• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Rhisang Sadewa

119114052

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Hari ini, atau tidak sama sekali.”, Homicide.

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan

yang senantiasa memberkati dari awal pengerjaan hingga

terselesaikannya skripsi ini.

Kedua orang tua yang selalu mendoakan, mendukung, dan

mencukupi semua kebutuhan hingga mampu menyelesaikan

bangku kuliah.

Kepada semua keluarga dan teman-teman yang selalu

mendukung dan telah membantu selama menjalani

perkuliahan.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhanya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 7 Juli 2017 Penulis

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

Rhisang Sadewa

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya hubungan antara kelekatan dengan perilaku merokok pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kelekatan dengan perilaku merokok pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah 200 remaja laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok dengan usia 12-15 tahun. Pemilihan subjek penelitian dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam pngambilan data ialah skala kelekatan dan angket perilaku merokok yang disusun oleh peneliti. Skala kelekatan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,857. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman’s rho dikarenakan sebaran data pada salah satu variabel bersifat tidak normal. Hasil analisis data menghasilkan nilai r sebesar -0,734 dengan taraf signifikansi p sebesar 0,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara body kelekatan dengan perilaku merokok. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kelekatan remaja dengan orangtuanya, maka semakin rendah perilaku merokoknya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat kelekatan remaja dengan orangtua, maka perilaku merokok pada remaja akan cenderung semakin tinggi.

Kata kunci: kelekatan, perilaku merokok, remaja, orangtua.

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN ADOLESCENT ATTACHMENT WITH PARENTS AND SMOOKING BEHAVIOUR – SMOOKER ADOLESCENT

IN YOGYAKARTA

Rhisang Sadewa

ABSTRACT

This research is aimed to know the correlation between adolescent attachment with parent and smoking behavior. The hypothesis was that, there was a negative correlation between adolescent attachment with parent and smoking behavior on adolescent. There were 200 subjects of the research, aged 12 to 15 years old who had smoking behavior. In this research, researcher used purposive sampling technique. The collection of the data was done by using adolescent attachment with parent and smoke consumption inquiry scales. Reliability of the early adolescent attachment scale was 0,857. To determine the correlation between adolescent attachment with parent and smoking behavior, researcher used Spearman's rho correlation test. Coefficient correlation (r) between adolescent attachment and smoking behavior was -0,734 with significance level (p) 0,000. It means there was negative significant correlation between adolescent attachment with parent and smoking behavior. It was concluded that adolescent who had high level of attachment relationship with parent had low level of smoking behavior intensity.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Rhisang Sadewa

Nomor Mahasiswa : 119114052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 7 juli 2017

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menginspirasi para pembaca.

Penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang turut memberikan motivasi selama penulisan skripsi ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si, selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Robertus Landung Eko Prihatmoko, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberi inspirasi dan memotivasi penulis menyusun skripsi. Terimakasih juga untuk ibu Sylvia Carolina M.Y.M. S.Psi., M.Si., yang telah memberi banyak masukan pada saat awal penyusunan skripsi. 4. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah mendampingi proses kuliah hingga akhir, memberikan nasihat-nasihat, dan motivasi untuk mengembangkan diri.

5. Terimakasih kepada ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Bapak Edward Theodorus, M.App.Psy sebagai dosen penguji skripsi. Terimakasih atas masukan-masukannya sehingga skripsi ini bisa lebih baik dan berguna. 6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

berbagi ilmu, pengalaman, dan memberikan inspirasi untuk belajar di dunia psikologi.

7. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang senantiasa membantu segala proses administrasi dan juga dalam proses pembelajaran selama masa studi.

8. Kedua orangtuaku terkasih yang selalu memberikan kasih sayang serta doa yang selama proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Terimakasih telah mendukung hingga akhir perkuliahan.

(11)

xi

9. Maria Oktavina Rae, terimakasih perhatian dan dukungan selama ini hingga akhirnya terselesaikan. Harus cepat menyusul.

10. Teman-temin admin Lazadut: Gunam, Bayu, Manda, Endah, dan Rere yang sering membantu dalam mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Semoga kita bisa bertemu kembali lain waktu. Sukses selalu.

11. Teman-teman fakultas psikologi USD yang telah memberikan banyak inspirasi dan dinamika untuk berkembang. Khusus Ekarock, semoga kita bisa nonton Hammersonic bersama secepatnya.

12. Kawan-kawan SlamBoys yang telah menjadi teman hidup dijogja, semoga diberi rejeki untuk kos yang lebih layak. Semoga lekas menggapai cita-cita untuk semuannya.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi yang tidak bisa disebutkan semuannya, terimakasih banyak. Sukses selalu.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti terbuka kepada setiap kritik dan saran yang disampaikan demi perkembangan yang lebih baik.

Yogyakarta, 19 Oktober 2016 Peneliti,

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

BAB II DASAR TEORI ... 12

A. KELEKATAN ... 12

1. Pengertian Kelekatan ... 12

2. Kelekatan Remaja dengan Orangtua ... 14

3. Aspek Kelekatan ... 16

B. REMAJA ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19

2. Aspek Perkembangan Remaja... 20

C. PERILAKU MEROKOK ... 23

1. Pengertian Perilaku Merokok ... 23

(13)

xiii

3. Faktor-Faktor yang Mempengarui Perilaku Merokok ... 24

D. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA ... 25

E. HIPOTESIS ... 31

F. SKEMA PENELITIAN ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 33

A. JENIS PENELITIAN ... 33

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 33

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN ... 33

1. Kelekatan remaja dengan orangtua ... 33

2. Perilaku Merokok ... 35

D. SUBJEK PENELITIAN ... 35

E. METODE DAN ALAT PENGUMPUALAN DATA ... 36

1. Skala Kelekatan ... 36

2. Angket Perilaku Merokok ... 38

F. UJI COBA ALAT UKUR ... 39

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR ... 39

1. Validitas ... 40

2. Reliabilitas ... 40

H. SELEKSI ITEM ... 41

I. METODE ANALISIS DATA ... 44

1. Uji Asumsi ... 44

a. Uji Normalitas ... 44

b. Uji Linearitas ... 44

2. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 46

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 46

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ... 46

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ... 47

1. Deskripsi Statistik ... 47

2. Kategorisasi ... 49

(14)

xiv

D. HASIL PENELITIAN ... 51

1. Uji Asumsi ... 51

2. Uji Hipotesis ... 53

E. PEMBAHASAN ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. KESIMPULAN ... 59

B. SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tabel Spesifikasi Skala Kelekatan Remaja ... 37

Tabel 2 Tabel Angket Perilaku Merokok ... 38

Tabel 3 Tabel Spesifikasi Skala Kelekatan Remaja (setelah uji coba)... 43

Tabel 4 Deskripsi Subjek Penelitian ... 47

Tabel 5 Deskripsi Statistik ... 47

Tabel 6 Kategorisasi Perilaku Merokok ... 50

Tabel 7 Kategorisasi skor skala kelekatan ... 51

Tabel 8 Uji normalitas ... 52

Tabel 8 Uji linearitas ... 53

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Blueprint Skala Kelekatan ... 67

