• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan Co-Plasticizer Asam Sitrat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon Sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Selulosa Nanokristal Dari Kulit Rotan Dengan Plasticizer Gliserol dan Co-Plasticizer Asam Sitrat Dalam Pembuatan Biokomposit Berbahan Dasar Pati Sagu (Metroxylon Sp)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Komposit adalah perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki komponen penyusun yang berbeda sehingga menjadi suatu material baru yang memiliki potensi yang lebih baik dan unggul dari kedua bahan awalnya. Perpaduan material tersebut terjadi dalam skala makroskopis dan terjadi ikatan permukaan pada masing-masing material penyusunnya [32]. Bahan komposit terdiri dari matriks yang merupakan fase tersebar dan pengisi sebagai fase terdispersi, dimana kedua fase ini dipisahkan oleh interface [33]. Sifat bahan komposit sangat dipengaruhi oleh sifat dan distribusi unsur penyusun, serta interaksi antara keduanya. Parameter penting lain yang mungkin mempengaruhi sifat bahan komposit adalah bentuk, ukuran, orientasi dan distribusi dari penguat (filler) dan berbagai ciri-ciri dari matriks [34].

2.1.1 Matriks

Matriks merupakan salah satu komponen penyusun komposit yang bersifat perekat dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan internal. Matriks akan selalu menjaga filler atau bahan penguat tetap pada tempatnya, membantu distribusi beban, melindungi filament di dalam struktur, mengendalikan sifat elektrik dan kimia dari komposit, serta membawa regangan interlaminer. Matriks merupakan penyusun utama dengan fraksi volume tersebar. Berdasarkan matriks, komposit dapat diklasifikasikan sebagai berikut [32] :

1. Komposit Matriks Logam (menggunakan logam sebagai matriks) 2. Komposit Matriks Polimer (menggunakan polimer sebagai matriks) 3. Komposit Matriks Keramik (menggunakan keramik sebagai matriks)

2.1.2 Reinforcement (Penguat)

(2)

polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan air, kelunakan dan pewarnaan [32,35].

2.2 BIOKOMPOSIT

Biokomposit adalah suatu material komposit yang merupakan gabungan dari polimer alami sebagai fase organic dan penguat/pengisi sebagai fase anorganiknya. Dalam pembuatan suatu biokomposit, penggunaan bahan pengisi berskala nano menunjukkan perbaikan pada sifat fisik dan mekanik seperti tensile strength, thermal stability bila dibandingkan dengan material konvensional lainnya.

Sifat biokomposit sangan dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengisinya. Karena itu, struktur dan sifat fungsional biokomposit dapat dibuat sesuai dengan keinginan dengan memlih bahan pengisinya [32].

Biokomposit dengan pengisi yang berukuran nano dapat disebut sebagai bionanokomposit. Bionanokomposit merupakan material lanjut (advanced material) yang salah satu atau semua komponennya terbuat dari bahan hayati dan

salah satunya memiliki ukuran berskala nanometer (10-9 meter). Teknologi ini berguna untuk meningkatkan sifat individu bahan dalam hal kekuatan, struktur dan stabilitas sehingga nantinya material yang baru akan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan material penyusunnya. Perbedaan nanopartikel dengan material sejenis yang lebih besar adalah dengan ukuran yang kecil, material nanopartikel memiliki perbandingan luas permukaan dan volume yang lebih besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Ukuran filler yang kecil akan meningkatkan interaksi antara filler dengan matriks. Interaksi tersebut mampu mereduksi mobilitas polimer sebagai matriks sehingga meningkatkan kekuatan komposit [36]

2.3 BIOPLASTIK

(3)

