MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NY ”S” DENGAN TINDAKAN CRANIOTOMY ET CAUSA
HEMORAGIC STROKE (ICH) + KESADARAN MENURUN GCS 4 DI RUANGAN IGD OK CITO RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
KARYA ILMIAH AKHIR
OLEH:
VIRA PUSLITHA, S.Kep 18.04.001
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR 2019
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NY ”S” DENGAN TINDAKAN CRANIOTOMY ET CAUSA
HEMORAGIC
STROKE (ICH) + KESADARAN MENURUN GCS 4 DI RUANGAN IGD OK CITO RSUP DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR
Karya Ilmiah Akhir
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada STIKES Panakukkang Makassar Prodi Ners
Oleh:
VIRA PUSLITHA, S.Kep 18.04.001
YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG PRODI STUDI PROFESI NERS
MAKASSAR 2019
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Vira Puslitha, S.Kep
Nomor Induk Mahasiswa : 18 04 001
Program Studi : Ners
Dengan ini menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir (KIA) adalah hasil karya tulis saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ners di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya tulis ilmiah ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar Ners yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan sama sekali
Makassar, 12 Desember 2019 Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidaya-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusun karya ilmiah akhir yang berjudul: “Manajemen
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Ny ”S” Dengan Tindakan Craniotomy Et Causa Hemoragic Stroke (ICH) + Kesadaran Menurun GCS 4 Di Ruangan IGD OK CITO RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Dalam melakukan penyusun karya ilmiah akhir ini, penulis telah mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh Karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan kesungguhan hati penulis menghaturkan banyak-banyak terimakasih yang sebesar-besar dan setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes. Selaku Ketua Yayasan Perawat Sulawesi Selatan;
2. Ibu St. Syamsiah, SKp., M.Kes. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Panakukkang Makassar;
3. Bapak Pimpinan/Direktur RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
4. Bapak Kens Napolion, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J. Selaku Ketua Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakukkang Makassar;
5. Dr. Ns. Makkasau Plasay, M. Kes., M. EDM Selaku pembimbing yang memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya
ilmiah akhir ini serta yang telah memberikan arahan, kritikan serta penilaian demi kesempurnaan dan kesiapan penyusunan karya ilmiah akhir ini;
6. Ibu Ns. Hasriany, S. Kep., M. Kes., M. Kep, selaku penguji I yang telah memberi masukan dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmuah Akhir.
7. Bapak Musmulyadi. M, S. Kp., M. Kes, selaku penguji I yang telah memberi masukan dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmuah Akhir.
8. Rumah sakit RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar khususnya kepada kepala ruangan IGD OK CITO yang telah membantu memberikan informasi data yang dibutuhkan.
9. Orang tua saya tercinta Syamsu dan Hasni, dan adik-adikku tersayang yang memberikan banyak dukungan baik moril maupun materil;
10. Keluarga besar Program Studi Ners baik dari tim dosen maupun
dari rekan-rekan mahasiswa Ners angkatan VIII Stikes
Panakukkang Makassar;
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan baik berupa saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat
membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.
Makassar, 12 Desember 2019
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR SAMPUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
KATA PENGANTAR.. ... .v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... . 1 B. Tujuan Umum ... . 5 C. Tujuan Khusus……… ... 5 D. Manfaat Penulisan ... 6 E. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN A. Tinjauan Teori ... 8
1. Konsep Dasar Medis Stroke ... 8
a. Definisi Strok Hemoragik ... 8
b. Anatomi Dan Fisiologi Otak ... 8
c. Etiologi Strok Hemoragik ... 25
e. Manifestasi Klinis ... 29
f. Penatalaksanaan ... 30
2. Konsep Dasar Medis Craniotomy ... 31
a. Definisi Craniotomy ... 31
b. Tujuan Operasi Craniotomy ... 32
c. Indikasi Operasi Craniotomy ... 32
d. Jenis-Jenis Perdarahan Dilakukan Craniotomy... 33
e. Teknik Operasi ... 35
3. Konsep Asuhan Keperawatan ... 38
a. Pengkajian Keperawatan ... 38 b. Diagnosa Keperawatan ... 43 c. Intervensi Keperawatan ... 45 d. Implementasi Keperawatan ... 53 e. Evaluasi Keperawatan ... 53 B. Tinjauan Kasus ... 55
1. Pengkajian pre operatif ... 56
a. pengkajian ... 56
b. Klasifikasi data ... 61
c. Analisa data ... 63
d. Diagnosa keperawatan ... 64
