• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI PRODUK AGROINDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI PRODUK AGROINDUSTRI"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI

PRODUK AGROINDUSTRI

Oleh R. E. ANINDITA WARASTRI F34103065 2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI

PRODUK AGROINDUSTRI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

R. E. ANINDITA WARASTRI

F34103065

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI

PRODUK AGROINDUSTRI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

R. E. ANINDITA WARASTRI F34103065

Dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1985 Di Kebumen, Jawa Tengah

Tanggal lulus : 29 Januari 2008

Disetujui, Bogor, Februari 2008

Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : R. E. Anindita Warastri NRP : F34103065

menyatakan bahwa Skripsi dengan judul ”PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI PRODUK AGROINDUSTRI” merupakan karya tulis saya pribadi dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas disebutkan rujukannya.

Penulis

R. E. Anindita Warastri F34103065

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, R. E. Anindita Warastri, dilahirkan di Kebumen pada tanggal 17 Juni 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Riyo Darmanto dan Sri Mulyati, S. H. Penulis memulai pendidikan dasar di SDN Klaten I tahun 1991 sampai tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan ke SLTPN II Klaten tahun 1997 sampai tahun 2000. Tiga tahun kemudian, penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN I Klaten. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Depatemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama melaksanakan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri sebagai staf pada departemen kesekretariatan dari tahun 2004 sampai tahun 2005.

Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Praktek Lapang di PG. Gondang Baru Klaten dengan judul ”Mempelajari Proses Produksi dan Aspek Manajemen di PG. Gondang Baru Klaten”. Penelitian untuk tugas akhir dilaksanakan pada tahun 2007 di Departemen Teknologi Industri Pertanian dengan judul ”Perancangan Sistem Sertifikasi produk Agroindustri”.

(6)

R. E. Anindita Warastri. F34103065. Perancangan Sistem Sertifikasi Produk Agroindustri. Di bawah bimbingan Suprihatin dan Dwi Setyaningsih. 2008.

RINGKASAN

Kecenderungan yang terjadi saat ini, konsumen lebih memilih barang yang harganya lebih murah yang belum tentu terjamin keamanannya. Sikap tersebut, selain dilatarbelakangi faktor melemahnya daya beli masyarakat juga disebabkan budaya mutu yang masih kurang. Salah satu standar mutu yang berlaku di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Agar mampu bersaing, agroindustri juga sangat berkepentingan untuk menghasilkan produk-produk yang bermutu serta memenuhi persyaratan-persyaratan mutu, seperti SNI. Di sisi lain, SNI juga merupakan pemacu bagi industri untuk terus meningkatkan kualitas produknya.

Pengawasan pelaksanaan SNI salah satunya dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk (LSPro). LSPro harus memenuhi persyaratan sebagai lembaga/laboratorium yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Dalam memberikan kontribusi terhadap kemajuan sektor agroindustri Indonesia serta dengan kemampuan yang dimiliki dan sumber daya pendukung yang memadai, Departemen Teknologi Industri Pertanian ingin mewujudkan suatu lembaga sertifikasi produk yang memiliki ruang lingkup khusus produk agroindustri. Selain seiring dengan tujuan departemen, perwujudan lembaga sertifikasi produk agroindustri ini juga dapat mendorong pelaksanaan jaminan mutu khususnya di industri-industri yang mengolah bahan-bahan pertanian. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan studi perancangan sistem sertifikasi produk agroindustri dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Studi ini mempunyai tujuan mengetahui faktor internal dan eksternal pendirian LSPro Agroindustri, berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Departemen Teknologi Industri Pertanian; memformulasikan sistem sertifikasi; dan menyusun dokumentasi untuk memenuhi persyaratan pendirian LSPro. Berdasarkan persyaratan yang didapatkan, diformulasikanlah sistem sertifikasi produk agroindustri dalam bentuk dokumen-dokumen mutu terkait. Faktor internal dan eksternal pendirian LSPro Agroindustri diidentifikasi dengan menggunakan analisis SWOT.

Studi ini dimulai dengan studi pustaka untuk mempelajari dan mengumpulkan data serta informasi yang diperlukan. Analisa situasi (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi perancangan sistem sertifikasi produk agroindustri. Berdasarkan daftar persyaratan yang telah diidentifikasi, diformulasikanlah sistem sertifikasi produk agroindustri. Tahap ini akan menghasilkan sistem sertifikasi produk agroindustri yang dijabarkan dalam dokumen-dokumen mutu terkait. Rangkaian studi diakhiri dengan tahap identifikasi prosedur aplikasi sertifikasi LSPro agroindustri.

LSPro-TIN berada di bawah Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisa SWOT mengkaji faktor-faktor internal berupa kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta

(7)

faktor-faktor eksternal berupa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang dimiliki Departemen Teknologi Industri Pertanian dalam rangka pembentukan LSPro-TIN.

LSPro harus memiliki dokumen mutu, berbadan hukum dan memiliki tempat sekretariat yang tetap serta telah menerapkan sistem mutu minimal selama tiga bulan. Untuk dapat memperoleh pangakuan atau sertifikat akreditasi, suatu lembaga sertifikasi produk harus menerapkan sistem mutu sesuai dengan pedoman BSN 401-2000 tentang Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Produk.

Sistem sertifikasi produk agroindustri diwujudkan dalam bentuk dokumen-dokumen mutu. Dokumen mutu terdiri dari panduan mutu, prosedur, instruksi kerja, dan formulir. Penyusunan keempat unsur dokumen mutu diistilahkan sebagai dokumentasi.

Panduan mutu LSPro adalah dokumen atau sekumpulan dokumen yang menguraikan metode dan prosedur khusus dari LSPro dalam mencapai tujuan mutu dan memberikan kepercayaan dalam kegiatan operasional. Panduan mutu LSPro-TIN terdiri dari dua puluh tiga bagian. Prosedur pelaksanaan LSPro merupakan suatu rangkaian atau tahap kegiatan dalam suatu kegiatan tertentu yang bertujuan untuk memberi petunjuk bagi personel LSPro bagaimana kebijakan dan tujuan sistem manajemen mutu yang tertuang dalam panduan mutu harus dilaksanakan dan dicapai. Prosedur LSPro-TIN terdiri dari dua puluh empat bagian. Instruksi kerja menguraikan kegiatan operasional LSPro yang ada dan dilaksanakan dari salah satu prosedur pelaksanaan. Instruksi kerja LSPro-TIN terdiri dari tiga belas bagian. Semua proses kerja LSPro dicatat atau direkam pada formulir. Formulir LSPro-TIN terdiri dari empat puluh tiga bagian.

Prosedur akreditasi lembaga sertifikasi produk mencakup hal-hal berupa pemberian informasi tentang akreditasi, pengajuan permohonan, pembentukan tim asesor, audit kecukupan, asesmen lapangan dan pembuatan laporan asesmen, pengkajian laporan asesmen, dan penetapan akreditasi.

(8)

R. E. Anindita Warastri. F34103065. The Design of Agro-Industrial Product Certification System. Supervised by Suprihatin and Dwi Setyaningsih. 2008.

SUMMARY

Nowadays, consumers tend to choose cheaper products although they have no safety guarantee. This condition is caused by declining purchase power and lack of quality culture among consumers. One of quality standards in Indonesia is Indonesia National Standard (SNI). To be able to compete in the market, agro-industries must produce high quality products comply with quality requirements, such as SNI. SNI also becomes inducer to industries to keep increasing their product quality.

The surveillance on SNI performance is done by product certification institutions (LSPro). LSPro must accomplish the requirements as an institution accredited by National Accreditation Committee (KAN). To its contribution in developing Indonesia agro-industrial sector, Department of Agro-Industrial Technology (TIN) intends to found an LSPro scoping on agro-industrial products. This matches with TIN’s aim for encouraging the quality assurance performance among industries. Based on those problems, a study on designing agro-industrial product certification system is necessary. The study must concern about internal and external factors of TIN.

The aims of this study was identifying internal and external factors (strengths, weaknesses, opportunities, and threats) of TIN within the founding of LSPro, formulating certification system, and setting up documentation to accomplish LSPro founding requirements. Based on the requirements, an agro-industrial product certification system was formulated in form of documents. The internal and external factors in this founding were identified using SWOT analysis.