Lampiran 2 Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba ... 73

Lampiran 3 Alat Ukur Penelitian Setelah Uji Coba ... 85

Lampiran 4 Seleksi Item Dan Reliabilitas Skala Kelekatan ... 94

Lampiran 5 Hasil Uji T Mean Teoretik Dan Mean Empiris ... 99

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 101

Lampiran 7 Uji Linearitas... 103

Lampiran 8 Hasil Uji Hipotesis ... 105

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rokok bukan merupakan produk yang asing bagi masyarakat Indonesia. Setiap kelas sosial dalam masyarakat Indonesia sudah mengenal rokok sejak puluhan tahun yang lalu. Hingga saat ini, masyarakat Indonesia sangat dekat dengan rokok, baik sebagai produsen maupun konsumen. Seperti yang sudah diketahui jika memang di Indonesia beredar bermacam-macam merk dagang rokok baik produk impor maupun asli produk Indonesia. Dengan demikian rokok memang sudah lekat dengan keseharian masyarakat lndonesia. Penelitian Sirait, Pradono, Toruan (2002) menjelaskan jika masyarakat Indonesia khususnya laki-laki memiliki prevalensi 54,5%, atau lebih dari setengah masyarakat Indonesia berjenis kelamin laki-laki adalah perokok. Dengan hal ini, rokok memang sudah lekat dengan keseharian masyarakat lndonesia khususnya pada masyarakat laki-laki.

Hal yang memprihatinkan adalah mulai masuknya kalangan remaja pada dunia perokok. Dunia remaja cukup dekat dengan rokok, terlebih jika lingkungan tempatnya bersosialisasi adalah lingkungan perokok. Banyak remaja mulai merokok atau setidaknya mencoba

(18)

merokok sebelum SMA. Survey Monitoring the Future tahun 1999, ditemukan bahwa 1/5 dari anak kelas 8 sudah mencoba “menghisap”, 22% sudah mencoba ganja dan hampir 25% sudah mabuk minimal sekali. Umumnya remaja mulai merokok pada kelas 7 atau 8, dan diperkirakan tiap hari, 5000 remaja Amerika mencoba rokok untuk pertama kalinya dan 2000 remaja Amerika menjadi perokok (Sternberg, 2002). Smet (1994) juga menyebutkan jika perilaku merokok dimulai pada usia 11-13 tahun. Jika dilihat keadaannya di Indonesia sendiri pada penelitian Komalasari & Helmi (2000) menemukan bahwa masa paling kritis remaja dalam mengenal rokok adalah saat menginjak usia SLTP.

Dilihat dalam jumlah data, perokok muda di Indonesia menurut Kementrian Kesehatan Indonesia (depkes.go.id) meningkat cukup signifikan. Menurut Global Youth Tobacco Survey pada tahun 2006 remaja perokok di Indonesia sebesar 12,6% (24,5% laki-laki, 2,3% perempuan) sedangkan pada tahun 2009 perokok aktif 20,3% (41% laki-laki, 3,5% perempuan). Data ini cukup menggambarkan pesatnya peningkatan jumlah remaja perokok di Indonesia. Data yang lain juga menggambarkan mengenai perokok pasif yang juga cukup memprihatinkan. Menurut Global Youth Tobacco Survey pada tahun 2009, 78,1% anak sekolah 13-15 tahun terpapar asap rokok di luar rumah dan 68,8% terpapar asap rokok di dalam rumah. Hal ini juga

(19)

menjelaskan jika memang agen sosialisasi rokok sudah ada bahkan dalam lingkup keluarga, atau sesuai dalam jurnal di atas.

Jumlah remaja perokok di Indonesia semakin meningkat dan semakin memprihatinkan. Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek (dalam kompas.com, 27/05/2016) menilai remaja perokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Menteri Nila menambahkan, “Lebih menyedihkan saat car free day anak-anak kita jalan pagi lalu duduk nongkrong di pinggir jalan sambil ngrokok santai.”. Menteri Nila menekankan sebenarnya sudah ada Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 yang secara garis besar mengatur tentang pelarangan seseorang di bawah umur 18 tahun untuk menjual, membeli, dan mengkonsumsi produk tembakau. Menurut Menteri Nila PP tersebut belum optimal karena masih banyak orangtua yang menyuruh anaknya untuk membelikan rokok di warung. Dalam hal ini Menteri Nila menekankan pentingnya sinergi semua pihak untuk lebih berperan dalam penanggulangan rokok khususnya perokok yang masih anak-anak. Menteri Nila menghimbau semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat khususnya keluarga mau berperan dalam menekan bahaya rokok pada anak-anak.

Peneliti menganggap perilaku merokok dikalangan remaja memang sangat umum. Peneliti juga merasakan masa remaja yang sangat dekat dengan rokok. Pada saat remaja peneliti juga mencoba

(20)

untuk merokok. Peneliti mencoba merokok pada saat peneliti bersekolah di tingkat SMP secara sembunyi-sembunyi dengan teman sebaya. Pada masa sekarang, remaja SMP justru semakin berani menunjukkan bahwa mereka bisa merokok tanpa merasa malu atau takut. Dalam harian online SoloPos (25/05/2017) beberapa remaja SMP tertangkap kamera sedang antre untuk membeli rokok. Remaja SMP terlihat antre untuk membeli rokok di sekitar Pasar Jetis, Salatiga. Meski ada larangan tentang transaksi rokok bagi seseorang di bawah usia 18 tahun, saat ini remaja merokok sudah hal yang lumrah bagi masyarakat.

Secara umum, keluarga atau orangtua memiliki peranan untuk membangun keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang (Willis, 2010). Willis (2010) menambahkan bahwa orangtua harus memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan remaja. Dalam hal ini remaja dipandang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dari orangtua dalam masa perkembangannya. Orangtua juga disebutkan sebagai agen dalam menanamkan norma-norma yang akan menjadi bekal remaja dalam kehidupannya. Orangtua yang seharusnya menjadi panutan akan menanamkan nilai atau value untuk tidak merokok. Orangtua memiliki peran yang besar dalam penanaman nilai pada remaja karena remaja masih sangat tergantung dengan orangtua (Hurlock, 1999). Blyth (dalam Laible,

(21)

Carlo, & Raffaelli, 2000) juga mengungkapkan 2800 remaja dengan rentang usia 12-15 tahun sebagian besar mengatakan jika orangtua merupakan figur penting dan signifikan dalam memberikan pengaruh positif dalam hidup mereka. Dengan demikian, orangtua masih merupakan figur yang sangat dominan dalam perkembangan anak khususnya pada periode remaja. Dengan demikian, orangtua merupakan figur yang penting bagi remaja. Orangtua menjadi sosok yang memberi pengaruh positif dan menanamkan norma yang baik bagi remaja.

Hubungan emosional antara anak dengan orangtua biasa disebut dengan kelekatan. Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang terbentuk dengan adanya kedekatan dan terkandung rasa aman baik fisik maupun psikologis (Santrock, 2003). Secara umum, bentuk kelekatan pada setiap individu dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu

secure attachment dan insecure attachment (Cassidy & Shaver, 1999).

Istilah secure atau insecure menjelaskan mengenai persepsi bayi terhadap ketersediaan pengasuhnya ketika munculnya keperluan akan suatu kenyamanan dan keamanan, dan istilah-istilah tersebut merupakan suatu kumpulan respon bayi terhadap pengasuhnya yang mendasari persepsi-persepsi akan ketersediaan pengasuh.

Dalam perkembangannya, kelekatan pada masa awal perkembangan akan terus berlanjut dan digeneralisasikan pada tahap

(22)

perkembangan berikutnya. Pada masa remaja, kelekatan dengan orangtua pada masa remaja akan berkaitan dengan mekanisme

internal working model. Menurut Bowlby (1973), seorang anak yang

tumbuh dengan kelekatan aman memiliki internal working model yang positif sehingga anak memiliki konsep diri, keyakinan, dan kepercayaan dalam dirinya bahwa dia adalah pribadi yang dicintai dan dapat mencintai. Dengan demikian anak yang tumbuh dalam kelekatan yang aman akan memiliki internal working model yang positif dalam masa perkembangannya khususnya pada masa remaja. Remaja dengan internal working model yang positif akan memiliki konsep diri, keyakinan, dan kepercayaan dalam dirinya bahwa dia adalah pribadi yang dicintai dan dapat mencintai.

Kelekatan khususnya pada masa remaja, dapat dilihat dari tiga aspek yaitu komunikasi (communication), kepercayaan (trust), dan keterasingan (alienation). Teori kelekatan pada masa remaja ini dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg (1987) dengan tidak membedakan jenis kelekatan secure attachment dan insecure

attachment, akan tetapi hanya melihat kualitas kelekatan remaja

terhadap ibu berdasarkan kelekatan aman tinggi dan kelekatan aman rendah.

Hubungan emosional yang kurang dekat antara orangtua dengan anak bisa menimbulkan beberapa masalah dalam tahapan

(23)

perkembangan, salah satunya munculnya perilaku menyimpang seperti perilaku merokok. Hal ini sesuai dengan Steinberg (2002) yang menjelaskan jika kedekatan antara remaja dengan orangtuanya sangat kurang remaja akan mempunyai kecenderungan perilaku menyimpang seperti perilaku merokok hingga penyalahgunaan obat. Hubungan keluarga yang tidak harmonis ataupun keluarga yang bermasalah, juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku merokok di kalangan remaja. Masalah dalam keluarga juga berhubungan dengan masalah seksual, penyalahgunaan obat dan alkohol, serta kenakalan remaja (Sarwono, 2006). Dalam hal ini, kelekatan tidak aman atau insecure attachment diasumsikan memiliki peran dalam memunculkan masalah perilaku merokok. Baer dan Corado (dalam Atkinson, 1999) menjelaskan bahwa remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Orangtua yang cenderung tidak memperhatikan anak dan memberikan hukuman fisik yang keras akan membuat anak memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi perokok. Remaja dalam keluarga yang tidak bahagia cenderung memiliki hubungan emosional yang kurang dekat atau bermasalah dengan orangtuanya. Tidak adanya orangtua sebagai figur lekat yang memberi rasa aman akan membuat remaja mencari hal lain untuk mendapatkanrasa aman atau pegangan dalam mengahadapi krisis di masa remaja. Dalam hal ini, perilaku merokok menjadi cara

(24)

tersendiri bagi remaja dalam menghadapi tekanan-tekanan dalam fase krisis di masa remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa perilaku merokok pada remaja merupakan sebuah reaksi dari remaja dalam mengelola distres yang ada yang dipicu oleh masalah-masalah perkembangan (Semmer, Dwyer, Lippert, Fuchs, Cleary, Paul & Schindler, 1987).

Penelitian mengenai perilaku merokok pada remaja mengungkapkan jika remaja merokok lebih dipengaruhi olehmengungkap bahwa sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok anak dan ajakan teman sebaya merupakan faktor yang dominan mempengaruhi perilaku merokok pada remaja (Komalasari & Helmi, 2000). Meskipun orangtua sebenarnya tidak mendukung perilaku merokok, tetapi perilaku merokok remaja atau anak justru dalam kategori tinggi. Hal ini kemungkinan diakibatkan karena kurangnya pengawasan atau kontrol dari orangtua terhadap perilaku merokok anak dikarenakan ada sebagian anak atau siswa yang memang jarang di rumah. Pada penelitian ini, peneliti menganggap perlunya mengkaji kembali dalam hal pengaruh keluarga, khususnya orangtua dalam perilaku merokok. Peneliti menganggap sikap permisif orangtua kurang relevan dalam mempengaruhi perilaku merokok remaja karena dalam penelitian tersebut sudah disebutkan jika perilaku merokok justru muncul saat berada di lingkungan teman sebaya sehingga sikap permisif orangtua tidak akan terlalu

(25)

berpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Hasanah & Sulastri (2011) tentang hubungan antara dukungan oranng tua, teman sebaya, dan iklan rokok pada perilaku merokok pada remaja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orangtua cenderung tidak mendukung perilaku merokok tetapi perilaku merokok pada remaja tetap tinggi. Hal tersebut dikatakan berkaitan dengan keadaan subjek penelitian yang mulai memiliki kehidupan diluar lingkungan rumah sehingga pengawasan atau control dari orangtua tidak begitu berpengaruh bagi remaja. Keadaan ini dijelaskan oleh Erikson (dalam Santrock, 2003) bahwa masa remaja adalah masa seseorang memulai kehidupan lain selain kehidupan dalam keluarga. Dengan demikian sikap permisif orangtua kurang berpengaruh karena perilaku merokok pada remaja umumnya muncul saat remaja bersama teman sebayanya. Penelitian mengenai hubungan antara pengaruh orangtua, teman sebaya dan iklan rokok cukup banyak di Indonesia. Hasil penelitian menyebutkan jika teman sebaya masih menjadi factor utama setelah orangtua dan media masa atau iklan (Liem, 2014; Hasanah & Sulastri, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua memiliki pengaruh cukup kuat terhadap perilaku merokok remaja dibandingkan dengan media massa. Hasil temuan ini belum mengungkap hubungan antar variabel dalam kaitannya dengan perilaku merokok. Penelitian

(26)

ini lebih memfokuskan pada persentase dari variabel yang dianggap memperngaruhi perilaku merokok pada remaja.

Berdasarkan paparan teoretis penulis sebelumnya, peneliti ingin mengetahui tentang tingkat kelekatan remaja dengan orangtua dan perilaku merokok pada remaja. Peneliti belum menemukan penelitian khusus membahas mengenai hubungan antara tingkat kelekatan remaja dengan orangtua dan perilaku merokok pada remaja. Peneliti merasa perlu meneliti karena selain lebih menjelaskan faktor perilaku merokok pada remaja dalam konteks keluarga, hasil penelitian ini juga akan menjelaskan peran orangtua dalam kaitannya pada isu meningkatnya jumlah perokok di usia remaja. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi alternatif penanggulangan meningkatnya jumlah perokok khususnya pada usia remaja.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat kelekatan remaja dengan orangtua dan perilaku merokok pada remaja?

