• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA HIDUP HEDONISME DALAM IKLAN TELEVISI (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAYA HIDUP HEDONISME DALAM IKLAN TELEVISI (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

(Analisis Semiotika Roland Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink

and Black dan Magnum Indonesia Versi Raisa Hangout)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh : Neni Dianti 6662110871

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN ANGENG TIRTAYASA

SERANG

BANTEN

(2)
(3)
(4)
(5)

Ilmu Humas: Program Ilmu Komunikasi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si. Pembimbing II: Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si.

Iklan televisi merupakan media massa yang efektif dalam mengkonstruksi simbol dan makna pesan yang dideskripsikan melalui visualisasi gambar dan daya tarik

fisik yang apik. Pendeskripsian Iklan Magnum versi pink and black dan Magnum

versi Indonesia Raisa Hangout akan simbol dan makna gaya hidup dengan ukuran kesenangan sebagai pusat utamanya dikonstruksi menjadi suatu hal yang semestinya. Hedonisme adalah paham yang menganut kesenangan sebagai moralitas terbaik,hal tersebut berdampak pada sikap negatif yang yang menyangkut pada etika dan moral seseorang dimasyarakat seperti timbulnya sikap acuh, individualis dan egois. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika lima kode pemikiran Roland Barthesyang berupa kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proairetik, serta kode gnomik yang terdapat pada kedua iklan magnum. Paradigma pada penelitian ini adalah konstruktivisme dengan metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, dan pengamatan video pada kedua iklan magnum. Hasil penelitian ini adalah a)kode hermeneutik,simbol berperan dalam membentuk makna gaya hidup akan kesenangan b)kode semik,pengkonstruksian nilai-nilai wanita modern dibentuk menjadi kualitas impian kesenangan wanita kini, c) kode simbolik,penggunaan properti seperti pakaian, aksesoris, kesan warna, teknik

pengambilan gambar untuk menangkap penggambaran situasi setting tempat

suasana yang terbangun serta ekspresi yang menjadi visualisasi daya tarik pesan, d) kode proairetik,simbol kesenangan dipetakan seakan mengiring hidup hanya untuk kesenangan semata, e) kode gnomik,konstruksi cara hidup bangsa luar yang divisualisasikan oleh simbol dan makna sehingga kita merasa lumrah memandang kebudayaan barat.

Kata kunci : iklan magnum versi pink and black dan magnum versi Indonesia

(6)

Thesis PR : Communication Studies Program Faculty of Social and Political Sciences : University of Sultan Agung Tirtayasa .Supervisor I: Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si. Supervisor II: Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si.

Television advertising is an effective mass media in constructing symbols and the meaning of the message described through the epic visualization of the image and the physical attractivenes.Description of magnumad version pink and black and magnum versions Indonesia Raisa Hangout constitute a symbols and meanings of the lifestyle with the measure of main centers constructed as the pleasure becomes a real thing.Hedonism is belief that adhering pleasure as the best morality, it have an impact the negative attitude that concerns on ethical and moral person in the community such as the incidence of indifference, individualist and selfish.This research uses five codes semiotic analysis of Roland Barthes.The purpose of this research is to explain and elaborate five code signssystem of Roland Barthes in the form of hermeneuticscode, semiccode, symbolic code, code proairetic, and gnomik code (cultural) was contained in bothmagnumad. Paradigm of this research is constructivism with the research method used qualitative using data collection techniques such as interviews and observations on both video magnumad. Theresults of this research is a) hermeneutics code, symbol meaning of establish lifestyle to pleasure, b) semic code construction of modern women's values are molded into the quality of women's pleasure dreams.c) symbolic code, use properties such as clothes, accessories, color impression, shooting techniques to capture the depiction of a place setting situationand the expression becomes the visualization to appeal of the message, d) proairetic code, the pleasure symbol mapped a life as only for mere pleasure, e) code gnomik, construction western way of life which visualized by symbols and meanings that we felt common of Western culture.

(7)

Understanding Of Understanding.

(8)

i

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan

nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna

memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada

program studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi berjudul

“Gaya Hidup Hedonisme dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Roland

Barthes pada Iklan Magnum Versi Pink and Black dan Magnum Indonesia Versi

Raisa Hangout)”.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

kritik dan saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih atas segala rahmat serta doa, dukungan,

motivasi, bimbingan, dan bantuan yang tak terhingga dalam proses penelitian

serta penyusunan skripsi ini kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si. selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos, M.Si. selaku ketua prodi Ilmu Komunikasi

(9)

ii

5. Ibu Nurprapti W, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

6. Iman Mukhroman, M.Si. selaku dosen pembimbing I skripsi yang

membantu memberikan saran serta masukan dalam proses menyelesaikan

skripsi ini.

7. Dipl. Ing Rangga Galura Gumelar, M.Si. selaku dosen pembimbing II

skripsi yang membantu memberikan banyak Saran dan arahan serta

masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Angga Ari Priyono selaku narasumber pihak Unilever.

9. Bapak Drs. Alex Sobur, M.Si yang sangat baik hati membantu berdiskusi

analisis semiotik, jika saya ibaratkan bapak bagaikan “padi” yang semakin

keatas semakin merunduk.

10.Bapak Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil selaku dosen filsafat Diksat yang

menjadi teman diskusi semiotik.

11.Teruntuk jalan menuju Surgaku Bapak Manisman dan Ibu Nyarni

tersayang yang tidak lepas memberikan doa terkuat, dukungan dan tekat

terbesar serta kesabaran yang tidak akan pernah terhingga baik batin

maupun finansial.

(10)

iii

14. Ilmu Komunikasi 2011 kelas C, Humas C , kawan Jurnalistik yang selalu

menjadi bagian dari tawa canda dan sulit bersama, kawan menguras otak

Roland Barthes.

15.K-friends Resty Fitriya, Desy Puji R, Debby Dwipani, Dien eka, Yuni.

16.Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah

SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua,

khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Serang, Oktober 2015

(11)

iv

1.1 Latar Belakang Permasalahan ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 8

2.1.1 Ciri-ciri Komunikasi Massa ... 16

2.2 Iklan ... ... 18

2.2.1 Iklan Televisi ... 18

2.2.2 Teknik Pengambilan gambar ... 24

2.2.3 Komposisi Warna ... 27

2.3 Semiotika ... ... 28

2.3.1 Tokoh-Tokoh Semiotika ... 30

2.3.2 Riwayat hidup Roland Barthes ... 34

2.3.3 Analisis Semiotika Roland Barthes ... 35

2.4 Etika dan Moral ... ... 39

(12)

v

2.6 Ice cream Magnum ... ... 47

2.6.1 Ice cream Magnum Pink Pomegranate Dan Black Espresso ... ...47

2.6.2 Ice cream Magnum Indonesia versi Raisa Hangout ... 49

2.7 Kerangka Berfikir ... 51

2.8 Penelitian Terdahulu ... .52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54

3.1 Paradigma Penelitian ... ... 54

3.2 Metode Penelitian ... ... 55

3.3 Instrumen Penelitian ... ... 57

3.3.1 Informan Penelitian ... ...58

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... ... 60

3.5 Unit Analisis ... ... .63

3.6 Keabsahan Data ... ... 65

3.7 Lokasi ... ... 69

3.8 Jadwal Penelitian ... ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN... ... .70

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 70

4.1.1 Sejarah Ice cream Magnum ... 70

4.1.1.1Profile Model pada Ice cream Magnum Pink Pomegranate Dan Black Espresso ... 72

4.1.1.2Profile Model pada Ice cream Magnum Indonesia versi Raisa Hangout... 74

4.1.2 Pembahasan ... 76

4.1.3 Makna dan tanda pada Magnum Pink and Black ... 78

(13)

vi

5.2.2 Saran praktis ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 121

Lampiran ... 124

(14)

vii

Tabel 2.2 Peta Barthes... 33

Tabel 2.3 Kerangka Berfikir ... 52

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ... 51

Tabel 4.1 Macam rasa pada es krim Magnum ... 69

Tabel 4.2 Single Raisa... 75

(15)

viii

Gambar 2.2 Triangle Meaning...30

Gambar 2.3 Semiotika Saussure...31

Gambar 4.1 Logo Magnum... 70

(16)

ix Screenshot Official Magnum Twitter

Screenshot Official Magnum Facebook

Screenshot Line Dakwah.Net

Potongan scene

Dokumentasi foto

Surat keterangan PT. Unilever Tbk

Hasil wawancara bapak Angga Ari P.

