• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perubahan Peran Militer dalam Po

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisa Perubahan Peran Militer dalam Po"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Perubahan Peran Militer dalam Politik Indonesia

Pada awalnya, kajian sosiologi militer adalah bidang yang relative dikenal dikalangan ahli sosiologi Amerika. Salah satu alasannya adalah karena banyak ahli sosiologi tertarik pada spectrum poltik militer, baik dari sisi liberal maupun non liberal. Selain itu, akses dan prosedur untuk melakukan penelitian militer memerlukan policy yang berliku dan rumit, akibatnya banyak sosiologi yang menjadi kurang berminat untuk menekuni risset masalah militer. Namun, belakangan ini isuisu militer semakin banyak dikaji oleh ilmuwan sosial sebagai cabang ilmu yang penting di dalam memberikan sumbangan bagi kebijakan militer.1

Di negara modern yang demokratis, peran tentara dibatasi pada pelaksanaan perintah di bidang pertahanan nasional dan – dalam keadaan darurat- keamanan dalam negeri. Yang berhak mengeluarkan perintah kepada tentara adalah pemerintah yang dipilih oleh rakyat dalam pemilihan demokratis, yaitu yang dilakukan secara umum, bebas dan rahasia. Kekuasaan pemerintah pilihan rakyat di atas tentara dikenal dengan istilah supremasi sipil.2

Militer merupakan salah satu badan negara yang dibentuk langsung oleh negara. Pada masa Perang Dunia I dan II pembentukan militer bertujuan untuk dapat melindungi diri dari serangan ataupun invasi dari negara lain. Militer juga merupakan alat utama untuk dapat menguasai dan mengendalikan suatu daerah tertentu dibawah kekuasaan. Dahulu, militer merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki tiap negara. Pembentukan atau pengembangan militer ini sendiri memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing. Dengan seiring berjalannya zaman, menghantarkan pula pada dunia yang berteknologi maju. Sehingga hal ini menunjukkan perkembangan militer bagi setiap negara. Dan di samping hal itu, dengan adanya globalisasi dan teknologi yang canggih maka peran dan definisi militer tidak hanya memiliki arti sempit seperti sedia kala yang mana militer mempunyai ikatan yang erat terhadap perang, namun saat ini militer mempunyai definisi serta peran yang luas. Salah satunya adalah mengambil peran dalam politik negara.

1 Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011

(2)

Terdapat beberapa golongan militer banyak yang memegang peranan politik yang amat menentukan, melebihi golongan sipil sendiri. Gejala ini berhubungan erat dengan kenyataan, bahwa oleh karena negara-negara tersebut baru lepas dari penjajahan atau baru mencapai kemerdekaan, maka kebanyakan belum mempunyai sitem politik dan pemerintahan yang stabil atau masih mencari-cari sistem politik yang tepat. Disamping itu, pencapaian kemerdekaan tersebut kebanyakan justru dilakukan dengan kekerasan senjata dimana unsur-unsur militer memegang peranan yang besar. Keadaan seperti ini menyebabkan golongan militer di negara-negara itu memiliki kekhususan-kekhususan sehingga tidak dapat diperbandingkan begitu saja dengan militer di negara-negara yang sudah “settled” dan “developed”, seperti di Amerika Serikat misalnya.3 Dalam bentuknya yang paling dramatis, partisipasi militer didalam politik ini

berupa “coup d’etat” (kudeta) suatu observasi terhadap berbagai sistem politik pada beberapa negara yag baru berkembang,terutama di Asia, menunjukkan adanya tiga rangkaian sebabyang mendorong tampilnya militer kedalam politik dan pemerintahan.4 Pertama, adanya

ketidak-stabilan sistem politik. Kedua, sebab-sebab yang menyangkut kapasitet daripada militer untuk mempengaruhi atmosfir kehidupan politik, bajkan untuk memperolah peranan-peranan yang menentukan. Ketiga, biasanya bilamana kepentingan orang militer dirasakan terancam.