memiliki banyak kelemahan, yaitu proses produksi plastik membutuhkan sejumlah besar energi, menghasilkan limbah yang merupakan hasil samping produksi plastik, dan penggunaan bahan yang tidak mudah terurai. Dalam rangka menggeser produksi plastik secara berkelanjutan, penelitian dilakukan untuk menentukan jenis sumber daya terbarukan yang dapat dikonversi ke dalam bentuk plastik [38]. Plastik ramah lingkungan atau dikenal dengan istilah bioplastik (biodegradable plastic) merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik. Menurut standar ASTM D-5488-94d, biodegradable berarti kemampuan suatu bahan mengalami dekomposisi menjadi karbon dioksida, air, metana, senyawa anorganik, atau biomassa, dimana mekanisme yang dominan adalah aktivitas enzimatik dari suatu mikroorganisme yang dapat diukur dengan tes standar pada rentang waktu tertentu [39]. Produksi bioplastik akan dapat membantu meringankan krisis energi serta mengurangi ketergantungan masyarakat pada bahan bakar fosil. Bioplastik memiliki beberapa sifat yang luar biasa yang membuatnya cocok untuk aplikasi yang berbeda [6]. Saat ini para ilmuwan dan teknisi kreatif tidak hanya mencoba mengadaptasikan bioplastik untuk mesin konvensional, tetapi juga menemukan penggunaan baru dari bioplastik tersebut. Sebagai contoh, bahan kemasan, sendok garpu sekali pakai dan pot bunga yang terbuat dari bioplastik pun sudah tersedia [37].

Sekitar 265.000.000 ton plastik diproduksi dan digunakan setiap tahun. Saat ini bioplastik dari sumber daya terbarukan hanya menyumbangkan bagian yang sangat kecil dari total penjualan pasar (lebih kecil dari 1%), namun kemajuan pesat dibidang bioteknologi dan biokimia lebih lanjut akan mendorong pasar ini berkembang pesat [2]. Kemasan makanan dan edible film (film plastik yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan) adalah dua aplikasi utama dari polimer biodegradable berbasis pati dalam industri makanan. Persyaratan untuk produk

(4)

menunjukkan adanya potensi bagi industri bioplastik untuk berkembang menjadi industri besar dimasa yang akan datang.

Bioplastik merupakan bahan polimer. Polimer adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari rantai molekul atau cabang (makromolekul), yang terdiri dari unit yang sama atau mirip, yang disebut monomer. Bioplastik dapat diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek berikut:

1. Polimer yang didasarkan pada bahan baku terbarukan : a . Polimer berbasis biomassa alam

Polimer yang dihasilkan oleh organisme hidup (hewan, tumbuhan, alga, mikroorganisme) yaitu selulosa, pati, protein, atau polyhydroxyalkanoat dari bakteri

b . Polimer berbasis biomassa sintetik

Polimer yang monomernya didasarkan pada bahan baku terbarukan tetapi yang polimerisasinya membutuhkan transformasi kimia, mis PLA, etilena, poliamida

2 . Polimer yang meliputi " biofunctionality " : a . Polimer untuk aplikasi biomedis b . Polimer biodegradable

Polimer yang digunakan dalam produk biodegradable dan karena itu dapat didaur ulang secara organik [41].

Kebanyakan bioplastik merupakan campuran yang mengandung komponen sintetik, seperti polimer dan aditif, untuk meningkatkan sifat fungsional produk jadi dan untuk memperluas jangkauan aplikasi. Jika bahan aditif dan pigmen yang digunakan juga dapat dibuat dari sumber daya terbarukan, maka dapat diperoleh polimer dengan biodegradasi berat sekitar 100 % dari senyawa. Tujuan bioplastik adalah untuk meniru siklus hidup biomassa, yang meliputi konservasi sumber daya fosil, air dan produksi CO2. Kecepatan biodegradasi bioplastik tergantung pada

(5)

2.4 SAGU (Metroxylon sp)

Sagu merupakan tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, genus Metroxylon dari ordo Spadiciflorae dan pati sagu merupakan hasil ekstraksi pati dari batang tanaman sagu. Di Indonesia tanaman utama penghasil pati sagu adalah Metroxylon yang tumbuh di lahan basah dan Arenga microcarpha (sagu baruk) yang tumbuh di lahan kering. Setiap batang sagu mengandung sekitar 200 kg sagu, sehingga setiap hektar tanaman sagu mampu memproduksi 20-25 ton per hektar. Menurut Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Agroindustri dan Bioteknologi Wahono Sumaryono, kadar pati kering dalam sagu mampu mencapai 25 ton per hektar, yakni jauh diatas kandungan pati beras yang hanya 6 ton per hektar dan pati jagung yang hanya 5,5 ton per hektar. Berdasarkan data Perhimpunan Pendayagunaan Sagu Indonesia (PPSI), produksi sagu nasional saat ini (2006) mencapai 200.000 ton per tahun atau baru mencapai sekitar 5 persen dari potensi sagu nasional [24].