Surat keterangan narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si

Hasil wawancara narasumber Drs. Alex Sobur, M.Si

Surat keterangan narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil

Hasil wawancara narasumber Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil

Scan kartu sit-in sidang

Scan sertifikat toefl

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Iklan televisi merupakan efek terencana yang menjadi wahana penciptaan

refleksi realitas sosial yang dikontruksi menjadi suatu hal yang nampak biasa dan

nyata. Lewat iklan permainan otak dikontruksi menjadi sebuah kognisi yang real

yang hidup dalam pemikiran akan pembenaran setiap perkataan iklan. Iklan

adalah salah satu media tontonan yang didalamnya produk diciptakan sebagai

rangkaian tontonan yang diisi dengan berbagai tanda,citra, dan makna.1 Iklan

merekayasa dan memunculkan pengalaman yang seolah-olah real sehingga kita di

dominasi pada pemikiran akan dunia yang diciptakan oleh iklan, lewat media

iklan pendeskripsian gaya hidup dengan ukuran kesenangan sebagai pusat

utamannya menjadi suatu hal yang semestinya seperti halnya hedonisme. Jika

ditelaah lebih lanjut hedonisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Berdasarkan asal katanya, hedonisme

berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Hedone yang mempunyai arti kesenangan.2

Hedonisme dikenal sebagai sikap manusia yang berupaya menghindari

kesakitan dan berusaha mencari kesenangan dalam hidupnya, namun hedonisme

yang berkembang dan kita kenal sekarang adalah sikap yang berusaha mencari

1

Piliang Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna. Bandung. Jalasutra. Hal 289.

2

(18)

kesenangan melalui barang yang dinilai mewah, suasana tempat yang modern dan

high class. Hal ini tidak lepas dari peran simbol atau tanda yang melekat dan

merefleksikan suatu makna yang diciptakan oleh iklan. Iklan menciptakan realitas

bahwa hedonisme adalah bentuk kesenangan yang baik. Unsur hedonisme di

dalam iklan bahkan sudah menjadi habit karena mainset kita sudah di atur bahwa

kesenangan adalah hak kita dalam hidup. Hedonisme yang ditampilkan iklan

memainkan peran theater of mind wujud kebahagian diri. Gambaran iklan life

style merupakan citra yang dibangun dalam upaya penjabaran gaya hidup modern.

Iklan membidik moral generasi muda sebagai rentetan aksinya yang

mampu mendefinisikan simbol kesenangan dalam bentuk yang lain, dengan begitu

generasi muda akan menjadikan hedonisme atau gaya hidup yang bermandikan

kesenangan sebagai wadah untuk meninggalkan pola hidup dahulu yang berusaha

di tembus dan dikontruksikan oleh iklan.

Hedonisme diciptakan iklan karena hedonisme awalnya muncul akibat dari

kondisi dimana manusia mulai mempertanyakan tujuan hidupnya,3 dan melalui

sifat dasar manusia yang menginginkan kesenangan atau kepuasan rasa dan

menghindari adanya rasa sakit. Realitas lainnya yang diciptakan iklan adalah

identitas sosial yang dibentuk melalui simbol strata dan kelas sosial ikut hadir dari

prilaku hedonisme, adanya kelas sosial menjadikan orang yang berada dirantai

atas dapat melakukan kesenangan termasuk dapat melakukan hal apapun, dengan

mengiming-imingi mimpi akan kualitas kaum urban maka iklan mendefinisikan

pemahaman hedonis sebagai motivasi hidup.

3

(19)

Seperti apa yang dikatakan Indiwan dalam bukunya:

Media melakukan kontruksi terhadap pesan-pesan yang disampaikan berupa simbol-simbol, tulisan-tulisan, gambar-gambar, suara melalui proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan ataupun

ideologi media tersebut.4

Gaya hidup (life style) yang ditampilkan antara kelas sosial satu dengan

kelas sosial lainnya dalam banyak hal tidaklah sama. Bahkan ada kecendrungan

masing-masing kelas mencoba mengembangkan gaya hidup yang ekslusif untuk

membedakan dirinya dengan kelas yang lain.5

Realitas sosial akan identitas yang dibentuk iklan mencapai pada titik

perubahan dengan keseriusan manusia dalam mencari posisi istimewa untuk

terlihat popularitasnya. Perubahan sosial adalah proses transformasi yang terjadi

di dalam struktur masyarakat baik di dalam pola pikir dan pola tingkah laku yang

berlangsung dari waktu ke waktu.6 Jika masyarakat mau berfikir secara

konsekuen, kehadiran sikap hedonisme juga memiliki sisi negatif dimana

anggapan bahwa kesenangan sebagai moralitas terbaik bagi dirinya mengandung

sisi egoisme yang sangat tinggi, sikap acuh dan timbulnya kelas sosial yang akan

berdampak buruk pada etika dan moral seseorang dimasyarakat. Namun

pendefinisian kesenangan merupakan hal yang universal bagi setiap makhluk

untuk mencari nilai kebahagian dalam batas dan kontrol sosial yang ada

dilingkungan masyarakat. Seperti halnya hedonisme yang juga hadir dalam iklan

magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa yang mampu

4

Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 152

5

Narwoko J. Dwi Bangong Suyanto. 2014. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta. Prenada. Hal 183.

6

(20)

menciptakan identitas „life style‟ buah hasil dari proses konstruk interaksi simbol

atau tanda sebagai komponen yang terdapat pada iklan tersebut. Penyetaraan

sebuah ice cream dengan komponen seperti mobil mewah, suasana pesta yang

terdapat pada iklan magnum versi pink and black serta suasana cafe modern

dengan figure cantik pada iklan magnum Indonesia versi Raisa mampu

menciptakan kesan yang baru bagi sebuah ice cream dimana posisinya diibaratkan

sama dengan benda mewah lainnya.

Figure pada sebuah iklan magnum versi pink and black serta magnum

Indonesia versi Raisa dicitrakan melalui penonjolan kaum wanita yang dianggap

sebagai simbol pergaulan, penggunaan wanita sebagai role model karena wanita

dianggap sebagai pilar bagi pembangkit hasrat daya tarik. Iklan juga menjadikan

wanita sebagai bahan sell item karena setiap bagian tubuhnya adalah kebahagiaan

bagi pasar hidupnya kapitalis. Kognisi kita akan orang barat juga berubah melalui

kontruksi iklan dengan anggapan bahwa bangsa mereka adalah bangsa dengan

ikon kemajuan. Itulah sebabnya mengapa iklan senang menggunakan bangsa luar

sebagai penunjang daya tarik.