This study was started with literature study to learn and to collect information. SWOT analysis was used to identify internal and external factors that affected the design of agro-industrial product certification system. Based on identified requirements, the agro-industrial product certification system was formulated. The agro-industrial product certification system was formulated in form of related documents. In the end of this study, identification on application procedure of agro-industrial LSPro certification was carried out.

The LSPro-TIN was structurally under Department of Agro-Industrial Technology. SWOT analysis identified internal factors, consisted of strengths and weaknesses, as well as external factors, consisted of opportunities and threats, that mattered in founding the LSPro-TIN.

An LSPro must have had documents, head office, legal, and have been performing quality system for more than three months. To get accredited, an LSPro must have performed quality system appropriate with manual BSN 401-2000 about General Requirements for Product Certification Institutions.

The agro-industrial product certification system was formulated in form of related documents. The documents consisted of manuals, procedures, working instructions, and forms. The set up process of these documents was usually called as documentation.

(9)

Manuals were documents that explained methods and particular procedures of LSPro in achieving its targets and convincing operational running. LSPro-TIN manuals consisted of twenty three parts. Procedures were series or stages of particular actions aimed to direct personnel how to carried on with the manuals. LSPro-TIN procedures consisted of twenty four parts. Working instructions detailed the operational running of particular procedures. LSPro-TIN working instructions consisted of thirteen parts. All working processes were recorded in forms. LSPro-TIN forms consisted of forty three parts.

Accreditation procedures of product certification institutions included things such as providing information about accreditation, proposing, establishing assessor team, auditing, assessing and making assessment report, reviewing assessment report, and stating accreditation status.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan segala keterbatasan yang ada, penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini yang berjudul ”PERANCANGAN SISTEM SERTIFIKASI PRODUK AGROINDUSTRI”.

Sehubungan dengan selesainya penelitian dan laporan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Ing dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSc., selaku pembimbing akademik, yang telah memberikan saran, motivasi, informasi dan bimbingan yang sangat berguna kepada penulis;

2. Prayoga Suryadarma, STP. MT. sebagai dosen penguji yang telah memberi saran dan masukan berharga bagi penulis;

3. Mamah, Papah, dan Adek yang selalu memberikan motivasi, doa, bantuan materi, dan semangat kepada penulis;

4. Pakdhe Bambang dan Budhe Anik serta Budhe Ning, Pakdhe Mantri, dan Mbak Tutut yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis;

5. Kak Angga dan teman-teman satu bimbingan, Aci, Nina, dan Lisna yang telah memberikan saran, motivasi, dan informasi yang sangat berguna kepada penulis;

6. Endah, Endang, Derry, Riri, dan Badai yang selalu memberikan semangat, saran, motivasi kepada penulis;

7. Mayang, Umi, Fardian, Adam, Lucia, Idesh, Mamin, Iqro, Alex, dan Dani atas kebersamaannya yang menghibur hari-hari penulis;

8. Diah, Diny, Aryanto, Agus, dan Ilham yang terus memberi semangat dan doa; 9. Seluruh teman-teman TIN 40, atas bantuan dan dukungannya kepada penulis; 10. Seluruh staf Departemen TIN yang telah memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan laporan skripsi ini;

(11)

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis dan seluruh pihak pada umumnya.

Bogor, Februari 2008

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

C. RUANG LINGKUP... 2

D. MANFAAT PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PRODUK AGROINDUSTRI ... 4

B. ANALISIS SWOT... 5

C. SISTEM MANAJEMEN MUTU UNTUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ... 6

1. Definisi Mutu ... 6

2. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu untuk Lembaga Sertifikasi Produk... 7

D. SISTEM SERTIFIKASI PRODUK... 8

1. Standar Nasional Indonesia... 8

2. Badan Standarisasi Nasional Dan Komite Akreditasi Nasional... 10

3. Penilaian Kesesuaian... 12

4. Sertifikaasi Produk... 13

5. Lembaga Sertifikasi Produk... 15

III. METODE PENELITIAN ... 17

A. KERANGKA PEMIKIRAN... 17

(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

A. FAKTOR INTERNAL EKSTERNAL PEMBENTUKAN LSPro DAN RUANG LINGKUP LSPro ... 20

1. Analisis SWOT LSPro-TIN ... 20

2. Pengembangan LSPro-TIN ... 26

3. Penentuan Ruang Lingkup Sertifikasi LSPro-TIN ... 30

B. PERSYARATAN SERTIFIKASI PRODUK... 33

C. SISTEM SERTIFIKASI PRODUK AGROINDUSTRI... 42

1. Bisnis Proses LSPro-TIN ... 43

2. Panduan Mutu LSPro-TIN ... 46

3. Prosedur LSPro-TIN ... 59

4. Instruksi Kerja LSPro-TIN... 75

5. Formulir LSPro-TIN ... 80

D. PROSEDUR APLIKASI SERTIFIKASI PRODUK... 88

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 92

A. KESIMPULAN... 92

B. SARAN... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Faktor Internal dan Eksternal Departemen TIN

dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN ... 21

Tabel 2. Matriks IFE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN ... 22

Tabel 3. Matriks EFE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN ... 24

Tabel 4. Matriks IE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN ... 25

Table 5. Matriks SWOT Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN ... 27

Tabel 6. Skor Penilaian Produk sebagai Ruang Lingkup LSPro-TIN ... 32

Tabel 7. Kebutuhan Dokumen Setiap Unit Bisnis Proses... 45

Tabel 8. Daftar Isi Panduan Mutu LSPro-TIN... 49

Tabel 9. Daftar Isi Prosedur LSPro-TIN ... 60

Tabel 10. Daftar Isi Instruksi Kerja LSPro-TIN ... 75

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Piramida Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu... 7

Gambar 2. Kegiatan Akreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian... 12

Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran... 17

Gambar 4. Diagram Kegiatan Studi ... 19

Gambar 5. Struktur Dokumentasi ... 43

Gambar 6. Keterkaitan Antar Unit dalam Bisnis Proses LSPro-TIN... 44

Gambar 7. Struktur Organisasi Operasional LSPro-TIN ... 51

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Contoh Panduan Mutu LSPro-TIN... 97

Lampiran 2. Contoh Prosedur LSPro-TIN ... 98

Lampiran 3. Contoh Instruksi Kerja LSPro-TIN ... 100

Lampiran 4. Contoh Formulir LSPro-TIN ... 101

Lampiran 5. Kuesioner Penentuan Ruang Lingkup Sertifikasi... 102

Lampiran 6. Kuesioner Rating terhadap Faktor Internal LSPro ... 105

Lampiran 7. Kuesioner Rating terhadap Faktor Eksternal LSPro... 106

Lampiran 8. Kuesioner Pembobotan terhadap Faktor Internal dan Eksternal LSPro... 107

Lampiran 9. Hasil Kuesioner Rating terhadap Faktor Internal dan Eksternal... 109

Lampiran 10. Hasil Kuesioner Pembobotan terhadap Faktor Internal dan Eksternal... 110

Lampiran 11. Tabulasi Hasil Pembobotan terhadap Faktor Internal dan Eksternal... 115

(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam menghadapi persaingan perdagangan yang semakin sengit di dunia internasional, penerapan SNI merupakan bagian dalam mengantisipasi perkembangan persaingan tersebut. Pemerintah Indonesia berusaha terus-menerus untuk mengembangkan SNI sebagai sarana untuk menjamin kualitas suatu produk. Beberapa produk, seperti air minum dalam kemasan, pupuk organik maupun pupuk anorganik serta berbagai produk perikanan dan kelautan, bahkan telah diwajibkan untuk memenuhi SNI. Pemerintah memiliki visi untuk menjadikan SNI menjadi brand dalam perdagangan, tidak hanya di pasar dalam negari tetapi juga di pasar internasional. Pengadaan barang atau jasa oleh pemerintah juga mempersyaratkan bahwa barang atau produk tersebut telah memenuhi persyaratan SNI. Di sisi lain, tentunya standar mutu seperti SNI juga merupakan cambuk bagi industri untuk terus meningkatkan kualitas produknya supaya daya saingnya meningkat.

Pengawasan pelaksanaan SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk, laboratorium penguji, dan lembaga inspeksi. Lembaga sertifikasi produk (LSPro), laboratorium penguji, dan lembaga inspeksi tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai lembaga/laboratorium yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lembaga-lembaga sertifikasi produk tersebut utamanya melaksanakan sertifikasi terhadap produk-produk yang termasuk dalam lingkup SNI.

