• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Taroenadhibrata yang dilakukan pada bulan Juni 2017 dengan jumlah. sampel 57 responden didapatkan hasil sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Taroenadhibrata yang dilakukan pada bulan Juni 2017 dengan jumlah. sampel 57 responden didapatkan hasil sebagai berikut:"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian tentang “Hubungan komunikasi terapeutik dan ketrampilan klinis perawat dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata” yang dilakukan pada bulan Juni 2017 dengan jumlah sampel 57 responden didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data karakteristik responden seperti pada tabel 4.1. dibawah ini :

Tabel 4.1 Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi (n = 57) Prosentase (%) Jenis Kelamin Responden

Laki- laki 30 52,6 Perempuan 27 47,5 Umur responden 15 – 30 tahun 14 24,6 31 – 50 tahun 17 29,8 51 – 70 tahun 21 36,8 >70 tahun 5 8,8 Pendidikan responden SD 29 50,9 SMP 12 21,1 SMA 12 21,1 S1 4 7

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa karakteristik responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 30 responden (52,6%),

(2)

yang berpendidikan SD yaitu 29 responden (50,9%) dan sebagian besar berumur 51-70 tahun yaitu sebanyak 21 responden (36,8%).

2. Komunikasi Terapeutik

Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner komunikasi terapeutik, sebagai berikut: Kuesioner komunikasi terapeutik dengan jumlah 12 pernyataan, 12 di katakan valid, dengan hasil uji validitas 0,534-0,810. Kuesioner komunikasi terapeutik dengan jumlah 12 pernyataan dengan hasil uji 0,765 di katakan reabilitasnya tinggi.

Komunikasi terapeutik dibagi menjadi dua kategori yaitu baik jika mampu menjawab 33-64 dan kurang baik jika mampu menjawab 16-32 Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Komunikasi terapeutik

Variabel Frekuensi (n = 57) Persentase (%) Komunikasi Terapeutik

Baik 39 68,4

KurangBaik 18 31,6

Total 57 100

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu sebanyak 39 responden (68,4%) dan kurang baik sebanyak 18 responden (31,6%).

3. Ketrampilan Klinis

Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner komunikasi terapeutik, sebagai berikut: Kuesioner ketrampilan klinis dengan jumlah 12 pernyataan, 11 di katakan valid dan 1 di katakan tidak valid dengan hasil uji validitas 0,497-0,729 dan tidak valid 0,340, pada pernyatan

(3)

ketrampilan klinis yang tidak valid di hapus karena menurut peneliti masih ada 3 penyataan yang valid pada aspek pemberian obat injeksi. Kuesioner ketrampilan klinis dengan jumlah 11 pernyataan dengan hasil uji 0,744 di katakan reabilitasnya tinggi.

Ketrampilan klinis dibagi menjadi dua kategori yaitu baik jika menjawab pernyataan>7 dan kurang baik jika menjawab pernyataan < 7 Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3Ketrampilan klinis

Variabel Frekuensi (n = 57) Persentase (%) Ketrampilan Klinis

Baik 42 73,7

Kurang Baik 15 26,3

Total 57 100

Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar perawat mempunyai ketrampilan klinis yang dipersepsikan oleh responden baik yaitu sebanyak 42 responden (73,7%), dan kurang baik sebanyak 15 responden (26,3%).

4. Kepuasan Pasien

Hasil uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner kepuasan pasien sebagai berikut: Kuesioner kepuasan pasien dengan jumlah 20 pernyataan, 20 di katakan valid, dengan hasil uji validitas 0,542-0,802. Kuesioner komunikasi terapeutik dengan jumlah 20 pernyataan dengan hasil uji 0,752 di katakan reabilitasnya tinggi.

(4)

Kepuasan pasien dibagi menjadi dua kategori yaitu puas jika menjawab 61-84 dan kurang puas jika menjawab 21-60. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4Kepuasan pasien

Variabel Frekuensi (n = 57) Persentase (%) Kepuasan Pasien

Puas 42 73,7

Kurang Puas 15 26,3

Total 57 100

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pasien yang puas adalah sebanyak 42 responden (73,7%), dan kurang puas sebanyak 15 responden (26,3%).

5. Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien

Hasil dari analisis bivariat tentang hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibratadengan menggunakan uji Chi Square, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5 Analisis hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata.