Ira Noviarti, Director of Ice cream, Media & Consumer Market Insight PT

Unilever Indonesia, Tbk, saat peluncuran di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta,

Jumat (15/8) mengatakan:

"Strategi inovasi kami adalah bagaimana agar inovasi tersebut bisa

menjadi trigger bagi mereka yang tadinya tidak ingat, jadi ingat.

Sifatnya disruptive , Magnum berusaha menjadi produk yang selalu diingat

oleh konsumen. Karena pada dasarnya Magnum tidak sekadar menjual es

krim, melainkan gaya hidup.” (http://www.tabloidnova.com/ )7

7

(21)

Penciptaan gaya hidup melalui sebatang ice cream didukung dengan

adanya simbol-simbol yang menjadi definisi akan komunikasi yang berusaha

dijelaskan oleh pembuat iklan melalui tanda yang tervisualisasikan, bahkan

pengikut akun twitter official milik magnum Indonesia mencapai 95.4K atau

95400 ribu dan jumlah pengikut facebook official magnum Indonesia 10.141.553

sampai Agustus 2015 ini. Hal ini membuktikan bahwa iklan tersebut mampu

menyampaikan pesan akan makna ice cream sebagai bagian dari gaya hidup. Pada

akun resmi Raisa sendiri follower yang tergabung mencapai 5,26M sehingga raisa

memiliki kekuatan yang besar untuk dapat menyampaikan citra baru mengenai

sebuah ice cream kepada penggemarnya.

Melalui wawancara yang dilakukan pada 29 September 2015, Regional

Sourcing Export ice cream Unilever mengatakan bahwa ice cream magnum

menjadi penjualan ice cream terfavorit dibandingkan dengan produk ice cream

Wall‟s lainnya. Bahkan market sharenya menguasai penjualan ice cream produk

kompetitor lainnya seperti ice cream Meiji dan ice cream Campina.

Melihat data yang ada, Unilever merupakan penguasa pasar ice cream

dengan tingkat penguasaan 47,8% total pangsa pasar es krim di Indonesia.

"Penambahan kapasitas dan jalur distribusi, pangsa pasarnya akan tumbuh

20%.8 Bisnis media beroprasi dengan mengkonstruksi para audiensnya

berkaitan dengan gaya hidup mereka, para pemilik manufaktur melihat

konsumen mereka dikaitan dengan ceruk pasar dan kelompok sosial yang

memiliki gaya hidup.9 Bahkan tergambar jelas dalam Tagline “Different ice

8

http://investasi.kontan.co.id/news/plafon-belanja-modal-unvr-rp-1-triliun-saja di akses pada 26/04/2015 22:40 PM

9

(22)

cream for different moments, for pleasure seekers” dengan penekankan kata for

pleasure seekers yang berarti para pencari kesenangan. Kesenangan tersebut

diarahkan dengan gaya hidup yang berusaha diciptakan melalui simbol-simbol

dalam iklan. Dengan adanya studi kajian semiotik ini maka peneliti melihat tanda

yang menghasilkan makna baru tidak hanya benda yang dapat mewakili sebuah

makna namun sikap, prilaku maupun emosi juga dapat menjadi studi kajian

semiotik.

Dengan melihat fenomena ini maka hal ini pula yang menjadikan iklan

Magnum versi Pink Pomegranate dan Black Espresso serta Magnum Indonesia

versi Raisa sebagai objek penelitian, hal ini karena peneliti melihat dominasi

tentang penjabaran kesenangan yang merujuk pada sikap hedonisme dimana

kesenangan digambarkan dengan hidup dalam kemewahan menjadi sesuatu

motivasi hidup yang baik. Penggambaran wanita sebagai role model juga

didukung melalui konstruksi visualisasi pembenaran fisik wanita. Semiotik tidak

hanya melihat bagaimana tanda menujukkan suatu makna namun semiotik juga

mempelajari bagaimana tanda itu dikonstruksi dan dibentuk bukan dengan cara

yang alamiah namun hasil pemikiran manusia yang berusaha menciptakan makna

baru. Kedua iklan tersebut tentulah memiliki kesamaan akan konsepsi figure

wanita yang dikonstruksi akan pengambaran kesenangan melalui gaya hidup

kaum urban kelas atas seperti apa yang digambarkan pada kedua iklan magnum

tersebut adalah sebuah impian, namun magnum Indonesia versi Raisa hangout

memvisualisasikan citra kemewahan dengan cara yang lebih halus, tidak seperti

(23)

iklan mangnum versi pink and black dimana kesenangan dan kemewahan yang

digambarkan begitu luar biasa dengan penggunaan mobil sport, suasana clubbing,

suasana pesta megah, dan pengambaran prilaku wanita independent, pada versi

Indonesia iklan magnum mengambarkan prilaku wanita justru lebih mengacu

pada proses sang wanita bersosialisasi dan bergaul, suasana shopping mall, kafe

penggunaan ponsel Iphone serta nampak peran wanita yang bekerja.

Priode iklan yang dimulai pertengahan tahun 2014 lalu berakhir sekitar

akhir tahun 2014. Peneliti menggunakan analisis semiotika sebagai acuan dalam

membongkar bentuk prilaku hedonisme pada iklan ini. Peneliti tertarik untuk

meneliti mengenai hedonisme karena studi kajian mengenai hedonisme dalam

sebuah iklan masih jarang terutama di perguruan tinggi tempat peneliti menuntut

ilmu. Hedonisme yang hadir sekarang ini dijabarkan dengan kondisi lain dimana

sesuatu yang baik karena disenangi, sehingga moral yang baik disetarakan dengan

kesenangan dalam masa kini. Hedonisme tidak hanya terlihat melalui prilaku

manusia yang mencari kebahagiaan dengan barang mewah namun hedonis juga

dapat direspresentasikan dengan cara baru yaitu sikap manusia yang berkaitan

dengan moral, hal ini menjadi sisi negatif ketika iklan yang mengambarkan

kesenangan akan kemewahan tersebut meninggalkan dampak psikologis bagi

khalayak dimana mereka mulai berfikir hanya untuk kenikmatan dunia saja,

ketika hal yang mendatangkan kesenangan pada diri seseorang memiliki efek

merugikan bagi orang lainnya dan menyangkut tindak etika ataupun melanggar

norma yang berlaku tentu hal tersebut menjadi suatu permasalahan serius, ulasan

(24)

class mild versi is today10 yang juga menggunakan benda mewah, suasana club

serta penggunaan wanita sebagai pendukung visual saja, peran wanita pada iklan

magnum yang menjadi objek kajian peneliti lebih dominan dan dikontruksi bahwa

wanita memiliki kedudukan yang pantas untuk melakukan kesenangan dirinya

terlepas dari hakekatnya sebagai peran yang melahirkan keturunan. Peneliti juga

tertarik mengkaji iklan ini karena pencitraan kemewahan yang diberikan oleh

sebatang ice cream yang mampu menciptakan gaya hidup melalui penyetaraannya

dengan sebuah mobil dan situasi club, suasana cafe, suasana pesta berada pada

satu tempat yang sama dengan sebuah ice cream,

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, studi mengenai tanda dan

segala yang berhubungan dengan tanda lainnya, cara berfungsinya, pengiriman

dan penerimaan oleh penggunannya. Menurut Preminger (2001), semiotik

menggangap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan merupakan tanda-tanda,

atau ingin mempelajari sistem, aturan, dan konvensi yang memungkinkan

tanda-tanda tersebut memiliki arti tertentu. Tujuan analisis semiotik tersebut adalah

menemukan makna tanda-tanda dan termasuk hal-hal tersembunyi di balik sebuah

iklan.11

Alasan peneliti menggunakan analisis semiotika milik Roland Barthes

karena peneliti percaya bahwa lima kode Barthes tepat untuk menjelaskan dan

menjabarkan simbol dan makna yang tergambar pada iklan kedua iklan magnum,

tidak hanya ingin mengupas apa yang berusaha disampaikan dan apa maksud dari

10

https://www.youtube.com/watch?v=GuaG-pohETI diakses pada 22/11/2015 21:21 PM

11

(25)

simbol dan makna yang nampak, namun pola tindak, prilaku, serta peran budaya

dimana pada penelitian ini terdapat objek penelitian hedonisme yang merupakan

sentuhan budaya terlebih pada kedua iklan yang menggunakan budaya barat serta

iklan versi Indonesia dengan bintang Raisa yang juga berkiblat pada budaya barat.

