A. Pendahuluan
Penelitian dan pengembangan menuju terciptanya sekolah efektif dewasa
ini sudah berevolusi sejak munculnya laporan James Coleman dari Univesitas
Hopkins, Amerika Serikat tahun 1966. Laporan Coleman ini dibuat berdasarkan
survei yang dilakukannya bersama beberapa kolega dari Univesitas Vanderbilt
bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Amerika. Coleman melaporkan
bahwa sekolah-sekolah asuhan Pemerintah Amerika Serikat sedikit sekali
membawa dampak positif terhadap prestasi peserta didik. Sementara itu, justru
lingkungan keluarga yang sangat berpengaruh bagi peningkatan prestasi peserta
didik.1
Sejak saat itulah banyak studi dilakukan untuk mengembangkan
sekolah-sekolah efektif di segala penjuru dunia, termasuk Australia, Inggris, Eropa, dan
Amerika sendiri. Berdasarkan pada hasil kajian terhadap berbagai penelitian ini,
maka ada beberapa pertanyaan yang penulis kuak yang berfokus pada:
1. apa yang dimaksud dengan efektivitas sekolah?
2. apa karakteristik sebuah sekolah efektif?
3. bagaimana konsep sekolah efektif?
4. bagaimana membangun sekolah efektif?
1 Agustinus Bandur, http://www.indomedia.com/poskup/2007/12/12/edisi12//opini.htm
Keempat pertanyaan di atas akan penulis kupas dalam bagian
pembahasan berikut.
B. Pembahasan
1.
Pengertian
Penulis menilik terlebih dahulu mengenai arti kata ”efektivitas” dan
”sekolah”. Kata ”Efektivitas” yang berasal dari kata ”efektif”, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti ada pengaruh, akibat, efeknya atau dapat
membuahkan hasil dan mulai berlaku. 2
Sementara kata ”Sekolah” adalah bangunan/ lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran.3 Akan
tetapi, Nawawi dalam Sagala mendefinisikan ”sekolah” adalah institusi atau
lembaga pendidikan yang terikat akan norma dan budaya yang
mendukungnya sebagai suatu sistem nilai, bukan hanya tempat anak
berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan.
Weingatner, masih dalam sagala, mengartikan sekolah sebagai institusi
yang spesifik dari seperangkat fungsi- fungsi yang mendasar dalam
melayani masyarakat.4 Sagala sendiri juga turut memberikan definisi
sekolah yaitu sebagai kerja sama sejumlah orang yang menjalankan
seperangkat fungsi mendasar untuk melayani kelompok umur tertentu
dalam ruang kelas yang pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui
kurikulum yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional dengan
terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem
nilai.5
Efektivitas sekolah terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan
sekolah, guru, tenaga kependidikan, personel lainnya, siswa, kurikulum,
sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan
masyarakatnya, pengelolaan bidang khusus lainnya, hasil nyatanya merujuk
pada hasil yang diharapkan bahkan menunjukkan kedekatan atau
kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Berikut
beberapa pengertian mengenai Sekolah Efektif dalam Kartika:6
1. Menurut Komariah & Triatna (2004: 28), Sekolah efektif sebagai sekolah
yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome
yang ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen system
tersebut.
2. Menurut Allan A. Glatthron (1990:2-17), Sekolah efektif adalah sekolah
yang mempunyai beberapa karakteristik yaitu: adanya organizational
leadership (Kepemimpinan Organisasi), curriculum leadership
(Kepemimpian Kurikulum), supervisiory leadership (Pemimpin Sebagai
Pengawas), dan management (Manajemen).
5 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan
Persaingan Mutu, h. 53- 54
6Kartika, http://manajemensekolah.teknodik.net/?p=1029. Akses pada tanggal 4/15/2009
Beberapa faktor yang berhubungan dengan fungsi yang menjamin
bahwa organisasi itu dapat mengadakan pembaharuan dengan berorientasi
pada pemecahan masalah. Pertama, nilai-nilai budaya dan dukungan yang
baik. Kedua, sekolah mempunyai misi yang jelas, untuk mengembangkan
siswa secara optimal. Ketiga, adanya kebijakan sekolah yang memudahkan
pencapaian tujuan. Keempat, adanya keseimbangan yang optimal antara
“tight” dan “loose”.
Sementara itu, menurut Tjiptono dan Dian dalam Kartika, sekolah efektif
merujuk pada adanya Total Quality Manajemen (TQM), dimana TQM
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba
untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.7 Atau
dengan kata lain TQM adalah suatu pendekatan manajemen yang
memusatkan perhatian pada peningkatan mutu melalui komponen terkait.
Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya
pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. Untuk mempertahankan
kualitas penduduk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah departemen
kualitas yang terpisah.
Dengan demikian, sekolah efektif adalah sekolah yang menunjukkan
tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (achievement atau observed
output) dengan hasil yang diharapkan (objectives, targets, intended output)
sebagaimana telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada
keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses
penyelenggaraannya terdimensi manajemen, pengajaran, dan
kepemimpinan.
Oleh karena itu, ”Efektivitas sekolah” dapat penulis artikan sebagai
kemampuan sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan pendidikan
dalam mengoptimalkan fungsi seluruh sumber daya sekolah yang ada
secara efektif untuk mencapai tujuan dan efisien terhadap penggunaan
sumber daya tersebut. Tetapi, perlu dibedakan antara manajemen yang
efektif dengan manajemen efisien, dapat dilihat dari tabel di berikut ini:
Perbedaan Manajemen yang efektif dan efisien8
Manajemen Efektif Manajemen Efisien
8 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan
keuntungan biaya
2.
