• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagasan Semaoen tentang Partai Komunis Indonesia dalam novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen : kajian sosiologi sastra - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gagasan Semaoen tentang Partai Komunis Indonesia dalam novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen : kajian sosiologi sastra - USD Repository"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Dimas Rizky Chrisnanda NIM : 054114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

GAGASAN SEMAOEN

TENTANG PARTAI KOMUNIS INDONESIA

DALAM NOVEL

HIKAYAT KADIROEN

KARYA SEMAOEN

KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Dimas Rizky Chrisnanda NIM : 054114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv Sang Hyang Bapa, Gusti, dan Bunda Maria. Nafas ini mengalir

tanpa-Nya; memberi suasana merdeka yang dicari.

Keluargaku; Bpk. Djum dan Ibu Chris. Memang sudah sendiri, tetapi

semaian pupuk membuat pohon semakin kuat bukan?

Kekasih hati, Fransiska Firlana. Mata ini membelalak kedewasaan.

Bersama atas nama peristiwa. Bagiku, kau tetap segitiga kehidupan

yang selalu hadir…trimakasih Jeng…trimakasih Gusti

Setiap apa dan siapa yang pernah hadir. Ini bagian ”hutang” yang

(6)

v

Motto

Me nya tuka n ka ta d a n p ikira n d a la m tind a ka n a d a la h

b ukti ya ng te re ka m d a n te rliha t o le h ma ta .

Ing a t! Tia p o ra ng me mp e rha tika n g e ra k-g e rik ke ma na

la ng ka h p e rg i.

(7)

vi Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi berjudul “Gagasan Semaoen tentang Partai Komunis Indonesia dalam Novel Hikayat Kadiroen Karya Semaoen Kajian Sosiologi Sastra” ini tidak memuat karya atau bagian dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 September 2009 Penulis,

(8)

vii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma: Nama : Dimas Rizky Chrisnanda

NIM : 054114006

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: GAGASAN SEMAOEN TENTANG PARTAI KOMUNIS INDONESIA DALAM NOVEL HIKAYAT KADIROEN KARYA SEMAOEN KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA, beserta perangkat yang diperlukan.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 September 2009 Yang menyatakan,

(9)

viii Sosiologi Sastra. Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Pergerakan menjadi sumbu utama bangsa Indonesia untuk keluar dari penjajahan kolonial Belanda. Ajakan dan dorongan untuk berkumpul bersama dalam pergerakan menjadi pegangan bagi para intelektual untuk mengkritisi keadaan yang terjadi di masyarakat. Semaoen sebagai salah satu pemuda intelektual pada era 1920an, juga menyatakan hal serupa dalam novelnya Hikayat Kadiroen. Hal yang kemudian dijadikan bahan penelitian untuk menangkap tujuan penelitian, yaitu menganalisis dan mendeskripsikan gagasan Semaoen tentang Partai Komunis Indonesia dalam novel yang dikarangnya. Metode penelitian deskripsi analisis digunakan dalam penelitian ini, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah struktural dan sosiologi sastra.

Politik yang diterapkan pemerintah Belanda, telah membentuk sedemikian rupa kondisi masyarakat di Hindia. Kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat Hindia mau tidak mau membuka kesadaran agar rakyat harus merdeka. Berkumpul dalam wadah pergerakan adalah salah satunya. Itulah yang diceritakan Semaoen melalui tokoh Kadiroen yang tertarik bergabung bersama Partai Komunis. Secara sadar, Kadiroen lebih memilih menanggalkan pangkatnya dan memilih sebagai seorang penulis yang menjadi alat perjuangannya kemudian.

Adapun gagasan Semaoen tentang Partai Komunis Indonesia yang diungkapkan melalui tokoh Kadiroen dalam novel ini adalah gagasan PKI sebagai pembangun kesadaran baru dan faktor penghambat cita-cita bangsa yang merdeka dari sudut pandang PKI, yang meliputi faktor kekuasaan dan faktor kaum bermodal. Sebagai pembangun kesadaran baru, PKI berusaha menyadarkan rakyat Hindia bahwa dengan menjadi pintar, kuat dan berkuasa maka rakyat dapat hidup merdeka. Caranya yaitu dengan rukun bersatu atau mendirikan perkumpulan. Atas kesadaran itulah Kadiroen akhirnya bergabung bersama Partai Komunis sebagai penulis dan meninggalkan pekerjaannya sebagai pejabat pemerintah. Hal ini sekaligus ajakan untuk rakyat Hindia bergabung bersama PKI yang mencita-citakan bangsanya yang merdeka.

(10)
(11)

x Communist Party in Semaoen’s Hikayat Kadiroen. A Literary Sociological Approach. A Thesis. Indonesian Letters Study Programme, Indonesian Letters Department, Faculty Of Letters, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

A Movement has been a main course of Indonesian in their struggle for independence under the Dutch colonization. The Invitation and encouragement to make a group of movement are the principles that used by the intellectuals to criticize the situation on the society. Semaoen as the intellectual youth in the 1920s said the same point in his novel, Hikayat Kadiroen. The object that is taken as the research material is the processes of analysis and describing the idea of Semaoen on Indonesian Communist Party in his Novel. The method of description analysis research is use in this study and a structural and literature sociology were used as the approach.

The politic system that applied by the Dutch has created certain condition of people in Indies. The harmful decisions give nothing but the people’s awakening to be independent. Gathering in the group of movement is one of the ways of struggling. This was the point that Semaoen written about. It was told through the character of Kadiroen who exited to join the Communist Party. Kadiroen consciously abandoned his profession and became a writer which functioned as a tool of his next struggling.

The idea of Semaoen on Indonesian Communist Party which was told through the character of Kadiroen in the novel is the idea of the party as the builder of a new consciousness. Based on the point of view of the party there are obstacle factors of the independent country’ hope. There are the power factor, and wealth class factor. As the builder of new consciousness the party tried to awake the people of Indies that by living in high intellectual quality, strong and powerful condition the people could live independently. To achieve those conditions the people should live peacefully united or by assembling a gathering. Based on this awareness Kadiroen became the member of the communist party as a writer and left his employment where he was a government officer. This point is also an invitation for the people of Indies to join the Indonesian Communist Party who dreamed for its independent country.

(12)

xi people were treated as a cheap worker to decrease the payment and they also were made as consumers which resulted in their sufferer life. These two factors, according to Semaoen, are the obstacle of the dream of an independent nation as revealed in his novel.

(13)

xii terselesaikannya penelitian ini. Walaupun begitu, penelitian ini tidak secara utuh dikatakan selesai karena adanya kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Untuk itu, kritik dan saran akan sangat diperlukan agar penelitian ini menjadi cukup sempurna. Terhadap segala pihak yang membantu dalam tersusunnya penelitian ini, peneliti mengucapkan banyak terima kasih, di antaranya yaitu:

1. S.E. Peni. Adji, S. S., M. Hum dosen pembimbing I sebagai tempat berkeluh dalam ketidaktahuan peneliti.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, semoga bapak tidak kaget esok hari.

3. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum sebagai dosen pembimbing angkatan 2005. Tenang, itu yang tergambar tentang ibu.

4. Segenap dosen Fakultas Sastra Drs. Hery Antono, M. Hum., Drs. P. Ari Subagyo, M. Hum., Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., Drs. Yosef Yapi Taum, M. Hum., dan Drs. F.X. Santosa.

5. Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat sastra, tidak terkecuali masyarakat awam sekalipun. Jika terjadi kesalahan dalam penulisan, baik sengaja maupun tidak sengaja, penulis mengucapkan mohon maaf. Akhir kata, selamat membaca. Terima kasih.

(14)

xiii

DAFTAR ISI

(15)

xiv

2.1Pengantar ... 2.2 Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Sebelum Masuknya Sneevliet ke Hindia ... 2.3 Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Sesudah Masuknya Sneevliet ke Hindia ... 2.4 Media Massa Sebagai Alat Perjuangan ………...…….. 2.5 Rangkuman……… BAB III TOKOH DAN PENOKOHAN ...

3. 1 Pengantar ... 3. 2 Kadiroen... 3.3 Tjitro... 3.4 Rangkuman……… BAB IV GAGASAN SEMAOEN TENTANG PARTAI KOMUNIS

INDONESIA (PKI) DALAM NOVEL HIKAYAT KADIROEN KARYA SEMAOEN ... 4. 1 Pengantar ... 4.2 Gagasan Semaoen tentang PKI sebagai Pembangun

Kesadaran Baru ... 4.3 Faktor Penghambat Cita-Cita Bangsa yang Merdeka

(16)

xv

4. 3. 2 Faktor Kaum Bermodal ………….………. 4.5 Rangkuman………. BAB V PENUTUP ...

5. 1 Kesimpulan ... 5. 2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA……….. BIODATA PENULIS….……….….

(17)

1 1. Latar Belakang

Lahirnya karya sastra memang tidak dapat dipisahkan dari pengarangnya. Dari situ, pengarang berupaya menuliskan ide-idenya untuk kemudian dibaca oleh masyarakat. Ide-ide tersebut bisa berasal dari latar belakang kehidupan sang pengarang sendiri; mulai dari keluarga, lingkungan, kehidupan masyarakat, gagasan-gagasannya, dan sebagainya. Tidak heran jika dalam bentuk karya sastra ditemukan suatu gagasan yang mencerminkan sikap berpolitiknya seseorang.

Salah satu dari karya sastra itu adalah novel yang berjudul Hikayat Kadiroen karya Semaoen. Pada saat menulis novel ini, Semaoen telah terpengaruh paham komunis dan mencatatkan dirinya bersama organisasi Sarekat Islam (SI), bahkan menjabat sebagai ketua SI di kota Semarang. Pada akhirnya, ia menjabat sebagai ketua Partai Komunis Indonesia untuk pertama kalinya.