(27)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya hubungan antara tingkat kelekatan remaja dengan orangtua dan perilaku merokok pada remaja.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan akan menambah konsep atau kajian dalam ilmu psikologi, khususnya dalam hal perkembangan perilaku pada remaja. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dalam ilmu psikologi perkembangan dalam konteks social, khususnya dalam perilaku merokok. Selain itu dapat memperkaya hasil penelitian sebelumnya dan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi orangtua dalam pentingnya menanamkan value untuk tidak merokok dengan menjalin hubungan yang erat dengan anaknya. Selain itu, juga bisa menjadi bahan kajian untuk menentukan alternatif pengendalian pesatnya jumlah perokok pemula bagi pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini pemerintah atau pihak terkait.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KELEKATAN

1. Pengertian Kelekatan

Istilah kelekatan (attachment) pada awalnya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kelekatan atau biasa juga disebut keterikatan merupakan ikatan emosional abadi dan timbal-balik antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan kontribusi terhadap kualitas hubungan pengasuh-bayi. Keterikatan memiliki nilai adaptif bagi bayi, memastikan kebutuhan psikososial dan fisiknya terpenuhi. Merujuk kepada teori etologis, bayi dan orangtua memiliki kecenderungan untuk menempel satu dengan yang lain, dan keterikatan memberikan daya tahan hidup bagi bayi (Papalia & Olds, 2008).

Bowlby (dalam Cassidy & Shaver, 1999) mengungkapkan kelekatan adalah ikatan emosional yang terbentuk antara bayi dan pengasuhnya dan hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan Bowlby yang menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak

(29)

pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Ainsworth (1985) mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan yang dialami oleh seseorang di masa kecilnya akan berpengaruh kepada kepribadian di masa dewasanya (Cassidy & Shaver, 1999).

Bowlby (dalam Cassidy & Shaver, 1999) mengemukakan bahwa perilaku seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit, dan terancam disebut dengan perilaku lekat (attachment behavior). Perilaku lekat ini merupakan perilaku anak yang menangis, mendekati, mencari kontak dan berusaha untuk mempertahankan kontak pada figur lekatnya ketika anak sedang mencari kenyamanan atau rasa aman. Pada bayi perilaku yang menunjukkan kedekatan tersebut adalah menghisap, menempel, tersenyum, dan cenderung menangis. Selain itu, pengasuh juga akan memberi perlindungan terhadap bayi. Kelekatan memberi manfaat kelangsungan hidup terhadap bayi, memberi perlindungan dari bahaya dengan cara menjaga mereka dan selalu dekat dengan pengasuh utama biasanya

(30)

ibu (Cassidy & Shaver, 1999). Kelekatan membuat seorang bayi akan merasa nyaman untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya. Jika bayi merasa terpisah maka hal tersebut mengancam kesejahteraannya. Oleh karena itu, bayi mencoba untuk tetap berada di dekat pengasuh. Pada dasarnya kelekatan aman akan membuat bayi merasa nyaman untuk melakukan eksplorasi dan menguasai lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, kelekatan merupakan ikatan emosional yang kuat dan menetap yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orangtua sehingga dapat melindungi dan mendorong perkembangan remaja secara adaptif.

2. Perkembangan kelekatan Remaja dengan Orangtua

Dalam perkembangannya, berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh akan mengembangkan mekanisme mental yang dikenal dengan internal working model. Mekanisme ini merupakan sebuah keterampilan anak memandang mengenai diri sendiri dan orang lain yang menjadi dasar dalam keterampilan. Internal working

model mendasari anak untuk berelasi dengan orang lain, menghadapi

orang lain, dan kemampuan untuk meregulasi emosi. Dengan demikian Internal working model berkaitan dengan sifat kelekatan yang relatif stabil sepanjang hidupnya (Blount, Matthew & Hertenstein dalam Salkin, 2005)

(31)

Pengetahuan anak didapat dari interaksi dengan pengasuh. Anak yang memiliki orangtua yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust). Selanjutnya anak akan mengembangkan model yang paralel dalam dirinya. Anak dengan orangtua yang mencintai akan memandang dirinya berharga. Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orangtua pada orang lain, misalnya pada guru dan teman sebaya. Anak akan berpendapat bahwa guru dan teman adalah orang yang dapat dipercaya. Sebaliknya, anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial.

Allen (dalam Santrock, 2002) kelekatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orangtuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Kelekatan yang aman antara remaja dengan orangtua juga akan meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang positif di luar keluarga.

(32)

3. Aspek Kelekatan

Berdasarkan kajian dari Armsden & Greenberg (1987) elekatan terdiri dari tiga aspek yaitu rasa percaya(trust), komunikasi, dan alienasi (Barrocas, 2008). Rasa percaya(trust) dan komunikasi memiliki nilai positif yang akan menunjukkan atau mendukung adanya kelekatan remaja pada figur lekat. Sedangkan aspek alienasi mengandung penilaian yang berbeda dengan dua aspek sebelumnya karena menunjukkan nilai yang negatif sehingga kurang mendukung dan menunjukkan adanya kelekatan (Armsden & Greenberg, 1987). a. Rasa percaya(trust)

Rasa percaya didefinisi sebagai perasaan aman dan keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi kebutuhannya. Rasa percaya merupakan produk dari hubungan yang kuat, terutama partner dalam hubungan merasa bahwa mereka dapat bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, rasa percaya merupakan satu komponen dari hubungan yang kokoh antara anak dengan figur lekatnya. Rasa percaya berfokus pada keyakinan anak bahwa orang lain secara konsisten ada untuknya (Armsden & Greenberg, 1987).

Dalam perkembangannya, seseorang yang mengembangkan rasa percaya dengan orangtua akan memiliki sifat sejauh mana remaja memandang merasa orangtua akan selalu ada, merasa

(33)

bergantung dengan orangtua, mempercayai orangtua, dan mendapatkan rasa aman dari orangtua (Barrocas, 2008).

b. Komunikasi

Komunikasi didefinisikan sebagai komunikasi yang dua arah yang terjadi antara ibu dan anak. Menurut Segrin dan Flora (dalam Barrocas, 2008) komunikasi timbal balik yang terjadi secara harmonis akan membantu ikatan emosional yang kuat antara ibu dan anak. Remaja mencari kedekatan dan kenyamanan dalam bentuk nasihat ketika mereka merasa membutuhkannya, sehingga komunikasi menjadi sangat penting dalam masa remaja.

Remaja dengan komunikasi yang baik dengan orangtua akan merasa dekat dengan orangtua. Perasaan dekat dengan orangtua akan membuat remaja merasa dicintai dan dihargai orangtua (Barrocas, 2008). Dalam aspek komunikasi, remaja yang memiliki pola komunikasi yang baik dengan orangtuanya akan terbuka dengan orangtua tentang perasaan-perasaan yang dialaminya (Cassidy & Shaver, 1999).

c. Alienasi

Alienasi atau juga biasa disebut keterasingan merupakan suatu perasaan tidak aman atau perasaan terabaikan dari figur lekat (Armsden & Greenberg, 1987). Alienasi atau juga biasa disebut keterasingan adalah suatu perasaan yang dapat muncul

(34)

karena adanya penolakan dan pengabaian dari orangtua atau figur lekat (Barrocas, 2008). Alienasi merupakan tingkat kemarahan, pengasingan atau putus asa yang diakibatkan karena figur lekat yang tidak responsif atau tidak konsisten. Alienasi terjadi karena seseorang merasa bahwa figur lekat tidak ada sehingga kelekatan menjadi kurang aman. Perasaan negatif ini berkaitan dengan adanya perasaan dihindari oleh orangtua, merasa diabaikan oleh orangtua, merasa ditolak oleh orangtua.

(35)

B. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence

(kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah remaja sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Dalam Santrock (2012) remaja adalah seseorang individu yang berada pada rentang usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun, yang sedang mengalami transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa.

Masa remaja secara umum dianggap mulai dengan pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan seksual. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia 20 tahun. Masa remaja awal (sekitar usia 11 atau 12 sampai 14 tahun), pada masa ini adalah transisi keluar dari kanak-kanak dan menawarkan peluang untuk tumbuh bukan hanya dalam dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial (Papalia & Olds, 2008).

Menurut Monks (2004), pada masa remaja (12 tahun hingga dengan 21 tahun) dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: masa remaja awal (usia 12 tahun hingga 15 tahun), remaja tengah (usia 15 tahun

(36)

hingga 18 tahun), masa remaja akhir (usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun)

Berdasarkan penjelasan di atas remaja merupakan periode transisi antara usia kanak-kanak dan dewasa yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional dengan rentang usia 10 - 12 tahun dan berakhir di usia 18-21 tahun. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti menentukan subjek penelitian adalah remaja awal yaitu 12 – 15 tahun atau pada tingkat Pendidikan SMP. 2. Aspek Perkembangan Remaja

a. Fisik

Perkembangan fisik pada masa remaja menurut Papalia (2008) merupakan perubahan tubuh misalnya bentuk badan, perkembangan otak, kapasitas sensoris, dan kemampuan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat badan, pertumbuhan tulang dan otot, juga kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.

Pertumbuhan fisik pada masa remaja awal belum sepenuhnya sempurna. Pertumbuhan pada anak laki-laki lebih lambat daripada anak perempuan, namun pertumbuhan laki-laki lebih lama. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa

(37)

awal remaja sehingga membutuhkan penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Kognitif

Pada perkembangan kognitif, struktur otak yang semakin sempurna dan lingkungan yang semakin luas memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif pada masa ini dengan tahap operasi formal (Papalia & Olds, 2008).

Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock,2002). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan saat ini memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian remaja sudah mampu memperkirakan konsekuensi yang mungkin bisa membahayakan dari tindakannya.

Piaget (dalam Santrock, 2002) menjelaskan jika seorang remaja akan termotivasi untuk terus memahami dunia karena adanya perilaku adaptif mereka. Dalam pandangannya Piaget mengungkapkan jika remaja akan secara aktif membangun dunia kognitif mereka, sehingga informasi yang ada tidak selalu bisa diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Bagi Piaget, remaja sudah mampu membedakan ide-ide yang lebih

(38)

penting dan menghubungkan ide-ide tersebut sehingga muncul ide baru.

c. Sosial

Perkembangan kepribadian merupakan perubahan cara individu dalam berhubungan dengan dunia luar dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial merupakan perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2008). Perkembangan kepribadian yang sangat penting pada masa remaja merupakan pencarian identitas diri. Menurut Erikson (dalam Papalia & Olds,2008) pencarian identitas diri merupakan proses menjadi seseorang yang unik dengan suatu peran tertentu.

Dalam perkembangan sosial, kelompok teman sebaya menjadi dominan dalam hal pertimbangan remaja dalam berperilaku (Papalia & Olds, 2008). Remaja menganggap jika teman sebaya merupakan referensi utama dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Meskipun remaja sudah mampu menentukan jati dirinya sendiri, teman sebaya masih cukup berpengaruh dalam berperilaku.

(39)

C. PERILAKU MEROKOK

1. Pengertian perilaku merokok

Merokok adalah menghisap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 1990).

Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).

Berdasarkan uraian di atas perilaku merokok adalah satu aktivitas seseorang yang menghisap atau menghirup asap dari rokok. Perilaku tersebut dapat yang diamati dari fungsi rokok bagi individu, banyaknya rokok yang dihabiskan setiap hari dan lamanya seseorang telah merokok.

2. Tipe Perokok

Smet (1994) mengemukakan tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah:

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

(40)

c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari. 3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi perilaku merokok

Sarafino (2011) menyebutkan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu:

a. Faktor biologis

Banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Kebanyakan perokok memiliki nikotin dalam dalam darah yang cukup tinggi.

b. Faktor psikologis

Merokok dapat berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan serta dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.

c. Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya. Banyak remaja yang merokok karena terpengaruh oleh teman-temannya dan juga memiliki sahabat yang perokok.

(41)

d. Faktor demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin bertambah. Akan tetapi pengaruh jenis kelamin tidak terlalu berperan penting karena banyak pria dan wanita sudah memiliki kebiasaan merokok.

D. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN REMAJA DENGAN ORANGTUA DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orangtua. Bowlby (dalam Barrocas, 2008) menyatakan bahwa hubungan kelekatan akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Ainsworth (1985) mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut.

(42)

Kelekatan yang terjadi pada bayi dengan figur pengasuh memiliki peranan penting dalam kehidupan anak dan menjadi dasar dalam hubungan anak dengan orang lain di kemudian hari. Kualitas kelekatan yang terbentuk antara anak dengan figur pengasuh di masa lampau tidak lantas hilang begitu saja namun akan senantiasa berkembang ketika individu menginjak pada masa remaja maupun dewasa. Dengan kata lain kualitas kelekatan yang tampak pada hubungan yang terjalin pada saat individu memasuki masa remaja dan dewasa bersumber dari kualitas kelekatan yang dirasakan ketika individu tersebut ketika masih bayi hingga kanak-kanak. Burland dan Zimmerman (dalam Santrock, 2002) kelekatan dengan orangtua juga menumbuhkan berbagai kemampuan adaptif yang berkaitan dengan kemampuan sosial karena perkembangan kemampuan sosial bersumber pula dari perkembangan karkteristik mental individu seperti harga diri, kepercayaan diri, kemampuan penyesuaian emosional, dan sebagainya.

Kelekatan yang terjalin antara figur pengasuh dengan remaja terbangun dari adanya tiga aspek aspek yang mendukung tumbuhnya kelekatan dan menghambat tumbuhnya kelekatan. Aspek yang mendukung tumbuhnya kelekatan yaitu rasa percaya(trust) dan komunikasi. Kedua aspek ini akan menggambarkan hubungan yang kuat antara remaja dengan figur lekat. Sedangkan aspek yang

(43)

mengahambat tumbuhnya kelekatan atau alienasi lebih menggambarkan tentang kurangnya kedekatan antara remaja dengan figur pengasuh.

Rasa percaya(trust) dalam kelekatan membuat remaja belajar membangun rasa percaya dalam suatu hubungan dengan belajar bahwa orang lain secara konsisten ada untuknya (Collins & Repinsky, 1994; Armsden & Greenberg, 1987). Remaja yang memiliki hubungan aman dengan figur lekatnya akan memandang orang lain akan ada untuknya dan merasa diri dicintai sehingga remaja akan memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain dan dirinya. Hal tersebut akan mempengaruhi remaja dalam memotivasi dirinya sendiri dan membina hubungan dengan orang lain (Wills, 1985; Maholtra, 1977 dalam Barrocas, 2008), Remaja yang memandang orang lain ada untuknya akan merasa dicintai sehingga remaja akan memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain dan dirinya (Steinberg, 2002). Santrock (2002) menjelaskan jika anak yang tumbuh dalam kelekatan yang aman akan menjadi individu yang memiliki harga diri dan kesejahteraan emosianal yang baik. Adanya figur orangtua membuat remaja percaya diri untuk mengekplorasi lingkungan baru yang semakin luas. Kondisi psikologis yang sehat membantu remaja dari kecemasan dan kemungkinan perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Dengan demikian remaja tidak terjerumus dalam perilaku merokok

(44)

karena memiliki kondisi psikologis yang sehat ditambah adanya figur lekat yang akan selalu mendukung secara emosional.