Barthes juga melihat bahwa makna berkaitan dengan mitos, dimana mitos

merupakan pengkodean makna serta nilai-nilai sosial yang ada. Terkait dengan

penelitian ini gaya hidup hedonis dapat dilihat melalui kacamata nilai-nilai sosial

kultural bangsa kita yang mulai dikontruksikan menuju pola hidup bangsa luar

yang dideskripsikan melalui kesenangan untuk tujuan hidup manusia. Peneliti

juga memahami bahwa tanda adalah bentuk fisik yang dapat dilihat dan didengar

dan merujuk pada suatu aspek atau objek dari realitas yang ingin

dikomunikasikan. Lima kode Barthes di gunakan karena tujuannya bukan hanya

untuk membangun suatu sistem klasifikasi unsur-unsur narasi namun lebih banyak

untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling

meyakinkan, atau teka-teki yang paling menarik, merupakan produk buatan,

melalui analisis ini peneliti dapat menjabarkan maksud makna dari detailnya tanda

dan simbol yang dibangun untuk menghasilkan sebuah definisi gaya hidup yang

terdapat didalam iklan magnum versi pink and black serta magnum Indonesia

versi Raisa, baik makna konotatif, makna simbolik, makna kultural dalam sebuah

iklan.

Peneliti berusaha mencari sistem tanda yang ada di dalam kedua iklan ini

melalui cuplikan video yang akan dipilah menjadi potongan gambar sehingga

(26)

penelitian. Dengan melihat gaya hidup hedonisme di kalangan generasi muda

yang dikontruksi iklan televisi, maka asumsi yang melatar belakangi penelitian ini

adalah dengan penggambaran dari segi visual warna, teknik pengambilan gambar,

tanda, simbol serta kode-kode yang tekadung dalam iklan televisi ice cream

magnum versi pink and black serta magnum Indonesia versi Raisa Hangout.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan masalah yang telah di uraikan di atas, maka fokus masalahnya

adalah “Bagaimana gaya hidup hedonisme ditampilkan dalam sebuah iklan

televisi ice cream Magnum Versi Pink And Black dan Magnum Indonesia Versi

Raisa Hangout?”

1.3 Identi fikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini peneliti berupaya mencari sistem

tanda Roland Barthes yang tercermin berupa lima kode Barthes :

(27)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menjabarkan

Sistem tanda Roland Barthes :

Memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu-ilmu sosial

khususnya ilmu komunikasi yang berbasis pada pengembangan penelitian

mengenai analisis semiotika terutama semiotika dalam iklan yang jarang

ditemukan di perguruan tinggi Sultan Ageng Tirtayasa.

b. Manfaat teoritis

1. Dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahap

(28)

2. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pembaca agar selalu ingat

bahwa perkembangan budaya hendaknya disikapi dengan cerdik, dengan

mempelajari kajian semiotika maka kita akan paham bagaimana seseorang

(29)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah bentuk institusi sosial yang merupakan suatu

kumpulan individu. Denis mcquail mengatakan bahwa komunikator dalam

komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan suatu organisasi. Pesan

tersebut seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan

mempunyai nilai tukar dan acuan simbolik yang mengandun nilai kegunaan.12

Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Bittner mengenai arti

komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan memalui media massa pada

sejumlah besar orang. ( mass communication is massages communicated through

a mass medium to be a large number of people).13 Sedangkan menurut Jay Black

dan Frederick C. Whitney (1988) disebutkan, “ mass communication is a procces

whereby mass-produced massage are transmitted to large, anonymous, and

heterogeneous masses of receiver (komunikasi massa adalah sebuah proses

dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan

kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen).

Fungsi-fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C.

Whitney antara lain: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain

(memberikan hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the

12

Dennis Mcquail.1987.Teori Komunikasi Massa.Jakarta.Erlangga. Hal 33

13

(30)

culture (transmisi budaya)14 Ketika kita membahas mengenai beberapa komponen

komunikasi massa , maka tidak terlepas dari peran filter. Sebagai mana kita

ketahui audiens media massa sangatlah banyak jumlahnya, tersebar dan heterogen

(berbeda usia, jenis kelamin, agama, latar belakang sosial, tingkat penghasilan,

pekerjaan, dan lain-lain). Sudah tentu masing-masing audiens memiliki lingkup

pengalaman (field of experience) dan kerangka acuan ( frame of reference) yang

berbeda-beda, sehingga pemaknaan terhadap pesanpun berbeda. Bagaimana media

massa mengantisipasi hambatan dengan mempertimbangkan faktor yang menjadi

sumber hambatan.

Pengindraan kita berfungsi sebagai filter komunikasi yang dipengaruhi

oleh 3 kondisi, yaitu cultural, psychological, dan physical

1. Cultural (budaya)

Pengindraan kita diwarnai, diganggu, dan dibiaskan oleh budaya kita.

Edward T. Hall, seorang antropolog, telah menulis mengenai peran budaya dalam

usaha komunikasi manusia, dalam bukunya The silent Language, pada bukunya ia

menunjukan bagaimana budaya mempengaruhi cara manusia menyampaikan dan

menerima pesan. Menurut Hall budaya adalah komunikasi itu sendiri, budaya

pada intinya menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku disuatu tempat

dengan segala aspeknya. Tidak jarang perbedaan budaya mengakibatkan adanya

perbedaan presepsi terhadap suatu pesan. Misalnya, adakalanya suatu yang

diangap wajar disuatu budaya tertentu mungkin bisa dianggap tidak wajar dan

tidak pantas bagi budaya lain. Dalam konteks komunikasi massa, sebuah pesan

14

(31)

komunikasi bisa dipresepsi berbeda, ada perbedaan antara pesan yang

disampaikan komunikator dan pesan yang di terima khalayak. Contohnya saja

budaya luar yang terasa biasa ketika dua orang pasangan yang belum menikah

tinggal dan hidup di dalam satu rumah yang sama, ketika budaya tersebut

diterapka di negara kita maka akan sangat tidak sesuai dengan norma dan sistem

agama kita, hal itu mungkin dapat diterima biasa saja ketika seseorang memiliki

filter longgar, namun ketika seseorang yang berfilter rapat melihat situasi ini maka

ia akan dengan tegas menolak dan menjauhkan itu dalam kehidupannya.

2. Psychological (tatanan psikologi)

Kita membentuk persepsi kita berdasarkan kerangka acuan (frame of

reference) kita, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman dan lain-lain.

Ketika sebuah tayangan yang dikhususkan untuk orang dewasa ditonton oleh

anak-anak maka efek yang dihasilkan akan sangat berbahaya karena pola pikir

anak sangat berbeda dengan orang dewasa.