(18)

2

organisasi tersebut yaitu untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda (Cahyono, 2003: xxiii), selain karena Sneevliet bekerja menggantikan posisi temannya. Guna mendapat anggota dan menguatkan jaringan, Sneevliet merasa perlu untuk mengajak kaum bumiputera, salah satunya adalah Semaoen. Ia dipilih karena dianggap sebagai pemuda yang cerdas, ulung dan pemberani (Muljana, 1986: 1).

Semaoen pada saat itu menjabat sebagai ketua Sarekat Islam (SI) untuk kota Semarang. Sneevliet menanamkan paham komunis pada Semaoen dengan mudah karena sama-sama berada di Semarang. Semaoen yang juga sudah mulai mengenal komunis, ikut bergabung bersama ISDV yang salah satunya dibentuk Sneevliet (Cahyono, 2003: xxiii). Kedudukan Semaoen dalam jajaran SI membuatnya dengan mudah memperoleh massa untuk ikut dalam gerakan ISDV. Hal ini menjadi semakin lebih mudah karena belum adanya aturan organisasi mengenai kerangkapan anggota di organisasi lainnya.

(19)

kemudian, diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia dengan ketuanya adalah Semaoen sendiri.

Setahun sesudahnya, sadar bahwa posisinya yang tidak aman oleh karena kegiatan politiknya, Semaoen pun lebih memilih untuk mengasingkan diri ke Rusia. Ketua PKI selanjutnya dipegang oleh Tan Malaka. Pada saat itu ada desakan dari anggota SI yang tidak terpengaruh PKI, agar ada disiplin partai yang tidak memperbolehkan keanggotaan rangkap. Karena opsi itu pulalah SI yang berafiliasi dengan PKI memisahkan diri dan mengidentifikasikan diri dengan nama SI Merah pada Februari 1923 (Kartodirdjo, Sartono, dkk, 1977: 210,211).

Berawal dari runtutan peristiwa yang terjadi di sekitar diri Semaoen, maka karya sastra yang dihasilkannya menjadi bagian dari dirinya pula. Tidak hanya dalam gerakan, novel Hikayat Kadiroen juga menunjukkan bagaimana komunisme sudah melekat pada dirinya.

(20)

4

(1) Moega-moegalah tjerita yang saja toelis dengan aer mata kesengsara-an dalam pendjara itoe bisa djadi senangnya orang banjak, jaitoe semoea pembatja dan rajat (Semaoen, 2000; ix).

Setahun kemudian, ia mengubah seperlunya novel tersebut untuk dimuat dalam koran Sinar-Hindia. Atas dasar situasi yang terjadi di sekitar diri Semaoen-lah yang menjadi alasan peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang gagasan Semaoen tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen.

Gagasan tentang paham komunis secara implisit terekam jelas dalam novel tersebut. Bisa dikatakan, hal tersebut mendominasi dan menjadi masalah bagi tokoh utama dalam novel yakni Kadiroen. Diceritakan, saat menjadi patih di kota S, di distriknya sedang ada propaganda Partai Komunis (PK) oleh Tjitro. Kontroversi yang ditimbulkan oleh propaganda ini, membuat Kadiroen ingin mengerti segala sesuatu tentang gerakan PK. Propaganda itu ternyata berhasil menarik perhatian Kadiroen; ia menaruh hati pada gerakan ini.

(2) “… ia mendengar keterangan Tjitro dan perasaannya terbuka, sepertinya dalam hati ia melihat cahaya bintang yang sangat baik…” (Semaoen, 1920 :144).

Ketertarikan Kadiroen akan gerakan PK juga menimbulkan rasa gundah pada dirinya. Ia harus memilih di antara pekerjaan yang disukainya atau mengikuti gerakan komunis.

(21)

akan mengkajinya dengan kajian struktural, yaitu unsur tokoh dan penokohan. Pengkajian ini digunakan untuk mengetahui gagasan pengarang tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen. Untuk unsur intrinsik yang lain tidak dibahas karena sudah terkandung dalam penggambaran tokoh dan penokohan yang akan dibahas.

Gagasan pengarang pada novel ini timbul sebagai akibat realitas sosial yang ada pada masa itu. Soe Hok Gie (1990: 6) melihat beberapa faktor sosial tersebut, yaitu faktor agraria, Volksraad dan Indie Weerbaar, wabah pes dan presdelict Sneevliet.

Oleh karena adanya hubungan antara sastra dan masyarakat, maka novel ini akan dikaji dengan menggunakan kajian Sosiologi Sastra. Sosiologi Sastra adalah suatu telaah sastra yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang proses sosialnya (Semi 1989:52). Sejalan dengan pendapat Lukacs dalam Taum (1997: 50, 51) yaitu sastra sebagai cermin masyarakat, penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis peritiwa yang hadir dalam novel dianggap sebagai gejala masyarakat pada waktu itu. Untuk itulah, sebelum membahas gagasan Semaoen tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen akan dibahas kondisi sosial masyarakat pada awal terbentuknya PKI.

2. Rumusan Masalah

Dalam proposal penelitian ini, yang menjadi fokus permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

(22)

6

2.2Bagaimanakah deskripsi tokoh dan penokohan Kadiroen dan Tjitro dalam novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen?

2.3Bagaimanakah gagasan Semaoen tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 3.1Mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat pada awal terbentuknya PKI. 3.2Mendeskripsikan tokoh dan penokohan Kadiroen dan Tjitro dalam novel

Hikayat Kadiroen karya Semaoen.

3.3Mendeskripsikan dan menganalisis gagasan Semaoen dalam novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen.

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul berdasarkan uraian dalam latar belakang yang menampakkan beberapa permasalahan sehingga diperlukan pengkajian mendalam.

4. Manfaat Penelitian 4.1Manfaat Teoritis

4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengkajian karya sastra ditinjau dari Sosiologi Sastra.

(23)

4.2 Manfaat Praktis

4.2.1 Memperkenalkan karya sastra yang terpengaruh gerakan komunis kepada masyarakat.

5. Tinjauan Pustaka

Kurniawan dalam detik.com (2000) mengulas novel Hikayat Kadiroen. Dalam pembahasannya, Kurniawan kurang detail dalam menjelaskan kondisi sosio masyarakat pada waktu itu. Ia juga hanya memaparkan tanpa penjelasan yang jelas dan disertai sinopsis.

Razif pada members.fortunecity.com menulis tentang novel Hikayat Kadiroen yang termasuk dalam kategori sebagai bacaan liar. Menurutnya anggapan tentang bacaan liar ini muncul karena bacaan tersebut bersifat menghasut dan memusuhi pemerintah kolonial. Tindak lanjutnya adalah pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan yang bertugas sebagai badan sensor –kelak bernama Balai Pustaka. Razif juga secara detail menerangkan keadaan sosial pada waktu itu terkait dengan maraknya bacaan-bacaan yang dianggap pemerintah menyimpang.

(24)

8

dan rakyat kecil, juga faktor-faktor lain yang melingkupinya, yaitu bidang agraria, Volksraad dan Indie Weerbaar, wabah pes, dan persdelict Sneevliet (Gie, 1990: 6).

6. Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan dua teori, yaitu struktural dan Sosiologi Sastra. Teori struktural untuk mengkaji tokoh dan penokohan, sedangkan teori Sosiologi Sastra untuk mengkaji gagasan Semaoen yang timbul karena realitas sosial pada masa itu.

6.1Teori Struktural

Teori struktural merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji unsur-unsur pembangun karya sastra. Nurgiyantoro (2002: 36) menyebutkan bahwa sebuah karya sastra juga memiliki sifat keotonomiannya, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal lain di luar karya sastra itu. Berdasarkan keotonomiannya itu, maka ada suatu hubungan timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi antar unsur (intrinsik) sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh. Unsur intrinsik tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan gaya. Pada penelitian ini, penulis hanya membahas unsur tokoh dan penokohan mengingat pencerminan gagasan pengarang ada pada para tokohnya.

6.1. 1 Tokoh dan Penokohan

(25)

tokoh utama dan tokoh tambahan. Sayuti via Wiyatmi, menyebut tokoh utama jika memiliki kriteria 3 kriteria, yaitu paling terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit muncul dan kurang penting dalam perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro, 2002: 176,177).

Penokohan menunjuk pada sifat dan sikap tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2002: 165). Penokohan bisa berarti watak dan karakter dari seorang tokoh. Menurut Jones via Nurgiyantoro (Nurgiyantoro, 2002: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh dapat diamati dari segi fisiologis, sosiologis, dan psikologis (Wiyatmi, 2006: 30). Unsur-unsur segi fisiologis antara lain terlihat dari usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka. Segi sosiologis dapat dilihat dari sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hoby, bangsa, suku, dan keturunan. Unsur mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan (temperamen), juga intelektualitas termasuk segi psikologis.

6.2Sosiologi Sastra

(26)

10

Sosiologi Sastra merupakan suatu telaah sosial serta tentang proses sosialnya. Karya sastra berangkat dari kenyataan sosiologis masyarakat. Kenyataan yang ada bukanlah kenyataan objektif tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial (Ratna: 2003).

Menurut Damono, untuk mengkaji karya sastra berdasarkan Sosiologi Sastra, perlu menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya (1978: 9). George Lukacs menggunakan istilah “cermin” dalam keseluruhan karyanya. Novel tidak hanya mencerminkan realitas tetapi juga sebagai refleksi realitas yang lebih luas dan lengkap. Dapat diartikan juga bahwa karya sastra dianggap sebagai proses yang hidup (Taum, 1997: 50,51). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dideskripsikan terlebih dahulu peristiwa yang tergambar dalam novel yang dianggap sebagai gejala masyarakat pada waktu itu, yaitu kondisi sosial masyarakat Indonesia sebelum terbentuknya Partai Komunis Indonesia (PKI).