Di beberapa negara, militer merupakan salah satu alat yang digunakan saat mencapai kemerdekaan bagi negara tersebut. entah melalui perang, agresi militer, maupun sebagai alat pendukung dan pelindung. Selain dalam hal mendapatkan sebuah kemerdekaan bentuk perlawanan yang menggunakan militer juga berupa kudeta. Bayak beberapa kasus pelengseran pemimpin ini sebagian besar menggunakan militer sebagai bentuk perlawanan. Jika dilihat secara sekilas militer sangat erat kaitannya dengan dunia politik. Dan memang seperti itulah kenyataannya. Terkadang dalam politik banyak menggunakan militer sebagai baju atau alat dalam bertindak maupun membuat keputusan.

3 Muhaimin Jahja, “PerkembanganMiliter Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966”, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1971

(3)

Indonesia, yang masih digolongkan dalam kategori negara-negara yang berkembang5,

golongan militernya juga terlibat didalam masalah politik. Dalam persoalan ini sarjana Daniel S. Lev mengungkapkan :

“The major problem which Indonesia’s military leadership has had to face . . . . . has been to develop a role for the army in the national political structure that would satisfy its political, economic and social aspirations. It was never a passive professional army and its revolutionary origins and continual operations since 1948 against domestic political rebellions have made its officer corps fully aware of national politics”.6

Turut sertanya militer dalam bidang politik di Indonesia mulai tampak gejalanya sejak tahun 1952 dengan terjadinya peristiwa yang terkenal dengan nama “Peristiwa 17 Oktober”7,

suatu kejadian yang meletus karena adanya dorongan psycho-politis pada militer yang telah merasa dirinya sebagai “shareholders” terbesar dalam menegakkan Republik Indonesia pada masa 1945-1949.

Terlihat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan Indonesia sebagai alat dalam berpolitik. Indonesia juga dalam mencapai kemerdekaannya dengan melakukan berbagai cara dan perlawanan yang dilakukan kepada penjajah beberapa aksinya menggunakan militer. Militer memang sangat kental akan hubungannya dengan politik.banyak perilaku politik yang selalu menggunukan jasa atau kekuatan militer. Sama halnya dengan negara-negara lain, militer juga sangat krusial kehadirannya bagi Indonesia. Penggunaan militer dapat berupa kekerasan maupun bentuk dukungan aksi Indonesia dalam pertentangan. Militer tak selamanya mengandung makna buruk. Tergantung dari bentuk serta hasil aksinya.

Prof. Samuel Edward Finer mengemukakan pendapatnya tentang hal-hal yang membuka kesempatan pada militer untuk tampil dalam arena politik. Beliau menyebutkan, bahwa besar kecilnya kesempatan yang mendorong militer untuk memainkan peranan politik, dan kadar turut

5 Lihat dalam. John J. Johnson Johnson (ed.), op.cit ; dan, Wilson C. Mc Williams (ed.). op.cit; Ricahrd M. Leighton and Ralph Sanders (ed.), New Dmensions in the cold war : Transition and Tension in the Underdeveloped World, Indstrial College of the Armed Forces, Washington, D.C., 1963. Istilah bahasa Inggris untuk negara-negara sedang berkembang itu bermacam-macam

6 Daniel S. Lev, dalam, Wilson C. Mc Williams (ed), ibid, hal. 150

(4)

sertanya militer dalam politik bergantung dengan keadaan yang disebutnya sebagai “level of political culture” sesuatu negeri; semakin besar penghargaan dan penghormatan anggota masyarakat suatu negeri terhadap lembaga-lembaga sipil dan pemerintahan serta terhadap nilai-nilai konstitusionil, maka semakin kecil kesempatan bagi militer untuk memasuki arena politi; dan sebaliknya.8

Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada masyarakat. Semua pembentukan keputusan dan kebijakan disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Namun hal ini tetap tidak terlepas dengan adanya militer dalam dunia politik. Indonesia pernah mengalami saatsaat dimana militer merupakan badan tertinggi yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilawan. Dalam hal ini militer terlibat langsung dalam dunia politik, yang biasa disebut dengan politik militer. Pemeritah menggunakan kekuatan militernya dalam menjalankan kekuasaannya. Dan Indonesia menjalani situasi tidaklah sebentar. Cukup lama sehingga dibeberapa kasus menimbulkan traumatic tersendiri.

