• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN PERADABAN DUNIA BARU DI PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEMBANGUN PERADABAN DUNIA BARU DI PAPUA "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN PERADABAN DUNIA BARU DI PAPUA BERBASIS KEDAULATAN RAKYAT DAN BERKEADILAN

SOSIAL

oleh: Riyan Sumindar

Latar Belakang

Pembahasan mengenai papua tampaknya tidak pernah berhenti, urusannya tidak lebih dari sikap tegas pemerintah terhadap kelompok-kelompok yang dianggap separatis, yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Papua hanya dilihat dari kacamata Jakarta. Papua tidak pernah diajak bicara. Papua tampaknya, kurang diberikan kesempatan untuk sekedar menyampaikan pendapatnya, kemudian pendapatnya itu diakomodir, direalisasikan, dilaksanakan, dan diwujudkan menjadi sebuah kenyataan yang dirasakan secara langsung oleh seluruh masyarakat Papua, khususnya orang asli papua.

Papua tidak dianggap sebagai organ penting bangsa Indonesia, Papua dilupakan, Papua dibiarkan tertinggal, terbelakang, miskin, tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan permodalan. Mungkin sepintas, kita memandang pernyataan-pernyataan itu tidak berdasar, sudah banyak pemerintah memberikan pemihakan kepada Papua, dengan alokasi anggaran yang besar, dengan banyak kucuran dana melalui perbankan melalui berbagai program yang didukung oleh pemerintah, intinya pemerintah tidak tinggal diam, pemerintah bekerja, pemerintah merespon apa yang diinginkan Papua.

Dilihat dari perspektif kebangsaan, apa yang dilakukan Pemerintah —eksekutif dan legislatif— dengan berbagai kebijakan, program, alokasi dana, pemihakan tampaknya tidak menjawab kebutuhan yang sesungguhnya dibutuhkan orang asli papua saat ini. Semua pihak dari pemerintah mengasumsikan yang dibutuhkan orang asli papua sebagaimana yang diusulkan dalam setiap alokasi anggaran setiap tahunnya, seolah-olah kebijakan Jakarta terhadap Papua telah dapat menyelesaikan kebutuhan dasar Papua.

(2)

tidak ingin diperlakukan seperti warga negara kelas dua. Papua tidak ingin ditindas. Papua menginginkan kedudukan yang sama dalam mengelola negara ini. Papua memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama, seperti warga bangsa Indonesia lainnya. Papua memiliki harkat, derajat, martabat, dan harga diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Tuduhan-tuduhan Papua merdeka, sama sekali tidak berdasar, kalau tidak merupakan sebuah skenario untuk melakukan upaya penindasan negara terhadap rakyatnya. Intinya, semua gerakan-gerakan yang kemudian disebut sebagai gerakan papua merdeka, itu bagian dari permainan yang dimainkan untuk mempengaruhi psikologis Jakarta.

Melihat dan memahami cara bermain sebagai sebuah bangsa, tampaknya kita perlu kembali merujuk apa yang telah dilakukan oleh para pendiri bangsa Indonesia di awal kemerdekaan. Mereka dengan kompak melakukan pelbagai permainan yang merespon kepentingan dunia luar, bukan seperti saat ini para elit bangsa memainkan anak bangsa bahkan lebih kasarnyanya lagi menjual anak bangsa ini. Sudah saatnya, kita meninggalkan cara-cara kuno dalam membangun bangsa sambil merubuhkan kepercayaan bangsa itu sendiri, itulah yang kita rasakan saat ini. Kita kembali mencoba merumuskan sendi-sendi kekuatan bangsa Indonesia secara utuh, terutama untuk menghadapi tantangan-tantangan eksternal.

Ketidakadilan dan Ketidakpercayaan terhadap Pemerintah

Papua hari ini membutuhkan pengakuan, membutuhkan persamaan hak, membutuhkan diperlakukan selayaknya sebagai saudara. Tidak sulit seharusnya untuk menjawab hal itu, namun persoalannya tidak berhenti disitu. Hak ulayat papua dikebiri, tanah adat papua dibeli oleh para pemodal dengan harga sangat murah dan tidak manusiawi. Tanah adat papua sudah tidak jelas batas-batasnya, seluruhnya menjadi tanah negara, dan papua tidak memiliki akses pada tanahnya sendiri. Tidak ada bedanya kelompok indian di Amerika Serikat, diberikan ruang seonggok tanah yang berada dalam pengawasan pemerintah. Negara tidak hadir di Papua.

(3)

menjadi salah satu penyebab ekonomi berbiaya tinggi di Papua saat ini. Di sisi lain, kekurangan logistik memicu salah satunya adalah terjadinya konflik antar suku di Papua, dan hal ini difahami oleh aparatur keamanan dan pertahanan negara.

Ketidakadilan yang terjadi di Papua lebih mencerminkan sikap dari pemerintah, yang lebih cenderung melakukan proses pembiaran terhadap berbagai fenomena yang menciptakan kekerasan-kekerasan di masyarakat. Ruang dialog dipersempit, teriakan-teriakan rakyat Papua tidak didengar, tidak diapresiasi. Aspirasi diterima, tetapi tidak pernah dibahas sedikitpun, apalagi direalisasikan, didengar, dijawab, dipenuhi keinginannya, kalau pun tidak dapat memenuhi semua, bisa dijelaskan kepada rakyat secara langsung.

Triliunan dana yang beredar di Papua, tetapi tidak pernah sampai di masyarakat yang paling miskin. Uang beredar di Papua dan kembali ke Jakarta, melalui berbagai modus dan sikap perilaku elit politik di seluruh wilayah Papua. Ada apa dibalik ini semua. Siapa yang melakukan ini. Apa motifnya. Siapa yang diuntungkan dengan kondisi ini, dan jelas orang asli papua sangat dirugikan oleh situasi saat ini.

Pekikan merdeka, pekikan lepas dari Republik Indonesia, merupakan jeritan suara hati Papua, karena diperlakukan secara tidak adil, diperlakukan bukan sebagai bagian dari anak bangsa ini. Wajar demikian. Tetapi sesungguhnya, para pemimpin negara ini, tampaknya perlu melihat secara bijak, bahwa apa yang disampaikan itu tidak lebih dari akibat tingkat kelelahan yang sangat tinggi, tingkat keputusasaan yang sangat tinggi, tingkat ketidakpercayaan yang sangat tinggi, khususnya kepada pemerintah. Dengan kata lain, tingkat kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah --dalam hal ini pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, juga seluruh lembaga DPR-Papua, DPRD Kabupaten/Kota—sangat rendah.

Kesadaran Kolektif Prasyarat Dasar Membangun Peradaban Baru Dunia di Papua

(4)

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial). Negara ini dibangun bukan atas nama dinasti/garis keturunan tetapi didasarkan keinginan luhur untuk mencapai kemerdekaan sejati, yaitu kemerdekaan bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia, yang didasarkan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang berkeadilan sosial.

Peperangan, penguasaan atas asset kekayaan alam, pembangunan pangkalan militer, penguasaan cadangan dan produksi minyak dunia, dilakukan sejumlah negara sebagai alasan melakukan invasi dari satu negara ke negara lain atas persetujuan dewan keamanan PBB. Ketidak-adilan, keserakahan, ketamakan, juga pemimpin yang otoriter menjadi salah satu penyebab terjadinya proses kehancuran peradaban ummat manusia di abad ini, dimana dengan segala bentuk kemutakhiran teknologi, kecepatan akses melalui teknologi informasi dan teknologi persenjataan, dimana dunia sedang menghadapi kehancuran yang hebat. Sendi-sendi dasar kekuatan akhlak dan budaya dihancurkan dengan berbagai upaya melalui berbagai media massa baik cetak dan elektronik.

Saat ini, ukuran sukses seseorang didasarkan kepada basis materi, pangkat, jabatan, takhta, bukan pada ketinggian akhlak, budi pekerti yang baik, serta kejujuran dan dapat dipercaya. Pergeseran nilai dasar inilah yang menjadi fokus kita untuk memulai kembali upaya-upaya membangun kesadaran yang dimulai dari diri sendiri, untuk kemudian menjadikan sebuah kesadaran kolektif, yang diharapkan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai anak bangsa untuk mewujudkan kecerdasan kehidupan bangsa dan pada akhirnya mewujudkan kemerdekaan sejati.

(5)

langkah dan gerak hidupnya, sehingga tercermin dalam pola dan perilaku hidupnya yang menjalankan prinsip-prinsip dasar akhlak mulia.