6.3 Gagasan

(27)

maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada suatu kejadian utama. Pelukisan atau deskripsi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba atau dicium pengarang yang biasanya berkisar pada pancaindra. Pemaparan bertujuan untuk memberitahukan atau menerangkan sesuatu berupa fakta atau hasil pemikiran, sedangkan pembahasan bertujuan untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang.

Ubaydillah dalam e-psikologi.com menyebut bahwa gagasan merupakan awal dari sebuah proses untuk sampai menjadi suatu bentuk realisasi. Untuk sampai menjadi bentuk realisasinya, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu tindakan, interaksi dan kreasi. Tindakan merupakan bentuk lanjutan dari sebuah gagasan. Hasilnya adalah aktifitas atau kesibukan. Interaksi dibutuhkan agar gagasan dapat berkembang dan menjadi kuat. Dengan interaksi pula maka sebuah gagasan dapat didengar oleh orang lain. Kreasi merupakan hasil akhir dari sebuah gagasan. Kreasi dapat dirasakan manfaatnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

(28)

12

7. Metode Penelitian 7.1Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan Sosiologi Sastra. Menurut Semi, pendekatan struktural adalah pendekatan yang membatasi diri pada penelaahan karya itu sendiri. Telaah berdasarkan segi intrinsik meliputi tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa (1989: 44, 45). Penelitian ini hanya membahas unsur tokoh dan penokohan.

Menurut Damono, pengkajian karya sastra berdasarkan sosiologi sastra perlu menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya (1978: 9). Oleh karena itu, sebelum membahas tokoh dan penokohan, akan dideskripsikan terlebih dahulu keadaan sosial masyarakat Indonesia sebelum terbentuknya Partai Komunis Indonesia.

7.2Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Artinya penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan fakta-fakta yang dilanjutkan dengan analisis. Metode ini hanya menguraikan informasi apa adanya sesuai variabel-variabel yang diteliti, namun memberi penjelasan dan pemahaman. 7.3 Teknik Pengumpulan Data

(29)

penelitian. Data-data tersebut kemudian dianalisis berdasarkan kriteria rumusan masalah hingga menemukan jawaban permasalahan. Tahap akhir adalah penyajian hasil analisis data.

7.4Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data yang berupa novel terbitan Yayasan Bentang Budaya (cetakan pertama, April 2000) dengan penyunting Otto Sukatno Cr. Hikayat Kadiroen karya Semaoen ini awalnya diterbitkan pertama kali di Semarang pada tahun 1920. Berikut data novel secara rinci.

Judul Novel : Hikayat Kadiroen

Pengarang : Semaoen

Penerbit Awal : - Tahun Terbit Awal : 1920

Penerbit Sekarang : Yayasan Bentang Budaya Tahun Terbit Sekarang : 2000

8. Sistematika Penyajian

(30)

14 BAB II

KEADAAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

SEBELUM TERBENTUKNYA PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI)

2.1 Pengantar

Pada bab dua ini akan dipaparkan kondisi sosial masyarakat Indonesia sebelum terbentuknya PKI. Hal ini untuk mengungkap latar belakang Semaoen mencita-citakan bangsanya bebas dari pemerintah kolonial Belanda dengan PKI sebagai basisnya. Pada akhirnya, kenyataan sosial masyarakatlah yang membuka kesadaran Semaoen tentang rakyat Indonesia yang hidup penuh kesengsaraan. Hubungan antara kenyataan sosial dan PKI ditulisnya melalui media karya sastra yaitu novel Hikayat Kadiroen.

(31)

Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), Vereeniging voor Spoor-en

Tramweg Personeel (VSTV), SI Semarang (sebagai ketua pada Mei 1917) dan Ketua Partai Komunis Indonesia pada 23 Mei 1920 (Semaoen, 2000: vi).

Begitu berpengaruhnya sosok Sneevliet maka pembahasan dalam bab ini dibagi menjadi dua sub bab, yaitu kondisi masyarakat Indonesia sebelum masuknya Sneevliet ke Hindia dan kondisi masyarakat Indonesia sesudah masuknya Sneevliet ke Hindia. Sub bab terakhir berisikan media sebagai bentuk mengaspirasikan perjuangan.

Semaoen menulis novel Hikayat Kadiroen ketika dalam penjara karena persdelict. Dia tergolong orang yang gigih membela rakyat Hindia yang terjajah sehingga tidak bisa menjadi tuan di tanah kelahiran sendiri. Pada usia muda (14 tahun) dia sudah terjun ke dunia politik hingga pada akhirnya ia menjadi ketua Partai Komunis Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1920.

(32)

16

Peneliti menyadari bahwa pengarang termasuk bagian dari masyarakat, gagasan-gagasan yang tercermin dalam karya sastra adalah cerminan dari keadaan sosial masyarakat yang terjadi di sekitar diri pengarang, termasuk pengalaman-pengalaman hidup Semaoen hingga penulisan novel ini di dalam penjara. Pembahasan bab dua ini dilakukan untuk menunjang bab selanjutnya yaitu deskripsi tokoh dan penokohan Kadiroen dan Tjitro serta gagasan Semaoen tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen.

2.2 Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Sebelum Masuknya Sneevliet ke Hindia

Sebelum abad IX, peninggalan zaman feodal masih sangat dirasakan oleh masyarakat pribumi. Sistem yang mengharuskan golongan bawah “menghormati” golongan atas ini ternyata mengilhami pemerintah kolonial Belanda untuk melakukan hal yang serupa. Tujuannya adalah agar mereka mendapat rasa hormat dari golongan pribumi. Selain itu, penerapan sistem ini juga mengakibatkan yang kecil semakin kecil dan yang besar semakin besar. Dengan rasa hormat itu, maka masyarakat pribumi menjadi segan pada pemerintah kolonial Belanda.

(33)

Bupati-bupati itu ternyata tidak sadar bahwa mereka sedang “disetir” oleh Belanda. Lambat laun, mereka hanya menjadi pegawai pemerintah yang menerima gaji bukan hak akan penguasaan tanah yang selama ini menjadi tradisi. Dengan cara demikian, orang-orang Belanda menduduki kelas sosial tertinggi di masyarakat, yang berpusat pada seorang gubernur jenderal di Batavia (Leirissa, 1985: 9).

Diterapkannya sistem penyewaan tanah atau landrente ternyata membuat marah para bangsawan pribumi. Puncaknya terjadi pada tahun 1825 yang dikenal dengan dengan perang Jawa. Perang yang dipimpin oleh Diponegoro ini ternyata membuat pihak pemerintah Belanda mengalami kerugian materi yang cukup besar. Untuk mengatasi masalah keuangan tersebut, pihak Belanda mencanangkan sebuah program yang disebut Cultuurstelsel; sebuah program yang mengharuskan penanaman tanaman wajib dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Kartodirdjo, 1993: 15-16).

(34)

18

oleh pemerintah Hindia-Belanda (2003, xii). Pemogokan-pemogokan oleh buruh juga sudah mulai dikenal. Semisal yang terjadi di Pekalongan Mei 1842 (Cahyono, 2003: x).

Seiring berjalannya program Cultuurstelsel, perdagangan dan pelayaran pemerintah Belanda mengalami kemajuan pesat. Modal-modal swasta mulai menanamkan sahamnya di tanah Hindia. Perusahaan-perusahaan milik swasta itu mulai bermunculan untuk berinvestasi dan mengelola sumber daya alam Indonesia (Nagazumi, 1989: 13, 14). Setidaknya tercatat ada 9 perusahaan swasta yang terbagi menjadi 3 perusahaan swasta dan 6 bank swasta.

(35)

Terkait soal buruh, memasuki abad XX, pergerakannya sudah mulai teroganisir. Hal ini dikarenakan sudah munculnya wadah-wadah, seperti perserikatan, organisasi, perkumpulan atau semacamnya, untuk menghimpun para buruh. Tercatat setidaknya ada sekitar 12 perserikatan dalam kurun waktu 1897-1913 (Cahyono, 2003: xvi).

Pada awalnya perserikatan-perserikatan tersebut dibentuk oleh buruh “impor” yang bekerja di Hindia, tetapi lambat laun mereka mengajak juga buruh pribumi untuk bergabung. Ini adalah salah satu faktor yang memicu munculnya perkumpulan yang dibentuk oleh kaum pribumi. Kurang lebih ada 9 perkumpulan yang dibentuk oleh pribumi pada periode 1908-1917. Salah satunya adalah VSTP (Vereeniging Spoor-Traam Personen) yang didirikan pada tanggal 14 November 1908 di Semarang. Di sinilah Semaoen memulai karir politiknya saat umurnya masih 14 tahun (Cahyono, 2003: xviii, xix).

(36)

20

pemerintah Belanda yang bertumpu pada suatu ideologi yang beranggapan bahwa masyarakat jajahan dapat disejahterakan hanya jika masyarakat tersebut dimodernisasikan dengan kebudayaan barat (Suwondo, Tirto, dkk, 1995: 18).

Pada dasarnya, sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah Belanda sudah ada sejak pertengahan abad IX. Awalnya, Belanda berafiliasi dengan para raja untuk membangun yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsawan tetapi pada kenyataannya, hanyalah anak-anak keturunan bangsa Eropa saja yang diperkenankan ikut bersekolah. Namun lama-kelamaan, anak para bangsawan pun dapat menikmati pendidikan itu untuk kemudian dijadikan pegawai pemerintah. Pada akhirnya, bangsawan terpelajar ini lebih disukai oleh pemerintah Belanda untuk masuk dalam kursi pemerintahan. Hal ini dikarenakan bangsawan-khususnya dari Jawa, memiliki kecanggihan budaya, mempunyai hubungan dengan pengaruh barat dan kerenggangan sikap tradisional mereka terhadap Islam (Burger dalam Nagazumi, 1989: 29).