Dalam era perdagangan bebas, subsektor agroindustri merupakan salah satu prioritas yang perlu dikembangkan dalam pembangunan nasional. Pengembangan subsektor agroindustri dimaksudkan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin peluang sektor pertanian dan sektor-sektor lain yang terkait dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Agroindustri pada dasarnya merupakan industri yang memberikan nilai tambah pada produk pertanian dalam arti luas. Agar mampu bersaing, agroindustri juga sangat berkepentingan untuk menghasilkan produk-produk yang bermutu serta memenuhi persyaratan-persyaratan mutu, seperti SNI.

(18)

Standarisasi menjadi faktor persaingan produk agroindustri yang semakin penting. Keberadaan lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi oleh KAN masih sedikit jumlahnya. Dari sekian lembaga sertifikasi produk yang telah beroperasi, makin sedikit jumlahnya yang memiliki ruang lingkup khusus produk agroindustri. Peluang yang ada ini ingin dimanfaatkan oleh Departemen Teknologi Industri Pertanian seiring dengan salah satu tujuannya, yaitu memberikan kontribusi terhadap kemajuan sektor agroindustri Indonesia. Dengan kemampuan yang dimiliki dan sumber daya pendukung yang memadai, Departemen Teknologi Industri Pertanian ingin mewujudkan suatu lembaga sertifikasi produk yang memiliki ruang lingkup khusus produk agroindustri. Selain seiring dengan tujuan departemen, perwujudan lembaga sertifikasi produk agroindustri ini juga dapat mendorong pelaksanaan jaminan mutu khususnya di industri-industri yang mengolah bahan-bahan pertanian.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan studi perancangan sistem sertifikasi produk agroindustri dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh Departemen Teknologi Industri Pertanian dalam rangka pendirian suatu LSPro Agroindustri. Dengan demikian perlu dilakukan analisis situasi terhadap faktor-faktor strategis berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.

B. TUJUAN PENELITIAN

Studi ini mempunyai tujuan :

1. Mengetahui faktor internal dan eksternal pendirian LSPro Agroindustri, berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Departemen Teknologi Industri Pertanian;

2. Memformulasikan sistem sertifikasi;

3. Menyusun dokumentasi untuk memenuhi persyaratan pendirian LSPro Agroindustri.

(19)

C. RUANG LINGKUP

Studi yang dilakukan meliputi identifikasi kondisi dan persyaratan yang diperlukan dalam rangka perancangan suatu sistem sertifikasi produk agroindustri. Berdasarkan persyaratan yang didapatkan, diformulasikanlah sistem sertifikasi produk agroindustri dalam bentuk dokumen-dokumen mutu terkait. Faktor internal dan eksternal pendirian LSPro Agroindustri diidentifikasi dengan menggunakan analisis SWOT.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil Studi ini diharapkan mampu memberikan bahan masukan dalam perancangan dan implementasi suatu lembaga sertifikasi produk agroindustri, sehingga dapat berkontribusi terhadap pengembangan agroindustri di Indonesia.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PRODUK AGROINDUSTRI

Produk adalah hasil dari kegiatan atau proses yang dapat berwujud atau tidak berwujud atau kombinasi keduanya. Menurut Austin (1981), agroindustri merupakan pengusahaan pengolahan bahan mentah hasil pertanian dari tumbuhan dan hewan. Agroindustri adalah kegiatan industi yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegitan tersebut. Dengan demikian, agroindustri meliputi kegiatan industri pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin serta industri jasa sektor pertanian (Darwis et al., 1983).

Kegiatan pengembangan agroindustri dalam pembangunan ekonomi nasional harus tetap dijadikan sektor utama. Kegiatan agroindustri dalam perekonomian Indonesia merupakan perekat bidang singgung antara sekor pertanian dengan sektor-sektor lain. Agroindustri merupakan kegiatan multifase yang banyak menyerap tenaga kerja. Agroindustri dapat meningkatkan pendapatan petani dari nilai tambah yang diterimanya, memperluas pangsa pasar komoditas pertanian serta mampu meningkatkan kesejahteraan konsumen dan petani. Sumber daya alam yang senantiasa diperbaharui sangat diandalkan dalam agroindustri (Wibowo dan Darmawan, 1994).

Menurut Saragih (2001), agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik secara langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagi bahan baku bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir aroindustri. Keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang mnyediakan bahan baku lain di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan dan lain sebagainya beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya.

(21)

B. ANALISIS SWOT

Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threaths). Dengan menggunakan matriks SWOT, dapat diperoleh empat kelompok strategi yang akan dipilih yaitu :

a. Strategi WT (Weaknesses – Threats)

Tujuan strategi WT adalah untuk mengatasi sebanyak mungkin hambatan yang timbul dengan tidak menonjolkan kelemahan perusahaan. b. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)

Tujuan strategi WO adalah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin peluang yang ada untuk mencegah melemahnya posisi perusahaan dalam persaingan dengan menutupi sebanyak mungkin kelemahan perusahaan.

c. Strategi ST (Strengths – Threats)

Tujuan strategi ST adalah untuk mengatasi hambatan yang timbul dengan mengandalkan kekuatan perusahaan semaksimal mungkin.

d. Strategi SO (Strengths – Opportunities)

Tujuan strategi SO adalah untuk memperkuat posisi perusahaan dalam persaingan dengan cara memanfaatkan kekuatan perusahaan semaksimal mungkin untuk memperoleh peluang pasar seluas-luasnya.

Analisis SWOT didahului dengan mengidentifikasi faktor-faktor dari lingkungan internal dan eksternal yang dihasapi oleh suatu perusahaan. Analisa lingkungan internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan tesebut. Analisa lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman yang harus dihadapi oleh perusahaan (Kotler, 2005).

Kekuatan adalah suatu kelebihan daya saing yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam merebut pasar. Kelemahan merupakan faktor yang dapat membatasi pilihan perusahaan untuk mengembangkan strategi. Peluang adalah potensi minat dan kebutuhan konsumen di mana perusahaan dapat menggarapnya secara menguntungkan. Ancaman merupakan tantangan yang

(22)

dapat mengakibatkan perusahaan sulit atau tidak dapat mencapai tujuannya (Kotler, 2005).

Faktor-faktor yang telah teridentifikasi kemudian disusun dalam suatu matriks internal dan eksternal. Matriks ini bertujuan untuk mndapatkan strategi bisnis yang lebih detil di tingkat korporat. Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal dan pengeruh eksternal yang dihadapi oleh perusahaan (Rangkuti, 2006).

C. SISTEM MANAJEMEN MUTU UNTUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK

1. Definisi Mutu

Mutu merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan. Mutu produk pangan dipenuhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk, rasa, aroma, dan warna (Standar ISO 8402-1992).

Mutu menurut Tjiptono (1997) merupakan kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian, perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, atau melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal. Selain itu, mutu diartikan sebagai sesuatu yang dapat memuaskan pelanggan.

Mutu merupakan faktor penting yang menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, baik yang berupa barang ataupun jasa. Pertimbangan ini umum dilakukan baik oleh konsumen perorangan, kelompok industri, negara, maupun toko pengecer. Oleh karena itu, mutu dapat membawa pada keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing (Montgomery, 1990).

Thorner (1973) menyatakan bahwa mutu dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yaitu dari sisi konsumen sebagai pemakai produk akhir dan dari sisi produsen sebagai pemilik teknologi produksi. Pada umumnya, konsumen mendefinisikan mutu menurut penilaian pribadi. Deskripsi dari

(23)

penilaian pribadi ini bersifat subjektif dan abstrak sehingga tidak dapat memberikan bukti yang kongkrit dalam penentuan tingkatan mutu. Dari sisi produsen, pengertian mutu dilihat dari segi klasifikasi produk secara fisik maupun kimiawi, yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar mutu produksi tertentu. Standar mutu ini dapat ditentukan oleh perusahaan sendiri, melalui evaluasi panel dari konsumen, bahkan oleh badan resmi yang ditunjuk oleh pemerintah setempat.