Berikut komposisi kimia dan sifat fungsional pati dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati [11]

Parameter Pati Sagu

Kadar Air (%) 11,58

Kadar Pati (%) 82,94

Kadar Amilosa (%) 28,11 Kadar Amilopektin (%) 71,89

WHC (g/g) 2,15

OHC (g/g) 2,41

(6)

2.5 PATI

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1→4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1→4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1→6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-(1→6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 105– 3 x 106 unit glukosa [43]. Struktur molekul dari amilosa dan amilopektin ditunjukkan pada gambar 2.1.

Sejumlah besar pati terakumulasi sebagai granula (butiran) yang tidak larut dalam air. Bentuk dan diameter granula ini tergantung pada asal tumbuhan [44]. Granula pati tersebut terdiri atas daerah amorf dan kristal. Di dalam pati yang terdapat pada umbi dan akar, daerah kristalin terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di daerah amorf. Di dalam pati sereal, amilopektin juga merupakan komponen yang paling penting dari daerah kristalin. Amilosa dalam pati sereal bergabung dengan lipid dari struktur kristal yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan ireversibel. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini, amilosa terekstrak keluar dari granul dan menyebabkan peningkatan viskositas suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut kemudian menyebabkan pembengkakan maksimum butiran dan meningkatkan viskositas. Akhirnya, butiran pecah menghasilkan dispersi koloid kental. Pendinginan selanjutnya koloid hasil dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastik [45].

(7)

dicatat bahwa karbon dioksida akan didaur ulang menjadi pati lagi oleh tanaman dan sinar matahari [47]. Karena kemampuannya terdegradasi secara alami ini pati mulai banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik yang ramah lingkungan.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin [40]

2.6 ROTAN

Salah satu sumber hayati terbesar yang terdapat di Indonesia yaitu rotan. Sebanyak 10 persen hutan di Indonesia terdiri dari rotan. Berdasarkan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, luas hutan Indonesia yaitu sekitar 143 juta hektar, dimana sebanyak 13,40 juta hektar ditumbuhi oleh tanaman rotan [17].

(8)

biodegradable. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, selulosa dapat dijadikan bahan

pengisi organik yang menjanjikan [48].

2.7 SELULOSA

Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam. Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil, seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan

berat molekul ~ 243.000 [49].

Gambar 2.2 Struktur Selulosa [50]

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baiksehingga dapat mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter (P/d)) yang tinggi selama proses produksi. Selulosa nanoserat memiliki beberapa keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui, biodegradable, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk grafting beberapa gugus kimia, dan harga yang murah [49].

(9)

Menurut Sjostrom (1981), selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu [51]:

1. Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa β (Betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.

Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan kristal. Selulosa dapat ditemukan dalam bentuk mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV. Fraksi kristal dinyatakan dalam persentase sebagai indeks kristalinitas. Penentuan struktur selulosa bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR [52; 53].

Selulosa I merupakan bentuk asli selulosa yang terdiri dari dua Kristal allomorf, yaitu Iα dan Iβ. Berdasarkan pengujian difraksi elektron selulosa Iαmemiliki satu unit sel triklinik, sedangkan selulosa Iβ memiliki dua unit sel monoklinik, keduanya tersusun dalam satu susunan rantai paralel, dengan rasio berbeda dalam satu serat, tergantung pada asalnya. Selulosa Iα banyak terdapat pada selulosa bakteri dan valonia, sedangkan Iβ pada selulosa kapas atau kayu [52].

Selain selulosa I, terdapat selulosa II yang terbentuk dengan pengendapan selulosa dari larutan ke dalam medium air pada suhu kamar atau sedikit lebih tinggi dari suhu kamar pada proses pemintalan serat selulosa buatan manusia secara teknis. Selulosa II ini juga diperoleh dari proses merserisasi kapas, yang terjadi melalui pembentukan natrium selulosa melalui interaksi polimer dengan cairan natrium hidroksida dan peruraian dengan netralisasi atau penghilangan natrium hidroksida. Proses transformasi dari selulosa I menjadi selulosa II biasanya irreversible, walaupun ada yang menyatakan bahwa natrium selulosa dapat

(10)

lebih rumit daripada selulosa I dan menghasilkan densitas tautan silang intermolekul yang lebih tinggi [49; 52].

2.8 SELULOSA NANO KRISTAL

Proses utama untuk menghasilkan selulosa nanokristal dari serat selulosa adalah berdasarkan hidrolisis asam. Bagian amorf akan lebih mudah dihidrolisis, sedangkan bagian kristal yang lebih tahan terhadap serangan asam akan tersisa [54]. Beberapa metode umum yang digunakan untuk mendapatkan selulosa nanokristal yaitu [92]:

1. Metode kimia, yaitu dengan menggunakan metode hidrolisis asam menggunakan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) untuk menghilangkan sisi

amorf yang terdapat pada selulosa dan metode pelarut alkali yang bertujuan untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa yang terdapat pada selulosa.

2. Metode mekanik, yaitu dengan menggunakan proses ultrasonikasi untuk mendapatkan selulosa yang berukuran nano.

3. Metode biologis, yaitu dengan menggunakan enzim dan bakteri seperti trichoderma ressei maupun bakteri acetobacter xylinum yang digunakan untuk mengurangi ukuran dari selulosa yang dihasilkan.

Pada penelitian ini digunakan metode kimia dan metode mekanik seperti yang dilakukan oleh Fenny, et. al. (2013), menggunakan asam sulfat (H2SO4) 45% dan

(11)

Struktur, sifat, dan tahap pemisahan tergantung pada asam mineral dan konsentrasi yang digunakan, temperatur dan waktu hidrolisis, serta intensitas ultrasonikasi [16,51].

2.9 GLISEROL

Cairan yang tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental dengan rasa manis biasanya dikenal dengan Gliserol (1,2,3-propanetriol). Gliserol berasal dari kata Yunani yang berarti “manis”, glykys, dan istilah gliserin, gliserin, dan gliserol. Gliserin pada umumnya merujuk kepada solusi komersial gliserol dalam air yang komponen utamanya adalah gliserol. Gliserol mentah adalah 70-80% murni dan sering terkonsentrasi dan dimurnikan sebelum penjualan secara komersial dengan kemurnian 95,5-99% [20]. Gliserol dapat diproduksi baik oleh fermentasi mikroba atau sintesis kimia dari bahan baku petrokimia [61].

Gliserol diidentifikasi pada tahun 1779 oleh kimiawan Swedia Carl W Scheele yang menemukan cairan transparan, cairan baru yang manis dengan memanaskan minyak zaitun dengan litharge (PbO, digunakan dalam glasir timbal pada keramik). Penelitiannya menunjukkan bahwa gliserol larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam banyak pelarut umum seperti eter dan dioksan, tetapi tidak larut dalam hidrokarbon. Dalam kondisi anhidrat murni, gliserol memiliki berat jenis 1,261 g/mL, titik leleh 18,2 oC dan titik didih 290 oC di bawah tekanan atmosfer normal, disertai dengan dekomposisi. Pada suhu rendah, gliserol dapat membentuk kristal yang meleleh pada 17,9 oC.

(12)

Tabel 2.2 Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 20 oC [62] Chemical Formula C3H5(OH)3

Molecular Mass 60,05 g mol-1

Density 1,051 g cm-3

Viscosity 1,2 Pa.s

Melting Point 18,2 oC

Boiling Point 290 oC

Food Energy 4,32 kcal g-1 Flash Point 160 oC (closed cup) Surface Tension 64,00 mN m-1 Temperature Coefficient -0,0598 mN (mK)-1

Penggunaan gliserol ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik seperti yang dilakukan Yuniarty, et.al. (2014), yaitu sintesis dan karakterisasi bioplastik berbasis pati sagu (Metroxylon sp) dengan asam asetat dan gliserol menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan asam asetat dan gliserol dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik bioplastik [7]. Selanjutnya yaitu penelitian Ahmad, et.al. (2011), tentang studi biodegradable dari pati sagu dengan plasticizer gliserol dan citric acid didapat hasil terbaik terhadap kekuatan tarik yaitu pada konsentrasi gliserol 30%, [9].

2.10 ASAM SITRAT

Asam sitrat merupakan bahan alternatif yang mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau. Asam sitrat (C6H8O7) merupakan pelarut organik yang

bersifat polar. Golongan asam ini jika dikombinasikan dengan air dapat melarutkan zat-zat yang dapat larut pada pelarut polar [63].

(13)

Asam sitrat dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendamping plasticizer (co-plasticizer). Dimana, gugus karboksil dari asam sitrat akan membentuk ikatan

hidrogen yang kuat dengan gugus hidroksil dari pati. Gugus karboksil pada asam sitrat tidak hanya mengubah sifat-sifat materialnya, tetapi juga akan membentuk ikatan sambung silang (cross linking) yang menyebabkan peningkatan sifat fisik dan mekanaik dari produk yang dihasilkan [9,13].

Tabel 2.3 Sifat Fisikokimia Asam Asetat [64] Chemical Formula C6H8O7

Molecular Mass 192 g mol-1

Density 1,665 g cm-3

Melting Point 153 oC

Boiling Point 175 oC

pH value 2,2 at 0,1 N

Penggunaan asam sitrat ini sendiri diaplikasikan dalam pembuatan bioplastik seperti yang dilakukan Rui Shi, dkk., (2007) melakukan penelitian mengenai karakterisasi asam sitrat dan gliserol pada campuran lelehan pati jagung dengan komposisi gliserol 30% (w/w%) dan asam sitrat 0% - 40% (w/w%) [13]. Kemudian, Zuraida, dkk., (2012) membuat bioplastik dari pati sagu dengan plasticizer gliserol dan meneliti pengaruh asam sitrat (0-40% w/wt%) dan air (0-40% w/wt%) sebagai aditif sekunder [9]. Dimana kedua penelitian tersebut menghasilkan bioplastik dengan kekuatan mekanik yang baik dengan adanya penambahan asam sitrat.

2.11 KARAKTERISASI HASIL PENELITIAN

2.11.1 Karakterisasi Biokomposit dan Selulosa Nanokristal

Beberapa pengujian/karakterisasi yang dilakukan pada biokomposit dan selulosa nanokristal adalah sebagai berikut:

A. Analisis TEM (Transmission Electron Microscopy)

(14)

100 kV. Tetesan suspensi yang telah diencerkan kemudian diendapkan pada lempengan tembaga yang ditutupi dengan film karbon tipis. Untuk meningkatkan kontras, selulosa nanokristal ditetesi dengan larutan uranyl acetate 2 wt% (organologram) pada air deionisasi selama 1 menit lalu dikeringkan pada suhu kamar [56].

B. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengamati rincian bentuk maupun struktur mikro permukaan suatu objek yang tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. SEM digunakan untuk mengamati struktur micron, topografi, morfologi, fraktografi sampel padatan dari bahan logam, polimer atau keramik [2]. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks tersebar dengan merata atau tidak [57]. Struktur morfologi campuran polimer adalah karakteristik yang sangat penting untuk memahami banyak sifat dari campuran polimer, terutama sifat mekanik [56].

C. X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja dari XRD adalah difraksi sinar X yang disebabkan adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar X dihamburkan oleh atom-atom dalam zat padat material. Ketika sinar X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hambura ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelomabang [57]. Rumus perhitungan indeks kristalinitas dari sampel adalah sebagai berikut [51]:

CrI= [I002I-IAM

002 ] x100 (2.1) Keterangan:

Crl = Derajat relatif kristalinitas

I002 = Intensitas maksimum dari difraksi pola 0 0 2

(15)

D. Analisis FT-IR (Fourier Transform Infrared)

FT-IR merupakan metode yang menggunakan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi inframerah, radiasi inframerah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian lagi dilewatkan/ditransmisikan. Hasil dari spektrum merupakan besarnya absorpsi molekul dan transmisi yang membentuk sidik jari molekul dari suatu sampel. Seperti sidik jari pada umumnya, struktur sidik jari dari spektrum inframerah yang dihasilkan tidak ada yang sama. Inilah yang membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis. Manfaat informasi/data yang dapat diketahui dari FT-IR untuk dianalisis adalah identifikasi material yang tidak dikeahui, menentukan kualitas sampel dan menentukan banyaknya komponen dalam suatu campuran [58].

E. Uji Densitas

Kerapatan merupakan sifat fisik suatu polimer. Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin meningkatkan sifat mekaniknya. Sehingga film biokomposit yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik. Kerapatan atau densitas ini dapat didefinisi-kan sebagai berat per satuan volume bahan [7]. Penentuan rapat massa (densitas) film dilakukan dengan cara film dipotong dengan ukuran dan tebal tertentu, kemudian dihitung volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa film ditentukan dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya (g/cm3) [4].

� =

(2.2)

Dimana : � = rapat massa/densitas (g/cm3)

m = massa sampel (g) v = volume sampel (cm3)

Standar yang digunakan adalah ASTM D792-91, 1991.

(16)

plastik diuji berdasarkan pada ASTM D-638. Metode pengujian ini mencakup penentuan tarik yang sifat plastik diperkuat dalam bentuk standar dumbbell shaped yang ketika diuji di bawah kondisi yang ditentukan dari pretreatment, suhu, kelembaban, dan kecepatan mesin uji. Metode uji ini dapat digunakan untuk pengujian bahan dari setiap ketebalan sampai 14 mm (0,55 in.). Namun, untuk pengujian spesimen dalam bentuk lembaran tipis, termasuk film yang kurang dari 1,0 mm (0.04 in.) Ketebalan, Metode Uji D 882 adalah metode yang paling tepat. Bahan dengan ketebalan lebih besar dari 14 mm (0,55 in.) harus dikurangi oleh mesin [30].

Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dari sampel adalah sebagai berikut [67] :

a. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut :

Fmaks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N) Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan

pembebanan (m2)

b. Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan beban tarik. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

(17)

mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang menggembung [60].

Prosedur uji ketahanan air pada sampel bioplastik adalah sebagai berikut : berat awal sampel yang akan diuji ditimbang (Wo). Lalu Isi suatu wadah

(botol/gelas/mangkok) dengan air aquades. Letakkan sampel plastik ke dalam wadah tersebut. Setelah 10 detik angkat dari dalam wadah berisi aquades, timbang berat sampel (W) yang telah direndam dalam wadah. Rendam kembali sampel ke dalam wadah tersebut, angkat sampel tiap 10 detik, timbang berat sampel. Lakukan hal yang sama hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan. Air yang diserap oleh sampel dihitung melalui persamaan:

Penyerapan Air (%) = �−��

�� x 100 % (2.5)

Dimana: Wo = berat sampel kering

W = berat sampel setelah direndam air [7]

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin [40]
Gambar 2.2 Struktur Selulosa [50]
Tabel 2.2 Sifat Fisikokimia Gliserol Pada Suhu 20 oC [62]
Tabel 2.3 Sifat Fisikokimia Asam Asetat [64]

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis karakterisasi FT-IR terhadap pati kentang, film plastik pati kentang tanpa gliserol, dan film plastik pati kentang tanpa gliserol diketahui

Penelitian lain mengenai bioplastik pati yang pernah dilakukan adalah (Riza et al ., 2013) dengan judul “Sintesa Plastik Biodegradable dari Pati Sagu dengan Gliserol dan

Serta untuk mengetahui pengaruh penambahan selulosa nanokristal dari rotan dengan plasticizer gliserol dan co-plasticizer asam asetat terhadap karakteristik

Dari gambar di atas terlihat bahwa penambahan selulosa nanokristal (NCC) dan asam asetat terhadap sifat kekuatan tarik biokomposit diperoleh nilai kekuatan tarik tertinggi adalah

‘’ Effect of Microcrystalline Cellulose (MCC) from Sugar Palm Fibres and Glycerol Addition on Mechanical Properties of Bioplastic from Avocado Seed Starch (Persea

Gambar L4.6 Hasil Analisis FT-IR Biokomposit dengan NCC dan Asam Asetat.. L4.7 HASIL ANALISIS SEM ( SCANNING ELECTRON

Biaya yang tinggi dari produk biodegradable membatasi pasar ini, tetapi film pati memiliki keuntungan daripada plastik tradisional, mereka memungkinkan produk

Keuntungan yang lain adalah pati asetat mempunyai solubilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pati dan sangat mudah untuk dicetak menjadi film dari solven yang sederhana.. Pati