e. Intervensi keperawatan... 65
f. Implementasi dan evaluasi keperawatan ... 68
2. Pengkajian intra operatif ... 71
b. Klasifikasi data ... 78
c. Analisa data... 79
d. Diagnosa keperawatan ... 79
e. Intervensi keperawatan ... 80
f. Implementasi dan evaluasi keperawatan ... 81
3. Post operatif ... 84
a. Pengkajian post operatif ... 84
b. Klasifikasi data ... 85
c. Analisa data ... 85
d. Diagnosa keperawatan ... 86
e. Intervensi keperawatan ... 87
f. Implementasi dan evaluasi keperawatan ... 89
BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN A. Pengkajian ... 96 B. Diagnosa keperawatan ... 118 C. Intervensi keperawatan ... 120 D. Implementasi kepeawatan ... 123 E. Evaluasi keperawatan ... 125 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 127 B. Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan pre, intra dan post operatif.... ... 45
Tabel 2.2 Hasil laboratorium.... ... 58
Tabel 2.3 Analisa data pre operatif... ... 63
Tabel 2.4 Intervensi keperawatan pre operatif ... 65
Tabel 2.5 Implementasi dan evaluasi keperawatan pre operatif ... 68
Tabel 2.6 Observasi intra operatif ... 71
Tabel 2.7 Alat non steril ... 73
Tabel 2.8 Alat steril ... 74
Tabel 2.9 Line steril ... 75
Tabel 2.10 Bahan habis pakaia dan alat non steril ... 75
Tabel 2.11 Analisa data intra operatif... ... 79
Tabel 2.12 Intervensi keperawatan intra operatif ... 80
Tabel 2.13 Implementasi dan evaluasi keperawatan intra operatif ... 81
Tabel 2.14 Analisa data post operatif... ... 85
Tabel 2.15 Intervensi keperawatan post operatif ... 87
Tabel 2.16 Implementasi dan evaluasi keperawatan post operatif... 89
Tabel 2.17 Terapi medikasi... ... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi otak... ... 9
Gambar 2.2 Pembagian lobus area cerebrum... ... 10
Gambar 2.3 Batang otak... ... 13
DAFTAR SINGKATAN
BB : Berat Badan
BPS : Behavioral Pain Scale
CM : Centimeter
CO2 : Carbon dioksida
CT- Scan : Computerize Tomography Scan
CRT : Capillary Refil Time
Dinkes Makassar : Dinas kesehatan Makassar
Dinkes Sulsel : Dinas kesehatan Sulawesi selatan
Dkk : Dan kawan-kawan
DO : Data Objektif
DS : Data Subjektif
EDH : Epidural Hematoma
E, M, V :Eye, Motorik, Verbal
ETT : Endotracheal Tube
GCS : Glasgow Coma Scale
HB : Hemoglobin
ICH : Intra Cerebral Hematoma
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IV : Intra Vena
KG : Kilogram
MCI : Miocard Infark
ML : Milliliter
NaCl : Natrium Clorida
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association
NGT : Nasogastritis Tube
NIC : Nurse Interventions Classification
NOC : Nurse Outcomes Classifiaction
SpO2 : Saturasi Oksigen
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RR : Respiratory Rate
RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan
SDH : Subdural Hematoma
TB :Tinggi Badan
TD, N, P, S : Tekanan Darah, Nadi, Pernapasan, Suhu
TIK : Tekanan Intrakranial
TTV : Tanda-tanda Vital
WBC : White Blood Cells
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab tertinggi dari kecacatan dan kematian di seluruh dunia, karena kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi yang semakin mudah di peroleh, Negara berkembang dapat segera meniruh kebiasaan Negara Barat yang dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah perilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stress, telah menjadi gaya hidup manusia terutama di perkotaan. Padahal kesemua perilaku tersebut dapat merupakan faktor-faktor penyebab penyakit berbahaya seperti jantung dan stroke (Oktavianus, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO), Tahun 2016. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia, yang mengalami kematian akibat stroke sebanyak 7 juta jiwa dan 17 juta jiwa penduduk di seluruh dunia, sedangkan berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2014 terdapatr 3.049.200 jiwa yang menderita penyakit stroke dari 252 juta penduduk. Penderita stroke di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya (Riskesdas, 2018).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tahun 2014 sebesar 7.0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12.1 per mil. Jadi, sebanyak 57.9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12.1 per mil (Dinkes Sulsel, 2015).
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Selatan data survailans penyakit tidak menular bidang P2PL Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 bahwa terdapat stroke penderita lama sebanyak 1.811 kasus dan penderita baru sebanyak 3.512 kasus dengan 160 kematian (Dinkes Sulsel, 2015). Sedangkan di Kota Makassar stroke menempati urutan ke sepuluh dengan jumlah 96 setelah asma, jantung, hipertensi, diabetes militus, gastritis, pneumonia, ginjal, liver, dan premature (Dinkes Makassar, 2013). Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15% adalah stroke hemoragik.