Tabel 4.5Hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien

Komunik asi Terapeut ik Kepuasan Pasien Total OR ρ-value

Puas Kurang puas

f % F % f % Baik 33 84,6 6 15,4 39 100 5,500 0,010 Kurang baik 9 50,0 9 50,0 18 100 Total 42 73,7 15 26,3 57 100 * Keterangan: Signifikan pada ρ-value 0,05, n=57

(5)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik dalam kategori baik dengan responden yang puas yaitu sebesar 33 responden (84,6%), dan yang kurang puas yaitu 6 responden (15,4%). Perawat yang komunikasi terapeutik kategori kurang baik dengan puas sebesar 9 responden (50,0%), dan yang kurang puas yaitu 9 responden (50,0%). Dari hasil uji Chi Square didapatkan ρ-value = 0,010 (< 0,05) yang artinya ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata. Hasil analisis juga didapatkan OR (odds ratio) yaitu 5,500 yang berarti bahwa perawat yang mempunyai komunikasi terapeutik baik akan meningkatkan kepuasan pasien5,500 kali lebih besar terhadap komunikasi terapeutik yang kurang baik.

6. Hubungan Ketrampilan Klinis dengan Kepuasan Pasien

Hasil dari analisis bivariat tentang Hubungan ketrampilan klinis perawat dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata dengan menggunkan uji Chi Square, dan didapatkan hasil sebagai berikut :

(6)

Tabel 4.6 Analisis hubungan ketrampilan klinis dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata.

Tabel 4.6Hubungan ketrampilan klinis dengan kepuasan pasien

Ketramp ilan Klinis Kepuasan Pasien Total OR ρ-value

Puas Kurang puas

f % f % f % Baik 36 85,7 6 14,3 42 100 9,000 0,001 Kurang baik 6 40,0 9 60,0 15 100 Total 42 73,7 15 26,3 57 100 * Keterangan: Signifikan pada ρ-value 0,05, n=57

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa ketrampilan klinis dengan kategori baik yang puas yaitu sebesar 36 responden (85,7%) dan responden yang kurang puas yaitu 6 responden (14,3). Ketrampilan klinis perawat yang kurang baik yang puas sebesar 6 responden (40,0%) dan ketrampilan klinis dengan kategori kurang puas sebesar 9 (60,0). Dari hasil uji Chi Square didapatkan ρ-value = 0,001 (< 0,05) yang artinya ada hubungan ketrampilan klinis perawat dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata. Hasil analisis juga didapatkan OR (odds ratio) yaitu 9,000 yang berarti bahwa perawat yang mempunyai ketrampilan klinis baik akan berpotensi meningkatkan kepuasan pasien9,000 kali lebih besar terhadap kepuasan ketrampilan klinis yang kurang baik.

(7)

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang telah dilakukan di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibratadengan 57 responden yang telah memenuhi syarat untuk menjadi responden menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 30 responden (52,6%) karena jenis kelamin laki-laki cenderung lebih menerima pelayanan yang diberikan jika dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (Robbins, 2008).Jenis kelamin mempengaruhi persepsi dan harapan pasien untuk memenuhi kebutuhan termasuk pelayan kesehatan.Laki-laki memiliki kecenderungan pekerjaan yang lebih berat dibanding perempuan, sehingga lebih mudah terserang penyakit (Wahyu, 2006).

Potter & Perry (2009) menunjukkan bahwa laki-laki cenderung mengkomunikasikan sesuatu secara langsung tanpa banyak pertimbangan dan melihat hubungan sebagai tugas saja, sedangkan wanita cenderung lebih hati-hati dan teliti dalam melakukan penilaian terhadap sesuatu yang dianggap baik dan kurang baik dengan menggunakan perasaan.Laki-laki lebih mudah memberikan penilaian kepuasan tinggi, dari pada wanita yang cenderung memerlukan banyak pertimbangan dalam memberikan penilaian.Pada dasarnya perempuan danlaki-laki memiliki gaya komunikasi yang berbeda.Jenis kelamin dapat mempengaruhi seseorang padasaat berinteraksi.Hal tersebut dapat mempengaruhiseseorang dalam menafsirkan pesan yangditerimanya.

