• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Program Kemitraan Di Area Medan Oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Program Kemitraan Di Area Medan Oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

Ada berbagai variasi defenisi dan klarifikasi mengenai kemiskinan yang

dikemukakan oleh beberapa pakar ekonomi, salah satunya David Cox (dalam Seabrook,

2006: 31) membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi:

1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang

dan pengkalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju, sedangkan

negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan

pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten yaitu

kemiskinan akibat rendahnya pembangunan, kemiskinan pedesaan yaitu

kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan,

kemiskinan perkotaan yaitu kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan

kecepatan pertumbuhan perkotaan.

3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan

kelompok minoritas.

4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian

lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,

kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar

kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis

(2)

individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang

per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,

pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya

diakses pada pukul 13.46 WIB, 23 Maret 2012).

Kemiskinan dilihat dari sisi poverty profile masyarakat. Kemiskinan tidak hanya

menyangkut persoalan kesejahteraan semata, tetapi kemiskinan menyangkut persoalan

kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja,

menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka

ketergantungan yang tinggi, rendahnya akses terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi

dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi kegenerasi berikutnya

(Seabrook, 2006: 34).

Teori kemiskinan budaya yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan

bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang

dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang

memiliki etos kerja dan sebagainya. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang

yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat

menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini

seringkali diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini,

kemiskinan terjadi bukan dikarenakan ketidakmauan si miskin untuk bekerja, melainkan

karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan

kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja

(3)

Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak bisa hanya dipandang dari sisi

kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok semata sebagai akibat kerentanan dan

ketidakberdayaan seperti yang selama ini banyak didefinisikan dalam

kebijakan-kebijakan tentang pengentasannya. Kemiskinan juga harus dipandang dari pengertian

kemiskinan relatif sehingga kebijakan yang diambil dapat memberikan solusi terhadap

akar permasalahan kemiskinan itu sendiri.

2.2. Pemberdayaan Masyarakat

Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari

pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya

pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat

menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri.

Konsep pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus

harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan

ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan.

Harapan muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan

nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat

lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri

dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah

memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya memberdayakan

(4)

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,

setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada

masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah.

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,

memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta

berupaya untuk mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka

ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan

suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan

berbagai masukan, serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan

membuat masyarakat menjadi berdaya.

Upaya yang amat pokok dalam rangka pemberdayaan ini adalah peningkatan

taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan

ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa

pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti

irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan,

yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan

lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana

terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang.

Dalam hal ini perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya,

karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan

(5)

seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok

dari upaya pemberdayaan ini (Adi, 2003: 51-52).

Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke

dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Terpenting disini

adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pemberdayaan masyarakat. Menurut

Rubin (dalam Adi, 2003: 55) mengemukakan 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan

masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang

dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana

dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan

kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam

perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan

merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan

sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari

pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung

antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan

(6)

2.3. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat intinya adalah bagaimana individu, kelompok atau

komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk

membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pengembangan masyarakat

memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan

minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasikan kebutuhan bersama dan

kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pengembangan Masyarakat sering diimplementasikan dalam bentuk:

1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh

dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat

dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

Pengembangan Masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan

masyarakat. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha

bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang

pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan,

dan sosial-budaya. Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu:

1. Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang

sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah perkotaan atau

sebuah kampung di wilayah pedesaan.

2. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan

kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada masyarakat

(7)

seperti halnya pada kasus para orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan

khusus (anak cacat fisik) atau bekas para pengguna pelayanan kesehatan mental.

Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan

terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya dengan

pelayanan-pelayanan sosial kelembagaan. Pelayanan perawatan manula yang diberikan

di rumah mereka dan/atau di pusat-pusat pelayanan sosial kemasyarakatan, sedangkan

perawatan manula di sebuah rumah sakit khusus manusia lanjut usia adalah contoh

pelayanan sosial kelembagaan.

Istilah masyarakat juga sering dikontraskan dengan negara. Misalnya, sektor

masyarakat sering diasosiasikan dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang

kecil, informal dan bersifat bottom-up, sedangkan lawannya, yakni sektor publik kerap

diartikan sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar.

Pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang

yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh

diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan

(Susantyo, 2008: 39-40).

2.3.1. Model-Model Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat terdiri atas tiga model yang berguna dalam

memahami konsep pekerjaan sosial dengan masyarakat yaitu:

1. Pengembangan masyarakat lokal, proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan

sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota

(8)

sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai yang unik dan memiliki potensi,

hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.

2. Perencanaan sosial, yang dimaksud perencanaan sosial disini adalah sebagai proses

pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam

memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan

remaja, kebodohan, kesehatan masyarakat yang buruk.

3. Aksi sosial, tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan

fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses

pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber dan pengambilan keputusan. Aksi

sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir

melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan actual untuk

mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kemerataan

dan keadilan (Soetomo, 2006: 131).

2.3.2. Peranan Pekerja Sosial Dalam Pengembangan Masyarakat

Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi kegiatan-kegiatan

pengembangan masyarakat serta menunjukkan peranan-peranan dan strategi sesuai

dengan fungsi tersebut. Mengacu pada Parsons, Jorgensons dan Hernandez (dalam

Susantyo, 2008: 51-52) ada beberapa strategi dalam pengembangan masyarakat. Strategi

tersebut disesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam pelaksanaan pengembangan

(9)

1. Fasilitator

Peranan fasilitator sering juga disebut sebagai pemungkin sebagai tanggung

jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau

transisional. Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan

terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan perana

pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan

perubahan yang ditetapkan dan disepakati bersama.

2. Broker

Dalam konteks pekerja sosial dengan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai

broker tidak jauh berbeda dengan peran broker dipasar modal. Seperti halnya dipasar

modal, pekerjaan sosial dengan masyarakat terdapat klien atau konsumen namun,

demikian pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial

dilingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya

memperoleh keuntungan maksimal.

3. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan

pertolongannya. Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk

menjembatani anatara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam peran pekerja sosial sebagai mediator meliputi

kontak perilaku, negosiasi, mendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi

(10)

4. Pembela

Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus dan advokasi kausa. Apabila

pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia

berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausa terjadi manakala klien yang dibela

pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.

5. Pelindung

Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan

kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnnya. Peranan

sebagai pelindung mencakup penerapan sebagai kemampuan yang menyangkut:

kekuasaan, pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial.

2.4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Definisi Corporate Social Responsibility menurut World Business Council on

Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis

dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya

meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan

masyarakat luas. Definisi lain, Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab

perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders

sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan, di samping ekonomi (Wibisono,

2007: 6).

Petkoski dan Twose (dalam Susanto, 2007: 22) mendefinisikan Corporate Social

Responsibility sebagai komitmen bisnis untuk berperan untuk mendukung pembangunan

(11)

masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang

menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan.

Green Paper Komisi Masyarakat Eropa 2001 (dalam Susanto, 2007: 24)

menyatakan bahwa kebanyakan definisi tanggung jawab sosial korporasi menunjukkan

sebuah konsep tentang pengintegrasian kepedulian terhadap masalah sosial dan

lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan interaksi sukarela antara

perusahaan dan para stakeholder-nya. Ini setidaknya ada dua hal yang terkait dengan

tanggungjawab sosial korporat itu yakni pertimbangan sosial dan lingkungan hidup serta

interaksi sukarela.

Melalui bukunya berjudul Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of

Twentieth Century Business, Elkington (dalam Siagian & Suriadi, 2010: 49)

mengenalkan konsep Triple Bottom Line. Dalam bukunya tersebut Elkington mencoba

menyadarkan para pelaku usaha, bahwa jika para pelaku ingin aktivitas ekonomi

perusahaannya berkesinambungan dan berjalan baik, maka para pelaku usaha tidak

boleh hanya berorientasi pada satu fokus berupa keuntungan, melainkan harus

menjadikan tiga fokus sebagai orientasi aktivitas ekonomi, yang oleh Elkington

dinamakan dengan konsep “3P”.

