LAPORAN PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA
PERCOBAAN 5 :
EMULSIFIKASIDisusun oleh,
Kelompok 5
Ashry Nurrachmah
31113007
Ina Lisnawati
31113021
Irfan Maulana
31113023
Novia Hergiani
31113035
Tia Sulistiani
31113049
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi diantaranya dari bahasa latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis suatu emulsi alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikn, emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika.
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur
Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
a. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di dalam fasa air b. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
B. Tujuan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan. 3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator.
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air. 2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :
1. membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.
3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi tegangan permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme :
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel(1).
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:
Nilai HLB Tipe system
3 – 6 A/M emulgator
7 – 9 Zat pembasah (wetting agent)
8 – 18 M/A emulgator
13 – 15 Zat pembersih (detergent)
15 – 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:
a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
b. Fase II
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
B. Uraian Bahan 1. Span 80 (4:567)
Nama resmi : Sorbitan monooleat Nama lain : Sorbitan atau span 80 RM : C3O6H27Cl17
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat bercampur dengan alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB : 4,3
2. Tween 80 (4: 509)
Nama resmi : Polysorbatum 80 Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB : 15
3. Air suling (4:96)
Nama resmi : Aqua destilata Nama lain : Air suling RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
4. Parafin (FI Ed.III hal 474)
Nama resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM Nama lain : Parafin cair
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluorensensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai warna.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform dan dalam eter.
C. Prinsip Percobaan
BAB III
METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat
Praktikum kelarutan ini berlangsung pada hari Senin tanggal 23 Maret 2015 di Laboratorium Farmakologi Farmasi STIKes BTH Tasikmlaya.
B. Alat Dan Bahan
a. Alat :
Alat yang di gunakan dalam percobaan ini adalah Batang pengaduk, botol semprot, cawan porselen, gelas kimia 250ml, gelas ukur 100ml, mixer, penangas air, pencatat waktu, pipet tetes, termometer, tissue roll, timbangan analitik.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil, aquadest, span 80, tween 80
C. Prosedur Kerja Formula :
Paraffin Liquidum 30% = 30
100 x 100 ml = 30 ml Tween
5% Span
Air ad 100 ml
Timbang Span 80 Timbang Paraffin Liquid 30 gram TimbangTween 80
Untuk masing-masing sesuai perhitungan HLB Butuh
Panaskan/lebur di atas penangas air sampai suhunya 700C.
Campurkan Tween 80 Air
Tween 80 Span 80
Paraffin Liquid
Amati kestabilan selama 5 hari Beri tanda
masing-masing HLB Emulsi yang homogen di
masukkan ke dalam tabung sedimentasi
Fase air
Masukkan Fase air ke dalam gelas kimia
Aduk dengan Mixer kemudian di tambahkan fase minyak sedikit demi sedikit
Emulsi yang homogen di masukkan ke dalam tabung sedimentasi
Amati kestabilan selama 5 hari Beri tanda
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Pengamatan
a. Menghitung jumlah Tween dan Span yang dibutuhkan pada masing-masing HLB butuh
HLB Butuh 5
%Tween =
(5−4,3)
¿ ¿ ¿
x 100 % = 6,54%
= 6,54100 x 5 gram = 0,32 gram % Span = 100% - 6,54%= 99,46%
= 99,46100 x 5 gram= 4,97 gram
HLB Butuh 6
%Tween =
(6−4,3)
¿ ¿ ¿
x 100 % = 15,8%
= 15,8100 x 5 gram = 0,79 gram % Span = 100% - 15,8%= 84,2%
= 84,2100 x 5 gram= 4,2 gram
HLB Butuh 7
%Tween =
(7−4,3)
¿ ¿ ¿
= 10028 x 5 gram= 1,4 gram b. Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Tween 80 dan Span 80
HLB Butuh Jumlah Tween 80 Jumlah Span 80
5 0,32 gram 4,97 gram
6 0,79 gram 4,2 gram
7 1,26 gram 3,74 gram
8 1,725 gram 3,275 gram
9 2,2 gram 2,8 gram
10 2,66 gram 2,34 gram
11 3,13 gram 1,87 gram
12 3,6 gram 1,4 gram
13 4,065 gram 0,935 gram
14 4,53 gram 0,47 gram
c. Pengamatan Stabilitas Emulsi (Volume Sedimentasi)
Kel HLBButuh Pengamatanhari ke Volume Awal(Vo) VolumeSedimen
3 80 ml 79 ml 0.98
4 80 ml 79 ml 0.98
5 80 ml 78 ml 0.975
Rerata : 0.987
Keterangan :
F=Vu Vo
F = Volume Sedimentasi
Vu =Volume Sedimen
Vo = Volume awal
Nilai F semakin mendekati satu semakin baik
B. Pembahasan
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair yang lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di dalam fase air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi di dalam fase minyak
Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat pula terjadi emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
polar terarah ke fasa minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air dalam minyak.
Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar mempengaruhi kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel-partikel yang lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4. Penyimpanan
Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan jumlah span dan tween yang akan digunakan dari masing-masing HLB butuh dari HLB butuh 5,6,7,8,9,10,11,12,13,14, dan bahan yang lainnya. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu tujuannya bahan yang berfase air dicampur dengan fase air itu sendiri dan untuk fase minyak juga pada fase minyak itu sendiri.
Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya emulgator, dalam percobaan ini emulgator yang digunakan adalah Tween 80 dengan HLB butuh 15,0 (bersifat hidrofil) dan Span 80 (bersifat lipofil).
Jadi pada percobaan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air, sedangkan untuk fase minyak yaitu span 80 dan paraffin liquidum pada cawan porselen. Kemudian pencampuran dilakukan pada suhu 70oC. Alasannya, kedua fase tersebut memiliki
suhu lebur yang sama yaitu pada suhu 70oC sehingga dapat diperoleh emulsi yang
baik dan tidak pecah.
Diperlukan suhu ± 700 untuk membuat emulsi , hal ini dimaksudkan untuk
menurunkan viskositas dari partikel-partikel minyak dan menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat membentuk corpus dengan fase air.
Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat menurunkan viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase mudah untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah terbentuk.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan sedikit dari suhu rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini dapat terjadi penurunan suhu yang cepat. Lalu campuran dikocok, dengan cara pengocokan intermitten menggunakan mikser selama 5 menit dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan intermitten dilakukan untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi.
Proses penggerusan yang kuat dan konstan dalam pembuatan emulsi ini sangat penting, untuk memperkecil partikel-partikel dari fase minyak dan air. Sehingga memudahkan partikel-partikel tersebut terdispersi dalam fase kontinunya.
Pengamatan emulsi dilakukan selama 5 hari tujuannya untuk melihat pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubahan warna dari kedua fase tersebut, dan volume dari emulsi setelah 5 hari kemudian. Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress coindition) perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi dimana terjadi penurunan suhu secara drastis, kondisi ini akan lebih mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidaknya suatu emulsi.
Pengamatan selama 5 hari dilakukan pada masing masing emulsi dengan HLB butuh. Perbuhan warna yang terjadi pada masing-masing HLB adalah tetap yaitu berwarna putih susu. Tetapi yang membedakan adalah volume sedimentasinya. Volume sedimentasi dihitung berdasarkan rumus yaitu Volume awal dibagi dengan Volume sedimen. Nilai F atau volume sedimentasi yang mendekati satu, semakin baik. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada emulsi dengan HLB butuh 12 yang relative lebih stabil dibanding dengan emulsi pada HLB butuh yang lain, karena nilai F nya rata-rata adalah 0,99.
Berdasarkan literature (Martin 5th
, edisi Indonesia hal 563) RHLB Parafin
semua emulsi yang dibuat merupakan tipe O/W maka seharusnya Emulsi yang stabil kita dapatkan dari HLB butuh 10. Namun pada percobaan nilai F yang paling mendekati 1 ada pada emulsi dengan HLB 12. Hal itu mungkin terjadi dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam membuat emulsi dan juga dapat dikarenakan kesalahan dari alat-alat yang digunakan.
Berdasarkan pengamatan selama lima hari berturut-turut dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh kurang stabil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di antaranya :
Suhu pemanasan tidak konstan
Perbedaan intensitas pengadukan
Pencampuran kurang merata
Kekompakan dan elastisitas fillm yang melindungi zat terdispersi
Ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi.
Suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan
temperatur dapat mengurangi ketegangan antar muka dan viskositasnya.
Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan ini adalah terjadinya :
a. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan kosentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau di sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
b. Koalesen dan demulsifikasi
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil perhitungan jumlah Tween dan Span yang dibutuhkan pada masing-masing HLB butuh adalah :
HLB Butuh Jumlah Tween 80 Jumlah Span 80
5 0,32 gram 4,97 gram
6 0,79 gram 4,2 gram
7 1,26 gram 3,74 gram
8 1,725 gram 3,275 gram
9 2,2 gram 2,8 gram
10 2,66 gram 2,34 gram
11 3,13 gram 1,87 gram
12 3,6 gram 1,4 gram
13 4,065 gram 0,935 gram
14 4,53 gram 0,47 gram
2. Dari semua emulsi yang dibuat , emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB butuh 12, karena nilai F nya paling mendekati 1
B. SARAN
Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai praktikum ini.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howart C . 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta : Universitas Indonesia.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI,.
Anief, M . 2003 . Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik . Yogyakarta : UGM-Press.
R. Voight . 1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Roth, Hermann, J . 1988 . Analisis Farmasi . Yogyakarta : UGM-Press
Parrot, Eugene L. 1968. Pharmaceutical Technology . Penerbit Burgess Publishing Company Iowa.
Ansel C. Howard.1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Martin, Alfred . 1990 . Farmasi Fisika Edisi I . Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical Press.
Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing. London: Pharmaceutical Press.
Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London: Pharmaceutical Press.