Stroke hemoragik merupakan salah satu indikator kegawatan dan prognosis pada pasien. Pada keadaan kritis pasien mengalami perubahan psikologis dan fisiologis, oleh karena itu peran perawat kritis merupakan posisi sentral untuk memahami semua perubahan yang terjadi pada pasien, serta mengidentifikasi masalah keperawatan dan tindakan yang akan diberikan pada pasien. Perubahan fisiologis yang terjadi pada pasien dengan stroke hemoragik antara lain
pemenuhan kebutuhan dasar yang gangguan pernapasan, gangguan irama jantung, gangguan hidrasi, gangguan aktivitas, kemampuan berkomunikasi, gangguan eliminasi (Krisanty P, 2016).
Stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak dan hipertensi dimana dilakukan prosedur pembedahan otak dengan kraniotomi, keberhasilan tindakan ini tergantung dari luas dan lesi di otak. Craniotomy merupakan prosedur pembedahan otak yang merupakan terapi utama dalam penanganan stroke hemoragik (Budiyono A, 2015).
Craniotomiy merupakan pembedahan dengan pembuatan lubang di kranium untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Kraniotomi berpengaruh pada anatomi tubuh bagian kulit, periosteum, tulang, dura mater, arachnoid mater, pia mater, subdural, dan cairan serebrospinal (George & Charlemen, 2017 dalam Randa I,
2019). Tindakan kraniotomi bermanfaat dalam peningkatan
kelangsungan hidup, namun semakin banyak laporan bahwa efek setelah tindakan kraniotomi telah terabaikan (Joswig dkk, 2016 dalam Zulfatul M, dkk, 2019). Craniotomy digunakan dibeberapa prosedur yang berbeda, meliputi kepala, trauma. tumor, infeksi, aneurisem dan lain-lain (Zulfatul M, dkk, 2019).
Terdapat berbagai masalah yang timbul pada klien post kraniotomi. Selama periode dua tahun, terdapat 103 klien yang tercatat menjalani operasi kraniotomi dan kemudian dirawat di ICU atau HCU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 51 klien yang meninggal
dunia dan 52 klien yang hidup. Terdapat dua penyebab kematian utama pada klien-klien kraniotomi ini; syok sepsis (33%) dan gagal nafas (23,5%), dan komplikasi yang muncul pada klien post kraniotomi adalah mual muntah (25%) dan komplikasi neurologis (16%) (Pribadi & Pujo, 2012 dalam Ikramullah 2017).
Menurut Asyifaurohman, (2017), masalah yang menjadi perhatian utama adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral, nyeri akut, dan ansietas. Masalah keperawatan salah satunya nyeri akut post kraniotomi telah menjadi topik yang relatif terabaikan. Masalah lain yang mungkin terjadi pada klien setelah pembedahan post kraniotomi adalah infeksi. Faktor risiko predisposisi dapat terjadi karena adanya waktu bedah yang lama dan penggunaan kortikosteroid (Nurhidayat, 2014).
Berdasarkan data dari rekam medis data pasien stroke hemoragik yang telah dilakukan tindakan craniotomy bulan Desember 2018, jumlah total pasien yang dilakukan tindakan craniotomy di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda sebanyak 39 orang (Zulfatul M, dkk, 2019). Sedangkan berdasarkan hasil observasi selama melakukan praktek keperawatan di ruang OK CITO RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, hampir setiap hari klien masuk dengan
Craniotomy. Data yang diperoleh dari bulan Juli – Awal November
2019 sekitar 74 klien dengan kraniotomi.
Berdasarkan latar belakang dan pengalaman praktik yang ditemukan di rumah sakit, maka dari itulah penulis tertarik untuk
mengambil kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Ny ”S” Dengan Tindakan Craniotomy Et Causa Hemoragik Stroke (ICH) + Kesadaran Menurun GCS 7 Di Ruangan IGD OK CITO RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar” sebagai karya ilmiah akhir.
B. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara jelas tentang pelaksanaan asuhan keperawatan yang berkaitan dengan tindakan kraniotomi pada Ny. S di Ruang IGD OK CITO RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar .
C. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu :
1. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang tindakan kraniotomi pada pasien Hemoragik Stroke.
2. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan tindakan kraniotomi 3. Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang perencanaan
keperawatan pada pasien Hemoragik Stroke dengan tindakan kraniotomi.
4. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan implementasi keperawatan pada pasien Hemoragik Stroke dengan tindakan kraniotomi.
5. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Hemoragik Stroke dengan tindakan kraniotomi.
6. Untuk mendapatkan gambaran gambaran tentang kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus dalam asuhan keperawatan dengan pada pasien Hemoragik Stroke dengan tindakan kraniotomi.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi institusi
Dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan acuan yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan sistem neurologi khususnya mengenali asuhan keperawatan pada tindakan kraniotomi.