Cakupan yang harus menjadi pusat perhatian para pelaku usaha adalah, selain

mengejar keuntungan perusahaan (Profit), pihak pelaku usaha juga harus

memperhatikan dan terlibat secara sungguh-sungguh dalam upaya pemenuhan

kesejahteraan masyarakat (People), serta turut berperan aktif dalam menjamin

pemeliharaan dan pelestarian lingkungan (Planet). Dalam kaitan itulah, penerapan

corporate social responsibility dipandang bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi

(12)

Corporate Social Responsibility adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi

bagian dari kebijakan bisnis. Bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga

harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar. Sejalan dengan

dinamika saat ini, disimpulkan ada enam kecenderungan utama yang semakin

menegaskan arti penting Corporate Social Responsibility, yaitu:

1. Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin.

2. Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya.

3. Makin mengemukanya arti kesinambungan.

4. Makin gencarnya sorotan kritis dan resistensi dari publik.

5. Tren ke arah transparansi.

6. Harapan-harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi

pada era milenium baru (Soetomo, 2006: 116).

Corporate Social Responsibility merupakan salah satu bentuk implementasi dari

konsep tata kelola perusahaan yang baik. Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik

agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur

hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentinga, yang dapat dipenuhi secara

proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan

memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk

mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat

didalam dan diluar perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, meski

perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi

(13)

Ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan

mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya :

Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar

bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari

bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial

ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya

alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan

ekploratif, di samping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan

pada masyarakat, semua ini diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum,

dan aturan yang memaksa karena adanya market driven.

Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang

bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat,

setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan

kontribusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan

bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Implementasikan program karena

memang ada dorongan yang tulus dari dalam, perusahaan telah menyadari bahwa

tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan

keuntungan demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk

meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat

dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis

yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih

(14)

dalam konteks kehumasan merupakan kebijaksanaan bisnis yang hanya bersifat

kosmetik (Wibisono, 2007: 23-24).

2.5. Evaluasi Pelaksanaan Program 2.5.1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi menurut Yusuf (dalam Siagian & Suriadi, 2010: 116) adalah Suatu

upaya untuk mengukur secara objektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang

dari suatu aktivitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil

penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktivitas perencanaan baru yang

akan dilakukan berkenaan dengan aktivitas yang sama di masa depan.

Evaluasi menurut Jones (dalam Siagian & Suriadi, 2010: 117) adalah suatu

aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat atau efektivitas suatu program

melalui indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk

perencanaan.

2.5.2. Pengertian Pelaksanaan

Menurut Kamus Webster (dalam Wahab, 1990: 48) implementasi kebijaksanaan

dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan biasanya

dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah

eksekutif, atau dekrit presiden.

Menurut Grindle (dalam Wahab, 1990: 50) implementasi kebijakan

sesungguhnya bukanlah sekadar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran

keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran

(15)

implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses

kebijakan. Sebaik apapun sebuah kebijakan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat

diterapkan sesuai dengan rencana, maka penerapan adalah suatu proses yang tidak

sederhana

Pernyataan ini turut didukung oleh Ujodi (dalam Wahab, 1990: 51)

mengemukakan dengan tegas bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang

penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.

Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam

arsip jika tidak diimplementasikan.

Dapat dikatakan, bahwa implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan

untuk melaksanakan serta mengoperasikan suatu program atau kebijakan yang perlu

dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi dan

berwawasan pemberdayaan. Mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan lebih

banyak yang terlibat baik tenaga kerja maupun kemampuan organisasi.

2.5.3. Pengertian Program

Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang

berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan

unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Manila (dalam

Jones, 1996: 43) mengemukakan bahwa program akan menunjang implementasi, karena

dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam menccapai tujuan itu.

(16)

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

2.5.4. Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program

Evaluasi dalam pelaksanaan suatu program yaitu, melakukan analisis tingkat

kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah

pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada

perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (Siagian

& Suriadi, 2010: 117-118). Dapat diketahui bahwa evaluasi pelaksanaan program adalah

sejauhmana pelaksanaan suatu program, yaitu sosialisasi yang dilakukan, ketepatan

sasaran dan waktu program, pelayanan program yang diberikan, manfaat dan tujuan

serta penanganan dari pengaduan masyarakat terhadap program.