(37)

adanya organisasi politik di tingkat daerah seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Batak, dan sebagainya.

2.3 Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Sesudah Masuknya Sneevliet ke Hindia

Dalam semangat pergerakan, gejala lainnya mulai muncul di Hindia, yaitu Sarekat Islam (SI). Semula organisasi ini didirikan oleh pedagang-pedagang batik di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuannya untuk melawan dominasi orang-orang Cina dalam hal perdagangan. Agar diakui pemerintah, dibuatlah suatu anggaran dasar yang diperuntukkan bagi anggotanya. Berdasarkan anggaran dasar yang dibuat, tidak ada hal yang berkaitan dengan politik. Namun, karena terjadi huru-hara yang oleh pemerintah Belanda dituduhkan pada SI, organisasi itu pun akhirnya dibekukan (Noer, 1980: 115). Untuk mengubah citranya di mata pemerintah, anggaran dasarnya pun kembali diubah oleh Oemar Said Tjokroaminoto yang pada tahun 1914 menjadi ketua SI. Perubahan lainnya, dengan membentuk kepengurusan Centraal Sarekat Islam (CSI) pada tanggal 18 Februari 1914. Tanggal 18 Maret 1916, pemerintah Belanda mengakui kepengurusan ini (Noer, 1980: 116).

(38)

22

bumiputera yang selama ini terjajah, misalnya dengan menuntut perbaikan bidang agraria dan pertanian, menasionalisasi industri, menyangkut kehidupan buruh, dan lain-lain. Kesemuanya ini menjadi program kerja SI yang lebih diperinci pada tahun 1917 (Noer, 1980: 127,129).

Unsur memberontak SI yang berkurang sebagai akibat duduk di kursi dewan rakyat (volksraad) membawa perpecahan dalam tubuh internal SI. Adalah Semaoen yang menolak secara tegas cara SI seperti itu. Semaoen mengatakan bahwa volksraad adalah untuk mengelabui rakyat dan memperoleh untung yang banyak (Noer, 1980: 130).

(39)

pemerintahan, tetapi hal itu tidak dilakukannya karena melihat kenyataan rakyat Hindia yang tertindas. Ia lalu secara aktif menekuni dunia politik (Moehkardi, 1971: 33, 34).

Dalam gelanggang politik, keradikalan Semaoen sebenarnya terbangun ketika ia berkenalan dengan Josephus Franciscus M. Sneevliet. Ia adalah seorang anggota Sociaal Demokraatische Arbeider Partij (SDAP), yaitu bentuk awal dari partai komunis di Belanda. Ia diusir dari Belanda karena sering memimpin pemogokan di kalangan buruh. Tahun 1913, ia ke Hindia dan bekerja di Surabaya sebagai wartawan, lalu kembali pindah ke Semarang pada tahun 1913 dan menjadi anggota VSTP. Bersama temannya, ia lalu mendirikan sebuah organisasi yang bernama Indische Sosiaal Demokratische Vereeniging (ISDV). Di organisasi itulah ia mulai memperkenalkan paham sosialisnya (Leirissa, 1985: 52). Lainnya, untuk memperkuat organisasinya, ia mulai mengajak Semaoen yang kemudian pindah ke Semarang untuk bergabung bersama ISDV, sambil menjadi ketua SI cabang di sana.

(40)

24

mebel karena telah memecat 15 buruh. Pemogokan yang dipimpin langsung oleh Semaoen dan Kadarisman menuntut agar ada pengurangan jam kerja, gaji yang dibayar penuh, dan bagi yang dipecat agar diberi pesangon 3 bulan gaji (Cahyono, 2003: xxiv). Pada akhir 1917 dan awal 1918, Semaoen memimpin pemogokkan di Semarang. Buruh cetak, buruh mesin jahit Singer, buruh bengkel mobil serta menyusul di daerah-daerah lainnya seperti Batavia, Bandung, Surabaya dan lainnya (Shiraishi, 1997: 139, 140). Tidak heran ia lalu bersama Soerjopranoto dikenal sebagai raja mogok.

(41)

tahun 1920, Semaoen mengubah ISDV menjadi Partai Komunis Hindia dengan ketuanya adalah Semaoen sendiri. Oleh karena adanya aturan dari komunis pusat di Rusia, maka partai itu diubah kembali menjadi Partai Komunis Indonesia, yang disingkat PKI (Gie, 1990: 43).

2.4 Media Massa sebagai Alat Perjuangan

Terkait persdelict atau delik pers yang diterima Semaoen maupun Sneevliet, adalah hal yang lazim ditemui pada zaman pergerakan 1900-an. Sebenarnya perkembangan media massa juga dipengaruhi munculnya pergerakan maupun organisasi nasional. Adalah politik etis yang menjembatani hal itu. Razif mengemukakan bahwa munculnya bacaan-bacaan digunakan untuk mendidik bumiputra yang miskin; miskin karena kemiskinan juga miskin ilmu dan pengetahuan. Lanjutnya Razif mengatakan bahwa dengan surat kabar, rakyat Hindia dapat membentuk kesadaran kolektif untuk membayangkan masa depan yang mereka hadapi (members.fortunecity.com).

(42)

26

1994: 56, 57). Tidak heran jika tokoh-tokoh pergerakan banyak yang terkena aturan ini. Mas Marco misalnya, harus mendekam dalam penjara selama 4 kali karena terkena delik pres. Begitu juga dengan Semaoen. Tulisannya yang berjudul Bala Tentara dan Pertoendjoekan Koeasa tertanggal 15 Maret 1919, dianggap telah menghina pemerintah Belanda. Oleh karena itu, Semaoen dihukum penjara selama 4 bulan sejak tanggal 24 Juli 1919 (Yulati, 1994: 58).

Tindakan keras pemerintah kolonial tidak hanya dibuktikan dengan peraturan. Cara lainnya, pemerintah membuat surat-surat kabar tandingan yang berusaha mengcounter tulisan-tulisan bumiputra. Terhadap hal ini, Mas Marco misalnya membuat artikel yang dimuat di Sinar Djawa untuk berhati-hati dalam memilih surat kabar; jangan sampai membaca surat kabar yang memihak kaum uang karena dapat menjerumuskan rakyat sendiri (Cahyono, 2003: xxvi). Serupa dengan Marco, Moeso juga mengajak agar rakyat membaca tulisan-tulisan yang dibuat sendiri oleh rakyat yang tertindas juga (Cahyono, 2003: xxvii).

(43)

keras menganjurkan SI ikut dalam komite tersebut agar dapat menulis tanpa tekanan pihak Belanda (Yulati, 1994: 58).

2.5 Rangkuman

Keadaan masyarakat Indonesia pada waktu penjajahan kolonial Belanda tidak datang dengan sendirinya. Ada faktor yang mendukung perubahan itu, misalnya soal kebijakan baru yang ditetapkan pemerintah, pergantian kepemimpinan dan lainnya. Mulai masuknya modal-modal swasta dan munculnya perburuhan, menjadi awal titik pergerakan di mana organisasi diperkenalkan kepada rakyat bumiputra oleh buruh-buruh asing. Selain itu, sistem pendidikan yang semakin berkembang pada masa politik etis, berpengaruh terhadap sendi-sendi keintelektualan para pemuda Indonesia. Tulis-menulis menjadi media pergerakan yang subur guna memperbaiki nasib rakyat yang “miskin”. Sikap pemerintah Belanda dalam menghalau kegiatan tersebut dengan adanya peraturan-peraturan haatzaai Artikelen, ternyata tidak mengurangi niat para tokoh pergerakan untuk terus menulis. Salah satunya adalah Semaoen. Berbekal pengetahuan dan kisah perjalanan hidup yang dimilikinya, Semaoen menulis sebuah novel yang berjudul Hikayat Kadiroen pada tahun 1919 dan terbit pada tahun 1920; sebuah novel yang ditulisnya dalam penjara karena dianggap pemerintah telah menghasut rakyat lewat tulisannya di media massa.

(44)

28

(45)

29 3.1 Pengantar

Tindakan, interaksi dan kreasi sebagai tahapan dari gagasan, akan melingkupi pembahasan pada bab ini yang berpengaruh pada pembahasan bab selanjutnya, yaitu gagasan semaoen tentang PKI dalam novel Hikayat Kadiroen. Gagasan tersebut hadir secara implisit melalui tokoh Kadiroen dan Tjitro, maka pembahasan bab ini akan dipersempit lagi dengan hanya membahas kedua tokoh tersebut. Unsur-unsur lain, seperti unsur latar maupun alur dalam penelitian ini tidak dibahas karena sudah digambarkan secara tersirat oleh tokoh dan penokohan yang akan dibahas.

Penyempitan pembahasan tokoh dan penokohan didasarkan pada perubahan watak tokoh utama (Kadiroen) dalam mengambil keputusan menjadi anggota Partai Komunis setelah sebelumnya menjabat sebagai pejabat pemerintahan. Oleh Semaoen, tokoh Kadiroen merupakan tokoh cerminan sekaligus ajakan untuk masyarakat bergabung bersama Partai Komunis.

(46)

30

Hal ini bisa kita cermati karena sewaktu pembuatan novel, proses penggantian ISDV menjadi PKI belum menyesuaikan komintern atau aturan dari Rusia.