3. Physical

Kondisi fisik juga menjadi faktor filter terhadap pesan yang disampaikan

media massa dapat berbeda, misalnya faktor ketika kodisi fisik internal seseorang

sedang terganggu akibat sakit, maka ia akan menyaring dan menerima pesan yang

berbeda dengan kondisi saat ia sedang dalam keadaan sehat. Faktor kondisi fisik

eksternal juga mempengaruhi proses penyaringan filter dan penerimaan pesan,

ketika lingkungan dimana ia tinggal sangat bising, atau ruangan yang dia tempati

(32)

Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan

khalayak. Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan

yang signifikan. Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi

massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama

televisi, yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peran

penting dalam transmisi sikap,persepsi dan kepercayaan.15

2.1.1 Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Komunikasi massa mempunyai karakteristik sebagai berikut16 :

1. Komunikator terlembagakan, komunikasi massa itu melibatkan lembaga,

atau organisasi sehingga dalam penyebaran pesannya harus sejalan dengan

kebijaksanaan lembaga atau organisasi yang mewakilinya.

2. Komunikan bersifat heterogen, merupakan kumpulan anggota masyarakat

yang terlibat dalam proses komunikasi masa, keberadaannya

terpencar-pencar antara satu dan yang lainnya dan tidak saling mengenal,

masing-masing berbeda dalam hal umur, jenis kelamin, agama, ideologi, tingkat

ekonomi, pekerjaan, pengalaman, dan lain-lain.

3. Proses komunikasi bersifat satu arah, karena melalui media massa maka

komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung.

Bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

4. Media massa menimbulkan keserempakan, komunikan menerima pesan

dari komunikasi massa diterima secara serempak.

15

Ardianto Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 58

(33)

5. Komunikasi massa bersifat umum, pesan komunikasi yang disampaikan

melalui media adalah terbuka untuk semua orang.

6. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, setiap komunikasi

melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi

antarpesona, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi

massa, yang penting adalah unsur isi.

7. Umpan balik tertunda (delayed), komponen umpan balik atau lebih

populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk

komunikasi apa pun. Efektifitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari

feedback yang disampaikan oleh komunikan.

8. Stimulasi alat indra ”terbatas” dalam komunikasi massa, stimulasi alat

indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah,

pembaca hanya melihat. Pada siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya

mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan

indra penglihatan dan pendengaran.

Efek komunikasi merupakan setiap perubahan yang terjadi didalam diri

penerima, karena menerima pesan-pesan dari sumber. Efek komunikasi massa

dibagi menjadi beberapa bagian. Secara sederhana Stamm dan Bowes (1990)

membagi kedua bagian dasar. Pertama, efek primer meliputi terpaan, perhatian,

dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif

(perubahan pengetahuan dan sikap), dan perilaku (menerima dan memilih)17.

17

(34)

2.2 Iklan

2.2.1 Iklan Televisi

Ketika zaman modern semakin memiliki peran besar bagi tumbuhnya

proses sosialisasi, media massa televisi juga memiliki pengaruh yang cukup besar

pada kehidupan manusia. Sebagai mana radio siaran, penemuan televisi telah

melalui beberapa eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir pada abad

19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan

Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan

William jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar

melalui kabel.18

Karakteristik televisi mencangkup berupa Audiovisual yang dapat

didengar maupun dilihat, berpikir dalam gambar yang merupakan kegiatan

merangka gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya

mengandung makna tertentu, serta pengoperasian lebih kompleks.

Dalam dunia periklanan, media merupakan alat penting untuk diseminasi

pesan iklan. Seorang praktisi pengiklan harus melakukan kajian yang hati-hati

dalam memilih media mana yang akan digunakan ntuk beriklan karena sebagian

besar anggaran pengiklan dihabiskan untuk membeli ruang dan waktu media.19

Iklan dapat didefinisikan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang

menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk mempengaruhi orang

18

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. Hal 135

19

(35)

membeli produk dengan membayar sejumlah biaya untuk media.20 Iklan

merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mempersuasi konsumen oleh

sejumlah atau suatu institusi bukan personal dan iklan dalam definisi ini

merupakan pengisi suatu media massa karena ia harus menggunakan media yang

spesifik dan menerpa banyak orang. Iklan adalah sebagai salah satu bentuk

komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana pesan-pesan promosi

disampaikan.21. periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seseorang

penjual untuk mengkomunikasikan infoemasi persuasif tentang produk ( ide,

barang, jasa) ataupun organisasi sebagai alat promosi yang kuat.22

Berdasarkan tujuan beriklan, maka iklan bisa dibedakan berdasarkan tiga jenis,

yaitu:

1. Iklan Informasi

Sebuah iklan dikategorikan iklan informasi jika materi iklan bertujuan

untuk:

a. Memberitahukan tentang produk baru

b. Memberitahukan perubahan harga atau kemasan

c. Menjelaskan cara kerja produk

d. Mengurangi ketakukan konsumen

e. Mengoreksi kesan keliru terhadap produk

f. Menganjurkan kegunaan baru dari produk tertentu

20

Rachmat Kriyantono. 2012. Public Relation Writing Teknik Produksi Media Relation Dan Publisitas Korporat. Jakarta. Kencana. Hal 199.

21

Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 151

22

(36)

2. Iklan Persuasif

Iklan persuasif adalah jenis iklan yang bertujuan untuk:

a. Memilih merek tertentu.

b. Menganjurkan membeli merek tertentu.

c. Mengubah presepsi konsumen tentang merek tertentu.

d. Membujuk konsumen untuk membeli sekarang atau menerima

penawaran.

3. Iklan Pengingat

Iklan pengingat bertujuan untuk:

a. Mengingatkan bahwa produk itu mungkin akan sangat dibutuhkan

dalam waktu dekat.

b. Menjaga kesadaran akan produk.

c. Menjalin hubungan baik dnegan konsumen.

d. Mengingatkan dimana membeli produk tersebut.

e. Memantapkan atau meneguhkan bahwa pilihan konsumen tepat.

Selain tiga tujuan tersebut, iklan berfungsi menciptakan kesadaran (brand

image). Orang memiliki kesan tertentu tentang apa yang diiklankan. Perusahaan

iklan selalu berusaha menciptakan kreatif iklan sebaik-baiknya, baik dari segi

warna, ilustrasi, model iklan, maupun lay out yang menarik. Berdasarkan sifatnya

iklan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu iklan komersil dan iklan

non komersil. Iklan komersil adalah iklan yang bersifat menjual produk atau jasa

secara langsung sedangkan iklan non komersil adalah iklan yang bersifat tidak

(37)

kepentingan pelayanan masyarakat, membangun kesadaran merek dan citra

perusahaan.

Citra dan pesan yang setiap harinya di sebarkan oleh iklan merupakan

gambaran dari kehidupan sosial masyarakat. Karena iklan berupaya untuk dapat

mempersuasikan khalayak maka iklan dibuat menarik.

Iklan merek sama dengan kemasannya yang menjadi bagian dari

personalitas merek itu sendiri. Iklan yang berpakaian elok dan menyenangkan

jelas lebih diterima dari pada iklan yang berbicara pada kita dengan cara yang

menggangu.23 Iklan terlalu banyak memamerkan gaya hidup serba mewah. Karena

iklan dianggap mendorong tumbuhnya sikap materialistik.