Namun demikian, perjalanan dinamika organisasi TNI itu dalam sejarahnya tidak pernah mengabaikan kodratnya yang asasi, yakni sebagai bagian dari kekuatan horizontal rakyat Indonesia dan sebagai bagian komponen integrative dalam rangka menjaga dan mengamankan kedaulatan bangsa dan negara. Dengan kata lain, peran “horizontal” dari TNI ini tidak lepas dari fungsi sosial, politik, ekonomi dalam perjuangannya menegakkan dan mengamankan kedaulata bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melalui sabuk “sabuk kemakmuran dan keamanan”. Tentu saja, fungsi kemiliterannya merupakan tugas pokok yang utama sebagai “tentara nasional yang terampil dan professional”, baik untuk melaksanakan operasi militer selain perang.9

A. Militer pada periode 1945-1960

Militer Indonesia memiliki keunikan dibandingkan dengan militer di negara lain, militer Indonesia membentuk dirinya sendiri melalui perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Beland ataupun Jepang. Perjuangan mendapatkan kemerdekaan membuatnya melakukan 8 S.E Finer. The Man on Horseback : The Role of the Military in Politics, Frederick A. Praeger, New York –3, N.Y, 1962, hal.7

(5)

kegiatan kesemestaan, tidak hanya bertempur secara fisik akan tetapi terlibat dalam penyusunan strategi pendirian bangsa Indonesia. Keunikan inilah yang menjadikan peranan militer Indonesia menjadi tidak biasa. Penggalan sejarah kemerdekaan menjadi legitimasi di mana militer tidak hanya menjadi instrument pertahanan bangsa dari gangguan kekuatan luar, akan tetapi menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan politik Indonesia.10 Militer juga menjadi salah satu

bagian penting dalam sejarah Indonesia maupun dalam sejarah perpolitikannya.

Sejarah mencatat bahwa, perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya memiliki perjalanan yang panjang. Proklamasi kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Menandakan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dan bebas dari belenggu penjajahan. Sehari sesudah pernyataan kemerdekaan itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mulai mengadakan 3 kali siding untuk membicarakan hal-hal yang urgen sehubungan dengan telah berdirinya Republik Indonesia.11 Sidang tersebut yaitu

berturut-turut :

1. Sidang pada tanggal 18 Agustus 1945, mengambil keputusan yang berupa : mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD 45), dan memilih presiden serta wakil presiden yang secara aklamasi terpilih ialah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta

2. Tanggal 19 Agustus 1945, dalam sidang ini Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan keputusan-keputusan : membentuk kabinet sebagai badan eksekutifdengan dua belas departemen yang masing-masing dikepalai oleh seorang menteri; pada saat itu pula ditunjuk orang-orangnya, kecuali jabatan menteri pertahanan yang masih dilowongkan untuk beberapa lama yang tidak ditentukan

3. Sidang pada tanggal 22 Agustus 1945, yang berhasil menetapkan : menetapkan Komite Nasional Indonesia (KNI) dengan ketuanya Mr. Kasman Singodimedjo, yaitu bertugas memberi nasihat kepada presiden beserta anggota kabinetnya; kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada saat itu juga langsung meleburkan dan menjelmakan diri menjadi KNI-Pusat.