Semaoen menghadirkan tokoh Kadiroen sebagai pembuka mata pembaca tentang komunisme. Diceritakan bagaimana proses Kadiroen yang pada awalnya “mendua” sebagai pejabat pemerintah sekaligus menjadi anggota PK, tetapi pada akhirnya lebih memilih bergabung bersama PK untuk menjadikan rakyat Hindia keluar dari kenyataan kemiskinan. Tentunya proses ini tidak datang sendiri. Adalah tokoh kedua yang dibahas dalam bab ini yang membuka hati dan pikiran Kadiroen. Tokoh tersebut adalah Tjitro.

Pencitraan tokoh Tjitro pada novel ini hadir dalam bentuk penceritaan ulang tokoh Kadiroen. Tjitro hadir sebagai propagandator PK di kota S pada saat Kadiroen menjabat sebagai patih. Selain itu, dijelaskan pula siapa Tjitro pada bagian akhir cerita. Penyertaan tokoh-tokoh lainnya dalam analisis tokoh dan penokohan juga tidak tertutup kemungkinan karena watak tokoh satu dengan yang lainnya saling mendukung.

Semaoen sebagai pengarang novel ini adalah orang yang serba tahu akan tokoh-tokoh yang diciptakan. Dalam pencitraan tokoh penokohan, pengarang tanpa segan-segan menuliskan secara langsung hal-hal mengenai keadaan tokohnya. Kehadiran pengarang sangat jelas pada novel ini. Bukan hanya melalui tokoh, tetapi juga melalui pendapat-pendapatnya juga sapaan langsung kepada pembaca. Misalnya pada kutipan ini.

(47)

3.2Kadiroen

Kadiroen adalah pemuda berusia 20 tahun. Wajahnya ganteng, kulitnya hitam bersemu merah halus, matanya terbuka lebar dan tajam dalam memandang. Bentuk fisik Kadiroen ini memang ditunjang dari bapaknya yang bekerja sebagai lurah dan ibunya mempunyai gelar Raden Ayu. Kehidupan sosial keluarganya tergolong cukup; cukup secara ekonomi dan cukup secara status sosial. Hal ini karena ayah Kadiroen menjabat sebagai lurah dan Kadiroen bekerja sebagai pejabat pemerintahan. Status demikian membuat Kadiroen digolongkan sebagai seorang priayi pada waktu itu. Untuk masalah pendidikan, Kadiroen cukup beruntung. Bukan karena ia adalah anak seorang lurah, tetapi karena ia disekolahkan oleh seorang tuan kontrolir yang mengadopsinya sebagai anak. Ia lalu disekolahkan di OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) di Probolinggo. Di sekolahnya, Kadiroen tergolong anak yang pandai, suka belajar dan rajin. Itulah mengapa ia diangkat sebagai anak emas oleh tuan kontrolir. Tidak hanya itu, bahkan ia mempunyai jiwa pemberani dan sanggup beradu fisik. Ia dicintai guru dan dihormati sesama murid.

(48)

32

sakit. Ketika Soeket melaporkan kerbaunya yang hilang kepada asisten wedono, ia malah dimaki-maki karena dianggap tidak waspada.

(4)“Kamu amat teledor! Ke mana kamu semalaman pergi? Tidur nyenyak itu saja yang kau bisa. Bayangkan kerbau sebesar itu, dicuri orang kau tidak tahu. Hai pemalas. Sekarang kamu minta tolong sama aku. Apa memang kamu sudah tidak bisa menjaga kerbaumu sendiri. Dasar pemalas!” kata Tuan Asisten Wedono sambil marah besar (Semaoen, 2000: 11,12).

Pada saat yang bersamaan, tuan administratur kehilangan ayam kesayangannya. Ia meyakini jika ayamnya telah dicuri. Rupanya asisten wedono lebih memilih menangani kasus tersebut ketimbang kasus hilangnya kerbau Soeket. Ia menilai menangani kasus ini lebih terhormat karena dapat melancarkan kariernya. Ia lalu memerintahkan Kadiroen untuk menangani kasus hilangnya kerbau Soeket.

(49)

didorong dengan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang mantri polisi, ia berjanji akan menuntaskan kasus ini.

Kadiroen sangat jeli dalam menuntaskan suatu perkara. Sebagai layaknya mantri polisi, ia melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Dalam penyelidikannya, Kadiroen berhasil mengungkap siapa pencuri kerbau Soeket. Mereka adalah komplotan pembuat onar yang sering mencuri dan bermain judi. Analisisnya, mengantarkannya pada beberapa pertanyaan.

(5) Dalam hatinya ia bertanya-tanya. “Sesudah mencuri dibawa ke mana kiranya kerbau itu? Ke pasar atau ke rumah orang lain untuk dijualkah? Rasanya tidak mungkin. Sebab tidak mudah untuk berbuat hal yang demikian sebab semua penjualan, harus memakai saksi lurah, yang menjelaskan dari mana asal usul kerbau itu dipotong untuk dimakan sendiri? Mustahil, rasanya tidak mungkin, sebab satu orang tidak mungkin makan seekor kerbau jika tak punya hajat. Apa mungkin daging kerbau itu lalu dijual ke pasar? Juga tidak bisa. Karena semua hewan yang dipotong dan dagingnya dijual di pasar, harus mendapat pengesahan dari pegawai Gupermen. Pendek kata, jika hanya seorang pencuri, tidak mudah berbuat bergini. Dan pasti pencuri itu akan cari akal bagaimama mudah mendapatkan uang.” (Semaoen, 2000: 16).

(50)

34

ditopang tubuhnya yang kecil dan lincah, membantunya mengalahkan dan menangkap para pencuri tersebut. Betapa kagetnya Kadiroen karena para tersangka itu adalah orang yang mendapat kepecercayaan asisten wedono untuk menyelesaikan perkara hilangnya ayam tuan administratur, termasuk penangkapan Soekari yang ternyata dilandasi perasaan tidak suka para pelaku. Kadiroen selayaknya pemimpin yang bijaksana lalu menasihati para pelaku untuk bertobat pada Tuhan Allah. Kadiroen juga mengajak serta Soeket beserta keluarga untuk berterima kasih pada Tuhan karena kerbaunya dapat ditemukan dalam keadaan selamat. Kenyataan ini membuktikan bahwa Kadiroen tidak lupa akan kebesaran Tuhan Allah karena melalui kehendak-Nya segala persoalan dapat terselesaikan dengan baik. Ia mempercayai bahwa segala sesuatunya telah diatur oleh Tuhan.

(51)

bersikeras dengan pendapatnya. Ia bahkan memuji atasannya sambil merendahkan diri.

(6) “O, Tuan, saya senang Tuan sudah dapat menangkap pencurinya. Karena saya masih polisi baru, jadi saya masih harus belajar pada Tuan. Namun saya masih belum yakin, apa benar Soekoer adalah pencurinya? Bagaimana Tuan menangkap serta apa bukti-buktinya?” (Semaoen, 2000: 21). Dari kata-kata itu juga sebenarnya Kadiroen ingin memastikan bahwa ia tidak sependapat dengan atasannya. Tetapi ia tidak gegabah untuk melontarkan gagasannya dan lebih bersikap menunggu di saat yang tepat. Buktinya adalah ketika asisten wedono menyuruh petugas lain untuk memukuli Soekoer karena tetap menyangkal, Kadiroen tetap bersabar.

(7) Melihat penyiksaan semacam itu, darah Kadiroen serasa mendidih. Ia ingin sekali menolong Soekoer. Tetapi ia pikir belum waktunya untuk memberi pelajaran pada Tuan Asisten Wedono (Semaoen, 2000: 27).

Kesabaran, keberanian dan kecerdikan Kadiroen membuahkan hasil. Kerja kerasnya dalam mengungkap pencurian kerbau Soeket dan hilangnya ayam tuan administratur, telah mengangkat namanya. Tidak lama berselang, ia diangkat menjadi asisten wedono di onderdistrik Gunung Ayu. Kadiroen menerima keputusan tersebut dengan anggapan bahwa segala sesuatunya harus dijalani. Kelak, di sanalah Kadiroen menemukan cintanya.

(52)

36

yang demikian membuat dirinya disukai rakyat. Namun ada satu desa (Meloko) yang rakyatnya hidup kekurangan, tetapi sang lurah terkaya di antara lurah yang lain. Tentunya ini membuat sedih Kadiroen. Bahkan digambarkan pengarang jika ia tidak bisa tidur di malam hari. Karena rasa tanggung jawab yang besar, ia kembali melakukan penyelidikan. Tiba suatu pagi, Kadiroen mengunjungi desa itu. Tidak lupa Kadiroen mengucapkan syukur kepada Tuhan karena telah memberikan alam yang indah ini. Dalam perjalanannya juga, ia berpapasan dengan seorang perempuan. Pada pandangan pertamanya itu, Kadiroen ternyata jatuh hati pada gadis yang bernama Ardinah.

(8) O, Kadiroen tidak bisa melupakan pada keindahan yang begitu menarik jiwanya. Yang mengikat jiwanya sampai sakit, menyenangkan...” (Semaoen, 2000: 44).

Pengarang tidak sungkan untuk menyatakan perasaan Kadiroen yang dialaminya. Bahkan, dituliskan bahwa Kadiroen juga mempunyai pikiran untuk menikahi Ardinah.

(53)

percintaan. Namun kali ini, pendapatnya itu dimentahkannya sendiri. Ia benar-benar sedang jatuh cinta.

Kisah cintanya ternyata tidak berjalan mulus. Ardinah yang sedang bersedih, menceritakan pada Kadiroen bahwa ia telah menikah dengan orang yang tidak disenanginya guna memenuhi permintaan ayahnya yang sedang sekarat. Bukan hanya itu, ternyata Ardinah juga dijadikan selir atau istri kedua. Mendengar bahwa Ardinah telah menikah, Kadiroen merasa hancur hatinya. Pengarang menceritakan bahwa wajah Kadiroen menjadi pucat seketika. Bahkan, ia sempat tidak sadarkan diri dan pingsan beberapa saat.

(9) ”Ya!” Kata Ardinah pada saat jawaban itu keluar, Kadiroen menjadi pucat wajahnya. Ia seperti tidak melihat apa-apa lagi. Semuanya menjadi gelap. Ia merasa tidak bisa hidup lagi. Ia merasakan ada pukulan berat yang menyebabkan pecah hatinya. Maka ia memegang dadanya sambil menjerit dalam hati ”Aduh!” dan badannya hampir jatuh ke tanah kalau Ardinah tidak cepat-cepat menahannya. Kadiroen pingsan beberapa saat (Semaoen, 2000: 55).

Kejadian itu sangat mengacaukan hati dan pikiran Kadiroen. Di satu sisi, ia belum menuntaskan permasalahan terkait rakyat di Desa Meloko yang miskin dan ditambah juga perasaan cintanya yang sedang hancur. Meskipun begitu, Kadiroen dengan gaya bicaranya yang lemah lembut dan berwibawa, berusaha menenangkan Ardinah yang sedang sedih dan berjanji membantu menyelesaikan perkaranya.

(54)

38

mesti ditolong. Pasal membantu kamu untuk menolong bini tua dari lurah tersebut, sesungguhnya amat sukar urusannya. Saya sekarang belum dapat berusaha. Oleh karena itu, saya minta waktu. Lain hari hal ini saya akan bereskan (Semaoen, 2000: 60).

Dari kutipan (9) dan (10) juga dapat kita temui bahwa Kadiroen tidak mau melihat orang menyaksikan kesusahannya. Ia berusaha menutupi keadaan dirinya sendiri yang sedang sakit hatinya. Ia adalah tipikal orang yang tertutup perasaannya.

Kadiroen merasa telah rusak jiwanya. Oleh karena itu, ia meminta izin untuk cuti selama 14 hari untuk pulang bertemu ayah dan ibunya. Sementara itu, segala permasalahan, kecuali permasalahan Ardinah, ia serahkan kepada asisten wedono. Di sini terlihat bagaimana Kadiroen ingin menentramkan hatinya, tanpa meninggalkan kewajibannya. Nantinya, setelah kembali dari masa cuti, ia diperintahkan untuk menjabat sebagai wedono di distrik Rejo. Ia bersyukur karena menganggap ini sebagai obat luka jiwanya yang sedang sakit. Selain itu, dengan penugasan tersebut, Kadiroen berharap dapat melupakan Ardinahnya.

(55)

tetua-tetuanya guna mencari jawaban atas pertanyaan yang telah disiapkannya. Kadiroen tahu bahwa orang kecil akan merasa takut bila disuruh menghadap atasannya, maka ia menasihati yang telah datang agar berbicara jujur karena ini semua demi terciptanya masyarakat yang berkecukupan. Sebagai pemimpin baru, ia memang sangat bijak dan ingin menganggap rakyatnya sebagai saudaranya sendiri. Selain itu, pengalamannya dalam memerintah rakyat juga semakin terolah. Kadiroen juga dengan rela datang ke tiap-tiap desa dan mengorbankan waktunya untuk kepentingan orang banyak.

Setelah mengadakan rapat di tiap-tiap desa, Kadiroen menemukan kesimpulan mengapa rakyatnya hidup sengsara. Ia berpendapat bahwa rakyatnya mudah mengeluarkan uang demi kehormatan, misalnya saja untuk hajat sunatan. Kadiroen menjalankan tugas dan kewajibannya dengan membuat surat kepada para lurah yang berisi pendapatnya. Kadiroen juga meminta para lurah menasihati agar rakyat dapat berhemat. Beberapa hari setelah turunnya surat perintah itu, Kadiroen memeriksa sendiri apakah perintahnya telah dijalankan oleh rakyatnya. Ia pun harus menyamar karena ia paham rakyat kecil tidak akan mau mengaku jika ditanya oleh pembesar karena takut.

(11) “Dengan pakaian palsu, ia menyamar seperti orang Arab, layaknya seorang mindring yang mengutangkan kain pelakat dan kain kebaya kepada penduduk desa.” (Semaoen, 2000: 81).

(56)

40

Tampak di sini adalah sosok Kadiroen yang ingin dekat dengan rakyatnya. Ia juga ingin mengetahui secara langsung apa yang sedang terjadi di masyarakatnya apapun caranya. Penyamarannya itu membuahkan hasil. Pendapat Kadiroen supaya rakyat berhemat telah diselewengkan menjadi aturan keras, sehingga siapa yang melanggar akan dikenai hukuman. Terhadap perubahan aturan menjadi keras ini, Kadiroen segera mengumpulkan kembali para lurah dan tetua desa. Ia mengklarifikasi aturan tersebut sehingga rakyat jadi paham aturan yang dibuat itu baik untuk mereka. Pengklarifikasian ini juga dimaksudkan agar nama Kadiroen tidak tercoreng di mata masyarakat.

Keberpihakan Kadiroen pada rakyat tidak hanya berhenti sampai di situ. Kadiroen bahkan harus cuti selama tiga bulan karena sakit demi mengurusi rakyatnya. Ia dengan rela tidak menghiraukan keadaannya sampai-sampai badannya semakin kurus. Di benak Kadiroen yang hadir hanyalah bagaimana cara menyejahterakan rakyatnya.

Salah satu wujud perhatiannya kepada rakyat adalah mengajukan laporan-laporan berisi masalah-masalah tentang pengairan, soal sewa tanah, dan permintaan pendirian bank desa dengan bunga murah. Agar usahanya ini berhasil dan didengar atasannya, rupanya Kadiroen harus bersabar dahulu dan mengikuti aturan yang berlaku.

(57)

pemerintahan dengan sungguh-sungguh. Tetapi hal ini berkebalikan dengan bawahannya.

(13) Sebaliknya, pejabat-pejabat yang ada di bawahnya banyak yang mengomel dan tidak mau membantu dengan hati ikhlas semua maksud Kadiroen yang berguna buat rakyat. Para pejabat itu hampir semuanya mufakat dengan peraturan-peraturan apa adanya sebagaimana zaman dahulu, yang urusannya begitu gampang dan tidak membuat pusing kepala (Semaoen, 2000: 96).

Jabatan baru Kadiroen tentu menambah banyak pekerjaan Kadiroen. Oleh karena itu, ia kembali jatuh sakit.

(14) Mewakili Patih baru dua bulan lamanya, Kadiroen jatuh sakit lagi sebab pekerjaannya terlalu berat. Ia terpaksa meminta cuti lagi sampai dua bulan lamanya. Dan di waktu ia kembali dari cuti dan mengurus lagi pekerjaannya, badannya menjadi sangat kurus. Ia kelihatan lebih tua dari usia yang sebenarnya (Semaoen, 2000: 97).

Sekembalinya Kadiroen dari cuti, di kota S diadakan rapat besar oleh Partai Komunis (selanjutnya dalam cerita disebut PK) yang sedang menjadi buah bibir baik di pemerintahan maupun masyarakat. Oleh tuan residen, Kadiroen diminta untuk membuat laporan mengenai rapat tersebut; mulai dari jalannya rapat, apa saja yang dibicarakan, siapa dan bagaimana caranya memimpin rapat.

(58)

42

(15) Adapun Kadiroen sendiri sewaktu vergadering hatinya berdebar-debar. Ia mendengar keterangan Tjitro dan perasaannya terbuka, sepertinya dalam hati ia melihat cahaya bintang yang sangat baik, menggambarkan maksud dan tujuan perkumpulan P.K” (Semaoen, 2000: 144).

Pengarang secara analitik mengambarkan suasana hati dan pikiran Kadiroen saat itu. Kini Kadiroen mengerti bahwa caranya dalam menyejahterakan rakyat menggunakan cara kuno sedangkan zaman sudah baru maka caranya pun harus dengan cara baru. Kadiroen sungguh merasa tertarik bergabung bersama PK. Namun, ia juga ingin mempertahankan derajatnya sebagai wakil patih agar dapat dihormati rakyatnya. Kadiroen kini dihadapkan pada dua pilihan.

Ketika Kadiroen membaca koran, ia keheranan karena salah satu isi beritanya bercerita telah terjadi penghasutan oleh PK. Kadiroen merasa heran karena tujuan rapat kemarin adalah baik untuk mengubah kondisi masyarakat yang selama ini kesusahan. Kenyataannya sekarang adalah bahwa PK telah dimusuhi oleh berbagai pihak. Namun ia tertarik untuk bergabung bersama partai tersebut. Di sisi lain, Kadiroen tetap ingin mempertahankan jabatannya sebagai wakil patih. Ia mempertahankan bukan karena “gila” jabatan, tetapi lebih karena membantu kedua orangtuanya yang sudah tua dalam menghidupi tujuh saudaranya.

(59)

dan tetap menjabat sebagai wakil patih. Terhadap keputusan ini Kadiroen menyetujuinya.

(16) Kadiroen mengambil jalan tengah, jadi tidak masuk sebagai anggotanya atau ikkut memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam vergadering-vergadering P.K. Tetapi, selain membantu dengan uang secara rahasia itu, maka Kadiroen juga turut membantu dengan dengan berusaha memberikan pertimbangan dan pengetahuannya pada organisasi P.K., yaitu dengan menulis dalam surat kabar Sinar Ra’jat. Tetapi supaya tidak ada orang yang mengerti bahwa ia ikut menulis, maka selamanya ia memakai nama palsu, yaitu Pentjari. Hanya Pemimpin Redaksi Sariman sendiri yang mengetahui rahasia ini (Semaoen, 2000: 157). Dari kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa Kadiroen menuruti nasihat ayahnya. Hal ini juga membuktikan bahwa Kadiroen sangat menghormati ayahnya. Kadiroen tidak mau mengambil keputusan sendiri terkait organisasi P.K. Dengan demikian secara tidak langsung, Kadiroen telah mendapat persetujuan dari ayahnya sehingga membuat lega hatinya juga orang tuanya.

(60)

44

Kasus ini telah menjadi buah bibir di masyarakat. Kadiroen yang seorang patih, telah dianggap berani untuk terjun dalam dunia pergerakan. Ada orang yang menghinanya serta menyarankan agar ia dipecat dari jabatannya. Ada pula yang memberikannya pujian karena telah berani membela rakyat. Bagi yang menghinanya, banyak orang menganggap bahwa Kadiroen sudah menjadi gila dan tidak sanggup lagi menjalankan tugas dan kewajibannya sedangkan bagi yang memujinya, ia dianggap kesatria yang memperhatikan rakyat kecil. Terhadap persoalan ini, Kadiroen tidak ingin memikirkannya. Ia lebih berkosentrasi untuk mengumpulkan bukti-bukti bahwa tulisannya adalah kenyataan.

Betapa senang hati Kadiroen. Bukan hanya dibebaskan dari tuduhan tetapi setelah dipanggil tuan asisten residen, ia tidak dipecat. Bahkan, dengan catatan bahwa selama tuan asisten residen masih menjabat, Kadiroen akan diperbolehkan untuk menulis, tetapi jika sudah diganti ia ragu apakah penggantinya akan berkelakuan sama atau tidak.

(61)

Kadiroen pun tahu bahwa atasannya itu tidak suka jika ia tetap menulis dan mencari cara untuk menjatuhkannya. Dugaannya itu benar. Kadiroen dipanggil lagi karena tulisannya dinilai telah melecehkan pemerintahan maka ia mengajukan pemecatan Kadiroen pada atasannya. Kadiroen yang merasa tidak bersalah, tetap tenang dan sabar dalam mengahadapi persoalan ini. Tanpa emosi, ia menjelaskan bahwa argumen atasannya itu keliru dan salah paham. Namun tetap saja perkara itu dilaporkan kepada tuan residen sehingga Kadiroen harus menerangkannya kembali.

(62)

46

Kadiroen yang sudah lepas dari jabatannya kini bekerja sebagai mede-redacteur koran PK. Ia tinggal dengan Sariman, Hoofd-Redacteur koran PK yang mempunyai analisis tajam dan luas pandangannya soal jurnalistik. Karena alasan tersebut juga ia telah menganggap Sariman sebagai guru. Hal ini menyebabkan terjalinlah suatu hubungan yang akrab antara Kadiroen dan Sariman berserta istrinya.

Sebagai seorang sahabat, Sariman tentu mengetahui perasaan sedih Kadiroen yang selama ini ditutupinya. Sariman menebak bahwa ini masalah percintaan. Kadiroen merasa kaget atas dugaan sahabatnya itu. Kadiroen bercerita bahwa ia telah jatuh hati kepada seorang wanita yang amat teguh jiwanya, tetapi wanita itu sudah mempunyai suami. Dalam pikiran Kadiroen, ia hanya bisa mencintai sekali saja dalam seumur hidup dan kenyataan bahwa ia tidak bisa beristri sekarang karena Kadiroen merasa ini sudah diatur oleh Allah. Kadiroen lalu menceritakan Ardinah, kekasih sejatinya kepada Sariman.

(63)

apakah ibunya yang keturunan bangsawan akan setuju atau tidak. Pada akhirnya kedua orang tua Kadiroen menyetujuinya. Kebahagiaan tak terelakkan Kadiroen dan calon istrinya. Sang ayah mengajak serta seluruhnya yang ada di situ untuk bersujud berterimakasih pada Tuhan. Kisah ini sekaligus yang menjadi penutup novel.

Ungkapan syukur pada bagian akhir cerita ini sebernarnya lebih ditujukan kepada Kadiroen. Menurut pengarang, inilah “kado” untuk kesatria Kadiroen; kesatria yang pada akhirnya lebih memilih pergerakan rakyat melalui Partai Komunis daripada harus duduk dalam jajaran kepemerintahan. Ketotalan Kadiroen ini tentu tidak datang dengan sendiri. Adalah Tjitro yang mempunyai andil dalam membuka pikiran Kadiroen.

3.3Tjitro

Tjitro merupakan anak tukang batu yang berkecukupan. Karena itulah ia dapat disekolahkan oleh kedua orangtuanya. Tjitro mempunyai adik yang juga disekolahkan. Ayahnya mempunyai pendirian supaya anak-anaknya maju dan pintar.

(64)

48

sama sekali tidak merasa keberatan. Karena harus mengajari Sariman belajar, Tjitro menjadi murid yang pandai dan menempati rangking satu di kelasnya.

Pada umur 10 tahun, Tjitro sudah lulus sekolah dan pada tahun itu juga ia kerja menjadi leering letter zetter di kota G. Adalah pengalaman sahabatnya-Sariman, serta kenyataan bahwa sekolah hanya disediakan bagi mereka anak-anak priayi saja, maka Tjitro dan sahabatnya berjanji untuk membantu rakyat kecil. Guna melancarkan cita-cita itu, Tjitro bekerja di kantor yang buka sampai jam dua siang. Gaji yang didapat digunakannya untuk membeli buku untuk menambah kepintarannya. Tiap sorenya, Tjitro dan Sariman belajar bersama-sama tentang segala pengetahuan. Keniatan mereka ditunjukkan pula dengan membayar seorang guru Belanda yang hanya datang seminggu sekali. Tjitro juga gemar berolahraga. Hal ini dilakukannya untuk menyeimbangkan agar tubuh dan pikiran dapat sejalan. Selain itu, olahraga ini juga digunakan untuk melepaskan kejenuhan saat belajar.

(65)

kejujurannya, Kadiroen tidak akan melebih-lebihkan atau mengurangkan penceritaan ulang dalam bentuk laporan untuk atasannya ini.

Pada pembukaan vergadering Tjitro menerangkan maksud dan tujuan P.K.

(17) “Saudara-saudaraku kaum P.K. dan semua Tuan-Tuan yang hadir pada vergadering ini maksud saya berbicara di sini tidak akan mengajak orang untuk membikin rusuh dan ribut negeri dengan menghasut supaya bikin onar, sebagaimana yang hari kemarin sudah diterangkan dengan jelas oleh surat-surat gula S.H.B. Tetapi maksud saya mau menerangkan maksud dan tujuan pergerakan supaya semua orang mengetahui bahwa P.K hanya berusaha memuliakan rakyat dan negeri Hindia (Semaoen, 2000: 103).

Kutipan di atas mengisyaratkan bahwa Tjitro mengetahui jika kehadiran P.K ada yang menyukai dan ada yang tidak. Untuk itu dalam pembukaan vergadering, ia menyatakan hal yang demikian.

(66)

50

banyaknya saudagar-saudagar asing yang singgah di Hindia. Tapi masyarakat Hindia tidak rukun sehingga dapat dikuasai bangsa asing.

Pengetahuannya tentang masyarakat juga dibicarakan dalam vergadering ini. Menurutnya, kelas sosial masyarakat telah terbentuk yaitu antara pemilik pabrik dan golongan buruh. Pemilik pabrik lebih mementingkan keuntungan semata sehingga tidak memperhatikan golongan buruh. Selanjutnya, Tjitro memberikan solusi yang ditawarkan kepada rakyat yang selalu ditindas oleh kaum bermodal. Solusi ini tentunya adalah perwakilan PK dalam usahanya untuk memakmurkan rakyat Hindia, yaitu pertama rakyat harus rukun bersama-sama untuk berusaha atau berdagang sendiri dengan mendirikan koperasi. Kedua, mendirikan perkumpulan-perkumpulan sesuai bidang kerjanya. Terakhir, yaitu ikut bersama dalam gerakan politik-khususnya Partai Komunis. Tjitro lalu menambahkan bahwa paham komunis adalah baik untuk semua orang

(18) “Komunisme itu ialah ilmu mengatur pergaulan hidup supaya dalam pergaulan hidup itu orang-orang jangan ada yang bisa memeras satu sama lainnya” (Semaoen, 2000: 127).

Begitulah Tjitro yang dengan semangat berbicara kepada orang banyak tentang apa sebenarnya komunisme itu. Dari vergadering ini tampak bahwa PK sedang mengusahakan agar rakyat mau ikut bergabung bersama mereka. Semuanya itu tentu terletak pada keberhasilan Tjitro untuk menarik massa. Pada dasarnya, adalah besar tanggungjawab Tjitro sebagai propagandator PK.

(67)

Hindia. Ia menjelaskan bahwa tiap-tiap pekerja mempunyai suatu majelis yang memimpin dan mengatur mereka. Majelis-majelis itu mengadakan rapat dan mengirimkan utusannya dalam majelis kota dan begitu seterusnya hingga majelis negeri adalah majelis tertinggi dan harus ditaati oleh majelis-majelis di bawahnya. Agar para hadirin lebih jelas dan tidak membingungkan, Tjitro membuat bagan-bagan tentang rencana pemerintahan PK.

Banyak orang yang setuju dari pendapat Tjitro yang mewakili PK. Sambutan hangat dengan tepuk tangan riuh ramai celotehan para hadirin yang hadir. Ketika sesi tanya jawab, beberapa orang dengan vokal menolak rencana PK tersebut. Tjitro yang bertindak sebagai pembicara tidak sedikit pun terpancing emosinya.

(19) “Sekarang saya mesti menjawab Tuan Soebono. Tuan Soebono memang masih muda, karena itu semangatnya keras sehingga marah pada saya. Ia mengatakan bahwa saya jahat sekali dan menjual bangsa. Tetapi saya tidak sakit hati pada Tuan Soebono. Saya hanya meminta kepada Tuan Soebono memikirkan dengan sabar atas jawaban saya ini” (Semaoen, 2000: 142).