Kesadaran kolektif ini adalah bangunan dasar dari sebuah bangsa yang memiliki kedaulatan dan keadilan sosial, dimana sistem nilai kesadaran kolektif tumbuh dari nilai-nilai adat dan nilai-nilai agama, untuk itu peran adat istiadat sebagai pilar budaya bangsa tampaknya perlu diperkuat sebagai bagian dari proses membangun kesadaran kolektif bangsa.

Kecerdasan bangsa merupakan produk dari kesadaran kolektif, dimana seluruh anak bangsa telah memiliki peran dan tanggungjawabnya dalam proses membangun kecerdasan seluruh rakyat Indonesia. Kecerdasan bangsa tidak selalu dinilai dengan seberapa tinggi tingkat pendidikan formal seseorang, tetapi kecerdasan bangsa diperoleh ketika seluruh anak bangsa telah mampu menyelaraskan kemampuan pikir dan hati.

Kecerdasan bangsa inilah yang pada akhirnya akan menjadikan dasar-dasar perdamaian dunia, dimana setiap langkah dan tindakan khususnya para pemimpin bangsa akan selalu mempertimbangkan kekuatan akal dan rasa secara bersamaan, yang pada akhirnya dalam setiap pengambilan keputusannya didasarkan kepada upaya mencapai keselamatan bersama. Kecerdasaan bangsa yang menciptakan keselamatan bersama inilah yang kemudian mewujudkan perdamaian abadi, kedaulatan rakyat yang berkeadilan sosial.

Kemerdekaan seluruh bangsa-bangsa di dunia, itulah makna kemerdekaan sejati. Kemerdekaan sejati diproyeksikan sebagai kemerdekaan atas jati diri sebagai manusia yang mengemban tugas hidup sebagai wakil Tuhan di muka bumi, yang memberikan rasa aman, ketentraman, kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh ummat manusia dan seluruh makhluk di muka bumi.

Membangun Peradaban Dunia Baru di Papua

(6)

Tidak ada perbedaan warna kulit, agama, ras, seluruh anak bangsa merupakan satu kesatuan yang utuh, yang memiliki persamaan hak, memiliki tanggungjawab yang sama, khususnya orang asli papua, juga memiliki tanggungjawab membangun bangsa Indonesia ini dengan kesadaran kemanusiaannya, merupakan bagian penting dari bangsa Indonesia. Alenia pertama ini mendorong pemahaman baru terhadap kesadaran kemanusiaan merupakan salah satu tugas fungsi hidup setiap individu manusia Indonesia ke depan.

Dampak paket-paket kebijakan institusi global sangat melemahkan sendi-sendi kemanusiaan, kesenjangan terjadi antara negara maju dan negara berkembang, bahkan negara miskin. Negara-negara berkembang dan miskin, sama sekali tidak memiliki posisi tawar yang cukup untuk keluar dari proteksi-proteksi dan standar-standar yang cenderung merugikan negara-negara berkembang dan miskin, bahkan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan kehidupan kemanusiaan, dimana sebagian besar masyarakat di negara-negara berkembang dan miskin cenderung menjadi pasar perusahaan-perusahaan multinasional, dan menjadi pusat konsumsi dan ketergantungan terhadap produk-produk impor dari negara-negara maju. Perang saudara, konflik-konflik, perdagangan senjata, perdagangan narkoba terjadi di berbagai negara berkembang dan miskin, agar fokus mereka terpecah, dan tidak sempat membangun, memperbaiki, dan lepas sendi-sendi kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara.

(7)

Semua yang dilakukan Papua dan masyarakat Papua seluruhnya merupakan bagian dari perjuangan untuk menegakkan harkat, derajat dan martabat kemanusiaan. Selama ini harkat, derajat dan martabat kemanusiaan berhenti dalam slogan-slogan, namun sesungguhnya justru perlu upaya serius, perlu kerja keras, perlu perjuangan yang sungguh-sungguh dalam menegakkan harkat, derajat dan martabat kemanusiaan.

Harkat kemanusiaan mencerminkan jatidiri kita sebagai bagian dari ummat manusia sedunia, yang memiliki makna bahwa setiap individu memiliki jiwa yang bersih.