2. Bagi rumah sakit.
Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan dan informasi mengenai tindakan kraniotomi di ruang OK CITO RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang diwujudkan dengan meningkatnya kepuasan pasienterhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberi asuhan keperawatan serta menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran penulisan tugas akhir ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan :
1. Tempat, waktu pelaksanaan pengambilan kasus a. Tempat
Tempat pengambilan kasus di ruang OK Cito IGD Rumah Sakit Umum Pendidikan Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Sulawesi Selatan.
b. Waktu pelaksanaan pengambilan kasus
Waktu pelaksanaan pengambilan kasus dimulai pada tanggal 08 Oktober 2019 pukul 15:00 WITA di ruang.
2. Teknik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data untuk manajemen asuhan keperawatan di ruang gawat darurat OK CITO dilakukan dengan melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada klien maupun keluarga klien secara langsung. Pengkajian keperawatan menggunakan pengkajian 6 B yaitu Breathing (B1), Blood (B2), Brain (B3), Bladder (B4), Bowel (B5), Bone (B6), dan untuk data penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, hasil foto thoraks dan hasil CT- Scan kepala.
BAB II
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
A. Tinjauan Teori
1. Konsep dasar medis stroke
a. Definisi strok hemoragik
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, karena tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah dan oksigen ke otak berkurang yang dapat menyebabkan gangguan fisik atau diasabilitas (Ghani dkk, 2016).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak (Ariani A, 2014).
Stroke hemoragik merupakan pendarahan serebri atau subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya terjadinya saat melakukan aktivitas atau saat aktife, namun bias juga terjadi
saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun
(Oktavianus, 2014).
b. Anatomi dan fisiologi otak
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari bereat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energy setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap
kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensi, berkomunikasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan. Otak terbagi menjadi beberapa bagian menurut Luklukaningsih, (2017) yaitu:
Gambar 2.1 : Anatomi otak 1) Otak besar (cerebrum)
Cerebrum atau otak besar merupakan otak yang paling besar dan menonjol disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua aktifitas sensori dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori dan intelgensi. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebeah kiri dan hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analis, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Gambar 2.2 : pembagian lobus area cerebrum
Cerebrum dibagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempatlobus tersebut masing-masing yaitu :
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks cerebrum bagian depan yaitu dari sulcus sentralis (suatu fisura atau alur) dan didasae lateralis bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Area broca terletak dilobus frontalis dan mengontrol aktifitas bicara. Area asosiasi
dilobus frontalis dari seluruh bagian otak dan
menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi
pikiran rencana dan perilaku. Lobus frontalis
memodifikasikan dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflex vegetatife dari batang otak. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, control perasaan, control perilaku seksual, dan kemampuan bahasa secara umum.
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis berada dibagian bawah
berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan lobus sensori yang
berfungsi menginterpretasikan sensasi rangsangan
datang atau mengatur individu mampu mengetahui posisi letak dan bagian tubuh untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi ke banyak daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan visual disebelahnya.
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis terletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari cerebrum, lobus oksipitalis ada di
bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Korteks cerebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari cerebrum mempunyai banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan seperti ini memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan seluas 2200
Cm2) yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit.
Korteks cerebri adalah bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks cerebri menentukan perilaku yang bertujuan dan beralasan. 3) Otak kecil (cerebellum)
Ada dua fungsi utama cerebellum, yaitu : a) Mengatur otot-otot postural tubuh.
b) Melakukan program akan gerakan-gerakan pada
keadaan sadar maupun bawah sadar.
Cerebellum mengkordinasikan penyesuaian secara tepat dan otomatis dengan menjaga keseimbangan tubuh.
Cerebellum merupakan pusat reflex yang
mengkoordinasikan dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus otot dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan medulla oblongata. Diseluruh batang otak terdapat jeras-jeras yang berjalan naik turun. Batang otak merupakan pusat relasi dan reflex dari susunan saraf pusat.
4) Brainstem (batang otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Gambar 2.3 : Batang otak Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid
Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang
menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b) Medulla Oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan
badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur. 5) Limbik sistem (sistem limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting sistem limbik adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan anak orang yang tidak Anda kenal. kenapa? Karena anda punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga, ketika anda membenci
seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentu oleh indra. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai “Alam Bawah Sadar” atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. leDoux mengistilakan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
a) Saraf kranial
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yag berbeda dibagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf kranial yang berasal otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan, merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (Saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (Saraf V, VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga belakang, Saraf-saraf ini terhubung utamanya dengan struktur yang
ada di kepala dan leher manusia seperti mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dari otak besar, sementara yang lainnya mencuat dari batang otak.