Begitulah Tjitro yang tidak terpancing emosinya. Sebagai orang yang berbicara di depan orang banyak, ia tentu harus harus menjaga agar hadirin yang datang tidak terpancing juga emosinya. Salah satunya yaitu dengan berbicara sopan kepada orang yang berbeda pendapat.

(68)

52

sadar akan dilemanya sebagai rakyat yang selalu tertindas. Tidak hanya itu, melalui tokoh Tjitro ini pula membuat Kadiroen sebagai patih begitu tertarik untuk bergabung walau pada mulanya ia tetap mendua pada jabatannya.

3.4Rangkuman

Pembahasan tokoh dan penokohan Kadiroen merupakan gambaran dari pengembangan tahapan untuk sampai menjadi bentuk realisasi. Tokoh dan penokohan dalam novel, lebih banyak berkaitan dengan seputar pekerjaan Kadiroen. Namun hal tersebut juga menyentuh sisi kepribadian serta pendiriannya sehingga ia dapat memutuskan untuk bergabung bersama PK.

Dalam hal pendidikan, Kadiroen memperoleh pendidikan Belanda. Ia cukup beruntung karena diangkat anak oleh seorang tuan kontrolir sehingga disekolahkan di OSVIA. Hal tersebut tidak lalu membuatnya menjadi sombong. Justru di tempat itulah Kadiroen melatih kecerdasannya.

(69)

penyelesaiannya, berbeda dengan asisten wedono yang lebih memilih pekerjaan yang dianggapnya bergengsi.

Didorong rasa tanggung jawab dan bakat dalam menganalisis serta kecakapannya dalam bertindak menjadi pintu gerbang yang menanjakkan karier Kadiroen. Hal itu terbukti ketika Kadiroen berhasil menyelesaikan perkara Soeket dan Soekoer. Selanjutnya berturut-turut ia naik jabatan menjadi asisten wedono, wedono, dan pengganti patih. Hal ini menandakan bahwa Kadiroen memang dipercaya oleh pemerintah karena mempunyai hasil dari pekerjaannya. Bakatnya dalam menganalisis suatu masalah menjadi kunci dalam penyelesaian suatu perkara.

Wataknya yang berani dan tidak ragu untuk mengambil tindakan juga dilakukannya dalam menjalankan pekerjaannya. Hal itu tercermin, misalnya, saat Kadiroen harus melawan pencuri kerbau Soekoet dan penyamarannya sebagai orang Arab pada kutipan (19) dan (20). Hal itu juga dilakukannya supaya ia mengetahui sendiri bagaimana keadaan rakyat yang dipimpinnya. Keseriusannya bekerja untuk rakyat juga ditunjukkannya dengan membuat aturan-aturan yang diteruskan kepada pembesar.

(70)

54

termasuk juga mengabaikan kesehatannya. Beberapa kali Kadiroen harus mengambil cuti karena sedang merasa sakit jiwanya, seperti pada kutipan (14).

Segala cara ia lakukan agar rakyatnya dapat hidup sejahtera, namun tetap saja tidk bisa mengubah keadaan. Terhadap hal itu, Kadiroen merasakan kesedihan yang mendalam. Bersamaan dengan itu, tampillah tokoh Tjitro saat vergadering Partai Komunis. Keberadaan tokoh ini sangat penting bagi kelanjutan cerita ini. Lewat Tjitro-lah Kadiroen menajdi sadar dan tahu mengapa usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil bagi masyarakatnya. Karena kesadaran itulah Kadiroen lalu bergabung bersama Partai Komunis sebagai penulis lepas surat kabar Sinar Ra’jat dengan nama samaran Pentjari sekaligus menjabat sebagai patih. Bersama Partai Komunis, Kadiroen lalu berusaha mensejahterakan rakyat Hindia.

Terhadap PK, Kadiroen merasakan kebimbangan yang luar bisa. Di satu sisi ia menganggap bahwa menjadi anggota P.K adalah baik, tetapi di sisi lain ia ingin mempertahankan status sosialnya karena ingat keluarganya. Untuk mengatasi hal ini, Kadiroen tidak mau mengambil keputusan gegabah. Kadiroen lalu meminta nasihat ayahnya. Ini juga menjadi tanda bahwa Kadiroen menghormati dan berbakti pada kedua orangtuanya. Jalan tengah pun diambil. Kadiroen tetap menjabat sebagai patih sekaligus bergabung bersama P.K secara tidak langsung (kutipan (16)).

(71)

tetap menjabat pejabat pemerintahan atau keluar dan bekerja secara penuh untuk PK. Karena keinginannya untuk mengkonkretkan rakyat yang sejahtera, ia memilih bergabung dan bekerja di koran PK.

Tokoh Tjitro memang low profile, tetapi menjadi penting bagi Kadiroen. Ia pembuka pikiran Kadiroen atas zaman baru yang sedang dihadapinya. Pekerjaan orang tuanya yang berkecukupan mengantarkan Tjitro mengenyam bangku sekolah. Berdasarkan pengalaman bahwa sekolah hanya digunakan oleh kalangan priayi maka ia bersama sahabatnya berjanji untuk membantu rakyat kecil. Kesadaran untuk menambah pengetahuan dilakukannya dengan menggunakan gaji yang ia dapat untuk membeli buku. Berdasarkan pengalaman dan kecerdasannya itulah Tjitro lalu masuk menjadi anggota PK.

Pada awalnya Tjitro berkerja sebagai sekretaris tetapi tidak lama berselang ia diangkat menjadi propagandator karena dianggap cukup pandai. Pengetahuan luasnya tentang sejarah Hindia, berusaha menerangkan pada saat vergadering tentang tujuan maupun maksud dari Partai Komunis.

(72)

56

(73)

57

TENTANG PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI) DALAM NOVEL HIKAYAT KADIROEN KARYA SEMAOEN

4.1 Pengantar

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gagasan adalah sebuah proses untuk sampai menjadi suatu bentuk realisasi yang ingin disampaikan pengarang kepada masyarakat berupa pendapat yang tertuang dalam karya sastra berupa novel. Oleh karena berupa karya sastra maka masyarakat yang dituju adalah masyarakat pembaca.

(74)

58

4.2 Gagasan Semaoen tentang PKI sebagai Pembangun Kesadaran Baru Sebelum datangnya Sneevliet ke Hindia, pemeritah pada tahun 1901 mencanangkan program politik etis di mana pendidikan menjadi salah satu sorotannya. Segi keintelektualan yang semakin meningkat karena munculnya sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial sebagai bagian dari politik etis, ternyata berpengaruh terhadap pemikiran masyarakat Hindia. Walaupun pada awalnya mereka disekolahkan untuk menjadi pegawai pemerintah kolonial, lambat laun anggapan tersebut berubah ketika proses kesadaran mereka yang terbuka atas nasib rakyat yang diperlakukan tidak adil (Suwondo, Tirto,dkk, 1995: 21-23). Dalam novel Hikayat Kadiroen, tokoh Kadiroen juga diceritakan hal serupa. Memperoleh pendidikan di OSVIA dan setelah lulus, ia bekerja pada pemerintah kolonial. Namun yang berbeda adalah Kadiroen tetap konsisten untuk membela rakyatnya yang tertindas. Ia memakai perangkat kerja yang didapatnya untuk menghubungkannya dengan rakyat.

(75)

bukti bahwa Kadiroen mengaplikasikan hal yang didapatnya semasa di sekolah.

Hal yang serupa juga dialami oleh pengarangnya. Moehkardi mencatat Semaoen karena kecerdasannya diperkenankan untuk mengikuti ujian pamaong praja tingkat rendah dan lulus dengan hasil yang baik. Tidak hanya itu, Semaoen juga tercatat sebagai pemuda Indonesia pertama yang berhasil memperoleh Komis A di Surabaya. Pada dasarnya Semaoen bisa saja hidup sebagai pejabat pemerintah, tetapi hal itu tidak dilakukannya. Proses kesadaran melihat rakyatnya yang tertindas membuatnya lebih memilih pergerakan politik sebagai jalannya ( 1971: 34). Inilah yang membedakannya dengan Kadiroen. Kadiroen tersadar ketika ia berproses sebagai pejabat pemerintahan, ditambah dengan rapat umum yang dibuat Partai Komunis membuatnya semakin sadar dan pada akhirnya lebih memilih gerakan politik.

Pada dasarnya, Semaoen secara terang-terangan menuliskan bahwa (20) Kadiroen memang ditakdirkan Tuhan memiliki kebaikan

dalam segala hal, melebihi dari yang lain-lain sesamanya (Semaoen, 2000: 9).

Referensi

Dokumen terkait

sirih merah dibuat dengan melakukan maserasi daun segar yang telah dihaluskan. menggunakan pelarut alkohol 96%, selanjutnya rendaman disaring,

Untuk menjadi seorang dosen di perguruan tinggi, menurut Nur Syam (2010) setidaknya harus memenuhi dua standard yaitu standar kualifikasi dan standar

[r]

[r]

Penelitian Ditijen menyebutkan bahwa pada daun sirih dijumpai senyawa flavonoid dan tannin yang bersifat antimikroba, dan senyawa karvakrol yang memiliki daya membunuh bakteri

Setelah Pukul 09.05 WI TA jumlah peserta yang memasukkan penawaran masih kurang dari 3 (tiga) perusahaan maka pembukaan penawaran ditunda selama 2 (dua) jam yakni

Menurut Rusli Lutaan dalam Mikdar (2006, hlm. 4) “ Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan via aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang dipilih dengan maksud

Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama