• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN AGUSTUS 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Agustus 2016

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan / dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Agustus 2016 :

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Agustus 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat -0.42°C cenderung berpotensi La Nina. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai positif +6.7 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi normal cenderung La Nina lemah, dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang fluktuatif sehingga diprediksi La Nina lemah pada September 2016, Desember 2016 dan Januari 2017 sedangkan Oktober – November 2016 diprediksi normal.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 28 Agustus 2016 (Sumber : BoM)

(2)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

2 Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks minggu terakhir Agustus 2016 tercatat bernilai -0.69, hal ini menunjukkan ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode mulai akhir Mei 2016 lalu hingga sekarang (awal September 2016). Kondisi DMI negatif kuat ini diprediksi hingga November 2016.

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal September 2016 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO selama Agustus 2016 tidak ada dampak terhadap Indonesia sehingga tidak ada dampak pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa dominan warna putih dan ungu yang menunjukkan masih banyaknya liputan awan pada rata-rata Agustus 2016. Pemusatan daerah liputan awan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jawa bagian Barat, Sumatera dan Kalimantan.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Agustus 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)

(3)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

3 Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Pada awal hingga akhir Agustus 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Pasifik barat selama Agustus 2016 menyebabkan monsun Timuran juga mengalami fluktuasi namun masih dominan Timur - Tenggara. Memasuki akhir Agustus 2016 monsun Timuran kembali stabil dari indeks AUSMI terlihat mendekati kondisi rata-ratanya. Monsun timuran diprediksi akan masih aktif memasuki September 2016.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Agustus

(sumber: misae4u)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Agustus 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama Agustus 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali positif yang mengindikasikan melemahnya angin Timuran. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya anomali negatif artinya dominasi massa udara dari Utara. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Agustus 2016.

(4)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

4 Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Agustus 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.5 ºC, sehingga potensi penguapan masih cukup tinggi khususnya wilayah perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Barat. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +1.5 hingga +2.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Agustus 2016. Masih hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Agustus 2016 dibandingkan faktor lainnya . Fluktuatifnya suhu permukaan laut tidak lepas dari pengaruh posisi semu matahari (pemanasan dari atas) dan sirkulasi yang sedang berlangsung dalam Samudera (pemanasan dari dalam).

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Agustus 2016 (sumber: NOAA) Gangguan Tropis

Selama Agustus 2016 terdapat 10 aktifitas gangguan tropis di wilayah Samudera Pasifik Barat yaitu OMAIS (5-8 Agustus 2016), CONSON (8-14 Agustus 2016), CHANTHU (13-17 Agustus 2016), DIANMU (18-19 Agustus 2016), TEN (17–19 Agustus 2016), MINDULLE (17–22 Agustus 2016), LIONROCK (18-30 Agustus 2016), THIRTEEN (19-20 Agustus 2016), KOMPASU (18-21 Agustus 2016) dan 14W (23-25 Agustus 2016) Data dan jejak aktifitas gangguan tropis selama Agustus 2016 disajikan pada gambar di bawah.

Mayoritas Siklon tersebut tidak berdampak langsung terhadap cuaca Indonesia, karena posisinya yang cukup jauh dari Indonesia. Namun sering berdampak secara tidak langsung yaitu meningkatnya kecepatan angin di beberapa wilayah akibat tingginya gradien tekanan udara.

(5)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

5 Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Agustus 2016 di Jawa Timur umumnya mirip dengan bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 67 – 77%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi anomali positif 2 - 9 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi 9 - 14% dibandingkan dengan normal bulan Agustus, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Agustus 2016 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak dibanding wilayah Timur.

Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Agustus 2016 dan Anomalinya pada level 850 mb

(Sumber:ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Pada awal bulan Agustus 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya berawan dan terjadi hujan dengan intensitas ringan. Memasuki pertengahan bulan intensitas hujan meningkat dan kembali menurun pada akhir bulan. Pola angin dominan Tenggara - Selatan. Secara spasial daerah dataran rendah di bagian Tenggara hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan mayoritas terjadi pada malam - dini hari.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/ rata-rata bulan Agustus tentunya mayoritas berada pada kondisi atas normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal seluruhnya sedang berlangsung musim kemarau . Namun Agustus 2016 masih banyak terjadi hujan di Banyuwangi . Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu La Nina intensitas lemah, Dipole Mode negatif kuat, dan anomali suhu muka laut perairan Jawa.

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Agustus 2016 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptic selama bulan Agustus 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi (Utara - Barat). Angin terbanyak bertiup dari arah Timurlaut dan Selatan, dengan kecepatan 3 – 18 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan hingga sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada 30 Agustus 2016 dari arah Timurlaut dengan kecepatan 18 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 145.2 mm. Suhu tertinggi terjadi pada 28 Agustus 2016 sebesar 32.2 ºC dan suhu terendah terjadi pada 27 Agustus 2016 sebesar 21.0 ºC.

(6)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

6 Banyuwangi pada bulan Agustus 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Agustus 2016

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI

AGUSTUS 2016 NORMAL AGUSTUS [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 27.2 ºC 25.6 ºC 2 Temperatur maksimum 30.4 ºC 30.8 ºC 3 Temperatur minimum 23.9 ºC 20.5 ºC

4 Temp. maks. absolut 32.2 ºC 33.0 ºC

5 Temp. min. absolut 21.0 ºC 18.0 ºC

6 Tekanan rata-rata * 1011.7 mb 1011.9 mb

7 Kec. angin rata-rata * 2.4 kt 3.7 kt

8 Arah Angin terbanyak 160° 180°

9 Kelembaban rata-rata 76 % 77 %

10 Curah hujan 145.2 mm 48 mm

(7)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

(8)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

8 Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Agustus 2016 (Sumber: BMKG)

Penguapan selama Agustus 2016 mencapai 129.7 mm dengan rata-rata harian 4.2 mm, penguapan tertinggi 6.5 mm terjadi pada 30 Agustus 2016.

Penyinaran matahari rata-rata Agustus 2016 mencapai 84 %, minimal 10 % terjadi pada 11 Agustus 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III Agustus 2016.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1013.5 mb pada 1 0 A g u s t u s 2016 dan terendah 1010.5 mb pada 4 Agustus 2016.

Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Agustus 2016 adalah 7 6 % dengan RH tertinggi 90 % pada 14 Agustus 2016, dan RH terendah 66 % pada 22 Agustus 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Timurlaut dan Selatan, kecepatan angin dominan 3 - 8 knots.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Agustus 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama Agustus 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Agustus 2016 berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat , serta faktor interaksi dinamika atmosfer, sehingga pada bulan Agustus 2016 masih terjadi hujan.

(9)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

9 Curah hujan selama Agustus 2016 mencapai 91.5 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 78 %. RH tertinggi 89 % tanggal 12 Agustus 2016, RH terendah 77 % tanggal 2 2 A g u s t u s 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1012.6 mb, tertinggi 1014.3 mb dan terendah 1011.4 mb. Suhu rata–rata 28.1 °C dengan suhu maksimum absolut 32.4 °C terjadi pada 28 Agustus 2016. Suhu minimum absolut 19.0 °C pada 21 Agustus 2016. Arah angin bervariasi yaitu dari Timurlaut – Barat dan angin dominan bertiup dari Tenggara dengan kecepatan 3 – 25 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 48.0 % berkisar antara 3 - 7 knot. Kecepatan angin tertinggi 25 knots terjadi pada 11 Agustus 2016, dari arah Barat.

Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi Agustus 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)

(10)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

10 D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk

Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Agustus 2016 angin dominan dari arah Timurlaut - Tenggara pada siang-sore sedangkan malam hingga dini hari dominan Selatan - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 1.4 – 16.7 knots (2.6 – 31 Km/Jam). Suhu berkisar antara 23.1 – 30.9 °C, Kelembaban Udara Relatif 63.9 – 99 %, dan tekanan udara berkisar 1007.1 – 1013.8 mb. Kondisi cuaca umumnya Berawan dan hujan ringan - sedang. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :

(11)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

11 E. Analisis Hujan Agustus 2016 Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan data curah hujan bulan Agustus 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut

.

Curah hujan tertinggi 506 mm terjadi di Cluring dengan 9 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 0 mm terjadi di Bajulmati (tidak ada hujan).

Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Agustus 2016 dan Sifat Hujan Agustus 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Agustus 2016 mengalami curah hujan bervariasi 0 - 506 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Atas Normal, hanya sebagian kecil wilayah (Wongsorejo bagian Utara) yang sifat hujannya Bawah Normal (dibawah kondisi rata-ratanya).

Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Agustus 2016. Tingginya curah hujan pada mayoritas wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh suhu muka laut perairan Jawa Timur yang cukup hangat sebagai pemicu utama selain interaksi faktor laut-atmosfer lainnya selama Agustus 2016.

(12)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

12 F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Agustus 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Agustus 2016 mengalami peningkatan hujan sehingga mayoritas wilayah masih mengalami hujan. Hingga update terakhir maksimal 11-20 hari tanpa hujan berturut-turut yang terjadi di wilayah Banyuwangi yaitu Kecamatan Wongsorejo dan Siliragung. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa bulan Agustus 2016 curah hujan di Banyuwangi lebih tinggi dibanding rata-ratanya akibat suhu muka laut perairan Jawa Timur yang masih hangat sehingga uap air sangat tersedia untuk pertumbuhan awan.

(13)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

13 II. PROSPEK CUACA BULAN SEPTEMBER 2016

A. Prediksi Dinamika Atmosfer September 2016

Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode La Nina lemah yang terpantau mulai Juli 2016 akan masih berlangsung hingga September 2016, sehingga ada sedikit penambahan curah hujan Indonesia akibat dampak fenomena di Samudera Pasifik. Memasuki Oktober hingga November 2016 diprediksi La Nina menghilang dan muncul lagi pada Desember 2016 dalam intensitas lemah yang tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada periode tersebut. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi negatif kuat hingga Nopember 2016, mengindikasikan adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat.

Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia September – November 2016 umumnya perairan Indonesia dan sekitarnya diprediksi tetap hangat (Anomali Positif) dimana perairan selatan Indonesia diprediksi lebih hangat. Bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 terjadi peluruhan SST dimulai dari perairan Sumatera bagian Barat sampai Maluku mendekati normal. Terjadi pendinginan SST dimulai dari Laut China Selatan dan meluas pada Januari 2017. Pola anomali SST kondisi La Nina mulai hilang di bulan Oktober 2016.

Madden Jullian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan September 2016 diprediksi berada pada fase 1 hingga 3 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan September 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rata-ratanya.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan September masih didominasi terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU) seiring pergerakan semu matahari menuju Ekuator, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai stabil dan akan berdampak berkurangnya hujan di wilayah berpola hujan monsunal. Hal ini juga didukung oleh mulai aktifnya Siklon Tropis di BBU.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan September musim kemaraunya akan meluas, namun akibat La Nina lemah, indeks Dipole negatif kuat dan hangatnya suhu muka laut perairan selatan Jawa maka diprediksi akumulasi curah hujan bulanan masih diatas kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah yang hujannya sama dengan kondisi normalnya.

(14)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

14 Gambar 14. Prediksi La Nina, anomali SPL, MJO dan anomali OLR

(15)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

15 B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan September – Oktober

2016

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan September 2016 hingga Nopember 2016 diprakirakan sebagai berikut:

September 2016

Curah Hujan berkisar 0 – 300 mm Sifat Hujan : Atas Normal Oktober 2016

(16)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

16 Nopember 2016

Curah Hujan berkisar 100 – 400 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan

September, Oktober dan Nopember 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG)

C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir September 2016

Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan September 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah karena memasuki bulan September 2016 sebagian besar wilayah telah berada pada musim kemarau meskipun masih diwarnai dengan kejadian hujan yang tidak merata.

(17)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

17 III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI SEPTEMBER 2016

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan September 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :

IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Agustus 2016 (Sumber:BMKG)

Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Agustus 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).

Tanggal Matahari Terbit

(WIB) Matahari Terbenam (WIB) Tanggal Matahari Terbit (WIB) Matahari Terbenam (WIB) 1 5:23:57 17:21:09 16 5:15:32 17:19:15 2 5:23:25 17:21:02 17 5:14:58 17:19:07 3 5:22:52 17:20:55 18 5:14:23 17:18:59 4 5:22:20 17:20:48 19 5:13:48 17:18:51 5 5:21:47 17:20:41 20 5:13:13 17:18:43 6 5:21:14 17:20:34 21 5:12:39 17:18:35 7 5:20:41 17:20:26 22 5:12:04 17:18:27 8 5:20:07 17:20:19 23 5:11:29 17:18:20 9 5:19:33 17:20:11 24 5:10:55 17:18:12 10 5:18:59 17:20:03 25 5:10:21 17:18:05 11 5:18:25 17:19:55 26 5:09:46 17:17:58 12 5:17:51 17:19:47 27 5:09:12 17:17:51 13 5:17:16 17:19:39 28 5:08:39 17:17:45 14 5:16:42 17:19:31 29 5:08:05 17:17:38 15 5:16:07 17:19:23 30 5:07:32 17:17:32 September 2016 September 2016

(18)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

18 V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM AGUSTUS 2016

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Agustus 2016 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam - Rogojampi, Barat, 46 Km/ jam, 11 Agustus 2016

Suhu udara > 35˚ C Tidak Ada

Suhu udara < 15˚ C Tidak Ada

Kelembaban udara < 30 % Tidak Ada

Curah Hujan > 100 mm / hari

- Licin, 131 mm, 15 Agustus 2016 - Jambu, 146 mm, 15 Agustus 2016 - Cluring, 250 mm, 24 Agustus 2016 - Rogojampi, 117 mm, 14 Agustus 2016 - Bayulor, 117 mm, 13 Agustus 2016 - Alasmalang, 128 mm, 14 Agustus 2016

- Songgon, 105 & 137 mm, 16 & 17 Agustus 2016 - Turus, 115 mm, 14 Agustus 2016

- Gambor, 120 mm, 14 Agustus 2016 - Blambangan, 118 mm, 12 Agustus 2016

Tanah Longsor Tidak Ada

Banjir Tidak Ada

Puting beliung / Waterspout Tidak Ada DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

(19)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

19 Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :

(20)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi September 2016

20 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20

c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya

Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI

Gambar

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di  sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 28 Agustus 2016 (Sumber : BoM)
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal September 2016 (Sumber : BoM)  Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Agustus 2016 lapisan 850 mb   (sumber: ESRL NOAA)
Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Agustus 2016, (Sumber: UNISYS)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batok kelapa dengan nilai kalor dan fire power yang lebih besar dibanding tongkol jagung dan limbah kayu, memberikan pasokan termal lebih besar dan akan

Fungsi diatas merupakan pilihan yang ada pada mode penyiraman tanaman 2 yang berada pada sisi kanan.Void pot2() { untuk mendefinisikan variable pot 2 atau

Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu dalam satu

Dan dalam Pasal 4 KHI Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan

Kesalahan dari segi tata tulis/ejaan yang masih terdapat dalam surat undangan yang disusun oleh organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang

Dalam penelitian ini model prakriraan debit masa depan yang digunakan adalah model diskrit Markov serta model korelasi spasial hujan dan debit (model kontinu),