Terdapat 12 pasang saraf kranial menurut Luklukaningsih, (2017) yaitu :
(1) Nervus I (olfaktorius) adalah saraf sensorik
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut : mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membrane mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian media sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di thalamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini
ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria
medularis thalamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan keserat yang berhubungan dengan thalamus, hipotalamus dan sistem limbik.
(2) Nervus II (opticus) adalah saraf sensorik
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai diretina. Serabut-serabut saraf ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporall (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuclei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang
meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasi optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikortks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
(3) Nervus III (okulomotorius) adalah saraf motorik
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persaraafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebral superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-wasthpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
(4) Nervus IV (trochlearis) adalah saraf motorik
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansi grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotoris. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Sarang trchlearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
(5) Nervus V (trigeminus) adalah saraf motorik dan saraf sensorik
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu saraf oftalmikus, maksilaris dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibular, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membrane timpani.
(6) Nervus VI (abdusen) adalah saraf motorik
Nukleus saraf abdusen terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medulla oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusen mempersarafi otot rektus lateralis. (7) Nervus VII (fasialis) adalah saraf motorik dan saraf
sensorik
Saraf fasialis mempunyai fungsi motoric dan fungsi sensorik, fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medulla oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama Nukleus motoric dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustik interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari orbicularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut anterior lidah.
(8) Nervus VIII (vestibulocochlearis) adalah saraf
sensorik
Saraf Vestibulocochlearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung
serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkukaris dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, Serabut-serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang otak dan serebellum.
(9) Nervus IX (glossofaringeus) adalah saraf motorik dan sensorik
Saraf Glossofaringeus menerima gabungan
dari saraf vagus dan asesoris pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf Glossofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofarigeus. Diantara otot ini dan otor stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan spertiga posterior lidah.
(10) Nervus X (vagus) adalah saraf motorik dan sensorik Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosume, keduanya terletak pada daerah foramen jugulariss, saraf vagus mempersarafi
semua viserasi thoraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dindng usus, jantung, dan paru-paru.
(11) Nervus XI (aklsesorius) adalah saraf motorik
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranalis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleido
mastoideus berfungsi memutar kepala kesamping dan otot trapezius memutar scapula bila lengan diangkat ke atas.
(12) Nervus XII (hipoglosus) adalah saraf motorik
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medulla oblongata pada setia sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus. b) Peredaran darah otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jariingan hidup yang lain. Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang kostan harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan
suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
c) Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna vercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior.
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari atreria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan ponsdan medulla oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
d) Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus durameter, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat didalam struktur durameter. Sinus-sinus durameter tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir kedalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomatica magna yang mengalir
kedlam sinus longitudinalis suoerior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.
c. Etiologi stroke hemoragik
Menurut (Ghani ,dkk, 2016) . Penyebab stroke hemoragik yaitu :
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama stroke. Hipertensi dapat disebabkan arteroklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh dara tersebut mengalami
penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah/
menimbulkan pendarahan. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.
2) Penyakit jantung
Misalnya emblisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif,
MCI, hipertrofi ventrikel kiri. Pada fiblirasi atrium
menyebabkan penurunan CO2 sehingga perfusi darah ke
otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke. Pada arteroklerosis elastisitas pembuluh darah menurun, sehingga perfusi ke otak menurun juga pada akhirnya terjadi stroke.
3) Diabetes militus
Pada penyakit diabetes militus akan mengalami penyakit vaskuler, sehungga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi eterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia
menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
4) Merokok
Pada merokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke.
5) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan mortalitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral.
6) Peningkatan kolestrol
Peningkatan kolestrol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat termasuk ke otak, maka perfusi otak menurun
7) Obesitas
Pada obesitas kadar kolestrol tinggi. Selain itu dapat mengalami hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah. Keadaan ini berkontribusi pada stroke.
d. Patofisiologi stroke hemoragik
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam perenkim otak yang bias mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial (Ariani A, 2014).
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena rupture arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringanotak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri disekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus wilis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan disekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Ariani A, 2014). Perdarahan subarknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilis.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya rupture, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari tiga ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi
antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntak, penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem
ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan
mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang vital (Ariani A, 2014).
e. Manifestasi klinis
Menurut Yuliana A, (2014) gejala klinis hemoragik stroke yaitu :
1) Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma)
2) Kesulitan berbicara atau memahami orang lain 3) Kesulitan menelan
4) Kesulitan menulis atau membaca
5) Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba 6) Kehilangan koordinasi
7) Kehilangan keseimbangan
8) Perubahan gerak, biasanya pada satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
10) Kejang
11) Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan.
