• Tidak ada hasil yang ditemukan

berjuang untuk mendapatkan hidupnya kembali. Lalu Tinah menjelaskan karena dia memakai entrok atau BH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "berjuang untuk mendapatkan hidupnya kembali. Lalu Tinah menjelaskan karena dia memakai entrok atau BH."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN I:

SINOPSIS ENTROK

Marni dan Rahayu, dua generasi yang tak pernah bisa mengerti tentang kehidupan ini, akhirnya menyadari ada satu titik singgung dalam hidup mereka. Keduanya sama-sama korban orang yang punya kuasa, sama-sama melawan senjata dan akhirnya kalah. Kehidupan Marni sudah tidak punya jiwa lagi. Marni mengalami gangguan kejiwaan sedangkan Rahayu selama lima tahun harus berjuang untuk mendapatkan hidupnya kembali.

Marni dilahirkan saat jaman perang di desa Singget. Ini diketahuinya dari cerita Simboknya. Dia sendiri tak pernah melihat itu semua. Yang dia tahu, tiba-tiba ada yang berbeda di dadanya. Lama-kelamaan Marni merasa tidak nyaman dengan dadanya. Jika dia lari kedua gumpalan yang ada di dadanya terguncang-guncang. Dia heran melihat Tinah, anak pamannya yang dadanya terlihat kencang. Lalu Tinah menjelaskan karena dia memakai entrok atau BH.

Marni berharap dia akan memiliki entrok tersebut. Lalu ia meminta kepada ibunya, tetapi ibunya tidak tahu apa itu entrok. Ibunya juga tidak memilikinya. Untuk membeli entrok ibunya juga tidak pernah mempunyai uang. Demi untuk mendapatkan entrok akhirnya Marni ikut ibunya bekerja mengupas ubi di pasar Ngranget. Hanya Nyai Dimah yang mau menawarkan mereka bekerja. Sebagai upahnya mereka mendapatkan ubi. Pekerja wanita tidak mendapatkan duit sebagai upah sedangkan pekerja pria diupah dengan duit.

(2)

Setelah haid, benjolan di dada Marni semakin membesar dan mengencang. Hasratnya untuk memiliki entrok semakin besar pula. Marni berpikir jika dia bekerja mengupas ubi tentu tidak akan pernah mendapatkan uang dan dia tidak akan pernah dapat membeli entrok. Akhirnya ia memutuskan bekerja seperti yang dilakukan oleh kaum pria. Ia bekerja sebagai kuli angkat barang. Dia membuat suatu perubahan besar dalam tatanan masyarakatnya bahwa perempuan juga bisa mengerjakan pekerjaan kaum lelaki.

Marni bekerja sebagai kuli angkat barang. Setelah beberapa lama bekerja, Marni memiliki uang. Dengan uang tersebut dia membeli sebuah entrok. Dia gembira bukan kepalang karena impiannya selama ini sudah tercapai. Bahkan di malam hari dia bermimpi bahwa dia memiliki entrok bermacam-macam.

Keinginan muncul ketika Marni melihat tabungannya sudah banyak. Ia ingin bakulan (jualan) tetapi tidak di pasar, melainkan jualan keliling kampung. Ia membelanjakan sebagain uangnya dan dia mulai berjualan. Setiap hari dia berangkat bersama ibunya ke Pasar Ngranget membeli barang dagangan, lalu pulang dan mampir ke setiap rumah yang ada di sepanjang jalan dan di seluruh desa Singget.

Teja yang bekerja sebagai kuli panggul ingin melamarnya. Marni juga merasa dia mencintai Teja. Lalu mereka menikah. Setelah menikah Teja tidak lagi bekerja sebagai kuli panggul di pasar Ngranget, tetapi dia setiap hari membawa barang jualan menemani Marni. Jadi, barang jualan mereka menjadi lebih banyak dibanding ketika Marni masih berjualan sendiri. Tempat yang mereka kelilingi juga semakin banyak. Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan yang diperoleh

(3)

dan juga tidak pernah meminta. Harga barang yang dijual juga dia tidak tahu, yang dia tahu hanya mengangkat goni yang berisi barang jualan di pundak. Yang penting bagi Teja, bisa membali tembakau linting setiap hari.

Komandan tentara itu datang menagih uang setoran keamanan. Biar usaha Marni tidak ada yang mengganggu. Setiap dua minggu sekali tentara ini akan datang ke rumah Marni dan Marni harus menyediakan uang buat mereka. Saat itu Marni sudah berprofesi sebagai rentenir. Dia meminjamkan uang kepada warga yang membutuhkan dengan bunga pinjaman 10%.

Hari demi hari kehidupan Marni semakin meningkat. Rahayu, anak mereka sudah berusia sepuluh tahun ketika para tentara itu pertama kali datang ke rumah Marni. Rahayu iri kepada para tentara itu. Setiap kali datang, ibunya selalu memberi mereka uang. Selama dua puluh tahun Rahayu selalu mendengar ibunya bercerita tentang sulitnya mencari uang. Tentang cerita jaman dahulu, saat dia berjalan kaki ke pasar Ngranget, hidupnya yang melarat, sampai-sampai tidak bisa beli BH. Ibunya selalu mengulangi cerita itu disertai keinginan agar anaknya bisa sekolah, biar bisa jadi pegawai. Ibunya tidak peduli, dia harus mencari uang dengan susah payah agar anaknya, Rahayu bisa sekolah yang tinggi.

Rahayu tidak mengerti melihat ibunya masih tekun mengurusi uang recehan yang dikumpulkannya setiap hari. Rahayu juga tidak mengerti tentang ibunya yang tetap percaya kepada arwah leluhur dan memberi makan leluhurnya setiap hari kelahiran ibunya. Ibunya percaya bahwa Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa yang memberi mereka rezeki.

(4)

Marni, perempuan Jawa buta huruf yang masih memuja leluhur. Melalui sesajen dia menemukan dewa-dewanya, memanjatkan harapannya. Tidak pernah dia mengenal Tuhan. Dia mempertahankan hidup dengan caranya sendiri. Menukar keringat dengan sepeser demi sepeser uang. Dia merasa tidak bersalah karena dia tidak mencuri, menipu, atau membunuh.

Tanggal 5 Juli 1970 adalah pemilu pertama setelah peristiwa G-30-S PKI. Rahayu belum mengerti benar tentang pemilu. Semua orang dianjurkan untuk memilih. Tetapi orang tua Rahayu lebih tertarik kepada uang recehannya daripada ikut pemilu. Pada hari itu mereka pergi berjualan, namun mereka disuruh oleh petugas ke balai desa, tempat pemilu diselenggarakan. Mereka berjualan di situ. Kemudian datang tentara dengan berpakaian seragam, mereka minta uang keamanan kepada Marni.

Tahun 1975, Rahayu sudah kelas enam SD. Rumah gubuk mereka sudah diubah menjadi rumah bata. Rumahnya tidak terlalu besar, satu ruang tamu, satu kamar tidur, dan satu bagian dapur. Lantainya masih tanah. Orang-orang yang berseragam loreng itu kembali mendatangi rumah Marni. Rahayu mengenali mereka. Merekalah yang mengambil panci dan wajan ibunya, saat mereka berjualan di Balai desa. Para tentara itu meminta uang keamanan kepada Marni, karena mereka tahu Marni membungakan uang.

Tahun 1977 akan diadakan Pemilu lagi. Pak RT datang ke rumah Marni meminta sumbangan untuk partai pemerintah. Walaupun Marni mengatakan dia tidak punya uang, namun Pak RT tetap memaksa. Seperti biasa, Pak RT mengatakan bahwa ini adalah partai pemerintah, sambil menunjukkan map warna

(5)

kuning. Semua warga haus memenangkan partasi tersebut, yang tidak mendukung partai ini berarti orang PKI. Mau tidak mau Marni harus menyumbang. Pencoblosan dilakukan pada tanggal 2 Mei 1977. Seperti lima tahun yang lalu, partai berwarna kuning ini menang.

Memasuki tahun 1980, listrik sudah mulai masuk ke desa Singget. Pak Lurah membeli Televisi. Marni juga terbius dengan kotak bergambar itu. Dia pergi ke Pasar Gede Madiun untuk membali TV. Hanya Koh Cayadi pemilik toko Cahaya yang menjual TV karena Televisi dianggap barang mewah yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang tertentu.koh Cayadi tahu bahwa yang membeli TV bukan orang sembarangan, maka dia melayani mereka dengan sangat ramah. Marni dilayani Koh Cayadi dengan baik. Mereka bercerita panjang lebar tentang keluarga, usaha, sampai kepada kepercayaan mereka kepada leluhur yang ikut membantu kelancaran usaha. Ternyata Koh Cayadi seorang menganut leluhur juga. Dia menawarkan kepada Marni untuk ikut berjiarah ke Gunung Kawi dan Marni menyetujuinya.

Kepulangan Marni diantar oleh orang-orang Cina menjadi pembicaraan orang-orang Singget. Apalagi Marni pulang setelah Jumat Legi. Sudah sejak dulu orang-orang Tionghoa suka ke Gunung Kawi setiap Jumat Legi untuk mencari pesugihan. Orang-orang Singget juga menuduh Marni mencari pesugihan. Di sekolah Rahayu mendapat olok-olok baru, tidak hanya anak lintah darat tetapi juga anak tuyul. Mereka membicarakannya di mana-mana, tetapi pada malam hari tetap menonton TV di rumah Rahayu.

(6)

Marni membeli kenderaan roda empat. Dari hasil panen tebu dan cicilan piutang orang, akhirnya dia bisa membeli mobil pikap bekas. Marni berniat minta bantuan Koh Cayadi. Namun, ketika dia datang ke rumah Koh Cayadi, di sana ada beberapa orang tentara. Mereka melarang Marni masuk. Dari Ellen, Marni mengetahui bahwa Koh Cayadi sering pergi secara diam-diam ke Kelenteng dan memberi sumbangan. Padahal, Kelenteng itu sudah ditutup sejak terjadi pemberontakan PKI.

Pada kampanye putaran teakhir, pak Lurah datang ke rumah Marni. Dia mau meminjam pikap Marni untuk arak-arakan ke kabupaten. Tetapi naas bagi Marni, mobilnya tabrakan dan jatuh ke sungai. Bejo, supir Marni meninggal dunia. Mobil Marni ditahan di kantor polisi. Untuk mengeluarkannya, dia harus membayar denda karena mobilnya sudah mencelakakan orang lain.

Kematian Bejo dianggap sebagai tumbal pesugihan. Marni tidak berdaya dituduh seperti itu. Seberat-berat musibah yang dialaminya Marni tetap percaya bahwa Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa akan menolongnya. Dia berdoa suapaya diberi ketenangan dan kemudahan rezeki agar bisa menyrkolahkan anaknya setinggi-tingginya untuk menebus penyesalan dirinya yang menjadi orang bodoh dan tidak kenal huruf. Rahayu memilih kuliah di Jogja. Sejak kepergian Rahayu, Marni merasa kesepian. Apalagi Teja sering tidak pulang karena selingkuh. Marni diam saja mendengar cerita tentang Teja, yang penting Teja tidak menikah lagi.

Tahun 1983, Mali anak Pak Tikno ditemukan mati di kali. Salah satu peronda mengatakan Mali bunuh diri akibat kesusahan. Namun, beberapa hari kemudian, ditemukan lagi mayat di pasar Ngranget. Tubuh yang penuh dengan

(7)

gambar tato berlumuran darah, kepalanya seperti dipukul batu besar. Orang tersebut adalah pereman Pasar. Ketika Rahayu pulang dari Jogja, dia juga mengatakan banyak mayat-mayat yang bergelimpangan.

Sudah setahun Rahayu tidak pulang ke kampungnya. Setelah kuliah dua tahun, dia tidak tertarik lagi dengan kuliahnya. Dia sibuk berorganisasi dan pengajian kampus. Saat candi Borobudur dibom bulan Januari 1985. Rahayu dan teman-temannya sedang melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat. Mereka melatih guru-guru ngaji. Para tentara yang menyelidiki kasus pemboman ini, curiga kepada Rahayu dan teman-temannya karena mereka tidak melaporkan kegiatan mereka. Akhirnya mereka dibawah ke markas. Setelah terbukti tidak bersalah mereka dibebaskan.

Amri adalah dosen Fakultas Hukum. Dia sudah beristri dan punya anak. Sekarang dia kehilangan pekerjaannya. Amri ingin menikahi Rahayu. Rahayu menerima lamaran Amri. Marni kecewa pada Rahayu karena dia akan jadi istri kedua. Perbedaan pendapat ini membuat hubungan Marni dan Rahayu semakin renggang. Marni sebenarnya keberatan, dia ingin mengadakan pesta besar-besaran, tetapi Rahayu melarang.

Dua hari setelah pernikahan, Rahayu pergi. Marni sudah tidak punya keinginan lagi menahan mereka. Hatinya belum ikhlas menerima pernikahan itu. Biarlah dia tidak melihat Rahayu, agar dia tidak terus-terusan menyesali kebodohan anaknya itu. Anak yang selalu didoakan supaya bisa sekolah tinggi-tinggi, bisa menjunjung martabat orangtua, malah berbuat seenaknya sendiri. Dia ingin anaknya menjadi insinyur dan bekerja di pabrik gula, justru menjadi gundik.

(8)

Koh Cayadi datang ke rumah Marni untuk bersembunyi. Dia menjadi buronan polisi karena dia adalah salah satu penyumbang untuk kegiatan partai komunis. Marni ikut dibawa ke markas karena menyembunyikan Koh Cayadi. Marni dituduh sebagai antek PKI juga. Marni menjelaskan bahwa dia tidak tahu apa-apa, koh cayadi hanya menumpang tidur di rumahnya saja. Ternyata komandannya adalah Sumadi yang dulu sering datang ke rumah Marni menagih uang keamanan. Seperti biasanya, Sumadi menawarkan jasa kepada Marni dengan imbalan satu hektar kebun tebu.

Pada peringatan seratus hari wafatnya Teja, datanglah seorang perempuan dengan seorang anak ke rumah Marni mengaku sebagai istri Teja dan anaknya. Mereka meminta harta warisan supaya dibagi dua. Untuk menyelesaikan masalah ini Marni minta bantuan kepada Pak Lurah, tetapi keputusannya Marni harus membagi setengah dari hartanya. Marni keberatan. Dia minta bantuan kepada Komandan Sumadi. Sumadi meminta seperempat dari harta Marni. Marni menyerah, daripada dia harus kehilangan setengah hartanya. Sekali lagi Marni menjadi korban orang-orang bersenjata.

Suatu hari datang seorang Kyai dari desa sebelah meminta bantuan kepada Kyai Hasbi. Mereka akan diusir dari desa mereka karena akan dibangun sebuah waduk. Kyai Hasbi menugaskan Rahayu dan Amri untuk mengatasi masalah itu. Para penduduk tetap bertahan, namun baku hantam tidak dapat dihindarkan. Amri gugur dalam pertempuran itu, Kyai Hasbi mengajak Rahayu pulang ke pondok dan menawarkan diri untuk menikahi Rahayu menjadi istri keempat. Namun, Rahayu menolak. Bersama beberapa warga yang lain, mereka tetap bertahan.

(9)

Akhirnya Rahayu dan orang-orang itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara karena dianggap sebagai pemberontak.

Maret 1990, pabrik gula Purwadadi sudah bangrut. orang-orang Singget tidak lagi mau membeli gula buatan pabrik tersebut. Mereka lebih memilih gula dari Pasar Gede. Akibatnya, Marni tidak mendapatkan uang lagi dari kebunnya. Penderitaan lainnya juga yang dialami Marni adalah masyarakat sudah tidak mau lagi meminjam uang kepadanya, karena sistem perbankan sudah mulai memasuki desa Singget. Bank tersebut meminjamkan uang dengan suku bunga delapan persen dan dapat dicicil setiap minggu. Walaupun Marni menawarkan kepada warga suku bunganya sama dengan bank, namun orang tidak mau juga meminjam kepada Marni. Walhasil, Marni menyerah pada nasib dan dia mulai gulung tikar.

Rahayu pulang ke kampungnya setelah keluar dari penjara. Dia disambut gembira oleh ibunya. Ibunya sudah melupakan semua pertengkaran diantara mereka. Marni merasa seolah-olah hidupnya gairah kembali. Rahayu juga sudah mencairkan segala perbedaan pandangan yang terjadi diantara mereka selama ini. Dia menurut saja, ketika ibunya mau mengawinkan dia.

Semua persiapan untuk pernikahan Rahayu hampir selesai. Pelaminan dan teratak sudah berdiri di depan rumah Marni. Surat pernikahan juga sudah diurus, tinggal menunggu siapnya saja. Tiba-tiba seseorang berteriak mengatakan bahwa pernikahan Rahayu tidak bisa diselenggarakan karena Rahayu orang terlibat. KTPnya berbeda dengan KTP ibunya. Pihak lelaki tidak mau mencari masalah dengan menikahi Rahayu. Marni pingsan mendengar berita tersebut. Akhirnya dia

(10)

menjadi seperti orang linglung. Semua harapannya hancur. Dia hanya bisa menyesali nasibnya. Hukum karma telah berlaku atas dirinya.

(11)

SINOPSIS 86

Arimbi bekerja sebagai juru ketik di kantor pengadilan di Jakarta. Dia hidup hanya dari hasil gajinya saja yang diterimanya setiap bulan. Dengan gaji yang pas-pasan, dia hanya bisa mengontrak sebuah kamar kos yang terletak di daerah kumuh.

Arimbi alumni sebuah kampus swasta di Solo. Dulu ketika dia kuliah, dia juga menyewa sebuah kamar kos yang murah. Orangtuanya hanya mempunyai sepetak kebun jeruk yang dipanen setahun sekali. Nasib Arimbi beruntung bisa menjadi PNS tanpa memakai uang sogok. Sudah empat tahun Arimbi bekerja di sana. Sebagai juru ketik, dia hanya mengerjakan pekerjaan apa yang diperintahkan oleh atasannya. Tugas Arimbi adalah mengetik putusan perkara yang dibuat oleh hakim dan sesekali menghadiri acara persidangan. Arimbi bekerja atas perintah Bu Danti. Tugas Arimbi tidaklah sulit, dia hanya mengetik berkas yang ditandai dengan kata “segera” oleh Bu Danti. Dia bekerja sesuai dengan urutan yang sudah diatur oleh Bu Danti.

seseorang yang mengantarkan AC ke kamar kos Arimbi. Hari sabtu dan minggu Arimbi tidak masuk kantor. Bu Danti mengatakan itu hadiah dari seseorang karena Arimbi sudah menolongnya mengetikkan putusan hakim. Arimbi bingung, namun dia senang menerimanya.

Arimbi pulang ke kampungnya di Ponorogo hanya sekali dalam setahun, ketika Idul Fitri. Dia akan pulang malam lebaran karena tidak dapat tiket, padahal dia sudah memesan sebulan yang lalu. Itu pun dengan harga yang tinggi, Arimbi

(12)

bertemu dengan Hari, teman sekantornya yang juga akan pulang kampung ke Kediri.

Di hari berikutnya, Arimbi berjalan-jalan menyusuri kampungnya. Dia berhenti di pinggir sungai dan bertemu dengan Narno, temannya waktu SMP. Mereka bercerita banyak. Sebelumnya Narno bekerja di Surabaya, setelah di PHK, dia kembali ke kampungnya dan sekarang bekerja mengolah sawah pak Lurah. Mereka membicarakan Widodo, teman mereka waktu SD, dia sudah jadi pamong desa setelah membayar empat puluh juta.

Arimbi masih tidak percaya dengan yang didengarnya dari Narno. Tetapi perkataan Narno semakin nyata, ketika Pak Lurah datang ke rumahnya. Pak Lurah ingin supaya anaknya yang sarjana hukum bisa bekerja di kantornya Arimbi. Pak Lurah minta tolong agar Arimbi mencarikan orang yang bisa mengurus anaknya jadi pegawai negeri. Dia sudah menyiapkan uang seratus juta.

Hari pertama bekerja setelah libur panjang selama lebaran, Arimbi mengerjakan beberapa perkara yang sudah ditandai oleh Bu Danti. Ada beberapa perkara yang sudah diputus beberapa tahun yang lalu. Arimbi mencari berkas perkara yang diputus bulan Januari 2003. Untung berkasnya belum dimakan rayap. Arimbi bingung, mengapa putusan yang lama-lama tidak ada yang meminta. Arini temannya menimpali, katanya karena belum ada yang membutuhkan.

Arimbi lalu menceritakan hal AC tersebut kepada temannya Anisa. Anisa tertawa dan mengatakan Arimbi beruntung karena baru empat tahun bekerja sudah dapat AC. Padahal, Anisa dulu hanya dapat kompor. Arimbi tertegun mendengar

(13)

cerita Anisa. Lalu Anisa menceritakan semua “permainan” yang ada di kantor pengadilan itu. “Permainan” di ruang pengadilan dikendalikan oleh Bu Danti, yang berugas sebagai panitera pengadilan. Ia banyak bermain dengan hakim dan pengacara. Bu Danti juga menjadi makelar kasus. Menghubungkan kepentingan terdakwa, pengacara, dan hakim. Bu Danti bisa menyambungkan kepentingan terdakwa untuk menang, lewat pengacara mereka, dan mengabsahkannya lewat keputusan hakim.

Permainan kecil Bu Danti inilah yang awalnya ditawarkan pada Arimbi. Setiap Bu Danti dapat pesanan hasil putusan hakim dari pengacara, ia menyuruh Arimbi mengetik. Permainan yang Arimbi mainkan ini pun tidak dicela oleh keluarganya. Arimbi mengirim uang untuk ayahnya lebih besar dari biasanya. Arimbi mengatakan dapat uang tambahan. Ayah Arimbi di kampung memahami permainan tersebut sudah seperti yang semestinya. Perbuatan itu sudah sering dilakukan orang.

Arimbi menabung uang yang didapatnya dari pengacara yang memesan putusan perkara kepadanya. Arimbi sudah punya banyak uang, Arimbi pindah dari kamar kontrakan ke kos-kosan model apartemen. Di tempat kosnya yang baru, Arimbi harus mengeluarkan biaya tujuh ratus lima puluh ribu sebulan, Arimbi memakai uang tabungan dari hasil pemberian itu. Sekarang Arimbi tidak perlu memikirkan bagaimana untuk memenuhi kebutuhannya sebulan dengan uang gaji yang diterimanya.

Di tempat kosnya yang baru, Arimbi bertemu Ananta. Semula, Arimbi hanya bersikap tidak acuh kepada Ananta. Namun, karena Ananta orangnya luwes

(14)

dan enak diajak berbicara, akhinya hubungan mereka menjadi lebih dekat. Arimbi yang selama ini tidak pernah berpacaran, merasa tersanjung dengan kehadiran Ananta. Ananda bekerja sebagai petugas survei di perusahaan pemberi kredit motor. Ananta banyak berceirita tentang tingkah nasabah yang sering main kucing-kucingan dengannya.

Arimbi juga menceritakan tentang “permainan” di kantornya. Ananta tidak terkejut, bahkan dia mendukung Arimbi. Dikatakannya bahwa bapaknya dulu juga sering melakukan hal sama. Bapak Ananta bekerja sebagai kurir di kantor pertanahan. Bapaknya juga sering mendapat uang dari orang-orang yang mengurus sertifikat tanah. Tugas bapaknya adalah menghubungkan orang yang mau mengurus sertifikat tanah dengan pejabat berwenang. Jika urusannya sudah beres, maka bapak Ananta akan mendapat komisi. Ananta memandang justru dari kemakelarannya tersebut, bapaknya bisa menghidupi keluarga, bukan dari gaji resmi. Dengan demikian, Ananta memandang kemakelaran bapaknya itu sebagai sesuatu yang baik dan sudah bersifat umum. Semua orang sudah maklum. Jadi, tidak perlu dirisaukan lagi.

Arimbi dan Ananta merasa yakin bahwa mereka pasangan yang cocok. Mereka akan melangsungkan perkawinan. Mereka akan menikah di kampung Arimbi. Sebelum menikah, Ananta mengajak Arimbi bertemu dengan orang tuanya. Mereka pergi ke kampung Ananta di Klaten. Ananta mengajak Arimbi naik kereta api. Arimbi senang karena dia belum pernah naik kereta api. Ananta sengaja tidak membeli tiket. Saat kereta berhenti mereka naik dengan tergesah-gesah, berdesakan dengan penumpang lainnya untuk mencari tempat duduk.

(15)

Ananta menyusuri setiap gerbong. Namun, tidak ada tempat duduk yang tersisa. Akhirnya, Ananta dan Arimbi duduk di lantai di depan pintu kereta.

Permainan 86 juga terjadi di saat pernikahan Arimbi. Ananta lupa membuat surat menumpang nikah. Sesaat sebelum akad, Arimbi didatangi petugas KUA dan pamong desa. Pamong desa itu adalah Widodo, teman SD Arimbi. Arimbi teringat tentang cerita Narno bahwa Widodo menyogok empat puluh juta untuk bisa jadi pamong. Widodo meminta Arimbi menunjukkan surat menumpang nikah Ananta. Ternyata surat tersebut tidak ada. Namun, si pamong memberi jalan keluar bahwa dengan menambah biaya satu kali lipat, surat menumpang nikah sudah bisa dihadirkan. Arimbi membayar dan urusan pun beres. Pernikahan bisa dilangsungkan.

Setelah menikah, Arimbi dan Ananta tinggal di kamar Arimbi. Ananta yang bekerja sebagai petugas survei memiliki penghasilan yang tidak seberapa. Ananta juga harus menyisihkan sebagian uangnya setiap bulan untuk orang tuanya. Ananta dan Arimbi berniat untuk pindah dari kamar itu karena terlalu sempit untuk berdua.

Sebuah SMS dari Bu Danti masuk menjelang tengah malam. Bu Danti sebagai panitera pengadilan, menyuruh Arimbi menemui penghubung dan pengacara terdakwa di sebuah restoran. Arimbi segera datang ke restoran tersebut, lalu dia berbicara dengan pengacara dan penghubung, yaitu Sasmita dan Rudi. Sasmita menyerahkan sebuah koper yang berisi uang dua milyar kepada Arimbi. Ternyata, mereka hendak menyogok tiga hakim untuk memenangkan perkara

(16)

kliennya. Bu Danti menghubungkan dengan tiga orang hakim pemutus perkara. Masing-masing hakim meminta lima ratus juta. Sisanya komisi untuk Bu Danti.

Arimbi langsung ke Tebet ke rumah Bu Danti. Bu Danti memberi Arimbi persenan lima puluh juta. Arimbi senang sekali dan merancang apa saja yang bisa dibeli dengan uang sebesar itu. Setelah sampai di rumah Bu Danti, Arimbi langsung menyerahkan koper itu kepada Bu Danti. Dia membuka koper itu dan menghitung uangnya. Kemudian dia memberikan komisi Arimbi.

Tiba-tiba, pintu diketuk, petugas KPK masuk ke rumah Bu Danti. Bu Danti gelagapan dan menyuruh pembantu menyembunyikan koper di kamarnya. Petugas KPK menggeledah seluruh ruangan rumah. Kamar pembantu juga digeledah dan ditemukan uang sogokan milyaran itu. Bu Danti sudah lama menjadi incaran KPK, tetapi baru kali ini mereka bisa menangkap tangan perbuatan Bu Danti. Sial bagi Arimbi, dia terjerat dalam masalah ini. Arimbi mengaku sebagai bawahan Bu Danti, dia ikut digeledah dan petugas menemukan sejumlah uang di dalam tasnya. Arimbi dan Bu Danti diseret ke tahanan.

Arimbi dan Bu Danti ditahan di sel polisi. Di sel ini mereka tidak banyak bicara. Keesokan harinya Bu Danti pindah ke ruang tahanan yang ber-AC. Arimbi meminta kepada Bu Danti agar dia juga ikut pindah. Bu Danti dengan tegas mengatakan, jika ingin pindah kamar harus punya uang. Bu Danti mengatakan delapan enam. Arimbi harus bersesak-sesak dengan sejumlah tahanan lain karena tidak punya uang.

Seorang pengacara yang kenal baik dengan Arimbi mengajukan diri selaku pembela Arimbi dengan cuma-cuma. Adrian nama pengacara itu. Motifnya, ingin

(17)

tenar karena membela tersangka koruptor. Adrian berharap akan banyak koruptor-koruptor berduit lain yang tertarik menggunakan jasanya sebagai pembela mereka nanti.

Dalam beberapa kali persidangan, Arimbi bertemu dengan Bu Danti. Mereka tidak saling menegur lagi. Arimbi merasa dia sengaja dijebak oleh Bu Danti dalam masalah ini. Bu Danti tidak merasa menjebak Arimbi. Dia hanya mau berbagi rejeki kepada Arimbi. Dalam pembelaannya Bu Danti selalu memojokkan Arimbi. Semua bukti terarah padanya. Arimbi takut, tetapi Adrian mengajari Arimbi cara menjawab. Arimbi merasa tenang didampingi oleh Adrian.

Pengacara Bu Danti mengajak kerjasama dengan Adrian. Mereka akan memberikan uang lima ratus juta kepada Adrian agar Arimbi mau mengubah kesaksiannya. Adrian menyampaikan tawaran itu kepada Arimbi. Demi uang, Arimbi rela untuk meniadakan keterlibatan Bu Danti dalam kasus tersebut. Arimbi menekan kemarahannya dan menerima tawaran Bu Danti.

Hari-hari berikutnya Arimbi harus menghadapi sidang sendirian. Dia didampingi oleh seorang pengacara dari bantuan negara. Hakim tipikor yang menangani kasus Bu Danti dan Arimbi tidak bisa disogok, berbeda dengan hakim yang ada di tempat kerja Arimbi. Akhirnya, Bu Danti divonis tujuh tahun, Arimbi empat setengah tahun.

Arimbi dan Bu Danti dibawa ke penjara perempuan di Jakarta Timur. Arimbi berkenalan dengan Tutik di penjara. Tutik adalah kepala kamar yang ditempati Arimbi. Tutik sudah tiga tahun di penjara. Dia masuk penjara karena dituduh menyerang majikannya. Dia menceritakan kepada Arimbi sebab dia

(18)

masuk penjara. Suami majikannya selingkuh dengan dirinya. Mereka tertangkap basah sedang berselingkuh. Istri majikannya marah besar kepadanya dan memukulnya dengan sapu bertubi-tubi. Untuk mempertahankan diri, akhirnya dia menusuk lengan majikannya yang perempuan. Dia divonis lima tahun penjara. Sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang pernah menjenguknya.

Walaupun di dalam penjara, tetapi Tutik masih bisa mengirim uang untuk anak dan orang tuanya di kampung. Semua dikumpulkan di penjara. Jatah dari sesama tahanan yang mendapat besukan, setoran dari tahanan yang punya banyak uang, juga berbagai pekerjaan yang dilakukan di penjara. Tutik juga bekerja sebagai pembantu Bu Danti untuk membersihkan kamar, menyetrika dan mencuci. Dia mendapat upah lima ratus ribu setiap bulan dari Bu Danti.

Bu Danti tinggal di ruangan atas. Tempat tidurnya besar dan empuk. Di kamarnya ada TV berwarna ukuran besar. Di ruangan itu juga ada dapur dengan kompor gas dan oven listrik. Kulkasnya dua pintu yang selalu penuh dengan makanan. Ruangan itu selalu dingin karena ada AC-nya. Kamr mandi ada di dalam ruangan itu. Kamar mandi itu baru dibuat begitu Bu Danti menempati ruangan itu. Kamar mandinya kecil tapi bagus dan serba otomatis.

suatu hari, Arimbi mendengar kabar bahwa ibunya masuk rumah sakit dan harus dioperasi karena penyakit ginjal. Ayahnya sudah menjual kebun jeruknya untuk biaya operasi, tetapi setiap seminggu sekali ibunya harus cuci darah. Setiap cuci darah memerlukan uang satu juta. Mereka membutuhkan uang empat juta setiap bulannya. Arimbi bingung dari mana mereka bisa mendapat uang sebanyak itu. Di penjara, dia tentu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tahu, Ananta dari dulu

(19)

penghasilannya kecil dan dia tidak pandai cari uang. Ananta hanya punya cinta saja.

Tutik melihat Arimbi sedih memikirkan hal itu. Lalu Tutik menghibur Arimbi dengan melakukan sesuatu terhadap tubuh Arimbi. Tutik berjanji akan meminjamkan uang kepada Arimbi. Arimbi tidak dapat menolak permintaan Tutik, selain dia kasihan kepada Tutik, sebenarnya dia juga butuh hiburan. Setelah kejadian ini, Arimbi dan Tutik kerap saling memuaskan diri tatkala tahanan lain sudah lelap tertidur.

Tutik yang memperkenalkan Arimbi kepada Cik Aling. Cik Aling adalah wanita tahanan lama yang memproduksi sabu-sabu di dalam penjara. Ia membayar sipir-sipir agar bahan-bahan tersebut bisa masuk. Dari penjara ini Cik Aling meracik dan mengedarkannya ke luar penjara. Cik Aling punya orang-orang yang bisa menjualnya. Tutik memanfaatkan Arimbi agar mau menerima tawaran Cik Aling. Imbalan yang didapat cukup untuk membayar pengobatan ibunya setiap bulan. Lalu Arimbi menawarkan pekerjaan ini kepada Ananta suaminya. Ananta hanya mengantarkan pesanan saja ke hotel-hotel yang dirujuk oleh Cik Aling.

Tutik juga bagian dari pengedar sabu-sabu dari dalam penjara. Bu Danti adalah salah satu pelanggan sabu-sabu Cik Aling yang ditawarkan oleh Tutik. Ternyata Bu Danti sudah lama memakainya. Arimbi tersenyum, dia tidak pernah membayangkan jika Bu Danti dari dulu sudah kecanduan obat terlarang tersebut.

Arimbi menyampaikan tawaran Cik Aling kepada Ananta untuk mencari pelanggan. Perlu waktu lama bagi Ananta untuk menawarkan barang tersebut.

(20)

Sampai suatu hari dia berkenalan dengan seorang pelajar STM yang bernama Dodi. Dari dodi, perjalanan ini dimulai sampai akhirnya Ananta mempunyai tujuh orang pelanggan yaitu teman sekolah Dodi. Dari pesanan ini, Ananta mendapat tambahan penghasilan sekitar lima juta enam ratus ribu tiap bulan.

Seorang sipir memanggil Arimbi pada Agustus 2007. Dia menjanjikan kepada Arimbi untuk bebas dini dengan persayaratan Arimbi harus membayar lima belas juta. Arimbi lalu menceritakan ini kepada Ananta. Lalu Arimbi menyerahkan uang sebesar lima juta rupiah kepada sipir tersebut sebagai uang muka. Sisanya nanti kalau sudah urusannya beres. Kepada Tutik diceritakannya hal itu. Tutik menanggapi hal tersebut dengan sikap dingin. Kalau hal itu terjadi pada diri Tutik, dia lebih suka tidak dibebaskan. Karena dari penjara ini dia bisa menghasilkan uang. Sementara, jika dia keluar dari penjara, dia bingung dimana mau mencari pekerjaan.

Hari kebebasan itu tiba. Tepat di bulan Desember. Surat kebebasan Arimbi telah diserahkan kepala penjara. Namun, dia wajib melapor seminggu sekali, hingga dua tahun ke depan. Ia bersalaman dan berpelukan dengan semua orang yang dikenal. Tetapi tidak dengan Bu Danti. Saat berpapasan di lapangan, mereka tidak mau saling berpandangan.

Girang bercampur haru, saat Arimbi mengetahui bahwa dirinya hamil. Arimbi dan Ananta segera merencanakan masa depan untuk anak mereka. Segala yang mereka lakukan bukan lagi untuk dinikmati saat ini, tetapi untuk kesempurnaan hidup di masa depan. Mereka mulai mencari rumah yang layak untuk ditempati. Mereka sadar bahwa tidak mungkin bisa membeli rumah di

(21)

tengah kota. Akhirnya mereka mendapatkan perumahan di daerah Citayam, pinggiran kota Depok. Harganya seratus lima puluh juta, bisa dicicil selama lima belas tahun. Diawal mereka harus membayar lima puluh lima juta untuk uang muka, pengurusan surat-surat, pajak, dan biaya kredit.

Arimbi sudah masuk rumah baru, saat Ananta pergi meninggalkan Jakarta. Sudah sepuluh hari, Ananta belum juga kembali. Berbagai bayangan ketakutan berkelebat dalam pikiran Arimbi. Arimbi pergi mengunjungi Tutik di penjara, sekalian untuk mencari kabar tentang suaminya dari Cik Aling. Selain itu, dia mau mengucapkan terima kasih dan dia juga rindu dengan belaian Tutik. Tutik menghibur Arimbi, dia mengatakan tidak akan terjadi sesuatu terhadap Ananta.

Arimbi melahirkan bayinya setelah tiga hari kepulangan Ananta. Perempuan dengan kulit merah dan rambut tebal. Arimbi menangis tersedu-sedu saat perawat meletakkan bayi itu di dadanya. Dia lupa pada sakit yang dilaluinya hampir tiga jam. Hanya ada rasa haru, bahagia dan tidak percaya. Dielusnya bayi itu, ditelusurinya setiap sudut tubuhnya.

Setelah kelahiran anaknya, Arimbi mulai takut dengan penjara. Dia tidak mau lagi menjenguk Tutik. Tidak ada lagi rasa rindu. Arimbi ingin mendidik anaknya dengan baik. dia menyuruh Ananta berhenti untuk menjual sabu-sabu. Dengan modal yang sudah mereka kumpulkan, Arimbi membuka toko kecil-kecilan di depan rumahnya.

Arimbi mendapat kabar dari kampung bahwa ibunya meninggal dunia. Sejak ibunya meninggal, Arimbi selalu menelpon Bapaknya. Dia selalu mendengar pesan dari bapaknya. Segala pesan dari bapaknya membuat tekad

(22)

Arimbi semakin bulat untuk memberikan penghidupan yang baik kepada anaknya, makan dari uang yang didapat dengan cara yang benar, mulai hari ini dan untuk selamanya.

Suatu hari Ananta pulang agak cepat. Dia akan berangkat ke Surabaya karena Cik Aling banyak dapat orderan. Arimbi melarang Ananta pergi. Walaupun dia masih mau uang dari sabu-sabu, tetapi dia tetap menyimpan rasa takut. Ananta menenangkannya dengan mengatakan bahwa ini yang terakhir dia berjualan sabu-sabu. Dia berjanji, setelah ini dia tidak akan melakukannya lagi.

Arimbi menerima uang lima belas juta dari Ananta sebagai uang muka, nanti sisanya akan diberikan Cik Aling saat Ananta pulang. Arimbi selau gelisah saat Ananta pergi. Dalam segala kekhawatirannya tiba-tiba suara telpon berbunyi. Arimbi segera mengangkat telepon itu. Ternyata itu suara Tutik. Tutik sudah lama menunggu kesempatan ini tiba. Di saat Ananta keluar kota. Namun, Arimbi tidak mau menuruti kemauan Tutik untuk datang ke penjara. Dia mengatakan anaknya masih kecil, tidak bisa ditinggal karena tidak ada yang menjaga.

Uang dari Cik Aling mereka pergunakan untyuk membeli sebuah mobil kijang model lama yang bisa digunakan untuk mengangkat belanja bahan keperluan toko. Sisanya mereka belikan barang belanjaan, sehingga isi toko itu penuh. Arimbi tidak lagi menuntut supaya Ananta berhenti menjual sabu-sabu karena semuanya sudah berjalan dengan baik. sampai suatu hari Arimbi melihat gambar suaminya di televisi sedang digiring polisi. Suara di televisi menyebutnya sebagai pengedar. Arimbi merasakan seperti pukulan keras di kepalanya. Lalu

(23)

dadanya terasa sesak. Dia tidak bisa menangis. Semua ruang terasa gelap. Suara anaknya menyadarkannya.

Novel ditutup hanya dengan menampilkan tokoh Arimbi dengan anaknya yang akan pergi ke penjara untuk menemui suaminya. Pembaca bisa memprediksi bahwa uang Arimbi akan habis untuk menyogok kasus Ananta suapaya hukumannya bisa ringan. Akan terjadi lagi peristiwa di dalam penjara seperti yang dialami oleh Arimbi. Seperti lingkaran setan yang tidak berkesudahan.

(24)

SINOPSIS MARYAM

Maryam ingin pulang ke kampung halamannya, setelah lima tahun dia tidak pernah menginjakkan kakinya di kampung itu lagi. Keinginan ini tiba-tiba saja muncul dibenaknya. Setelah bercerai dengan Alam, Maryam tidak tahu harus pergi kemana, kecuali pulang ke kampungnya dan meminta maaf kepada kebua orang tuanya. Dia berharap orang tuanya mau menerimanya kembali, setelah menyakiti hati mereka karena menikah dengan orang yang tidak sefaham dengan ajaran mereka.

Ingatan-ingatan masa lalu muncul dalam benak Maryam, mulai dari saat ia bersekolah SMA dan akhirnya melanjutkan pendidikan ke Universitas Airlangga, Surabaya. Pertemuannya dengan Gamal dan perceraiannya dengan Alam. Semua itu tersaji dalam ingatan Maryam dengan utuh. Maryam yang terlahir sebagai seorang Ahmadi, sejak remaja telah memelihara ketakutan. Dia tdak mau mengalami kejadian seperti teman-temannya yang harus menanggung malu dan kesedihan karena menikah dengan orang yang berbeda keyakinan.

Itulah sebabnya Maryam tidak berani pacaran. Sampai lulus SMA tahun 1993, dia berangkat ke Surabaya. Dia diterima di Universitas Airlangga, Fakultas Ekonomi jurusan Akutansi. Maryam tinggal di rumah Pak dan Bu Zul. Mereka penganut Ahmadi juga. Pak Zul adalah teman ayah Maryam sampai SMP. Pak Zul merantau ke Surabaya dan bersekolah di sana.

Maryam kuliah dan tinggal jauh dari orang tuanya. Ia tinggal di Surabaya bersama Pak Zul dan Bu Zul. Perkenalan dengan pemuda Ahmadi bernama Gamal

(25)

membuat Maryam gembira, tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Sikap Gamal mulai berubah sejak Gamal pulang dari penelitian di Banten untuk menyelesaikan skripsinya. Gamal yang selama ini sangat patuh kepada orangtuanya, mulai berdebat. Gamal menuduh orangtuanya sesat. Gamal tentu juga meninggalkan Maryam.

Alam memberanikan diri menceritakan tentang latar belakang Maryam. Ibunya berteriak histeris, saat Alam mengatakan Marya seorang Ahmadi. Ibunya kecewa dan marah. Kedua orang tuanya menyuruh untuk meninggalkan Maryam. Setiap tidakan Alam selalu diperhatikan ibunya. Dia mau memastikan Alam sudah berpisah dengan Maryam. Alam kembali memujuk ibunya. Dia mengatakan bahwa Maryam tidak seperti penganut Ahmadi lainnya. Maryam selalu sholat bersamanya dan tidak menolak sholat di mesjid mana pun. Dia juga tidak pernah mengikuti pengajian-pengajian Ahmadi. Maryam hanya kebetulan saja terlahir dari keluarga Ahmadi. Alam mengatakan Maryam juga bersedia meninggalkan keyakinannya, jika mereka sudah menikah nanti.

Alam membujuk Maryam pelan-pelan. Memberi pengertian pada Maryam. Demi cinta mereka Maryam menyetujui permintaan Alam. Ayah Maryam sangat marah mendengar perkataan Maryam bahwa dia akan meninggalkan keyakinannya. Ayahnya memberi Maryam dua pilihan, menyuruh meninggalkan Alam atau menjadikan Alam seorang Ahmadi. Maryam menolak keduanya. Dia memilih pergi dari kehidupan orang tuanya dan menikah dengan Alam.

Maryam akhirnya menikah dengan Alam melalui seorang wali nikah. Pernikahan itu tidak direstui orang tua Maryam, karena Maryam memutuskan

(26)

untuk keluar dari ajaran Ahmadi dan mengikuti keyakinan Alam. Maryam meninggalkan semua keluarga dan saudaranya. Dia tidak pernah pulang ke Lombok. Dia tidak pernah menelepon dan mengirim surat. Orang tuanya pun demikian juga. Mereka menganggap anak perempuannya telah hilang. Mereka kecewa dan menyayangkan keputusan Maryam.

Pernikahan itu akhirnya kandas. Belum genap lima tahun menikah, mereka tidak dikaruniai anak. Maryam tidak tahan atas perlakuan mertuanya kepadanya. Maryam juga kecewa terhadap suaminya. Dia menganggap suaminya tidak tulus mencintainya. Maryam memilih bercerai dan dia kembali menyusuri kampung halamannya, menemui orang tuanya. Maryam benar-benar pulang.

Dia mengetuk pintu rumah tersebut. Pak Jamil, orang yang dulu bekerja pada ayahnya keluar menemui Maryam. Pak Jamil bercerita, hingga ia mengetahui kejadian buruk yang menimpa keluarganya saat ia meninggalkan mereka. orangtuanya diusir karena dianggap mereka sebagai orang-orang sesat. Ayahnya memilih pergi meninggalkan desa, daripada mereka dibakar hidup-hidup. Rasa bersalah menggelayuti hati Maryam. Ia lalu mencari keberadaan orang tuanya. Melalui ketua organisasi mereka, Zulkhair, Maryam mengetahui bahwa ayahnya tinggal di Gegarung. Zulakhir menceritakan bagaimana orang tua Maryam terusir dari kampungnya dan orang-orang Ahmadi lainnya yang berada di luar kampung Gerupuk.

Maryam menangis saat bertemu dengan ibunya. Ibunya juga terharu melihat Maryam. Mereka berdua menangis sambil berpelukan. Adiknya, Fatimah juga meneteskan air mata. Mereka sekeluarga larut dalam duka nestapa. Lalu

(27)

Maryam menceritakan semua yang menimpa dirinya. Orang tua Maryam tidak marah kepadanya, bahkan mereka mererima Maryam kembali dengan tangan terbuka. Maryam sangat bersyukur, ternyata keluarganya menerimanya dengan baik.

Maryam tidak mau kembali ke Jakarta. Dia juga meninggalkan pekerjaannya. Ayahnya menyusun sebuah rencana untuk membuat Maryam bahagia. Dia akan mencarikan jodoh buat anaknya. Agar anaknya tidak terlalu lama didera kesedihan. Ayahnya akan mencarikan seorang pemuda Ahmadi, biar hidup Maryam menjadi lebih tenang dan menjalani hidup dalam kepastian. Mereka memperkenalkan Umar kepada Maryam. Umar adalah anak Pak Ali dan Ibu Ali yang berasal dari Lombok.

Pak Khairuddin membuat persiapan untuk upacara pernikahan Maryam dan Umar. Meski yang diundang hanya sesama anggota Ahmadi yang sudah biasa bertemu setiap bulan, namun Pak Khairuddin tetap ingin memberikan yang terbaik. Ini adalah pernikahan pertama yang mereka gelar. Apalagi Bu Ali termasuk orang terpandang di sesama anggota Ahmadi.

Pernikahan Maryam digelar pada sore hari. Seluruh penghuni keluarga Ahmadi di komplek itu, berkumpul di rumah Maryam. Beberapa orang membawa hantaran. Rombongan pihak laki-laki terlihat memasuki rumah Maryam. Rombongan Perempuan di dalam rumah, sedangkan laki-laki di luar. Sebelum akad nikah dilangsungkan, mereka mengadakan pengajian terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan ijab kabul. Umar memberikan alat sholat dan Al Quran sebagai mas kawin. Usai akad nikah Maryam meneteskan air mata.

(28)

Umar bersikap lembut pada Maryam. Hal ini membuat Maryam tersanjung. Untuk mencairkan hubungan di antara mereka, Umar mengajak Maryam ke Sumbawa untuk beberapa hari. Maryam tidak menolak, tetapi di tengah perjalanan tiba-tiba keinginannya untuk kembali ke Gerupuk muncul. Lalu dia mengutarakannya kepada Umar. Umar menyambut ajakan Maryam. Dia juga ingin berkeliling di pulau ini.

Maryam mengajak Umar ke pantai. mereka menikmati pantai yang indah. Di situ, Maryam bertemu dengan Nuraini tetangganya di Gerupuk dan teman lamanya. Teman Maryam sejak sejak SD sampai SMA. Nur berjualan sarung khas Lombok menawarkan kepada para turis. Mereka bercerita penuh tawa sebagaimana layaknya dua teman yang sudah lama tidak berjumpa. Nur juga bercerita bahwa dia baru pulang dari Arab Saudi sebagai TKI. Selama di Arab, suaminya Wahid, menikah lagi dan sekarang mereka tinggal dalam satu rumah. Sampai akhirnya mereka bercerita tentang pengusiran keluarga Maryam sekitar empat tahun yang lalu.

Nurani bersama dengan Maryam dan suaminya berangkat ke Gerupuk. Maryam langsung menuju ke rumah Nuraini. Maryam bertemu dengan ibu Nuraini dan istri Wahid yang kedua. Maryam disambut dengan hangat oleh ibu Nuraini. Namun, tiba-tiba datang Pak RT dan seorang ustaz ke rumah Nuraini dan mengusir Maryam untuk segera meninggalkan kampung tersebut. Mereka tidak mau ada orang yang beraliran sesat mengganggu di kampung mereka. Maryam mengatakan dia hanya ingin bersilaturrahmi, namun Pak RT dengan tegas

(29)

menolak Maryam. Maryam akhirnya meninggalkan Gerupuk dengan perasaan kesal.

Semula Maryam berniat pernikahan ini hanya untuk membahagiakan membahagiakan orang tua mereka. namun, pernikahan ini berubah menjadi pernikahan yang penuh cinta. Hingga Maryam mengandung buah cintanya dengan Umar. Maryam hamil satu bulan. Ibu Umar dan orang tua Maryam tidak henti-hentinya mengucapkan syukur dengan mata yang berbinar. Maryam menjalani pernikahan dengan Umar tanpa beban, tanpa harapan, tanpa kewajiban, tanpa ketakutan. Orang tua mereka telah berlepas tangan. Melihat Maryam dan Umar bisa hidup berdua dengan tenang sudah menjadi kebahagiaan.

Untuk mengungkapkan rasa syukur atas kehamilan Maryam, orang tuanya bermaksud untuk mengelar pengajian empat bulanan kehamilan. Memasuki bulan Oktober, kehamilan Maryam berusia empat bulan. Ramadhan jatuh pada bulan ini. Orang tua Maryam memilih hari pada pertengahan Ramadhan untuk melaksanakan pengajiannya. Pengajian akan diakhiri dengan berbuka puasa bersama.

Jam empat sore semua orang sudah duduk di tempat yang disediakan. Bapak Maryam membuka acara. Lalu dilanjutkan dengan pengajian dan ceramah oleh ustaz hingga tiba waktu berbuka puasa. Tiba-tiba rumah mereka diserbu oleh warga yang melempar batu dari kejauhan. Ada beberapa orang yang terkena. Dua puluh menit saling melawan, sampai kemudian pasukan polisi datang. Semua menahan diri, tidak ada lemparan batu dan adu fisik. Semua diam, hanya suara

(30)

polisi dengan pengeras suaranya yang terdengar menyuruh semua pengikut Ahmadi mengungsi.

Umar datang jam tiga lebih, tepat saat orang-orang akan makan sahur. Umar membawa puluhan nasi bungkus lalu dibagi-bagikan. Mereka sholat subuh berjamaah yang dipimpin oleh Pak Khairuddin. Maryam yang sejak semalam tidak meneteskan air mata, tetapi pagi ini dia tidak tahan lagi. Kesedihan, kemarahan, ingatan akan masa lalu bercampur aduk. Dia mengalaminya sekarang. Pengusiran yang dulu dialami keluarganya. Sekarang Maryam sadar, apa yang dialaminya di Gerupuk saat dia bertandang ke rumah Nur, tidak ada apa-apanya dibanding semua ini.

Umar tidak langsung pulang menuju rumahnya. Mereka singgah ke rumah Pak Zulkhair, pemimpin organisasi mereka. ketika peristiwa semalam terjadi, Pak Zul tidak di tempat karena sakit. Di tengah pembicaraan, mobil polisi datang. Semua orang menjadi tegang. Dua polisi menuju ke arah mereka dan mengucapkan salam dengan ramah. Pak Zul mempersilakan duduk. Pak Zul mengatakan bahwa kaqntor dan mesjid mereka disegel. Tidak boleh digunakan lagi, agar tidak ada lagi kerusuhan. Umar dan Maryam terdiam.

Nasib mereka di pengungsian sangat tragis. Ada empat puluh lima kepala keluarga yang mengungsi, lebih kurang dua ratus tiga puluh orang. Sebulan sekali ada petugas Dinas Sosial datang. Mereka membawa beras, mi instan, minyak goreng, dan minyak tanah. Mereka masak di dapur umum yang sempit dengan alat masak seadanya. Mandi bergantian di kamar mandi yang kumuh. Setiap keluarga menyekat ruangan teersebut dengan kain. Anak-anak untuk sementara tidak lagi

(31)

bisa meneruskan sekolahnya. Sebagian mereka yang mempunyai saudara di luar kota mengirim anaknya bersekolah di sana.

Anak Umar dan Maryam lahir dalam duka. Seorang bayi perempuan yang sehat dan sempurna. Mereka memberi nama Mandalika, seperti nama seorang putri cantik yang ada di dalam dongeng masyarakat Lombok. Syukuran kelahiran Mandalika diadakan di Gedung Transito. Maryam menyiapkan tumpeng dan aneka masakan. Hari-hari berikutnya, Maryam sering datang ke Gedung Transito bersama putrinya untuk mengunjungi keluarganya dan menghibur para pengungsi lainnya.

Wartawan datang silih berganti sejak hari pertama mereka mengungsi. Dari Mataram, Surabaya, Jakarta, bahkan dari negara asing. Tapi tetap tidak ada yang berubah. Zulkhair dan beberapa pengurus lainnya sudah beberapa kali datang ke kantor Gubernur. Mereka meminta penjelasan kapan bisa kembali ke rumah masing-masing. Gubernur tidak pernah bisa memberi jawaban pasti.

Maryam mengusulkan untuk mencoba lagi mendatangi pak Gubernur. Melihat niat Maryam yang beersungguh-sungguh ingin memperjuangkan nasib pengungsi, Pak Zul kembali bersemangat. Zulkhair, Maryam, dan Umar datang menemui Pak Gubernur. Mereka disambut dengan baik dan dipersilahkan duduk. Gubernur banyak berbicara tentang Dinas Sosial, membantu orang-orang susah dan pembangunan yang dilakukan sejak dia memerintah. Maryam tidak sabar, ingin menanyakan tentang nasib pengungsi, kapan mereka boleh pulang ke rumah mereka. Pak Gubernur tidak bisa memberi jawaban pasti. Demi keamanan, dia menganjurkan untuk keluar dari Ahmadiyah dan kembali ke Gegarung, atau tetap

(32)

di Transito sampai ditemukan jalan keluarnya. “Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi soeot mata mereka bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati” (My: 249).

Gedung Transito sekarang menjadi pusat kegiatan keagamaan mereka. menggantikan Mesjid Organisasi yang sampai kini tidak bisa digunakan. Usai sholat Jumat, Zulkhair memaparkan semua rencananya. Katanya ada tawaran dari London lewat pengurus organisasi di Jakarta. Mereka akan diberikan pinjaman untuk memulai usaha baru. Mereka tidak bisa hanya tinggal diam saja di sini. Mereka harus berusaha bangkit sendiri. Apalagi pasokan bantuan dari Dinas sosial semakin berkurang. Mereka menyambut baik rencana tersebut. Pak Khairuddin memilih akan berjualan kembali.

Fatimah lalu menikah dengan seorang lelaki yang bukan Ahmadi dengan Umar sebagai walinya. Ayahnya mengijinkan dia menikah, tetapi dia tidak mau jadi wali nikahnya. Fatimah memaklumi hal tersebut.

Minggu pertama di bulan November, Fatimah sudah berada di Transito bersama ibunya. Tidak lama kemudian, Maryam datang bersama anaknya. Beberapa saat kemudian, Maryam dan seluruh pengikut Ahmadi menerima kabar Pak Khairuddin kecelakaan. Motornya menabrak truk. Maryam merinding, mereka segera menuju ke rumah sakit. Sepanjang jalan mereka memanjatkan doa. Sesampai di rumah sakit, mereka menumpahkan tangis, melihat Pak Khairuddin sudah tidak bernyawa lagi. Kabar kematian Pak Khairuddin bergerak cepat ke orang-orang di Transito dan seluruh orang Ahmadi di Lombok.

(33)

Maryam tergagap ketika ditanya tentang pemakaman ayahnya. Ibunya mengatakan akan dimakamkan di Gerupuk. Tempat pemakaman yang ada di Gerupuk adalah pemakaman umum. Berada diujung kampung berbatasan dengan laut. Pemakaman itu sepi, tidak ada satu orang pun saat iring-iringan itu mobil itu datang. Ibu Maryam menuju makam kakek dan nenek Maryam. Dia menunjuk tanah kosong di sebelah kedua makam itu. Lalu orang-orang menggali tanah tersebut.

Saat itulah tiba-tiba beberapa laki-laki datang. Mereka orang-orang Gerupuk. Rohmat, ketua RT menolak pemakaman Pak Khairuddin. Mereka tidak mau orang sesat dimakamkan di situ. Umar marah, lalu memukul muka Rohmat. Orang-orang Gerupuk langsung mengeroyok Umar. Zulkhair berteriak agar semua berhenti berkelahi. Zulkhair mengambil sikap, mengajak Umar pergi dan memakamkan Pak Khairuddin di Mataram.

Kini, Pengikut Ahmadi lain yang memiliki penghasilan mulai hidup mandiri, karena bantuan dari Dinas Sosial semakin berkurang. Kadang tiga bulan sekali, bahkan perna lima bulan baru datang. Wartawan masih sering mengunjungi Gedung Transito, juga orang-orang dari berbagai lembaga. Zulkhair masih datang setiap hari untuk memantau kondisi, termasuk untuk menemui tamu-tamu.

Satu mobil polisi datang ke Transito. Sepuluh orang polisi berjaga di luar gedung, memeriksa orang yang keluar masuk. Umar dan Maryam datang bersama kedua ibu dan anak mereka. sekedar kunjungan rutin sambil membawa bahan makanan. Seorang polisi memberhentikan mobil Umar dan memeriksa semua

(34)

bawaan dan menanyakan keperluan Umar datang. Umar langsung bergabung dengan Zulkhair. Zulkhair menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi di Jakarta.

Malam hari, di rumah Umar semua menonton televisi. Televisi Jakarta menayangkan gambar-gambar di Gedung Transito. Dimulai dari gambar keseluruhan gedung, sampai wawancara dengan Zulkhair dan gamabr anak-anak. Esok harinya Maryam membeli koran Jakarta dan koran lokal. Dada Maryam sesak, melihat tulisan “Gubernur: Ahmadiah Silakan Cari Suaka ke Australia”. Maryam tidak menanggapi lagi. Dia mengajak suaminya melihat perkembangan di Gedung Transito.

Sudah ada beberapa wartawan di dalam ruangan, menanyai orang-orang tentang kata-kata Gubernur yang ada di koran. Semua orang menjawab tidak mau pindah ke Australia. Wartawan itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Raut mukanya menunjukkan rasa kasihan, tidak tega, sekaligus terharu. Mata Maryam juga berkaca-kaca. Maryam sudah kehabisan akal untuk membantu mereka.

Novel ini ditutup dengan epilog yang dinaratori oleh Maryam. Maryam yang mengirimkan sebuah surat sebagai kritik atas sikap acuh tak acuh Gubernur dan pemerintah kepada pengikut Ahmadi selama ini. Kehidupan pengikut Ahmadi di Gedung Transito masih tetap seperti sebelumnya. Harapan Maryam adalah keadilan dapat ditegakkan.

(35)

LAMPIRAN II:

RIWAYAT HIDUP OKKY MADASARI

Okky Madasari lahir pada tanggal 30 Oktober 1984 di Magetan, Jawa Timur, Indonesia. Dia lulus dari Universitas Gadjah Mada, Departemen Hubungan Internasional pada tahun 2005 dengan gelar Sarjana Ilmu Politik. Dia merupakan seorang penulis dan wartawan Indonesia. Dia juga dosen luar biasa di Universitas Paramadina, Jakarta. Dia memenangkan hadiah sastra utama dan paling terkenal Indonesia, Khatulistiwa Literary Award, tahun 2012 untuk novel ketiga: Maryam, yang berkisah tentang orang-orang yang terusir karena keyakinan yang berbeda dan bertahun-tahun harus hidup di pengungsian.

Pada usia 28, dia adalah orang termuda yang pernah memenangkan penghargaan bergengsi ini. Novel-novel Okky yang lain: Novel pertama: Entrok (2010), bercerita tentang masa-masa Indonesia hidup di bawah kediktatoran kejam rezim Soeharto dan bagaimana mereka berjuang untuk bertahan hidup di bawah penindasan dominasi militer. Novel keduanya 86 (2011) jelas menggambarkan korupsi dalam negeri dan khususnya di kalangan PNS nya. Novel ini terpilih sebagai top lima di Khatulistiwa Literary Award tahun 2011.

Perempuan kelahiran Magetan, Jawa Timur 30 Oktober 1984 itu meyakini, perjuangan melawan korupsi harus dilakukan melalui segala bidang, termasuk sastra. Okky ingin menjadikan novel sebagai sebagai bagian dari perjuangan itu. Lebih dari itu, Okky percaya kampanye antikorupsi melalui novel justru bakal lebih efektif. Penyampaian ajakan untuk melawan korupsi lebih efektif dalam

(36)

Okky juga menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada anak-anak kecil. Okky juga aktif sebagai pengelola playgroup. Satu ruangan rumahnya pun dijadikan ruang kelas untuk playgroup.

Novel terbarunya Pasung Jiwa dirilis pada bulan Mei 2013, yang menceritakan perjuangan dan pergulatan manusia dalam meraih kebebasan dan melepaskan diri dari segala kungkungan norma, tradisi, agama, negara dan ekonomi dominasi dari beberapa kekayaan. Karya-karya Okky terhubung dalam satu benang merah: perlawanan atas ketidakadilan dan perjuangan untuk kebebasan dan kemanusiaan.

Novel Okky secara konsisten menyuarakan hak asasi manusia dan kebebasan dan selalu menentang segala bentuk penindasan termasuk diskriminasi atau perlakuan tidak adil oleh negara atau elit yang berkuasa. Seperti perkataannya: "Saya berkarya untuk menyuarakan dan menyampaikan apa yang bisa saya lakukan melalui menulis. Saya mau menulis untuk tujuan politis, bukan menulis yang hanya untuk diri saya sendiri tetapi untuk menegakkan keadilan bagi kemanusiaan”.

Dalam beberapa wawancara dan pidato, Okky menyatakan bahwa dia membaca Karl Marx dan dipengaruhi oleh semangat ide pembebasan manusia, tetapi di atas semua itu, dia percaya pada kebebasan individu dan kreativitas manusia. Baginya, kebebasan utama hanya dapat dicapai melalui membebaskan kreativitas individu. Pandangan-pandangannya tergambar sangat jelas dalam novel-novel yang dia tulis, pidato dan wawancara. Dia aktif menyuarakan perlunya generasi untuk mengambil sisi dengan minoritas tidak dilindungi dan

(37)

bagian terlemah dari masyarakat serta bergabung dengan demonstrasi jalanan untuk mengutuk penggunaan kekerasan oleh negara, organisasi polisi dan massa. Dia sangat keras terhadap organisasi berbasis agama yang mengambil hukum ke tangan mereka, dan menggunakan kekuasaan mereka untuk menindas kelompok minoritas yang lemah.

Okky telah mendedikasikan dirinya sebagai pejuang pena melalui karya-karyanya. Sekarang bergantung pada pembacanya, apakah setelah membaca karya-karya Okky, kita tergerak untuk berjuang melawan ketidakadilan dan segala bentuk kesewenang-wenangan? Jika tidak, perjuangan Okky akan sia-sia dan karya-karyanya hanya akan sebatas menjadi koleksi bacaan di rak buku masing-masing yang telah kehilangan esensi maknanya.

(38)

LAMPIRAN III:

DAFTAR PANDUAN WAWANCARA

Saya mahasiswa S3 Kajian Sastra SPs Usu, sedang menyusun disertasi tentang Perjuangan Perempuan dalam Novel „Entrok‟ karya Okky Madasari. Hal yang menjadi fokus penelitian saya: persitiwa yang terjadi tentang pengikut Ahmadiyah, masa orde baru, dan kasus suap di kantor pengadilan, peredaran narkoba di penjara, status perempuan bekerja, dan perjuangan perempuan untuk kesetaraan gender. Untuk itu, saya ingin berwawancara dengan Bapak/Ibu berkaitan dengan fakta di atas.

1. Bagaimana menurut mendapat bapak tentang perempuan bekerja?

2. Bagaimana sikap Bapak/Ibu jika istri bapak memiliki peluang yang cukup besar untuk menduduki jabatan struktural?

3. Jika pendapan istri lebih besar dari pendapat suami apakah tidak menjadi masalah dalam kehidupan rumah tangga?

4. Bagaimana Bapak/Ibu menyikapi kasus suap yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang birokrasi? Apakah itu sudah merupakan hal yang biasa?

5. Apakah sering terjadi kasus suap di kantor tempat Bapak/Ibu bekerja?

6. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar pengusiran terhadap jamaah Ahmadiyah di Lombok?

7. Setujukah Bapak/Ibu jika faham Ahmadiyah dianggap sesat?

8. Apakah ada satu keharusan bahwa perempuan Ahmadiyah harus menikah dengan keluarga Ahmadiyah juga? Jika seandainya terjadi perkawinan yang tidak seakidah, apakah perkawinan mereka bisa langgeng atau tidak menimbulkan masalah baru?

9. Bisakah peredaran narkoba dikendalikan dari balik penjara? 10. Siapa saja yang terlibat dalam kasus peredaran narkoba ini?

(39)

LAMPIRAN IV:

DAFTAR JAWABAN WAWANCARA Nama : M. Dedi Setiawan

Umur : 48 tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Tanya: Bagaimana menurut mendapat bapak tentang perempuan bekerja?

Jawab: menurut saya perempun bekerja pada masa sekarang ini adalah hal yang biasa atau lumrah. Rata-rata istri sekarang bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Dan memang pada saat sebelum menikah banyak perempuan yang sudah bekerja dan tetap bekerja walaupun sudah menikah dan memiliki anak. Dalam pandangan agama Islam, perempuan juga boleh bekerja, asalkan jenis pekerjaannya tidak dalam konteks dunia hiburan.

Tanya: Bagaimana sikap Bapak/Ibu jika istri bapak memiliki peluang yang cukup besar untuk menduduki jabatan struktural?

Jawab : kalau istri saya memiliki peluang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih baik maka saya akan sangat mendukungnya. Karena hal ini tentu saja berkaitan dengan kesejahteraan keluarga terutama dalam bidang ekonomi. Tapi satu hal yang saya tekankan jangan pernah melanggar batasannya sebagai istri dan ibu seberapa pun tingginya jabatan itu nanti.

Tanya: Jika pendapatan istri lebih besar dapari pendapat suami apakah tidak menjadi masalah dalam kehidupan rumah tangga?

Jawab : kalau dijawab secara pribadi saya memiliki perasaaan yang sedikit kurang enak. Karena bagaimanapun tugas suamilah yang memberi nafkah, tapi lalu secara realistis saya memandang mungkin saat ini istri saya yang memiliki rezeki yang lebih, mungkin nanti rezeki saya yang lebih banyak. Tuhan kan mengirimkan rezeki bisa dari tangan siapa saja. Namun, sejauh ini kami tetap tidak pernah

(40)

Nama : SY Umur : 46 Tahun Pekerjaan : Pengacara

Tanya: Bagaimana Bapak menyikapi kasus suap yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang birokrasi? Apakah itu sudah merupakan hal yang biasa?

Jawab : sebenarnya kita tidak dapat membedakan apakah itu suap atau tidak karena sudah menjadi hal yang biasa. Sebagai contoh dalam pengurusan ktp atau kartu keluarga, apabila kita ingin pengurusan yang cepat maka kita memberikan uang lebih yang dibilang sebagai tips. Uang seperti inilah yang bisa disebut suap dan sudah menjadi hal yang biasa.

Tanya: Apakah sering terjadi kasus suap di kantor tempat Bapak bekerja?

Jawab: sering sekali bahkan. Banyak klien saya yang memberikan sejumlah uang agar kasusnya tidak diperpanjang. Sebagai pengacara saya harus bisa memilih mana yang baik dan yang tidak baik.

Nama : AP

Umur : 56 Tahun Pekerjaan : Wirasasta

Tanya: Apakah Bapak pernah mendengar pengusiran terhadap jamaah Ahmadiyah di Lombok?

Jawab: saya pernah mendengar berita itu dari seorang teman yang sesama Ahmadiyah. Dia mengatakan bahwa ada kasus pengusiran yang terjadi di Lombok. Saya juga membaca beritanya. Saya sangat prihatin.

Tanya: Setujukah Bapak jika faham Ahmadiyah dianggap sesat?

Jawab: saya sebagai penganut Ahmadiyah sangat tidak setuju bila dikatakan Ahmadiyah adalah aliran yang sesat. Karena sejak dari zaman kakek saya kami sudah menganut ajaran ini dan saya sudah yakin 100%.

(41)

Tanya: Apakah ada satu keharusan bahwa perempuan Ahmadiyah harus menikah dengan keluarga Ahmadiyah juga? Jika seandainya terjadi perkawinan yang tidak seakidah, apakah perkawinan mereka bisa langgeng atau tidak menimbulkan masalah baru?

Jawab: secara tertulis memang tidak ada keharusan bahwa kami harus menikah dengan sesama penganut Ahmadiyah. Tetapi alangkah lebih baik kalau bisa mendapatkan pasangan sesama Ahmadiyah. Pernah ada seorang penganut Ahmadiyah yang menikah sengan orang di luar Ahmadiyah dan pernikahan mereka sampai sekarang langgeng. Walaupun kemudian si perempuan harus meninggalkan ajaran Ahmadiyahnya.

Nama : WS

Umur : 30 Tahun Pekerjaan : -

Tanya: Bisakah peredaran narkoba dikendalikan dari balik penjara?

Jawab: Bisa. Biasanya dikendalikan melalui hp. Walaupun para napi tidak boleh memiliki hp tapi dengan memberikan uang pada penjaga kami bisa pegang hp.

Tanya: Siapa saja yang terlibat dalam kasus peredaran narkoba ini?

Jawab : biasanya yang mengendalikan adalah napi yang memang sudah menjadi bandar. Dia tinggal menyuruh kaki tangannya di luar lapas untuk bergerak mengirimkan barang. Petugas lapas tentu saja yahu mengenai ini tapi ya mereka tutup mata saja karena tiap bulan kan mereka sudah mendapat jatah. Jadi kami di dalam aman-aman saja. Jadi tidak usah heran kalau seorang napi narkoba keluarganya di luar sana bisa hidup makmur walaupun suaminya di penjara karena bisnisnya tetap berjalan.

(42)

LAMPIRAN V:

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TERKAIT MARGINALISASI JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA PADA ERA REFORMASI No. Bulan/Tahun Peristiwa

1. 2000 Khalifah tertinggi Ahmadiyah Mrza Thahir Ahmad, berkunjung ke Indonesia untuk menjadi pembicara di seminar International Forum on Islamic Studies, dimana pada sela-sela kunjungannya berkesempatan bertemu dengan Presiden Abdul Rahman Wahid untuk bertukar –pikiran.

2. September 2002 Permukiman warga Ahmadiyah di Pancor , Lombok, NTB diserbu pemuda setempat selama 5 hari berturut-turut.

3. Mei 2005 Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor PAKEM) mengadakan rapat terbatas di Kejaksaan Agung, menyatakan Ahmadiyah (Lahore dan Qadian) sebagai ajaran menyimpang, namun rekomendasi ini tidak disusul penatapan surat keputusan bersama Menteri yang melarang kegiatan Ahmadiyah di Indonesia.

4. September 2005 Pengurus besar Nahdhatul Ulama (PB NU) mengeluarkan sikap resminya yang menyangkut masalah Ahmadiyah, Ahmadiyah dinyatakan sesat dan keluar dari Islam karena tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir.

5. Desember 2005 JAI mengadu ke Komisi HAM terkait berbagai peristiwa pelanggaran HAM dan penekanan-penekanan yang terjadi. 6. Agustus 2007 Menteri Agama Maftuh Basyuni memerintahkan Kepala Badan

LITBANG dan DIKLAT Dapartemen Agama Atho Mudhar berdialog dengan JAI, ada 7 pertemuan sepanjang September 2007 hingga Januari 2008, dimana dalam pertemuan tersebut selalu dihadiri oleh perwakilan dari Departemen Dalam Negeri, Markas Besar POLRI dan Deputy Menteri Koordinator

Kesejahteraan Rakyat.

7. 4 Januari 2008 Forum Umat Islam (FUI) mendatangi kejaksanaan Agung dan meminta institusi tersebut merekomendasikan pelanggaran ajaran Ahmadiyah kepada Presiden.

8. 9 Januari 2008 M. Syamsi Ali, Imam pada Islamic Center, Masjid Besar di New York, mengusulkan agar Ahmadiyah dideklarasikan

(43)

dengan penganut Islam umumnya.

9. 14 Januari 2008 PB JAI menyampaikan komitmen 12 butir penjelasan klarifikasi keyakinan Ahmadiyah, kedudukan Nabi Muhammad SAW dalam teolog aliran Ahamdiyah, selanjutnya pasca disampaikan komitmen tersebut Bakor PAKEM menggelar rapat membentuk tim evaluasi guna memantau pelaksanaan ke-12 butir penjelasan JAI.

10. 15 Januari 2008 Ketua komisi Fatwa MUI KH. Ma‟ruf Amin mengatakan bahwa 12 butir pertanyaan Ahamdiyah adalah pasal karet karena tidak menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi dan bukan Rasul.

11. 15 Januari 2008 Bakor PAKEM merekomendasikan tidak melarang aliran Ahmadiyah dan memberi kesempatan jemaat aliran Ahmadiyah untuk melakukan perbakan dengan melaksanakan 12 butir penjelasan yang dikomitmekan oleh JAI sendiri.

12. 15 Januari 2008 Enam anggota JAI asal Lombok NTB mendatangi Konsulat Australia di Denpasar Bali, didampingi LBH Bali, mereka menyatakan ingin bertemu dengan Konsul Australia sekaligus mengajukan permohonan suaka politik, mereka menyatakan tidak lagi merasa aman hidup di Indonesia, namun permintaan itu ditolak oleh konsultat di Bali dan disarankan mengajukannya langsung ke Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

13. 18 Januari 2008 Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) mengeluarkan pernyataan bahwa 12 butir penjelasan JAI tidak secara tegas menyatakan bahwa JAI mengubah keyakinannya tentang status kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan beberapa butir pernyataan JAI mengandung kebohongan, yaitu tidak sesuai dengan fakta yang ada pada buku-buku Ahmadiyah sendiri.

14. 21 Januari 2008 Pakar aliran sesat dari MUI, Amin Jamaluddin mengatakan bahwa 12 butir penjelasan JAI bertentangan dengan gerakan Ahamdiyah International berbasis di Inggris.

15. 24 Januari 2008 Menteri Agama membentuk Tim Pemantau sesuai rekomendasi Bakor PAKEM untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan 12 butir penjelasan JAI.

16. 14 Pebruari 2008 Tabligh akbar di Banjar (Jabar) , tokoh Front Pembela Islam, Sobri Lubis mengatakan orang-orang Ahamdiyah halal darahnya.

17. 12 April 2008 Ketua MUI, KH. A. Cholil Ridwan mendesak Pemerintah segera membubarkan JAI.

(44)

menyatakan ajaran Ahmadiyah (JAI) tetap menyimpang dari ajaran Islam, selanjutnya badan ini merekomendasikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung segera mengeluarkan surat penghentian kegiatan JAI.

19. 16 April 2008 Ketua MUI KH. Ma‟ruf Amin menyampaikan larangan bagi segala bentuk penyebaran ajaran Ahmadiyah.

20. 17 April 2008 Ketua MPR Hidayat Nur Wadhid mengatakan larangan terhadap Ahmadiyah harus merujuk konstitusi karena menyangkut Hak Azasi.

21. 17 April 2008 Aliansi Kebebasan Beragama dan berkeyakinan mengecam keras keputusan Bakor PAKEM mengenai pembubaran JAI. 22. 18 April 2008 Mabes POLRI memerintahkan seluruh Kapolda agar jajarannya

melakukan pengamanan terhadap anggota JAI berikut sarana pelaksanaan ibadahnya, sebelum diterbitkan SKB yang akan mengatur pelanggaran seluruh kegiatan JAI di Indonesia. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin

menegaskan, pembubaran aliran Ahmadiyah bukanlah solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat ini, selanjutnya Din Syamsuddin berharap agar para pengikut JAI bisa diajak dan dirangkul kembali ke jalan dan aqidah Islam yang benar. 23. 19 April 2008 JAI dilarang mengadakan Mukernas di Denpasar, Bali. 24. 20 April 2008 FPI, FUI. HTI, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan

Forum Betawi Rembug (FBR) berdemonstrasi di Jakarta menuntut pembubaran Ahamdiyah.

Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan PKS mendukung rekomendasi Bakor PAKEM agar JAI menghentikan

kegiatannya, namun PKS menolak langkah anarhkis terhadap Ahmadiyah.

25. 23 April 2008 MUI mendesak agar Pemerintah tidak menunda-nunda lagi untuk mengeluarkan SKB soal pelarangan aktivitas aliran Ahmadiyah.

26. 24 April 2008 Adnan Buyung Nasution, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, mendesak pembatalan SKB Tiga Menteri terkait pembatasan kegiatan Jemaat Ahmadiyah.

27. 27 April 2008 Tim Pembela Muslim (TPM) mengajukan somasin atau

peringatan hukum kepada anggota Wantimbang Bidang Hukum Adnan Buyung Nasution karena komentarnya yang membela gerakan JAI di Indonesia.

(45)

Masjid milih JAI di Parakan Salak, Sukabumi dibakar massa. Direktur Setara Institute, Hendardi, menyesali aksi pembakaran masjid Ahmadiyah di Sukabumi dan perusakan-perusakan di daerah lainnya di Jawa Barat, menurut Hendardi hal itu tidak akan terjadi jika Pemerintah tidak campur tangan dalam persoalan berkeyakinan dan beragama.

29. 29 Apri 2008 Ketua Umum PB NU, KH. Hasyim Muzadi menegaskan, Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap aksi pembakaran masjid milik JAI di Kampung Parakan Salak , Sukabumi, Jawa Barat.

FUI saat menyampaikan aspirasi ke Fraksi PKS meminta DPR mendesak Presiden menerbitkan SKB terkait Ahmadiyah. 30. 30 April 2008 Masjid JAI di Kampung Ciarunteun Udik, Kabupaten Bogor

Jawa Barat dirusak massa.

31. 02 Mei 2008 Ratusan santri dari FUI dan HTI berunjuk rasa di Balai Kota dan Pendopo Sukabumi Jawa Barat, mereka mendesak Pemerintah segera membubarkan Ahmadiyah yang dinilai sudah menyesatkan ummat Islam.

Abdurrahman Wahid meminta agar kekerasan terhadap JAI segera dihentikan.

32. 04 Mei 2008 Ketua MUI Kota Cirebon KH. Mahfudz Bakri di Cirebon meminta masyarakat Kota Cirebon tenang dan tidak terpancing untuk merusak aset Ahmadiyah yang dinyatakan terlar4ang oleh Bakor PAKEM pusat.

33. 05 Mei 2008 Juru bicara JAI, Mubari mengatakan, jika SKB tentang ajaran Ahmadiyah dikeluarkan, pihaknya akan menyikapi SKB itu dengan proses hukum karena SKB tersebut merupakan produk hukum, selanjutnya ditegaskan bahwa, sebelum keputusan tetap Pemerintah tentang Ahmadiyah dikeluarkan, kegiatan-kegiatan Jemaat Ahmadiyah masih dilaksanakan.

34. 05 Mei 2008 Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH. Abdurrahman Wahid menyatakan siap menjadi saksi ahli bagi JAI di pengadilan, jika aliran itu dibubarkan oleh Pemerintah. 35. 06 Mei 2008 Aliansi Jogya untuk Indonesia Damai (AJI DAMAI)

demonstrasi menolak SKB untuk membubarkan Ahmadiyah di Indonesia.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution bertemu dengan 3 Menteri dan Jaksa Agung membahas SKB pelarangan Ahamdiyah.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi penelitian adalah di kawasan Kecamatan Samarinda Kota yang terdiri dari 5 kelurahan, yaitu Kelurahan Bugis, Kelurahan Karang Mumus, Kelurahan Pasar Pagi,

Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat

Hamdani Harahap, MA selaku Penguji Tamu serta Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai

 bumil yang yang mendapatkan mendapatkan makanan makanan tambahan tambahan tersebut tersebut Papan Papan Pengumuman Pengumuman Petugas Gizi Petugas Gizi 7 7 26 26 April April

Namun, adakalanya bisa terjadi bahwa setelah erseroan disahkan (memperoleh status badan hukum), salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang

1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 2) Pemberian Izin Lokasi sebagaimana

Panitia Penilai Usulan Penelitian Tesis terdiri atas 5 (lima) orang tenaga akademik, termasuk Tim Pembimbing yang diusulkan oleh Pembimbing Ketua kepada KPS dan

Terdapat beberapa faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap proses pembelajaran, yaitu pengajar, peserta didik (siswa/mahasiswa), sumber belajar, alat belajar, dan