BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Strukur Modal
Struktur modal ditunjukan oleh perimbangan pembelanjaan jangka
panjang yang permanen, yaitu perimbangan antara utang jangka panjang
dan saham preferen dengan modal sendiri (equity) diluar utang jangka
pendek. Struktur modal adalah kombinasi dari berbagai sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan, dan menggambarkan
biaya modal (cost of capital) yang menjadi beban perusahaan tersebut
(Noor, 2011: 382).
Fahmi (2014: 182-183) menyatakan bahwa secara umum teori
yang membahas tentang struktur modal ada dua yaitu:
a. Balancing Theories
Balancing Theories merupakan suatu teori yang menjelaskan tentang
kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencari dana
tambahan dengan cara pinjaman baik keperbankan atau juga dengan
menerbitkan obligasi (bonds).
b. Pecking Order Theories
Pecking Order Theories merupakan teori yang menjelaskan tentang
tambahan dana dengan cara menjual aset yang dimilikinya. Pada
teori ini perusahaan melakukan kebijakan dengan cara mengurangi
kepemilikan aset yang dimilikinya karena dilakukan kebijakan
penjualan.
Struktur modal sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan
perusahaan untuk memaksimalkan balas jasa investasi (return), sekaligus
meminimumkan risiko (risk). Untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu
memaksimum return, diperlukan laba yang juga maksimum. Sementara
untuk mencapai laba yang maksimum, biaya harus minimum, termasuk
biaya modal atau cost of capital. Biaya modal yang minimum sekaligus
akan memperkecil risiko usaha. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan
perusahaan diatas, diperlukan struktur modal optimum (Noor, 2011: 382).
Kebijakan pendanaan sangat dipengaruhi oleh preferensi
manajemen tentang sejauh mana penguasaan manajemen dalam
menentukan struktur modal optimum (Harmono,2009). Struktur modal
yang optimal terjadi ketika ada keseimbangan antara manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Teori ini
juga menyebutkan bahwa sebelum terjadi struktur modal yang optimal,
hutang lebih murah daripada saham karena adanya tax shield, namun
ketika optimal hutang tidak menarik karena perusahaan harus menanggung
biaya keagenan, biaya kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan
Penggunaan hutang akan selalu lebih menguntungkan apabila
dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri, terutama dengan
meminjam ke perbankan. Karena pihak perbankan dalam menetapkan
tingkat suku bunga berdasarkan acuan dalam melihat perubahan dan
berbagai persoalan dalam perekonomian suatu negara. Sehingga sangat
tidak mungkin bagi suatu perbankan menerapkan suatu angka suku bunga
pinjaman yang memberatkan bagi pihak debitur karena nantinya akan
bermasalah bagi perbankan itu sendiri yaitu memungkinkan untuk
timbulnya bad debt (Fahmi, 2014: 183).
Menurut teori trade off penggunaan hutang dalam struktur modal
dapat meningkatkan nilai perusahaan pada titik tertentu, namun setelah itu
justru akan menurunkan hutang karena tidak sebanding dengan kenaikan
biaya financial distress dan agency problem (Atmaja,2009: 259). Teori
pecking order mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan
pembiayaan eksternal hanya pada saat pembiayaan internal tidak
mencukupi. Menurut sistem ekonomi Islam yang berlandaskan Tauhid
(kepercayaan pada Allah), semuanya kembali kepada Allah, sebagai
penguasa tunggal dan menempatkan harta sebagai alat bukan sebagai
tujuan, serta ruh sistem ekonomi Islam adalah keseimbangan yang adil
2. Teori Kebijakan Hutang
Menurut Fahmi (2014: 153) hutang adalah kewajiban (liabilities).
Maka liabilities atau hutang merupakan kewajiban yang dimiliki oleh
pihak perusahaan yang bersumber dari dana eksternal baik yang berasal
dari sumber pinjaman perbankan, leasing, penjualan obligasi dan
sejenisnya. Karena itu suatu kewajiban adalah mewajibkan bagi
perusahaan melaksanakan kewajiban tersebut, dan jika kewajiban tersebut
tidak dilaksanakan secara tepat waktu akan memungkinkan bagi suatu
perusahaan menerima sanksi dan akibat. Sanksi dan akibat yang diperoleh
tersebut berbentuk pemindahan kepemilikan aset pada suatu saat. Karena
itu bagi beberapa kreditur yang memberikan pinjaman kepada debitur
menginginkan adanya jaminan dari setiap pinjaman tersebut, seperti tanah,
bangunan, kendaraan, dan berbagai bentuk aktiva lainnya khususnya
aktiva tetap.
Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal (Sujarweni, 2015: 205). Faktor-faktor pendanaan
eksternal dapat diurutkan dari hal berikut, yaitu analisa dana yang
dibutuhkan perusahaan; analisa kondisi keuangan dan laporan perusahaan
yang mencakup laporan sumber dan penggunaan dana, laporan arus kas
dan anggaran kas (rasio keuangan), serta analisa bisnis perusahaan yang
seharusnya digunakan dalam menentukan kebutuhan dasar keuangan
perusahaan.