Karakteristik Sekolah Efektif
Kinerja sistem pendidikan saat ini masih banyak memiliki kelemahan
yang dapat ditinjau dari segi visi dan misi yang diharapkan. sekolah yang
dipandang sebagai satu kesatuan tempat belajar siswa yang berkaitan
dengan lingkungannya. Sekolah merupakan organisasi terbuka yang tidak
boleh mengisolasi diri dari lingkungannya, yang lebih bisa berhubungan dan
bekerja sama. Oleh karena itu, seolah merupakan suatu sistem organisasi
yang memudakan pencapaian tujuan belajar dan mengajar secara efisien
dan efektif. Sistem di sini, menurut Pidarta dalam Sagala, diartikan
kesatuan utuh dari bagian- bagian yang tersusun sistematis sesuai dengan
konteksnya. 9
Tabel dari Sagala berikut turut membantu memetakan karakteristik
sekolah efektif.
Karakteristik Organisasi Sekolah yang Efektif10
Komponen Karakteristik
Manajemen Fokus manajemen didasarkan pada
9 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan
lembaga pendidikan yang
bersangkutan dengan menekankan pada prosedur penngembangan organisasi yang aktual dan penggunaan waktu yang efektif, berpusat pada hasil dan tujuan yanng jelas dan terukur, semua anggota dan kuat oleh kepala sekolah, kinerja guru, dan tenaga kependidikan yang profesional ditopang oleh kemampuan teknologi, perkembangan lingkungan, peluang yang baik, kecakapan
individual dan motivasi yang kuat.
Komitmen Kepala sekolah, guru dan tenaga
kependidikan harus menggambarkan sikap konsisten, memiliki pikiran luas dan terbuka, memilki integritas yang tinggi, jujur, percaya diri, kreatif dan lain sebagainya.
Sekolah efektif oleh Mortimore diartikan sebagai A high performing
school, through its well-established system promotes the highest academic
and other achievements for the maximum number of students regardless of
its socio-economic background of the families11 ( sekolah efektif adalah
11
sebuah sekolah top, yang menaruh perhatian besar terhadap prestasi
akademik dan prestasi tertinggi lainnya berdasarkan latar belakang sosial
ekonomis keluarga sejumlah besar siswa).
Berdasarkan pengertian di atas maka pada tahun 1991, Mortimore pun
mencirikan sekolah efektif sebagai berikut:
1. Sekolah memiliki visi dan misi yang jelas dan dijalankan dengan
konsisten
2. Lingkungan sekolah yang baik, dan adanya disiplin serta
keteraturan di kalangan pelajar dan staf
3. Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat
4. Penghargaan bagi guru dan staf serta siswa yang berprestasi
5. Pendelegasian wewenang yang jelas
6. Dukungan masyarakat sekitar
7. Sekolah mempunyai rancangan program yang jelas
8. Sekolah mempunyai fokus sistemnya tersendiri
9. Pelajar diberi tanggung jawab
10.Guru menerapkan strategi-strategi pembelajaran inovatif
12. Kurikulum sekolah yang terancang dan terintegrasi satu sama lain
13.Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam membantu pendidikan
anak-anaknya.
Salah satu faktor sekolah efektif dikenal sebagai ‘keterlibatan orangtua’,
‘dukungan orangtua’, ‘keterlibatan orangtua dan masyarakat’, atau
‘hubungan keluarga-sekolah’. Dalam Alba, dari beberapa faktor sekolah
efektif tersebut, hasil studi di negara maju menunjukkan adanya lima faktor
yang paling berpengaruh terhadap efektivitas suatu sekolah, yaitu:12
1. Strong eduational leadership ( terkait dengan pendidik dan tenaga
kependidikan )
2. Emphasis on acquiring basic skills ( terkait dengan kurikulum)
3. An orderly and secure environment (terkait dengan konteks/
lingkungan);
4. High expectations of pupil attainment ( terkait dengan peserta didik)
5. Frequent assessment of pupil progress ( terkait dengan proses
pembelajaran)
Shannon dan Bylsma (2005) mengidentifikasi 9 karakteristik
sekolah-sekolah berpenampilan unggul (high performing schools). Untuk
12
mewujudkannya mereka berjuang dan bekerja keras dalam waktu yang
relatif lama. Kesembilan karakteristik sekolah efektif berpenampilan unggul
itu meliputi:
1. Fokus bersama dan jelas
2. Standar dan harapan yang tinggi bagi semua siswa
3. Kepemimpinan sekolah yang efektif
4. Tingkat kerja sama dan komunikasi inovatif
5. Kurikulum, pembelajaran dan evaluasi yang melampaui standar
6. Frekuensi pemantauan terhadap belajar dan mengajar tinggi
7. Pengembangan staf pendidik dan tenaga kependidikan yang
terfokus
8. Lingkungan yang mendukung belajar
9. Keterlibatan yang tinggi dari keluarga dan masyarakat
Apabila dikaitkan antara kelima faktor sekolah efektif tersebut, tampak
nyata bahwa kelima faktor tersebut dalam tulisan ini juga dikenal sebagai
dimensi-dimensi mutu pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebutkan
bahwa sekolah efektif tidak lain dan tidak bukan adalah juga sebutan untuk
pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak hanya Prestasi
seperti keberhasilan dalam olahraga dan peningkatan gairah belajar.
Karena itu, ukuran keberhasilan prestasi siswa pun bukan hanya dilihat
berdasarkan hasil-hasil ujian berupa angka melainkan juga aspek-aspek
non kognitif seperti kehadiran, partisipasi aktif di kelas, dan bahkan angka
drop out. Dan sekolah efektif juga memerlukan dukungan orangtua dan
masyarakat, yang diwadahi dalam lembaga yang dikenal dengan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
Menurut David A. Squires, et.al. (1983) ciri-ciri sekolah efektif yaitu:13
1. adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru,
siswa, dan karyawan di sekolah
2. memiliki suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan di kelas
3. mempunyai standar prestasi sekolah yang sangat tinggi
4. siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah
direncanakan
5. siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan
akademik
6. adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi
13Lecgarut, http://lecgarut.wordpress.com/2007/12/10/sekolah-efektif/. Akses pada tanggal
7. siswa berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor
keberuntungan dalam meraih prestasi
8. para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui
secara umum
9. kepala sekolah mempunyai program inservice, pengawasan,
supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana
bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya
umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya.
Pendapat Jaap Scheerens pada tahun 1992 tentang sekolah yang
efektif, mempunyai lima ciri penting yaitu:
1 kepemimpinan yang kuat
2 penekanan pada pencapaian kemampuan dasar
3 adanya lingkungan yang nyaman
4 harapan yang tinggi pada prestasi siswa
5 dan penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat
siswa.
Edmons pada tahun1979, menggambarkan lima karakteristik sekolah
1. kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas
pengajaran
2. pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran
3. iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran
dan pembelajaran
4. harapan bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu
pengetahuan tertentu
5. penilaian siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil
belajar siswa.
Dilanjutkan oleh Townsend di tahun 1994, mengidentifikasikan sekolah
yang efektif adalah :
1. penggunaan standar tes
2. pendekatan reputasi
3. penggunaan evaluasi sekolah serta pengembangan berbagai
aktifitas.14
Setiap sekolah mempunyai komponen kelengkapan yang berbeda-beda.
Sekolah yang dikatakan efektif adalah pada proses belajar yang
14Lecgarut, http://lecgarut.wordpress.com/2007/12/10/ sekolah-efektif / 4/15/2009 11:19:42
berlangsung secara aktif atau ada keterlibatan berbagai pihak terutama
siswa dan guru sebagai subjek belajar. Ada beberapa komponen penting
dalam menentukan keberhasilan sekolah efektif yaitu pengaturan
kelembagaan yang didasarkan pada prestasi dan kenyamaan staf,
perhatian terhadap kebutuhan, aspirasi dan karier staf, pengembangan
budaya sekolah dan manajemen modern yang didasarkan pada share,
care,dan fair.
Adapun ciri-ciri sekolah efektif dapat dilihat dari Tola dan Furqon dalam
Kartika sebagai berikut :
1. Tujuan sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik
2. Pelaksanaan kepemimpinan pendidikan yang kuat oleh kepala
sekolah
3. Ekspektasi guru dan staf
4. Ada kerjasama kemitraan antara sekolah, orang tua, dan
masyarakat
5. Adanya iklim yang positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar
6. Kemajuan siswa sering dimonitor
7. Menekankan kepada keberhasilan siswa dalam mencapai
8. komitmen yang tinggi dari SDM sekolah terhadap program
pendidikan.
Banyak dari beberapa ahli yang juga mencirikan keefektifan sekolah
yang intinya tidak jauh beda dengan tersebut diatas. Selain itu oleh Bank
Dunia ( 2000 ), mengidentifikasikan empa kelompok karakteristik sekola
efektif ditinjau dari sebagai berikut :
1. Supporting Inputs ( Input dukungan )
Karakteristik yang ditinjau adalah perangkat-perangkat yang
turut menjelmakan sekolah efektif ditinjau darai dukungan
sistem sekolah. Dukungan-dukungan itu datang dari kelompok
siswa, guru, staf lain, masyarakat, sistem penyelenggaraan
pendidikan, sumber daya material.
2. Enabling Conditions ( kondisi yang memungkinkan )
Yaitu kondisi yang membuat sekolah efektif itu mungkin akan
terwujud dengan kondisi yang diciptakan oleh lingkungan atau
sistem sekolah.
3. School Climate ( iklim sekolah )
Adalah indikator sekolah efektif yang menentukan pada
saja dari kondisi fisik, tetapi keseluruhan aspek internal
organisasai.
4. Teaching Learning Process ( proses pengajaran guru )
Pada sekolah efektif, strategi belajar mengajar dipusatkan pada
aktivitas siswa karena tanggungjawab belajar siswa. Untuk itu
guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk
menggunkan otoritasnya dalam membangun ide dan
menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan
tanggungjawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
Konsep Sekolah Efektif itu sendiri sudah lama dikenal di dunia
pendidikan di Indonesia sejalan dengan adanya perubahan cara berfikir
(paradigma) pelaksanaan pendidikan/ pembelajaran secara mendasar, dari
cara berfikir konvensional ke cara berpikir modern dan maju, berdasarkan
hasil riset di bidang pendidikan.
Pilar-pilar/ ciri/ karakteristik Sekolah Efektif utamanya untuk memberikan
wawasan pengetahuan yang utuh tentang kedudukan, tugas, peran dan
fungsi sekolah sebagai agen pembaharuan, pelayanan, peningkatkan mutu
sumber daya manusia, dan sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat
secara keseluruhan. Kata kuncinya terletak pada bagaimana upaya setiap
warga sekolah dapat mendukung terwujudnya pelaksanakan pendidikan
komponen penting yang terdapat di sekolah dan di lingkungan masyarakat
sekitar sekolah.
Oleh karena itu, penulis simpulkan bahwa, sekolah efektif adalah
sekolah yang memiliki standar pengelolaan yang baik, transparan,
responsibel dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen
penting sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka
pencapaian visi-misi-tujuan sekolah secara efektif dan efesien.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menjadikan sekolah dapat
memenuhi peran, tugas dan fungsinya sebagai agen pembaharuan, agen
pelayanan masyarakat, dan agen pengembangan sumber daya manusia
yang berkualitas. Banyak diantaranya yang sudah berhasil, tapi ada jumlah
yang lebih banyak lagi yang tidak atau kurang berhasil.
Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki komponen inti yang terdiri dari
input, proses, dan output. Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan
satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait,
terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan.
Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk
terjadinya pemrosesan guna mendapatkan output yang diharapkan. Input
bahan-bahan (materials), metode-metode (methods), dan mesin-mesin (machine).