12) Kelemahan pada salah satu bagian tubuh
f. Penatalaksanaan
Menurut (Sugianto V, 2017) penatalaksanaan medis dari strok hemoragik yaitu :
1) Penatalaksanaan umum
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus biladisertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamika stabil
b) Bebaskan jalan napas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu beriklan oksigen 1-2 liter permenit bila ada hasil gas darah.
c) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter d) Control tekanan darah, dipertahankan normal
e) Suhu tubuh harus dipertahankan
f) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi mkenelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun, dianjurkan pipih NGT. g) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontak
2) Penatalaksanaan medis a) Trombolitik (Streptokinase)
b) Anti platelet/ anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, cilostazol, dipiridamol)
c) Antikoagulan (heparin) d) Hemorrhage (pentoxyfilin)
e) Antagonis serotonin (noftidrofulyl)
f) Antagonis caklcium (nomodipin, piracetam) 3) Penatalaksanaan khusus
a) Atasi kejang (antikonvulsan)
b) Atasi tekanan intracranial yang meninggi menitol, gliserol, purosemit, intubasi, steroid dll)
4) Atasi deskompresi (kraniotomi) a) Atasi hipertensi (anti hipertensi)
b) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia) c) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia).
2. Konsep dasar medis craniotomy
a. Definisi craniotomy
Kraniotomi merupakan pembedahan dengan pembuatan lubang di cranium untuk meningkatkan akses dan struktur intracranial (Zulfatul M. dkk, 2019).
Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak atau tempurung kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Astati Y. 2015).
Gambar 2.4 : Gambar lapisan kulit kepala yang dilakukan Tindakan Craniotomy
b. Tujuan operasi craniotomy
Menurut Zulfatul M, dkk, (2019). Tujuan dilakukannya tindakan operasi craniotomy yaitu:
1) Untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma),
2) Untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh darah lemah bocor (aneurisma serebral),
3) Untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah),
4) Untuk menguras abses otak,
5) Untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, 6) Untuk melakukan biopsi, atau
7) Untuk memeriksa otak.
c. Indikasi operasi craniotomy
Menurut Ikramullah, (2017). Secara umum indikasi operasi pada hematoma intracranial :
1) Adanya tanda herniasi/lateralisasi
2) Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
3) Mengurangi tekanan intracranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol bekuan darah, tumor otak, perdarahan (hemorrage), peradangan dalam otak, trauma pada tengkorak.
d. Jenis-jenis pendarahan dilakukan operasi craniotomy
Jenis perdarahan menurut Ikramullah, (2017) yaitu: 1) Epidural Hematoma
Terdapat pengumpalan darah diantara tulang
tengkorak dan durameter akibat pecahnya pembuluh darah / cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara durameter, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejalanya antara lain: a) Penurunan tingkat kesadaran b) Nyeri kepala
c) Muntah d) Hemiparese
e) Dilatasi pupil ipsilateral
f) Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal (regular) g) Penurunan nadi
2) Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluih darah vena/ jembatan vena yang biasanya terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan sedikit. Priode akut dapat terjadi dalam 48 jam - 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala-gejalanya yaitu: a) Nyeri kepala b) Bingung c) Mengantuk d) Menarik diri e) Berfikir lambat f) Kejang g) Udema pupil 5) Perdarahan intracerebral
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.
Gejala-gejalanya yaitu : a) Nyeri kepala
b) Penurunan kesadaran c) Komplikasi pernapasan d) Hemiplegi kontra lateral
e) Dilatasi pupil
f) Perubahan tanda-tanda vital 6) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hamper selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala-gejalanya yaitu : a) Nyeri kepala
b) Penurunan kesadaran c) Hemiparese
d) Dilatasi pupil ipsilateral e) Kaku kuduk
e. Teknik operasi
Menurut Ikramullah, (2017) tentang teknik operasi yaitu: 1) Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan
operator. Head-up kurang lebih 15o (pasang donat kecil
dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2) Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala
sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3) Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus –
untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui
lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
(kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita).
4) Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5) Drapping (penutupan area luka)
Drapping merupakan prosedur menutup pasien yang sudah berada diatas meja operasi dengan menggunakan alat tenun steril, dengan tujuan memberi batas yang tegas pada daerah steril pembedahan.
Penutupan area operasi menggunakan 2 duk besar, 4 duk kecil, dan 1 duk lubang. Dimana duk besar dipasang memanjang di bawah pasien dan satu lagi dipasang melebar di bawah kaki pasien menggantung turun kebawah. Duk
kecil digunakan untuk menutup keempat sisi luka yang akan di operasi kemudian dijepit menggunakan duk klem dan terakhir duk lubang dipasang tepat di atas daerah yang akan di operasi.