Kondisi keuangan dan kinerja perusahaan juga mempengaruhi jenis
pendanaan yang digunakan. Semakin besar likuiditas perusahaan, semakin
kuat keseluruhan kondisi keuangan dan semakin besar laba perusahaan,
berarti semakin tinggi risiko jenis pendanaan yang digunakan. Yaitu
pendanaan hutang semakin menarik dengan adanya perbaikan dalam
likuiditas, kondisi keuangan dan laba (Van Home, 1997).
Menurut Sujarweni (2015: 205) penentuan kebijakan hutang
berkaitan dengan struktur modal karenahutang merupakan bagian dari
penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko
apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun
sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak
sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan
modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Besar
kecilnya presentase hutang yang digunakan oleh perusahaan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya; NDT (Non-Debt Tax Shield), struktur
aktiva, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan, dan kondisi internal
3. Teori Blockholder Ownership
Struktur kepemilikan saham menajabarkan pihak-pihak yang
memiliki saham suatu perusahaan, hal ini berarti setiap pihak dapat
dikatakan sebagai pemegang kekuasaan atas perusahaan berdasarkan
jumlah saham yang dimilki. Menurut Sujarweni (2015: 208) pemegang
saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk memaksimalkan
tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya,
manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika
gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko
kehilangan modalnya jika salah memilih manajer.
Blockholder merupakan shareholder yang kepemilikannya paling
sedikit 5% atas saham perusahaan (Gorton & Kahl, 1999). Likuiditas
memiliki implikasi penting terhadap adanya blockholder dalam suatu
perusahaan, hal ini dikarenakan pengawasan terhadap manajemen menjadi
lebih aktif ketika perusahaan mengalami likuiditas rendah. Dengan
demikian blockholder lebih tertarik dengan perusahaan yang memiliki
likuditas yang relatif stabil (Gerken, 2009).
Faktor-faktor yang memotivasi adanya blockholder ownership
yaitu: shared benefit of control dan private benefit of control. Shared
benefit of control muncul karena blockholder ownership yang besar akan
memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan manajemen yang
serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan blockholder. Sedangkan private
benefit of control muncul karena blockholder memiliki dorongan untuk
menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati
keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang
saham minoritas.
Menurut Jatmiko (2013) ketika pemegang saham besar berpotensi
meningkatkan pengawasan manajer, pemegang saham besar sebenarnya
juga mewakili tujuan atau kepentingan mereka sendiri, sehingga sangat
mempengaruhi keputusan pendanaan yang akan diambil perusahaan.
Dapat dikatakan bahwa semakin besar blockholder ownership akan
semakin besar dorongan untuk menggunakan voting power dalam
keputusan pendanaan perusahaan. Agency theory menjelaskan bahwa
dalam menentukan pendanaan perusahaan, pemegang saham lebih
menginginkan pendanaan perusahaan dengan utang, karena hak mereka
terhadap perusahaan tidak akan berkurang (Maydeliana, 2008). Oleh
karena itu, semakin besar kepemilikan blockholder akan mendorong
perusahaan lebih berani mengambil pinjaman dalam menentukan
keputusan pendanaan.
Blockholder dapat mengurangi konflik agency antara pemegang
saham dan manajer, karena adanya kepemilikan saham yang terkonsentrasi
akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan manajemen
meningkatkan konflik agency antara blockholder dengan investor
minoritas (Jatmiko, 2013). Hal tersebut dikarenakan blockholder memiliki
dorongan untuk menggunakan voting power mereka, sehingga dapat
menikmati penghasilan atau keuntungan-keuntungan perusahaan yang
tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas.
4. Teori Ukuran Perusahaan
Menurut Sujarweni (2015: 211) ukuran perusahaan
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan
dengan total aktiva. Sudarmadji dan Sularto (2007) mengatakan bahwa
menentukan besar kecilnya ukuran perusahaan dapat dilakukan
menggunakan total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar
total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar pula
ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan
ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan
tersebut.
Semakin besar total aktiva maka semakin besar pula ukuran suatu
perusahaan. Semakin besar aktiva maka semakin besar modal yang
ditanam, sementara semakin banyak penjualan maka semakin banyak juga
perputaran uang dalam perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan
merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan.
karena ukuran perusahaan berhubungan dengan fleksibilitas dan
kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan
melihat pertumbuhan asset, karena ukuran perusahaan berhubungan
dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan
memperoleh laba dengan melihat pertumbuhan aset perusahaan (Marsally,
2013).
Perusahaan besar umumnya melakukan lebih banyak diversifikasi
usaha, sehingga kemungkinan kegagalan usaha lebih rendah. Perusahaan
yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah untuk memasuki pasar
modal sehingga kesempatan perusahaan untuk membayar dividen besar
kepada pemegang saham agar reputasi di kalangan investor tetap terjaga.
Ekonomi Islam tidak menunjukkan secara spesifik kriteria ukuran
perusahaan, namun dalam bursa efek, perusahaan yang dapat masuk daftar
emiten harus memenuhi syarat, salah satunya bidang keuangan.
5. Teori Risiko Bisnis
Perusahaan memiliki sejumlah risiko yang didapat langsung akibat
dari jenis usaha perusahaan tersebut, hal inilah yang dimaksud dengan
risiko bisnis (Sujarweni, 2015: 206). Risiko merupakan bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future)
saat ini. Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi perusahaan di
masa mendatang yang tidak menggunakan hutang (Fahmi, 2010: 449).
Menurut Sujarweni (2015: 206) risiko bisnis tidak hanya bervariasi
dari industri ke industri, namun juga dapat bervariasi antar perusahaan dari
industri tertentu, dan juga dapat berganti seiring waktu. Risiko bisnis
dalam Islam mengarah pada risiko operasional atau laba dan investasi.
Manajemen sebagai pengelola usaha dapat mengantisipasi risiko dengan
adanya manajemen risiko yang baik, salah satunya dengan pengaturan
usaha. Manajemen risiko yang baik dapat meningkatkan kepercayaan
Sahibul mal (pemilik dana) untuk menanamkan modal ataupun
memberikan hutang.
a. Faktor-faktor Risiko Bisnis
Menurut Sujarweni (2015: 206-208) beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi risiko bisnis dari sebuah perusahaan, antara lain :
1) Variabilitas permintaan; semakin stabil sebuah permintaan produk
dari perusahaan tertentu, ceteris paribus akan menurunkan risiko
bisnis perusahaan tersebut.
2) Variabilitas harga jual; perusahaan yang produknya dijual pada
pasar yang relatif volatile akan lebih memiliki risiko bisnis bila
dibandingkan dengan perusahaan yang sama yang harga outputnya
3) Variabilitas biaya input; perusahaan yang memiliki biaya input
yang tidak pasti akan memiliki risiko bisnis yang tinggi.
4) Kemampuan untuk menyesuaikan harga output dengan perubahan
dalam biaya input; semakin mampu sebuah perusahaan dalam
melakukan penyesuaian dalam hal harga dan biaya, maka
perusahaan tersebut memiliki risiko bisnis yang semakin rendah.
5) Kemampuan untuk mengembangkan produk baru dalam waktu dan
biaya yang efektif. Semakin cepat sebuah produk tua atau usang,
maka semakin besar pula risiko bisnisnya.
6) Risiko bisnis dari perdagang luar negeri; perusahaan yang
pendapatannya sebagian besar datang dari luar negeri dapat
membuat pendapatan perusahaan menurun, hal ini dikarenakan
adanya fluktuasi nilai kurs mata uang. Hal lain yang dapat
menambah risiko bisnis adalah lingkungan bisnis di mana
perusahaan tersebut beroperasi.
7) Proporsi biaya tetap terhadap keseluruhan biaya; operating
leverage; jika sebagian besar biaya adalah tetap, yang tidak turun
ketika permintaan menurun, maka perusahaan tersebut memiliki
risiko bisnis yang tinggi.
8) Risiko finansial adalah risiko tambahan kepada pemegang saham
setelah risiko bisnis yang diakibatkan dari adanya penggunaan
hal ini mengakibatkan seluruh risiko bisnis akan ditransfer kepada
pemegang saham. Transfer seluruh risiko ini diakibatkan kreditur,
yang menerima pendapatan tetap (bunga utang), tidak menanggung
risiko bisnis yang ada.
b. Sumber Risiko
Menurut Darmawi (2016: 30-31) menentukan sumber risiko
penting karena mempengaruhi cara penangannya. Sumber penyebab
kerugian (risiko) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Sumber Risiko Sosial
Sumber utama risiko adalah masyarakat. Artinya, tindakan
orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan
penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Orang –orang
dapat menyebabkan kecelakaan yang menciderai diri mereka
sendiri atau orang lain sehingga menyebabkan kerusakan harta dan
jiwa yang besar.
2) Sumber Risiko Fisik
Ada banyak sumber risiko fisik yang sebagiannya adalah
fenomena alam, sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia.
Cuaca atau iklim adalah risiko yang serius. Salah satu sumber
malapetaka yang mengerikan yang mendatangkan kerusakan harta
3) Sumber Risiko Ekonomi
Banyak risiko yang dihadapi perusahaan itu bersifat
ekonomi. Contoh risiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dak
ketidakstabilan perusahaan individu. Keadaan ini menempatkan
orang-orang dan pengusaha pada risiko yang sama dengan risiko
pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi. Keadaan setiap perusahaan
itu tidak sama karena ada yang sukses dan ada yang gagal. Para
pemilik perusahaan kehilangan sebagian dan seluruh investasinya
dan para pekerja terancam pengangguran.
c. Biaya-Biaya Yang Ditimbulkan Karena Menanggung Risiko
Menurut Darmawi (2016: 33) biaya-biaya yang bersifat
ekonomi karena menanggung risiko atau ketidakpastian dapat dibagi
sebagai berikut:
1) Biaya Kerugian yang Tidak Diharapkan
Setiap hari sebagian perusahaan dan keluarga menderita
kerugiandalam situasi risiko murni, seperti kebakaran
menghancurkan suatu gedung, konsumen yang sakit karena
memakan sesuatu produk perusahaan, hancurnya perusahaan
karena terjadinya peledakan dan sebaginya. Biaya dari kerugian
yang tidak diharpkan terhadap suatu unit ekonomi dan dalam
yang paling penting sehubungan dengan ketidakpastian itu sendiri,
kurang mendapat perhatian.
2) Biaya Ketidakpastian
Pada umumnya, orang tidak menyukai kerugian maupun
ketidakpastian karena hal ini akan menimbulkan persaan tidak
aman, serta gelisah dan selanjutnya persaan khawatir. Apabila
perasaan ini cukup besar maka mereka akan mencurahkan
perhatiannya kepada masalah itu.
3) Keraguan Penghambat Perkembangan Ekonomi
Apabila reaksi terhadap keraguan terbawa ke dalam urusan
bisnis maka ia dapat menghambat kegiatan ekonomi. Artinya, jika
sebagian pengusaha memilih likuiditas (memegang uang tunai)
daripada melakukan investasi karena keraguannya akan masa
depan maka permintaan investasi akan merosot. Jika kemerosotan
ini tidak diimbangi oleh kenaikan permintaan investasi di sektor
lain maka perekonomian secara keseluruhannya juga akan merosot
karena terjadinya ketidakseimbangan pemakaian sumber daya
ekonomi.
4) Langkah-langkah dalam Proses Manajemen Risiko
Proses itu dimulai dengan mengenal berbagai risiko yang
sedang dihadapi. Kemudian risiko itu diukur, dianalisis, dan dievaluasi
keputusan harus diambil seperti memilih dan menggunakan
metode-metode untuk menangani masing-masing risiko yang telah
diidentifikasikan. Sebagian risiko tertentu mungkin perlu dihindarkan,
sebagian lagi mungkin perlu ditanggung sendiri, dan yang telah dipilih
maka langkah berikutnya adalah rencana pengadministrasian program
itu secara melembaga.
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis (variabilitas
keuntungan) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang
besar, karena kreditor akan meminta biaya utang yang tinggi (Atmaja,
2008:273). Selain itu, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi
kemungkinan tidak akan menggunakan utang dalam jumlah yang
besar, karena dengan menggunakan utang akan meningkatkan risiko
yang akan ditanggung perusahaan (Brigham dan Houston, 2006:7).
Sebagai implikasinya, perusahaan dengan risiko bisnis besar sebaiknya
menggunakan utang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki
risiko bisnis rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko
bisnis, penggunaan utang yang besar akan mempersulit perusahaan
dalam mengembalikan utang mereka (Marsally, 2013). Hal tersebut
menandakan bahwa risiko bisnis memiliki hubungan yang berbanding
d. Mengelola Risiko
Fahmi, 2014: 464 menyatakan bahwa dalam aktivitas yang
namanya risiko pasti terjadi dan sulit untuk dihindari sehingga bagi
sebuah lembaga bisnis sangat penting untuk memikirkan bagaimana
mengelola atau me-manage risiko tersebut. Pada dasarnya risiko itu
sendiri dapat dikelola dengan 4 (empat) cara, yaitu sebagai berikut :
1) Memperkecil risiko
Keputusan untuk memperkecil risiko adalah dengan cara
tidak memperbesar setiap keputusan yang mengandung risiko
tinggi tapi membatasinya bahkan meminimalisirnya agar risko
tersebut tidak menambah menjadi besar di luar dari kontrol pihak
manajemen perusahaan. Karena mengambil keputusan di luar dari
pemahaman manajemen perusahaan maka itu sama artinya dengan
melakukan keputusan yang sifatnya spekulasi.
2) Mengalihkan risiko
Keputusan mengalihkan risiko adalah dengan cara risiko
yang kita terima tersebut kita alihkan ketempat lain sebagian,
seperti dengan keputusan mengasuransikan bisnis guna
menghindari terjadinya risiko yang sifatnya tidak diketahui kapan
3) Mengontrol risiko
Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara
melakukan kebijakan mengantisipasi terhadap timbulnya risiko
sebelum risiko itu terjadi. Kebijakan seperti ini biasanya dilakukan
dengan memasang alat pengaman atau pihak penjaga keamanan
pada tempat-tempat yang dianggap vital.
4) Pendanaan risiko
Keputusan pendanaan risiko adalah menyangkut dengan
menyediakan sejumlah dana sebagai reserve (cadangan) guna
mengantisipasi timbulnya risiko dikemudian hari.
e. Cara Menyelsaikan Risiko
Menurut Fahmi (2014: 540) struktur organisasi manajemen
risiko setiap bagian saling bekerjasama dan saling berhubungan satu
dengan lainnya. Konsep manajemen yang saling berinteraksi seperti ini
adalah menjadi dasar berpikir (base thinking) dalam memahami
manajemen risiko. Karena permasalahan risiko tidak akan bisa di
petakan dan dicari solusinya jika setiap pihak tidak bekerjasama,
karena dengan bekerjasama setiap masalah akan lebih mudah dicari
solusinya. Ada beberapa cara menyelesaikan risiko yaitu sebagai
berikut:
2) Saling bekerjasama untuk memberikan solusi dan memilih satu
alternatif solusi yang terbaik untuk dijadikan rekomendasi
3) Dan saling bertanggung jawab untuk menyelsaikan risiko hingga
selesai.
6. Teori Nondebt Tax Shield
Perusahaan yang beroperasi di suatu negara, seperti Indonesia
maka harus membayar pajak atas operasinya yang dihitung atas
besaran laba. Bagi perusahaan, biaya yang dapat mengurangi besar
laba merupakan keuntungan karena semakin besar biaya maka pajak
yang dibayarkan semakin kecil. Pada umumnya keuntungan tersebut
diperoleh dari biaya bunga (debt tax shield) terutama bagi perusahaan
yang melakukan hutang. Keuntungan pajak lain yaitu nondebt tax
shield, yaitu keuntungan pajak yang diperoleh perusahaan selain bunga
pinjaman.
Menurut Noor (2011: 74) akibat pajak ini tentu penerimaan
atau penghasilan produsen akan berkurang. Namun, biasanya produsen
tidak mau penghasilannya berkurang. Oleh karena itu, biasanya
produsen membebankannya kepada konsumen dengan cara menaikkan
harga jual. Akibatnnya adalah fungsi permintaan (demand) tetap, tidak
Nondebt tax shield diperoleh dalam bentuk berkurangnya pajak
karena depresiasi aktiva tetap. Dengan demikian semakin besar aktiva
tetap yang dimiliki sesuai ketentuan UU perpajakan, maka biaya
depresiasi semakin besar dan pembayaran pajak semakin kecil.
Menurut Sujarweni (2015: 205) depresiasi dan dana pensiun digunakan
untuk mengurangi pajak bagi perusahaan. Dengan demikian
perusahaan dengan nondebt tax shield tinggi tidak perlu menggunakan
hutang yang tinggi. Ekonomi Islam tidak membahas secara spesifik
mengenai nondebt tax shield, namun Islam mengatur tentang pajak dan
penggunaanya. Akumulasi penyusutan termasuk pengurang pajak,
dana dari pos tersebut selama masa penggantian aktiva merupakan
dana menganggur, dan menurut ekonomi Islam dana tersebut dapat
digunakan untuk tujuan produktif sebagai modal internal asing.
7. Teori Profitabilitas
Menurut Kasmir (2015: 196) tujuan akhir yang ingin dicapai
suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau
keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal
seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi
kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan
melakukan invesati baru. Oleh karena itu, manajemen perusahaan
ditetapkan. Artinya besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai
dengan yang diharapkan dan bukan berarti asal untung. Untuk
mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio
keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan rasio
rentabilitas.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan
ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan
investasi. Intinya adalah rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan
(Kasmir, 2015: 196).
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan
menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di
laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba
rugi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam
rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus
mencari penyebab perubahan tersebut (Kasmir, 2015: 196).
Profitabilitas menjadi variabel dalam menggambarkan
pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi.
Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan dari modal
yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
hutang, laba dibagi antara pemegang hutang dan pemegang saham.
Dengan demikian hubungan yang ada antara profitabilitas dengan
kebijakan hutang adalah bersifat negatif. Ketika profitabilitas
perusahaan meningkat maka tingkat hutang perusahaan akan menurun
dan sebaliknya jika profitabilitas perusahaan menurun maka hutang
perusahaan akan meningkat.
a. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan,
maupun bagi pihak luar perusahaan (Kasmir, 2015: 197-198),
yaitu:
1) untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode tertentu;
2) untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya
dengan tahun sekarang;
3) untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;
4) untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri;
5) untuk produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
6) untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan
yang digunakan baik modal sendiri;
Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk :
1) mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan
dalam satu periode;
2) mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan
tahun sekarang;
3) mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu;
4) mengetahu besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri;
5) mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
6) dan manfaat lainnya.
b. Jenis-jenis Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2015: 198) sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio profitabilitas yang
digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan
untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam
suatu periode. Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas
yang dapat digunakan adalah profit margin (profit margin on
sales), return on investment (ROI), return on equity (ROE), dan
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi
biasanya menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit,
karena dengan tingkat profitabilitas yang tinggi memungkinkan
perusahaan tersebut melakukan sebagian besar pendanaannya
melalui dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan
Houston, 2011). Dengan kata lain, perusahaan dengan laba ditahan
yang besar akan menggunakan laba ditahan terlebih dahulu
sebelum memutuskan untuk menggunakan utang.
Hal tersebut sesuai dengan pecking order theory yang
menjelaskan bahwa perusahaan yang profitable umumnya
melakukan pinjaman dalam jumlah yang sedikit, karena perusahaan
tersebut tidak memerlukan pendanaan dari luar perusahaan (Hanafi,
2004:314). Sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan
cenderung memiliki utang yang lebih besar, karena dana
internalnya tidak cukup untuk melakukan kegiatan operasional
perusahaan dan utang merupakan sumber pendanaan dari luar yang
lebih disukai. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya menggunakan
sumber pendanaan melalui laba ditahan terlebih dahulu kemudian
utang dan yang paling terakhir melalui penerbitan saham baru.
Investor jangka panjang sangat peduli terhadap analisis
profitabilitas, karena dapat menggambarkan laba yang diperoleh
profitabilitas ini adalah rasio return on aset (ROA). Dalam
manajemen keuangan, Return on Assets (ROA) memiliki arti
penting sebagai salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat
menyeluruh atau komprehensif. Rasio ini mengukur efektivitas
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam
aktiva yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan .
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Permasalahan berkenaan dengan kebijakan hutang telah banyak diteliti
sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu tersebut yang dijadikan sebagai
landasan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain:
1) Lestari (2014)
Penelitian ini mengangkat judul tentang “Pengaruh Blockholder
Ownership, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Dan Nondebt Tax Shield
Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Yang Masuk Di Jakarta Islamic
Index”. Ditemukan hasil signifikan negatif pada pengukuran variabel
blockholder ownership, dan nondebt tax shield. Hasil hubungan signifikan
positif ditunjukkan pada variabel ukuran perusahaan. Namun tidak
ditemukan pengaruh signifikan pada variabel risiko bisnis terhadap
2) Sheisarvian, dkk (2015)
Penelitan ini menggunakan kebijakan hutang sebagai variabel
dependen. Sedangkan variabel independennya adalah kepemilikan
manajerial, kebijakan dividen dan profitablitas. Berdasarkan dari hasil
perhitungan statistik pada penelitian ini, diketahui bahwa kepemilikan
saham manajerial, kebijakan dividen, dan profitabilitas berpengaruh
secara signifikan dan berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang.
3) Murtiningtyas (2012)
Penelitian ini berjudul “Kebijakan Deviden, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institutional, Profitabilitas, Resiko Bisnis
Terhadap Kebijakan Hutang”. Ditemukan hasil bahwa kebijakan deviden,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas dan risiko
bisnis berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang secara simultan.
Sedangkan secara parsial hanya profitabilitas dan resiko bisnis yang
berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan kebijakan
deviden, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional tidak
berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
4) Nabela (2012)
Penelitian ini mengukur pengaruh antara kepemilikan institusional,
kebijakan dividen, dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang.
Ditemukan hasil signifikan positif pada pengukuran variabel kepemilikan
signifikan negatif ditemukan pada pengukuran variabel profitabilitas
terhadap kebijakan hutang. Namun tidak ditemukan pengaruh signifikan
positif pada variabel kebijakan dividen.
5) Yuniarti (2013)
Penelitian ini mengukur pengaruh antara kepemilikan manajerial,
dividen, profitabilitas, dan struktur aset terhadap kebijakan hutang.
Ditemukan hasil dari penelitian yang dilakukan di perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, 2010 dan 2011 bahwa
kepemilikan manajerial dan dividen memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kebijakan hutang. Profitabilitas berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan struktur aset
memiliki pengaruh postif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
6) Syadeli (2013)
Penelitian ini berjudul “Struktur Kepemilikan, Profitabilitas dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan
Pemanufakturan di Bursa Efek Indonesia”. Hasil pengujian menunjukkan,
bahwa secara simultan struktur kepemilikan, profitabilitas, dan ukuran
perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang
perusahaan, sedangkan secara parsial, struktur kepemilikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, profitabilitas
berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang, serta ukuran
7) Margaretha (2014)
Penelitian ini berjudul “Determinants of Debt Policy in Indonesia‟s
Public Company”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen
leverage. Sedangkan variabel independennya adalah ukuran perusahaan,
tangibility aset, profitabilitas, tingkat pajak, nondebt tax shield, dan tingkat
pertumbuhan. Didapatkan hasil bahwa tangibility of assets memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap debt policy. Profitabilitas dan
tingkat pertumbuhan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
debt policy, sedangkan ukuran perusahaan, tarif pajak, nondebt tax shield
dan tingkat pajak tidak berpengaruh pada debt policy.
8) Nuraina (2012)
Penelitian ini mengukur antara pengaruh kepemilikan institusional
dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dan nilai perusahaan.
Ditemukan hasil bahwa kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan kepemilikan institusional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan
sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek
9) Maryasih dan Gemala (2014)
Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Blockholder Ownership
dan Asset Tangibility terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan
Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI periode 2008-2011”. Hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa blockholder ownership dan asset
tangibilityberpengaruh positif terhadap kebijakan hutang pada perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI 2008-2011.
10) Vatavu (2014)
Penelitian ini berjudul “Determinants of corporate debt ratios:
Evidence from manufacturing companies listed on the Bucharest Stock
Exchange”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Aset berwujud,
ukuran perusahaan,dan likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kebijakan hutang. Sedangkan pajak, risiko bisnis dan tingkat
suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
11) Doni Hendra Saputra (2017)
Penelitian ini mengukur pengaruh free cash flow, kebijakan dividen,
struktur aktiva, blockholder ownership, pertumbuhan perusahaan dan
ukuran perusahaan terhadap Kebijakan Hutang. Ditemukan hasil dari
penelitian yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015 bahwa free cash flow, kebijakan
perusahaandan tingkat suku bungaberpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan hutang.
12) Purwasih, dkk (2014)
Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan, dan Struktur Aset Terhadap Kebijakan Hutang Pada
perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2010-2012”. Ditemukan hasil bahwa kepemilikan institusional, ukuran
perusahaan, dan struktur aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang. Sedangkan kepemilikan manajerial, kebijakan dividen
dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan
hutang.
Ringkasan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti dan
Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Lestari
(2014)
Pengaruh Blockholder Ownership, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, dan Nondebt Tax Shield Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan yang Masuk di JII
Vol. IX, No. 1, Desember 2014, hal 43-56. Dependen : Kebijakan Hutang (DEBT) Independen : Blokholder Ownership(BO), Ukuran Perusahaan (SIZE), Risiko Bisnis (RISK), dan Nondebt Tax Shield (ND)
Blockholder ownership
mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
Nondebt tax shield
mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
No Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
mempunyai pengaruh
positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
Risiko bisnis
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kebijakan hutang
perusahaan. 2. Sheisarvian, dkk
(2015)
Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang
Vol. 22 No. 1 Mei 2015, hal 1-9.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Manajerial. Kebijakan
Dividen dan
Profitabilitas
Kepemilikan saham
manajerial berpengaruh secara signifikan dan
negatif terhadap
kebijakan hutang.
Kebijakan dividen
berpengaruh secara
signifikan dan negatif
terhadap kebijakan
hutang.
Profitabilitas
berpengaruh secara
signifikan dan negatif
terhadap kebijakan
hutang.
3. Murtiningtyas
(2012)
Kebijakan Deviden, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Profitabilitas, Resiko Bisnis Terhadap Kebijakan Hutang Accounting Analysis Journal 1 (2) (2012), hal 1-6.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kebijakan Deviden, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Profitabilias dan Risiko Bisnis
Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh
terhadap kebijakan
hutang.
Kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Profitabilitas
No Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Resiko bisnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
4. Nabela
(2012)
Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Properti dan Real Estate di BEI
Vol. 01, Nomor 01, September 2012, hal. 1-8.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Institusional, Kebijakan
Dividen dan
Profitabilitas
Kepemilikan
institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan dividen idak
ditemukan pengaruh
positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
5. Yuniarti
(2013)
Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Dividen, Profitabilitas dan Struktur aset terhadap Kebijakan Hutang AAJ 2 (4) 2013, hal 447-454.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Manajerial, Dividen, Profitabilitas dan Struktur Aset.
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan
tidak signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Dividen berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Struktur aset
berpengaruh positif dan
tidak signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
6. Syadeli
(2013)
Struktur Kepemilikan, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Pemanufakturan di BEI
Vol. 2, Nomor 2, Agustus 2013, hal 79-94. Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Struktur
Struktur kepemilikan
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
kebijakan hutang
No Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Kepemilikan, Profitabilitas
dan Ukuran
Perusahaan.
Profitabilitas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang
perusahaan.
Ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang
perusahaan.
7. Margaretha
(2014)
Determinants of Debt Policy in Indonesia‟s Public Company
Rev. Integr. Bus. Econ. Res. Vol. 3 (2), hal 10-16.
Dependen : Debt Policy.
Independen : Firm Size, Tangibility of Assets,
Profitability, Tax Rate, Nondebt Tax Shield, Grow Rate.
Tangibility of assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap debt policy.
Profitability and grow rate memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap debt policy.
Firm size, tax rate, nondebt tax shiled tidak
memiliki pengaruh
terhadap debt policy.
8. Nuraina
(2012)
Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) AKRUAL 4 (01) 2012, hal 51-70.
Dependen :
Kebijakan
Hutang dan
Nilai Perusahaan Independen : Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
Kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang perusahan.
Ukuran perusahaan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang
perusahaan.
9. Maryasih dan
Gemala (2014)
Analisis Pengaruh Blockholder Ownership dan Asset Tangibility
terhadap Kebijakan Hutang
Perusahaan Telekomunikasi yang
Dependen:
Kebijakan Hutang
Blockholder Ownership berpengaruh positif
terhadap kebijakan
No Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Terdaftar di BEI Periode 2008-2011 Vol. 1, No. 1, Maret 2014, hal 72-80.
Independen: Blockholder Ownership dan Asset
Tangibility
Asset Tangibility berpengaruh positif
terhadap kebijakan
hutang.
10. Vatavu
(2014)
Determinants of corporate debt ratios: Evidence from manufacturing companies listed on the Bucharest Stock Exchange. Timisoara Journal of Economics and Business, 6(20), hal 99-126.
Dependen: Debt Policy Independen: Asset Tangibility, Size, Profitability, Liquidity, Tax, Business Risk, and Interest Rate.
Aset berwujud
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Ukuran perusahaan
negatif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Pajak berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Risiko bisnis
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. 11. Saputra
(2017)
Pengaruh Free Cash Flow,
Kebijakan Dividen, Struktur Aktiva, Blockholder Ownership,
Pertumbuhan Perusahaan dan
Ukuran Perusahaan terhadap
Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015,hal. 1-35.
Dependen:
Kebijakan Hutang
Independen: Free Cash Flow, Kebijakan Dividen, Struktur Aktiva, Blockholder Ownership, Pertumbuhan Perusahaan dan
Free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan dividen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
No Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil Penelitian Ukura Perusahaan. kebijakan hutang. Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. 12. Purwasih, dkk
(2014)
Analisis Pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Aset Terhadap Kebijakan Hutang Pada perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-2012
JOM FEKON. Vol. 1 No. 2. Oktober, hal 1-15.).
Dependen: Kebijakan Hutang Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan dan Struktur Aset.
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kebijakan
hutang.
Kebijakan dividen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijkan hutang.