David Potter dari Universitas Stanford dalam bukunya yang berjudul

People Of Plenty, menyebutkan:

Iklan memang tidak berusaha meningkatkan kualitas individu atau masyarakat, karena iklan hanya menonjolkan nilai-nilai material. Meskipun pengaruhnya tidak kalah dari institusi-institusi lainnya, iklan tidak punya tujuan maupun tanggung jawab sosial. Disini iklan sering dikritik. Disamping itu, iklan juga tidak selamanya peduli terhadap soal benar atau salah. Iklan hanya berurusan dengan soal bagaimana mempengaruhi nilai-nilai dan prilaku orang-orang sebagai konsumen, serta

mendorong mereka untuk melakukan konsumsi.24

Pada beberapa iklan yang menonjolkan pencitraan, diperoleh beberapa

kategorisasi pengunaan pencitraan dalam iklan televisi sebagai berikut:25 (1) citra

perempuan, wanita digambarkan sebagai pilar,citra pigura serta citra pergaulan

yang tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai subjek

23

MaxSutherland & Alice K. Sylvester. 2005. Advertising And The Mind Of Customer Iklan yang Berhasil, yang Gagal dan Penyebabnya. Jakarta. Ppm. Hal 116.

24

Rivers William L. Jay W. Jensen Theodore Peterson. 2004. Media Massa Dan Masyarakat

Modern. Jakarta. Prenada Media. Hal 340. 25

(38)

pergulatan perempuan yang menempatkan dirinya dalam realitas sosial. (2) Citra

maskulin, citra ini biasanya adalah stereotip nyata laki-laki dalam realitas sosial.

(3) Citra kemewahan dan ekslusif, dengan tanpa sadar citra iklan telah

memindahkan simbol-simbol itu ke dalam pilihan-pilihan mereka. (4) Citra kelas

sosial, biasanya individu remaja dan perempuan lebih menyukai pencitraan ini.

Dalam pencitraan kelas sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial dalam

iklan televisi menjadi acuan dan digambarkan kehidupan bergengsi dan modern.

(5) Citra kenikmatan, kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia kemewahan

dan kelas sosial tertinggi karena itu kenikmatan menjadi simbol sosial tertinggi.

(6) Citra manfaat,umumnya orang memertimbangkan faktor manfaat sebagai hal

utama dalam sikap memilih karena itu manfaat sebagai „nilai‟ dalam keputusan

seseorang. (7) Citra persahabatan, iklan televisi juga melakukan pencitraan

terhadap persahabatan, sebagai jalan keluar terhadap banyaknya problem rendah

diri dikalangan remaja. (8) Citra seksisme dan seksualitas, ketika menampilkan

citra ini iklan televisi menjadi daya tarik menarik dan dianggap menjadi hiburan

yang menyegarkan.

Dari delapan citra tersebut, maka iklan ice cream magnum ini setidaknya

memiliki citra perempuan yang dikonstruksikan sebagai pilar role mode dan

pengambaran sebuah ice cream tersebut, baik suasana, gaya hidup (pola hidup)

dimana citra sosok wanita „berani‟ ditembus dalam tradisi untuk diciptakan citra

baru yang bukan lagi sosok yang hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan dapur

seperti pada mitos yang terkandung dalam budaya kita, namun ice cream magnum

(39)

dipenuhi kesenangan, kemewahan, keglamoran, independent tergambar pada

wanita masa kini hadir dan bergembira dalam gaya hidup. Penggambaran self

image wanita dalam ice cream magnum digambarkan apik seperti pengambaran

wanita yang dikonstruksi wanita cantik yang memiliki badan dan tubuh ramping,

rambut panjang, kaki jenjang. Di dalam kedua iklan magnum tersebut juga

tergambar citra kemewahan dan ekslusif, citra kelas sosial, serta citra kenikmatan

yang digambarkan menjadi identitas produk ice cream tersebut.

Kontroversi yang berkembang di seputar keberadaan iklan berkaitan

dengan kenyataan, bahwa di dalam iklan sering kali terdapat jurang antara apa

yang dilukiskan tentang sebuah produk, dengan realitas produk itu

sesungguhnya.26

Proses konstruksi iklan atas realitas sosial dibentuk dalam tahapan dimana

iklan dirancang berdasarkan konsep dasar pemasaran dengan memperhatikan

prilaku sosial masyarakat sebagai wacana kajian. Wacana kajian dimaksud

berkembang melalui media interaksi simbolis dan „permainan semiotika‟ yang

dikemas dalam wacana kreatifitas, seni, sosial, budaya populer yang spektakuler.

Sehingga menghasilkan sebuah tahaan proses dalam koridor realitas sosial.27

26

Yasraf Amir Piliang. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies antara Matinya Makna. Bandung. Jalasutra. Hal 279.

27

(40)

2.2.2 Teknik Pengambilan Gambar

Terdapat macam sudut pengambilan gambar diantaranya:28

1. High Angle (Bird eye view)

Pengambilan gambar dilakukan dari atas dari ketinggian tertentu

sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan

benda-benda lain yang tampak dibawah sedemikian kecil. Pada posisi kamera ini

kesan yang akan disampaikan kepada penonton adalah suatu kekuatan atau rasa

superioritas bahkan efek tersebut akan semakin meningkat jika ada

penambahan jarak yang ditimbulkan. Oleh karena itu high angle diciptakan

dengan maksud untuk mengurangi rasa superioritas dan sekaligus objek tadi

akan melemah kedudukannya. Kesan yang mucul adalah rasa tertekan pada

subjek, kesedihan hina, kecil dan kejauhan.

2. Normal Angle (eye level/chest level)

Pengambilan gambar yang normal dalam sebuah adegan. Posisi kamera

ini pada umumnya setinggi dada atau sejajar dengan ketinggian kita atau

penglihatan manusia pada umumnya. Sudut pengambilan gambar ini digunakan

pada suatu acara yang gambarnya tetap statis.

3. Low Angle (frog eye view)

Pengambilan gambar dari bawah objek. Kesan yang ditimbulkan dari

sudut pandang ini adalah keagungan atau kejayaan. Objek terkesan lebih tinggi,

besar, gagah, angkuh, sombong, berwibawa.

Dan juga terdapat macam bidang pandangan pada saat perekaman gambar:

28

(41)

1. ELS ( Extreme Long Shot)

Shot sangat jauh, menyajikan bidang pandangan yang sangat luas,

kamera mengambil keseluruhan pandangan. Obyek utama dan obyek lainnya

nampak sangat kecil dalam hubungan nya dengan latar belakang lokasi secara

keseluruhan. Biasanya dalam ukuran ini tokoh jarang terlihat sebab yang ingin

diperlihatkan adalah tempat kejadian secara luas.

2. VLS (Very Long Shot)

Pada shot ini latar belakang atau setting nampak lebih dominan dari

objek utamanya. Shot ini bertujuan untk menunjukan setting yang digunakan

dalam sebuah adengan dengan interaksi tokoh utama dalam setting tersebut.

3. LS (Long Shot)

Shot sangat jauh menampilkan objek secara keseluruhan, menyajikan

bidang pandangan yang lebih dekat dibandingkan dengan ELS, obyek masih

didominasi oleh latar belakang yang lebih luas. Biasanya dibuat untuk

menunjukkan suasana lingkungan dari tokoh film tersebut, seperti gambar yang

terlihat dimana terdapat suasana sebuah gedung dan suasana panggung terbuka.

4. MLS (Medium Long Shot)

Shot yang menyajikan bidang pandangan yang lebih dekat obyek

manusia biasanya ditampilkan dari atas lutut sampai di atas kepala.

5. MS (Medium Shot)

Di sini obyek menjadi lebih besar dan dominan, obyek manusia

ditampakkan dari atas pinggang sampai di atas kepala. Latar belakang masih

(42)

seluruh type of shot yang menggunakan medium diambil ke Long Shot atau ke

Close Up. Oleh karena itu type of shot ini memiliki keunikan sendiri yaitu bahwa

gestur tokoh terlihat lebih jelas namun lingkungannya hampir tidak terlihat, jadi

pusat perhatian penonton diarahkan pada gerak tubuh tokohnya saja.