2.6. BUMN

Sesuai dengan isi Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara, dalam BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Badan Usaha

Milik Negara ,yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Perusahaan Perseroan, diatur juga dalam

PP No. 12 tahun 1998, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 45 tahun 2001, yang

selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu

(17)

Perusahaan Umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan

tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum, berupa penyediaan

barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan

prinsip pengelolaan perusahaan. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya

disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya

memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai

dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Secara filosofis, BUMN lahir sebagai wujud implementasi dari kewajiban negara

mempersembahkan kesejahteraan kepada rakyatnya. Membangun struktur perekenomian

yang kuat, melalui bisnis yang sehat dan beretika, merupakan salah satu jalan meraih

kesejahteraan itu. Hal ini dikarena negara tidak mungkin secara langsung menjalankan

aktivitas bisnis, maka BUMN adalah pilihan dengan cara menempatkan modal negara di

dalamnya.

Badan Usaha Milik Negara memiliki peran dan fungsi yang strategis, sebagai

pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut

membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. Demikian vitalnya eksistensi suatu

BUMN dan untuk memberikan landasan pijakan hukum yang kuat bagi ruang gerak

usaha BUMN, maka pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang

mulai berlaku sejak tanggal 19 Juni 2003. Pasal 2 ayat (1) huruf e Undang-undang

BUMN menyebutkan bahwa salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah

turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan lemah,

koperasi, dan masyarakat. Selanjutnya didalam Pasal 88 ayat (1) Undang-undang

(18)

untuk keperluan pembinaan usaha kecil dan koperasi serta pembinaan masyarakat

sekitar BUMN (Wibisono, 2007: 69).

Meski tidak secara eksplisit menegaskan mengenai organ perseroan suatu

BUMN, Undang-undang BUMN menyebutkan bahwa pengurusan BUMN dilakukan

oleh Direksi (Pasal 5 ayat 1), sedangkan pengawasannya dilakukan oleh Komisaris dan

Dewan Pengawas (Pasal 6 ayat 1). Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan

BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam

maupun di luar pengadilan.

Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi, Komisaris, maupun Dewan

Pengawas harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan

serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,

kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Direksi selaku organ

BUMN yang ditugasi melakukan pengurusan tunduk pada semua peraturan yang berlaku

terhadap BUMN, dan tetap berpegang pada penerapan prinsip-prinsip good corporate

governance yang meliputi:

a) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan

keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan

relevan mengenai perusahaan.

b) Kemandirian, yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional

tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip

korporasi yang sehat.

(19)

d) Pertanggung jawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan

terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

e) Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap

peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat

(Wibisono, 2007: 70).

2.7. Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IV 2.7.1. Pengertian Program Kemitraan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor

PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Milik

Negara Dengan Usaha Kecil, BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 6 disebutkan bahwa

Program Kemitraan adalah, program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar

menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba

BUMN/Perusahaan yang besarnya 1% (satu persen) s/d 3% (tiga persen) dari laba bersih

setelah dipotong pajak. Program Kemitraan ini merupakan salah satu tanggung jawab

sosial perusahaan (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 1).

2.7.2. Manfaat Program Kemitraan

Adapun manfaat Program Kemitraan pada pertumbuhan ekonomi kerakyatan

antara lain:

a. Dana pinjaman untuk membiayai modal kerja atau usaha serta investasi bagi

(20)

b. Pembinaan mitra binaan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan,

kompetensi serta menambah omset usaha mitra binaan dalam pembangunan

ekonomi kerakyatan.

c. Kemajuan serta peningkatan dalam usaha mitra binaan dapat memperluas

lapangan kerja dan peningkatan taraf hidup masyarakat menuju sejahtera.

d. Pembangunan ekonomi kerakyatan pada masa kedepan akan mendukung

pembangunan kekuatan berbagai sektor lainnya menuju kesejahteraan hidup

bangsa (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 5).

2.7.3. Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IV

PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perusahaan BUMN terbesar

di Indonesia. Perusahaan ini menjalankan program pemerintah yang telah dibentuk di

atas, sesuai dengan Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV Nomor :

04.11/KPB/80/XII/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Struktur Organisasi, Sasaran

Tugas Organisasi dan Proses Bisnis. PT. Perkebunan Nusantara IV telah membentuk

satu bagian yang khusus mengelola kegiatan pembinaan tersebut yaitu Bagian Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan yang berada dibawah Direktorat Perencanaan dan

Pengembangan Usaha (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 2).

Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IV adalah suatu program

pembinaan dari BUMN yang merupakan perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan

dari PT. Perkebunan Nusantara IV kepada masyarakat yang membutuhkan yang tersebar

keseluruh wilayah Sumatera Utara, terutama khususnya masyarakat yang berada

(21)

dengan perusahaan. Sasaran kebijakan Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara

IV ini dengan menjadikan usaha kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang maju,

modern, tangguh dan mandiri serta memiliki fungsi dan peranan strategis dalam

Perekonomian Nasional. Hal ini merupakan tindakan PT. Perkebunan Nusantara IV

dalam menjalankan prinsip-prinsip good corporate governance.

Dalam menjalankan program kemitraan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV ini,

terdapat beberapa hal yang sebelumnya harus dipahami, anatara lain:

1. Perjanjian Kredit/Pinjaman

Perjanjian kredit/pinjaman yang merupakan perikatan antara pihak PT.

Perkebunan Nusantara IV dengan pihak Mitra Binaan yang mengatur hak dan

kewajiban kedua belah pihak, sehingga memiliki landasan agar tidak terjadi

kerugian antara kedua belah pihak.

2. Mitra Binaan

Merupakan badan hukum dan perorangan yang telah memenuhi syarat dan

melewati seleksi untuk diberikan dana pinjaman dari Bagian Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan untuk mengembangkan usaha sesuai dengan

standar Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, sebagai berikut:

a. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah).

b. Milik warga negara Indonesia.

c. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan

(22)

d. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

e. Mempunyai potensi dalam prospek usaha untuk dikembangkan.

f. Telah melakukan kegiatan usaha minimal satu tahun.

3. Laporan

Merupakan informasi tentang suatu progress dan potensi kegiatan Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan yang dipertanggung jawabkan kepada pihak

yang berkepentingan.

4. Agunan

Merupakan suatu jaminan mitra binaan yang diserahkan kepada Bagian

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, sebagai ikatan tanggung jawab

terhadap dana pinjaman yang harus dikembalikan oleh mitra binaan. Apabila

mitra binaan tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian

kredit/pinjaman, maka hal ini akan diproses oleh Bagian Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan dengan mitra binaan, apakah agunan tersebut diproses

untuk melunasi pinjaman atau Bagian Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan memberi waktu dengan mitra binaan untuk melunasi sisa

pinjaman terhutang.

5. Bunga Pinjaman

Adalah besarnya bunga pinjaman yang ditetapkan adalah 6% (enam persen)

pertahun dengan sistem perhitungan bunga efektif yang dikenakan kepada

mitra binaan. Bunga diangsur bersama-sama dengan angsuran pokok

(23)

6. Masa Pinjaman

Adalah masa perjanjian dana pinjaman selama 36 bulan dengan masa grace

periode tiga bulan.

7. Pembayaran Angsuran

Merupakan kewajiban mitra binaan setiap bulan menyetorkan sejumlah

angsuran (pinjaman pokok + bunga) perbulan ke rekening Bagian Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan selama masa yang telah ditetapkan dalam

perjanjian kerja sama.

8. Rekening Koran

Merupakan identifikasi nasabah pada institusi perbankan, yang telah

disyahkan oleh perbankan tertentu, sebagai alamat transaksi (kirim/terima)

antara mitra binaan dengan Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

(PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 7).

2.7.3.1. Pelaksanaan Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IV

Adapun kegiatan dalam pelaksanaan Program Kemitraan PT. Perkebunan

Nusantara IV, yaitu:

a. Penyaluran Pinjaman Dana Program Kemitraan

Dalam program kemitraan penyaluran dana pinjaman untuk membantu usaha

kecil dilakukan setiap triwulan yaitu pada bulan bulan Maret, Juni, September dan

Desember. Proses seleksi terhadap calon mitra binaan dimulai dari penelitian

administrasi hingga survei kelayakan di lapangan, dilakukan sejak awal triwulan dan

(24)

(1). Tata cara pengajuan permohonan pinjaman dana program kemitraan:

a. Calon mitra binaan menyampaikan proposal pinjaman kepada perusahaan

yang ditujukan kepada Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

b. Jadwal penerimaan/penyampaian proposal yang menjadi prioritas adalah

pada Semester I Tahun berjalan dan selanjutnya paling lambat pada

Triwulan III. Diluar jadwal tersebut proposal pinjaman akan dievaluasi

pada tahun berikutnya.

d. Proposal yang masuk dicatat pada buku agenda dan menjadi milik PT.

Perkebunan Nusantara IV serta masa berlakunya hanya dua tahun. Hal ini

disebabkan data proposal sudah tidak up to date lagi dengan kegiatannya.

(2). Pelaksanaan Seleksi/Evaluasi

Perusahaan melaksanakan seleksi/evaluasi terhadap proposal pinjaman calon

mitra binaan melalui dua tahap sebagai berikut:

a. Tahap seleksi/evaluasi administrasi dan keuangan meliputi:

Memeriksa kelengkapan data proposal serta lampirannya, apabila proposal

dianggap layak maka diteruskan untuk dievaluasi lapangan, tetapi apabila

tidak layak akan dibalas dengan surat resmi ditolak.

b. Tahap seleksi/evaluasi lapangan meliputi:

Peninjauan langsung ke unit usaha calon mitra binaan untuk menilai

kelayakan guna memperoleh pinjaman.

(3). Pelaksanaan Penyaluran Pinjaman

a. Calon mitra binaan yang telah lulus seleksi setelah mempertimbangkan

(25)

b. Daftar calon mitra binaan terseleksi tersebut diajukan oleh Bagian Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan ke Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV

untuk mendapat persetujuan.

c. Memberitahu dan mengundang calon mitra binaan untuk menandatangani

kontrak atau surat perjanjian kerja sama.

d. Dari daftar calon mitra binaan yang telah disetujui direksi ditindak lanjuti

dengan pembuatan kontrak/Surat Perjanjian Kredit dalam rangkap dua

yang ditanda-tangani oleh calon mitra binaan dan direksi.

e. Surat Perjanjian Pinjaman tersebut dilengkapi dengan Kwitansi Tanda

Terima Pinjaman bermaterai cukup serta Daftar Cicilan Pinjaman

f. Jangka waktu ditetapkan selama 36 bulan dengan masa grace periode tiga

bulan

g. Besarnya bunga pinjaman antara 6% (enam persen) pertahun dengan

sistem perhitungan bunga efektif

h. Penyaluran dana pinjaman dilakukan melalui transfer langsung ke

rekening calon mitra binaan

i. Mitra binaan kemudian akan menerima satu set surat perjanjian yang telah

ditanda-tangani oleh kedua belah pihak serta surat tanda terima agunan

dari Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan bagi yang

menyerahkan agunan.

b. Pemantauan Mitra Binaan / Monitoring

Demi kelancaran program kemitraan yang memberikan pinjaman kepada mitra

binaan, maka adanya tugas yang dilakukan oleh petugas dari Bagian Program Kemitraan

(26)

(1). Pemantauan kepada mitra binaan jika memungkinkan dilakukan setiap bulan

oleh karyawan Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di

Kabupaten/Kota baik di Provinsi Sumatera Utara maupun diluar Provinsi

Sumatera Utara.

(2). Monitoring pemenuhan kewajiban, pengembangan usaha, permasalahan yang

dihadapi oleh mitra binaan dan lain-lain.

(3). Hasil monitoring petugas Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan,

dituangkan dalam bentuk laporan untuk disampaikan kepada Kepala Bagian

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan selanjutnya diteruskan kepada

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha PT. Perkebunan Nusantara

IV.

(4). Bagi mitra binaan yang kurang disiplin dalam mengembalikan pinjaman

ditindak lanjuti dengan pemberian surat peringatan tertulis yang

ditanda-tangani oleh Kepala Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

c. Pembinaan / Pelatihan

Untuk mewujudkan kelancaran usaha para mitra binaan. Bagian Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan mengadakan pembinaan /pelatihan kepada para mitra

binaan tersebut demi kelancaran usaha mereka. Kegiatan pembinaan yang telah

dilakukan adalah berupa:

1. Pelatihan kepada para mitra binaan.

2. Mengikuti berbagai acara untuk promosi produk-produk yang dihasilkan oleh

mitra binaan melalui pameran.

(27)

2.8. Kerangka Pemikiran

Berbagai persoalan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kini

semakin menjadi perhatian, hal ini membuat pemerintah untuk mendorong

perusahaan-perusahaan swasta maupun BUMN agar menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan-perusahaan.

PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perusahaan BUMN yang

menjalankan program pemberdayaan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial

perusahaan. PT. Perkebunan Nusantara IV membentuk sebuah bagian yang menjalankan

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Adapun yang menjadi sasaran kajian

penelitian adalah Program Kemitraan. yang kegiatannya terdiri atas:

1. Penyaluran dana pinjaman untuk modal pengembangan usaha mitra binaan.

2. Monitoring mitra binaan oleh bagian Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan.

3. Pembinaan dan pelatihan kepada mitra binaan terhadap promosi produk mitra

binaan.

Sasaran dari pada Program Kemitraan ini adalah badan hukum atau perorangan

yang telah menjadi mitra binaan yang tersebar di seluruh wilayah Sumatera Utara,

termasuk area Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Berdasarkan pelaksanaan

Program Kemitraan tersebut, maka diperlukannya evaluasi yang bertujuan untuk melihat

dan menilai apakah program tersebut telah berjalan dengan tujuan semula dan sesuai

dengan proses perencanaan yang telah dicanangkan sebelumnya dan bagaimana persepsi

atau pandangan masyarakat terhadap adanya pelaksanaan program kedepannya.

Program Kemitraan ini diharapkan dapat mencapai tujuan yang mendorong

pengembangan usaha mikro dengan memberi pinjaman dan terwujudnya hubungan yang

(28)

apakah adanya penyediaan tenaga profesional seperti pekerja sosial yang diangkat

menjadi karyawan perusahaan atau kerja sama dengan pihak lain yang menjalankan

program pemberdayaan masyarakat sehingga harapan masyarakat dan perusahaan

(29)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, dapat dilihat bagan kerangka

pemikiran di bawah ini:

Bagan 2.1

Bagan Alir Pikiran

Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Program Kemitraan

1. Penyaluran dan pengembalian pinjaman (dana pinjaman untuk modal pengembangan usaha mitra binaan)

2. Monitoring mitra binaan oleh Bagian PKBL

3. Pembinaan dan pelatihan kepada mitra binaan terhadap promosi produk mitra binaan

Mitra Binaan PTPN IV Area Medan dari tahun 2007 sampai tahun 2011

1. Kesesuaian sasaran yang direncanakan dengan pelaksanaan

2. Pengembangan usaha mikro dengan memberi pinjaman

3. Terwujudnya hubungan harmonis antara perusahaan dengan masyarakat

4. Persepsi mitra binaan terhadap program dan perusahaan

5. Keterlibatan pekerja sosial profesional

PT. Perkebunan Nusantara IV Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(30)

2.9. Defenisi Konsep dan Operasional 2.9.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya

menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji, untuk menghindari

salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka

seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti.

Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian

disebut dengan defenisi konsep.

Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu

memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti,

jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut

dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138). Untuk lebih memahami pengertian

mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang

digunakan sebagai berikut:

1. Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan sampai sejauhmana kelemahan

dan kekurangan suatu program, sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan untuk

mencapai tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Pelaksanaan adalah penerapan seperangkat program atau kebijakan yang memiliki

tujuan yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, pemerintah maupun masyarakat.

3. Program Kemitraan adalah salah satu bentuk dari penerapan tanggung jawab sosial

perusahaan yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat melalui pemberian pinjaman sebagai peningkatan usaha kecil

(31)

4. PT. Perkebunan Nusantara IV Medan Sumatera Utara adalah salah satu perusahaan

pemerintah BUMN terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan.