Komunikasi dalam kelekatan diibaratkan sebagai komunikasi dua arah yang terjadi antara remaja dengan figur lekat atau orangtua. Remaja yang merasa dekat dengan orangtuanya akan mampu mengungkapkan segala permasalahannya dengan orangtua secara terbuka sehingga dapat saling menyampaikan pendapat dan perasaannya. Hal ini akan mendorong remaja dalam menumbuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Bagi remaja komunikasi yang baik antasa remaja dengan orangtua juga akan mampu menumbuhkan perasaan dicintai oleh orangtua (Armsden & Greenberg, 1987). Interaksi yang terbuka antara remaja dan orangtua akan menumbuhkan iklim yang suportif dalam keluarga dan akan membuat remaja merasa aman menghadapi tahapan perkembangannya (Santrock, 2002). Dengan adanya dukungan atau iklim yang suportif dalam keluarga remaja akan remaja akan terhindar dari perilaku menyimpang khususnya perilaku merokok.

Aspek alienasi dalam kelekatan merupakan aspek yang mempunyai kecenderungan yang negatif. Alienasi menggambarkan perasaan negatif remaja terhdap orangtua. Aspek alienasi ini cenderung menggambarkan tidak adanya orangtua atau pengasuh yang seharusnya dapat menjadi figur lekat. Hubungan antara remaja dengan pengasuh

(45)

yang kurang konsisten memunculkan perasaan diabaikan atau bahkan ditolak bagi remaja. Hal ini akan menimbulkan munculnya kecemasan pada remaja (Cassidy & Shaver, 1999). Kecemasan yang tinggi pada masa remaja akan membuat remaja mencari pelampiasan dengan melakukan hal-hal yang dirasa meredakan ketegangan atau kecemasan tersebut. Pada umumnya remaja dengan kondisi tersebut akan mudah mangadaptasi perilaku menyimpang misalnya merokok atau bahkan berkaitan dengan penyalahgunaan zat terlarang (Sarwono, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat jika kualitas kelekatan antara figur lekat atau orangtua dengan remaja akan sangat berpengaruh dalam perkembangan emosional remaja. Dengan demikian keadaan emosional juga akan mempengaruhi remaja dalam beperilaku. Jika remaja memiliki kelekatan aman dengan figur lekat atau orangtua, hal ini akan menumbuhkan keadaan emosional yang aman dan membuat remaja merasa memiliki dukungan emosional yang positif. Dengan demikian remaja tidak perlu mencari kompensasi lain dalam menghadapi badai krisis yang ada pada masa remaja. Sebaliknya jika remaja tidak memiliki kelekatan yang aman dengan orangtua, akan menumbuhkan perasaan-perasaan yang tidak aman. Dengan tidak adanya dukungan emosional yang positif dari orangtua, remaja akan memiliki kecenderungan lebih besar dalam mencari kompensasi dalam menghadapi krisis pada masa remaja.

(46)

Remaja dalam penjelasan sebelumnya merupakan masa transisi antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Hall (dalam Santrock,2003) menjelaskan remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23 tahun dan penuh dengan badai dan tekanan. Badai dan tekanan (storm and stress) adalah konsep Hall tentang remaja sebagai masa goncangan yang ditandai dengan adanya konflik dan perubahan suasana hati. Selain itu, masa remaja adalah masa yang rentan terhadap berbagai masalah, sehingga terkadang remaja gagal dalam menjalankan perkembangannya. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Adams & Gullotta (dalam Laible dkk, 2000) mengemukakan jika masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap depresi, perilaku menyimpang, bunuh diri, dan penyalahgubaan obat atau alkohol.

Kecenderungan remaja untuk merokok dalam menghadapi masalahnya merupakan tanda bahwa remaja tidak memiliki kemampuan emosional dan dukungan emosional yang baik. Hal ini sesuai dengan Baer dan Corado (dalam Atkinson, 1999; Steinberg, 2002) menjelaskan bahwa remaja perokok adalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia. Remaja dalam keluarga yang tidak bahagia cenderung memiliki hubungan emosional yang kurang dekat atau bermasalah dengan orangtuanya. Steinberg (2002) mengungkapkan jika kedekatan antara remaja dengan orangtuanya sangat kurang, remaja

(47)

akan mempunyai kecenderungan perilaku menyimpang dari perilaku merokok hingga penyalahgunaan obat. Hal ini juga dibahas oleh Santrock (2002) tentang kelekatan remaja dengan orangtua dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Laible, Carlo, & Raffaelli (2000) menjelaskan jika pada masa remaja interaksi antara remaja dan orangtua masih sangat penting meski sebagian besar waktu remaja dihabiskan dengan lungkungan baru di luar keluarga. Dengan demikian kelekatan antara remaja dengan orangtua atau figur lekat akan memiliki peran yang signifikan dalam menentukan masa perkembangannya. Dalam hal ini kelekatan yang terjalin akan memberikan efek adaptif bagi remaja dalam mengahadapi krisis yang ada pada masa perkembangaanya.

E. HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara perilaku merokok dengan kelekatan orangtua pada remaja. Semakin tinggi tingkat kelekatan remaja dengan orangtua maka perilaku merokok akan semakin rendah.

(48)

F. SKEMA PENELITIAN

Remaja

Kelekatan dengan orangtua tinggi

Kelekatan dengan orangtua rendah

• Rasa percaya kepada orangtua membuat remaja merasa aman untuk mengeksplorasi

lingkungan baru sehingga remaja memiliki kesehatan psikologis yang baik untuk menghadapi masa

perkembangannya

• Komunikasi yang terjalin dengan baik dengan orangtua akan membuat remaja mampu mengungkapkan perasaan dan masalahnya sehingga akan menumbuhkan iklim suportif bagi remaja untuk menghadapi tekanan dalam masa remaja. • Remaja dengan alienasi yang

rendah akan memiliki

pandangan yang positif kepada orangtua, sehingga remaja merasa yang merasa diterima oleh oranng tuanya mendapat dukungan dalam menghadapi tekanan dalam masa

perkembangan

• Rasa percaya yang kurang kepada orangtua membuat remaja merasa tidak percaya diri untuk mengeksplorasi lingkungan secara luas

sehingga remaja membutuhkan pelampiasan yang

menimbulkan rasa aman untuk mengeksplorasi lingkungan perkembangannya.

• Komunikasi yang kurang hangat dengan orangtua akan membuat remaja memiliki kemampuan mengelola emosi yang kurang sehingga remaja akan cenderung mengadaptasi perilaku yang salah dalam mengelola emosinya

• Remaja dengan alienasi yang tinggi memiliki perasaan yang negatif dan ditolak oleh orangtuanya sehingga remaja akan mencari pelampiasan dalam bentuk perilaku yang membuatnya merasa diterima untuk menghadapi tekanan dalam masa perkembangan.