Derajat kemanusiaan mencerminkan tingkat kepercayaan yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu bangsa Indonesia, yang memberikan arti bahwa kemuliaan, hati yang bersih, serta pikiran-pikiran yang jernih yang senantiasa mengawal setiap aktivitas anak bangsa Indonesia.

Martabat kemanusiaan mencerminkan penghargaan atas sikap, perilaku, akhlak, setiap individu anak bangsa Indonesia, yang memiliki integritas, memiliki kepercayaan terhadap diri mereka sendiri, untuk mendapatkan kepercayaan dari sesama anak bangsa, dan kepercayaan dari semua.

Seluruh perjuangan ini sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sebagai ideologi masyarakat adat dan bangsa Indonesia. Ini penting, bahwa secara eksplisit dinyatakan bahwa amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila ideologi masyarakat adat, artinya masyarakat adat dengan segala bentuk kesadarannya mengakui seluruh isi dan substansi yang termaktub didalam Pembukaan UUD 1945, dengan demikian masyarakat adat merupakan bagian tidak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia secara utuh, tidak terpisah sedikitpun baik dari sisi sejarah, fakta-fakta yang mendukung bahwa Papua merupakan bagian tidak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia. Demikian pula, Pancasila sebagai ideologi masyarakat adat memastikan bahwa dasar gerak dan dasar kesadaran tertinggi dalam institusi masyarakat adat merupakan implementasi seluruh sila dari Pancasila. Pancasila menjadi landasan utama dari seluruh aktivitas masyarakat adat, dan seluruh bangsa Indonesia.

(8)

bangsa Indonesia ke depan. Semangat jiwa-jiwa yang suci mencerminkan bahwa setiap individu bangsa Indonesia ke depan perlu melahirkan jiwa yang suci, jiwa yang bersih, jiwa-jiwa yang hidup dan menghidupkan, jiwa-jiwa-jiwa-jiwa yang kudus, yang melahirkan semangat untuk seluruh anak bangsa Indonesia. Budi pekerti yang luhur mencerminkan proses yang dilakukan seluruh individu anak bangsa Indonesia, sebagai insan kamil dalam menunaikan amanat kemanusiaan dan ketuhanan.

Deklarasi masyarakat adat untuk membangun ruang budaya yang memberikan tempat bagi semua peradaban untuk hidup berdampingan secara damai, harmoni dan berkeadilan sosial, ditopang oleh dua prasyarat tadi. Ruang budaya merupakan wadah untuk semua, tanpa memandang perbedaan agama, ras, warna kulit, suku, dan segala bentuk perbedaan lainnya. Ruang budaya menampung seluruh aspirasi dan kepentingan tanpa batas, yang memberikan tempat bagi semua peradaban, tidak hanya agama-agama yang diakui negara saat ini, tetapi mengakui dan menjadi wadah untuk seluruh agama dan keyakinan di seluruh dunia ini untuk dapat hidup berdampingan, secara damai, harmoni dan berkeadilan sosial.

Strategi Membangun Peradaban Dunia Baru di Papua

1) Membangun kesepahaman mengenai persoalan-persoalan bangsa Indonesia yang tengah dihadapi saat ini;

2) Merekonstruksi peran-peran strategis bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan-tantangan nasional, regional dan internasional; dan

3) Memperkokoh kesalingpercayaan antar anak bangsa, sebagai pilar penting dalam upaya reposisi peran bangsa Indonesia ke depan.

(9)

Untuk itu, Kepala Negara Republik Indonesia bersama masyarakat adat di seluruh Indonesia, merekonstruksi peran-peran strategis bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan-tantangan nasional, regional dan internasional.

Terakhir, memperkokoh kesalingpercayaan antar anak bangsa, sebagai pilar penting dalam upaya reposisi peran bangsa Indonesia ke depan.

Agenda Membangun Peradaban Baru di Papua

1. Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat. Penanam modal lokal maupun asing yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat.

Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal baik dari lokal maupun asing harus melibatkan masyarakat adat setempat. Pemberian kesempatan berusaha melakukan pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya.

2. Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain. Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya. 3. Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

(10)

kekayaan intelektual orang asli Papua berupa hak cipta mencakup hak-hak dalam bidang kesenian yang terdiri dari seni suara, tari, ukir, pahat, lukis, anyam, tata busana dan rancangan bangunan tradisional serta jenis-jenis seni lainnya, maupun hak-hak yang terkait dengan sistem pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh masyarakat asli Papua, misalnya obat-obatan tradisional dan yang sejenisnya. Perlindungan ini meliputi juga perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual anggota masyarakat lainnya di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Pemerintah pusat memandang perlu adanya upaya percepatan di bidang ekonomi dengan memberikan dukungan khususnya kepada orang asli papua untuk mendapatkan berbagai akses yang diperlukan serta pendampingan dalam mengembangkan skala usaha ekonomi mereka, dengan perlakuan-perlakuan khusus sedemikian, sehingga orang asli papua memperoleh kesamaan dalam pengembangan ekonomi dan meningkatnya nilai pendapatan per kapita orang asli papua untuk hidup lebih sejahtera.

Disadari sepenuhnya upaya percepatan pembangunan ekonomi itu bukan suatu yang mudah, karena merupakan suatu transformasi budaya yang sekalipun direkayasa tetap saja memerlukan suatu proses penyesuaian yang lama dan panjang. Percepatan itu tidak bisa serta merta karena harus dilaksanakan dengan prudent. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya, baik dari pihak masyarakat, dunia usaha dan pemerintah di setiap tingkatan. Rentang waktu sampai dengan tahun 2025 sebagai batasan waktu pelaksanaan 25 tahun Otonomi Khusus tahap pertama merupakan tahapan yang sangat krusial untuk mengangkat perekonomian Papua menjadi sejajar dengan provinsi lainnya.

Pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, didasarkan pada prinsip-prinsip:

a. Pembangunan adalah hak. b. Kelestarian lingkungan. c. Kesejahteraan.

d. Partisipasi masyarakat.

e. Persetujuan dari masyarakat sejak awal tanpa paksaan (free

(11)

4. Pola Pemanfaatan Tanah Ulayat (menurut Prof. Dr Maria S. W. Sumardjono, SH, MCL, MPA)

A. Pemanfaatan tanah ulayat tanpa pemberian hak atas tanah di atas tanah Ulayat, dimana bentuk-bentuk perjanjian pemanfaatan tanah ulayat sebagai berikut:

a. Sewa;

b. Pinjam pakai;

c. Kerjasama pemanfaatan

a. Konstruksi hukum: hubungan keperdataan b. Jangka waktu: sesuai perjanjian

c. Untuk MHA: sesuai dengan konsepsi bahwa tanah tidak dapat dilepaskan untuk selama-lamanya.

d. Untuk pihak lain: tanah tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (UU No. 4Tahun 1996) tetapi nilai ekonomis dari pengusahaan di atas tanah ulayat tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia (UU No. 42 Tahun 1999)

B. Pemanfaatan tanah ulayat dengan pemberian hak atas tanah

1. Pemberian hak atas tanah di atas tanah ulayat menurut UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA).

 Konstruksi hukum: tanah ulayat dilepaskan oleh MHA è tanah negara è pemohon mengajukan hak atas tanah misalnya HGU, di atas tanah negara (bekas tanah ulayat).

 Untuk MHA: tidak sesuai dengan konsepsi bahwa tanah tidak dapat dilepaskan untuk selama-lamanya, pihak lain hanya “memakai” atau menggunakan untuk jangka waktu yang terbatas.

 Untuk pihak lain: memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha; HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. 2. Pemberian hak atas tanah di atas tanah ulayat menurut RUU Pertanahan.

(12)

berdasarkan perjanjian tertulis dengan MHA; jika jangka waktu berakhir tanah kembali kepada MHA; jika dikehendaki untuk diperpanjang, harus ada rekomendasi/persetujuan dari MHA.

 Bagi pihak lain: memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian berusaha; HGU dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.  Bagi MHA: tanah tidak dilepaskan untuk

selama-lamanya (sesuai dengan konsep hubungan hukum MHA dengan tanah).

C. Hal-hal krusial terkait pemanfaatan tanah ulayat

1. Pemahaman tentang struktur kemasyarakatan MHA untuk menentukan pihak-pihak dalam perjanjian.

2. Pemahaman konsepsi hubungan antara hak ulayat sebagai kepunyaan bersama; walaupun sudah dibagikan kepada anggota, tetapi ketika akan dimanfaatkan oleh pihak lain, harus dengan pesetujuan MHA secara keseluruhan.

3. Batas wilayah MHA yang jelas.

4. Kesepakatan berdasarkan free, prior and informed consent dan ketentuan hukum adat yang berlaku.

5. Bentuk dan besaran ganti kerugian/imbalan atas penyerahan tanah ulayat (nilai sosial dan magis-religius vs nilai ekonomis tanah).

6. Terkait usulan pemilikan saham MHA perlu dipertimbangkan hal-hal sbb:

a. dengan dimanfaatkannya sebagian tanah ulayat, maka MHA kehilangan kesempatan memanfaatkan tanah untuk kepentingannya sendiri. Untuk opportunity lost ini perlu diberikan rekognisi/imbalan yang sesuai dengan kehilangan tersebut.

(13)

c. Untuk menentukan nilai sebagian tanah ulayat MHA tersebut diperlukan peran penilai independen yang harus mempertimbangkan faktor sosial-budaya-religius bidang tanah MHA disamping faktor ekonominya.

d. Kelompok MHA yang bidang tanahnya dimanfaatkan diwujudkan dalam bentuk Koperasi.

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian pemanfaatan tanah Ulayat MHA

1. Perjanjian pemanfaatan tanah (“perjanjian”) dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat setelah memperoleh persetujuan tertulis dari warga MHA. 2. Wakil MHA dalam perjanjian adalah penguasa adat

yang ditunjuk oleh warga MHA menurut ketentuan hukum adat MHA yang bersangkutan.

3. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian dimuat dalam akta otentik.

4. Bidang tanah ulayat yang dimanfaatkan dalam perjanjian adalah bidang tanah yang belum dimanfaatkan oleh MHA, dan tidak meliputi bidang tanah yang merupakan sumber kehidupan dan tempat keramat/sakral MHA.

5. Batas-batas bidang tanah ulayat yang dimanfaatkan itu ditentukan oleh MHA ybs dengan mengikutsertakan penguasa adat yang letak tanahnya berbatasan.

6. Persetujuan batas bidang tanah ulayat dalam butir lima dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh penguasa adat MHA ybs, penguasa adat yang letak tanahnya berbatasan, dan pejabat pemerintahan setempat (kepala distrik, kepala kampung).

7. Identitas MHA yang tanahnya dimanfaatkan dalam perjanjian dimuat dalam Surat Pernyataan yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Nama asli/sebutan hak Ulayat MHA ybs. b. Nama asli MHA ybs.

(14)

d. Penguasa adat yang berwenang mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah Ulayat.

e. Nama-nama seluruh anggota MHA ybs.

8. Surat Pernyataan dalam butir tujuh ditandatangani oleh penguasa adat MHA ybs dan pejabat pemerintahan setempat.

Kebijakan pemanfaatan tanah ulayat perlu dirancang dengan kehati-hatian melalui pemahaman yang utuh terhadap struktur sosial MHA yang bersangkutan, konsepsi hubungan MHA dengan tanahnya, dan hukum adat yang berlaku serta ditaati oleh MHA, sehingga pola pemanfaatan yang dipilih dapat memberikan kepastian hukum, dan bermanfaat bagi para pihak.

Kekurangpahaman terhadap struktur MHA yang bersangkutan berpotensi menimbulkan konflik /sengketa. Selain itu, perlu didorong penerbitan RUU Pertanahan dan RUU Pengakuan Hak MHA.

5. Pengakuan Wilayah Adat sebagai Prasyarat Pembangunan (menurut Myrna Safitri)

Pembangunan harus dilihat sebagai hak dan pemenuhan hak asasi manusia.

Hak atas pembangunan menurut Deklarasi PBB:

“an inalienable human right by virtue of which every human person and all peoples are entitled to participate in, contribute to, and enjoy economic, social, cultural, political development, in which all human rights and fundamental freedoms can be fully realized.”

Apa yang penting dalam pelaksanaan hak atas pembangunan?

• Pengakuan terhadap hak atas tanah dan sumber daya alam;

(15)

• Pelaksanaan prinsip free, prior-informed consent (persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan, Padiatapa)

• Kesempatan yang sama;

• Tersedianya kondisi yang memungkinkan terpenuhinya hak-hak asasi manusia.

Dengan demikian pengakuan atas wilayah adat adalah keniscayaan, dan prasyarat bagi terpenuhinya hak atas pembangunan.

Pengakuan wilayah adat dalam kaitan dengan pengukuhan kawasan hutan Pengakuan hutan adat dalam kaitan dengan pelaksanaan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.

Prioritas Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan Papua (Permenhut P.32/Menhut-II/2013)

• Meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan.

• Menertibkan dan menegakan hukum di kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.

• Meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat adat.

• Mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan.

Perlu menyegerakan pengukuhan kawasan hutan dengan:  Inventarisasi, identifikasi, verifikasi klaim wilayah adat

dalam kawasan hutan;

 Dialog antar komunitas di wilayah-wilayah yang diklaim sebagai wilayah adat

 Pemetaan wilayah adat dengan skala 1:50.000 (di dalam kawasan hutan koordinasi BPN dan Kemenhut)

 Konsultasi dengan masyarakat apakah wilayah adat akan menjadi hutan adat atau tidak.

Tugas Pemda

(16)

• Menciptakan mekanisme inventarisasi, identifikasi dan verifikasi hak yang dapat menghindarkan penunggang gelap;

• Memastikan terpenuhinya hak-hak kelompok perempuan dan miskin dan ketiadaan manipulasi elit dalam proses pengambilan keputusan

• Pemberdayaan sosial, ekonomi dan hukum pasca pengukuhan kawasan hutan

Prinsip-prinsip Pengaman Tata Kelola

• Ketersediaan kebijakan dan instrumen hukum di tingkat nasional dan daerah yang relevan

• Informasi yang transparan dan aksesibel bagi masyarakat • Kelembagaan daerah dan kelembagaan masyarakat yang

akuntabel

• Partisipasi masyarakat dan masyarakat sipil dalam pembuatan dan monitoring kebijakan

• Penegakan hukum yang berkeadilan • Pencegahan dan penanganan korupsi Prinsip-prinsip kerangka pengaman sosial • Kepastian status dan hak atas wilayah adat

• Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak masyarakat adat

• Partisipasi penuh, efektif, berkeadilan gender • Mekanisme penyelesaian konflik

• Pembagian manfaat secara adil

Prinsip-prinsip kerangka pengaman lingkungan

• Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan

• Mendukung kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan • Menjalankan prinsip kehati-hatian melalui pelaksanaan

kajian lingkungan hidup strategis (UU No. 32/2009)

(17)

yang dibuat secara bersama antara lembaga masyarakat adat Papua, Gereja dan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai bagian dari upaya memberikan pemberdayaan secara langsung berupa program-program pengentasan kemiskinan dalam bentuk dana alokasi khusus. 7. Pelibatan Seluruh Elemen Orang Asli Papua dalam Kegiatan

Ekonomi Produktif dalam 5 wilayah adat di Provinsi Papua dan 3 wilayah adat di Provinsi Papua Barat

Kegiatan afirmasi ini ditujukan kepada seluruh elemen orang asli papua tanpa kecuali, mendapatkan akses dan kesempatan yang sama dalam berbagai kegiatan ekonomi produktif, sehingga seluruh elemen orang asli Papua diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan diri dan keluarganya dalam meningkatkan tingkat pendapatan per kapitanya secara berkesinambungan, untuk itu diperlukan berbagai dukungan pembiayaan dalam bentuk perkoperasian di seluruh wilayah adat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada ayat tersebut dijelaskan tentang suatu Negara yang mempercayakan administrasi pemerintahannya kepada seorang pemimpin. Setiap orang muslim mempunyai hak ikut dalam

Awalnya, Workshop akan dibuat untuk mengenalkan dasar-dasar pembuatan videografi pada adik-adik tersebut, lalu sebagai bentuk praktik, mereka juga akan

Banyak faktor mempengaruhi minat siswa sekolah mengenah atas Negeri 1 Kamal untuk meneruskan perguruan tinggi yang rendah diantaranya salah satu faktor rendahnya

Tujuan dan signifikansi : Kegiatan penanganan pasca panen simplisia ini dimaksudkan untuk menghasilkan SOP pasca panen simplisia dari pegagan dan kumis kucing untuk

Karena nilai signifikansi promosi dan word of mouth kurang dari 0,05 dan nilai signifikansi brand awareness lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

If weight is in effect, see classification table for the total number..

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau.. tanpa bahan

[r]