahan mungkin yang pertama dicatat dengan adanya tanda gambaran keterlibatan traktus piramidal yang berlangsung perlahan%lahan pada minggu kedua setelah @+ sakit1.
eterlibatan level sensoris dapat ditemukan hampir pada semua kasus. 5yeri dapat timbul pada punggung, ekstremitas atau perut. Parastesia merupakan tanda aal yang paling umum myelitis transversalis pada orang deasa dan tidak pada anak%anak. +ensasi berkurang di baah level keterlibatan medula spinalis pada sebagian besar pasien, begitu pula nyeri dan suhu1.
+imptom otonom bervariasi terdiri dari peningkatan urinary urgency, inkontinesia urin dan alvi (kesulitan atau tak dapat buang air), pengosongan yang tidak sempurna atau konstipasi perut. =uga sering didapatkan sebagai akibat keterlibatan sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. 9ebih dari $"# pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam " hari sesudah onset dari simptom, alaupun perburukan fungsi neurologis bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya berlangsung dalam '%1 hari1.
2.&. Diagn!sis
riteria diagnostik untuk Mielitis Transversalis 6kut 2diopatik dapat dilihat pada tabel 1.. <iagnosis MT6 harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak
ada satupun kriteria eksklusi yang terpenuhi. <iagnosis MT6 yang berhubungan dengan penyakit lain harus memenuhi semua kriteria inklusi dan pasien juga memiliki manifestasi klinis dari penyakit yang dicantumkan di kriteria ekslusi.
Ta'el 2.1. Kriteria Diagn!stik %ielitis Trans(ersalis
Inclusion criteria
1) Development of sensory, motor or autonomic dysfunction attributable to the spinal cord
2) Bilateral signs or symptoms (although not necessarily symmetric) 3) Clearlyde!ned sensory level
") #$clusion of e$traa$ial compressive etiology by neuroimaging (%&I or myelography' C of spine not adeuate)
*) In+ammation ithin the spinal cord demonstrated by C-.
pleocytosis or elevated Ig/ inde$ or gadolinium enhancement0 If none of the in+ammatory riteria is met at symptom onset, repeat %&I and evaluation beteen 2 and 4 days after symptom onset meets riteria
5) rogression to nadir beteen " h and 21 days after the onset of symptoms (if patient aaens ith symptoms, symptoms must become more pronounced from point of aaening)
#$clusion criteria
1) 6istory of previous radiation to the spine ithin the past 17 years 2) Clear arterial distribution clinical de!cit consistent ith thrombosis
of the anterior spinal artery
3) 8bnormal +o voids on the surface of the spinal cord consistent ith 89%
") -erological or clinical evidence of connective tissue disease (sarcoidosis, Behcet:s disease, -;ogren:s syndrome, -#, mi$ed connective tissue disorder, etc0)a
*) C<- manifestations of syphilis, yme disease, 6I9, 691,
mycoplasma, other viral infection (e0g0 6-91, 6-92, 9=9, #B9, C%9, 6695, enteroviruses)a
(a) Brain %&I abnormalities suggestive of %-a
(b) 6istory of clinically apparent optic neuritisa
89%, 8rteriovenous malformation' C%9, cytomegalovirus' C<-, central nervous system' C-., cerebrospinal +uid' C, computed tomography' #B9,#pstein>Barr virus' 669, human herpesvirus' 6-9, herpes simple$ virus'
69, human cell leuemia virus' , lumbar puncture' %&I, magnetic
resonance imaging' %-, multiple sclerosis' -#, systemic lupus
erythematosus0 aDo not e$clude diseaseassociated acute transverse myelitis0 (<ikutip dariA Transverse Mielitis 0onsortium Borking Group. Proposed diagnostik kriteria and nosology of acute transverse myelitis. 5eurology 1""1C !&A '&&%!