Perilaku merokok cenderung rendah

Perilaku merokok cenderung tinggi

Frekuensi merokok cenderung lebih sedikit

Frekuensi merokok cenderung lebih banyak

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Azwar, 2005). Penelitian korelasional dalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara kelekatan remaja awal dan orangtua dengan perilaku merokok

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yaitu: Variabel terikat : perilaku merokok

Variabel bebas : kelekatan remaja awal dengan orangtua C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Kelekatan remaja dengan orangtua

Kelekatan remaja awal dengan orangtua merupakan keadaan dimana remaja memiliki hubungan yang lekat dengan orangtua yang memberikan rasa nyaman, aman dan senang pada remaja karena adanya rasa percaya dan komunikasi yang tinggi serta kurangnya aspek alienasi. Kelekatan remaja awal dengan orangtua akan diungkap melalui skala kelekatan remaja awal dengan orangtua yang

(50)

meliputi tiga aspek di atas, yaitu rasa percaya, komunikasi dan alienasi.

Rasa percaya diukur berdasarkan sejauh mana remaja memandang merasa orangtua akan selalu ada, merasa bergantung dengan orangtua, mempercayai orangtua, dan mendapatkan rasa aman dari orangtua.

Komunikasi diukur berdasarkan sejauh mana remaja memiliki sikap Merasa dekat dengan orangtua, merasa dicintai orangtua, merasa dihargai orangtua, merasa diterima, dan terbuka dengan orangtua.

Alienasi diukur berdasarkan sejauh mana remaja mengalami perasaan negatif seperti merasa marah, sedih, atau kecewa dengan orangtua. Perasaan negatif ini berkaitan dengan adanya perasaan dihindari oleh orangtua, merasa diabaikan oleh orangtua, merasa ditolak oleh orangtua.

Semakin tinggi skor pada aspek rasa percaya dan komunikasi serta semakin rendah skor pada aspek alienasi, maka semakin tinggi kelekatan remaja awal dengan orangtua. Sebaliknya, semakin rendah skor pada aspek rasa percaya dan komunikasi sedangkan pada skor alienasi semakin tinggi maka semakin rendah kelekatan remaja dengan orangtua.

(51)

2. Perilaku merokok

Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang menghisap atau menghirup asap dari rokok, yang diamati dari banyaknya rokok yang dihabiskan setiap hari. Perhitungan variabel ini berdasarkan banyaknya rokok yang dikonsumsi seseorang. Apabila subyek menjawab dengan jumlah rokok yang banyak, maka subyek akan mendapat skor tinggi. Sebaliknya, apabila subyek mengungkapkan jumlah rokok yang dikonsumsi sedikit maka subyek akan mendapat skor rendah.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek pada penelitian ini adalah siswa SMP di daerah Yogyakarta berjumlah 200 orang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat dari sebuah populasi yang telah ditentukan (Azwar, 2010).

Subjek dalam penelitian ini difokuskan pada remaja awal dengan usia 11 – 15 tahun atau siswa SMP sesuai dengan Komalasari & Helmi (2000) dan Smet (1994).

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah: 1. Remaja laki-laki

2. Berusia 12-15 tahun 3. Perokok aktif

(52)

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang memuat skala dan angket. Skala dengan stimulus yang berisi pernyataan-pernyataan yang mengungkap indikator dari variable penelitian. Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana masing-masing item berbentuk favorable dan unfavorable. Dalam aplikasinya, subjek diminta memberikan respon kesesuaian-ketidaksesuaian terhadap setiap item dalam sebuah kontinum yang terdiri dari beberapa pilihan respon (Supratiknya, 2014).

Angket merupakan pertanyaan yang secara langsung mengungkap informasi yang akan diungkap. Hal ini berkaitan dengan asumsi bahwa angket akan mengungkap fakta secara langsung tentang diri subjek. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kelekatan remaja dengan orangtua. Sedangkan untuk perilaku merokok diungkap menggunakan angket.

1. Skala Kelekatan

Penyusunan skala kelekatan dalam penelitian ini didasarkan pada tiga aspek kelekatan yaitu rasa percaya, komunikasi dan alienasi. Dalam skala kelekatan masing-masing aspek kelekatan terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)”, dan “Sangat Tidak Setuju (STS)”. Nilai skor mulai dari angka 1 sampai dengan angka 4, dengan tidak adanya

(53)

respon netral. Hal ini dikarenakan untuk menghindari kecenderungan subjek memilih jawaban tengah dan agar subjek lebih tegas dalam memilih jawaban.

Blue Print dari skala kelekatan terlampir.

Tabel spesifikasi skala kelekatan dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1 Tabel Spesifikasi Skala Kelekatan Remaja

Aspek kelekatan

Item No. soal Jumlah Presentase

Trust favorable 1,7,13,19,25,3 1,37,43,49,55 10 16,6 % unfavorable 6,12,18,24,30, 36,42,48,54,60 10 16,6 % Komunikasi Favorable 3,9,15,21,27,3 3,39,45,51,57 10 16,6 % Unfavorable 4,10,16,22,28, 34,40,46,52,58 10 16,6 % Alienasi Favorable 5,11,17,23,29, 35,41,47,53,59 10 16,6 % Unfavorable 2,8,14,20,26,3 2,38,44,50,56 10 16,6 % Jumlah 60 100 %

(54)

2. Angket Perilaku Merokok

Untuk mengetahui frekuensi merokok maka digunakan angket. Data yang diungkap oleh angket berupa data faktual atau dianggap fakta dan kebenarannya diketahui oleh subyek. Selain itu, didukung juga dengan pertanyaan terbuka yang dirancang oleh penulis berdasarkan penelitian Komalasari & Helmi (2000) dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku merokok, yaitu fungsi rokok bagi remaja, bagaimana tanggapan orangtua tentang perilaku merokok, lamanya remaja merokok. Peneliti juga menambahkan pertanyaan mengenai sumber remaja mendapatkan rokok dan apakah kebiasaan mereka mendapat ijin dari orangtuanya merujuk pada penelitian Wiryanatha & Ani (2014).

Tabel 2 Tabel Angket Perilaku Merokok

Angket perilaku merokok

1. Pada usia berapa anda pertama kali mencoba merokok? 2. Apa yang membuat anda tertarik untuk merokok pada saat

itu?

3. Mulai usia berapa anda aktif merokok? 4. Apa alasan anda menjadi merokok?

5. Apakah orangtua anda mengetahui bahwa anda merokok? 6. Bagaimana tanggapan orangtua tentang perilaku merokok

(55)

anda?

7. Berapa uang saku anda perhari?

8. Berapa biaya yang anda keluarkan untuk membeli rokok perharinya?

9. Dari mana anda mendapatkan uang untuk membeli rokok? 10. Berapa jumlah rata-rata batang rokok yang anda konsumsi

setiap hari?

F. UJI COBA ALAT UKUR

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengadakan uji coba alat ukur. Uji coba dilakukan peneliti untuk memastikan kualitas dan keandalan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Uji coba dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2016 pada remaja di sekitar kota Yogyakarta. Subjek yang dalam uji coba penelitian ini berjumlah 40 orang dan kepada seluruh subjek diberikan dua jenis alat ukur, yaitu skala kelekatan dan angket perilaku merokok. Setiap subjek memperoleh satu eksemplar yang terdiri dari dua alat ukur tersebut.

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Sebelum melakukan penelitian dengan alat ukur yang sudah dibuat, peneliti melakukan uji coba alat ukur penelitian terlebih dahulu terhadap subjek dengan kriteria yang sama dengan subjek penelitian. Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur tersebut adalah untuk memperoleh

(56)

validitas dan reliabilitas alat ukur sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki standar yang dapat dipercaya, dan akurat.

1. Validitas

Dalam Supratiknya (2014) validitas merupakan kualitas esensial yang menunjukkan suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak diukur. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut (Azwar, 2007). Penelitian ini menggunakan validitas isi sebagai acuan untuk menjamin kualitas skala atau alat ukur. Validitas isi dicapai dengan pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat

professional judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing.

Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana aitem-aitem dalam tes yang mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan atribut yang hendak diukur (Azwar,2007).

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran jika pengetesan dilakukan berulang kali terhadap individu atau kelompok (Supratiknya, 2014). Reliabilitas meliputi ketepercayaan, kestabilan

(57)

dan konsitensi alat ukur. Rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas (Azwar, 2004).

Peneliti menggunakan analisis reliabilitas analisis Alpha

Cronbach menggunakan SPSS for windows 19. Koefisien reliabilitas

berada ditunjukkan dalam rentang 0,00 sampai 1,00. Jika angka koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 maka reliabilitas semakin tinggi. Jika angka koefisien reliabilitas semakin mendekati 0,00 maka reliabilitas semakin rendah.

Uji reliabilitas item dalam penelitian ini, pada skala kelekatan remaja dengan orangtua diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,857 dari 60 item. Dengan demikian reliabilitas pada skala kelekatan remaja dikatakan mendekati angka 1 sehingga bisa dikatakan reliabel.

H. SELEKSI ITEM

Seleksi item dalam penelitian ini menggunakan teknik koefisien korelasi dengan mengkorelasikan konsistensi antara fungsi item dengan fungsi skala secara keseluruhan atau sering disebut dengan konsistensi aitem total. Pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan distribusi skor total sebagai kriteria. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang umumnya dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2008). Semakin tinggi korelasi positif antara skor item

(58)

dengan skor tes berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan tes keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Azwar (2008) mengatakan bahwa nilai koefisien korelasi item total minimal 0,30. Apabila jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, kriteria tersebut dapat diturunkan menjadi 0,25. Penelitian ini menggunakan korelasi item total 0,25.

(59)

Tabel 3 Tabel Spesifikasi Item Skala Kelekatan Remaja(setelah uji coba)

Aspek kelekatan

Item No. soal Jumlah Presentase

Trust Favorable 1(1),5(7),9(13),14(1 9),19(25), 24(31),29(37),34(4 3),39(49), 9 19,15 % Unfavorable 13(18),18(24),23(3 0),28(36), 33(42),43(54),47(6 0) 7 14,9 % Komunikasi Favorable 2(3),7(9),11(15),16( 21),21(27), 31(39),36(45),40(5 1), 8 17,02 % Unfavorable 3(4),8(10),26(34),3 7(46), 41(52),45(58) 6 12,7 % Alienasi Favorable 4(5),12(17),17(23), 22(29),27(35), 9 19,15 %

(60)

32(41),38(47),42(5 3),46(59) Unfavorable 6(8),10(14),15(20), 20(26), 25(32),30(38),35(4 4),44(56) 8 17,02 % Jumlah 47 100 %

Keterangan: ( ) = nomor item sebelum uji coba I. METODE ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk melihat apakah data penelitian berasal dari sebaran yang normal atau tidak pada populasi. Penelitian ini akan menggunakan analisis Kolmogorov– Smirnov pada SPSS 19. Jika hasil perhitungan menunjukan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan data berbeda secara signifikan, dengan kata lain data tidak normal. Suatu data dikatakan normal apabila hasil perhitungan menunjukkan nilai p lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2010) b. Uji Linearitas

Uji linear bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dan mengetahui pola hubungan

(61)

linear (Noor, 2013). Uji linearitas menggunakan test for linearity yang terdapat dalam SPSS for windows versi 19. Data dinyatakan linear apabila kedua variabel yang diteliti memiliki signifikan kurang dari 0,05 (0,05).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kelekatan remaja dengan orangtua dan kiner. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment pada SPSS

19 for windows jika data terdistribusi dengan normal. Jika dalam uji

asumsi, data tidak berdistribusi normal, maka peneliti akan menggunakan uji hipotesis korelasi Spearman (santoso, 2010). Apabila koefisien korelasi memiliki taraf signifikansi p < 0,05 maka terdapat korelasi yang signifikan antara kedua variable yang diujikan.

(62)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di kota Yogyakarta pada bulan Juli hingga Oktober 2016. Subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah remaja dengan jumlah 200 orang yang memiliki kriteria sesuai dengan kriteria subjek penelitian.

Penelitian dilaksanakan dengan menyebar alat ukur di lingkungan pelajar biasa berkumpul. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan peneliti ingin menghindari pengaruh pihak ketiga dalam kaitannya menghindari kemungkinan faking jika berada di lingkungan sekolah atau rumah. Dalam menyebar alat ukur peneliti mendatangi langsung dan mendampingi saat subjek mengisi kuesioner.

B. DESKRIPSI SUBYEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini berdasarkan kriteria sebelumnya yaitu remaja laki-laki berusia 12-15 tahun perokok aktif dan tinggal bersama orangtua. Secara keseluruhan subjek merupakan siswa yang bersekolah di tingkat SMP. Subjek penelitian ini merupakan warga sekitar kota Yogyakarta khususnya di daerah Sleman dan Gunungkidul.

(63)

Tabel 4: Deskripsi Subjek Penelitian Usia Jumlah Persentase

12 57 28.5

13 79 39.5

14 64 32

Jumlah 200 100

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN 1. Deskripsi Statistik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh hasil data penelitian yang dapat membandingkan data teoretik dan data empiris. Data tersebut digunakan untuk melihat hubungan antara seubjek dengan variable kelekatan remaja dengan orangtua dan perilaku merokok. Cara yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan mean teoretik dan mean empiris. Berikut disajikan hasil pengumpulan data penelitian dan diperoleh deskripsi data penelitian sebagai berikut:

Tabel 5 Deskripsi Statistik

Variabel Mean Teoretik Mean Empiris Min Max Mean SD Min Max Mean SD Kelekatan 47 188 117,5 23,5 101 142 121,37 7,77

Gambar

Tabel spesifikasi skala kelekatan dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2 Tabel Angket Perilaku Merokok
Tabel  3  Tabel  Spesifikasi  Item  Skala  Kelekatan  Remaja(setelah  uji  coba)
Tabel 4: Deskripsi Subjek Penelitian
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

IMPLEMENTASI CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN LOYALITAS NASABAH PRODUK DANA BANK TABUNGAN NEGARA (BTN), KANTOR CABANG PEMBANTU UNIVERSITAS

Our data (Table 2) showed that water fraction, butanol and ethyl acetate fraction of velvet bean seeds decreased platelet aggregation (as an antiplatelet activity) probably due

Untuk memperoleh keunggulan daya saing secara global, puskesmas dituntut mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dengan harga yang wajar bersaing dimana tujuan utama

[r]

[r]

Mendeskripsikan bentuk satuan lingual yang menyatakan ekspresi cemas dalam novel Ketika Cinta Berstasbih karya Habiburrahman El Shirazy tinjauan

Penambahan Aclinop pada ransum komersial yang digunakan dalam penelitian ini dapat menurunkan jumlah ookista Eimeria spp.. pada tinja ayam ras pedaging dibanding

Novia Andi Putra, Nim A310 050 088, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.