KNI ini dibentuk dari pusat sampai kedaerahvdaerah. Disamping itu, pada sidang ini diputuskan pula untuk membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang, yang mempunyai salah satu bagiannya yang bernama “Badan Keamanan Rakyat” (BKR) yang berada dibawah

10 Ibid hal. 6-7

(6)

KNI. BKR ini juga dibentuk dari pusat sampai kedaerah-daerah. pada sidang yang ketiga ini sebetulnya telah diambil ketetapan pembentukan satu partai politik tunggal yang bersifat nasional yang dimaksudkan untuk menyalurkan kehendak rakyat. KNI dan BKR menjadi organisasi –organisasi rakyat yang tidak hanya sekedar membantu, tetapi juga mendorong memimpin dan memutar roda evolusi. Disamping BKR tumbuh pula pasukan-pasukan bersenjata yang terdiri dari pemuda-pemuda dengan bermacam orientasi politik yang tidak puas dengan hanya dibentuknya BKR. 12

Kehadiran militer Indonesia, tentu tidak terpisahkan dari realitas politik yang menyertainya. Lahir dan berkembang sebagai militer yang revolusioner dengan ideografis Jawa. Indonesia sempat memiliki konsep khusus yang di aplikasikan oleh militer Indonesia. Dan konsep ini sempat berjalan dan menguasai untuk beberapa saat di ranah politik Indonesia.

Militer di Indonesia mengalami berbagai masa yang fluktuatif dalam tumbuh kembangnya sebagai salah satu bagian dari kekuatan dominan yang ada di Indonesia. Sejak pertama kali militer ikut menangani urusan sipil dalam kehidupan bernegara, memang telah muncul suatu indikasi bahwa nantinya kekuatan militer Indonesia akan memegang peranan yang penting pula dalam sejarah perpolitikan Indonesia, bahkan bersanding dengan kekuatan Soekarno maupun PKI.13 Tampilnya iliter di mata masyarakat sebagai aktor penting “pengaman” keutuhan bangsa

dan negara Indonesia dari aksi radikalisme PKI menjadikan militer semakin dominan dalam perpolitikan dan aktivitas ekonomi Indonesia, sebagaimana pendapat dari Abdoel Fatah :

Sejak awal berdirinya, tentara Indonesia telah terlibat dalam bidang politik, karena dihadapkan pada kondisi nyata yang mengharuskannya. Pada masa perang kemerdekaan, tentara juga melakukan tugas-tugas di luar pemerintahan, karena pada masa itu, tanpa keterlibatan tentara, pemerintah tidak bisa berjalan. Sifat kesemestaan perang pada masa itu menuntut mengurusi bidang politik, ekonomi, sosial, dan militer. Ada juga sekelompok anggota TNI yang terlibat dalam politik dikarenakan pengaruh dan tarikan partai maupun kekuatan politik tertentu”.14

12 Muhaimin Jahja lock.cit

(7)

Meledaknya pemberontakan G30S/PKI merupakan salah satu pemberontakan terbesar dan tersadis dalam sejarah Indonesia. Munculnya pemberontakan ini menandakan pula lengsernya sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dirasa memang tidak sesuai untuk dijalankan di kalangan masyarakat Indonesia. Penurunan Soekarno sebagai Presiden dilandasi dengan keluarnya SUPERSEMAR pada 11 Maret 1966 yang mana menandakan timbulnya era baru, yaitu orde baru.

Ada beberapa karakteristik kontrol objektif yaitu15 :

1. Ada pengakuan kurangnya kompetensi professional, dan disadari perlunya ditingkatkan untuk mencapai standar professional tingkat tinggi;

2. Subordinasi efektif militer terhadap kepemimpinan sipil tentang kebijakan luar negeri dan militer;

3. Pengakuan atas kepemimpinan professional dan otonomi militer;

4. (Implikasinya) Minimalisasi intervensi militer dalam politik dan intervensi politik dalam militer.

Runtuhnya masa periode Demokrasi terpimpin bukan hanya dari segi politik saja maupun dari berbagai bidang, semisal ekonomi dan sosial. Terhitung pada pada periode ini Indonesia mempunyai banyak utang terhadap negara lain yang mengakibatkan Indonesia harus meminjam uang dari IMF untuk menutupi utang-utang tersebut. politik yang sudah dirasa seperti lahan untuk menjalankan kepentingan pribadi semakin merajalela. Serta penggunaan militer dalam kekerasan yang semena-mena.