2. Dokumentasi Sistem Sistem Manajemen Mutu untuk Lembaga Sertifikasi Produk

Dokumentasi sistem mutu adalah prosedur-prosedur, data, rekaman-rekaman, bukti-bukti tanda terima, dan sebagainya yang tertulis dalam lembaran kertas atau dalam bentuk disket (Priyadi, 1996). Untuk memudahkan pengendalian akan sangat bermanfaat jika tiap dokumen memiliki kode, untuk memudahkan dalam mengatur jika ada revisi atau perubahan dan memudahkan mengetahui status revisi serta pengesahannya terhadap dokumen asli dan beberapa revisinya. Diperlukan pula daftar pemegang dokumen untuk memudahkan pengendalian penerbitan dokumen dan untuk penarikan yang kadaluarsa (Hadiwiardjo, 1996). Dokumentasi sistem mencakup panduan, prosedur, instruksi kerja, serta dokumen pendukung seperti formulir.

Gambar 1. Piramida Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Prosedur

Instruksi Kerja

Formulir Manual

(24)

Manual mutu menggambarkan filosofi perusahaan, cara perusahaan memenuhi persyaratan yang ada pada setiap elemen sistem mutu. Isinya diserahkan kepada perusahaan sesuai keadaan di perusahaan dan kebutuhan perusahaan. Panduan atau manual mutu berisi latar belakang perusahaan, kebijakan, tujuan serta komitmen untuk menyelenggarakan sistem mengikuti standar yang diacu (Novack, 1995).

Prosedur mutu mendokumentasikan rencana mutu perusahaan dan mendefisniskan strategi implementasinya, umumnya berisi tugas-tugas, tanggung jawab, frekuensi dan departemennya (Novack, 1995).

Instruksi kerja berisi secara terperinci dari pengerjaan pada kegiatan tertentu. Jenis instruksi kerja yang dibuat diserahkan kepada perusahaan untuk dibuat sesuai dengan kebutuhannya. Instruksi kerja harus bersifat singkat, mudah dimengerti, tidak menimbulkan berbagai interpretasi dan berada si tempat yang memerlukan. Instruksi kerja dapat berbentuk kalimat dengan nomor langkah kerja, gambar-gambar, flow chart, foto-foto dan check list (Novack, 1995).

Rekaman mutu berisi rekaman tercatat dari segala kejadian yang berpengaruh terhadap mutu. Rekaman mutu merupakan bukti obyektif atas penerapan sistem manajemen mutu. Catatan itu diisi langsung oleh pekerja yang melaksanakan aktivitas bersangkutan. Sebaiknya perusahaan menyediakan format standar dari formulir yang harus diisi saat pencatatan kejadian yang berpengaruh terhadap mutu (Novack, 1995).

D. SISTEM SERTIFIKASI PRODUK 1. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan

(25)

merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional (BSN, 2006).

Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang. Dengan demikian untuk menjamin keberterimaan dan pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma - keterbukaan bagi semua pemangku kepentingan, transparan dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan standar internasional - merupakan faktor yang sangat penting. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib (BSN, 2006).

Standar Nasional Indonesia untuk produk yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, diberlakukan penerapannya secara wajib oleh instansi teknis, yang selanjutnya disebut sebagai SNI wajib. SNI produk yang tidak berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, berdasarkan pertimbangan tertentu dapat diberlakukan penerapannya secara wajib oleh instansi teknis. Pemberlakuan SNI wajib ditetapkan oleh menteri yang berwenang terhadap sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dari produk dalam SNI yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau dengan dasar pertimbangan ekonomis (BSN, 2006).

Menurut BSN (2006), pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang. Dengan demikian pemberlakuan SNI wajib perlu

(26)

dilakukan secara berhati-hati untuk menghindarkan sejumlah dampak sebagai berikut:

a. menghambat persaingan yang sehat; b. menghambat inovasi; dan

c. menghambat perkembangan UKM.

Cara yang paling baik adalah membatasi penerapan SNI wajib bagi kegiatan atau produk yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi, sehingga pengaturan kegiatan dan peredaran produk mutlak diperlukan. Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator (BSN, 2006).

2. Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN)

Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah badan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (BSN, 2006). BSN dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 62 tahun 2001. BSN merupakan lembaga pemerintah non departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia.

(27)

Badan ini mengambil alih fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN).

Kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian di berbagai instansi merupakan simpul-simpul potensi nasional yang perlu dikoordinasikan dan disinkronisasikan dalam satu Sistem Standardisasi Nasional (SSN). Pengaturan standardisasi secara nasional ini diperlukan dalam rangka peningkatan keterterimaan produk nasional, dorongan produktivitas dan daya guna produksi serta menjamin mutu produk dan/atau jasa, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan/atau jasa dipasar global. Salah satu misi utama standardisasi adalah melindungi konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta berwawasan lingkungan didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang standardisasi nasional (BSN, 2006).

Tugas pokok BSN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang standardisasi nasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BSN memiliki visi menjadi SNI sebagai faktor penguat daya saing, pelancar transaksi perdagangan, serta pelindung kepentingan umum. Sejalan dengan visi tersebut di atas maka, misi BSN adalah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi melalui : koordinasi pengembangan kebijakan serta peraturan perundang-undangan standardisasi nasional; pengembangan SNI; pengembangan penilaian kesesuaian; peningkatan persepsi masyarakat tentang keguanaan standar dan penilaian kesesuaian; fasilitasi partisipasi masyarakat dalam standardisasi nasional; serta pewakilan kepentingan Indonesia dalam berbagai forum standardisasi di tingkat regional dan internasional. Sesuai dengan visi, misi, tugas pokok, dan fungsinya, BSN bertujuan memantapkan sistem penilaian kesesuaian; memantapkan SSN; serta menjadikan SNI sebagai faktor pasar (BSN, 2006).

Untuk menyelenggarakan kegiatan akreditasi dan sertifikasi di Indonesia BSN dibantu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas pokok untuk memberikan akreditasi kepada

(28)

lembaga-lembaga sertifikasi (yang antara lain mencakup sistem mutu, produk, personel, pelatihan, sistem manajemen lingkungan, sistem HACCP dan sistem pengelolaan hutan lestari), laboratorium penguji/laboratorium kalibrasi serta inspeksi dan akreditasi bidang standardisasi lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan memberikan saran pertimbangan kepada kepala BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2 (BSN, 2006).

KAN dapat menugaskan institusi baik pemerintah maupun non pemerintah yang memenuhi pedoman yang ditetapkan BSN untuk melakukan penilaian terhadap pemohon akreditasi. KAN bertugas pula untuk memperjuangkan keberterimaan di tingkat internasional atas sertifikat yang diterbitkan oleh laboratorium, lembaga inspeksi dan lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh KAN (BSN, 2006).

Gambar 2. Kegiatan Akreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian

3. Penilaian Kesesuaian

Penilaian kesesuaian mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap

(29)

SNI tertentu. Penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga (pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN (BSN,2006).

Menurut BSN (2006), sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000, pelaksanaan tugas BSN di bidang penilaian kesesuaian ditangani oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang dibentuk oleh pemerintah untuk keperluan menjamin kompetensi pelaksana penilaian kesesuaian melalui proses akreditasi. Seperti halnya dengan pengembangan SNI, penilaian kesesuaian juga harus memenuhi sejumlah norma sebagai berikut:

a. terbuka bagi semua pihak yang berkeinginan menjadi lembaga pelaksana penilaian kesesuaian;

b. transparan agar semua persyaratan dan proses yang diterapkan dapat diketahui dan ditelusuri oleh pemangku kepentingan;

c. tidak memihak dan kompeten agar pelaksanaan penilaian kesesuaian dapat dipercaya dan berwibawa;

d. efektif karena memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

e. konvergen dengan pengembangan penilaian kesesuaian internasional.

4. Sertifikasi Produk

Suardi (2001) menjelaskan bahwa sertifikasi merupakan bentuk pengakuan dari pihak yang independen terhadap suatu perusahaan yang sudah menerapkan sistem manajemen mutu yang dipersyaratkan. Adanya sertifikasi ini akan memberikan bukti bahwa standar benar-benar diterapkan sehingga dapat mengurangi audit pihak ke dua yang sering menyita banyak waktu dari perusahaan yang bersangkutan.

Suardi (2001) juga menjelaskan bahwa pihak yang memberi sertifikasi adalah badan yang telah mendapatkan akreditasi bahwa ia layak memberikan serifikat. Proses sertifikasi didahului dengan adanya audit dan audit yang dilaksanakan oleh badan sertifikasi adalah audit pihak ke tiga.

(30)

Tujuan dari audit pihak ke tiga adalah untuk menilai kesesuaian sistem perusahaan dengan standar sitem yang dipersyaratkan.

Menurut Taufiq (2005), sertifikasi produk adalah suatu sertifikasi yang menyatakan bahwa produk yang diaudit telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau telah sesuai dengan keinginan konsumen.

Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Suatu barang yang sudah disertifikasi ditandai dengan adanya tanda SNI yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia (BSN, 2006).

Menurut PSN 302 – 2006, sertifikasi produk mempunyai tiga manfaat fundamental yang telah dibuktikan, yaitu :

a. sertifikasi produk diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran konsumen, pengguna dan semua pihak yang berkepentingan, melalui pembentukan kepercayaan yang terkait dengan pemenuhan persyaratan;

b. sertifikasi produk dapat dipergunakan oleh pemasok untuk menunjukkan keterlibatan pihak ketiga kepada pasar; dan

c. sertifikasi produk tidak harus memerlukan sumber daya yang berlebihan dan mengakibatkan harga produk menjadi lebih mahal.

Pada umumnya, sertifikasi produk harus dapat menumbuhkan kepercayaan bagi mereka yang berkepentingan dengan pemenuhan persyaratan, dan sertifikasi produk harus memberikan nilai sedemikian rupa agar pemasok dapat memasarkan produknya. Sertifikasi produk akan berhasil apabila dapat membentuk kepercayaan dengan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin, sehingga dapat memaksimumkan nilai yang dihasilkan.

(31)

5. Lembaga Sertifikasi Produk

Lembaga sertifikasi produk (LSPro) adalah suatu lembaga atau institusi atau badan usaha yang melakukan sertifikasi produk kepada perusahaan yang telah mampu menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (Mastan, 2003).

Menurut KAN (2005), lembaga sertifikasi produk dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengujiannya kepada laboratorium terakreditasi, namun lembaga sertifikasi produk tersebut harus mempunyai tenaga ahli yang mampu mengevaluasi hasil uji sesuai standar SNI. LSPro harus mengkualifikasi sendiri evaluatornya melalui tim panel. Lembaga sertifikasi produk dapat menggunakan laboratorium penguji yang memiliki metode pengujian selain yang ada dalam SNI setelah metode pengujian tersebut divalidasi dan hasilnya ekuivalen dengan metode pengujian yang tercantum dalam standar, dan disetujui oleh KAN.

Untuk mendapat pengakuan atau sertifikat akreditasi, lembaga sertifikasi produk harus menerapkan sistem mutu sesuai dengan BSN 15 tahun 1992 tentang kriteria umum lembaga sertifikasi yang melakukan sertifikasi produk. Lembaga sertifikasi produk harus mempunyai dokumen mutu yang terdiri dari panduan mutu, prosedur kerja, instruksi kerja, dan formulir; memiliki badan hukum di Indonesia dan tempat sekertariat yang tetap; harus memiliki ijin usaha dari BKPM (untuk lembaga sertifikasi produk asing); serta telah menerapkan sistem mutu minimal selama tiga bulan (Mastan, 2003).

Lembaga sertifikasi produk harus melalui suatu tahapan akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Prosedur akreditasi lembaga sertifikasi produk mencakup hal-hal berupa pemberian informasi tentang akreditasi yang dilakukan oleh KAN; pengajuan permohonan dari lembaga sertifikasi yang bersangkutan untuk diakreditasi dengan melampirkan dokumen mutu dan persyaratan lain yang diperlukan; pembentukan tim asesor oleh sekertariat KAN; audit kecukupan terhadap dokumen mutu pemohon oleh tim asesor; asesmen lapangan dan pembuatan laporan asesmen oleh tim asesor; pengkajian laporan asesmen oleh panitia teknis

(32)

yang ditunjuk oleh KAN; serta penetapan akreditasi oleh tim manajemen KAN (Mastan, 2003).

Proses akreditasi akan berlangsung kurang lebih tiga bulan. Proses akreditasi dapat dilakukan dengan surat menyurat kecuali kegiatan audit. Penilaian pengawasan akan dilakukan secara berkala oleh KAN ke lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi satu tahun sekali. Sertifikat akreditasi berlaku tiga tahun, setelah itu lembaga sertifikasi produk harus mengajukan permohonan ulang untuk memperpanjang status akreditasinya (Mastan, 2003).

(33)

III. METODE PENELITIAN

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Untuk mewujudkan kondisi dimana produk-produk yang dihasilkan memiliki mutu yang baik agar kebutuhan konsumen terpenuhi, dibutuhkan kesadaran para pengusaha/produsen untuk memproduksi barang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemerintah telah menunjuk beberapa lembaga, termasuk di antaranya adalah lembaga sertifikasi produk, untuk melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan dan pengawasan SNI. Lembaga-lembaga sertifikasi produk yang telah ditunjuk utamanya akan melaksanakan sertifikasi produk melalui penggunaan tanda terhadap produk. Lembaga sertifikasi produk (LSPro) yang telah ditunjuk harus memenuhi persyaratan sebagai lembaga yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Gambar 3 menunjukkan diagram kerangka pemikiran dari strudi ini.

Menilai kompetensi

Menilai kesesuaian produk

Jaminan bagi konsumen

Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran Lembaga Akreditasi (KAN) Lembaga Sertifikasi Produk Produsen Produk SNI Studi Perancangan Sistem Sertifikasi Produk Agroindustri

(34)

F. TATA LAKSANA

Studi ini dimulai dengan studi pustaka untuk mempelajari dan mengumpulkan data serta informasi yang berhubungan dengan tujuan studi ini. Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisa aspek-aspek yang berkaitan dengan perancangan lembaga sertifikasi poduk agroindustri. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait serta para nara sumber di bidang sertifikasi poduk. Data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian dan sebagainya.

Analisa situasi (SWOT) dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi perancangan sistem sertifikasi produk agroindustri. Analisis diawali dengan identifikasi faktor-faktor internal maupun eksternal yang terdapat dalam Departemen TIN dalam rangka mewujudkan suatu LSPro. Setiap unsur dari masing-masing faktor diberi bobot faktor (BF) sesuai tingkat kepentingannya. Nilai total dari setiap faktor adalah satu.

Pada tahap selanjutnya, data dan informasi yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk mengidentifikasi persyaratan LSPro. Berdasarkan daftar persyaratan-persyaratan tersebut diformulasikanlah sistem sertifikasi produk agroindustri. Tahap ini akan menghasilkan model sistem sertifikasi produk agroindustri yang dijabarkan dalam dokumen-dokumen mutu terkait. Dokumen mutu meliputi panduan mutu, prosedur, instruksi kerja, dan formulir. Rangkaian studi diakhiri dengan tahap identifikasi prosedur aplikasi sertifikasi LSPro agroindustri. Hasil keseluruhan studi dapat digunakan untuk pengaplikasian sertifikasi LSPro agroindustri. Digaram kegiatan studi secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.

(35)

Gambar 4. Diagram Kegiatan Studi Identifikasi

Prosedur Aplikasi Sertifikasi LSPro Identifikasi

Persyaratan LSPro

Formulasi

Sistem Sertifikasi Produk Agroindustri dan

Pemenuhan Persyaratan LSPro Analisa Situasi

(SWOT)

Sistem Sertifikasi Produk Agroindustri Daftar Persyaratan LSPro

Informasi Prosedur Aplikasi Sertifikasi LSPro Aplikasi Sertifikasi LSPro Studi Pustaka dan Pengumpulan Data SELESAI MULAI

Faktor Internal dan Eksternal serta Strategi Pendirian LSPro

(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. FAKTOR INTERNAL EKSTERNAL PEMBENTUKAN LSPro DAN RUANG LINGKUP LSPro

1. Analisis SWOT LSPro-TIN

Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi langung dan khusus pada perusahaan (Anggraeni, 2007). Di dalam suatu perusahaan terdapat kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidangnya. Kekuatan dan kelemahan tersebut dapat diidentifikasi dan dievaluasi melelui pengamatan lingkungan internal, sehingga perusahaan dapat memanfaatkan kekuatannya dengan efektif dan dapat mengatasi kelemahan yang dimilikinya.

Lingkungan eksternal adalah lingkungan organisasi yang berada di luar organisasi tersebut dan tidak langsung ada dalam pengendalian jangka pendek oleh manajemen puncak (Anggraeni, 2007). Lingkungan eksternal terdiri dari faktor-faktor berupa peluang dan ancaman. Dengan melakukan pengamatan lingkungan eksternal, perusahaan akan memiliki kemampuan untuk dapat memperkirakan perubahan yang kemungkinan akan terjadi dan dapat mengantisipasinya dengan baik.

Pada awal studi ini dilakukan analisis situasi dengan menggunakan metode SWOT. Analisis SWOT mengkaji faktor-faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesess) yang dimiliki Departemen Teknologi Industri Pertanian dalam rangka pembentukan LSPro-TIN. Faktor-faktor eksternal berupa peluang (opportunities) dan ancaman (threats) juga dikaji menggunakan analisis SWOT. Hasil identifikasi faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

(37)

Tabel 1. Faktor Internal dan Eksternal Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN

Faktor A. Internal

Kekuatan (Strengths)

1. Pengetahuan serta pengalaman SDM di bidang agroindustri

2. Keinginan staf untuk berkontribusi dalam mengembangkan agroindustri 3. Institusi di bidang agroindustri yang telah dikenal (pendidikan, penelitian,

pemberdayaan masyarakat)

4. Fasilitas laboratorium dan sistem mutu (ISO/IEC 17025) yang tersedia 5. Ketersediaan data dan informasi (misalnya hasil penelitian)

Kelemahan (Weaknesses)

1. Komitmen staf untuk fokus pada suatu pekerjaan

2. Pembiayaan untuk pengembangan fasilitas (gedung, laboratorium, perpustakaan, dll.)

3. Dukungan sinergi dengan institusi yang lebih tinggi (fakultas, IPB) B. Eksternal

Peluang (Opportunities)

1. Prospek cerah agroindustri dan perkembangan pasar global

2. Kebutuhan akan pelayanan sertifikasi produk agroindustri

3. Peningkatan penghargaan masyarakat terhadap jaminan mutu atau mutu produk

Ancaman (Threats)

1. Institusi lain yang menyediakan jasa serupa

2. Penggunaan staf oleh institusi lain

3. Kecenderungan industri menggunakan teknologi dan jasa dari luar negeri

Sumber : Kuesioner diolah (2008)

a. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Matriks IFE)

Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting (Umar, 2005). Evaluasi terhadap faktor internal Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Faktor kekuatan yang dimiliki Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN antara lain pengetahuan serta pengalaman SDM dalam menguji,

(38)

mengaudit, melakukan assesmen, dan konsultasi di bidang agroindustri; fasilitas laboratorium dan sistem mutu (ISO/IEC 17025) yang tersedia; ketersediaan serta kemampuan SDM, sarana, dan prasarana dalam teknologi informasi; serta telah dikenal di bidang agroindustri dengan alumni dan kerja sama industri. Faktor kelemahan yang dimiliki Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN antara lain komitmen staf; keterbatasan pembiayaan untuk peningkatan teknologi informasi serta fasilitas laboratorium; serta dukungan sinergi dengan institusi yang lebih tinggi (fakultas, IPB) dan promosi. Berdasarkan identifikasi faktor internal, diperoleh total skor sebesar 2,842. Perhitungan secara kuantitatif terhadap identifikasi faktor internal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks IFE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN Faktor Internal Bobot Faktor (BF) Rating (R) Skor (BF * R) Kekuatan (Strengths)

1. Pengetahuan serta pengalaman SDM

di bidang agroindustri 0.146 4 0.584 2. Keinginan staf untuk berkontribusi

dalam mengembangkan agroindustri 0.156 3 0.468 3. Institusi di bidang agroindustri yang

telah dikenal (pendidikan, penelitian, pemberdayaan masyarakat)

0.120 3.4 0.408

4. Fasilitas laboratorium dan sistem

mutu (ISO/IEC 17025) yang tersedia 0.135 3 0.405 5. Ketersediaan data dan informasi

(misalnya hasil penelitian) 0.087 3.2 0.278

Kelemahan (Weaknesses) 1. Komitmen staf untuk fokus pada

suatu pekerjaan 0.133 1.6 0.213

2. Pembiayaan untuk pengembangan fasilitas (gedung, laboratorium, perpustakaan, dll.)

0.121 1.8 0.218

3. Dukungan sinergi dengan institusi

yang lebih tinggi (fakultas, IPB) 0.103 2.6 0.268

Total 1.000 2.842

(39)

Nilai variabel kekuatan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai berikut :

1. pengetahuan serta pengalaman sdm di bidang agroindustri (0.584);

2. keinginan staf untuk berkontribusi dalam mengembangkan agroindustri (0.468);

3. institusi di bidang agroindustri yang telah dikenal (pendidikan, penelitian, pemberdayaan masyarakat) (0.408);

4. fasilitas laboratorium dan sistem mutu (ISO/IEC 17025) yang tersedia (0.405); dan

5. ketersediaan data dan informasi (misalnya hasil penelitian) (0.278).

Nilai variabel kelemahan dari yang paling berpengaruh adalah sebagai berikut :

1. dukungan sinergi dengan institusi yang lebih tinggi (fakultas, IPB) (0.268);

2. pembiayaan untuk pengembangan fasilitas (gedung, laboratorium, perpustakaan, dll.) (0.218); dan

3. komitmen staf untuk fokus pada suatu pekerjaan (0.213).

b. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Matriks EFE)

Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan yang dapat mempengaruhi perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Umar, 2005). Evaluasi terhadap faktor eksternal Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN dilakukan dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapinya. Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN antara lain prospek cerah agroindustri dan perkembangan teknologi informasi; kebutuhan akan pelayanan sertifikasi produk agroindustri; serta penghargaan masyarakat terhadap jaminan mutu atau mutu produk. Faktor ancaman yang dihadapi oleh Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN antara lain institusi lain yang menyediakan jasa serupa; kerusakan fasilitas laboratorium dan tuntuntan penggunaan peralatan uji yang canggih; serta kecenderungan industri menggunakan teknologi dan jasa dari luar negeri. Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, diperoleh total skor sebesar

(40)

2,125. Perhitungan secara kuantitatif terhadap identifikasi faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks EFE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN Faktor Internal Bobot Faktor (BF) Rating (R) Skor (BF * R) Peluang (Opportunities)

1. Prospek cerah agroindustri dan

perkembangan pasar global 0.204 1.8 0.367 2. Kebutuhan akan pelayanan sertifikasi

produk agroindustri 0.217 2 0.434 3. Peningkatan penghargaan masyarakat

terhadap jaminan mutu atau mutu produk

0.204 2.4 0.490 Ancaman (Threats)

1. Institusi lain yang menyediakan jasa

serupa 0.127 2.6 0.330

2. Penggunaan staf oleh institusi lain 0.134 2.4 0.322 3. Kecenderungan industri

menggunakan teknologi dan jasa dari luar negeri

0.114 1.6 0.182

Total 1.000 2.125

Sumber : Kuesioner diolah (2008)

Nilai variabel peluang dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai berikut :

1. peningkatan penghargaan masyarakat terhadap jaminan mutu atau mutu produk (0.490);

2. kebutuhan akan pelayanan sertifikasi produk agroindustri (0.434); dan 3. prospek cerah agroindustri dan perkembangan pasar global (0.367).

Nilai variabel kelemahan dari yang paling berpengaruh adalah sebagai berikut :

1. institusi lain yang menyediakan jasa serupa (0.330);

2. penggunaan staf oleh institusi lain (0.322); dan

3. kecenderungan industri menggunakan teknologi dan jasa dari luar negeri (0.182).

(41)

c. Matriks Internal Eksternal (Matriks IE)

Matriks IE menggunakan parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail (Umar, 2005). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari matriks IFE dan matriks EFE dapat disusun matriks IE. Nilai yang didapat dari matriks IFE sebesar 2,842 dan hasil yang didapat dari matriks EFE sebesar 2,125. Tabel 4 menunjukkan bahwa dalam rangka pembentukan LSPro-TIN, Departemen TIN berada pada posisi sel di tengah (sel V). Posisi ini menggambarkan bahwa Departemen TIN berada pada posisi penerapan strategi pertumbuhan dan strategi stabilitas (growth strategy dan stability strategy).

Tabel 4. Matriks IE Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN

I II III

IV

V

VI

VII VIII IX

Sumber : Kuesioner diolah (2008)

Strategi pertumbuhan (growth strategy)didesain untuk mencapai pertumbuhan dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk atau jasa, atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Peminimalan biaya merupakan strategi terpenting apabila perusahaan berada dalam pertumbuhan yang cepat dan persaingan yang tinggi dengan perusahaan sejenisnya (Umar, 2005).

Kuat Rata-rata Lemah 1,0 Tinggi Sedang Rendah 1,0 2,0 2,0 3,0 3,0 4,0

TOTAL SKOR IFE

TOTAL SKOR

(42)

Departemen TIN termasuk late mover dalam bidang sertifikasi produk. Oleh karena itu strategi pertumbuhan yang harus diterapkan adalah memfokuskan diri pada pasar tertentu yang menguntungkan. Agroindustri terbukti memiliki prospek yang semakin cerah. Itulah sebabnya LSPro yang akan dibentuk oleh Departemen TIN memfokuskan diri pada sertifikasi produk-produk agroindustri.

Strategi pertumbuhan lebih dikonsentrasikan melalui integrasi horizontal. Menurut Umar (2005), strategi pertumbuhan melalui integritas horizontal adalah suatu kegiatan untuk memperluas perusahaan dengan cara membangun perusahaan di lokasi yang lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Dalam rangka pembentukan LSPro-TIN, strategi yang pertumbuhan melalui integritas horizontal untuk Departemen TIN lebih mengarah ke konsolidasi untuk bertahan. Caranya dapat berupa memperluas pasar, fasilitas, dan teknologi lewat pengembangan internal maupun eksternal melalui kerja sama dengan instansi lain yang berhubungan. Strategi ini salah satunya dapat diterapkan dengan pelaksanaan subkontrak kegiatan pengujian maupun inspeksi LSPro-TIN kepada laboratorium penguji atau lembaga inspeksi yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

2. Pengembangan LSPro-TIN

Strategi perusahaan adalah perencanaan komprehensif tentang bagaimana suatu perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi merupakan penempaan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan internal dan eksternal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara cepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.

Untuk menghadapi lingkungan usaha sertifikasi produk yang kompetitif, LSPro-TIN sangat membutuhkan strategi untuk memenangkan persaingan dalam mendapatkan pelanggan. Lingkungan usaha sertifikasi produk yang kompetitif menyebabkan LSPro-TIN memerlukan sistem

(43)

yang dapat dipergunakan untuk mengamati tren perubahan yang terjadi di lingkungn usaha sertifikasi dan untuk memperkirakan dampaknya terhadap strategi yang dipakai oleh LSPro-TIN untuk mewujudkan visinya.

Tabel 5. Matriks SWOT Departemen TIN dalam Rangka Pembentukan LSPro-TIN

Sumber : Analisis SWOT (2008)

Kekuatan (S) Kelemahan (W) Faktor Internal Faktor Eksternal 1. Pengetahuan serta pengalaman SDM di bidang agroindustri

2. Keinginan staf untuk berkontribusi dalam mengembangkan agroindustri 3. Institusi di bidang

agroindustri yang telah dikenal (pendidikan, penelitian, pemberdayaan masyarakat)

4. Fasilitas laboratorium dan sistem mutu (ISO/IEC 17025) yang tersedia 5. Ketersediaan data dan

informasi (misalnya hasil penelitian)

1. Komitmen staf untuk fokus pada suatu pekerjaan 2. Pembiayaan untuk

pengembangan fasilitas (gedung, laboratorium, perpustakaan, dll.) 3. Dukungan sinergi dengan

institusi yang lebih tinggi (fakultas, IPB)

Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O

1. Prospek cerah agroindustri dan perkembangan pasar global 2. Kebutuhan akan pelayanan

sertifikasi produk agroindustri 3. Peningkatan penghargaan

masyarakat terhadap jaminan mutu atau mutu produk

1. Mengembangkan jaringan kerja sama dengan industri dan institusi lain

2. Memanfaatkan dan memperluas cakupan sistem informasi (administrasi, dokumentasi) yang sudah ada

1. Peningkatan ketrampilan dan kualitas staf melalui mentoring dan pelatihan

2. Sosialisasi manfaat dan pentingnya sertifikasi produk ke perusahaan-perusahaan agroindustri

3. Pelaksanaan subkontrak pengujian maupun inspeksi

Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T

1. Institusi lain yang menyediakan jasa serupa 2. Penggunaan staf oleh institusi

lain

3. Kecenderungan industri menggunakan teknologi dan jasa dari luar negeri

1. Mengembangkan pelayanan 2. Pengembangan sistem

informasi berorientasi teknologi

3. Menciptakan kerjasama industri yang lebih menarik

1. Memperluas kerja sama dengan penyedia jasa laboratorium lainnya

2. Pengalokasian anggaran untuk sistem informasi

3. Membangun kerja sama saling menguntungkan dengan lembaga sertifikasi sejenis

(44)

Untuk menghasilkan berbagai alternatif strategi pengembangan usaha LSPro-TIN, diperlukan analisa dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O (strength-opportunity), strategi W-O (weakness-opportunity), strategi W-T (weakness-threat), dan strategi S-T (strength-threat). Penyusunan matriks SWOT didasarkan pada hasil analisa terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki oleh LSpro-TIN. Matriks SWOT Departemen TIN dalam rangka pembentukan LSPro-TIN dapat dilihat pada Tabel 5.

• Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan menggabungkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya (Rangkuti, 2006). Strategi ini meliputi : ƒ Mengembangkan jaringan kerja sama dengan industri dan institusi

lain. Seiring meningkatnya penghargaan terhadap mutu, tumbuh pula kebutuhan akan pelayanan sertifikasi produk. Departemen TIN sebagai institusi yang bergerak di bidang agroindustri ingin memanfaatkan peluang yang ada didukung oleh kompetensinya yang memadai

ƒ Memanfaatkan dan memperluas cakupan sistem informasi (administrasi, dokumentasi) yang sudah ada. Perkembangan pasar global, termasuk teknologi, dapat terantisipasi oleh tersedianya sarana dan data yang dimiliki Departemen TIN.

• Strategi W-O

Strategi ini memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan (Rangkuti, 2006). Strategi ini meliputi : ƒ Peningkatan ketrampilan dan kualitas staf melalui mentoring dan

pelatihan. Hal ini bertujuan meningkatkan pelayanan LSPro-TIN sebagai penyedia jasa sertifikasi produk agroindustri.

ƒ Sosialisasi manfaat dan pentingnya sertifikasi produk ke perusahaan-perusahaan agroindustri. Hal ini penting untuk

(45)

meningkatkan kasadaran mutu sekaligus promosi kegiatan LSPro-TIN itu sendiri.

ƒ Pelaksanaan subkontrak pengujian maupun inspeksi. Selain dapat mengurangi beban kerja LSPro-TIN, pelaksanaan subkontrak pengujian maupun inspeksi dapat mensiasati kurang sempurnanya fasilitas uji yang dimiliki oleh Departemen TIN.

• Strategi S-T

Strategi ini menggunakan kekuatan perusahaan untuk mengatasi ancaman yang mungkin terjadi (Rangkuti, 2006). Strategi ini meliputi :

ƒ Mengembangkan pelayanan. Hal ini penting untuk mengantisipasi adanya institusi lain yang menyediakan layanan yang serupa. Oleh karena itu LSPro-TIN memiliki ciri khusus produk agroindustri dan didukung dengan kompetensinya yang telah diakui di bidang tersebut.

ƒ Pengembangan sistem informasi berorientasi teknologi. Ketersediaan data dan informasi dapat menjadi kekuatan yang mejadikan LSPro-TIN lebih unggul dibandingkan institusi lain yang menyediakan jasa serupa.

ƒ Menciptakan kerjasama industri yang lebih menarik. Departemen TIN memiliki SDM yang memadai untuk pembentukan LSPro. Agar lebih menarik industri supaya menggunakan jasanya, LSPro-TIN harus menciptakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan dengan industri.

• Strategi W-T

Strategi ini dilakukan untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan (Rangkuti, 2006). Strategi ini meliputi :

ƒ Memperluas kerja sama dengan penyedia jasa laboratorium lainnya. Ketiadaan fasilitas uji yang dimiliki oleh Departemen TIN dapat teratasi dengan subkontrak yang tapat.

(46)

ƒ Pengalokasian anggaran untuk sistem informasi. Hal ini penting untuk meningkatkan daya saing LSPro-Tin dibandingkan institusi lain yang menyediakan jasa serupa.

ƒ Membangun kerja sama saling menguntungkan dengan lembaga sertifikasi sejenis. Kegiatan ini berguna sebagai pembelajaran bagi LSPro-TIN yang merupakan late mover dalam bidang sertifikasi produk.

3. Penentuan Ruang Lingkup Sertifikasi LSPro-TIN

Penentuan ruang lingkup awal LSPro-TIN dilakukan melalui suatu jajak pendapat di kalangan Departemen TIN. Sebanyak dua puluh produk, yaitu teh celup, biji kopi, biji kakao, gula kristal putih, AMDK, minuman teh dalam kemasan, tepung terigu, tepung sagu, minyak atsiri, garam beryodium, minyak goreng, margarin, biodiesel, etanol,minyak bakar, sabun, kosmetika, pupuk organik, pupuk anorganik, dan fitofarmaka, akan dinilai oleh sejumlah responden. Kedua puluh produk tersebut dipilih berdasarkan potensi yang dimiliki dan wajib atau tidaknya SNI atas produk yang bersangkutan. Responden akan menilai produk-produk tersebut dari segi nilai komersil, tren persaingan, dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh Departemen TIN.

Ada tiga bagian dalam kuesioner yang diajukan. Bagian pertama disusun dengan tujuan mengetahui sejauh mana pengetahuan responden tentang jaminan mutu, khususnya SNI. Bagian kedua merupakan inti dari kuesioner, yaitu pemberian penilaian terhadap dua puluh produk yang telah ditentukan. Bagian ketiga bertujuan menggali saran dari responden berkaitan dengan LSPro-TIN.

Bagian pertama kuesioner terdiri dari lima pertanyaan. Pertanyaan pertama menanyakan perlunya jaminan mutu terhadap suatu produk. Seluruh responden (100%) menjawab bahwa jaminan mutu terhadap suatu produk perlu untuk memberikan kepastian mutu produk kepada konsumen dan mendorong perbaikan kualitas produk. Pertanyaan kedua menanyakan pengetahuan responden tentang prosedur pemberian jaminan mutu

(47)

terhadap suatu produk. Dua per tiga dari jumlah responden (66.7%) mengetahui prosedur pemberian jaminan mutu terhadap suatu produk, yaitu melalui mekanisme sertifikasi produk berdasarkan standar yang berlaku, misalnya SNI. Sisanya (33.3%) belum mengetahui prosedur tersebut. Pertanyaan ketiga menanyakan penilaian responden tentang pentingnya peran SNI dalam memberikan kepastian mutu terhadap suatu produk. Berturut-turut, sebanyak 60%, 33.3%, dan 6.7% responden menyatakan bahwa peran SNI sangat penting, penting, dan biasa saja karena SNI merupakan standar mutu produk, akan tetapi belum semua produk wajib menerapkan SNI. Pertanyaan keempat menanyakan perlunya tanda SNI pada produk yang beredar di pasar. Berturut-turut, sebanyak 50%, 23.3%, dan 20% responden menyatakan bahwa adanya tanda SNI pada produk sangat perlu, perlu, dan tidak perlu, sedangkan sisanya (6.7%) tidak menyatakan pendapatnya. Pencantuman tanda SNI pada suatu produk menyatakan bahwa produk tersebut telah memenuhi standar, akan tetapi tidak semua produk ditetapkan wajib memenuhi SNI. Pertanyaan kelima menanyakan pentingnya tanda SNI terhadap keputusan responden dalam membeli suatu produk. Berturut-turut, sebanyak 36.7%, 46.7%, 6.7% dan 10% responden menyatakan bahwa tanda SNI sangat penting, penting, biasa saja, dan tidak penting terhadap keputusan mereka dalam membeli suatu produk. Pada produk tertentu yang bertanda SNI, tanda tersebut menjamin bahwa produk tersebut memiliki kualitas sesuai standar, akan tetapi pada kenyataanya masih ditemukan produk yang tidak sesuai mutunya.

Bagian kedua kuesioner merupakan bagian utama dalam penentuan ruang lingkup awal LSPro-TIN. Dua puluh produk yang telah ditentukan dinilai oleh responden dari segi nilai komersil, tren persaingan, dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh Departemen TIN. Hasil kuesioner bagian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

(48)

Tabel 6. Skor Penilaian Produk sebagai Ruang Lingkup LSPro-TIN

No. Produk Skor Total Peringkat

1 Teh celup 359 5

2 Biji kopi 352 7

3 Biji kakao 352 8

4 Gula kristal putih 338 10 5 Air Minum dalam Kemasan (AMDK) 373 2 6 Minuman teh dalam kemasan 359 6

7 Tepung terigu 309 15 8 Tepung sagu 301 17 9 Minyak atsiri 359 4 10 Garam beryodium 298 18 11 Minyak goreng 384 1 12 Margarin 326 11 13 Biodiesel 317 13 14 Bioetanol 320 12 15 Biofuel 287 20 16 Sabun 364 3 17 Kosmetika 348 9 18 Pupuk organik 303 16 19 Pupuk anorganik 296 19 20 Fitofarmaka 313 14

Sumber : Kuesioner diolah (2007)

Produk-produk yang menduduki sepuluh peringkat teratas adalah minyak goreng, AMDK, sabun, minyak atsiri, teh celup, minuman teh dalam kemasan, biji kopi, biji kakao, kosmetika, dan gula kristal putih. Oleh karena itu ditentukan sepuluh produk tersebut menjadi ruang lingkup awal sertifikasi produk TIN. Apabila di masa mendatang LSPro-TIN ingin memperluas ruang lingkup sertifikasi produknya, hal ini dapat diajukan kembali kepada pihak yang berwenang.

Bagian ketiga merupakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan masukan yang berguna dalam perancangan sistem sertifikasi produk agroindustri LSPro-TIN. Saran yang diberikan oleh responden dapat dirangkum menjadi beberapa hal, yaitu :

• mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, terutama untuk kegiatan analisa;

• mempersiapkan sarana dan fasilitas uji yang memadai;

Gambar

Gambar 2. Kegiatan Akreditasi Lembaga Penilaian Kesesuaian
Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran Lembaga Akreditasi (KAN) Lembaga Sertifikasi ProdukProdusen Produk SNI Studi Perancangan Sistem Sertifikasi Produk Agroindustri
Gambar 4. Diagram Kegiatan Studi Identifikasi
Tabel 1. Faktor Internal dan Eksternal Departemen TIN dalam Rangka  Pembentukan LSPro-TIN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu kebijakan ini akan dilaksanakan melalui Program Pengembangan Standardisasi Nasional, dengan kegiatan Peningkatan Akreditasi Lembaga Sertifikasi, yang

 Panitia Teknis terdiri dari satu atau lebih personil yang memahami Sistem Manajemen Mutu ISO 9001; atau Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000; atau Sistem

 Panitia Teknis terdiri dari satu atau lebih personil yang memahami Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 atau Sistem Manajemen Mutu terkait Pangan lainnya yang diakui dan produk

Operational Manager menyampaikan fotokopi tindakan perbaikan yang telah dilakukan oleh klien kepada Lead Auditor / Auditor yang bersangkutan atau auditor lain yang terdaftar di

Unit pengupas merupakan komponen terpenting dari mesin pengupas kulit buah kopi yang terdiri dari selinder berputar (rotor) yang memiliki permukaan bertonjolan dan permukaan

Pemeliharaan alat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk merawat serta menjaga setiap fasilitas atau peralatan dari bagian-bagian alat pencacah jagung agar dalam keadaan siap

Berdasarkan uraian di atas tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah memperkenalkan salah satu bentuk invers matriks yang diperumum yaitu invers Drazin

Berdasarkan hasil pemodelan 2D pada Gambar 6 dan kondisi geologi maka nilai tahanan jenis batuan (Anderson et al. 2000) hasil pemodelan 2D MT dapat ditafsirkan