6. MCU (Medium Close Up)

Shot amat dekat, obyek diperlihatkan dari bagian dada sampai atas kepala.

MCU ini yang paling sering dipergunakan dalam televisi.

7. CU (Close UP)

Shot dekat, obyek menjadi titik perhatian utama di dalam shot ini, latar

belakang nampak sedikit sekali. Untuk obyek manusia biasanya ditampilkan

wajah dari bahu sampai di atas kepala untuk menunjukan detail objek atau

kedekatan suatu objek tertentu.

8. BCU ( Big Close Up)

Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Obyek

mengisi seluruh layar untuk menunjukan ekspresi seorang tokoh.

9. ECU ( Extreme Close Up)

Shot yang menampilkan bagian tertentu dari tubuh manusia. Shot ini

biasanya digunakan untuk maksud tertentu atau menunjukan detail objek tertentu

yang sangat perlu diketahui oleh penonton dan objek yang di shot memiliki peran

(43)

Gambar 2.1 pengembangan type of shot

2.2.3 Komposisi Warna

Warna memiliki filosofi mengenai apa yang tergambar dalam sebuah

iklan. warna memegang peran penting dalam sebuah iklan, yakni untuk

mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan iklan tersebut. Warna juga

mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas.

Psikologi dan arti warna:29

Tabel 2.1 Makna Warna

Warna Makna

Biru Kesetiaan, Ketenangan, Sensitif dan Bisa

Diandalkan.

Abu-Abu Serius, Bisa Diandalkan dan Stabil

Merah Muda Cinta, Kasih Sayang, Kelembutan, Feminin.

29

(44)

Merah Kuat, Berani, Percaya Diri, Gairah

Kuning Muda, Gembira, Imajinasi

Hitam Elegan, Kuat, Sophisticated

Hijau Kesejukan, Keberuntungan, dan Kesehatan.

Ungu motivasi yang hangat, sopan, mudah bergaul.

Filosofi warna yang terdapat dalam Iklan ice cream magnum salah

satunya, merah muda (pink) adalah warna yang feminin, pegunaan warna merah

muda di identikkan dengan hal yang bersifat kewanitaan. Efek cinta romantis juga

bisa timbul dari warna merah muda ini, agak sedikit berbeda dengan warna merah

yang lebih menggambarkan berani. Hitam menandakan suram, menakutkan dan

gelap bahkan elegan namun dalam iklan ice cream ini hitam lebih mencerminkan

kepada sexy dan elegan,serta independent.

2.3 Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang

berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar

konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu

yang lainnya. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjukan

pada adanya hal lain.

Secara terminologis semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan

(45)

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar

untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih

lanjut. Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami

dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan „tanda‟.

Maka dari itu semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli

semiotika, Umberto Eco menyebutkan tanda sebagai suatu „kebohongan‟ dan

dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda

itu sendiri.30

Menurut Preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial

atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.31

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti

kata Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penanda. Lebih jelasnya

lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi

yang terjadi dengan sarana sign „tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sign system

(code) „sistem tanda‟ (Segers, 2000:4)

Hjelmslev (dalam Chistomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai “suatu

keterhubungan antara wahana Ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content

plan)”.32

30

Wibowo,Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 7-9.

31

Rachmat Kriyanto. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup. Hal 265.

32

(46)

2.3.1 Tokoh-Tokoh Semiotika

Charles S. Peirce mengatakan semiotika berangkat dari tiga elemen

utama, yang disebut teori segitiga makna atau triangle meaning.

a. Tanda

Adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera

manusia dan merupakan sutu yang merujuk hal lain diluar tanda itu sendiri.

b. Acuan tanda (object)

Konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

c. Pengguna tanda (interpretant)

Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke

suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek

yang dirujuk sebuah tanda.

Gambar 2.2 triangle meaning

Sign

Interpretant Object

Berbeda dengan Peirce menurut Ferdinand Saussure, tanda terbuat atau

terdiri dari:

1. Bunyi-bunyi dan gambar disebut signifer

2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar disebut signified berasal

(47)

Gambar 2.3 semiotika Saussure

Sign

Composed of

Signifer Signification Signifed Referent

(external reality)

Kode merupakan sistem pengorganisasian tanda. Kode mempunyai

sejumlah unit tanda. Jika kode sudah diketahui maka makna akan bisa dipahami.

Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode, yaitu:33

1. Paradigmatik

Merupakan sekumpulan tanda yang dari dalamnya dipilih satu untuk

digunakan.padigmatik digunakan untuk mencari oposisi-oposisi (simbol-simbol)

yang ditemukan dalam teks (tanda)yang bisa membantu memberikan makna.

Dengan kata lain, bagaimana oposisi-oposisi yang tersembunyi dalam teks

menggeneralisasikan makna.

2. Syntagmatic

Merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda-tanda yang dipilih.

Dalam semiotik, sintagma digunakan untuk menginterpretasikana teks (tanda)

berdasarkan urutan kejadian/ peristiwa yang memberikan makan atau bagaimana

urutan kejadian/ peristiwa mengeneralisasikan makna.

Semiotika revolusioner dan semanalisis Julia Kristeva. Kristeva

menjadikam semiotika struktural Saussure sebagai objek subversi dan

33

(48)

pembongkaran, ia melihat semiotika milik saussurean sebagai suatu wacana yang

hanya menawarkan makna tunggal, disebabkan didalam menjelajahi ruang

epistemologisnya, menolak hadirnya subjek agen perubahan dan subversi bahasa.

Van Zoest menyebut Kristeva sebagai pencetus munculnya semiotika ekspansif.

Ciri aliran ini ialah adanya sasaran akhir untuk kelak mengambil alih kedudukan

filsafat. Karena begitu terarah pada sasaran, semiotika jenis ini terkadang disebut

ilmu total baru. Dalam semiotika jenis ini pengertian „tanda‟ kehilangan tempat

sentralnya digantikan dengan „produksi arti‟. Penelitian yang menilai tanda terlalu

statis, terlalu non historis dan terlalu reduksionitis, diganti oleh penelitian yang

disebut praktik arti. Karya-karya Kristeva mengenai bahasa , subjektivitas dan

seksualitas yang secara khusus dilandasi psikoanalisis Lacanian tersebut, menjadi

pusat perdebatan dikalangan feminis konteporer. Bagi sementara orang, ia

memang dikenal sebagai teoritis feminis. Kristeva membedakan dua praktik

pembentukan makna wacana, 1) signifikasi yaitu makna yang dilembagakan dan

dikontrol secara sosial (tanda disini berfungsi sebgai refleksi dai konvensi

kode-kode sosial yang ada), dan 2) significance adalah proses penciptaan yang tanpa

batas dan tak terbatas, pelepasan ransangan-rangsangan dalam diri manusia

melalui ungkapan bahasa.34

Analisis Roland Barthes yang pertama adalah ia menciptakan lima kode

yang bukan hanya membangun suatu sistem klasifikasi unsur narasi tetapi juga

untuk menunjukan bahwa tindakan yang masuk akal, rincian yang paling

meyakinkan, atau teka-teki yang menarik. Kode tersebut adalah kode

34

(49)

hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik. Yang

kedua dan paling fenomenal adalah peta tanda Roland Barthes tentang bagaimana

tanda bekerja.

adalah juga penanda konotatif (4). Disinilah penyempurnaan semiologi Saussure,

yang berhenti pada penanda dalam tataran denotatif.