2.). Diagn!sis Banding
Ta'el 2.2. Diagn!sis Banding dari %ielitis Transversalis
Infamasi Non-Infamasi ?ompresi @steo!t Disus %etastasis trauma enyait Demielinisasi slerosis multiple opti neuromyelitis ensefalomyelitis diseminata aut
myelitis transversalis aut
idiopati
umor Infesi
9irusA co$sacie, mumps,
varicella, C%9
uberculosis %ioplasma
-indrom araneolasti enyait in+amasi
upus eritematosus
sistemi
<eurosaroidosis
(<ikutip dariA =acob 6, Beinshenker -G. 1""$. 6n 6pproach to the <iagnosis of 6cute Transverse Myelitis. +emin 9iver <is 1""$C C "!%1". D<iakses 1" 5ovember 1"E)
2.*. Peeriksaan Pen+n,ang
4valuasi aal untuk pasien myelopati harus dapat menentukan apakah ada penyebab structural (/5P, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau spondilolistesis) atau tidak. 2dealnya, MF2 dengan kontras gadolinium harus dilakukan dalam beberapa jam setelah presentasi.
0T%myelografi
=ika MF2 tidak dapat dilakukan dalam aktu cepat untuk menilai kelainan struktural, 0T%myelografi dapat menjadi alternative selanjutnya, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla spinalis.
Punksi 9umbal
=ika tidak terdapat penyebab structural, punksi lumbal merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan untuk membedakan myelopati inflamasi ataupun non%inflamasi. Pemeriksaan rutin 0+ (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi 0+ harus diperiksa.
ultur 0+, P0F, titer antibodi
Manifestasi klinis seperti demam, meningismus, rash, infeksi sistemik konkuren (pneumonia atau diare), status immunokompromise (62<+ atau penggunaan obat%obat immunosuppresan), infeksi genital berulang, sensasi terbakar radikuler dengan atau tanpa vesikel sugestif untuk radikulitis 3oster, atau adenopati sugestif untuk etiologi infeksi dari MT6. Pada kasus seperti ini, kultur bakteri dan virus dari 0+, P0F, dan pemeriksaan titer antibody harus dilakukan.
Pemeriksaan 9ainnya
Manifestasi klinis lainnya dapat mengarahkan diagnosis untuk penyakit inflamasi sistemik seperti +indrom +jogren, sindrom antifosfolipid, 94+, sarkoidosis, atau penyakit jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan yang harus dilakukanA 604 level, 656, anti ds%<56, ++%6 (Fo), ++%- (9a), antibody antikardiolipin, lupus antikoagulan, 1%glikoprotein, dan level komplemen.
?emunginan enyebab emerisaan enun;ang
Infesi -erologi darah' ultur, serologi,
dan C& C-.' .oto hora$ dan pemerisaan imaging lainnya dengan indiasi
8utoimun -istemi atau enyait In+amasi
emerisaan .isi' pemerisaan serologi' .oto hora$ dan -endi' pemerisaan imaging lainnya dengan indiasi
araneoplasti .oto hora$, C scan, #'
antibody paraneoplasti serum dan C-.
Acquired CNS Demyelinating Disease (slerosis multiple, optic neuromyelitis)
%&I ota dengan ontras gadolinium' C-. rutin' pemerisaan visual evoked potential' serum <%@Ig/
ost infesi atau post vasinasi 8namnesis riayat infesi dan vasinasi sebelumnya' on!rmasi serologi adanya infesi' eslusi penyebab lain
(<ikutip dariA rohman 4M, Bingerchuk <M. 1"". Transverse Myelitis. The 5e 4ngland =ournal of Medicine 1""C**A!'%H1)
-a'ar 2.1. Al+r Diagn!stik +nt+k %ielitis Trans(ersalis Ak+t
2mmunoterapi inisial
Tujuan terapi selama fase akut myelitis adalah untuk menghambat progresivitas dan menginisiasi resolusi lesi spinal yang terinflamasi sehingga dapat mempercepat perbaikan secara klinis. ortikosteroid merupakan terapi lini pertama. +ekitar !"%H"# pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit. Fegimen intravena dosis tinggi (""" mg metilprednisolon setiap hari, biasanya selama *%! hari) diberikan kepada pasien. Fegimen oral dapat digunakan pada kasus pasien myelitis episode ringan yang tidak perlu diraat inap. 4fek yang tidak diinginkan pada terapi kortikosteroid yaitu gejala gastrointestinal, insomnia, nyeri kepala, kecemasan, hipertensi, manic, hiperglikemia, dan gangguan elektrolit'.
Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon dengan pemberian kortikosteroid. /ipotensi, gangguan elektrolit, koagulopati, trombositopenia, thrombosis yang berhubungan dengan pemasangan kateter, dan infeksi merupakan komplikasi dari tindakan ini'.