(8)

Karakteristik responden berdasarkan umur yaitu sebagian besar responden berumur antara 51 – 70 tahun sebanyak 21 responden (36,8%). Pasien pada usia ini adalah lansia awal, dalam tahap lansia awal adalah tahap anak-anak mulai meninggalkan rumah, pasien memasuki tahap keluarga pasca orangtua. Pada saat di rumah sakit pasien ini akan menerima dan menghargai perawat yang memenuhi harapan dan berkomunikasi secara efektif tentang masalah kesejahterahan lansia. Lansia yang terpisah dari keluarga dan teman akan jarang mengalami sentuhan (Potter & Perry, 2009). Saat berada di rumah sakit mereka akanmerasa diperhatikan dan dihargai oleh perawat yang setiap hari datang ke ruang mereka, akibatnya mereka akan cenderung mudah mengatakan puas terhadap pelayanan keperawatan yang mereka terima karena merasa memiliki teman selama berada di rumah sakit.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori Darmojo (2006) umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Hal ini terkait dengan sel maupun organ tubuh telah mengalami penurunan fungsi seiring dengan peningkatan usia.Menurut Darmanto (2015) mayoritaslansia berumur 60-74 tahun akan mulai mengalami perubahan ataukemunduran dalam berbagai aspek kehidupan baik secara fisik maupunpsikis.

2. Komunikasi Terapeutik

Pada variabel komunikasi terapeutik diketahui bahwa sebagian besar perawat dengan komunikasi terapeutik baik sebanyak 39 responden

(9)

(68,4%), dan 18 perawat (31,6%) kurang baik dalam komunikasi terapeutik.

Hasil analisa menunjukan dari jawaban responden menunjukan bahwa skor paling banyak dari 57 responden 68,4% menilai perawat menerapkan komunikasi terapeutik yang baik, dari indikator untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Hal ini didapatkan pada pernyataan nomer 7 “Perawat melakukan tindakan keperawatan dengan sopan dan ramah” dengan skor 198, pernyataan nomer 12 “Perawat menggunakan pakaian yang bersih dan rapi” dengan skor 191, pernyataan nomer 5 “Perawat memberitahu pasien apabila tindakan sudah selesai dilakukan” dengan skor 190. Pada pernyataan nomer 7 dan nomer 5 termasuk dalam membangun hubungan saling percaya pasien dan perawat sedangkan pernyataan nomer 12 termasuk dalam menciptakan kenyamanan pasien. Sedangkan penerapan komunikasi terapeutik yang kurang baik terdapat pada nomer 1 “Perawat memperkenalkan diri ketika pertama kali bertemu “ dengan skor 143, pernyataan nomer 8 “Perawat posisikan jarak dengan pasien tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh” dengan skor 152, pada pernyataan nomer 1 menunjukan bahwa masih banyak perawat yang belum menyebutkan namanya atau memperkenalkan diri terlebih dahulu, sedangkan pada pernyataan nomer 8 Perawat tidak memperhatiakan apakah jarak fisik antara perawat dan pasien menciptakan rasa nyaman bagi pasien.

(10)

Salah satu faktor yang mempengaruhikepuasan pasien adalah memberikanpelayanan dengan komunikasi yangterapeutik. Perawat yang memilikiketrampilan berkomunikasi secara terapeutiktidak saja akan menjalin hubungan rasapercaya pada pasien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatandan meningkatkan citra profesi keperawatanserta citra rumah sakit (Dwidiyanti, 2008).

Dalam komunikasi terapeutik yang baik terdapat beberapa tahapan-tahapan yaitu pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Pada penelitian ini tahapa komunikasi terapeutik yang dibahas yaitu pada tahap orientasi, disini peneliti menilai bagaiman ketika perawat betemu pertama kali dengan pasien dan bagaimana sikap yang ditunjukan oleh perawat.

3. Ketrampilan Klinis

Pada variabel ketrampilan klinisdapat diketahui bahwa sebagian besar perawat mempunyai ketrampilan klinis baik yaitu sebanyak 42 responden (73,7%), dan kurang baik sebanyak 15 responden (26,3%).