Tidak dapat disangkal bahwa semiotika belakangan ini menunjukan

perhatian besar dalam prosuksi tanda yang dihasilkan oleh masyarakat linguistik

dan budaya, itu sebabnya banyak tokoh yang mengkaji sistem tanda ini seperti

diantaranya Charles Sanders Peirce, Ferdinand de Saussure, Roman Jakobson,

(50)

2.3.2 Riwayat Hidup Roland Barthes

Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di

Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebalah

barat daya Prancis. Ayahnya seorang perwira angkata laut, meninggal dalam

sebuah pertempuran dilaut uatara sebelum usia Barthes genap mencapai satu

tahun. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian diasuh oleh ibu, kakeh dan neneknya.

Ketika berusia sembilan tahun, ia pindah ke Paris bersama ibunya yang bergaji

kecil sebagai penjilid buku. Antara tahun 1943 dan 1947 ia menderita penyakit

TBC. Masa-masa istirahatnya di Pyreenees itu dimanfaatkan untuk membaca

banyak hal, sehingga kemudian ia berhasil ,menerbitkan artikel pertamanya

tentang Andre Gide. Setahun kemudian ia kembali ke Paris dan masuk Universitas

Sorbonne dengan mengambil studi bahasa latin, satra perancis dan klasik (Yunani

dan Romawi).

Barthes telah banyak menulis buku yang beberapa diantaranya menjadi

rujukan penting untuk studi semiotika diIndonesia. Karya-karya pokok Barthes

antara lain, le degre zero de l‟acriture atau „nol derajat dibidang menulis‟kritik

Barhes pada kebudayaan borjuis sangat menonjol dalam buku ini. Pada tahun

1954 Barthes menerbitkan Michelet, Mythologies (1957), Tour De France,

Critical Essays (1964), Critism and Truth (1966), The Fashion System (1967),

S/Z (1970) dan karya-karya lain yang mampu menginspirasi bidang kajian

semiotika.35

35

(51)

2.3.3 Analisis Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang

getol mempraktikan linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intektual dan

kritikus sastra Perancis yang ternama; eksponen penerapan stukturalisme dan

semiotika pada studi sastra.

Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan

asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Terdapat

lima kode yang ditinjau Barthes adalah

1. Kode hermeneutik atau kode teka-teki yang berkisar pada harapan pembaca

untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.

Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi

tradisional. Didalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan

suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita.

2. Kode semik atau kode konotatif yang menawarkan banyak sisi. Dalam

proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa

konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan

konotasi kata atau frase yang mirip. Perlu dicatat bahwa Barthes

menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”.

3. Kode simbolik merupakan aspek pengokodean fiksi yang paling khas

bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.

Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi

biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses

produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui

(52)

4. Kode proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai

perlengkapan utama teks yang dibaca orang. Artinya semua tes yang bersifat

naratif. Secara teoritis, Barthes memandang bahwa setiap lakuan dapat

dikomodifikasikan.

5. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan

acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh

budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional di definisi oleh acuan ke apa

yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal

kecil yang telah dikodifikasi yang diatasnya para penulis bertumpu.

Dalam setiap esainya, Barthes seperti dipaparkan Cobley & Jansz (1999:44),

membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan

waktu untuk menguraikan dan menunjukan bahwa konotasi yang terkadung dalam

mitodologi-mitodologi tersebut biasanya merupakan hasil kontruksi yang cermat.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang

tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat

asli tanda, membutuhkan kearifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara

panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran

kedua, yang dibangun diatas sitem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke dua

ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies secara tegas

(53)

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya.36

Barthes menulis:

Such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sign (E1 R1 C1) become the expression of a secondary sign system:

Dengan begitu primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign

adalah satu dari connotative semoitics. Konsep connotative inilah yang menjadi

kunci penting dari model Roland Barthes.

Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama

merupakan hubungan antara signifer (ekspresi) dan signified (content) di dalam

sebuah tanda terhadap realitas external. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi

yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk meunjukan

signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika

tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari

kebudayaan. Konotasi memiliki makna yang subjektif, dengan kata lain denotasi

adalah apa yang digambarkan tanda pada sebuah objek, sedangkan makna

konotasi adalah bagimana cara menggambarkannya.

Konotasi berkerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak

disadari. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja

melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau

memahami beberapa aspek tentang realitas atau gelaja alam. Mitos merupakan

36

(54)

prosuk kelas sosial yang sudah mempunyai sesuatu dominasi. Mitos adalah suatu

wahana dimana ideologi terbentuk.37

Mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, Tetapi melalui anggapan yang

berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak

hidup dalam masyarakat. Ia mungkin hidup dalam „gosip‟ kemudian ia dibuktikan

dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang

ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu

terhadap sesuatu hal yang dinyatakan dalam mitos.38 Sesungguhnya kehidupan

manusia, dan dengan sendirinya hubungan antarmanusia, dikuasai oleh

mitos-mitos. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita.

Mitos ini menyebabkan kita menyukai atau membencinya. Dengan demikian

mitos akan menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap sesuatu hal

yang dinyatakan dalam mitos. Hanya lewat persentuhan diri kita dengan hal

tertentu tadi, kita dapat mengetahui kebenaran ataukah kesalahan dari mitos tadi.

Persentuhan ini mungkin dapat memperkuat mitos itu, atau mungkin pula dapat

meniadakannya. Ini selanjutnya akan memungkinkan kita berbeda anggapan dari

yang terdapat dalam satu mitos yang pernah kita hidupi, meskipun ia tidak selalu

mengambil arah demikian. Namun yang pasti, perkenalan dengan sesuatu akan

dapat saja menghasilkan mitos-mitos baru, yang berbeda dari mitos yang ada

sebelumnya, mungkin bahkan menentangnya.39

37

Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktisi Bagi Penelitian

Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta. Mitra Wacana Media. Hal 21-22

38

Umar Junus. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta. Sinar Harapan. Hal 74.

39

Gambar

Tabel 2.1 Makna Warna
Gambar 2.3 semiotika Saussure
Tabel 2.2 Peta Barthes
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dans ce travail, nous mettons ` a profit une approche alg´ebrique, approche d´evelopp´ee dans [5] et qui consiste ` a consid´erer un domaine de Cartan D comme la boule unit´e

Based on the HVZ theorem, the absence of embedded single-particle eigenvalues and dilation analyticity of the pseudorelativistic no-pair Jansen- Hess operator, it is proven that

Pokja Pengadaan Jasa Konstruksi dan Konsultansi serta Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya melalui Kantor Layanan Pengadaan Barang / Jasa Kota Banjar akan menyelenggarakan

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa perempuan mengalami beban kerja ganda. Perempuan yang berada di kalangan keluarga miskin akan mengalami beban kerja yang

Mengetahui apa saja yang menjadi penghambat Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia yang sedang menyusun skripsi dalam menggunakan

Gambar 4.Kontur model sintetikinterval 2mV Pada Gambar 4 menampilkan kontur hasil model awal dengan range potensial listrik yang dihasilkan dari model awal berkisar

Proses pengolahan Tahu dan tempe yang masih sangat sederhana serta proses yang masih sangat tradisional dari Mitra sangat mempengaruhi hasil pendapatan

Variabel Jiwa kewirausahaan memperoleh nilai signifikansi sebesar 0.001 < 0.05, sehingga dinyatakan ada pengaruh signifikan variabel jiwa kewirausahaan terhadap