Struktur aset
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu tentang analisis faktor
yang mempengerahi kebijakan hutang, maka penelitian ini mengangkat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan
antara lain adalah blockholder ownership, ukuan perusahaan, risiko bisnis,
nondebt tax shiled dan profitabilitas.
1. Pengaruh Blockholder Ownership Terhadap Kebijakan Hutang
Semakin rendah kepemilikan saham, maka akan semakin rendah
kebijakan hutang perusahaan atau semakin kecil penguasaan saham oleh
sekelompok kecil perusahaan atau blockholder maka semakin kecil juga
keberanian mereka dalam mengambil pinjaman atau memperbesar DEBT.
Sebuah teori yaitu agency theory menyatakan bahwa penguasaan yang
tinggi dalam kepemilikan perusahaan akan mempermudah perusahaan
dalam mengambil kebijakan yang strategis yaitu kebijakan hutang dan
penguasaan mayoritas memudahkan para pemilik mengendalikan berbagai
kebijakan, salah satunya kebijakan dalam pendanaan perusahaan
(Wiliandri, 2011:97). Berdasarkan uraian diatas maka blockholder
ownership dinyatakan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang
(Maryasih & Gemala, 2014).
2. Pengaruh Ukuran Perusahan Terhadap Kebijakan Hutang
Semakin besar ukuran perusahaan, mengakibatkan peningkatan
mempunyai resiko kebangkrutan yang tinggi maka dari itu perusahaan
besar lebih menyukai mendanai perusahaannya berusaha untuk
menggunakan pendanaan internal dan berhati-hati dalam menggunakan
hutang. Sebuah teori yaitu agency theory menyatakan bahwa ukuran
perusahaan yang tinggi akan menyebabkan perusahaan menggunakan
hutang untuk mengawasi tindakan manajer yang ingin menguntungkan
dirinya sendiri, serta mendukung pendapat yang mengatakan bahwa
semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin besar dana yang
dibutuhkan untuk mendukung tingginya ukuran perusahaan dengan cara
menggunakan hutang (Saputra, 2017:31). Berdasarkan penjelasan diatas
maka dari itu ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang (Syadeli, 2013).
3. Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Kebijakan Hutang
Risiko bisnis yang semakin tinggi, akan membuat pihak kreditur
mengurangi pinjaman kepada perusahaan karena kemungkinan resiko
bangkrut adalah tinggi. Pengurangan resiko bertujuan untuk mendapatkan
pendanaan melalui hutang. Karena pihak debtholders tidak akan
mempercayakan dananya pada perusahaan dengan resiko tinggi.
Peningkatan resiko bisnis terhadap kebijakan hutang disebabkan
manajemen akan mempertimbangkan kembali apabila resiko bisnis yang
akan ditanggung oleh perusahaan meningkat maka manajemen perusahaan
ke-tidakpastian pendapatan yang akan diterima oleh perusahaan.Berdasarkan
penjelasan tersebut menunjukkan bahwa risiko bisnis berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang (Murtiningtyas, 2012).
4. Pengaruh Nondebt Tax Shield Terhadap Kebijakan Hutang
Berdasarkan teori pecking order, perusahaan memilih
menggunakan dana internal di urutan pertama sebagai sumber pendanaan.
Perusahaan yang memiliki nondebt tax shield besar menunjukkan bahwa
memiliki cadangan dana internal yang besar, sehingga memilih untuk
mengurangi hutang. Manajemen menilai bahwa jaminan pengajuan hutang
lebih efektif dengan EBIT karena memiliki likuiditas lebih tinggi
dibandingkan dengan aktiva tetap. Manajemen juga mempertimbangkan
pengurangan hutang untuk meminimalkan probabilitas kebangkrutan.
Berdasarkan uraian diatas maka nondebt tax shield memiliki pengaruh
negatif terhadap kebijakan hutang (Lestari, 2014).
5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang
Berdasarkan teori pecking order bila perusahaan membutuhkan
dana maka prioritas utama adalah dengan cara menggunakan dana internal
yaitu dari laba ditahan namun jika harus mencari pendanaan dari luar
(eksternal) maka hutang akan menjadi prioritas utama. Berdasarkan teori
ini dengan memprioritaskan pendanaan internal maka akan mengurangi
pendanaan dari luar yaitu hutang. Perusahaan yang memiliki tingkat
yang lebih banyak sehingga dapat digunakan sebahi penutup kewajiban
sehingga dapat berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang
oleh perusahaan (Sheisarvian, 2015:8). Berdasarkan uraian diatas maka
profitabilitas dinyatakan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang
(Purwasih dkk, 2014)
Berdasarkan beberapa uraian pengaruh variabel-variabel di atas,
maka dapat digambarkan kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran
H₁ (+)
H₂ (+)
H₃ (-)
H₄ (-)
H₅ (-) Blockholder
Ownership
Ukuran Perusahaan
Risiko Bisnis
Nondebt Tax Shield
Profitabilitas
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap tujuan penelitian
yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat (Sujarweni, 2015:
68). Berdasarkan tujuan penelitian, telaah pustaka serta kerangka pemikiran
teoritis, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagaiberikut:
H1 : Blockholder Ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang.
H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
H3 : Risiko Bisnis berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
H4 : Nondebt Tax Shield berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.