B. Militer masa periode Orde Baru

Dwifungsi ABRI adalah suatu konsep politik yang menempatkan ABRI baik sebagai Kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam surpa maupun infra struktur politik sekaligus. Struktur politik yang demikian itu telah diatur melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Struktur yang demikian tidak ditemukan dalam sistem di engara yang menganut paham demokrasi liberal maupun parlementer. Perbedaan tersebut tidak hanya pada struktur namun juga pada mekanismenya. Walaupun Dwifungsi ABRI dalam perkembangannya

(8)

telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem demokrasi Pancasila, harus diakui secara jujur bahwa masih ada sementara pihak yang mempersoalkan eksistensinya. Mereka yang menolak Dwifungsi ABRI menempati jabatan-jabatan di luar fungsi Hankam, karena menganggap bahwa jabatan tersebut merupakan porsi golongan sipil. Mereka mengemukakan bahwa keberadaan ABRI di luar fungsi Hankam disebabkan oleh adanya keadaan darurat di masa lalu yang dipertahankan. Maka kritik yang tajam dilontarka dengan mengatakan bahwa konsep Dwifungsi ABRI adalah merupakan “pembenaran” terhadap keadaan darurat yang hendak diperintahkan tersebut.16

ABRI lahir bersama-sama dengan meletusnya revolusi rakyat, ia lahir dari anak-anak rakyat sendiri. ABRI adalah angkatan bersenjata yang lahir dan tumbuh dengan kesadaran untk melahirkan kemerdekaan, membela kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. ABRI pertama-tama adalah angkatan bersenjata perjuangan dan baru setelah itu adalah angkatan bersenjata professional. Setiap prajurit ABRI petama-tama adalah pejuang prajurit dan baru kemudian adalah prajurit pejuang. Kelahiran dan pertumbuhan ABRI yang demikian itu, membuat ABRI juga berhak dan merasa wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Inilah sebab pokok mengapa ABRI mempunyai dua fungsi, yakni sebagai kekuatan militer (pertahanan dan keamanan) yang merupakan alat negara, dan sebagai kekuatan sosial politik yang merupakan alat perjuangan rakyat.

Alasan kuat untuk sesegera mungkin menghapus peranan sosial politik militer yang disebut sebagai dwifungsi ABRI itu adalah ABRI telah menjadikan perannya berdwifungsi itu sebagai senjata utama untuk mematikan segala bentuk kehidupan yang demokratis. Dalam posisi seperti itu, ABRI (TNI AD) menjadi satu-satunya institusi politik yang berkuasa dan dapat mengatur sendiri seluruh kehidupan masyarakat. Lebih jauh, Daniel S. Lev menuliskan bahwa dwifungsi ABRI bukan saja monopoli politik dan makna politik tetapi kuga menyumbang secara luar biasa bagi kerusakan kelembagaan kenegeraan, karena seluruh lembaga negara diposisikan berada dibawah kekuasaan institusi militer. Bibit dari perluasan penguasaan muncul sejak masa paksa kemerdekaan. Misalnya penolakan jendral Sudirman terhadap rencana pembentukan sta pendidikan untuk TKR(Tentara Keamanan Rakyat) dibawah kementerian Pertahanan, pada

(9)

Januari 1946. Alasannya kekuatan militer adalah kekuatan politik, dan militer percaya bahwa harus menjadi pemimpin Indonesia.17

Beberapa literature mendeskripsikan intervensi angkatan bersenjata dalam politik suatu negara diakibatkan situasi-situasi seperti ini.18

1. Jatuhnya prestise pemerintah atau partai politik yang memegang pemerintahan, menyebabkan rezim yang bersangkutan semakin banyak menggunakan paksaan untuk memelihara ketetiban dan untuk menekankan perlunya persatuan nasional dalam menghadapi krisis, yang selanjutnya menyebabkan penindasan terhadap perbedaan pendapat;