Plasmapharesis berguna pada pasien yang masih memiliki sisa fungsi sensorimotor saat pertama kali serangan, tetapi pada pasien yang kehilangan fungsi sensorimotor mengalami perbaikan hanya ketika diterapi dengan siklofosfamid dan plasmapharesis. Pada pasien demielinisasi, imunomodulator long%acting atau terapi imunosupressan menunjukkan pengurangan risiko serangan berulang'.
Fespirasi dan Oropharyngeal Support
Mielitis transversalis dapat menyebabkan gagal nafas apabila medulla spinalis servikal atas dan batang otak telah terlibat. @leh karena itu, pemeriksaan regular dari fungsi pernapasan dan orofaring dibutuhkan selama perjalanan penyakit. <ispnea, penggunaan otot%otot bantu pernapasan, atau batuk yang lemah memerlukan pemeriksaan lanjutan dari fungsi paru%paru dan kapasitas respirasi paksa. 2ntubasi dengan ventilasi mekanik diperlukan pada beberapa pasien. <isartria, disfagia, atau penurunan fungsi lidah atau refleks muntah memerlukan pemeriksaan fungsi menelan untuk menentukan apakah pemakaian feeding tube
elemahan @tot dan omplikasi 2mobilisasi
Pemberian heparin low-moleculer weigth sebagai profilaksis untuk thrombosis vena dalam dianjurkan untuk pasien dengan imobilisasi. Perubahan posisi yang sering ketika duduk atau saat tidur dapat membantu mempertahankan integritas kulit dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. olaborasi dengan fisioterapis harus dipertimbangkan sehingga neurorehabilitasi multidisiplin dapat dimulai secepatnya. Sustained-release potassium-channel blocker dan '% aminopyridine oral menunjukkan hasil yang baik dengan meningkatkan kecepatan pasien berjalan pada pasien dengan multiple sklerosis, mungkin dengan
memperpanjang durasi dari potensial aksi. Balaupun demikian, studi tentang efek agen ini pada pasien myelitis transversalis belum diteliti secara khusus'.
6bnormalitas Tonus
Myelitis yang berat menyebabkan hipotonia pada fase akut ( spinal shock ), tetapi biasanya diikuti dengan peningkatan resistensi terhadap pergerakan (spastisitas tonus), bersama dengan spasme otot involunter (spastisitas fasik). +pastisitas merupakan respon adaptif, tetapi jika berlebihan, nyeri atau intrusive, memerlukan terapi dengan fisioterapi atau obat%obatan. Penelitian controlled trials meneliti baha baclofen, ti3anidine, dan ben3odia3epin sebagai terapi untuk pasien dengan spastisitas akibat gangguan otak dan korda spinalis'.
5yeri
5yeri merupakan manifestasi yang sering muncul selama dan setelah serangan myelitis dan dapat disebabkan oleh injuri langsung pada saraf (nyeri neuropatik), factor ortopedik (nyeri akibat perubahan posisi atau bursitis), spastisitas, atau kombinasi dari beberapa faktor ini. 5yeri neuropatik merespon baik dengan agen antikonvulsan, obat%obatan anti%depressan (tricyclic antidepressants dan reuptake inhibitors of serotonin dan norepinefrin), 5+62<+, dan narkotik '.
Malaise
Pergerakan yang terbatas, obat%obatan, nyeri, dan faktor lainnya berkontribusi terhadap malaise yang berlebihan setelah serangan myelitis. <ata dari randomized controlled trials menunjukkan efikasi amantadin untuk terapi malaise akibat multiple sklerosis, dan pada satu studi modafinil bisa menjadi terapi pilihan. +timulant seperti dekstroamfetamin atau metilfenidat pernah digunakan untuk terapi malaise yang berat dan refrakter yang terjadi setelah episode myelitis, tetapi manfaat agen ini untuk tatalaksana pasien dengan myelitis belum pernah diteliti dengan randomized , controlled trials'.