Input sekolah meliputi:15
1. Manusia (man) yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses
pendidikan adalah siswa sebagai bahan utama atau bahan
mentah (raw input). Untuk menghasilkan manusia seutuhnya
diperlukan input manusia yang memiliki potensi untuk dididik,
dilatih, dibimbing, dan dikembangkan menjadi manusia
seutuhnya.
2. Uang (money) merupakan masukan yang melancarkan
pemrosesan raw input, walaupun bukan yang paling esensial
tetapi tidak ada uang maka perwujudan manusia seutuhnya
diragukan. Kedudukan uang daam input pendidikan sangat
pentinh untuk membiayai semua program yang telah ditetapkan.
Keuangan sekolah barasal dari pemerintah, masyarakat, dan
orang tua atau wali.
3. Bahan-bahan (materials) adalah bahan fisik yang diperlukan
untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran disekolah
guna membentuk siswa seutuhnya. Bahan-bahan atau
barang-barang tersebut adalah berupa sarana dan prasarana, alat-alat
pendidikan, dan sumber pendidikan.
4. Metode (methods) Yaitu metode pembelajaran atau cara-cara,
teknik, dan strategi yang dikembangkan sekolah dalam
melaksanakan proses pendidikan.
5. Mesin (machine) adalah seperangkat yang mendukung
terjadinya proses pembelajaran, dapat berupa teknologi,
komputer, radio, televisi, mobil, atau media-media yang
menggunakan teknologi.
Input disini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu input sumber daya
dan input manajemen atau kepemimpinan. Input sumber daya meliputi
sumber daya manusia ( terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga
kependidikan lainnya )dan sumber daya lain ( terdiri dari uang, peralatan,
perlengkapan, bahan, bangunan, dan lainnya ). Input Manajemen adalah
input potensial bagi pembentukan sistem yang efektif dan efisien.
Proses penyelenggaraan sekolah merupakan kiat manajemen sekolah
dalam mengelola masukan-masukan agar tercapai tujuan yang telah
ditetapkan (output sekolah). Proses berlangsungnya sekolah pada intinya
adalah berlangsungnya pembelajaran yaitu terjadinya interaksi antara siswa
dengan guru yang didukung oleh perangkat lain sebagai bagian dari proses
pembelajaran. Daya dukung tersebut adalah satu kesatuan aksi yang
1. Proses kepemimpinan yang menghasilkan keputusan-keputusan
kelembagaan, pemotivasian staf, dan penyebaran inovasi.
2. Proses manajemen yang menghasilkan aturan-aturan penyelenggaraan,
pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian
kegiatan, memonitoring, dan evaluasi.
Output dari aktivitas sekolah segala sesuatu yang kita pelajari disekolah
yaitu seberapa banyak yang dipelajari dan seberapa baik kita
mempelajarinya. Output sekolah yaitu berupa kelulusan siswa, siswa yang
lulus dengan sanat baik dan siswa yang lulus dengan biasa-biasa saja.
Output sekolah berfokus pada siswa yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan. Output sekolah adalah lulusan yangberguna bagi
kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, dan lingkunganya.
Artinya, lulusan semacam ini mencakup outcome. Outcome pada
pendidikan dasar dan menengah adalah siswa yang dapat melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan jika tidak
melanjutkan maka dalam kehidupannya dapat mencari nafkah dengan
bekerja kepada orang lain atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasai,
dan bermasyarakat.
3. Konsep Sekolah Efektif
Adanya arus globalisasi berpengaruh terhadap pengembangan sekolah.
dengan keadaan yang tidak menguntungkan. Hanya sekolah yang
berkualitas saja yang mampu eksis dalam persaingan global. Sebagai
upaya peningkatan pendidikan, lembaga pendidikan khususnya perguruan
tinggi harus melakukan berbagai langkah penataan baik internal maupun
eksternal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan atau
pembenahan di bidang manajemen, salah satu aspek penting dalam
penyelenggaraan pendidikan yang kurang mendapat perhatian jika di
banding dengan aspek-aspek lainnya.
Salah satu konsep perbaikan input, proses, dan output yang berkualitas
adalah TQM. TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara total
dimana merupakan pendekatan yang sistematis, prktis, dan strategis bagi
penyelenggaraan pendidikan yang mengutamakan kepuasan pelanggan
yang bertujuan meningkatkan mutu (Sallis, 1993:35 dalam Komariah &
Triatna, 2004:29).TQM mengimplikasikan komitmen untuk menjadi yang
terbaik dan memberikan produk kualitas tinggi dan layanan yang
memungkinkan serta memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. TQM
menuntut orang mau bekerja sebaik mngkin dan manajemen harus
memberikan fasilitas agar mereka dapat bekerja sebaik mungkin dengan
cara memperbaiki sistem tempat mereka bekerja.
Pencapaian tingkatan kualitas bukan merupakan hasil penerapan cara
instant jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, akan tetapi
Setiap organisasi memiliki pemimpin, begitu juga dalam suatu organisasi
pendidikan. Tujuan dari kepemimpian dalam suatu organisasi adalah untuk
memeperbaiki kinerja sumber daya manusia, untuk meningkatkan output,
dan secara simultan memberikan kebanggaan atas kecakapan kerja
bawahan. Pimpinan harus mengubah dirinya terlebih dahulu baik dari aspek
nilai, keyakinan, asumsi maupun cara mereka menjalankan roda organisasi.
Tolok ukur bagi jaminan kualitas pendidikan lebih diapresiasikan sebagai
sekolah efektif, dimana berbicara efektivitas sekolah tidak dapat dipisahkan
dengan mutu sekolah. Mutu sekolah adalah mutu semua komponen yang
ada dalam sistem pendidikan, artinya efektivitas sekolah tidak hanya di nilai
dari hasil semata, tetapi bersinergi dengan berbagai komponen dalam
mencapai yujuan yang ditetapkan dengan mutu.
Asas terpenting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan
pendidikan menuju sekolah efektif adalah “semua anak dapat belajar”.
Dalam hal ini sekolah berarti wahana yang menyediakan tempat yang
terbaik bagi anak untuk belajar (a place for better learning), dimana semua
upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan
bagi usaha membuat seluruh peserta didik belajar.
Pada sekolah efektif, strategi belajar mengajar dipusatkan pada aktivitas
siswa karena tanggungjawab belajar siswa. Untuk itu guru perlu
membangun ide dan menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi, dan tanggungjawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
Selanjutnya, penulis memaparkan kepemimpinan sekolah yang efektif.
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam sistem sekolah.
Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalaui penanganan
perubahan dan manajemen yang dilakukannya sehingga keberadaan
pemimpin bukan hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya, tidak menjadi
masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi perkembangan
organisasi.
Terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang representatif bagi
penyelenggaraan sekolah efektif, yaitu:
1. Kepemimpinan Transaksional
Adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang
diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang men-design
pekerjaan besar beserta mekanismenya, dan staf adalah orang
yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan
keahlian.
Kepemimpinan transaksional lebih difokuskan pada perannya
sebagai manajer karena ia sangat terlibat dalam aspek-aspek
prosedural manajerial yang metodologis dan fisik. Tidak
yang dikembangkan adalah berdasarkan suatu sistem timbal
balik / transaksi yang sangat menguntungkan atau mutual
system of reinforcement
2. Kepemimpinan Transformasional
Adalah suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi
yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional adalah pemimpin
yang memiliki wawasan jauh kedepan dan berupaya
memperbaiki dan mengembangkan organisasai bukan untuk
saat ini tap di masa yang akan datang sehingga dikatakan
sebagai pemimpin yang visioner. Juga merupakan agen
perubahan dan bertindak sebagai katalisator yaitu yang
memberi peran mengubah sistem kearah yang lebih baik.
3. Kepemimpinan visioner
Adalah kemampuan pemimpin dalam menciptakan,
merumuskan, mengkomunikasikan atau mensosialisasikan atau
menstrasformasikan, dan mengimplementasikan
pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial diantara organisasai yang diyakini sebagai
cita-cita organisasai di masa depan yang harus diraih atau
Adapun ciri-ciri pemimpin yang berkualitas yaitu:
1. Memiliki integritas pribadi
2. Memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga yang
dipimpinnya
3. Mengembangkan kehangatan, budaya dan iklim organisasai
4. Memiliki ketenangan dalam manajemen organisasai
5. Tegas dan adil dalam mengambil tindakan atau kebijakan
kelembagaan
Selain ciri-ciri visionary leadership melakukan langkah-langkah strategis
mentrasformasikan berbagai inovasi kepada stakeholders melalui
pemberdayaan staf dan menciptakan suatu sistem kepemimpinan
demokrasi yang memiliki visi organisasi sebagai rumusan yang dimiliki
bersama.
4. Membangun sekolah efektif
Pertama-tama perlu dipahami bahwa membangun sekolah efektif di
Indonesia mesti dilihat dalam skala nasional, paling tidak karena tiga alasan
fundamental berikut. Pertama, Indonesia dibangun berdasarkan unity in
diversity (persatuan dalam keanekaragaman suku, bahasa, agama, dan
ras) bukan dibangun atas unity in uniform (persatuan dalam keseragaman
kurang 35 tahun pada era Suharto belum bisa dikatakan berhasil dengan
memuaskan, terbukti dengan temuan United Nations Development
Programme (UNDP) bahwa mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia
sampai tahun 2000 berada pada tingkat 109. Mutu SDM ini didukung oleh
hasil survai The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) bahwa
sistem pendidikan Indonesia (sebelum menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah-MBS) berada pada tingkat ke-12 dari 12 negara. Karena itu,
pemerintah segera membentuk Komisi Nasional Pendidikan (KNP) tahun
2001 untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai model
manajemen pendidikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas SDM
termasuk perbaikan sekolah. Inilah cerita awal mengenai kebijakan
desentralisasi pendidikan di Indonesia dan diterapkannya MBS secara wajib
di Indonesia. Ketiga, konsep sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh
dilihat secara terpisah, tetapi dilihat dalam rentangan waktu yang sama. Di
belahan dunia mana pun, tidak ada yang menerapkan 100% sentralisasi
dan 100% desentralisasi karena bisa menyebabkan disintegrasi bangsa dan
sikap-sikap anarki dan ketergantungan yang tinggi.
Berhubungan dengan ketiga hal di atas, efektivitas dan perbaikan
sekolah bukan semata-mata persoalan sekolah, orangtua, dan peserta didik
semata, melainkan persoalan nasional. Karena itu, mengembangkan
sekolah yang efektif tidak pernah terpisahkan dari peran pemerintah pusat
dengan pelimpahan kuasa, wewenang, dan tanggung jawab ke sekolah
sesuai dengan standardisasi pendidikan yang ditentukan; dan dukungan
pemerintah berkaitan dengan waktu yang disediakan untuk mengadakan
perbaikan, dukungan finansial, dan sumber daya manusia.
Lalu, dengan school resources (sumber daya sekolah: sumber daya
manusia, dana, fasilitas sekolah, kurikulum sekolah, manajemen sekolah,
dan hal-hal lain yang mendukung kualitas sekolah) yang ada, misalnya
block grants, sebut saja dana Bantuan Operasional Sekolah yang dimulai
sejak tahun 2001 sampai 2005, dana dekonsentrasi untuk rehabilitasi
gedung sekolah tahun 2006, dewan sekolah diberi wewenang
sungguh-sungguh untuk mengambil keputusan mengenai: pemilihan buku teks;
anggaran dan pelaksanaan pembangunan dan renovasi gedung sekolah.
Lebih bagus lagi kalau perekrutan guru dan kepala sekolah menjadi
wewenang sekolah, bukan lagi pemerintah. Selain itu, beriringan dengan
program-program pelatihan kepemimpinan dan manajemen sekolah yang
diinisiatif pemerintah dan/atau kerja sama pemerintah dengan lembaga
internasional, sekolah mesti benar-benar diberi kuasa, otoritas, dan
tanggung jawab untuk menyusun misi, visi, tujuan, dan program-program
sekolah yang lebih nyata dalam upaya peningkatan prestasi siswa.
Beriringan dengan itu, pemerintah daerah (Pemda) baik propinsi
maupun kabupaten jangan sampai mengintimidasi kemandirian sekolah
tanggung jawab yang sudah dimiliknya dengan cara apapun. Sebaliknya,
tetap setia pada tugasnya untuk menjadi fasilitator sekolah, misalnya dalam
konteks pengalokasian block grant dari dana dekonsentrasi yang secara
otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi dalam konteks
administratif. Sejalan dengan pemda, pemerintah pusat perlu lebih
konsentrasi lagi mengurus tujuan pendidikan nasional, standardisasi dan
evaluasi nasional, sistem akreditasi, dan yang paling penting soal alokasi
dana dan sumber daya lainnya yang merata.16
Model Sekolah Efektif dalam Konteks Pendidikan di Indonesia
Sejenak melihat realitas manajemen sekolah di Indonesia sampai akhir
tahun 1990-an, pernyataan Anda mungkin sama seperti Coleman bahwa
sekolah-sekolah yang ada hanya memberikan sedikit sumbangan terhadap
peningkatan prestasi siswa karena berbagai alasan. Misalnya para kepala
sekolah hanyalah perpanjangan tangan birokrat. Mereka hanya
bertanggung jawab terhadap birokrat yang membebaninya dengan berbagai
tugas administratif dengan imbalan insentif yang minim. Para kepala
sekolah cenderung otoriter dalam mengambil keputusan di sekolah.
Jangankan menggugah orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam mengambil keputusan di sekolah, melibatkan mereka saja tidak
pernah. Guru-guru juga tidak profesional dalam mengajar, tapi ngotot
mendesak pemerintah agar gajinya naik.
16Agustinus Bandur , http://www.indomedia.com/poskup/2007/12/12/edisi12//opini.htm
Pemerintah sangat adil dan benar mewajibkan para guru untuk lulus
sertifikasi dulu baru diberi imbalan setimpal. Betulkah demikian? Kalau
betul, mengapa demikian dan siapa yang paling bertanggung jawab? Tak
dapat disangkal bahwa orangtua, lingkungan keluarga, aspek-aspek
kehidupan sosial, sistem pendidikan yang efektif, dan lingkungan
belajar-mengajar di sekolah sungguh berpengaruh besar terhadap peningkatan
prestasi peserta didik. Secara khusus, rumah dan sekolah merupakan dua
mata rantai yang tak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi siswa.
Persoalannya, dalam konteks pendidikan kita di Indonesia, sejauhmana
pemerintah dengan sungguh mendukung kemitraan (partnership) rumah
dan sekolah? Bagaimana terciptanya kolaborasi antara rumah dan sekolah
melalui konsep partnership dapat menciptakan lingkungan belajar-mengajar
yang lebih sehat sehingga prestasi anak didik pun meningkat?
Berkaitan dengan persoalan pertama, kita boleh berbesar hati karena
sesuai Undang- Undang Pendidikan 20/2003 dan panduan Menteri
Pendidikan Nasional yang dikeluarkan tahun 2002 dan 2004 untuk Dewan
Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di level sekolah,
Pemerintah pusat sudah menyerahkan kuasa, wewenang, dan tanggung
jawab ke tingkat sekolah dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan kebutuhan di sekolah. Diyakini bahwa sekolahlah yang lebih tahu
mengenai kebutuhan sekolah itu sendiri dan sekolahlah yang paling dekat
dengan peserta didik. Merekalah orang yang tepat dalam mengambil
mengalokasikan dana hibah block grant langsung ke sekolah untuk tujuan
efisiensi dan efektivitas.
Langkah ini seiring sejalan dengan banyak hasil penelitian di banyak
negara bahwa pelimpahan wewenang ke sekolah dapat meningkatkan rasa
memiliki terhadap sekolah (ownership) pada seluruh komunitas sekolah dan
masyarakat, partisipasi orangtua dan masyarakat perlahan-lahan
meningkat, dan komitmen guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat
terhadap perbaikan di sekolah lebih tinggi. Pada gilirannya, lingkungan
belajar-mengajar di sekolah dapat diperbaiki untuk mendorong terciptanya
semangat dan prestasi belajar anak didik. Realitas inilah yang disebut
dengan reformasi sekolah. Sagal juga memeberikan gambaran model
organisasi sekolah yang efektif dalam sajian table berikut:
Model Organisasi Sekolah Efektif17
No. Indikator Keefektifan sekolah ( Effective School)
1 Definisi Sekolah yang siswanya mencapai hasil
belajar dengan baik sebagaimana dibuktikan dengan angka hasil tes yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya dalam bidang kecakapan dasar seperti, bahasa, matematika, ilmu pengethauan alam dan ilmu pengetahuan social
2 Dasar riset Penelitian tentang keefektifan sekolah
Emdon ( 1979) telah meneliti bahwa sekolah yang efektif dapat dilihat dari tes pencapaian siswa secara tipikal pada pelajaran membaca dan matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah yang efektif diidentifikasikan dalam lima hal yaitu: (1) pengelolaan manajemen belajar dengan baik (2) metode dan perilaku mengajar yang fun (3) penerapan kurikulum pengajaran yang tepat (4) perilaku kepala sekolah yang mendukung dan 95) sikap guru yang mendukung penuuh program sekolah.
3 Filosofi Riset keefektifan sekolah, baik di perkotaan
maupun di pedesaan, sangat diperlukan untuk memperluas dan memperkuat komitmen dalam memberi kesempatan pendidikan yang baik kepada masyarakat mencakup permasalahan disiplin belajar siswa.
5 Susunan pendidikan Susunan pendidikan yang efektif diterima di sekolah adalah aliran kerja mengajar secara ketat yang menggabungkan sasaran dengan kurikulum dan model pengajaran dengan pengujian.
6 Ajaran Gabungan yang standar dan kuat dari tujuan
dan sasaran, kurikulum, pengajaran dan pengujian akan menghasilkan pengajaran yang disukai dan paling baik
7 Supervisi dan evaluasi Supervisi dan evaluasi pelaksanaan tugas mengajar dilaksanakan untuk menjawab dua pertanyaan mendasar, yaitu pada batasan
mana sebaiknya guru
model pengajaran dan bagaimana siswa mencapai hasl belajar.
8 Kepemimpinan Kepemimpinan instruksional kepala sekolah
merupakan pemimpin pengajaran yang memiliki pandangan kuat terhadap
paham dengan situasi baru ini. Agar ia tidak sendirian memikul tanggung
jawab yang dilimpahkan pemerintah pusat, ia perlu memupuk sebuah
proses pengambilan keputusan partisipatif dan partnership dengan
berbagai komponen di sekolah dan masyarakat luas. Untuk itu, Komite
sekolah yang merupakan lembaga perwakilan komunitas sekolah (kepala
sekolah, staf sekolah baik staf pengajar maupun staf administrasi, orangtua
murid, dan siswa ) serta masyarakat luas termasuk tokoh masyarakat,
aktivis pendidikan, ahli pendidikan, aktivis LSM, dan bahkan alumni. Sampai
di sini, jelaslah bahwa kejelasan peran pemerintah dan partnership di
Sejalan dengan otonomi daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001,
pendidikan dasar dan menengah juga diserahkan pengelolaannya kepada
daerah. Pemerintah daerah memang belum memiliki pengalaman
mengelola sekolah secara komprehensif. Ada daerah yang mencerminkan
sikap pesimisme dan juga ada yang mencerminkan sikap yang amat
optimistik dalam menyambut otonomi dalam bidang pendidikan. Bagi
daerah yang pesimistik, hal ini terjadi sebagai akibat Dana Alokasi Umum
kecil dibandingkan dengan kebutuhan daerah untuk menggaji guru pegawai
negeri lain yang sudah didaerahkan. Karena pesimisnya bahkan ada Bupati
yang dengan lugas “bercita-cita” untuk meng-embalikan sebagian guru ke
pemerintah pusat. Hal ini terjadi kebanyakan di daerah dalam Jawa.
Sebaliknya, Pemerintah Daerah yang optimistik saat ini telah mampu
membuat rancangan anggaran untuk meningkatkan pendidikan di
daerahnya masing-masing melalui Pendapatan Asli Daerah yang amat
signifikan jumlahnya. Keadaan ini dapat terjadi karena daerah yang
bersangkutan memiliki cukup sumber alam berupa komoditas primer yang
dapat dijual untuk kepentingan itu. Apapun sikap daerah, the show must go
on. Artinya, pendidikan memang harus segera ditangani dengan berbagai
kendala yang mungkin ada di daerah masing-masing secara otonom.
Dalam otonomi pendidikan, sebenarnya terbuka peluang yang cukup
besar untuk membuat pendidikan di daerah menjadi lebih berkualitas. Hal
ini terjadi karena Bupati Kepala Daerah saat ini memiliki kewenangan yang
melalui sistem rekrutmen guru, rekrutmen siswa, pembinaan
profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan sistem
evaluasi, dan sebagainya. Jadi dalam era otonomi, berbicara tentang
kualitas pendidikan dasar dan menengah tinggal tergantung pada maunya
daerah. Jika kita meminjam terminologi school based management, kualitas
pendidikan untuk masa yang akan datang lebih tergantung pada komitmen
daerah untuk merumuskan visi dan misi di daerahnya masing-masing. Jika
daerah cukup visioner, pengembangan sektor pendidikan akan memiliki
peluang yang besar untuk dapat memenuhi standar kualitas sesuai dengan
harapan para stakeholders. Manakala pemerintah daerah memiliki political
will yang kuat dan kemudian disertai dengan kebijakan yang
mengedepankan arti penting pendidikan sebagai upaya human investment
di daerah, dapat dipastikan pendidikan di daerah itu akan memiliki praksis
yang baik, dan dengan demikian kualitas pendidikan akan dapat
ditegakkan.
Sebaliknya, manakala pemerintah daerah memandang pendidikan tidak
penting, sehingga visi dan misi pendidikan di daerah itu tidak dirumuskan
secara jelas dan dengan demikian tidak dapat diderivasikan menjadi praksis
pendidikan yang solid, mudah ditebak bahwa pendidikan di daerah itu akan
tidak baik. Jika hal ini terjadi, praksis pendidikan akan berjalan secara tidak
profesional. Sekolah-sekolah akan dikelola secara tidak efektif. Akhirnya
pendidikan di daerah kehilangan arah dalam menjalankan fungsinya secara
profesional.
Membangun budaya sekolah agar suatu sekolah menjadi sekolah efektif
merupakan tantangan bagi daerah dalam menangani otonomi pendidikan.
Semasa sentralisasi pendi-dikan, sekolah-sekolah dikelola tanpa
memperhatikan efektivitas suatu sekolah. Bahkan ada tolok ukur yang amat
trivial, dan sebenarnya misleading bagi proses pendidikan di sekolah, yaitu
pencapaian prestasi sekolah yang selalu dikaitkan dengan NEM. Akibatnya
segala daya yang dimiliki sekolah dikerahkan sedemikian rupa agar di
sekolah-sekolah di bawah daerah kekuasaan kantor wilayah dapat
mencapai NEM yang tinggi. Proyek-proyek perbaikan kualitas sekolah juga
memiliki parameter peningkatan NEM. Masyarakat juga sangat menikmati
kebijakan itu, sehingga jika seorang anak memiliki NEM yang tinggi
orangtua anak yang bersangkutan sangat bangga tanpa mempedulikan
kerusakan aspek afektif pada diri anak. Pendek kata NEM telah dituhankan
di republik ini dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dalam era otonomi pendidikan, keadaan ini harus diubah. Sekarang ini
telah lahir paradigma baru mengenai keberhasilan seseorang dalam
kehidupan masyarakat yang nyata. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa IQ – perolehan aspek kognitif (yang dicerminkan dengan perolehan
NEM) tidak lagi merupakan parameter yang signifikan bagi keberhasilan
indikator keberhasilan, yaitu: aspek afektif – emotional intelligence (EQ).
Dengan demikian, kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi,
memahami emosi orang lain, memiliki ketahanan menghadapi kegagalan,
bersikap sabar, memiliki kesadaran diri, bermotivasi tinggi, bersikap kreatif,
memiliki empati, bersikap toleransi, dan sebagainya merupakan
karakteristik yang jauh lebih penting untuk dimiliki siswa dari pada sekedar
pencapaian NEM itu sendiri.
Jika demikian halnya, dalam paradigma baru itu secara implisit kita perlu
mengelola sekolah secara efektif di era otonomi pendidikan ini. Rumusan
sekolah yang efektif dapat kita ikuti dari konsepnya Mortimore (1991), yaitu:
“one in which students progress further than might be expected from a
consideration of intake” Jadi nampak dari rumusan ini bahwa tugas penting
sekolah bukannya pencapaian NEM, akan tetapi menjaga agar semua
siswa dapat berkembang sejauh mungkin jika dibandingkan dengan kondisi
awal ketika mereka baru memasuki sekolah yang bersangkutan. Pada
sekolah yang efektif, semua siswa dijamin dapat berkembang. Sebaliknya,
pada sekolah yang tidak efektif hanya siswa yang memiliki kemampuan
tinggi dalam belajar (fast learners) yang dapat berkem-bang.
Dalam Utomo, di dalam sekolah yang efektif terdapat proses belajar
yang efektif, yang ciri-cirinya menurut Mortimore adalah sebagai berikut: (1)
aktif, bukannya pasif; (2) tidak kasat mata; (3) rumit, bukannya sederhana;
didik; (5) dipengaruhi oleh berbagai konteks. Selanjutnya, ada beberapa ciri
penting bagi sekolah yang efektif (Sackney, 1986), yaitu: (1) Adanya visi
dan misi yang dipahami bersama oleh komunitas sekolah, yang dari sini
dapat dirinci lagi menjadi: (a) adanya sistem nilai dan keyakinan yang saling
dimengerti oleh komunitas sekolah; (b) adanya tujuan sekolah yang jelas;
(c) adanya kepemimpinan instruksional. (2) Iklim belajar yang kondusif di
sekolah, yang meliputi: (a) adanya keterlibatan dan tanggung jawab siswa;
(b) lingkungan fisik yang mendukung; (c) perilaku siswa yang positif; (d)
adanya dukungan keluarga dan masyarakat terhadap sekolah. (3) Ada
penekanan pada proses belajar, yang terdiri dari: (a) memusatkan diri pada
kurikulum dan instruksional; (b) ada pengembangan dan kolegialitas para
guru; (c) adanya harapan yang tinggi dari komunitas sekolah; dan (d)
adanya pemantauan yang berulang-ulang terhadap kemajuan belajar
siswa.18
Era otonomi pendidikan baru saja kita masuki. Inilah saat yang
menentukan bagi para ahli, praktisi, dan juga pengamat pendidikan untuk
secara bersama memberdayakan pendidikan nasional, meskipun secara
politis pendidikan nasional kita saat ini kurang, dan bahkan juga layak untuk
dikatakan tidak mendapatkan perhatian yang serius. Oleh karena itu di
sela-sela kesibukan dan kebosanan menyaksikan gejolak politik di republik ini,
marilah kita juga memanfaatkan sisa energi yang ada pada diri kita untuk
18
merenungkan, dan juga memikirkan bagaimana nasib para generasi
penerus bangsa ini melalui sentuhan pendidikan di sekolah-sekolah yang
mampu menawarkan transfer of learning, transfer of training, dan transfer of
principles secara efektif. Jika demikian halnya, konsekuensinya kita
memang perlu membangun budaya sekolah yang efektif.
C. Penutup
Berdasarkan ujraian panjang di atas, maka penulis menyimpyulkan
bahwa:
1. Efektivitas sekolah” adalah kemampuan sekolah sebagai institusi
pengelola pelayanan pendidikan dalam mengoptimalkan fungsi
seluruh sumber daya sekolah yang ada secara efektif untuk
mencapai tujuan dan efisien terhadap penggunaan sumber daya
tersebut.
2. sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki standar pengelolaan
yang baik, transparan, responsibel dan akuntabel, serta mampu
memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara
internal maupun eksternal, dalam rangka pencapaian
3. konsep perbaikan input, proses, dan output yang berkualitas
adalah TQM. TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara
total dimana merupakan pendekatan yang sistematis, prktis, dan
strategis bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengutamakan
kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan mutu
4. efektivitas dan perbaikan sekolah bukan semata-mata persoalan
sekolah, orangtua, dan peserta didik semata, melainkan persoalan
nasional. Oleh karena itu, mengembangkan sekolah yang efektif