2. Perpecahan antara atau diantara pemimpin-pemimpin politik, menimbulkan keraguan-keraguan pada komandan-komandan militer apakah rezim sipil masih mampu untuk memerintah secara kolektif;

3. Kecilnya kemungkinan terjadinya intervensi dari luar oleh negara yang besar atau oleh negara-negara tetangga dalam hal perebutan kekuasaan;

4. Pengaruh buruk dari perebutan kekuasaan oleh militer di negara-negara tetangga;

5. Permusuhan sosialdalam negeri, yang paling jelas terjadi di negara-negara yang dierintah oleh suatu kelompok minoritas;

6. Krisis ekonomi, yang menyebabkan dicabutnya kebijakan penghematan yang mempengaruhi sektor-sektor masyarakat kota yang terorganisir;

7. Korupsi, pejabat-pejabat pemerintahan dan partai yang tidak efisien, atau anggapan bahwa pejabat-pejabat sipil berniat menjual bangsanya kepada suatu kelompok asing;

8. Struktur kelas yang sangat ketat, yang menyebabkan dinas militer menjadi satu-satnya saluran yang terbuka untuk anak miskin unutk status status dari bawah ke atas;

17 Baca Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia, (Jakarta:LP3ES, 1996) hal 53-56

18 Calude E.Welch, Jr., “Cincinnatus in Africa: The Possibility of Military

Withdrawl From Politics,” dan Robert P. Clarck, Devolopment and Instabillity: Political change in the Non-Western World (Chicago: Dryden,1974), hal 185-186. Dalam Robert P Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik

(10)

9. Kepercayaan yang semakin meningkat tebal pada anggota-anggota militer bahwa merekalah satu-satunya kelas sosial yang mempunyai cukup disiplin dan cukup setia kepada modernisasi untuk menarik negara keluar ari tata-caranya yang tradisional;

10. Pengaruh asing, dapat melibatkan perwakilan militer negara asing, pengalaman yang diperolah dalam perang di negara asing, atatu dalam pusat-pusat latihan di luar negeri, atau bantuan asing dalam bentuk peralatan dan senjata;

11. Kekalahan militer dalam perang dengan negara lain, khususnya kalau para pemimpin militer yakin bahwa pemerintahan sipil telah mengkhianati mereka dengan merundingkan ketentuan-ketentuan perdamaian yang tidak menguntungkan atau karena salah menjalankan kegiatan perang di belakang garis pertempuran.

Soeharto pada masa pemerintahannya melibatkan militer secara langsung dalam berpolitik. Semua bentuk militer berada di bawah kekuasaannya. Militer dalam kasus ini digunakan sebagai alat dalam mencapai keperluan pribadi. Masa orde baru merupakan salah satu masa tersulit yang harus dilalui oleh masyarakat Indonesia. Setiap kegiatan masyarakat selalu dipantau secara langsung oleh militer. Jika sekiranya melakukan suatu hal yang tidak patut di mata pemerintah, maka militer akan bergerak langsung untuk menangani serta menangkap para pelaku. Terbatasnya peran media massa dalam beroprasi. Media massa pun mempunyai karakteristik khusus tersendiri dalam menyampaikan beritanya. Memberikan serta menyampaikan argument sangat dibatasi ketentuanya. Media juga tidak boleh mengkritik pemerintah. Jika hal itu dilakukan maka subjek ataupun sumber media tersebut kan dilarang penyiaran maupun penerbitannya bahkan yang lebih parah lagi akan dibubarkan secara paksa. Masyarakat memiliki waktu yang sangat tertindas atas ketidak bebasan dalam melakukan hal apapun. Masyarakat dilarang saling berkumpul, saling berdiskusi, membuat kelompok ataupun melakukan kegiatan politik lainnya. Apa yang menjadi kebijakan pemerintah saat itu harus dijalani tanpa boleh adanya sebuah protes yang ingin dilontarkan.