Hasil analisa menunjukan dari jawaban responden menunjukan bahwa skor paling banyak dari 57 responden 73,7 % menilai perawat menerapkan ketrampilan klinis yang baik, pada pernyataan nomer 10 “Perawat membersihkan bagian yang akan di suntik dengan kapas basah” dengan skor 47, pada pernyataan nomer 9 “Perawat menggunakan sarung tangan sebelum memberikan obat”. Sedangkan ketrampilan klinis yang

(11)

kurang baik terdapat pada pernyataan nomer 1 “Perawat mengenakan sarung tangan sebelum memandikan pasien” dengan skor 31.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan menurut Bertnus(2009)yaitu pengetahuan, pengalaman, keinginan/motivasi.Seorang perawat harus memiliki faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi ketrampilan, hal ini berkaitan dengan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk membangun suatu ketrampilan yang baik.Seorang perawat harus memiliki ketrampilan yang profesional, ketrampilan (kompetensi) khusus tersebut bisa didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan.Ketrampilan tersebut harus selalu ditingkatkan atau dikembangkan dan dipelihara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara profesional (Musliha, 2010).Perawat yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat harus dapat berperilaku profesional.Perilaku profesional dapat ditunjukkan dari memiliki atau menerapkan ilmu pengetahuan ilmiah dan teknologi keperawatan, memiliki atau menerapkan ketrampilan profesional keperawatan serta menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dalam melaksanakan praktek keperawatan dan kehidupan profesional.Sirait (2006) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pendidikan dan latihan memberikan pegawai keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya ketrampilan dapat mengurangi rasa takut mereka dalam menghadapi tugas-tugas baru.

(12)

4. Hubungan komunikasi teraputik terhadap kepuasan pasien

Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata.

Hasil ini sesuai dengan teori yangdikemukakan oleh Dwidiyanti (2008).Salahsatu faktor yang mempengaruhi kepuasanpasien adalah memberikan pelayanan dengan komunikasi yang terapeutik. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasisecara terapeutik tidak saja akanmenjalinhubungan rasa percaya pada pasien,mencegah terjadinya masalah,memberikan kepuasan profesional dalampelayanan keperawatan dan meningkatkancitra profesi keperawatan serta citra rumahsakit.

Berdasarkan hal diatas dapat diketahui bahwa komunikasi terapeutikmemegang peranan penting dalammembantu pasien memecahkan masalah yang dihadapi.Komunikasi terapeutik didefinisikan sebagai komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhanpasien.Sehingga mempengaruhi tingkatkepuasan pasien selama menjalani masaperawatan.

Hal ini sesuai pendapat yang menyatakan bahwa manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik yang baik kemungkinan disebabkan perawat telah

(13)

memahami cara melakukan komunikasi terapeutik dengan baik. Kemampuan ini dapat diperoleh oleh perawat melalui pendidikan yang ditempuh oleh perawat atau pelatihan-pelatihan tentang komunikasi terapeutik, sehingga perawat memiliki ketrampilan yang baik tentang komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati,2003).

Komunikasi terapeutik yang kurang baik disebabkan perawat kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kesehatan.Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi perawat karena dapatmemperoleh informasi tentang kondisi pasien, dan bagi pasien komunikasi inidapat membantu dalam menyampaikan keluhan pasien sehingga dapat dilakukan diagnosa yang tepat dan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien sehingga pasien dapat memperoleh kesembuhan.Selama komunikasi terapeutik berlangsung, perawat menggunakan diri mereka sebagai alat terapeutik untuk membangun hubungan terapeutik dengan klien, membantu klien tumbuh, berubah dan sembuh (Videback, 2008).

Komunikasi terapeutik yang baik akan menyebabkan kepuasan pasien meningkat terhadap pasien pasca operasi dapat dilakukan secara

(14)

baik, dengan memperhatikan keluhan pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan adalah pelayanan.Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan yaitu kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan (Budiastuti, 2002).

5. Hubungan ketrampilan klinis terhadap kepuasan pasien

Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan ketrampilan klinis dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadhibrata.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kumalasari (2009) dengan judul “Hubungan Kualitas Pelayanan Rawat Inap dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Bangsal Mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.Didapatkan hasil ada hubungan positif signifikan antara kualiltas pelayanan rawat inap dengan tingkat kepuasan pasien.Pada penelitian sebelumnya, nilai kekuatan korelasi (r) sebesar 0,627 sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari r sebesar 0,995.Penelitian sebelumnya termasuk dalam interval kekuatan korelasi kuat dan pada penelitan sekarang termasuk dalam interval kekuatan korelasi sangat kuat (Sugiyono, 2008).Menurut Zeithaml (1985), terdapat sepuluh dimensi kualitas pelayanan, yaitu Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya

(15)

