ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PERILAKU GURU SESUAI KOMPETENSI INTI (KI) 2 SISWA DAN NILAI AFEKTIF DI SMP
N 1 CANGKRINGAN YOGYAKARTA
Albina Larasati Pertiwi
Universitas Sanata Dharma
2017
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara presepsi siswa tentang perilaku guru sesuai dengan kompetensi inti (KI) 2 siswa dan nilai afektif. Pengujian ini dilakukan dengan tujuh aspek yaitu; (1) Jujur; (2) Disiplin; (3) Tanggung Jawab; (4) Toleransi; (5) Gotong Royong; (6) Sopan Santun; dan (7) Percaya Diri.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP N 1 Cangkringan Yogyakarta. Sampel yang akan diteliti adalah siswa kelas VIII dan berjumlah 121 siswa. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner dan dianalisis dengan analisis data deskriptif.
ABSTRACT
THE RELATION BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTION TOWARD
TEACHER’S BEHAVIOR ACCORDANCE WITH STUDENTS’ SECOND CORE COMPETENCE AND THE AFFECTIVE VALUE IN SMP N 1
CANGKRINGAN YOGYAKARTA
Albina Larasati Pertiwi
Sanata Dharma University
2017
The aim of this research is to find out whether there are any relationships between student’s perception toward teacher’s behavior accordance with students’ second core competence and the affective value. The test was done by seven aspects, those are; (1) Honesty; (2) Discipline; (3) Responsibility; (4) Tolerance; (5) Cooperation; (6) Manner; and (7) Self confidence.
The research was done from January to February 2015. The population were all studens of SMP N 1 Cangkringan Yogyakarta. The samples were 121 students of the 8th grade students. Samples were taken by using Purposive Sampling technique. Data were collected by using questionnaire and analyzed by descriptive data analysis.
The result shows that there is no relationship between student’s perception toward the teacher’s behavior accordance with students’ second core competence and the affective value. It has been proven that who has done the appropriate behavior of
second core competencies’ students can be seen with the acquisition of Sig. (2-tailed) 0.051.
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PERILAKU GURU SESUAI KOMPETENSI INTI (KI) 2
SISWA DAN NILAI AFEKTIF DI SMP N 1 CANGKRINGAN
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
ALBINA LARASATI PERTIWI
NIM : 111334013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIHAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG
PERILAKU GURU SESUAI KOMPETENSI INTI (KI) 2
SISWA DAN NILAI AFEKTIF DI SMP N 1 CANGKRINGAN
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
ALBINA LARASATI PERTIWI
NIM : 111334013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIHAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Dengan sepenuh hati karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus
Untuk Bapak Joko Setiyono dan Ibu Saktiyani Wasita Jatiningrum yang berperan sebagai Ayah dan Ibu yang sangat
luar biasa dalam hidup saya
Keluarga Besar
Buat teman-teman baik yang selalu memberikan semangat, Ayu, Pacil, Dyah Endah, Mbak Dila, Mbak Petty. serta teman-teman
yang lain yang tidak bisa disebutkan semua
Semua pihak yang memberikan dukungan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini
v
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. Carilah,
maka kamu akan mendapatkan. Ketoklah, maka
pintu akan kubukakan bagimu.
(Matius 7:7)
Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,
janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu: Aku
akan meneguhkan bahkan menolong engkau: Aku
akan memegang engkau dengan tangan kananKu
yang membawa kemenangan.
(Yesaya 41:10)
viii ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG PERILAKU GURU SESUAI KOMPETENSI INTI (KI) 2 SISWA DAN NILAI AFEKTIF DI SMP
N 1 CANGKRINGAN YOGYAKARTA
Albina Larasati Pertiwi
Universitas Sanata Dharma
2017
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara presepsi siswa tentang perilaku guru sesuai dengan kompetensi inti (KI) 2 siswa dan nilai afektif. Pengujian ini dilakukan dengan tujuh aspek yaitu; (1) Jujur; (2) Disiplin; (3) Tanggung Jawab; (4) Toleransi; (5) Gotong Royong; (6) Sopan Santun; dan (7) Percaya Diri.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP N 1 Cangkringan Yogyakarta. Sampel yang akan diteliti adalah siswa kelas VIII dan berjumlah 121 siswa. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner dan dianalisis dengan analisis data deskriptif.
ix
ABSTRACT
THE RELATION BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTION TOWARD
TEACHER’S BEHAVIOR ACCORDANCE WITH STUDENTS’ SECOND
CORE COMPETENCE AND THE AFFECTIVE VALUE IN SMP N 1 CANGKRINGAN YOGYAKARTA
Albina Larasati Pertiwi
Sanata Dharma University
2017
The aim of this research is to find out whether there are any relationships between student’s perception toward teacher’s behavior accordance with students’ second core competence and the affective value. The test was done by seven aspects, those are; (1) Honesty; (2) Discipline; (3) Responsibility; (4) Tolerance; (5) Cooperation; (6) Manner; and (7) Self confidence.
The research was done from January to February 2015. The population were all studens of SMP N 1 Cangkringan Yogyakarta. The samples were 121 students of the 8th grade students. Samples were taken by using Purposive Sampling technique. Data were collected by using questionnaire and analyzed by descriptive data analysis.