(11)

secara formal diakui dan diposisikan sebagai kekuatan sosial–politik. Maka militer Indonesia menempati jabatan–jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan duduk di DPR.

Berakhirnya kekuasaan presiden Soeharto pada 1998 menyebabkan muncul jurang legitimasi yang menganga lebar, sebagaimana tercermin dari penghujatan meluas terhadap berbagai lembaga dan prosedur politik yang digunakan orde baru termasuk militer. Perubahan konstelasi politik tersebut berdampak pada kristalisasi gagasan reformasi militer yang menjadi agenda utama dari gerakan demokratisasi di tahun 1998. Sejak itu pengaruh politik militer mengalami penurunan yang drastis. Militer tidak lagi memiliki pengaruh politikyang dominan terhadap pemerintahan, dan pada saat ini tidak berada dalam posisi meraih kembali kekuasaan politik.

C. Militer Masa Periode ReformasiSekarang

Sejak adanya reformasi, peran dan fungsi militer mengalami perubahan. Tidak secara langsung turut dalam dunia politik serta pembentukan kebijakan seperti sedia kala. Format kaca mata Indonesia baru, TNI bukanlah alat pemerintah yang dapat diartikan sebagai kelompok kepentingan. Sebaliknya, membutuhkan TNI untuk mendapatkan masukan berupa usulan, kritik, dan revisi yang strategis dalam proses pengambilan keputusan dan juga memformulasi hubungan sipil– militer di Indonesia. Hubungan sipil– militer di tiap– tiap negara berbeda, tergantung dari jenis pemerintahan yang dianut negara bersangkutan. Pada umumnya di negara transisi demokrasi, seperti pada sistem pemerintahan Indonesia, Samuel Hungtinton menyebutkan bahwa hubungan sipil– militer ditujukan dengan dua car, yaitu 1) subjective civilian control(pengendalian sipil subjektif) , 2) objective civilian control(pengendalian sipil objektif). Berikut penjabaran peran, fungsi serta tugas TNI19:

PERAN

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

FUNGSI

(12)

(1) TNI sebagai alat pertahanan negara, berungsi sebagai;

 Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatn, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;

 Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan

 Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.

(2) dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara.

TUGAS

(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Keasatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. operasi militer untuk perang;

b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:

 Mengatasi gerakan separatis bersenjata;

 Mengatasi pemberontakan bersenjata;

 Mengatasi aksi terorisme;

 Mengamankan wilayah perbatasan;

 Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;

 Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;

 Mengamankan presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;

 Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungny secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;

 Membantu tugas pemerintah di daerah dan lain sebagainya.

(13)

Terjadinya Reformasi dalam pemerintahan politik Indonesia menyebabkan terjadinya reformasi dalam TNI pula. Beberapa bentuk reformasi TNI20;

 Pemisahan fungsi pertahanan (militer) dan keamanan (polisi). Polri bukan lagi bagian dari ABRI: Polri dan TNI;

 Penghapusan peran sosial politik militer: TNI dan Polri tak lagi memiliki jatah perwakilan di parlemen (baik di pusat maupun daerah);

 Personel militer (dan polisi) tak diberi hak pilih dalam pemilu. Personel militer yang tertarik untuk berpolitik harus pension, melepas keanggotannya.

Conclusion

Mengingat bahwa TNI lahir dari rakyat, maka sudah barang tentu TNI memang benar– benar milik masyarakat. Karena itu, apa yang menjadi tantangan rakyat, juga berarti menjadi tantangan TNI. TNI yang berasal dari rakyat dan dan berada di tengah–tengah rakyat, sehingga terjadi interaksiyang tidak bisa dihindari. TNI mempunyai peran utama dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa Indonesia, mengawal dan diharapkan selalu bisa menjawab tantangan zaman yang selalu akan muncul menhadang kemajuan bangsa dan negara kita. Negara harus mampu menciptakan perimbangan antar kemampuan menggunakan kekerasan, kemampuan mengoptimalkan infrastruktur serta legitimasi masyarakat tanpa syarat apapun. Dalam kondisi ini sangat nampak kehadiran TNI dan masa depannya sangat tergantung pada kesepakatan–kesepakatan politik, ekonomi, sosial anatar negara dan masyarakat dan pada titik tertentu tudak lepas dari pengaruh kekuatan global. Hanya negara yang mampu melepaskan diri dari kekuatan dan pengaruh global yang hegemonic akan membuat masyarakat bangsa ini menjadi mandiri dan memiliki harga diri termasuk TNI.21

