DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
D. Manfaat Penelitian ...
E. Definisi Operasional ...
F. Hipotesis ... 1
11
12
13
14
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Geometri ...
B. Representasi Matematis ... 18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...
B. Populasi dan Sampel ...
C. Variabel Penelitian ...
D. Deskripsi Lokasi Penelitian ...
E. Instrumen Penelitian ...
F. Pengembangan Bahan Ajar ...
G. Teknik Pengumpulan Data ...
H. Teknik Pengolahan Data ...
I. Tahap Penelitian ...
J. Jadwal Penelitian ...
K. Prosedur Penelitian ... 56 57 59 60 61 69 71 71 76 78 78 C. Teori Van Hiele dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Matematika ...
D. Pendekatan Induktif-deduktif ...
E. Program Cabri Geometry ...
F. Teori Belajar Pendukung ...
G. Hasil Penelitian tentang Cabri Geometry dan Pendekatan
Induktif-Deduktif ... 32 36 41 48 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ...
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...
B. Saran ... 112
114
DAFTAR PUSTAKA ... 116
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Implikasi-Implikasi untuk Konsep Representasi ... 28
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan Induktif-Deduktif dengan Pendekatan Konvensional ... 40
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 56
Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas, variabel Terikat, dan Variabel Kontrol ... 58
Tabel 3.3 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi ... 62
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 64
Tabel 3.5 Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 64
Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 65
Tabel 3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 66
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 67
Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 67
Tabel 3.10 Klasifikasi Daya Pembeda ... 68
Tabel 3.11 Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Matematis .... 69
Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 69
Tabel 3.13 Klasifikasi Nilai Gain ... 72
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Representasi
Matematis ... 81
Tabel 4.2 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 82
Tabel 4.3 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 83
Tabel 4.4 Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 84
Tabel 4.5 Uji Normalitas Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 85
Tabel 4.6 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan
Representasi Matematis ... 86
Tabel 4.7 Deskripsi statistik Gain Kemampuan Representasi
Matematis berdasarkan KAM Siswa ... 87
Tabel 4.8 Uji Normalitas Gain Kemampuan Representasi Matematis
Menurut KAM Siswa ... 88
Tabel 4.9 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Tinggi ... 90
Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Tinggi ... 90
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Sedang ... 92
Tabel 4.12 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi
Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Rendah ... 94
Tabel 4.14 Rataan Skor Gain Kemampuan Representasi Matematis
Siswa Kelas Eksperimen berdasarkan Kategori Kemampuan
Awal Siswa ... 95
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Gain Kemampuan Representasi Matematis
Siswa Kelas Eksperimen ... 96
Tabel 4.16 Analisis Varians Gain Kemampuan Representasi Matematis
Kelas Eksperimen berdasarkan KAM Siswa ... 97
Tabel 4.17 Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi Kelas
Eksperimen berdasarkan KAM Siswa ... 97
Tabel 4.18 Uji ANOVA Dua Jalur Gain Kemampuan Representasi
Matematis berdasarkan KAM Siswa ... 99
Tabel 4.19 Uji Games-Howell Gain Kemampuan Representasi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Gambar Menu Triangle ... 44
Gambar 2.2 Gambar Konstruksi Segitiga ABC ... 44
Gambar 2.3 Gambar Menu Polygon ... 44
Gambar 2.4 Gambar Konstruksi Segi-5 ... 44
Gambar 2.5 Gambar Menu Circle ... 45
Gambar 2.6 Gambar Konstruksi Lingkaran ... 45
Gambar 2.7 Gambar Konstruksi Segitiga ABC ... 45
Gambar 2.8 Gambar Menu Angle Bisector ... 45
Gambar 2.9 Gambar Konstruksi Garis Bagi Sudut A ... 46
Gambar 2.10 Gambar Konstruksi Garis Bagi Sudut B ... 46
Gambar 2.11 Gambar Menu Intersection Point ... 46
Gambar 2.12 Gambar Konstruksi Intersection Point ... 46
Gambar 2.13 Gambar Menu Perpendicular Line ... 47
Gambar 2.14 Gambar Konstruksi Perpendicular Line ... 47
Gambar 2.15 Gambar Rekonstruksi Titik D ... 45
Gambar 2.16 Gambar Rekonstruksi Lingkaran dalam Segitiga ABC ... 47
Gambar 4.1 Gambar Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa berdasarkan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 101
Gambar 4.2 Gambar Hasil Pretes Siswa untuk Soal Nomor 1 ... 109
Gambar 4.3 Gambar Hasil Postes Siswa untuk Soal Nomor 1 ... 110
Gambar 4.4 Gambar Hasil Postes Siswa untuk Soal Nomor 2 ... 110
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1 Diagram Skema Perolehan Pengetahuan ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A.1 Silabus ... 121
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 145
Lampiran B.1 Modul Penggunaan Program Cabri Geometry ... 174
Lampiran C.1 Kisi-kisi Instrumen ... 188
Lampiran C.2 Instrumen Tes ... 189
Lampiran C.3 Alternatif Jawaban Tes ... 190
Lampiran D.1 Hasil Uji Coba Soal ... 194
Lampiran E.1 Hasil Pretes, Postes, dan Gain ... 198
Lampiran E.2 Output Hasil Pengolahan Data ... 208
Lampiran F.1 Dokumentasi ... 218
Lampiran F.2 SK Izin Melaksanakan Penelitian ... 225
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut James dan James (Suherman, 2003: 31) matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi
ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Mengingat objek-objek
penelaahan dalam matematika bersifat abstrak dan harus dipelajari sejak
anak-anak, maka kegiatan pembelajaran matematika harus direncanakan sesuai dengan
kemampuan peserta didik.
Geometri merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran
matematika. Namun dalam beberapa tahun terakhir, geometri formal kurang
begitu berkembang. Hal ini dapat disebabkan oleh kesulitan siswa dalam
membentuk konstruksi nyata yang diperlukan secara akurat, adanya anggapan
bahwa untuk melukis bangun geometri memerlukan waktu yang lama, dan
kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam proses pembuktian. Sementara itu,
melukis memainkan peranan yang penting dalam pembelajaran geometri di
sekolah karena lukisan geometri menghubungkan antara ruang fisik dan teori.
Geometri adalah materi pelajaran matematika yang membutuhkan
kemampuan matematis yang cukup baik untuk memahaminya. Menurut NCTM
(Siregar, 2009: 5) kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari
geometri adalah: 1) kemampuan menganalisis karakter dan sifat dari bentuk
argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang
lainnya; 2) kemampuan menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik
dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta
menghubungkannya dengan sistem yang lain; 3) kemampuan aplikasi
transformasi dan penggunaannya secara simetris untuk menganalisis situasi
matematis; 4) mampu menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model
geometri untuk memecahkan masalah. Dengan menguasai
kemampuan-kemampuan tersebut, diharapkan penguasaan siswa terhadap materi geometri
menjadi lebih baik.
Berdasarkan Kurikulum 2006, geometri pada jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP) mendapatkan porsi yang besar dari keseluruhan isi kurikulum
matematika dibandingkan dengan materi lain seperti aljabar, peluang dan statistik.
Hal ini mengidentifikasikan bahwa geometri merupakan salah satu komponen
penting pada kurikulum matematika SMP, sehingga pembelajaran geometri yang
tidak memadai akan memberi pengaruh yang besar terhadap ketidakberhasilan
pembelajaran matematika di sekolah dan pada jenjang pendidikan lanjutan.
Sunardi (2007) menyatakan bahwa dibandingkan dengan materi-materi
matematika lainnya, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan.
Kesulitan siswa dalam belajar geometri terjadi mulai dari Sekolah Dasar (SD)
sampai Perguruan Tinggi (PT). Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil penelitian
Purniati (2009) juga menyebutkan bahwa kenyataan di lapangan, geometri
merupakan materi matematika yang menjadi masalah dari jenjang SD sampai
Jika dikaji lebih lanjut mengenai kaitan antara objek-objek geometri yang
abstrak dengan kesulitan siswa dalam belajar geometri, maka akan muncul dugaan
bahwa sesungguhnya terdapat masalah dalam pembelajaran geometri di sekolah
berkaitan dengan pembentukan konsep-konsep yang abstrak. Mempelajari konsep
yang abstrak tidak dapat dilakukan hanya dengan transfer informasi saja, tetapi
dibutuhkan suatu proses pembentukan konsep melalui serangkaian aktivitas yang
dialami langsung oleh siswa. Rangkaian aktivitas pembentukan konsep abstrak
tersebut selanjutnya disebut proses abstraksi.
Nurhasanah (2010) menyatakan bahwa sesuai karakteristik geometri, proses
abstraksi haruslah terintegrasi dengan proses pembelajaran yang berlangsung
sehingga harus memperhatikan beberapa aspek seperti, metode pembelajaran,
model pembelajaran, bahan ajar, ketersediaan dan penggunaan alat peraga atau
ketrampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Secara teori,
pembentukan konsep yang terkait dengan objek-objek geometri dapat dilihat dari
dua sudut pandang, yaitu sudut pandang proses abstraksi dan sudut pandang teori
Van Hiele.
Selain sudut pandang tersebut, dalam pembelajaran geometri perlu
diperhatikan pula peranan alat peraga yang berkaitan erat dengan objek geometri
yang abstrak. Ketika teori Van Hiele muncul, jenis alat peraga pembelajaran
matematika masih sangat terbatas pada benda-benda kongkrit. Namun, seiring
perkembangan teknologi saat ini telah berkembang jenis alat peraga baru yang
dikenal dengan konsep alat peraga maya. Alat ini memiliki karakteristik
pembelajaran. Contohnya jenis Dynamic Geometry Software (perangkat lunak
geometri dinamis).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajar matematika khususnya materi geometri, dapat memperoleh hasil
yang lebih baik setelah diberikan perlakuan dengan belajar menggunakan
software dibandingkan siswa yang belajar tanpa menggunakan software atau cara
konvensional. Siregar (2009) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar geometri dengan Geometer’s
Sketchpad (GSP) lebih baik daripada siswa yang belajar geometri tanpa GSP.
Muabuai (2009) berdasarkan hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
geometri dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan program Cabri
Geometry II Plus lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran tanpa
bantuan program Cabri Geometry II Plus. Dengan demikian penggunaan
teknologi berupa software telah dapat meningkatkan kemampuan matematis
siswa, sehingga diharapkan dengan penggunaan software dalam pembelajaran
geometri juga akan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.
Meskipun kemampuan representasi telah dinyatakan sebagai salah satu
standar proses dalam Kurikulum 2006 yang harus dicapai oleh siswa melalui
pembelajaran matematika, namun dalam pelaksanaan di sekolah umumnya belum
sesuai dengan yang diharapkan. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan
menumbuhkan atau mengembangkan daya representasi siswa secara optimal.
Hiebert & Carpenter (Hudiono, 2005) mengemukakan bahwa kemampuan
representasi matematis diajarkan di sekolah karena komunikasi dalam matematika
memerlukan representasi matematis yang berupa: simbol tertulis, diagram
(gambar), tabel, ataupun benda/obyek. Menurut Jones (Hudiono, 2005), terdapat
beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: kelancaran dalam
membangun suatu konsep dan berpikir matematis; ide-ide yang diberikan guru
sangat mempengaruhi pemahaman siswa dalam matematika; untuk memiliki
kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel dapat dibangun
melalui kemampuan representasi matematis.
Kemampuan mempresentasikan ide-ide matematika yang mempunyai
struktur yang tinggi tersebut dapat dilaksanakan dengan sebuah pendekatan, yaitu
pendekatan induktif-deduktif. Pendekatan induktif-deduktif adalah suatu cara
memunculkan ide-ide baik secara lisan atau tulisan. Dahar (1996) mengatakan,
para ahli teori deduktif bekerja dari atas ke bawah. Mereka membangun suatu
teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori yang diuji dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan kemudian dari sekumpulan asumsi dikeluarkan
hipotesis atau teorema. Para ahli teori induktif bekerja sebaliknya, yaitu dari
bawah ke atas. Mereka menyusun sistem-sistem dari hasil penelitian yang telah
diuji dan keuntungan teori ini tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang
kebenarannya cukup tinggi. Menurut Janvier (1987) dengan suatu pendekatan
tersebut dapat diartikan sebagai tolak ukur atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran.
Kusumah (2008) juga menyebutkan bahwa, secara garis besar terdapat dua
jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif merupakan proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang umum
(berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus
yang dimulai dari sekumpulan fakta yang ada dengan berproses dari hal-hal yang
bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak. Untuk menemukan suatu formula siswa
terlibat aktif dalam mengobservasi, berpikir dan bereksperimen.
Pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif adalah proses penyajian
konsep atau prinsip matematik yang diawali dengan pemberian contoh-contoh,
dilanjutkan dengan menemukan/mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi
konjektur, menelaah konsep, membuktikan konjektur, dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal sesuai dengan konsep dan prinsip yang telah diberikan
(Mulyana, 2005). Pendekatan deduktif sangat bersesuaian dengan metode
ekspositori yang biasa digunakan oleh guru-guru di sekolah dewasa ini.
Hasil penelitian Dewanto (2003), yang mengatakan bahwa kemampuan
berpikir matematik tingkat tinggi mahasiswa yang meliputi aspek pemecahan
masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematik, lebih meningkat dalam
pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif daripada pendekatan
konvensional. Mulyana (2005) juga mengatakan bahwa, kemampuan berpikir
induktif-deduktif lebih baik daripada kemampuan siswa yang pembelajarannya
dilakukan secara biasa.
Pembelajaran dengan penyajian bahan ajar menggunakan pendekatan
induktif yang dimulai dari contoh-contoh yang bersifat khusus kemudian siswa
dituntut untuk membuat kesimpulan. Dari pendekatan secara induktif kemudian
dilakukan pendekatan secara deduktif yang dimulai dari suatu aturan (definisi,
teorema) yang bersifat umum dilanjutkan dengan contoh-contoh.
Berkaitan dengan teori Bruner, menurut Ruseffendi (2006), dalam
pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif perlu
memperhatikan empat dalil, yaitu; penyusunan (construction), notasi (notation),
pengkontrasan dan keanekaragaman (contrast and variation), dan pengaitan
(connectivity). Dalil penyusunan, menjelaskan bahwa dalam mempelajari
matematika akan lebih melekat apabila siswa melakukan sendiri susunan
representasinya. Dalil notasi, menjelaskan bahwa dalam pembelajaran perlu
mempertimbangkan penggunaan notasi yang sesuai dengan perkembangan mental
anak. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, menjelaskan bahwa untuk
menjadikan konsep menjadi lebih bermakna, perlu sajian konsep yang kontras dan
aneka ragam. Sedangkan dalil pengaitan, menjelaskan bahwa proses pembelajaran
perlu mempertimbangkan pemberian kesempatan mempelajari keterkaitan antar
konsep, antar topik, dan antar cabang matematika.
Berbagai pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara kita
telah dilakukan, mulai dari penyempurnaan kurikulum sampai ke model dan
membentuk subjek didik yang berkualitas, kreatif dan dapat menghadapi
perkembangan zaman.
Kehadiran media dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang
cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media. Selain itu media dapat mewakili apa yang
kurang mampu diucapkan seorang guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu.
Peressini dan Knut (Jiang, 2008) menyatakan bahwa ada 5 hal dasar
mengapa teknologi dipilih untuk digunakan sebagai alat pedagogis dalam
pembelajaran matematika, yaitu:
1. Teknologi dapat digunakan untuk management. Dalam hal ini untuk
memindahkan data pengetahuan atau arsip siswa dari bentuk buku ke dalam
bentuk elektronik. Hal ini dimungkinkan untuk mempercepat proses
pencarian arsip data siswa dan materi pelajaran.
2. Teknologi dapat berperan sebagai alat komunikasi. Guru dan siswa dapat
melakukan pembelajaran jarak jauh, dengan menggunakan telekomfrens, atau
dengan menggunakan mailing list. Guru dapat mengatur jadwal pembelajaran
tidak hanya didalam kelas tapi juga diluar kelas. Siswa dapat bertanya atau
berbagi informasi dengan temannya melalui kelompok mailing list.
3. Teknologi dapat berperan sebagai alat evaluasi. Dengan menggunakan
sekolah lain. Dengan melihat itu guru atau pakar pendidikan di sekolah
tersebut dapat melakukan evaluasi terhadap mutu pendidikan sekolahnya.
4. Teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu memotivasi. Teknologi berupa
komputer dapat melakukan pembelajaran yang berulang tanpa merasa bosan.
Siswa tidak perlu merasa malu untuk terus mengulang materi yang mereka
anggap kurang dipahami. siswa dapat terus belajar sampai mereka merasa
benar-benar menguasai materi tersebut, sifat komputer yang tidak merasa
jenuh dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
5. Pemanfaatan teknologi membantu pemahaman algoritma matematik siswa
kepada arah yang lebih baik lagi, dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep dan problem solving. Dalam kapasitas peningkatan
kemampuan kognitif, teknologi menawarkan sesuatu yang unik untuk siswa
yaitu memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap
konsep-konsep matematika. Hal ini memberikan cara baru mempresentasikan konsep-konsep
secara kompleks, dan membuat arti baru untuk siswa dan guru bisa
memanipulasi objek-objek yang abstrak dengan tangannya sendiri.
Saat ini hampir setiap sekolah telah mempunyai laboratorium komputer.
Komputer-komputer di laboratorium sekolah tersebut pada umumnya hanya
digunakan untuk kepentingan administrasi, seperti mengetik surat, mengetik
laporan, membuat daftar gaji, dan sebagainya. Masih jarang sekolah yang
menggunakan komputer untuk pembelajaran. Kalaupun ada, sebagian besar
komputer hanya digunakan untuk mata pelajaran komputer itu sendiri (TIK).
Matematika), belum mampu menggunakan program-program komputer tersebut
dalam pembelajaran.
Kehadiran media mempunyai peran yang penting dalam proses
pembelajaran matematika yang objek kajiannya bersifat abstrak (termasuk materi
geometri), terutama media yang dapat mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran geometri. Dewasa ini media pembelajaran berbasis komputer telah
berkembang pesat. Beberapa software untuk pembelajaran geometri telah dikembangkan, antara lain; Cabri Geometry 2D (Cabri I dan Cabri II) dan 3D, Geometer’s Sketchpad, Geogebra, Autograph, Cinderella, Graph, Wingeom dan
Geometry Expert. Patsiomitou (2008) menyatakan bahwa pembelajaran geometri
dengan bantuan software geometri misalnya Cabri Geometry ada empat hal yang
dapat dicapai siswa, yaitu; (1) siswa dapat membangun kemampuan pemecahan
masalah dengan menggunakan software, (2) membangun skema mental melalui konstruksi dengan menggunakan skema, (3) meningkatkan kemampuan reaksi
visual melalui kegiatan representasi visual, dan (4) membangun proses pemikiran
mengenai geometri berdasarkan teori Van Hiele melalui kombinasi aktifitas
representasi visual dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru saat proses
belajar berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengkaji pengaruh
pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu
software Cabri Geometry dengan pendekatan induktif untuk meningkatkan
kemampuan representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (Studi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif
berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa?
6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa?
7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal
matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif
berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry.
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry.
3. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
4. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
antara siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry.
5. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa.
6. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa.
7. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal
matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberi masukan yang berarti bagi kegiatan
pembelajaran di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan
representasi matematis siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Memperkenalkan pada guru, calon guru, dan siswa salah satu software
yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran matematika di
kelas.
b. Dapat mengembangkan kemandirian dan kreatifitas belajar matematika
c. Dapat mengembangkan kemampuan penggunaan aplikasi komputer
dalam pembelajaran matematika di kelas bagi guru dan siswa.
d. Memberikan umpan balik (feedback) bagi guru dalam menyusun
rancangan/rencana pembelajaran matematika yang lebih bervariasi.
2. Manfaat Akademik
a. Dapat mengoptimalkan pemanfaatan laboratorium komputer sekolah
untuk kegiatan pembelajaran matematika
b. Memberikan alternatif rancangan pembelajaran bagi guru dan calon guru
pada pelajaran matematika yang selama ini hanya menggunakan
strategi-strategi pembelajaran yang tidak menggunakan komputer.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang digunakan pada rumusan masalah dalam penelitian ini, maka perlu
dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan representasi matematis siswa yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kemampuan siswa dalam menyatakan ide/gagasan matematis
dalam bentuk tabel, gambar, grafik, pernyataan matematis, teks tertulis atau
kombinasi dari semuanya; kemampuan mengungkapkan kembali suatu uraian
dengan bahasa siswa sendiri; dan kemampuan menyusun argumen atau
2. Pendekatan induktif-deduktif adalah pembelajaran matematika yang diawali
dengan penyajian konsep, pemberian contoh, kemudian dilanjutkan dengan
proses menemukan/mengkonstruksi konsep, menelaah konsep,
mengkonstruksi dan membuktikan konjektur, dan memberikan soal-soal
sesuai dengan konsep dan prinsip yang telah diberikan. Pada penelitian ini
pelaksanakannya hanya sampai tahap pendekatan induktif, hal ini peneliti
sesuaikan dengan kurikulum sekolah menengah pertama khususnya kelas VII
untuk materi segitiga.
3. Program Cabri Geometry adalah salah satu program atau software interaktif yang dapat dipergunakan untuk belajar geometri dan trigonometri
(wikipedia.org/wiki/Cabri_Geometry). Software ini diproduksi oleh
perusahaan Cabrilog Perancis (French Company Cabrilog) yang dibuat dengan berbagai kemudahan-kemudahan dalam penggunaannya. Program ini
dapat dijalankan dengan Windows dan Mac OS. Dengan software ini guru dapat membuat animasi geometri dan dapat membuktikan apa yang tidak
dapat atau sulit dibuktikan guru di papan tulis.
4. Peningkatan kemampuan representasi yang dimaksud adalah peningkatan
kemampuan representasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan gain
ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan skor postes siswa.
5. Kemampuan awal matematis (KAM) siswa yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kemampuan matematis siswa pada pembelajaran sebelumnya.
KAM siswa yang digunakan didasarkan pada nilai raport atau
peringkat/rangking siswa pada semester sebelumnya dan dikelompokkan
6. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran ekspositori, di mana
guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan membuat
catatan berdasarkan penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa
mengerjakan sejumlah soal sebagai latihan, dan selama kegiatan tersebut
siswa dipersilahkan bertanya apabila tidak mengerti. Dalam pembelajaran
konvensional ini siswa dapat dikatakan individu yang pasif pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung.
F. Hipotesis
Penelitian ini menggunakan dua kelas siswa yang belajar geometri, yaitu
siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif
berbantuan program Cabri Geometry dan kelas siswa yang memperoleh
pembelajaran geometri dengan pendekatan induktiftanpa bantuan program Cabri
Geometry. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran geometri pada masing-masing kelas tersebut dapat
dilihat dari skor hasil tes kemampuan representasi matematis siswa. Oleh karena
itu hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif
berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CabriGeometry.
5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa.
6. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa.
7. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif.
Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Group Design (Fraenkel
dan Wallen, 2007) yaitu desain kelompok pembanding pretes/postes. Dalam
penelitian ini diambil dua kelas yang homogen dengan perlakuan berbeda. Kelas
eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan
pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas kontrol
adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan
induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry.
Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Treatment Group O X1 O
Control Group O X2 O
Keterangan:
O : Pretes/Postes
X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program
Cabri Geometry
X2 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktiftanpa bantuan program
Cabri Geometry
Untuk melihat secara lebih mendalam tentang pengaruh pendekatan
induktif berbantuan program Cabri Geometry terhadap peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa, maka dalam penelitian ini dilibatkan kategori
kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Instrumen tes kemampuan
representasi matematis yang digunakan di awal (pretest) dan akhir (posttest) sama
karena tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan
akan lebih baik jika diukur dengan alat ukur yang sama.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 8
Banda Aceh semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri atas 7 kelas
(196 orang siswa). Adapun alasan pemilihan subjek penelitian pada SMP Negeri
8 Banda Aceh, yaitu:
a. Menurut data dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh,
SMP Negeri 8 merupakan sekolah kategori menengah dengan kemampuan
akademik siswanya heterogen. Dengan kemampuan akademik yang heterogen
tersebut maka akan mewakili siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
b. Peneliti merupakan salah satu guru tetap yang mengajar bidang studi
matematika pada SMP Negeri 8 Banda Aceh.
c. Prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 8 Banda Aceh untuk materi
geometri berada pada tingkat menengah ke bawah di antara sekolah-sekolah
d. Siswa-siswi SMP Negeri 8 Banda Aceh adalah siswa-siswi yang berasal dari
latar belakang ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan orang tua yang beragam,
yaitu; pedagang, nelayan, petani, guru/dosen, sopir angkutan umum, dan
swasta.
e. Guru-guru SMP Negeri 8 Banda Aceh khususnya guru matematika adalah
guru-guru yang senang dan mau berinovasi untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa
f. SMP Negeri 8 Banda Aceh memiliki laboratorium komputer yang selama ini
hanya digunakan untuk pelajaran komputer (TIK) dan kebutuhan administrasi
sekolah
g. Belum pernah ada penelitian tentang pemanfaatan laboratorium komputer
untuk pelajaran-pelajaran selain pelajaran TIK sendiri.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ”Purposive
Sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2009: 218). Sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
dua kelas yang dipilih dari 7 kelas yang tersedia, yaitu: kelas (VII4) yang
memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan
program Cabri Geometry dan kelas (VII5) yang memperoleh pembelajaran
geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry.
Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam
hal ini dipilih khusus kelas VII. Hal ini disebabkan peralihan siswa dari sekolah
dasar ke sekolah menengah merupakan peralihan dari tingkat konkrit ke abstrak
matematis siswa masih kurang karena mereka baru beralih dari tingkat kongkret
ke abstrak, dan terdapat sejumlah materi geometri yang diperkirakan cocok
diajarkan dengan menggunakan program Cabri Geometry.
C. Variabel Penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel
yang dapat dimodifikasi sehingga mempengaruhi variabel lain, sedangkan
variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi/perlakuan
pada variabel bebas.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif, dan
program Cabri Geometry, sedangkan kemampuan representasi matematis siswa
adalah sebagai variabel terikat.
Pada setiap pelaksanaan penelitian tidak menutup kemungkinan akan
muncul variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi variabel terikat yang
disebut variabel extraneous, misalnya bahan ajar, guru, dan waktu belajar siswa.
Untuk menghindari variabel extraneous, maka variabel-variabel yang
diperkirakan membuat penelitian bias perlu dinetralkan dengan langkah-langkah
berikut:
Kemampuan awal matematis (KAM) siswa
Kedua kelas yang dijadikan sampel penelitian ini dikategorikan menurut level
kemampuan awal yang sama. KAM siswa ditentukan berdasarkan data dari
Guru (pengajar)
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk kelas eksperimen maupun kelas
kontrol akan diajarkan oleh guru yang sama, yaitu peneliti sendiri.
Lama Penyampaian materi
Lama penyampaian materi harus sama. Dalam penelitian ini direncanakan
lama penyampaian materi untuk masing-masing kelas sebanyak 4 pertemuan
(8 jam pelajaran), dimana 1 jam pelajaran sama dengan 40 menit kemudian
ditambah dengan 2 x 40 menit untuk pretes sebelum perlakuan diberikan dan
2 x 40 menit untuk postes setelah perlakuan diberikan. Peneliti merencanakan
penelitian dalam 4 pertemuan dikarenakan materi yang akan dijadikan bahan
kajian dalam penelitian ini hanya materi segitiga. Pengambilan materi ini
disesuaikan dengan jadwal penelitian dan kurikulum matematika sekolah.
Buku/bahan Ajar
Kedua kelas (eksperimen dan kontrol) diberikan bahan ajar dari buku
pegangan yang sama, yaitu: Buku Matematika untuk SMP Kelas VII
Semester 2 (Wono Setya Budhi, Ph.D: Erlangga) dan Buku Matematika untuk
SMP Kelas VII Semester 2 (M. Cholik Adinawan, Sugijono, dan Ruhadi:
Erlangga)
D. Deskripsi Lokasi Penelitian
SMP Negeri 8 Banda Aceh terletak di kota Banda Aceh dan termasuk
dalam wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang beralamat di
Jalan Hamzah Fansury No. 1 Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma)
sebanyak 21 kelas, yaitu kelas VII sebanyak 7 rombongan belajar, kelas VIII
sebanyak 7 rombongan belajar, dan kelas IX sebanyak 7 rombongan belajar
dengan jumlah siswa setiap kelasnya berkisar antara 25-30 orang. Sehingga
jumlah keseluruhan siswa SMPN 8 Banda Aceh sebanyak ± 572
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes, berupa tes
bentuk uraian untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa.
1. Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis
Soal tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi
matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam
penyusunan soal tes di awali dengan menyusun kisi-kisi soal yang dilanjutkan
dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk
masing-masing butir soal. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria
pemberian skor untuk soal tes kemampuan representasi matematis peneliti
berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane,
Tabel 3.3
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi Skor Mengilustrasikan/
Menjelaskan
Menyatakan/
Menggambar Ekspresi Matematis
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan
ketidakpahaman tentang konsep sehingga infomasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
Hanya sedikit dari gambar, diagram yang benar
Hanya sedikit dari model matematika yang benar
2 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar
Melukiskan, diagram, gambar, namun kurang lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi
3 Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa
Melukis, diagram, gambar, secara lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
4 Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas tersusun secara logis dan sistematis
Melukis diagram, gambar, secara lengkap, benar dan sistematis
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis
Sumber: Cai, lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007)
2. Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis
Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut terlebih dahulu
diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen
pembimbing dan rekan sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya
daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada beberapa siswa
disalah satu SMP Negeri di Bandung.
Analisis instrumen menggunakan Anates, kemudian masing-masing hasil
yang diperoleh dikategorikan sesuai intervalnya menurut klasifikasi yang telah
dibuat oleh para ahli. Berikut ini adalah hasil analisis validitas butir soal,
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.
a. Validitas Instrumen
Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang baik adalah tes mengukur
hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Arikunto
(2007: 65) sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang hendak
diukur.
Karena uji coba dilaksanakan satu kali (single test) maka validasi instrumen
tes dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir
tes dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson (Arikunto, 2007: 64):
= �( )−
� 2−( )2 � 2−( )2
Keterangan :
= koefisien korelasi antara variabel dan
� = jumlah peserta tes
= skor item tes
= skor total
Hasil interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir tes dalam penelitian
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80 < 1,00 Sangat tinggi
0,60 < 0,80 Tinggi
0,40 < 0,60 Cukup
0,20 < 0,40 Rendah
0,20 Sangat Rendah
Sumber: Arikunto (2009)
Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah diujicobakan selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematis
No. Interpretasi Signifikansi
1 0,78 Tinggi Sangat signifikan
2 0,73 Tinggi Sangat signifikan
3 0,75 Tinggi Sangat signifikan
4 0,63 Tinggi Sangat signifikan
5 0,64 Tinggi Sangat signifikan
Dari 5 butir soal kemampuan representasi matematis yang diujicobakan,
terlihat bahwa setiap item soal memiliki validitas tinggi yang artinya semua soal
memiliki validitas yang baik. Berdasarkan tabel di atas setiap soal kemampuan
representasi matematis mempunyai korelasi tinggi terhadap hasil belajar siswa
dan semua soal memiliki ketepatan atau validitas yang diandalkan untuk
digunakan sebagai instrumen penelitian.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas suatu instrumen ialah keajegan atau kekonsistenan suatu
instrumen. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun
memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan
sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang non-sistematik.
Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya.
Karena instrumen dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian, maka
derajat reliabilitasnya ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha
(Suherman, 2003:154):
11 = −1 1−
2 2
dengan varians item dan variansi total hitung dengan rumus:
2 = 2−
( )2
�
� dan 2 =
2−( )2 � � Keterangan:
11 = koefisien reliabilitas tes
= banyaknya butir soal
2 = jumlah varians skor tiap butir soal
2 = varians skor total
Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan tolak
[image:36.595.112.511.243.732.2]ukur yang ditetapkan Guilford (Ruseffendi 2005:197) sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya Tingkat Reliabilitas
11 < 0,20 Sangat rendah
0,20 11 < 0,40 Rendah
0,40 11 < 0,70 Sedang
0,70 11 < 0,90 Tinggi
0,90 11 1,00 Sangat tinggi
Hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan representasi matematis yang
[image:37.595.112.513.165.618.2]telah diujicobakan adalah seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7
Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis
No. 11 Interpretasi
1 0,68 Sedang
Karena korelasi antara skor setiap soal dan skor yang diperoleh memiliki
reliabilitas yang sedang, dapat dikatakan soal yang akan dijadikan alat ukur dalam
penelitian memiliki keajegan yang sedang. Artinya soal yang akan digunakan
dalam penelitian memiliki kehandalan kekonsistenan yang dapat dipergunakan
untuk beberapa kali tes. Hal ini juga mungkin diakibatkan karena waktu antara
materi yang disampaikan dengan soal yang di teskan. Materi tersebut sudah
disampaikan tahun yang lalu, jadi faktor waktu mungkin menjadi penyebab
tingkat reliabilitas soal. Asumsi yang digunakan peneliti adalah jika pada siswa
yang sudah lama mempelajarinya bisa mendapatkan tingkat reliabilitas yang
sedang, berarti siswa yang baru saja mempelajarinya seharusnya bisa mengerjakan
soal tes tersebut.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item
instrumen tes kedalam tiga kelompok guna mengetahui apakah sebuah instrumen
tergolong mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir
tes dihitung dengan menggunakan rumus (Sudjana, 2010: 45):
=
Keterangan:
= indeks kesukaran untuk setiap butir soal
= banyaknya siswa yang menjawab benar untuk setiap butir soal
� = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria
[image:38.595.116.510.248.631.2]berikut:
Tabel 3.8
Kriteria Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi
> 0,70 Soal Mudah
0,30 0,70 Soal Sedang
< 0,30 Soal Sukar
Dari hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk tiap butir soal
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,78 Mudah
2 0,78 Mudah
3 0,23 Sukar
4 0,41 Sedang
5 0,37 Sedang
d. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk
membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai atau antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya
��= − atau �� = −
Keterangan:
�� = daya pembeda
= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar
= jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar
= jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)
= jumlah siswa kelompok bawah/rendah (lower group)
Daya pembeda dapat diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi berikut ini:
Tabel 3.10
Klasifikasi Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda Klasifikasi Daya Pembeda
�� 0,00 Sangat Jelek
0,00 <�� 0,20 Jelek
0,20 <�� 0,40 Sedang/Cukup
0,40 <�� 0,70 Baik
0,70 <�� 1,00 Sangat Baik
Untuk data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan > 30, maka
sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan kedalam
kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor
terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group).
Dari hasil perhitungan daya pembeda menggunakan klasifikasi di atas,
[image:39.595.120.511.251.615.2]Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,35 Cukup
2 0,42 Baik
3 0,39 Cukup
4 0,39 Cukup
5 0,32 Cukup
Berikut ini disajikan tabel rekapitulasi analisis hasil uji coba tes
[image:40.595.112.518.135.627.2]kemampuan representasi matematis secara keseluruhan.
Tabel 3.12
Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Validitas
Daya Pembeda
Tingkat
Kesukaran Reliabilitas
1 Tinggi Cukup Mudah
Sedang
2 Tinggi Baik Mudah
3 Tinggi Cukup Sukar
4 Tinggi Cukup Sedang
5 Tinggi Cukup Sedang
Setelah dilakukan uji coba serta analisis terhadap tes kemampuan representasi matematis maka perangkat tes tersebut akan digunakan sebagai
instrumen penelitian, karena untuk setiap butir soal dianggap cukup baik untuk
dijadikan alat ukur.
F. Pengembangan Bahan Ajar
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemungkinan terdapatnya
peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry
bantuan program Cabri Geometry. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu kepada tujuan tersebut, di samping juga harus sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
induktif. Dengan perangkat pembelajaran yang memadai diharapkan proses
pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga hasil akhir dari
data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam
bentuk lembar kerja siswa (LKS). Bahan ajar/LKS tersebut dikembangkan dari
topik matematika berdasarkan kurikulum yang berlaku di sekolah menengah
pertama pada saat penelitian dilaksanakan. Materi yang dipilih berkenaan dengan
pokok bahasan geometri yaitu segitiga. Semua perangkat pembelajaran yang
digunakan pada kedua kelas penelitian dikembangkan dengan mengacu pada
tahapan-tahapan pembelajaran menurut pendekatan induktif, dimana dimulai
dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (tahap eksplorasi, tahap pembentukan
konsep, tahap penerapan konsep), dan kegiatan penutup.
Bahan ajar dengan LKS yang digunakan dalam penelitian sudah melalui
pertimbangan dari dosen pembimbing dan guru bidang studi tempat penelitian
dilaksanakan. LKS juga sudah diujicobakan pada beberapa siswa kelas VIII SMP
(bukan subjek penelitian) yang diambil dari salah satu SMP di kota Bandung. Uji
coba ini dilakukan untuk melihat apakah petunjuk-petunjuk pada LKS dapat
dipahami oleh siswa serta kesesuaian waktu yang terpakai dengan waktu yang
G. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes dan dokumentasi. Data
yang berkaitan dengan kemampuan representasi matematis siswa dikumpulkan
melalui pre-test dan post-test.
H. Teknik Pengolahan Data
Data yang dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan
representasi matematis siswa. Untuk menguji hipotesis akan dilakukan analisis
statistik pengujian perbedaan peningkatan rataan dua sampel.
Data yang diperoleh melalui pretes dan postes selanjutnya diolah melalui
tahap sebagai berikut:
1. Kategori kemampuan awal matematika (KAM) siswa adalah pengelompokan
siswa yang didasarkan pada kemampuan matematika siswa sebelumnya.
Kategori ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu level tinggi, level sedang dan
level rendah dengan perbandingan 30%, 40%, dan 30% (Dahlan, 2004).
2. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan rubrik
penskoran yang digunakan.
3. Membuat tabel data skor pretes dan skor postes siswa untuk kedua kelas
penelitian
4. Menguji kesamaan distribusi data rataan pretes, dengan rumusan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : � � =�
Keterangan:
� � : rataan pretes representasi matematis kelas eksperimen � : rataan pretes representasi matematis kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai Sig < �= 0,05.
5. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa diperoleh dari skor
pretes dan skor postes yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi
(normalized gain), yaitu:
�= − �
� − � (Meltzer, 2002: 3) Keterangan:
Spos = skor postes;
Spre = skor pretes;
Smaks = skor maksimal ideal
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
[image:43.595.117.512.242.641.2]klasifikasi seperti pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3.13 Klasifikasi Nilai Gain
Besarnya Gain (g) Interpretasi
� 0,7 Tinggi
0,3 �< 0,7 Sedang
�< 0,3 Rendah
Untuk melihat gambaran secara umum pencapaian kemampuan
representasi matematis siswa dilakukan penghitungan statistik deskriptif yang
meliputi rata-rata, simpangan baku, skor maksimal dan minimal. Uji hipotesis
dilakukan setelah memeriksa normalitas dan homogenitas dari data. Taraf
a. Uji Normalitas
Rumusan hipotesis yang diuji adalah:
H0 : sampel berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berdistribusi normal
Uji normalitas ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan
kriteria pengujian, jika nilai signifikansi >�, maka H0 diterima (Trihendradi,
2008).
b. Uji Homogenitas
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : variansi pada tiap kelompok data sama
H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok data sama, atau;
H0 : �12 = �22
H1 : �12 ≠ �22
Keterangan:
�12: varians kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen
�22: varians kemampuan representasi matematis siswa kelas kontrol
Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian yaitu
terima H0 apabila nilai signifikansi > taraf signifikansi (Trihendradi, 2008).
6. Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial. Adapun uji
statistik yang digunakan pada pengolahan data berupa tes adalah sebagai
a. Uji Perbedaan Dua Rataan
Uji perbedaan dua rataan yang digunakan tergantung dari hasil uji
normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Hipotesis yang diuji
antara lain:
Uji dua pihak/arah (2-tailed) :
H0: �� = � H1: �� ≠ �
Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rataan
menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T
Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi
yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances assumed”,
sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen nilai
signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances
not assumed”.
Selanjutnya, jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal,
maka uji perbedaan dua rataan menggunakan uji statistik nonparametrik,
yaitu Uji Mann-Whitney karena dua sampel yang diuji saling
bebas/independen (Ruseffendi, 1993). Kriteria pengujiannya adalah
b. Uji ANOVA Satu Jalur
Rumusan hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA satu jalur yaitu:
Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa kelas eksperimen berdasarkan KAM siswa
H0: �� = � (tidak ada perbedaan) H1: �� ≠ � (terdapat perbedaan)
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika nilai signifikansi > �
(Trihendradi, 2008).
c. Uji ANOVA Dua Jalur
Rumusan hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur yaitu:
1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan
representasi matematis
H0: �� =� (tidak ada perbedaan) H1: �� ≠ � (terdapat perbedaan)
2) Pengaruh kemampuan awal matematis terhadap peningkatan
kemampuan representasi matematis
H0: �1 = �2 =�3 (semua sama)
H1: � ≠ � ; � ≠ (minimal satu yang berbeda)
3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan kategori kemampuan
awal matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi.
H0: tidak terdapat interaksi faktor media/pendekatan pembelajaran
dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan
H1: terdapat interaksi faktor media/pendekatan pembelajaran dan
kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan
kemampuan representasi matematis
Kriteria pengujian, terima H0 bila nilai signifikansi > � (Trihendradi,
2008).
d. Uji Perbandingan Tiga Rataan
Uji ini dilakukan untuk membandingkan rataan tiga level kemampuan
awal siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji yang digunakan adalah
Uji Scheffe dan jika data tidak normal digunakan uji Games-Howell, uji
ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel yang saling bebas.
Selain itu, uji ini juga berlaku untuk membandingkan sampel yang tidak
sama besar (Ruseffendi, 1993). Rumusan hipotesis yang diuji adalah:
H0: � =� ; , = 1, 2, 3 (semua sama)
H1: � ≠ � ; , = 1, 2, 3 (minimal satu yang berbeda)
Kriteria pengujian, terima H0 jika nilai signifikansi hitung >�
(Trihendradi, 2008).
I. Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu; tahap persiapan,
tahap penelitian, dan tahap analisis data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan induktif, kemampuan
Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian yang disertai
dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing, menguji coba
instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba, membuat rencana
pembelajaran untuk kelas eksperimen dan menentukan sekolah tempat
penelitian.
2. Tahap Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretest pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa
dalam kemampuan representasi matematis. Setelah pretest dilakukan, maka
dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan induktif
berbantuan program Cabri Geometry pada kelas eksperimen dan
pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry pada kelas kontrol. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai,
dilakukan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut dengan
tujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa.
3. Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan dianalisis sehingga
diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang digunakan adalah
statistik deskriptif dan statistik inferensial yang digunakan untuk menguji
J. Jadwal Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan April
2012. Jadwal kegiatan penelitian yang dilaksanakan adalah seperti terlihat pada
[image:49.595.110.516.226.595.2]Tabel 3.14 berikut:
Tabel 3.14
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan ke (2011/2012)
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kajian Kepustakaan
2 Penyusunan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Menyusun Instrumen
Penelitian
5 Uji coba Instrumen & Revisi Instrumen
7 Pelaksanaan Penelitian
8 Pengolahan & Analisis Data
9 Penyusunan Laporan
K. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Untuk memudahkan
pelaksanaan penelitian, maka langkah-langkah atau alur pelaksanaan penelitian
Diagram 3.1 Alur Kegiatan Penelitian
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif tanpa bantuan Cabri
Geometry Studi Kepustakaan dan
Penyusunan Proposal
Penyusunan instrumen, perangkat pembelajaran, dan modul Cabri Geometry
Uji coba instrumen
Analisis hasil uji coba dan Perbaikan instrumen
Tes Awal Kemampuan Representasi Matematis
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif berbantuan Cabri
Geometry
Tes Akhir Kemampuan Representasi Matematis
Pengolahan dan Analisis Data
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai
perbedaan peningkatan hasil belajar siswa terhadap kemampuan representasi
matematis, antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan
pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry (CG) dan siswa yang
memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan
program CG, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif
berbantuan program CG dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri
dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran geometri dengan
pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level tinggi yang
memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa
bantuan program CG.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara
siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran geometri dengan
pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level sedang yang
memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa
siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran geometri dengan
pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level rendah yang
memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa
bantuan program CG.
5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan
program CG berdasarkan kategori kemampuan awal siswa.
6. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
berdasarkan kategori kemampuan awal siswa.
7. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis
siswa (tinggi, sedang, rendah)
Ditinjau dari pencapaian nilai gain ternormalisasi, kemampuan representasi
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan berbantuan program CG
untuk semua level kemampuan awal siswa tidak ada yang berada pada kasifikasi
gain rendah, sedangkan pencapaian gain ternormalisasi kemampuan representasi
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tanpa bantuan program CG
sebagian besar masih dalam klasifikasi gain rendah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa, untuk semua level
kemampuan awal siswa peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
yang belajar geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG lebih
Setelah pelaksanaan penelitian, peneliti mendapatkan beberapa temuan
berupa keterbatasan-keterbatasan yang terjadi dalam penelitian ini antara lain:
1. Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menggunakan 21 komputer dari 25
unit komputer yang tersedia di sekolah dikarenakan 4 unit komputer masih
dalam tahap perbaikan. Sampel terdiri atas 25 orang siswa, sehingga 1
komputer ada yang digunakan untuk 2 orang siswa, hal ini menyebabkan
siswa harus menggunakannya secara bergantian untuk dapat bereksplorasi
secara individu.
2. Bahasa yang digunakan pada software ini menggunakan bahasa Inggris.
Sementara siswa tempat peneliti melakukan penelitian menggunakan bahasa