The result shows that there is no relationship between student’s perception toward the teacher’s behavior accordance with students’ second core competence and the affective value. It has been proven that who has done the appropriate behavior of second core competencies’ students can be seen with the acquisition of Sig. (2-tailed) 0.051.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kasih karena skripsi ini telah selesai.
Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana di Pendidikan akuntansi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari
bahwa proses penyusunan skripsi mendapat dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Santa Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku ketua Jurusan dan Ilmu
Pengetahuan Sosial dan Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi
Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E, M.Si selaku dosen pembimbing dan
mengarahkan penulis dengan sabar, memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh bapak ibu dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi beserta staf
karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan
bimbingannya dan pelayanan selama penulis menyelesaikan studi studi di
xi
5. Kedua orang tuaku Bapak Joko Setiyono dan Ibu Saktiyani Wasita
Jatiningrum yang selalu mendoakan, memberikan fasilitas, memotivasi dan
sabar dalam menemani setiap proses pendidikanku selama ini. Terimakasih
Bapak Ibu atas semua jerih payah selama ini.
6. Sahabat – sahabatku seperjuangan ketika kulia Gres Oktavina, Fransisca Ayu,
Diah Tri Wahyuni, Subana Setiawan, Anita Dewi Utami yang selalu
membantu saya ketika saya mengalami kesulitan saat kuliah.
7. Teman – teman Pendidikan Akuntansi Angkatan 2011
8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
xiii
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Kajian Teori ... 10
1. Persepsi ... 10
a. Pengertian Persepsi ... 10
b. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ... 11
2. Kurikulum 2013 ... 15
a. Pengertian Kurikulum ... 15
b. Landasan Kurikulum ... 18
c. Fungsi Kurikulum ... 22
d. Kesenjangan Kurikulum ... 22
e. Struktur Kurikulum 2013 ... 25
f. Kompetensi Inti ... 27
3. Hasil Belajar ... 37
a. Pengertian Hasil Belajar ... 37
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi hasil Belajar ... 40
4. Penilaian Hasil Belajar ... 46
a. Pengertian Penilaian ... 46
5. Penilaian Kompetensi Sikap ... 50
xiv
C. Perumusan Hipotesis ... 74
BAB III METODE PENELITIAN ... 75
A. Jenis Penelitian ... 75
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 75
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 76
D. Model dan Paradigma Penelitian ... 76
E. Teknik Sampling ... 77
F. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 78
G. Teknik Pengumpulan Data ... 80
H. Teknik Pengujian Instrumen ... 81
I. Teknik Analisis Data ... 85
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 92
A. Analisis Data Korelasi Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Guru Dengan Nilai Afektif ... 92
B. Deskripsi Data ... 93
1. Deskripsi Responden ... 93
2. Deskripsi Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Sesuai KI 2 Siswa ... 94
C. Pengujian Analisis Korelasi Bivariat/Product Moment Pearson ... 104
D. Pembahasan ... 111
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 139
xv
B. Keterbatasan ... 142
C. Saran ... 143
DAFTAR PUSTAKA ... 144
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Orientasi Pembelajaran Dalam Kurikulum ... 17
Tabel 2.2 Perbedaan Kurikulum KTSP Dengan Kurikulum 2013 ... 23
Tabel 2.3 Struktur Kurikulum SMP/MTs ... 26
Tabel 2.4 Kompetensi Inti SMP/MTs ... 31
Tabel 2.5 Indikator Kompeteni Inti-1 dan Kompetensi Inti-2 ... 33
Tabel 3.1 Skor Pernyataan Kuisioner ... 79
Tabel 3.2 Interval Nilai Hasil Konversi ... 79
Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuisioner ... 80
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Persepsi Siswa Terhadap Kurikulum 2013 yang ditinjau dari Kompetensi Inti 2 ... 83
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Persepsi Siswa Terhadap Kurikulum 2013 yang Ditinjau Dari Kompetensi Inti 2 ... 85
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Normalitas Variabel Persepsi Siswa Terhadap Pelaksanaan Kurikulum 2013 ... 89
Tabel 3.7 Interprestasi Koefisien Korelasi ... 90
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93
Tabel 4.2 Tanggapan Responden Tentang Aspek Jujur ... 94
Tabel 4.3 Tanggapan Responden Tentang Aspek Disiplin ... 95
xvii
Tabel 4.5 Tanggapan Responden Tentang Aspek Toleransi ... 99
Tabel 4.6 Tanggapan Responden Tentang Aspek Gotong Royong ... 100
Tabel 4.7 Tanggapan Responden Tentang Aspek Sopan Santun... 101
Tabel 4.8 Tanggapan Responden Tentang Aspek Peracaya Diri ... 102
Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Jujur Dengan Nilai Afektif ... 104
Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Disiplin Dengan Nilai Afektif ... 105
Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Tanggungjawab Dengan Nilai Afektif ... 106
Tabel 4.12 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Toleransi Dengan Nilai Afektif ... 107
Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Gotong Royong Dengan Nilai Afektif ... 108
xviii
Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Presepsi Siswa terhadap Perilaku Guru Sesuai
Kompetensi Inti 2 Siswa Aspek Percaya Diri Dengan Nilai
Afektif ... 110
Tabel 4.16 Hasil Uji Korelasi Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti 2 Siswa
Dengan Nilai Afektif ... 111