<isfungsi Isus dan Genitourinari
Pemasangan kateter biasanya diperlukan selama myelitis transversalis pada fase akut karena retensi urin. +etelah fase akut, hiperrefleksia detrusor biasanya muncul dengan ciri%ciri frekuensi berkemih yang sering, inkontinensia, dan persepsi spasme kandung kemih. Gejala ini biasanya berkurang dengan pemberian
antikolinergik (oJybutinin dan tolterodin). Pemeriksaan ultrasonografi untuk memeriksa volume urin yang tersisa setelah miksi berguna untuk menyingkirkan retensi urin, tetapi studi urodinamis mungkin diperlukan untuk menilai disfungsi urin. @bat yang menghambat reseptor K%adrenergik dapat membantu relaksasi sfingter urin dan pengosongan urin pada pasien dengan hiperaktivitas sfingter, tetapi beberapa pasien memerlukan kateterisasi intermitten untuk mengosongkan kandung kemih'.
Pada fase akut dan kronik myelitis transversalis, disfungsi usus dicirikan dengan konstipasi dan risiko impaksi, kesulitan mengosongkan usus, dan pada beberapa kasus inkontinensia yang biasanya disebabkan gangguan pemrograman
usus untuk mengurangi konstipasi dan kontrol aktu defekas i'.
<isfungsi seksual merupakan konsekuensi yang sering dari myelitis transversalis. Manifestasinya yaitu berkurangnya sensasi genital, nyeri, dan berkurangnya kemampuan untuk orgasme, atau anorgasmia'.
Gangguan mood dan kecemasan sering menjadi komplikasi jangka panjang pada pasien myelitis transversalis dan dapat memperngaruhi gejala lainnya, seperti
nyeri dan gangguan fungsi seksual. armakoterapi sering diresepkan, sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan konsultasi dengan psikolog'.
2.1/. Pr!gn!sis
Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam $ minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama *? minggu setelah onset dan dapat berlanjut alaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 1 tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada 1 minggu terapi1.
BAB "
KESI%PULAN DAN SA0AN
Myelitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis1.
4tiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. 5amun, pada beberapa kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai minggu. etika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai, sekitar !"# pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan $"%&'# pasien mengalami kebas%kebas, parestesia atau band-like disestesia. Gejala
otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk miksi, dan konstipasi.
ortikosteroid merupakan terapi lini pertama. +ekitar !"%H"# pasien mengalami perbaikan parsial atau komplit'. kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam $ minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama *? minggu setelah onset dan dapat berlanjut alaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 1 tahun1.
2.12. Saran
6dapun saran yang dapat diberikan sebagai berikutA
. erja sama dari berbagai pihak diperlukan dalam meningkatkan keberhasilan terapi pada pasien myelitis transversalis
1. +etiap pihak yang bertanggung jaab terhadap kesehatan terutama dalam bidang neurologi harus memahami mengenai etiologi, pathogenesis, diagnosis,
terapi, dan prognosis dari myelitis transversalis DATA0 PUSTAKA
. err, <, 1"". 0urrent Therapy in 5eurologic <iseaseA Transverse Myelitis. th ed. D<iakses 1" 5ovember 1"E
1. Tapiheru 96, +inurat PP@, Fintaan . 1""H. 9aporan asusA Myelitis Transversalis. Majalah edokteran 5usantara 1""HC'"Ce1*! D<iakses 1" 5ovember 1"E
*. 6l <eeb +M, Laub -6, -ruyn GB, -iary 5M. &&H. 6cute Transverse MyelitisA 6 9ocali3ed orm of Postinfectious 4ncephalomyelitis. -rain &&HC 1"C !%11 D<iakses 1" 5ovember 1"E
'. rohman 4M, Bingerchuk <M. 1"". Transverse Myelitis. The 5e 4ngland =ournal of Medicine 1""C**A!'%H1. D<iakses 1" 5ovember 1"E
!. err <6, 6yetey /. 1""1. 2mmunopathogenesis of 6cute Transverse Myelitis. 0urrent @pinion in 5eurology 1""1, !A**&N*'H D<iakses 1" 5ovember 1"E
. Transverse Myelitis 0onsortium Borking Group. 1""1. Proposed <iagnostik riteria and 5osology of 6cute Transverse Myelitis. 5eurology 1""1C !&C '&&%!"!. D<iakses 1" 5ovember 1"E
H. =acob 6, Beinshenker -G. 1""$. 6n 6pproach to the <iagnosis of 6cute Transverse Myelitis. +emin 9iver <is 1""$C C "!%1". D<iakses 1" 5ovember 1"E