(14)

REFERENSI

 Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011

 Said Salin, “Militer Indonesiadan Politk:Dulu, Kini dan Kelak”, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001

 Muhaimin Jahja, “PerkembanganMiliter Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966”, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1971

 John P. Lovell & C.I. Eugene Kim, “The Military and Political Change in Asia”, Pasific Affairs, Spring and Summer, 1967, Vol.XL. Nos. 1&2, hal 114-117

 Lihat dalam. John J. Johnson Johnson (ed.), op.cit ; dan, Wilson C. Mc Williams (ed.).

op.cit; Ricahrd M. Leighton and Ralph Sanders (ed.), New Dmensions in the cold war : Transition and Tension in the Underdeveloped World, Indstrial College of the Armed Forces, Washington, D.C., 1963. Istilah bahasa Inggris untuk negara-negara sedang berkembang itu bermacam-macam

 Daniel S. Lev, dalam, Wilson C. Mc Williams (ed), ibid, hal. 150

(15)

 S.E Finer. The Man on Horseback : The Role of the Military in Politics, Frederick A. Praeger, New York –3, N.Y, 1962, hal.7

 Maarif Syamsul, “militer dalam perlemen 1960-2004”, Jakarta: Prenada, 2011

 Harun A. Rasyid, Sekitar Proklamasi, Konstitusi, dan Dekrit Presiden, Pelita Ilmu, Jakarta , 1968, hal 11-13

 Herbert Feith, Soekarno-Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983

 Soebijono, A.S.S.Tambunan, MUkmin Hidayat, Astoeti Koesoemo Roemini, Dwifungsu ABRI perkembangan dan peranannya dalam Kehidupan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal.1

Baca Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia,(Jakarta:LP3ES, 1996) hal 53-56

 Calude E.Welch, Jr., “Cincinnatus in Africa: The Possibility of MilitaryWithdrawl From Politics,” dan Robert P. Clarck, Devolopment and Instabillity: Political change in the Non-Western World (Chicago: Dryden,1974), hal 185-186. Dalam Robert P Clark,

Menguak Kekuasaan dan Politik

Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga,1989) hal 155-156

 http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html/diunggah-pada-tanggal-15-november-2013

 Web.unair.ac.id/Militer dalam sistem Indonesia/ diunggah pada tanggal 18 November 2013

Referensi

Dokumen terkait

Melalui perbaikan proses pelaksanaan metode cooperative learning tipe index card match pada siklus II tersebut, motivasi belajar siklus II mencapai skor 137

Terjadinya angin darat dan angin laut disebabkan perbedaan suhu antara daratan dan lautan.. Hembusan angin darat paling kuat terjadi pada waktu matahari mulai terbit. Hembusan

Tidak hanya di dalam film, pada cerita di novel Gyeonwoo juga memperlihatkan sifat bertanggung jawabnya dengan menggendong ‘si wanita’ yang sedang mabuk. Ia menggendong

Diharapkan dengan adanya repository ini dapat membantu prodi Teknik Informatika dalam mengelola data laporan TA dan juga memberikan kemudahan kepada mahasiswa

Jumlah sel T CD8 + dinilai dengan skor histologi dengan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan monoklonal antibodi sel T CD8 + dengan pewarnaan

There are three peculiarities in moral development during adolescence, namely: (a) Adolescence have realized that the right or wrong is on the judgment of justice or wisdom, not on

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dan pembahasan, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat