• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan Co-Plasticizer Asam Sitrat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon Sp) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan Co-Plasticizer Asam Sitrat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon Sp) Chapter III V"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 6 bulan.

3.2 ALAT DAN BAHAN

3.2.1 Alat

A.Alat Pembuatan Selulosa Nanokristal

Adapun alat yang digunakan untuk pembuatan selulosa nanokristal adalah sebagai berikut:

1. Hot plate 2. Sentrifugator 3. Ultrasonic bath 4. Membran dialisis

B.Alat Pembuatan Biokomposit

Adapun alat yang digunakan untuk pembuatan biokomposit adalah sebagai berikut:

1. Cetakan biokomposit 2. Hot plate

(2)

3.2.2 Bahan

A.Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Selulosa Nanokristal

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan selulosa nanokristal antara lain berasal dari pengrajin kulit Kulit Rotan dan Toko Kimia Rudang Jaya, Medan:

1. Kulit Kulit Rotan. 2. Aquadest (H2O). 3. Asam Nitrat (HNO3).

4. Natrium Hidroksida (NaOH). 5. Natrium Hipoklorit (NaOCl). 6. Hidrogen Peroksida (H2O2). 7. Natrium Nitrit (NaNO2). 8. Natrium Sulfit (Na2SO3). 9. Asam Sulfat (H2SO4).

B.Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Biokomposit

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan biokomposit antara lain berasal dari Toko Kimia Rudang Jaya, Medan:

1. Pati Sagu. 2. Air.

3. Selulosa nanokristal. 4. Gliserol (C3H8O3). 5. Aquadest (H2O). 6. Asam Sitrat (C6H8O7).

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Prosedur Pembuatan Selulosa Nanokristal

Prosedur pembuatan selulosa nanokristal meliputi: A. Prosedur Preparasi Serat Kulit Rotan

(3)

3. Digunting hingga diperoleh ukuran kulit rotan yang lebih kecil. 4. Diblender dan diayak hingga ukuran 50 mesh.

B. Prosedur Ekstraksi α-Selulosa dari Kulit Rotan

Adapun prosedur ekstraksi α-selulosa dari kulit rotan adalah sebagai berikut [26]:

1. 75 gram serat dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambah 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan diatas hotplate pada suhu 90 oC selama 2 jam.

2. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

3. 750 ml larutan yang megandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada dimasak di atas hot plate suhu 50 oC selama 1 jam.

4. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

5. Dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% dengan panasan menggunakan hot plate pada temperatur mendidih selama 30 menit.

6. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

7. Dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 80 oC selama 30 menit.

8. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

9. Dilakukan pemutihan dengan H2O2 10 % dengan pemanasan menggunakan hot plate pada suhu 60 oC dalam oven selama 1 jam. 10. Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.

C. Prosedur Isolasi Selulosa Nanokristal dari α–Selulosa

Adapun prosedur isolasi selulosa nanokristal dari α –selulosa adalah sebagai berikut [26]:

1. Sebanyak 1 gram α-Selulosa dilarutkan dalam 25 ml H2SO4 45% pada suhu 45 oC selama 45 menit.

(4)

4. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 25 menit hingga pH netral.

5. Diultrasonifikasi selama 10 menit.

6. Dimasukkan ke dalam membran dialisis dan rendam dalam 100 ml aquadest, diamkan selama 4 hari sambil distrirer.

7. Aquadest diuapkan pada suhu 70 oC untuk mendapatkan nanokristal selulosa.

3.4PROSEDUR PEMBUATAN BIOKOMPOSIT

3.4.1 Prosedur Pembuatan Biokomposit dari Pati Sagu

Adapun prosedur pembuatan biokomposit adalah sebagai berikut [7]:

1. Sejumlah massa pati dan NCC yang diinginkan ditimbang dengan perbandingan pengisi 1%, 2%, 3% dan 4% sebanyak 10 gram dari total berat kering pati-NCC.

2. Selulosa nanokristal dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml.

3. Kemudian laurutan NCC dan aquadest didispersikan dengan menggunakan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit. 4. Setelah 15 menit ditambahkan pati sebanyak 10 gram kedalam

larutan NCC dan aquadest yang telah terdispersi.

5. Hot plate dipanaskan dan diatur temperatur yang akan digunakan. 6. Ditambahkan gliserol 30% dan asam sitrat 10%, 20%, 30%, 40%

pada larutan pati-NCC, lalu diaduk sampai homogen. 7. Setelah homogen, hot plate dan stirrer dimatikan.

8. Beaker glass berisi larutan dikeluarkan dari hot plate, kemudian didinginkan sebelum dicetak.

9. Larutan dituangkan sebanyak 50 ml ke dalam cetakan, kemudian dikeringkan dalam oven pada T = 60 oC selama 24 jam.

(5)

11.Kemudian biokomposit dilepas dari cetakannya. Plastik siap untuk dianalisis.

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN

3.5.5 Flowchart Pembuatan Selulosa Nanokristal

A. Flowchart Preparasi Serat Kulit Rotan

Adapun Flowchart Preparasi Serat Kulit Rotan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini [27]:

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Serat Kulit Rotan Mulai

Kulit rotan dicuci dengan air

Dijemur di bawah sinar matahari hingga kering

Digunting hingga ukuran lebih kecil

(6)

B. Flowchart Ekstraksi α-Selulosa dari Serat Kulit Rotan

Adapun Flowchart Ekstraksi α-Selulosa dari Serat Kulit Rotan dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini [27]:

Mulai

Disaring dan serat dicuci hingga filtrat netral

75 gram serat dimasukkan kedalam beaker glass, kemudian ditambah 1 l campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan diatas hotplate pada suhu 90 oC selama 2 jam

Dimasak dengan 750 ml larutan yang megandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50 oC selama 1 jam

Dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% dan air (1:1) pada temperatur mendidih selama 0,5 jam

Serat disaring dan dicuci hingga filtrat netral

A

Disaring dan serat dicuci hingga filtrat netral

Dilakukan pemurnian alfa selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% pada suhu 80 oC selama 0,5 jam

(7)

Gambar 3.2 Flowchart Ekstraksi α-Selulosa dari Kulit Rotan

C. Flowchart Isolasi Selulosa Nanokristal dari α–Selulosa

Adapun Flowchart Isolasi Selulosa nanokristal dari α –Selulosa dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini [27]:

Disimpan dalam desikator

Serat dicuci dan disaring sampai filrat netral

Selesai A

Dilakukan pemutihan dengan H2O2 10 % pada suhu 60 oC dalam oven selama 1 jam

Dibiarkan satu malam hingga terbentuk suspensi dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 25 menit hingga pH netral

Sebanyak 1 gram alfa selulosa dilarutkan ke dalam 25 ml H2SO4 45% pada suhu 45 oC selama 45 menit

Didinginkan dan ditambahkan 25 ml aquadest

Diultrasonifikasi selama 10 menit dan dimasukkan ke dalam membran dialisis

Direndam dalam 100 ml aquabidest, diamkan selama 4 hari sambil distrirer menit hingga pH netral

(8)

Gambar 3.3 Flowchart Isolasi Selulosa nanokristal dari α-Selulosa

3.5.6Flowchart Pembuatan Biokomposit

Adapun Flowchart Pembuatan Biokomposit dapat dilihat pada Gambar 3.4 dibawah ini [7]:

Aquabidest diuapkan pada suhu 70 oC dan didapat nanokristal selulosa

Selesai A

Hot Plate dan stirrer dimatikan Mulai

Selulosa nanokristal dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml.

Hot plate dipanaskan pada temperatur 75 oC

Dikeluarkan beaker glass dari hot plate kemudian didinginkan Kemudian laurutan NCC dan aquadest

didispersikan dengan menggunakan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm

selama 15 menit.

Massa pati – NCC ditimbang dengan 1%, 2%, 3% dan 4% sebanyak 10 gram berat kering pati – NCC

Ditambahkan gliserol 30% dan asam sitrat 10%, 20%, 30%, 40% pada larutan pati-NCC, lalu diaduk sampai

(9)

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Biokomposit Dari Pati Sagu

3.6 Analisis Produk Biokomposit dan Selulosa Nanokristal

3.6.1 Analisis Tranmission Electron Microscopy (TEM)

Sampel yang akan dianalisis dengan Transmission Electron Microscopy (TEM) adalah sampel selulosa nanokristal (NCC). Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui ukuran, serta morfologi dari selulosa nanokristal (NCC) yang dihasilkan melalui proses hidrolisis asam menggunakan asam sulfat dan proses ultrasonikasi [56]. Analisis Transmission Electron Microscopy (TEM) dilakukan di Laboratorium Terpadu, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

3.6.2 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

Sampel yang akan dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) yaitu berupa Biokomposit dengan penambahan pengisi NCC dan asam sitrat serta bioplastik tanpa penambahan NCC dan asam sitrat.

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat morfologi penyebaran dengan penambahan pengisi NCC, plasticizer gliserol dan co-plasticizer asam sitrat dalam matriks pati sagu [27]. Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Laboratorium Terpadu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Selesai

Dituang kedalam cetakan sebanyak 50 ml

Dikeringkan dalam oven pada T = 60 oC selama 24 jam

Diangkat dan dikeringkan dalam desikator selama 24 jam

(10)

3.6.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD)

Sampel yang akan dianalisis dengan X-Ray Diffracion (XRD) yaitu pengisi selulosa nanokristal (NCC). Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk mengukur kristalinitas selulosa nanokristal yang dihasilkan. Analisis X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di Laboratorium Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan. . Rumus perhitungan indeks kristalinitas dari sampel adalah sebagai berikut [51]:

CrI= [I002I-IAM

002 ] x100 (3.1) Keterangan:

Crl = Derajat relatif kristalinitas

I002 = Intensitas maksimum dari difraksi pola 0 0 2

IAM = Intensitas dari difraksi dalam unit yang sama pada 12-18o

3.6.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Sampel yang akan diAnalisis dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR) yaitu berupa:

1. Kulit Rotam

2. Selulosa nanokristal.

3. Bioplastik tanpa penambahan pengisi NCC dan asam sitrat 4. Biokomposit dengan penambahan pengisi NCC dan asm sitrat

Tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk melihat gugus fungsi dalam produk selulosa nanokristal (NCC) dan biokomposit dengan pengisi NCC, plasticizer gliserol dan co-plasticizer asam sitrat [28]. Analisis Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.6.4 Uji Densitas Dengan Standar ASTM D792-91, 1991

Adapun prosedur analisis densitas adalah sebagai berikut [29]:

1. Film dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm dan tebal tertentu, kemudian dihitung volumenya.

(11)

Rapat massa (densitas) dari film dapat ditentukan dengan rumus [67]:

densitas (ρ)

=

mv (3.2) Keterangan:

m = massa (gram) v = volume (cm3)

Berikut adalah flowchart densitas [29]:

Mulai

Dipotong film dengan ukuran 5 cm x 5 cm dengan tebal tertentu

Dihitung volumenya

Ditimbang film yang sudah dipotong kemudian dihitung dengan rumus analisa densitas

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Densitas

3.6.5 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan Standar ASTM D 638

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk biokomposit yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk biokomposit. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao).

(12)

spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya [30]. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut :

Fmaks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N) Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan

pembebanan (m2)

3.6.6 Prosedur Analisis Sifat Pemanjangan pada Saat Putus (Elongation at

Break )

Elongasi adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan beban tarik, dinyatakan dalam satuan panjang, biasanya inci atau millimeter. Persen elongasi adalah pemanjangan benda uji yang dinyatakan sebagai persen dari panjangnya. Percent elongation at break adalah persen pemanjangan pada saat putusnya benda uji Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan kekuatan tarik yaitu dilakukan berdasarkan ASTM D882 dengan ketentuan model Universal Testing Machine (UTM) [30].

Sampel yang akan dianalisis yaitu berupa:

1. Produk biokomposit dengan pengisi selulosa nanokristal dan asam sitrat. Elongasi(%)= Panjang setelah putus-Panjang awal

Panjang awal × 100% (3.4)

3.6.7 Uji Penyerapan Air Dengan Standar ASTM D570-98, 2005

Adapun prosedur analisis penyerapan air adalah sebagai berikut [31]:

1. Dipotong film biokomposit dengan diameter 50,8 mm dan tebal ± 0,18 mm dan ditimbang berat sampel.

2. Masukkan sampel biokomposit ke dalam wadah berisi air distilat denngan temperatur 23±1 oC selama 20 menit

(13)

Penyerapan air= � �� � − � �� ℎ�

� �� ℎ� � % (3.5)

Berikut adalah flowchart penyerapan air [31]:

Mulai

Timbangan digital digunakan mengukur berat sampel awal dengan diameter 50,8 mm dan tebal ± 0,18 mm

Sampel plastik dimasukkan ke dalam wadah berisi air distilat Dengan temperatur 23±1 oC selama 20 menit

Setelah 20 menit, sampel diambil dan dibersihkan dengan air kering

Selesai

Sampel ditimbang Hingga berat konstan dan dihitung nilai penyerapan air

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS SELULOSA NANOKRISTAL

4.1.1 Analisis Transmission Electron Microscope (TEM) Selulosa Nanokristal

(NCC)

Analisis Transmission Electron Microscope (TEM) dilakukan dengan tujuan untuk melihat ukuran partikel dari selulosa nanokristal (NCC) yang dihasilkan melalui proses hidrolisis asam menggunakan asam sulfat dan proses ultrasonikasi. Hasil karakterisasi Transmission Electron Microscope (TEM) dari selulosa nanokristal kulit rotan dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Hasil Karakterisasi Transmission Electron Microscope (TEM) dari Selulosa Nanokristal (NCC) Kulit Rotan

Selulosa nanokristal yang dihasilkan dari proses hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat dan proses ultrasonikasi memiliki bentuk bulat. Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan B.1 (Lampiran B) ukuran rata-rata selulosa nanokristal adalah 10 – 100 nanometer.

(15)

kandungan lignin yang masih terdapat pada selulosa harus dihilangkan melalui beberapa tahap. Tahap awal yang dilakukan adalah proses delignifikasi dengan menambahkan bahan alkali. Penambahan bahan alkali ini menyebabkan beberapa molekul selulosa menjadi lebih reaktif dan dengan mudah menghilangkan bagian lignin dan hemiselulosa yang melekat pada kristal selulosa, sehingga dihasilkan selulosa dengan kristalinitas yang lebih tinggi. Proses delignifikasi dengan penambahan bahan alkali dapat dilihat pada reaksi berikut ini [66]:

Gambar 4.2 Reaksi Delignifikasi

Setelah proses delignifikasi, tahap selanjutnya untuk memproduksi selulosa nanokristal adalah proses pemutihan (bleaching). Pada penelitian ini dilakukan pemutihan sebanyak dua tahap. Tahap pertama proses pemutihan ini menggunakan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1,75%. Selulosa yang dihasilkan pada tahap ini berwarna kuning pucat. Hal ini mengindikasikan bahwa lignin dan hemiselulosa masih terperangkap di didalam sampel selulosa.

Setelah proses pemutihan pertama selesai, sampel selulosa dilanjutkan ke proses alkalisasi menggunakan larutan NaOH 17,5%. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lignin yang masih terperangkap di dalam sampel selulosa sehingga dihasilkan produk berupa alfa selulosa. Alfa selulosa merupakan selulosa yang meiliki kandungan hemiselulosa dan lignin yang rendah [51].

Selanjutnya, tahap pemutihan yang kedua menggunakan larutan hidrogen peroksida (H2O2) 10%. Pada tahap ini menghasilkan selulosa berwarna putih yang mengindikasikan pengurangan kandungan lignin yang terdapat pada sampel alfa selulosa sudah berkurang dan siap untuk dilanjutkan dengan proses hidrolisis.

Hal ini didukung oleh Sulaiman, dkk., (2017), yang mengahatakan bahwa proses pemutihan untuk penghilangan lignin ini tidak cukup dilakukan dalam satu tahap saja dalam memproduksi selulosa nanokristal. Oleh karena itu, proses pemutihan dilakukan

(16)

sekali lagi, sehingga serat yang menempel membentuk benjolan yang kemudian dipisahkan untuk menghasilkan serat individu yang membantu dalam proses hidrolisis asam untuk memproduksi selulosa nanokristal. Dalam dua kali proses pemutihan, persentase lignin akan berkurang dan cukup rendah untuk memproduksi selulosa nanokristal [65].

Setelah proses pemutihan (bleaching) selesai, dilanjutkan dengan proses hidrolisis menggunakan asam sulfat (H2SO4) 45%. Proses hidrolisis dimulai dengan protonasi oksigen dalam ikatan ß-1,4-glikosidik, kemudian berlanjut dengan pemisahan ikatan cincin glikosidik yang bereaksi dengan air. Dan yang terakhir yaitu fase pembukaan cincin-cincin selulosa. Selama proses hidrolisis, rantai selulosa panjang akan menjadi lebih pendek selangkah demi selangkah dan akhirnya membentuk monomer glukosa yang lebih kecil. Mekanisme reaksi hidrolisis ini dapat dilihat pada gambar berikut [66]:

Gambar 4.3 Reaksi Hidrolisis Selulosa

Setelah proses hidrolisis selesai dilanjutkan dengan proses sentrifugasi. Pada proses sentrifugasi dilakukan penambahan air untuk mencuci sampel selulosa yang telah dihidrolisis. Proses ini berlangsung selama 25 menit dengan kecepatan putaran 10.000 rpm.

Selulosa

Hidrolisis

Hidrolisis

Hidrolisis

Selulosa

Oligomer terlarut

(17)

Proses selanjutnya yaitu proses ultrasonikasi. Dalam proses ini, sebuah gelombang cairan akan merambat menuju permukaan selulosa dan membuat kontak dengan permukaan selulosa, sehingga menghasilkan morfologi selulosa yang lebih kecil [69]. Pada proses ultrasonikasi ini juga terjadi perubahan struktur dari serat yang terinduksi seperti terjadi lipatan, erosi pada permukaan, dan terjadi fibrilisasi [73]. Selanjutnya untuk mendapatkan bagian kristal selulosa perlu dilakukan tahap pemisahan menggunakan membran dialisis. Pada membran dialisis hanya partikel yang berukuran nano yang dapat melewati membran. Sehingga diperoleh hasil selulosa yang berukuran nano.

(18)

4.1.2 Analisis X-Ray Diffraction (XRD) Selulosa Nanokristal (NCC)

X-Ray Diffraction (XRD) merupakan metode analisa untuk mengetahui kristalinitas dari selulosa nanokristal (NCC) yang dihasilkan melalui proses hidrolisis asam menggunakan asam sulfat dan ultrasonikasi. Hasil pengujian kristalinitas menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini:

Gambar 4.4 Analisis Kristalinitas XRD Selulosa Nanokristal dari Kulit Rotan

Dari gambar diatas, dapat diketahui puncak serapan dari spektra yang dihasilkan oleh sampel selulosa nanokristal adalah pada 2θ = 22o, 20o, 12o. Dari puncak serapan tersebut dapat ditentukan indeks kristalinitas dari selulosa nanokristal. Penentuan indeks kristalinitas (CrI/ The cristallinity index) dari bahan selulosa dapat dihitung melalui metode Segaal, dengan persamaan sebagai berikut [70]:

(4.1)

Dalam persamaan ini Crl menyatakan derajat relatif kristalinitas, I002 merupakan intensitas maksimum dari puncak difraksi kisi (002), dan IAM merupakan intensitas bagian amorf yang tersebar dari sampel selulosa tersebut. Puncak difraksi teratas

(intensitas maksimum / 002) berada pada derajat difraksi berkisar 2θ = 220, dan intensitas bagian amorf yang tersebar berada pada intensitas terendah dengan derajat

(19)

Dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan 4.1 (Lampiran B) diperoleh indeks kristalinitas selulosa nanokristal kulit rotan yaitu sebesar 84,46%, hal ini diindikasikan oleh puncak serapan yang tajam (sharp peak) dari spektra yang dihasilkan pada sampel selulosa nanokristal.

Derajat kristalinitas yang tinggi merepresentasikan bahwa penataan ulang struktur selulosa setelah hidrolisis asam berlangsung menjadi kristal yang lebih teratur. Kristalinitas yang lebih baik ini dapat dikaitkan dengan pengurangan dan penghilangan bagian-bagian amorf dari selulosa karena terjadinya pemanasan pada saat proses hidrolisis berlangsung. Pada saat suhu reaksi yang tinggi, ion-ion hidronium akan menembus daerah amorf karena lebih mudah diakses pada saat proses hidrolisis berlangsung dan kemudian ion hidronium ini akan membelah bagian glikosidik dari selulosa, sehingga dihasilkanlah segmen-segmen individual kristal selulosa [71, 72]. Gambar berikut ini mengilustrasikan penghilangan bagian-bagian amorf dari selulosa sehingga dihasilkan bagian kristal selulosa yang lebih terstruktur.

Gambar 4.5 Ilustrasi Proses Penghilangan Bagian Amorf Selulosa Selain akibat proses hidrolisis, dengan adanya proses ultrasonikasi juga akan meningkatkan derajat kristalinitas dari selulosa nanokristal yang dihasilkan, karena pada proses ini akan menghilangkan fraksi kecil dari hemiselulosa yang terdapat pada selulosa. Pada proses ultrasonikasi ini juga terjadi perubahan struktur dari serat yang terinduksi seperti terjadi lipatan, erosi pada permukaan, dan terjadi fibrilisasi. Perubahan struktur ini menyebabkan bagian amorf dari selulosa akan hilang dan meningkatkan kristalinitas dari selulosa nanokristal yang dihasilkan [73].

Alkali

Perlakuan

Pemutihan Hidrolisis Asam

Bagian Kristal Bagian Amorf Bagian Kristal

Selulosa Hemiselulosa

(20)

4.1.3 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) Selulosa Nanokristal (NCC)

Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) selulosa nanokristal dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada pada pengisi selulosa nanokristal dan dibandingkan dengan kulit rotan sebagai bahan baku. Karakterisasi FTIR dan daerah absorbansi gugus fungsi dari bahan pengisi selulosa nanokristal dan kulit rotan dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.1 dibawah ini:

Gambar 4.6 Hasil Karakterisasi FT-IR Kulit Rotan dan Selulosa Nanokristal (NCC)

Tabel 4.1 Daerah Absorbansi Gugus Fungsi dari Kulit Rotan dan Selulosa Nanokristal Kulit Rotan

Gugus O-H Stretching 3300-3500 3402 3348

Gugus C-H Stretching 2900 2927 2897

Gambar di atas menunjukkan karakteristik FTIR yang menunjukkan beberapa puncak serapan (peak) kunci yang dapat mengindikasikan suatu gugus sebagai ciri khusus dari sebuah senyawa. Pada hasil uji FTIR dengan sampel kulit rotan puncak

(21)

serapan yang diperoleh banyak memiliki kesamaan, dikarenakan selulosa nanokristal (NCC) yang diperoleh merupakan hasil perlakuan kimia terhadap kulit rotan sehingga gugus-gugus yang mengindikasikan keberadaan selulosa terdapat pada puncak serapan dengan bilangan gelombang yang hampir sama.

Pada sampel kulit rotan yang digunakan terdapat beberapa puncak serapan yang muncul yaitu 3402, 1724, 1608, 1423, 1053 dan 902 cm-1. Sedangkan pada sampel selulosa nanokristal (NCC) puncak serapan yang muncul yaitu 3348, 2133, 1639, 1472, 1004 dan 898 cm-1. Puncak serapan besar pada bilangan gelombang 3402 cm-1 yang terdapat pada sampel kulit rotan dan 3348 cm-1 yang terdapat pada sampel selulosa nanokristal (NCC) mengindikasikan keberadaan dari gugus O-H (3300-3500 cm-1 merujuk pada O-H stretching) [76,77]. Semakin tajamnya puncak serapan gugus O-H ini disebabkan dari gugus asam dan alkohol yang terdapat pada serat selulosa nanokristal (NCC) [74].

Puncak serapan pada bilangan gelombang 2927 cm-1 yang terdapat pada sampel kulit rotan dan 2897 cm-1 yang terdapat pada sampel selulosa nanokristal (NCC) mengindikasikan keberadaan gugus C-H (2900 cm-1 merujuk pada C-H stretching). Gugus C-H stretching ini berasal dari gugus metil yang terdapat pada rantai selulosa. Semakin tajamnya puncak serapan gugus C-H stretching ini dipengaruhi oleh transformasi yang berkaitan dengan perubahan ikatan inter dan intramolekul selulosa [75].

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1724 cm-1 terdapat pada sampel kulit rotan yang mengindikasikan keberadaan dari gugus C=O. Gugus C=O ini berasal dari gugus karbonil pada hemiselulosa yang terdapat pada sampel kulit rotan [Juan Moran 2007]. Peregangan gugus C=O ini juga berasal dari gugus –OOOH yang terdapat di dalam komponen ferulic dan p-coumaric yang terdapat pada lignin [78]. Sementara pada sampel selulosa nanokristal (NCC) puncak serapan ini tidak terlihat, hal ini mengindikasikan bahwa lignin dan hemiselulosa yang masih terdapat pada sampel kulit rotan telah hilang akibat adanya proses kimia selama produksi selulosa nanokristal (NCC) berlangsung.

(22)

Semakin tajamnya puncak serapan gugus O-H bending yang terdapat pada selulosa nanokristal (NCC) disebabkan penjerapan (adsorpsi) oleh air, dimana terjadi interaksi yang kuat antara air yang teradsorpsi dengan gugus hidrofilik O-H yang terdapat pada selulosa nanokristal (NCC) [76, 20]. Gugus fungsi O-H bending ini merupakan gugus khas yang hanya dimiliki oleh selulosa dan tidak dimiliki oleh komponen penyusun selulosa lainnya seperti hemiselulosa dan lignin. Dapat dilihat pada Gambar 4.4 puncak serapan terhadap gugus O-H bending ini lebih menonjol pada sampel selulosa nanokristal (NCC) dibandingkan dengan kulit rotan.

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1423 cm-1 dan 1472 cm-1 yang terdapat pada sampel kulit rotan dan sampel selulosa nanokristal (NCC) menyatakan keberadaan gugus fungsi C-H assymetric (mendekati 1400 cm-1 merujuk pada C-H assymetric)dimana gugus ini mewakili sifat kristal dari selulosa. Semakin tajamnya puncak serapan gugus C-H assymetric yang terdapat pada selulosa nanokristal (NCC) dapat disimpulkan bahwa puncak ini lebih disebabkan oleh selulosa dibandingkan oleh lignin [74, 76].

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1053 cm-1 dan 1004 cm-1 yang terdapat pada sampel kulit rotan dan selulosa nanokristal (NCC) dianggap berasal dari getaran gugus cincin pyronose pada unit selulosa (1035-1170 cm-1 merujuk pada cincin pyronose) dimana puncak serapan ini menandakan pengayaan serat selulosa. Semakin tajamnya puncak serapan gugus C-O yang terdapat pada selulosa nanokristal (NCC) semakin mengindikasikan terdapatnya cincin pyronese yang merupakan gugus khas yang hanya dimiliki oleh unit selulosa dan tidak dimiliki oleh komponen lignin dan hemiselulosa [20].

(23)

4.2 ANALISIS BIOKOMPOSIT

4.2.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) Biokomposit

Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR) pada biokomposit tanpa penambahan asam sitrat dan NCC dan biokomposit dengan penambahan asam sitrat dan NCC dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada pada masing-masing sampel. Dari analisa gugus fungsi menggunakan FT-IR diperoleh hasil spektrum dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini:

Gambar 4.7 Analisis FT-IR Biokomposit Tanpa Asam Sitrat dan NCC dan Biokomposit dengan Asam Sitrat dan NCC

Keterangan:

Gugus O-H Stretching 3537 3579

Gugus C=O 1751 1759

Gugus C-O - 1080

Dari gambar diatas dapat dilihat beberapa puncak serapan yang menunjukkan gugus khas dari biokomposit tanpa penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal dan biokomposit dengan penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal. Dimana terdapat pergeseran frekuensi (bilangan gelombang) karena terjadinya pengurangan gaya ikatan antara matriks, pengisi dan asam sitrat. Dengan demikian, semakin dalam puncak serapan FT-IR biokomposit dengan penambahan asam sitrat dan selulosa

0

Biokomposit tanpa asam sitrat dan NCC

Biokomposit dengan Asam Sitrat dan NCC

3579

1080 1759

3537

(24)

nanokristal dibandingkan dengan film pati tanpa penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal, maka interaksi baru yang terbentuk akan semakin kuat dari sebelumnya [82].

Dari Gambar 4.7 diatas dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3537 cm-1 dan 3579 cm-1 yang terdapat pada biokomposit tanpa penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal (NCC) dan biokomposit dengan penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal (NCC) mengindikasikan keberadaan dari gugus O-H yang berasal dari asam dan golongan alkohol yang terdapat pada rantai pati, selulosa, maupun asam sitrat [80].

Puncak serapan pada bilangan gelombang 1751 cm-1 dan 1759 cm-1 menggambarkan bahwa terdapat gugus C=O dari gugus karbonil yang terdapat di dalam ikatan ester. Dimana pada puncak serapan 1759 cm-1 mengindikasikan ikatan ester yang terbentuk mengalami peningkatan seiring dengan makin dalamnya puncak serapan yang terbentuk pada saat ditambahkannya asam sitrat ke dalam film biokomposit, seperti yang terlihat pada Gambar 4.7. Asam sitrat ini nantinya akan mengganggu ikatan hidrogen inter dan intramolekuler dari film pati, sehingga akan merusak struktur pati [9]. Struktur pati yang hancur akan diserap oleh plasticizer gliserol dan dengan mudah membuka jalan bagi asam sitrat untuk meningkatkan interaksi antara pati dan pengisi. Interaksi hidroksil asli dalam pati yang telah dilemahkan akan membentuk ikatan hidrogen baru yang lebih stabil antara pati, pengisi dan asam sitrat [82].

(25)

Akibatnya, FT-IR dapat mengidentifikasi interaksi segmen dan memberikan informasi tentang perilaku fase campuran polimer tersebut [9].

4.2.2 Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)

Hail analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) dari pati sagu, bioplastik dan biokomposit ditunjukkan pada Gambar 4.8.

(a) (b)

(b)

(c) (d)

Gambar 4.8 Analisis Morfologi Permukaan (a) Pati Sagu (b) Bioplastik (c) Biokomposit dengan Penambahan NCC 1% dan Asam Sitrat 10% (d) Biokomposit

dengan Penambahan NCC 3% dan Asam Sitrat 30%

(26)

dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin yang menyusun struktur pati. Amilosa merupakan bagian amorf, sedangkan amilopektin merupakan bagian kristal yang terdapat pada pati. Pati sagu memiliki kandungan amilopektin sebesar 72% dan amilosa sebesar 28%. Kandungan amilopektin yang tinggi menyebabkan granula pati yang utuh dan tidak saling bergabung satu sama lain [94].

Pada Gambar 4.8 (b) dapat dilihat morfologi bioplastik dengan penambahan gliserol. Dari gambar diatas terlihat granula pati yang lebih menyatu satu dengan lainnya, akibat penambahan gliserol sebagai plasticizer. Gliserol berperan untuk menurunkan daya tarik inter dan intramolekul pati dan mempromosikan pembentukan ikatan hidrogen antara plasticizer dan molekul pati, sehingga diperoleh pati yang lebih menempel satu sama lain [82].

Di sisi lain, seperti yang telah ditunjukkan oleh Gambar 4.8 (c) biokomposit dengan pengisi 1% selulosa nanokristal dan 10% asam sitrat terlihat lebih halus dibandingkan dengan morfologi (d) biokomposit dengan pengisi 3% selulosa nanokristal dan 30% asam sitrat. Morfologi yang lebih halus disebabkan, pengisi yang ada masih belum cukup untuk memenuhi ruang matris dari pati sagu. Sementara, pada penambahan selulosa nanokristal 3%, penggabungan dari selulosa nanokristal menyebabkan morfologi biokomposit menjadi lebih terstruktur dan menghasilkan permukaan yang lebih kasar. Interaksi yang kuat antara selulosa nanokristal dengan matriks pati juga dapat terlihat, dimana pengisi benar-benar tertutup oleh matriks. Hal ini disebabkan oleh kesamaan kimia dari serat pati dan selulosa nanokristal yang memberikan kesesuaian yang baik antara keduanya [83].

(27)

4.2.3 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) Dan Asam Sitrat

Terhadap Densitas Biokomposit

Gambar di bawah ini menunjukkan pengaruh penambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam sitrat terhadap densitas biokomposit.

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) dan Asam Sitrat Terhadap Densitas Biokomposit

Dari gambar diatas terlihat bahwa nilai densitas tertinggi adalah sebesar 0,28 gram/cm3 yang diperoleh dari penambahan selulosa nanokristal (NCC) 3% dan penambahan asam sitrat 30%. Sedangkan densitas terendah adalah sebesar 0,08 gram/cm3 yang diperoleh dari penambahan selulosa nanokristal (NCC) 1% dan penambahan asam sitrat 40%.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin banyak selulosa nanokristal yang ditambahkan maka nilai densitas dari biokomposit yang dihasilkan akan semakin bertambah. Dimana, nilai densitas terus meningkat dan optimum pada penambahan selulosa nanokristal (NCC) 3% dan kemudian turun pada penambahan selulosa nanokristal (NCC) 4%. Hal ini dikarenakan, pada penelitian ini digunakan pengisi berupa selulosa nanokristal, dimana ukuran nano akan membentuk massa dengan kerapatan lebih besar, akibat pengurangan rongga-rongga antar partikel [64].

(28)

secara merata sehingga peralihan beban dari matriks ke serat berlangsung secara efektif [67,86].

Selain penambahan selulosa nanokristal, penambahan asam sitrat juga meningkatkan nilai densitas dari biokomposit yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.9, dimana nilai densitas terus meningkat dan optimum pada konsentrasi asam sitrat 30%, kemudian nilai densitas turun pada konsentrasi asam sitrat 40%. Hal ini dikarenakan asam sitrat akan menyebabkan terjadinya pembentukan ikatan hidrogen yang lebih banyak antara rantai pati dan kemudian akan meningkatkan kerapatan dari biokomposit yang dihasilkan. Pada konsentrasi yang tinggi, asam sitrat akan bertindak sebagai plasticizer yang membuat rantai selulosa menjadi lebih fleksibel, meningkatkan volume dan mengarah ke struktur yang lebih terbuka sehingga menurunkan sifat kekakuan dari film pati. Hal inilah yang diduga dapat mengurangi rapat masa dari biokomposit yang dihasilkan [85, 87]

(29)

4.2.4 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) Dan Asam Sitrat

Terhadap Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biokomposit

Gambar dibawah ini menunjukkan pengaruh penambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam sitrat terhadap sifat kekuatan tarik (tensile strength) biokomposit.

Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) dan Asam Sitrat terhadap Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Biokomposit Dari gambar diatas terlihat bahwa kekuatan tarik (tensile strength) biokomposit yang tertinggi adalah 1,76 MPa yang diperoleh dari penambahan selulosa nanokristal (NCC) 3% dan asam sitrat 30%. Sedangkan kekuatan tarik (tensile strength) terendah adalah 0,10 MPa yang diperoleh dari penambahan selulosa nanokristal (NCC) 1% dan asam sitrat 40%.

Dari gambar diatas terlihat bahwa semakin banyak selulosa nanokristal yang ditambahkan sampai 3% maka akan meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength) dari biokomposit yang dihasilkan. Namun, dari gambar tersebut juga terlihat pada saat penambahan selulosa nanokristal (NCC) 4% kekuatan tarik (tensile strength) dari biokomposit mengalami penurunan. Penambahan pengisi (filler) berupa selulosa nanokristal dapat memperbaiki kekuatan tarik biokomposit. Perbaikan kekuatan tarik merupakan hasil dari dispersi pengisi yang baik dan gaya adesi antarmuka (interface) pengisi dan matriks. Perekatan antarmuka (interface) yang baik antara pati dan selulosa nanokristal (NCC) mengandung gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang kuat antarmuka (interface) selulosa nanokristal

(30)

(NCC) dan pati menyebabkan penguatan matriks yang efektif, sehingga kekuatan tarik dari biokomposit yang dihasilkan semakin meningkat [88]. Berikut dapat dilihat skema ikatan hidrogen yang terdapat pada selulosa nanokristal [89]:

Gambar 4.11 Skema Ikatan Hidrogen Selulosa Nanokristal

Kekuatan tarik (tensile strength) juga dipengaruhi oleh kerapatan suatu bahan. Dimana semakin rapat suatu bahan, maka nilai densitasnya akan meningkat. Kerapatan yang menigkat juga akan menyebabkan nilai dari kekuatan tarik (tensile strength) yang semakin baik [64]. Hal ini didukung oleh penelitian John dan Thomas (2008) yang menyatakan bahwa kerapatan suatu bahan memiliki pengaruh terhadap sifat kekuatan mekaniknya. Pada penelitian ini dihasilkan peningkatan nilai kekuatan tarik (tensile strength) dan densitas seiring dengan penambahan selulosa nanokristal.

Namun, peningkatan jumlah selulosa nanokristal (NCC) yang ditambahkan akan mengakibatkan penurunan pada sifat mekanik. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya kemungkinan agregasi dan aglomerasi dari selulosa nanokristal (NCC). Agregasi dan aglomerasi sangat mungkin terjadi karena pada saat selulosa nanokristal yang berlebih akan membuat interaksi antar sesama pengisi semakin kuat, sedangkan interaksi antar pengisi dan matriks akan berkurang. [87, 88]. Hal ini dapat dilihat pada penambahan pengisi selulosa nanokristal 4%, dimana nilai kekuatan tarik (tensile strength) dari biokomposit menurun.

(31)

yang lebih linier. Seperti pada gambar di bawah ini yang menunjukkan interaksi ikatan hidrogen yang terbentuk antara asam sitrat dan selulosa nanokristal [90]:

Gambar 4.12 Ilustrasi Pembentukan Ikatan Hidrogen antara Selulosa dan Asam Sitrat Sebagai bahan pemplastis, gliserol dan asam sitrat diketahui dapat mengganggu ikatan hidrogen intermolekuler dan intramolekuler pati dan pengisi [84]. Dalam hal ini, struktur pati yang hancur diserap oleh plasticizer gliserol sehingga membuka jalan bagi asam sitrat untuk meningkatkan interaksi antara pati dan pengisi. Oleh karena itu, interaksi hidroksil asli dalam pati dilemahkan oleh pembentukkan ikatan hidrogen baru yang lebih stabil antara pati, pengisi dan asam sitrat sehingga meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength) pada hasil film pati [82].

Hal ini juga didukung oleh hasil analisis FTIR, dimana terlihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3537 cm-1 dan 3579 cm-1 yang terdapat pada biokomposit tanpa penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal (NCC) dan biokomposit dengan penambahan asam sitrat dan selulosa nanokristal (NCC) mengindikasikan keberadaan dari gugus O-H. Peningkatan puncak serapan ini diakibatkan interaksi dari hidrogen ketika komponen pati dan selulosa nanokristal dicampur pada proses pembuatan biokomposit. Dimana ikatan hidrogen terdiri dari ikatan antara rantai amilosa dengan amilosa, amilosa dengan amilopektin, dan amilosa dengan NCC dan amilopektin [93].

Pada saat peningkatan persentase asam sitrat, residu dari asam sitrat dalam campuran mungkin bertindak sebagai plastizicer dan mengurangi interaksi diantara makromolekuler. Dengan peningkatan asam sitrat ini akan mengakibatkan efek penguatan dari selulosa nanokristal dapat melemah, dan tidak saling menempel erat dengan matriks pati [86].

Asam Sitrat

Selulosa

(32)

4.2.5 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) Dan Asam Sitrat

Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation At Break) Biokomposit

Gambar di bawah ini menunjukkan pengaruh peambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam sitrat terhadap pemanjangan saat putus (elongation at break) biokomposit.

Gambar 4.13 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) dan Asam Sitrat terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Biokomposit

Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa pemanjangan saat putus (elongation at break) yang tertinggi adalah 32,48% yang diperoleh pada penambahan selulosa

nanokristal (NCC) 1% dan asam sitrat 30%. Sedangkan pemanjangan saat putus (elongation at break) yang terendah adalah 10,01% yang diperoleh dari penambahan selulosa nanokristal (NCC) 3% dan aam sitrat 10%.

Dari gambar diatas terlihat bahwa semakin banyak selulosa nanokristal (NCC) yang ditambahkan maka pemanjangan saat putus (elongation at break) akan semakin berkurang. Bahan kristalin diketahui memiliki kekuatan yang tinggi dan diharapkan dengan adanya penambahan selulosa nanokristal ke dalam material pati akan meningkatkan kekakuan dari film pati. Peningkatan kekakuan film disisi lain akan kekuatannya tetapi menurunkan nilai elastisitasnya. Hal ini terlihat dari penurunan

(33)

persentase pemanjangan saat putus (elongation at break) yang menurun dengan meningkatnya konsentrasi selulosa nanokristal pada biokomposit.

Efek penguatan dari selulosa nanokristal pada matriks pati dapat dikaitkan dengan kompatibilitas pengisi dengan matriks yang kuat dan dispersi pengisi yang baik. Kompatibilitas selulosa dengan pati terjadi karena adanya gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Selulosa nanokristal dan ikatan hidrogen yang terjadi pada pati dapat membentuk jaringan kaku yang memperkuat film bioplastik yang dihasilkan. Dispersi pengisi yang baik dalam matriks juga memberikan penguatan yang baik terhadap biokomposit yang dihasilkan. Karena sifatnya yang kaku maka pemanjangan pada saat putus (elongation at break) akan semakin menurun. Selain itu pegisi yang teraglomerasi juga akan menurunkan sifat mekanik dari biokomposit yang dihasilkan [88].

Pada umumnya, asam sitrat akan meningkatkan interaksi dan memberikan kekuatan yang tinggi pada film pati. Sementara dengan penambahan konsentrasi asam sitrat, asam sitrat akan berperan sebagai plasticizer yang menyebabkan peningkatan terhadap pemanjangan pada saat putus (elongation at break) [86]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.13, dimana pemanjangan pada saat putus (elongation at break) meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam sitrat.

(34)

4.2.6 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) Dan Asam Sitrat

Terhadap Penyerapan Air (Water Uptake) Biokomposit

Gambar di bawah ini menunjukkan pengaruh penambahan selulosa nanokristal (NCC) pada penambahan 10% asam sitrat terhadap sifat penyerapan air biokomposit.

Gambar 4.14 Pengaruh Waktu Terhadap Sifat Penyerapan Air Pada Selulosa Nanokristal (NCC) 1%

Dari Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa penambahan selulosa nanokristal (NCC) pada asam sitrat 10% diperoleh waktu konstan terhadap sifat penyerapan air (water uptake) yaitu pada menit ke 120. Dimana sifat penyerapan air yang diperoleh berada

diantara 14% sampai 17%. Secara umum, nilai penyerapan air (water uptake) akan menurun seiring dengan penambahan selulosa nanokristal (NCC). Hal ini disebabkan oleh nilai kristalinitas yang tinggi dari selulosa nanokristal mampu membantu mencegah air menembus dan mencapai substrat yang lebih mudah untuk diserap. Sehingga, nilai dari penyerapan air (water uptake) dari biokomposit yang dihasilkan akan menurun seiring dengan penambahan selulosa nanokristal. Selain itu, penurunan nilai penyerapan air (water uptake) juga dikarenakan bentuk dari jaringan selulosa nanokristal yang padat, rapat dan seragam. Struktur ini diperoleh dengan adanya interaksi antara gugus hidroksil (OH), dan interaksi Van Der Waals pada rantai selulosa. Namum, perolehan nilai penyerapan air (water uptake) juga dapat meningkat dikarenakan selulosa nanokristal masih memiliki daerah amorf yang berkontribusi

(35)

terhadap plastisasi matriks, sehingga menurunkan sifat penghalang dari selulosa nanokristal. Selain itu, bagian amorf dari selulosa nanokristal juga melemahkan ikatan OH dan meningkatkan mobilitas rantai polimer dan menciptakan tempat baru untuk molekul-molekul air [90].

Selain pengaruh penambahan selulosa nanokristal, penambahan asam sitrat sebagai co-plasticizer juga mempengaruhi sifat penyerapan air biokomposit. Gambar berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan asam sitrat pada penambahan 1% selulosa nanokristal (NCC) terhadap sifat penyerapan air biokomposit.

Gambar 4.15 Pengaruh Waktu Terhadap Sifat Penyerapan Air Pada Asam Sitrat 10%

Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa dengan penambahan asam sitrat pada selulosa nanokristal (NCC) 1% diperoleh nilai penyerapan air (water uptake) yang konstan pada menit ke 120, dengan nilai penyerapan air (water uptake) berkisar 17% sampai 20%. Semakin bertambahnya asam sitrat sebagai co-plasticizermengakibatkan nilai dari penyerapan air (water uptake) semakin meningkat. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan plasticizer berupa gliserol dan asam sitrat yang juga bertindak sebagai co-plasticizer maka akan meningkatkan afinitas sampel terhadap kelembaban, dan meningkatkan jumlah air yang dimilikinya. Dengan menambahkan asam sitrat akan membuat rantai selulosa lebih fleksibel, meningkatkan volume dan mengarah ke struktur yang lebih terbuka sehingga menurunkan sifat kekakuan dari film pati dan meningkatkan kadar air yang akan terperangkap di dalamnya [90].

(36)

Gambar berikut ini menunjukkan pengaruh penambahan selulosa nankristal (NCC) dan asam sitrat pada kondisi konstan, yaitu pada saat menit ke 120.

Gambar 4.16 Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal (NCC) dan Asam Sitrat Terhadap Sifat Penyerapan Air Biokomposit

Dari gambar 4.16 terlihat bahwa penambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam sitrat terhadap sifat penyerapan air (water uptake) biokomposit diperoleh nilai penyerapan air (water uptake) tertinggi adalah sebesar 20,51% yang diperoleh pada penambahan selulosa nanokristal (NCC) 1% dengan penambahan asam sitrat 30%. Sedangkan nilai penyerapan air (water uptake) terendah diperoleh pada penambahan selulosa nanokristal (NCC) 3% dengan penambahan asam sitrat 10% dengan nilai penyerapan air (water uptake) sebesar 14,81%.

Penurunan nilai penyerapan air (water uptake) ini juga didukung oleh hasil Scanning Electron Microscope (SEM) biokomposit pada Gambar 4.8 dengan penambahan selulosa nanokristal 3% dan asam sitrat 30% yang menunjukkan bahwa biokomposit yang dihasilkan memiliki kerapatan yang baik dan penyebaran pengisi yang merata sehingga menghasilkan ketahanan terhadap air yang baik.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil analisis Transmission Electron Microscopy (TEM) dan X-Ray Diffraction (XRD) dihasilkan selulosa nanokristal (NCC) yang memiliki bentuk bulat dengan ukuran rata-rata 10–100 nm dan indeks kristalinitas sebesar 84,46%. Melalui proses hidrolisis menggunakan asam sulfat dan ultrasonikasi dihasilakan selulosa nanokristal (NCC) yang terbebas dari lignin dan hemiselulosa, hal ini dibuktikan dengan analisis Fourier Ttransform Infrared (FT-IR) yang menghasilkan puncak-puncak serapan yang lebih tajam dan memperlihatkan gugus-gugus khas dari selulosa.

2. Penambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam sitrat mampu meningkatkan nilai dari kekuatan fisik dan mekanik biokomposit. Nilai optimum dari uji fisik dan mekanik bikomposit adalah dengan penambahan 3% selulosa nanokristal (NCC) dan 30% asam sitrat. Dimana nilai dari uji densitas dan kekuatan tarik (tensile strength) adalah 0,28 gram/cm3, 1,76 MPa. Sedangkan untuk nilai dari pemanjangan saat putus (elongation at break) dan uji penyerapan air (water uptake) yang terbaik adalah dengan penambahan selulosa nanokristal (NCC) 1%

dan 30% asam sitrat, dengan nilai sebesar 32,48% dan 4,81%.

(38)

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan penelitian ini adalah: 1. Dari hasil penelitian ini, proses ultrasonikasi berperan penting dalam

menghasilkan selulosa nanokristal (NCC) dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Sehingga, disarankan untuk memvariasikan lamanya waktu proses ultrasonikasi untuk menghasilkan NCC dengan derajat kristalinitas yang lebih tinggi.

2. Perlunya dilakukan perbandingan pengaruh kekristalan selulosa yang digunakan sebagai pengisi dari sumber-sumber selulosa yang lain.

Gambar

Gambar 3.1 dibawah ini [27]:
Gambar 3.2 Flowchart Ekstraksi α-Selulosa dari Kulit Rotan
Gambar 3.3 Flowchart Isolasi Selulosa nanokristal dari α-Selulosa
Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Biokomposit Dari Pati Sagu
+7

Referensi

Dokumen terkait

a daerah bilangan gelombang 1033 hilang dari spektrum FT-IR selulosa (Gambar 2) dan muncul puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1751 cm -1 tumpul agak lebar yang

Hasil senyawa CMC didukung dengan spektrum FT-IR yang menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 1573,91 cm -1 yang merupakan serapan dari C=O dan adanya vibrasi C-O-C

Pada puncak OH terjadi pelebaran puncak pada edible film yang memiliki bilangan gelombang 3456,9 cm -1 , pada pati bonggol pisang 3435,44 cm -1 , sedangkan pada

bilangan gelombang 3506 cm -1 yang menunjukkan gugus hidroksil (OH) dari resin epoksi, tetapi pada ETPGMO (Gambar. 4c) puncak serapan tersebut bergeser ke

Kemasan makanan dan edible film (film plastik yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan) adalah dua aplikasi utama dari polimer biodegradable berbasis pati dalam

“Morphological, Thermal, and Mechanical Properties of Starch Biocomposite Film Reinforced by Cellulose Nanocrystals From R ice Husks”. Y., John

Sedangkan kekurangan dari material komposit seperti tidak dapat digunakan pada temperatur lebih dari 400 o F dan kekakuan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan logam

‘’ Effect of Microcrystalline Cellulose (MCC) from Sugar Palm Fibres and Glycerol Addition on Mechanical Properties of Bioplastic from Avocado Seed Starch (Persea