(dependability).Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.Competence, artinya setiap orang dalam suatu organisasi kesehatan memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.Access, meliputi kemudahan untuk dihubungkan dan ditemui.Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, keramahan.Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusriyati (2005) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat yang baik akan diikuti oleh meningkatnya keterampilan perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Domain kognitif pengetahuan padatingkatan aplikasi menjadikan perawatmemiliki kemampuan untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Hubungan dari dua variabel tersebut juga disepakati, bahwa kepuasan membantu pelanggan dalam merevisi persepsinya terhadap kualitas jasa. Tjiptono (2007) menyebutkan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan dan kualitas

(16)

jasa pun akan meningkat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan rumah sakit.Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan rumah sakit untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.Dengan demikian, ketrampilan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perawat memaksimumkan pengalaman pelanggan menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan (Tjiptono, 2007).

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit.Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan dalam meningkatkan kepuasan pasien.Memberikan kepuasan kepada pasien hanya dapat diperoleh kalau perusahaan memperhatikan hal yang diinginkan oleh pasien (Nursalam, 2011). Memperhatikan apa yang diinginkan oleh pasien berarti kualitas pelayanan yang dihasilkan ditentukan oleh pasien. Semua usaha yang dilakukan rumah sakit diarahkan untuk menciptakan dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Yamit, 2005).

Pandangan pasien mengenai layanan keperawatan yang diterimanya tidak lepas dari cara perawat memberikan layanan keperawatan. Untuk itu kualitas layanan keperawatan perlu diperhatikan.Keluhan-keluhan pasien tentang layanan keperawatan di rumah sakit menunjukkan bahwa perawat mempunyai peranan yang penting dalam menciptakan kualitas layanan rumah sakit.Hal ini didukung pula oleh penelitian Diptianto ( Hadjam dan

(17)

Arida, 2012), yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan pemasaran rumah sakit, mutu asuhan keperawatan mutlak harus ditingkatkan.Setiap pasien dalam mempersepsikan suatu pelayanan perawat dapat berbeda dengan pasien yang lainnya, karena penilaian masing-masing pasien lebih bersifat subjektif.Pasien menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasannya setelah menggunakan pelayanan perawat dan menggunakan informasi untuk memperbaharui persepsinya tentang kualitas pelayanan.Hal ini yang membuat adanya hubungan yang erat antara penentuan kualitas pelayanan perawat dengan kepuasan pasien.

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Syaifudin, 2010). Pasien akan merasa puas apabila dilayani dengan sepenuh hati dan profesional, sehingga komunikasi terapeutik dan ketrampilan klinis perawat sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan dan berpusat pada kesembuhan pasien.Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik.Ketrampilan perawat adalah keahlian yang dimiliki perawat dalam melakukan proses keperawatan atau tindakan asuhan keperawatan. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat mempunyai ketrampilan klinis baik. Sehingga dapat diketahui

(18)

bahwa terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik dan ketrampilan klinis dengan kepuasan pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di ruang kelas tiga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

6. Keterbatasan Penelitian

a. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah adanya faktor lain yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien selama menjalani perawatan dirumah sakit.

b. Penelitian ini juga belum sepenuhnya membahas tentang komunikasi

terapeutik pada tahap kerja dan pada tahap terminasi, kemudian dalam ketrampilan klinis perawta belum membahas ketrampilan klinis lebih mendalam lagi.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Tabel 4.2 Komunikasi terapeutik
Tabel 4.3Ketrampilan klinis
Tabel 4.4Kepuasan pasien
+2

Referensi

Dokumen terkait

Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air

menggunakan probiotik probio_FM yang mengandung bakteri asam laktat. Probio_FM selain dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pakan atau sebagai starter dalam

Pembelajaran dengan metode demonstrasi akan dapat memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada siswa. Karena melihat suatu peristiwa secara langsung lebih menarik dan

Keterlibatan jalur otak dan imunitas mengarah pada produksi sitokin pro-inflamasi oleh sel mikroglia. Proses tersebut melibatkan dua aktivitas dengan waktu yang

SP2D,upload data kas harian, dan grafik keuangan. Didalam tambah topik survei terdapat textfield untuk menunjukkan nama file yang akan di upload. Dan disebelahnya terdapat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil pengembangan modul terintegrasi nilia-nilai spiritual keislaman berbasis ARIAS sudah layak

Meski sama-sama berasal dari luar negeri, pengungsi luar negeri dan imigran memiliki pengertian yang sangat berbeda, imigran merupakan warga negara asing yang datang ke