Tabel 4.17 Perbandingan Rata-rata Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Guru
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitan ... 147
Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 157
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuisioner ... 178
Lampiran 4 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Jujur ... 182
Lampiran 5 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Disiplin ... 188
Lampiran 6 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Tanggung Jawab ... 198
Lampiran 7 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Toleransi ... 205
Lampiran 8 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Gotong Royong ... 209
Lampiran 9 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Sopan Santun ... 214
Lampiran 10 Diskripsi Butir Petanyaan Aspek Percaya Diri ... 220
Lampiran 11 Tabel r Product Moment ... 225
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal terpenting bagi setiap warga Negara agar
Negara mereka menjadi lebih maju dan berkembang termasuk juga Negara
Indonesia. Pendidikan berintikan tentang interaksi antara pendidik dan peserta
didik dengan upaya membantu peserta didik mengusai tujuan dan manfaat
pendidikan. Pendidikan. Pendidikan sama dengan kata dari pedagogi
(paedagogy). Pedagogi berasal dari kata “paes” yang artinya anak dan
“again” yang artinya membimbing. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa
pendidikan merupakan proses bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional terkenal dengan
sisitem among. Konsepsi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, “… anak
sebagai figur sentral dalam pendidikan dengan memberikan kemerdekaan
sepenuh-penuhnya untuk berkembang”. Sementara itu “Guru hanya
membimbing dari belakang dan baru mengingkatkan anak kalau sekiranya
mengarah kepada sesuatu tindakan yang membahayakan (tut wuri handayani)
mangun karsa) dan selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapannya (ing ngarsa sung tuladha)”
Pendidikan pastilah tidak jauh dengan adanya sekolah. Sekolah adalah tempat
dimana setiap orang harus mendudukinya agar mendapatkan suatu wawasan
yang berguna bagi dirinya sendiri. Pendidikan di dalam lingkungan sekolah
lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan
secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Setiap sekolah di
Negara-negara besar pun pasti mengenal adanya kurikulum, dan Negara tersebut pasti
memakai kurikulum agar dapat mencapai suatu kemajuan dalam setiap
pendidikan.
Seiring dengan berjalannya waktu, pendidikan di Indonesia
berkembang pesat dengan berubahnya suatu kurikulum. Dalam perjalanan
sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, KBK,
KTSP, dan sekarang 2013. Perubahan kurikulum selalu mengarah pada
perbaikan sistem pendidikan. Karena merupakan kunci utama agar mencapai
kesuksesalam dalam dunia pendidikan. Istilah kurikulum baru masuk dalam
khazanah perbendaharaan kata dalam dunia pendidikan di Indonesia pada
sekitar tahun 1968, sejak kelahiran kurikulum 1968, untuk menggantikan
digunakan dalam dunia pendidikan adalah rencana pelajaran bukan
kurikulum.
Secara etimologis, dalam buku pertama In The Curriculum, John Franklin Bobbitt (1918) menyatakan bahwa,“Curriculum, as an idea, has its
roots in the Latin word for race-course, explaning the curriculum as the course of deeds and thought which children become the adults they should be, for success in adult society”
Kutipan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut, “Kurikulum, sebagai
satu gagasan, telah memiliki akar kata Bahasa Latin “race course”, menjelaskan kurikulum sebagai “mata pelajaran perbuatan” dan pengalaman
yang dialami anak-anak sampai menjadi dewasa, agar kelak sukses dalam
masyarakat orang dewasa”.
Dalam teori praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak
ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberikan arti atau istilah
yang lebih luas. Perubahan ini terjadi karena ketidakpuasan dengan
pendidikan dan ingin selalu diperbaiki. Berdasarkan teori yang ada, perubahan
kurikulum merupakan proses yang tak hentinya yang harus dilakukan secara
kontinu agar menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada.
Kurikulum tidak hanya mencakup tentang bahan pelajaran, metode
di lingkungan sekolah, dengan hubungan sosial murid dengan murid, guru
dengan murid, maupun guru dengan guru.
Kurikulum bersifat dinamis karena selalu berubah sesuai dengan
perkembangan dan tantangan zaman. Semakin maju peradaban bangsa
semakin besar juga tentangan yang harus dihadapi oleh bangsa. Apalagi
persaingan ilmu pengetahuan dari luar negeri, sehingga Indonesia dituntut
untuk bisa bersaing secara global agar dapat mengangkat martabat bangsa
Indonesia. Untuk menghadapi tantangan bagi dunia pendidikan kita,
ketegasan kurikulum dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk
membenahi kinerja pendidikan.
Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengharapkan agar penyelenggara pendidikan dapat
mewujudkan kualitas peserta didik supaya menjadi generasi penerus bangsa.
Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan perubahan yang
cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan yang mendasar
tersebut berkaitan dengan kurikulum yang dapat menuntut
komponen-komponen di dalam suatu pendidikan.
Pada awal tahun 2014 pemerintah sepakat ditetapkannya kurikulum
baru yaitu kurikulum 2013 dengan tujuan agar dapat membentuk karakter
disekolah. Sebelum ditetapkan kurikulum 2013, pemerintah masih
menggunakan kurikulum 2006 biasa disebut dengan kurikulum KTSP.
Pelaksanaan KTSP masih sedikit tersendat. Sama seperti pelaksanaan
kurikulum KBK 2004, pencapaian target kompetensi pelajaran hingga teknis
evaluasi kurang memadai. Sehingga pemerintah menetapkan kurikulum
2013, perbedaannya adalah guru akan lebih memberikan kebebasan bagi
siswa untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan
lingkungan siswa. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan
karakter bagi siswa. Pendidikan karakter diintegritaskan pada setiap
pembelajaran bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Pendidikan
karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan, lingkungan, serta
pembiasaan melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif.
Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. KBK
dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan,
dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur
pendidikan sekolah.
Guru menjadi faktor utama dalam proses belajar siswa karena guru
merupakan pendidik yang dijadikan contoh bagi para siswanya.
Kepribadian guru dapat berpengaruh untuk sikap peserta didiknya. Dengan
inti 2 (KI 2) yang berbicara tentang sikap jujur, disiplin, gotong royong,
santun atau sopan, percaya diri. Sikap guru dapat mencerminkan sikap
peserta didiknya. Bagaimana siswa berperilaku begitulah pula sikap yang
ada pada guru. Misalnya, apabila saat masuk kelas pada jam pertama guru
masuk kelas dengan tepat waktu, sehingga siswa akan mengikuti sikap
guru, yang masuk kelas dengan tepat waktu. Begitupun sebaliknya apabila
guru terlambat masuk kelas, siswa akan mengikuti sikap guru yang
terlambat itu. Untuk melihat fenomena yang terjadi di sekolah maka
Penelitian ini diberi judul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA
TENTANG PERILAKU GURU SESUAI KOMPETENSI INTI (KI)
2 SISWA DAN NILAI AFEKTIF DI SMP N 1 CANGKRINGAN YOGYAKARTA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diperoleh identifikasi masalah yang diteliti tentang persepsi siswa terhadap
perilaku guru sesuai dengankegiatan inti 2, yaitu berkaitan dengan sikap
social misalnya jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong,
sopan santun, serta percaya diri.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan penelitian ini adalah:
Apakah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap perilaku guru yang
gotong royong, santun atau sopan, percaya diri) dengan hasil belajar yang
afektif pada mata pelajaran IPS?
D. Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui tujuan penelitian ini
adalah :
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap
perilaku guru sesuai dengan kompetensi inti 2 (jujur, disiplin, tanggung jawab,
toleransi, gotong royong, santun atau sopan, percaya diri) dengan hasil belajar
yang afektif pada mata pelajaran IPS
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi kepala sekolah
Kurikulum harus dapat dijadikan pedoman dalam melakukan tugas-tugas
sebagai administrator/Manager (merencanakan, melaksanakan,
mengontrol, mengevaluasi kegiatan pendidikan dan pengajaran) dan
supervisor (pengawasan dan bimbingan perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran) dalam rangka memaksimalkan pencapaian
tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian
berikutnya yang berhubungan dengan kurikulum 2013 ditinjau
Kompetensi Inti-2 dengan hasil belajar siswa SMP
3. Bagi Guru
Bagi guru sebagai tenaga kependidikan utama di sekolah, kurikulum
harus mampu menjadi:
a. Pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan tugas
mendidik-melatih dan Mengajar, dalam bentuk penyusunan dan
pengorganisasian pengalaman belajar yang akan disajikan kepada
peserta didik.
b. Pedoman dalam merencanakan dan melakukan evaluasi terhadap
perkembangan daya serap peserta didik terhadap pengalaman
belajar yang telah disajikan kepada mereka.
c. Bagi Siswa
Dengan adanya pengembangan kurikulum para perserta didik
nasibnya banyak yang tertolong. Mereka dapat mengembangkan
potensinya, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan
mudah dan tujuan akan sering tercapai. Dengan pengembangan
potensi tersebut peserta didik dapat bergerak dengan optimal
dilingkungan masyarakat. Berdasarkan prinsip relevansi, isi
perkembangan masyarakat. para peserta didik diharapkan dapat
hidup ditengah-tengah masyarakat secara luas dan dapat
memenuhi harapan semua pihak baik kebutuhan siswa,
masyarakat dan pengguna lulusan ( Stakeholders). Apa artinya sebuah pendidikan jika tidak dapat menjamin kesejahteraan para
peserta didik. Karena peserta didik adalah makhluk social yang
akan dihadapkan berbagai masalah dalam kehidupannya, dengan
diadakannya pengembangan kurikulum diharapkap proses
pembelajaran lebih bermanfaat dan integral dengan lapangan
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi berasal dari Bahas Inggris yaitu perception yang artinya tanggapan, penglihatan, daya memahami, atau
menanggapi sesuatu yang diawali dengan penginderaan dan
kemudian ditransfer ke otak (Echols, 1996: 424). Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan, persepsi adalah
“tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan”.
Sementara itu perlu diketahui bahwa persepsi merupakan
“suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera”.
Menurut Slameto (2010:102) mengatakan bahwa persepsi
adalah
dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium”.
Menurut Robbins (2003:97) yang mendeskripsikan bahwa
persepsi merupakan
“kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna”.
b. Faktor yang mempengaruhi persepi
Persepsi juga mempunyai faktor yang mempengaruhinya dapat
dibagi menjadi 2 (dua) dasar yaitu Faktor Internal dan Faktor
Eksternal yaitu:
1) Faktor Internal, mencakup;
Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera,
selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan
mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk
memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya.
Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap
orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap
lingkungan juga dapat berbeda.
Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi
memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental
yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang
berbeda-beda sehingga perhatian seseorang
terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan
mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi
tergantung pada seberapa banyak energi atau
perceptual vigilance yang digerakkan untuk
mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan
kecenderungan seseorang untuk memperhatikan
tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan
sebagai minat.
Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari
bagaimana kuatnya seseorang individu mencari
obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan
jawaban sesuai dengan dirinya.
Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat
dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh
mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian
lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam
Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi
perilaku seseorang, mood ini menunjukkan
bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang
dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam
menerima, bereaksi dan mengingat.
2) Faktor Eksternal yang mempengaruhi persepsi,
merupakan karakteristik dari linkungan dan
obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen
tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang
terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi
bagaimana seseoarang merasakannya atau
menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi persepsi adalah :
Ukuran dan penempatan dari obyek atau
stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa
semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka
semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini
akan mempengaruhi persepsi individu dan
individu akan mudah untuk perhatian pada
gilirannya membentuk persepsi.
Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang
mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih
mudah dipahami (to be perceived)
dibandingkan dengan yang sedikit.
Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus
luar yang penampilannya dengan latarbelakang
dan sekelilingnya yang sama sekali di luar
sangkaan individu yang lain akan banyak
menarik perhatian.
Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus
dari luar akan memberi makna lebih bila lebih
sering diperhatikan dibandingkan dengan yang
hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus
merupakan daya dari suatu obyek yang bisa
mempengaruhi persepsi.
Motion atau gerakan. Individu akan banyak
memberikan perhatian terhadap obyek yang
memberikan gerakan dalam jangkauan
2. Kurikulum 2013
a. Pengertian Kurikulum
Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat
penting dan dibutuhkan karena sebagai pedoman untuk
menyusun target dalam proses belajar mengajar. Namun,
dalam memahami hakikat kurikulum sering sekali terjadi
perbedaan persepsi dan pemahaman serta jawaban yang
berbeda-beda. Ada beberapa pengertian kurikulum yaitu:
1. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang
berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah
yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
2. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis untuk
digunakan para guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik.
3. Kurikulum adalah usaha untuj menyampaikan asas-asas
dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana dalam
bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat
dilaksanakan guru di sekolah.
4. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran,
cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan
dalam pendidikan.
5. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Bila dikaji secara seksama kelima pengertisn tersebut dapat
disimpulkan menjadi dua kelompok besar. Yang pertama,
memandang kurikulum sebagai suatu rencana atau bahan trtulis
yang dapat dijadikan pedoman bagi para guru disekolah. Dan
yang kedua, memandang kurikulum sebagai program yang
direncakan dan dilaksanakan dalam siuasi yang nyata dikelas.
Menurut J. GalenTaylor dan William M. Alexander dalam
buku Curriculum planning for better teaching and learning (1956) menjelaskan bahwa kurikulum adalah
“segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum”.
Menurut J.Lloyd Trump dan Dalmes F. Miller dalam bukunya
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik
modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan
ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meluputi mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk
semua mata pelajaran (mengkomunikasikan). Proses
pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan,
dan keterampilan seperti yang digambarkan dalam skema
berikut
TABEL 2.1
ORIENTASI PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM
Sikap (tahu mengapa)
Keterampilan (tahu bagaimana)
Produktif Inovatif
Kreatif Afektif
Melalui pendekatan itu, diharapkan siswa memiliki kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilam yang jauh lebih baik.
Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih proktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai
persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan
yang lebih baik. Upaya penerapan pendekatan scientific/ilmiah
dalam proses pembelajaran ini, kemudian melahirkan sistem
evaluasi yang autentik.
b. Landasan Kurikulum
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan
yuridis yang mewajibkan adanya pengembangan kurikulum
baru, landasan filosofis, dan landasan empiris. Landasan
yurisis merupakan ketentuan hokum yang dijadikan dasar
untuk pengembangan kurikulum dan yang mengharuskan
adanya pengembangan kurikulum baru. Landasan filosofis
adalah landasan yang mengarahkan kurikulum kepada manusia
yang akan dihasilkan kurikulum. Landasan teoretis
memberikan dasar-dasar teoretis pengembangan kurikulum
sebagai dokumen dan proses. Landasan emppiris memberikan
arahan berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang sedang
1. Landasan Yuridis
Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,,
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomer 23 tahun 2006 ttentang
Standar Kompertensi Lulusan dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi. Lebih lanjut, pengembangan Kurikulum
2013 diamanatkan oleh Rencana Pendidikan
Menengah Nasional. Landasan yuridid pengembangan
kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi Presiden
Republik Indonesia tahun 2010 tentang pendidikan
karakter, pendidikan aktif, dan pendidikan
kewirausahaan.
2. Landasan Filosofis
Secara singkat, kurikulum adalah untuk membangun
kehidupan bangsa masa kini dan masa yang akan
datang, yang dikembangkan dari warisan nilai dan
diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa
depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa (masa lalu –
masa sekarang – masa yang akan datang) menjadi
landasan filosofis pengembangan kurikulum. Dengan
ketiga dimensi tersebut, kurikulum selalu
menempatkan peserta didik dalam lingkungan
sosial-budayanya, mengembangkan kehidupan individu
peserta didik sebagai warganegara yang tidak
kehilangan kepribadian dan kualitas untuk kehidupan
masa kini yang lebih baik, dan membangun kehidupan
masa depan yang lebih baik lagi.
3. Landasan Empiris
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu
pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil
riset TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and
Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah kemampuan (1) memahami
informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan
pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur, dan
pemecahan masalah; (4) melakukan investigasi.
orientasi kurikulum, yang tidak membebani peserta
didik dengan konten, namun pada aspek kemampuan
esensial yang diperlukan semua warga Negara untuk
berperan serta dalam membangun negaranya pada abad
21.
4. Landasan Teoretis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori
“pendidikan berdasarkan standar” (standard-based
education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar
nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang
dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian
pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya
bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan
untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan dan
c. Fungsi Kurikulum
Sehubungan dengan pengertian dasar kurikulum tersebut, maka
fungsi kurikulum difokuskan pada tiga aspek berikut:
1. Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan,
yaitu sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan
pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman
dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu
sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan
tenaga kerja.
3. Fungsi bagai konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan
dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan
dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan
program yang serasi.
d. Kesenjangan Kurikulum
Kesenjangan kurikulum atau lebih perbedaan antara kurikulum
KTSP dengan kurikulum 2013, dapat dilihat dari 6 aspek, yaitu
1) Kompetensi Lulusan; 2) Materi Pembelajaran; 3) Proses
Pembelajaran; 4) Penilaian; 5) Pendidik dan Tenaga
jelasnya mengenai kesenjangan kurikulum dapat dilihat pada
bagan berikut
TABEL 2.2
PERBEDAAN KURIKULUM KTSP DENGAN
KURIKULUM 2013
KURIKULUM KTSP KURIKULUM 2013
A. Kompetensi Lulusan A. Kompetensi Lulusan 1. Belum sepenuhnya
menekankan pendidikan karakter
1. Berkarakter mulia
2. Belum menghasilkam keterampilan sesuai
B. Materi Pembelajaran B. Materi Pembelajaran
1. Belum relevan dengan
C. Proses Pembelajaran C. Proses Pembelajaran
1. Berpusat dengan guru (teacher centered learning)
2. Sifat pembelajaran yang berorientasi pada buku teks
2. Sifat pembelajaran yang kontekstual
3. Buku teks hanya memuat materi bahasan
3. Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan
D. Penilaian D. Penilaian
1. Menekankan aspek
1. Memenuhi kompetensi profesi saja
1. Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, social, dan personal
2. Fokus pada ukuran kinerja PTK
2. Motivasi mengajar
F. Pengelolaan Kurikulum F. Pengelolaan Kurikulum
1. Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum
kurikulum tanpa
3. Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman
e. Struktur Kurikulum 2013
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi
konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi
konten/mata pelajaran dalam kurikulum, dostribusi
konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban
belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu
untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan
aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar
dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar
yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah
sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar
dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per
Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan
prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam
menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang
pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide
kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah
mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang
tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan.
Beban belajar di SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan
IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP/MTs
adalah 40 menit.
TABEL 2.3
STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTs
Mata Pelajaran Alokasi Waktu Belajar Per Minggu
VII VIII IX Kelompok A
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
3 3 3
1. Seni Budaya 3 3 3 2. Pendidikan Jasmani, Olah
Raga, dan Kesehatan
3 3 3
3. Prakarya 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu per Minggu
38 38 38
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan Mata pelajaran Seni
Budaya dapat memuat Bahasa Daerah. Selain kegiatan
intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur
kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP
antara lain Pramuka (Wajib), Organisasi Siswa Intra Sekolah,
Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi lebih kepada aspek kognitif dan afektif sedangkan
kelompok B adlah mata pelajaran yang lebih menekankan pada
aspek afektif dan psikomorik. Seni budaya dan prakarya
menjadi dua mata pelajaran yang terpisah. Untuk seni budaya
di dalamnya terdapat pilihan yang disesuaikan dengan minat
siswa dan kesiapan satuan pendidik dalam melaksanakannya.
f. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu,gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan
kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, tetapi untuk
dibentuk melalui berbagai tahapan proses pembelajaran pada
setiap mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus
mengacu pada pencapaian dan perwujudan kompetensi inti
yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata
pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada setiap kelas di
setiap satuan pendidikan harus diacukan dan ditujukan pada
pembentukan kompetensi inti.
Kompetensi inti merupakan pengikat
kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan melalui pembelajaran dalam
tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan peserta didik,
sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar
yang harus dipahami dan dimiliki peserta didik melalui proses
pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organizing element)Kompetensi Dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan
pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas
atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang
berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa.
Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten
Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten
Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam
satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi
proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok
yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
pengetahuan (Kompetensi Inti 3), dan penerapan pengetahuan
(Kompetensi Inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang
berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan
secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (Kompetensi Inti 3)
dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4).
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi, yang dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik
yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan
peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan
Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan
perkembangan sikap peserta didik pada kompetensi dasar dari
Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2 antara lain
mensyukuri karunia Tuhan, jujur, teliti, kerja sama, toleransi,
disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang
tercantum dalam silabus dan RPP.
sekolah dan sumber lain
Berdasarkan rumusan Kompetensi Inti 1 dan
Kompetensi Inti 2 di atas, maka cakupan, pengertian, dan
indikator penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial pada
jenjang SMP/MTs disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.5
Indikator Kompetensi 1nti 1 dan Kompetensi Inti 2
Cakupan dan pengertian Indikator
Sikap spiritual
1. Berdoa sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu.
2. Menjalankan ibadah tepat waktu.
dan akhir presentasi sesuai manusia dalam mengendalikan diri
6. Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu. 7. Berserah diri kepada Tuhan
apabila gagal dalam mengerjakan sesuatu.
8. Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah dan masyarakat
9. Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
10.Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia.
11.Menghormati orang lain menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Sikap sosial
Jujur
adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
1. Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan 2. Tidak menjadi plagiat
(mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber) dalam mengerjakan setiap tugas.
3. Mengemukakan perasaan terhadap sesuatu apa adanya 4. Melaporkan barang yang
ditemukan
5. Melaporkan data atau informasi apa adanya
kekurangan yang dimiliki
Disiplin
adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
4. Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya ilmiah
Tanggungjawab
adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
1. Melaksanakan tugas individu dengan baik
2. Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan
3. Tidak menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat
4. Mengembalikan barang yang dipinjam perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
1. Tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat
2. Menghormati teman yang berbeda suku, agama, ras, budaya, dan gender
3. Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya
untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas.
sekolah
2. Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan
3. Bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan 4. Aktif dalam kerja kelompok
Santun atau sopan adalah sikap baik dalam pergaulan dari segi bahasa maupun tingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya norma kesantunan yang diterima bisa berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
1. Menghormati orang yang lebih tua.
2. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur.
3. Tidak meludah di sembarang tempat.
4. Tidak menyela pembicaraan. 5. Mengucapkan terima kasih
setelah menerima bantuan orang lain
6. Bersikap 3S (salam, senyum, sapa)
7. Meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang lain
Percaya diri
adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.
1. Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu. 2. Mampu membuat keputusan
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan
tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang
dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses
belajar mengajar.
Hamalik (2003:5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah
“Pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap serta kemampuan peserta didik”.
Sudjana (2002) berpendapat bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
menerima pengalaman belajarnya.
Nana Sudjana (2009:3) menjelaskan bahwa hasil belajar
merupakan
“Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek
tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut:
“belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang bari secar keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Belajar merupakan proses dalam diri individual yang
berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan
dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap (Winkel, 1990: 53). Perubahan itu
diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap
dalam watu yang relative lama dan merupakan hasil
pengalaman.
Minat terhadap kajian terhadap proses belajar dilandasi
oleh keinginan untuk memberikan pelayanan pengajaran
dengan hasil yang maksimal. Pengajaran merupakan proses
membuat belajar terjadi di dalam diri anak. Pengajaran
bukanlah menginformasikan materi agar dikuasai siswa, tetapi
memberikan kondisi agar siswa mengusahakan terjadi belajar
tapi aktif mengusahakan terjadinya proses belajarnya sendiri.
Oleh karena itu, pengajaran dilakukan untuk membuat siswa
melakukan belajar, maka pengajaran akan dilakukan secara
baik dengan memahami bagaimana proses belajar terjadi pada
siswa. Pengajaran harus didasarkan atas pemahaman tentang
bagaimana anak belajar.
Hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajaranya. Dari pengertian tadi dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau
keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut
mengalami aktivitas belajar.
Menurut Bloom, hasil belajar atau tingkat kemampuan
yang dapat dikuasai oleh siswa mencakup tiga aspek yaitu:
1) Kemampuan Kognitif (Cognitive domaian) adalah
berkenaan dengan hasil belajar yang berkaitan dengan
aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa
diukur dengan pikiran atau nalar.
2) Kemampuan Afektif (The affective domain) adalah
aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral.
3) Kemampuan Psikomotorik (The psikomotor domain) adalah berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak
jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua jenis saja, yaitu
faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut saling
mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar.
a) Faktor Intern
Didalam membicarakan faktor intern dan membahas tiga
faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan.
1. Faktor Jasmaniah
Faktor kesehatan
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah
mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin
ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur,
makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah.
Cacat tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.
Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika
hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga
pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar
dapat menghindari atau mengurangi pengaruh
kecacatannya itu.
2. Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke
dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar.
Faktor-faktor itu adalah : intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
Intelegensi
Menurut J.P. Chaplin, intelegensi adalah kecakapan
yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk
menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dengan cepat dan efektif,
abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat.
Perhatian
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa
yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju
kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan
obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang
baik, maka siswa harus mempunyai perhatian
terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan
pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka
timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka
belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,
usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik
perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu
sesuai dengan hobi atau bakatnya.
Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan
terus menerus yang disertai dengan rasa senang.
sfatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama)
dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang,
sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan
senang dan dari situ diperoleh kepuasan.
Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hillgard adalah
kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru
akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat
mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat
mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang
lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.
Motif
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang
akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat
disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai
tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi
penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai
Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam
pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya
sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk
berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap
untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk
berpikir abstrak, dan lain-lain.
Kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever
adalah kesediaan untuk memberi response atau
bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri
seeseorang dan juga berhubungan dengan
kematangan, karena kematangan berarti kesiapan
untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu
diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa
belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil
belajarnya akan lebih baik.
3. Faktor Kelelahan
Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan
darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan
adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan
dorongan untuk menghasilakan sesuatu hilang.
b) Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar
dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
1. Faktor keluarga
Cara orang tua mendidik
Relasi antaranggota keluarga
Suasana rumah
Keadaan ekonomi keluarga
Pengertian orang tua
Latar belakang kebudayaan
2. Faktor sekolah
Metode mengajar
Kurikulum
Relasi guru dengan siswa
Relasi siswa dengan siswa
Alat pelajaran
Waktu sekolah
Standar pelajaran di atas ukuran
Keadaan gedung
Metode belajar
Tugas rumah
3. Faktor masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat
Mass media
Teman bergaul
Bentuk kehidupan masyarakat
4. Penilaian Hasil belajar
a. Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisi, dan menafsirkan data tentang proses
dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian adlah
bagian dari kegitan pembelajaran yang dilakukan untuk
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian (assessment) mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut
1. Pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil
belajar siswa.
2. Pembuatan keputusan tentanng hasil belajar siswa
berdasarkan informasi tersebut.
Menurut Griffin dan Nix (1991) penilaian merupakan
“suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu.”
Gronlund & Linn (1990:5) mendefinisikan penilaian
“sebagai suatu proses yang sistematis dan mencakup kegiatanmengumpulkan, menganalisis, serta menginterprestasikan informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang atau sekelompok siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, baik aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan”.
Jadi, penilaian adalah suatu prosedur sistematis yang
mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan
menginterpretasikan informasi yang dapat digunakan untuk
membuat kesimpulan tentang karakteristik sesorang atau objek.
Berikut ini beberapa prinsip penilaian yaitu:
a) Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak
terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not a part
from instruction);
b) Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata
(real world problem), bukan dunia sekoalah (school
work-kind of problem);
c) Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metode,
dan kriteri yang sesuai dengan karakteristik dan esensi
pengalaman belajaran;
d) Penilaian harus bersifat holistic yang mencakup semua
aspek dari tujuan pembelajaran (baik sikap,
pengetahuan, maupun keterampilan).
Tujuan penilaian perlu diarahkan pada empat hal.
Pertama, penelusuran (keeping track), yaitu untuk menelusuri
agar proses pembelajaran tetap sesuai dengan rencana. Kedua,
pengecekan (checking-up), yaitu untuk mengecek adakah
kelemahan-kelemahan yang dialami oleh siswa selama proses
pembelajaran. Ketiga, pencarian (finding-out), yaitu untuk
mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
menyimpulkan apakah siswa telah menguasai seluruh
kompetensi yang ditetapkam dalam kurikulum atau belum.
Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh
karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik
metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi
sekolah. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menfsirkan
data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh
informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
Penilaian hasil belajar secara esensial bertujuan untuk
mengukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan sekaligus mengukur keberhasiln peserta didik dalam
penguasaan kompetensi yang telah ditentukan. Dengan
penilaian, guru bisa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap
kualitas pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian hasil
belajar bisa dijadikan alat atau tolok ukur keberhasilan
pembelajaran yang dilakukan guru, sekalugus tingkat
pencapaian pesertsa didik terhadap kompetensi yang telah
5. Penilaian Kompetensi Sikap
Sebelum menjelaskan tentang penilaian sikap perlu dijelaskan
terlebih dahulu pengertian sikap. Sikap bermula dari perasaan (suka
atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespon sesuatu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku
seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap.
Perbuatan seseorang mungkin bertentangan dengan sikapnya. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang
diingkan.
Dalam kurikulum 2013 kompetensi sikap, baik sikap spiritual
(Kompetensi Inti 1) maupun sikap Sosial (Kompetensi Inti 2) tidak
diajarkan dalam Proses Belajar Mengajar(PBM), artinya kompetensi
sikap spiritual dan sosial meskipun memiliki Kompetesi Dasar (KD),
tetapi tidak dijabarkan dalam materi atau konsep yang harus
disampaikan atau diajarkan kepada peserta didik melalui PBM yang
terdiri dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Namun meskipun kompetensi sikap spiritual dan sosial harus
terimplementasikan dalam PBM melalui pembiasaan dan keteladanan
yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam keseharian melalui
Hal ini disebabkan sikap, baik sikap spiritual (Kompetensi Inti
1) maupun sikap sosial (Kompetensi Inti 2) tidak dalam konteks
untuk diajarkan, tetapi untuk diimplementasikan atau diwujudkan
dalam tindakan nyata oleh peserta didik. Oleh karena itu, jika sikap
itu diajarkan, sesungguhnya guru sedang mengajarkan pengetahuan
tentang sikap, seperti pengertian kejujuran dan kedisiplinan, tetapi
bukan membentuk dan merealisasikan sikap jujur dan disiplin dalam
tindakan nyata sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu sikap
spiritual dan sikap sosial harus muncul dalam tindakan nyata peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam ranah sikap itu terdapat lima jenjang proses berpikir
yakni:
1) Kemampuan menerima
Kemampuan menerima adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan atau stimulus dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang
membaca buku, senang bekerja sama, kesenangan ini akan
menjadi kebiasaan dan hal lain yang diharapkan, yaitu kebiasaan