6) Prosedur pembedahan
a) Pasien berbaring terlentang dengan posisi supine dibawah pengaruh general anastesi
b) Melakukan time out
c) Membersihkan dan drapping prosedur d) Mengidentifikasi lapangan operasi
e) Dilakukan insisi question mark perdalam hingga pericranium
f) Dilakukan bor, dilanjutkan dengan craniectomi dengan menggunakan craniatom
g) Evakuasi hematom h) Melakukan sign out
i) Menjahit luka operasi lapis demi lapis
j) Membersihkan luka operasi dengan NaCl 0.9% keringkan dengan kasa di tutup dengan supratur dan kasa kering k) Operasi selesai, membersihkan pasien dan peralatan l) Pasien dirapikan dan dipindahkan ke ruang pemulihan.
3. Konsep asuhan keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
Menurut (Muttaqqin, 2008 dalam Sugianto V, 2017). Tentang pengkajian keperawatan yaitu:
Pre operatif
1) Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, suku, pekerjaan dan pendidikan, diagnosa medis, dan rencana tindakan operasi.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : Kesadaran menurun akibat Hemoragik Stroke dengan Intracerebral Hematom.
b) Riwayat penyakit sekarang : Penyebab terjadinya
Hemoragik Stroke biasa terjadi karena adanya
Intracerebral Hematom.
c) Riwayat penyakit dahulu : Pasien mempunyai penyakit hipertensi dan stroke yang berhubungan dengan Intracerebral Hematom.
d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian perdarahan intracerebral.
3) Fase pre operatif
Fase pre operatif dari peran keperawatan
bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau dirumah, menjalani wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien
untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.
Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pre operatif ditempat ruang operasi.
4) Pemeriksaan fisik
a) Breathing : Kaji pernapasan apakah bernapas spontan atau tidak, irama napas cepat atau lambat, adanya suara
napas vesikuler,wheezing, ronchi, sesak napas,
pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
b) Blood : Peningkatan tekanan intracranial terhadap tekanan darah bervariasi. Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi, yang diselingi dengan bradikardi, disritmia dan perdarahan.
c) Brain : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cedera kepala, strok dll. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi perubahan status
mental, perubahan dalam penglihatan, perubahan pupil, sering timbul cegukan dan gangguan nervus hipoglosus. d) Bledder : Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine.
e) Bowel : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah penurunan nutrisi.
f) Bone : Pasien dengan stroke biasanya nampak bedrest, mengalami ketidakseimbangan immobilisasi yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf dan otak dengan reflex pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Intra operatif
1) Fase intra operatif
Fase intra operatif dari keperawatan perioperatrif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui intravena sesuai instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh aktivitas keperawatan
terbatas hanya bertindak dalam perannya sebgai perawat amlop, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
2) Pemeriksaan fisik
a) Breating :. Konpensasi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bias berupa Cheyne, Stokes atau Ataxia breathing, bapas berbunyi stridor, rinchi, whezzing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).
c) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi, perfusi perifer, Hb.
d) Bowel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa apakah pasien mengalamami muntah selama operasi. e) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,
kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan output urine,
f) Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan.
Post operatif
1) Fase post operatif
Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak
lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase post operatif langsung fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
2) Pemeriksaan fisik
a) Breathing : Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang
keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi.
b) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah, nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi±syok) kadar Hb.
c) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).
d) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi.
e) Bowel: Kaji apakah ada mual muntah, pasien masih di puasakan, kesulitan menelan, adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen.
f) Bone: Kaji balutan, posisi pasien, gelisah dan banyak gerak, kekuatan otot, tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan menurut Herman T & Kamitsuru S, (2018) dalam Sugianto V, (2017) yang biasa muncul pada pasien craniotomy yaitu:
1) Pre operasi
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis: penurunan kesadaran
b) Ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran arteri atau vena
c) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis; peningkatan tekanan intra cranial.
2) Intra operasi
a) Risiko perdarahan
Faktor risiko : prosedur invasif b) Risiko infeksi .