5. Evaluasi pelaksanaan Program Kemitraan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV adalah

suatu proses penilaian terhadap pelaksanaan program untuk kemandirian masyarakat

oleh PT. Perkebunan Nusantara IV bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan usaha

mikro.

2.9.2. Defenisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa

perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep.

Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman

tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti,

maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata

sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam evaluasi pelaksanaan Program

Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IV dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

1. Kesesuaian Pelaksanaan Program Kemitraan yang direncanakan dengan pelaksanaan

adalah kesesuaian pelaksanaan yang meliputi penyaluran dana, pemantauan mitra

binaan, pemberian pelatihan sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

a. Penyaluran dana pinjaman, diukur dengan:

1. Siapa mitra binaan/ Peminjam dana

2. Usaha mitra binaan

(32)

4. Proses peminjaman

5. Dana pinjaman yang diinginkan

6. Agunan

7. Bunga Pinjaman

b. Pemantauan/ monitoring mitra binaan, diukur dengan:

1. Pihak PT. Perkebunan Nusantara IV melakukan monitoring

2. Frekuensi pihak PT. Perkebunan Nusantara IV melakukan monitoring

3. Guna pihak PT. Perkebunan Nusantara IV melakukan monitoring bagi mitra

binaan

c. Pelatihan dan pembinaan bagi mitra binaan, diukur dengan:

1. Kegiatan pameran yang dilakukan mitra binaan

2. Fasilitas oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara IV

3. Pelatihan dan pembinaan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara IV kepada

mitra binaan

2. Pengembangan usaha mikro dengan memberikan pinjaman adalah tujuan daripada

pelaksanaan Program Kemitraan yang diharapkan, sehingga diperlukan evaluasi

apakah pengembangan usaha mikro yang diharapkan telah tercapai, diukur dengan:

a. Kelancaran pengembangan usaha

b. Hambatan pengembangan usaha

c. Pengembangan usaha mitra binaan sebelum melakukan pinjaman

(33)

3. Terwujudnya hubungan harmonis antara masyarakat dengan perusahaan, dimana hal

ini merupakan tujuan dari pelaksanaan Program Kemitraan, apakah tujuan yang

diharapkan tersebut tercapai hal ini dapat diukur dengan:

a. Peranan PT. Perkebunan Nusantara IV terhadap masyarakat

b. Peranan masyarakat terhadap peningkatan image building PT. Perkebunan

Nusantara IV

4. Persepsi mitra binaan terhadap program dan perusahaan, hal ini dapat diukur dengan:

a. Persepsi mitra binaan terhadap perusahaan

b. Persepsi mitra binaan terhadap program yang dilaksanakan perusahaan

5. Keterlibatan pekerja sosial profesional, hal ini dapat diukur dengan:

a. Pihak pekerja sosial turut dalam pelaksanaan program

Referensi

Dokumen terkait

Di satu wilayah kerja dalamwaktu yang sama.. 21 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin Jumlah kunjungan pasien maskin di sarana kesehatan Strata 1 --- x

[r]

Ada juga kentongan yang bentuknya cukup besar atau yang sering disebut ´bedug´ digunakan oleh masyarakat sebagai penanda waktu sholat tiba.Dalam penggunaannya, kentongan

Sesuai dengan prinsip taxable dan deductible yang merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam tax planning, PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan sebaiknya

Rizki H.S.Nasution: Pengawasan intern terhadap penerimaan dan pengeluaran kas, 2006 USU e-Repository © 2008... Rizki H.S.Nasution: Pengawasan intern terhadap penerimaan dan

Possibilities of CEA to contribute further to decision making in SA include promotion of dialogue on health and health care priorities as well as affordability; advocacy against

Annoesjka Swart Briony Chisholm Medicines Information Centre University of Cape Town briony.chisholm@uct.ac.za Karen Cohen Marc Blockman Division of Clinical Pharmacology University of

Download Ribuan Bank Soal Matematika di :

Location of Apollo surface hardware derived from NAC images using the improved pointing correction. 4.2 WAC

Previous work by Davies and Colvin in 2000 combined these two datasets, using ground-level image photogrammetry and the historic United States Geological Survey (USGS)