• Tidak ada hasil yang ditemukan

asuhan keperawa tan empisema sak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "asuhan keperawa tan empisema sak"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Empisema adalah sebuah keadaan dimana jaringan-jaringan dalam paru-paru kehilangan keelasitasannya. Empisema biasanya melanda para perokok. Nikotin yang terus mereka hisap setiap harinya lama-kelamaan dapat mempengaruhi kerja paru-paru anda hingga mengakibatkan adanya kerusakan permanen dari organ tubuh anda tersebut.Namun, empisema ternyata tidak hanya menyerang para perokok. Kerusakan paru-paru yang permanen ini juga dapat melanda para penderita asma. Hal ini disebabkan para penderita asma tidak mendapatkan obat-obatan dan perawatan-perawatan yang benar untuk penyakit mereka tersebut. Resiko empisema bahkan bisa lebih besar pada penderita asma daripada perokok berat.

Penderita asma yang terkena empisema, seperti yang dikemukakan dalam ehow.com, akan merasakan kesulitan bernapas yang lebih parah lagi. Meskipun begitu, kesulitan bernapas yang serius ini tidak terjadi setiap saat. Para penderita asma hanya akan merasakan akibat dari empisema ini sebentar-sebentar saja.Kemungkinan empisema untuk mengakibatkan penyakit jantung pada penderitanya bahkan semakin besar. Hal ini tentu saja disebabkan oleh jantung anda harus bekerja jauh lebih berat lagi untuk membantu paru-paru anda agar aliran udaranya tetap lancar.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Untuk memenuhi tugas mata ajar kmb 1 sistem pernafasan “asuhan keperawatan dengan Empisema”

2. Tujuan Khusus

(2)

e. Agar mahasiswa/I dapat memahami pemeriksaan diagnostic Empisema f. Agar mahasiswa/I dapat memahami penatalaksanaan Empisema

g. Agar mahasiswa/i dapat memahami komplikasi Empisema h. Agar mahasiswa/I memahami gambaran klinis Empisema i. Agar mahasiswa/I memahami perangkat diagnostic Empisema

j. Agar mahasiswa/I memahami tentang Asuhan Keperawatan Empisema

3. Metode Penulisan

Pada penulisan karya tulis ini kami menggunakan satu metode, yaitu metode kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan beberapa sumber buku dan internet

4. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS yang terdiri dari :pengertian Empisema dan Asuhan Keperawatan dengan Empisema

(3)

BAB 11

Tinjauan teoritis

1. Pengertian Empisema

Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal di udara bronkiolus terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah intregitas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. Elastisitas berkurang akibat destruksi serabut elastisdan kolagen yang terdapat diseluruh paru dari produk yang dihasilkan dengan mengaktivasi makrofag alveolus. Penyebab pasti empisema masih belum jelas, tetapi lebih dari 80 % kasus, penyakit biasanya muncul setelah bertahun-tahun merokok (Lippincott Williams & Wilkins 2002)

Rokok diduga mengubah secara langsung struktur molekul elastic. Emfisema juga memberi efek pada serabut elastic yang berhubungan dengan penyakit infeksius berulang dengan keadaan inflamasi kronis yang menyertai infeksi. Sebagai akibatnya elastisitas jalan nafas hilang dan kolaps alveolus, menurunkan ventilasi. Jalan nafas kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisa (recoil) paru secara pasif setelah inpirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif udara akan terperangkap didalam paru dan jalan nafas kolaps. Dinding di antara alveolus-alveolus yang disebut septum alveolus juga dapat mengalami kerusakan. Keadaan ini menyebabkan luas permukaan alveolus yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang dan menurunkan kecepatan difusi.

Faktor resiko primer untuk emfisema adalah merokok. Akan tetapi, pajanan berulang pada perokok pasif juga dapat menyebabkan emfisema. Selain itu, ada emfisema bentuk familial yang berhubungan dengan defisiensi anti-protese, alfa-1 antitripsin. Bentuk emfisema ini jarang ditemukan dan terjadi pada individu yang tidak.

(4)

kerusakan dinding alveolus. atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack Society 1962)

Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi. (Kus Irianto.2004.216). Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya. (Robbins.1994.253).

Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli. (Corwin.2000.435).

Emfisema adalah istilah, progresif-penyakit panjang dari paru-paru yang terutama menyebabkan sesak napas.(Wikepidia, 2010).

terpajang demngan asap rokok, meskipun asap tembakau memperburuk penyakit emfisema pada individu yang mengalami defisiensi ini. Empisema dibahgi menurut pola asinus yang terserang. Meskipun beberapa pola marfologik telah diperken alkan , ada tiga bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOM,

A. Empisema sentrilobular (CLE),

Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius, dinding-dinding mulai berlubang, membesar dan bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula duktus alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. Penyakit ini lebih seing kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru. Tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata.empisema sentrilobular lebih banyak di temukan pada pria di bandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.

B. Empisema panlobular (PLE) atau panasinar,

(5)

mempunyai gambaran khas yaitu: tersebar merata diseluruh paru-paru meskipun bagian-bagian basal terserang lebih parah. Jenis empisema ini ditandai dengan peningkatan resistensi jalan nafas yang berlangsung lambat tanpa adanya bronchitis kroniik. Mula timbulnya dini dan biasanya memperlihatkan gejala-gejala pada usia antara 30-40 tahun.

Empisema panlobular, walaupun merupakan cirri khas dari empisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan empisema akibat tua dan bronchitis kronik. Diduga kerusakan serabut elastic dan serabut reticular paru-paru disertai dengan menghilangnya kemampuan mengembangnya paru-paru secara elastic. Akan mengakibatkan peregangan paru-paru yang progesif pada proses penuaan. Tetapi, empisema senilis bukanlah empisema sejati, karena sebagian besar pasien yang sudah tua ini tak mengalami gangguan fungsi gangguan fungsi yang bearti. Empisema panlobular yang menyertai bronchitis kronik di anggap sebagai tahap akhir dari empisema sentry lobular progesif, karena kedua gambaranm morfologis tersebut dapat timbul pada paru-paru yang sama. Jika torak penderita empisema dibuka selama pembedahan atau otopsi, maka paru-paru tampak membesar , paru-paru ini akan tetap terisi udara dan tetap tidak kolaps, warnanya lebih putih dan dari pada paru-paru normal, dan terasa menggelembung serta halus seakan-akan berbulu. Sering kali terlihat bleb yaitu rongga sub fleura yang terisi udara, serta bula yaitu rongga parenkim yang terisi udara yang diameternya lebih besar dari 1 cm.

C. Empisema dan bronchitis kronis.

a. PPOK (baik bronchitis kronis maupun empisema ) mengakibatkan obstruksi jalan nafas eksprirasi dan ketidak cocokan ventilasi?perfusi (V/Q).

b. Obstruksi jalan nafas ekspirasi dan terperangkapnya udara menjadikan otot pernafasan berada dalam posisi yang secara mekanis tidak menguntungkan dengan peningkatan beban kerja pernafasan.

c. Pernafasan yang cepat dan dangkal tidak efisien d. Kelemahan otot memperburuk ventilasi.

(6)

f. Dengan demikian, sebagian besar pasien akan mengalami campuran hipoksemia dan hiperkapnia.

g. Hiperkapnia kronis dapat menyebabkan penurunan sensitivitas dipusat respirasi sehingga pasien menjadi tidak sensitive terhadap perubahan paCO2, dengan

demikian stimulus utama pernafasan bergantung pada kemoresepsi paO2 yang

rendah. Suplemen oksigen dapat menghilangkan stimulus ini mengakibatkan penurunan respon ventilasi dan bertambahnya retensi karbondioksida.

h. Penyebaran kerusakan paru disertai hipoksemia dan hiperkapnia mengakibatkan perluasan vasokontriksi arteri pilmonalis dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

i. Infeksi penyerta dan bronkospasme menyebabkan eksarsebasi akut dengan pemburukan pertikaran gas.

2. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu : a. Rokok

Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

b. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.

c. Infeksi

(7)

d. Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga. Kondisi yang relatif jarang yang dikenal sebagai kekurangan alpha 1-antitrypsin adalah kekurangan genetik dari kimia yang melindungi paru dari kerusakan oleh proteases.

e. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dananti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paruakan berubah dan timbul emfisema.

f. Penuaan

Emphysema adalah juga komponen dari penuaan (aging). Ketika paru- paru menua, sifat-sifat elastisnya berkurang, dan tegangan-tegangan yang berkembang dapat berakibat pada area-area yang kecil dari emphysema.

Penyebab-penyebab yang kurang umum lain dari emphysema termasuk:

1) Penggunaan obat intravena dimana beberapa dari additive-additive yang bukan obat seperti tajin jagung dapat beracun pada jaringan paru.

2) Kekurangan-kekurangan imun dimana infeksi-infeksi seperti Pneumocystis jiroveci dapat menyebabkan perubahan-perubahan peradangan dalam paru.

3) Penyakit-penyakit jaringan penghubung (Ehlers-Danlos Syndrome, Marfan syndrome) dimana jaringan elastis yang abnormal dalam tubuh dapat menyebabkan kegagalan alveoli.

3. Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan

(8)

di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih

dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin).

Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru-paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

(9)

Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

4. Gejala

a) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis

b) Dispnea progestif saat olahraga,

c) Dispnea nocturnal paroksismal.

d) Edema kaki, batuk produktif.

e) Mengi.

(10)

g) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit

h) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk

i) Bibir tampak kebiruan

j) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

k) Batuk menahun.

5. Pemeriksaan diagnostik

1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

2. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.

3. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema

4. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema

5. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma

6. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.

7. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronish. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.

8. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).

9. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

(11)

11. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)

12. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit emfisema bertujuan menghilangkan gejala dan mencegah pemburukan kondisi penyakit. Emfisema tidak dapat disembuhkan. Terapi antara lain:

1. Mendorong individu berhenti merokok.

2. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap

3. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara untuk menghemat energy 4. Banyak pasien emfisema memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan

aktivitas sehari-hari. Terapi oksigen dapat memperlambat kemajuan penyakit dan mengurang morbiditas dan mortalitas.

5. Terapi latihan yang dirancang dengan baik dapat memperbaiki gejala.

7. Komplikasi

1. Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru kronis yang akhirnya menyebabkan kor pulmonalise.

2. Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang parah.

3. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan

4. Daya tahan tubuh kurang sempurna

5. Proses peradangan yang kronis di saluran napas

(12)

8. Gambaran klinis

a) Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas peru penyebab dada mengembang (peningkatan diameter anterior-posterior).

b) Bunyi nafas tidak ada pada saat aukultasi

c) Penggunaan otot aksesori pernafasan

d) Takipnea (peningkatan frekuensi pernafasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan pernafasan pada penyakit ini efektif. Sebagian besar individu mengidap emfisema tidak memperlihatkan pengubahan gas darah arteri yang bermakna sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernafasan tidak dapat mengatasi hipoksia atau hiperkarnia. Pada akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan terjadi hipoksia, hiperkapnia dan asidosis.

e) Depresi system saraf pusat dapat terjadi akibat tingginya kadar karbondioksida (narcosis karbon dioksida )

f) Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronchitis kronis adalah pada emfisema tidak terjadi pembentukan sputum.

9. Perangkat diagnostic

Hasil yang abnormal pada pemeriksaan fungsi paru, termasuk penurunan hasil pengukuran FEV1, (volume ekspirasi paksa), oenurunan kapasitas vital, dan peningkatan

volume residual(udera yang tersisa didalam saluran nafas setiap kali berbafas). Mengakibatkan penurunan elastisitas paru.seiring perkembangan penyakit, analisis gas darah yang pertama kali menunjukan hipoksia. Pada tahap lanjut penyakit, kadar karbon dioksida juga dapat mengalami peningkatan.

10. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pemeriksaan pasien

a) Penurunan tingkat kesadaran,

b) sianosis selama eksaserbasi akut,

c) Takipnea

(13)

e) penggunaan otot bantu pernafasan

f) diafragma rendah pada perkusi

g) penurnan suara nafas

h) fase ekspirasi pernafasan memanjangmengi saat respirasi dan krepitasi kasar

i) jari gada,

j) siaonis

k) edema kaki (penyakit lanjut).

B. Riwayat

a) Riwayat merokok aktif atau pasi

b) riwayat pekerjaan

c) infeksi saluran nafas berulang

d) keterbatasan olahraga yang progestif,

e) riwayat keluarga, terutama pada bukan perokok

f) penurunan berat badan

g) produksi sputum.

C. Diagnosa keperatan

a) Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme

b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh bronkospasme

(14)

D. Intervensi keperawatan

no diagnosa Tujuan dan KH intervensi rasioanal

(15)

4. .Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh :

a. Bronkodilator b. Xantin c. Kromolin

4. Bronkodilator untuk

merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Xantin diberikan untuk menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP

(16)
(17)
(18)

kebutuhan tubuh

2. Dukung pasien untuk makan porsi kecil tapi sering

3. Hindari makan yang sangat panas atau sangat dingin

4. Timbang berat badan sesuai indikasi

5. Kolaborasi dengan

(19)

memberikan makanan yang mudah dicerna tapi dengan nutrisi yang seimbang

6. Berikan

vitamin/mineral/elekt rolit sesuai indikasi

7. Kolaborasi dengan dokter untuk

memberikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

dan kebutuhan kalori

didasarkan pada situasi/kebutuha n individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/ penggunaan energy.

6. Mengatasi kekurangan keefektifan terapi nutrisi

7. Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan

(20)

E. Iplementasi

Implementasi sesuai dengan intervensi di atas

F. Evaluasi

1. jalan napas pasien berbunyi vesikuler

2. pasien Mampu batuk efektif

3. pasien dapat Mengeluarakan sekret tanpa bantuan

4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi

5. GDA dalam rentang normal.

6. Pasien dapat Bebas dari gejala distres napas.

7. BB pasien meningkat /ideal

(21)

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal di udara bronkiolus terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah intregitas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus. ada tiga bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOM, yaitu Empisema sentrilobular (CLE), Empisema panlobular (PLE) atau panasinar, dan Empisema dan bronchitis kronis. Dan juga ada tiga diagnose yang di dapat dari penyakit empisema yaitu: Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme, Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh bronkospasme, dan Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

B. Saran.

1. Semoga dengan adanya tugas kelompok pembuatan makalah ini, kelompok bisa mendapat tambahan wawasan serta ilmu pengetahuan dibidang ilmu keperawatan.

2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ataupun pembuat makalah.

3. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam memberikan tindakan asuhan keperawatannya kepada pasien.

4. Kami menucapkan terimakasih kepada para dosen kami yang telah membimbing kami dalam proses belajar.

(22)

Daftar Pustaka

Aru.w.Sudoyo.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.jakarta:fakultas kedokteran universitas kedokteran

Mansjor.Arief , Kuspuji triyanti dan Rahmi Sapitri.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.

Jakarta:Media Aesculapius.

Prof. Dr.mubin A.Halim.Sppd.Msc.Kpti.2002. Ilmu penyakit Dalam edisi 2.

Jakarta:Kedokteran

Williams,Lippincoot & Wilkins. 2002. Kapita Selekta Penyakit.jakarta:EGC

www.artikata.com/arti-92769-idiopathic+thrombocytopenic+empisema.html : 9 sepetembel

Referensi

Dokumen terkait

Kyai dalam judul tesis ini, adalah sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama Islam (ulama’) yang selalu memberi pembinaan baik pemahaman ke agamaan ataupun peningkatan

Berdasarkan ketiga-tiga buah buku yang dikaji iaitu buku Tatabahasa Dewan, Tatabahasa Asas dan Nahu Melayu Mutakhir, dapat dirumuskan bahawa terdapat beberapa perbezaan antara

Pada Exit Station, sistem akan membaca kode pada kartu parkir ( Barcode Card ) dan melakukan kalkulasi durasi parkir dan biaya V..    P   r   o   p   o

Sebagian besar masyarakat usun %ampaniki bermata pencaharian sebagai pembuat gula aren 6 gula merah. 8al ini disebabkan oleh banyaknya pohon aren yang tumbuh secara alami

Pencatatan barang milik Negara pada aplikasi SIMAK-BMN; Pelaksanaan rekonsiliasi internal bulanan, rekonsiliasi semester dan rekonsiliasi tahunan; Pembuatan laporan barang milik

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman konsep matematis siswa pada materi SPLDV yang diberi

Instumen pada penelitian ini berupa unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan cerita Kunang-kunang Pelita Hati dan Kisah... Sepasang Sandal Kulit sesuai dengan

Sebelum sakit sakit : : pasien pasien mengatakan mengatakan tidak tidak mempunyai mempunyai kebiasan kebiasan rutin untuk rekreasi, pasien hanya berkunjung ke rumah