faktor risiko : prosedur invasive
3) Post operasi
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret akibat pemasangan ETT
b) Risiko jatuh
c. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan menurut Bulechek G, (2016) yaitu :
Table 2.1 : Intervensi keperawatan Pre, Inta dan Post operatif
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil/ Tujuan Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
1. Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan gangguan
neurologis: penurunan kesadaran
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka pasien akan menunjukkan status pernapasan dengan :
Kriteria Hasil:
1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal
2. Irama pernapasan dalam batas normal
3. Kedalam inspirasi dalam batas
Monitor Pernapasan (3350)
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernapas
2. Observasi adanya otot bantu pernapasan
3. Monitor suara napas tambahan 4. Monitor status oksigen
5. Monitor frekuensi pernapasan setelah pemberia oksigen
normal
4. Suara auskultasi napas dalam batas normal
5. Kepatenan jalan napas dalam batas normal
6. Saturasi oksigen dalam batas normal
7. Penggunaan otot bantu napas tidak ada
8. Retraksi dinding dada tidak ada 9. Dispneu tidak ada
10. Akumulasi sputum tidak ada 11. Suara napas tambahan tidak
ada
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan
gangguan aliran arteri atau vena
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka perfusi
jaringan cerebral normal dengan :
Kriteria Hasil:
1. Kesadaran tidak terganggu 2. Fungsi sensorik dan 69otoric
cranial tidak terganggu
3. Fungsi sensorik dan motori spinal tidak terganggu
4. Tekanan intracranial tidak
terganggu
5. Ukuran pupil tidak terganggu 6. Pola tergerak mata tidak
terganggu
Manajemen Edema Serebral (2540)
1. Monitor status neurologi 2. Monitor TTV
3. Memonitori peningkatan TIK : 4. Monitor status pernapasan
5. Monitor nilai laboratorium urin, natrium dan kalium
7. Tekanan darah tidak terganggu
8. Denyut nadi tidak terganggu 9. Status kognitif tidak terganggu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka perfusi
jaringan cerebral normal pasien akan mennjukkan kontrol nyeri dengan :
Kriteria Hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Ekspresi wajah senang
Manajemen Nyeri (1400)
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi, durasi, gambaran nyeri, frekuensi dan skala nyeri
2. Observasi adanya petunjuk non
verbal mengenai ketidak
nyamanan
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Ajarkan tehnik non farmakologi : seperti relaksasi nafas dalam
5. Pemberian obat analgesik
Intra operasi
1. Resiko pendarahan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka diharapkan pasien mampu:
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada hematuria, dan kehilangan darah yang terlihat 2. Tekanan darah dalam batas
normal
Pengurangan Pendarahan (4010)
1. Monitor ketat tanda – tanda
perdarahan
2. Monitor monitor vital sign 3. Pertahankan patensi IV line 4. Monitor status cairan meliputi
intake dan output
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka diharapkan pasien mampu:
Kriteria Hasil :
Kontrol Infeksi intra opratif (6545)
1. Monitor dan jaga suhu ruangan
antara 20o dan 24o
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi sistemik dan lokal
3. Gunakan Alat Pelindung Diri
steril dengan menggunakan
teknik aseptik
4. Pisahkan alat steril dan non steril 5. Gunakan peralatan steril dengan
menggunakan teknik aseptik 6. Berikan terapi antibiotik yang
sesuai
Post operasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan
obstruksi jalan napas: mucus
berlebih
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka status
kepatenan jalan napasan dengan :
Kriteria Hasil:
1. Frekuensi pernapasan dalam
Manajemen Jalan Napas 3140
1. Buka jalan napas dengan tekmik hettil chin lift atau jaw thrut
2. Auskultasi suara napas, dan adanya suara napas tambahan
batas normal
2. Irama pernapasan dalam batas normal
3. Kedalaman inspirasi dalam
batas normal
4. Suara napas tambahan tidak ada
5. Akumulasi sputum tidak ada
meminimalkan ventilasi
4. Monitor status pernapasan dan oksigenasi
5. Buang secret dan motivasi
pasien untuk melakukan batuk efektif atau suction
2. Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakakan
keperawatan, maka menunjukkan
perilaku pencegahan jatuh
dengan :
Kriteria Hasil :
1. Menempatkan penghalang
untuk mencegah jatuh secara
Pencegahan Jatuh (6490)
1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
2. Identifikasi karakteristik dari
lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh
konsisten
2. Memperhatikan peringatan
ketika mengambil pengobatan
yang mengakibatkan risiko
jatuh secara konsisten
untuk memanggil bantuan terkait pergerakan
4. Sediakan pengawasan ketat dan alat pengikatan (restrain)
5. Gunakan pembatas pada kedua sisi tempat tidur
d. Implementasi keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses keperawatan dalam proses keperawatan dan sangat menuntut kemampuan intelektual, keterampilan dan tekhnik keperawatan. Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari kebutuhan pasien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta merupakan pengelolaan atau perwujudan rencana keperawatan pada seorang pasien. Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan keperawatan menurut Moorhead S, (2016) yaitu: 1) Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam rangka keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam tindakan.
2) Mengidentifikasi reaksi pasien, dituntut usaha yang tidak tergesah-gesah dan teliti agar dapat menemukan reaksi pasien sebagai akibat tindakan keperawatan .
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Pada pasien dapat
dinilai hasil pelaksanaannya perawatan dengan melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dan keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.
Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang
menentukan tindakan-tindakan perawatan selanjutnya antara lain :
1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
3) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan