BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam suatu struktur bangunan beton bertulang khususnya pada kolom akan terjadi momen lentur dan gaya aksial yang bekerja secara bersama – sama. Momen - momen ini yang diakibatkan oleh adanya beban eksentris atau adanya gravitasi dapat menimbulkan beban lateral seperti angin dan gempa atau bisa juga diakibatkan oleh beban lantai yang tidak seimbang. Maka dari itu, setiap penampang komponen pada struktur seperti balok dan kolom harus direncanakan kuat terhadap setiap gaya internal yang terjadi, baik itu momen lentur, gaya aksial, gaya geser maupun torsi yang timbul sebagai respon struktur tersebut terhadap pengaruh luar.
Kolom yang digunakan untuk memikul beban kombinasi yang bekerja secara bersamaan mempunyai kapasitas daya dukung yang kecil jika terbuat dari beton murni. Maka dari itu, untuk meningkatkan kapasitas daya dukung dan agar kolom menjadi daktail secara signifikan dapat dilakukan dengan cara menambahkan kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom dengan persyaratan penulangan minimal 1% sampai 6% (
SNI 03 – 2847 – 2002, Pasal 23.4.3.1.).
Untuk itu, perencana struktur memerlukan program bantu sederhana yang mudah diterapkan dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom berbentuk persegi panjang. Karena banyaknya aspek yang ditinjau, seperti ukuran penampang kolom, mutu beton, mutu tulangan, beban aksial dan momen yang bekerja serta code yang akan digunakan sehingga perencana struktur memerlukan waktu yang lama untuk menentukan kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom. Saat ini penggunaan komputer untuk merencanakan kebutuhan (rasio) tulangan telah dikembangkan seperti PCA column yang berasal dari Amerika Serikat dan dibuat berdasarkan
code ACI 1995. Sedangkan di Indonesia,
perkembangan adanya program bantu untuk memudahkan perhitungan perencanaan dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom berbentuk persegi panjang masih minim jumlahnya.
Oleh karena itu, sebagai perbandingan maka dalam Tugas Akhir ini akan dikembangkan
dengan code yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu SNI 03 – 2847 – 2002 mengenai “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung”. Selain itu, aplikasi program bantu yang akan dibuat juga memuat code terbaru yaitu Unified
Design Provisions yang ada di dalam ACI
318-2002. Perbedaan dari kedua code tersebut menyangkut faktor reduksi kolom dimana SNI 03-2847-2002 masih berdasarkan besarnya beban aksial sedangkan ACI 318-2002 menggunakan regangan tarik untuk menentukan besarnya faktor reduksi. Namun untuk Tugas Akhir ini perencanaan kebutuhan (rasio) tulangan yang dibutuhkan khusus untuk kolom berbentuk persegi panjang.
Aplikasi program bantu yang akan dibuat menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Hal ini dikarenakan Visual Basic 6.0 tidak memerlukan pemrograman khusus untuk menampilkan jendela (window) dan cara penggunaannya juga berbasis visual. Secara mendasar Visual Basic mirip dengan bahasa pemrograman yang lain. Lompatan besar Visual Basic adalah kemampuannya untuk memanfaatkan window. Selain itu, Visual Basic 6.0 adalah bahasa pemrograman yang evolusioner yaitu mengacu pada event dan berorientasi objek. Visual Basic 6.0 juga dapat menciptakan aplikasi dengan mudah karena hanya memerlukan sedikit penulisan kode – kode program sehingga kegiatan pemrograman dapat difokuskan pada penyelesaian problem utama dan bukan pada pembuatan antar-mukanya (user
interface).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Bagaimana menentukan kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom penampang persegi panjang secara langsung akibat dari momen lentur dan gaya aksial ? 2. Bagaimana menentukan titik koordinat
kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P – M kolom sehingga nantinya kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom penampang persegi panjang dapat diketahui secara akurat ?
3. Apakah nilai output aplikasi program yang dibuat dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan PCA Column ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini antara lain :
1. Membuat suatu program bantu teknik sipil sederhana yang mudah diterapkan untuk mengetahui kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom penampang persegi panjang.
2. Mendapatkan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P-M kolom sehingga nantinya kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom penampang persegi panjang dapat dipenuhi secara akurat.
3. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi program yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan dengan memverifikasinya dengan PCA Column.
1.4 Batasan Masalah
Ruang lingkup permasalahan dan pembahasan pada tugas akhir ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain :
1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau elemen struktur beton bertulang yang mengalami kombinasi momen lentur dan gaya aksial yaitu kolom.
2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom berpenampang persegi panjang dengan tulangan longitudinal 4 sisi yang berbeda (four side equal) dan tulangan longitudinal 2 sisi (two side equal). 3. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom
pendek yang mengalami beban aksial dan momen uniaksial tanpa knick atau faktor tekuk.
4. Studi tugas akhir ini hanya menentukan kebutuhan (rasio) tulangan yang ada pada kolom dan diagram interaksi P-M kolom.
5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat pada tugas akhir ini antara lain :
1. Dapat memudahkan perencana struktur untuk mengetahui kebutuhan (rasio) tulangan akibat momen lentur dan gaya aksial pada kolom penampang persegi panjang secara langsung dan akurat. 2. Dapat memudahkan perencana struktur
untuk menentukan titik koordinat kombinasi beban yang tepat pada diagram interaksi P – M kolom sehingga nantinya kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom penampang persegi panjang dapat diketahui secara akurat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom
Kolom merupakan elemen utama pada struktur bangunan yang umunya meneruskan beban dari balok atau lantai ke system pondasi di bawahnya. Betapa kuat dan kakunya balok atau pelat di atasnya, tetapi bila kolom tidak kuat menahan beban maka struktur secara keseluruhan akan runtuh. Oleh karena itu, perencanaan kolom perlu mendapat perhatian yang saksama dan perlu diwaspadai yaitu mengenai pemberian kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen structural horizontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas.
Seperti halnya pada balok, dalam analisa atau desain pada kolom juga menerapkan keserasian tegangan dan regangan. Akan tetapi, disini ada suatu factor baru ( selain momen lentur ) yang turut masuk dalam perhitungan yaitu adanya gaya tekan. Karena itu perlu ada penyesuaian dalam menyusun persamaan – persamaan keseimbangan penampang dengan meninjau kombinasi gaya tekan dan momen lentur. Dalam hal kolom, beban aksial biasanya dominan sehingga keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit untuk dihindari.
Keruntuhan yang disebabkan oleh adanya retak akan banyak terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi – lokasi tulangan sengkang apabila beban pada kolom bertambah. Dalam keadaan batas keruntuhan (limit state of
failure), selimut beton diluar sengkang (pada
kolom bersengkang) atau diluar spiral (pada kolom spiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya akan kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah, maka akan terjadi keruntuhan dan tekuk local (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu sebelum lekatan baja – beton hilang.
Adapun prinsip – prinsip dasar pada kekuatan kolom yang dapat di evaluasi antara lain :
1. 1. Distribusi regangannya linier diseluruh tebal kolom
2. 2. Regangan pada baja sama dengan regangan pada beton (εs = εc)
3. Regangan beton maksimum yang diijinkan pada keadaan gagal ( untuk perhitungan kekuatan ) adalah 0.003 (εc = 0.003)
4. Kekuatan tarik beton di abaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. (Nawy,1985).
2.2. Kekuatan Kolom Pendek dengan beban sentries
Kolom tidak mengalami momen lentur akan tetapi dalam prakteknya semua kolom hendaknya direncanakan terhadap eksentrisitas yang diakibatkan oleh hal – hal yang tidak terduga, seperti tidak tepatnya pembuatan acuan beton dan sebagainya.
Suatu kolom yang luas penampang brutonya Ag dengan lebar b dan tinggi total h, bertulang baja dengan luas total Ast (terbagi pada semua sisi kolom) maka Luas bersih penampang beton adalah Ag-Ast.
Gambar 2.1 Hubungan tegangan-regangan pada beton dan baja (beban sentris)
Gambar 2.1 menjelaskan tentang pembebanan pada beton dan baja pada saat beban kolom meningkat. Pada awalnya, baik beton maupun baja berperilaku elastis. Pada saat regangannya mencapai sekitar 0,002 sampai 0,003, beton mencapai kekuatan maksimum f’c. Secara teoritis, beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom adalah beban yang menyebabkan terjadinya tegangan f’c pada beton. Penambahan beban lebih lanjut bisa saja terjadi apabila strain hardening pada baja terjadi sekitar regangan 0,003.
Dengan demikian kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambah kontribusi beton yaitu ( Ag-Ast )
0,85f’c dan kontribusi baja yaitu (Ast.fy). Ag
adalah luas bruto total penampang beton. Ast adalah luas total tulangan baja (Ast = As+A’s). Yang digunakan dalam perhitungan adalah
0,85f’c bukan f’c karena kekuatan maksimum yang dapat dipertahankan pada struktur aktual mendekati harga 0,85f’c. Sehingga kapasitas beban sentris maksimum ( P0 ) dinyatakan sebagai :
P0 = 0,85 f’c (Ag – Ast) + Ast.fy ( 2.1)
Beban yang sentris meyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang. Pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangannya terjadi secara merata di seluruh bagian penampang.
Gambar 2.2 Geometri, regangan, dan tegangan kolom (beban sentris); (a) penampang melintang; (b) regangan beton; (c) tegangan (dan gaya – gaya)
Untuk eksentrisitas kecil, kuat aksial beban diambil 80% dan 85% masing – masing untuk sengkang dan spiral. Rumusnya menjadi :
Pn(max)= 0,8 [0,85ƒ’c(Ag– Ast) + Astƒy] (2.2)
untuk kolom bersengkang
Pn(max)= 0,85 [0,85ƒ’c(Ag– Ast) + Astƒy] (2.3)
untuk kolom berspiral
Beban nominal ini masih harus direduksi lagi dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan Φ. Biasanya untuk desain, besarnya (Ag
– Ast) dapat dianggap sama dengan Ag tanpa
kehilangan ketelitian.
2.3. Kekuatan Kolom Pendek dengan beban eksentris
Kolom yang mengalami momen lentur selain juga gaya aksial. Momen ini dapat di konversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e. Momen lentur ini dapat bersumbu tunggal (uniaxial) seperti dalam hal kolom eksterior bangunan bertingkat banyak.
Kekuatan kolom yang dibebani eksentris seperti beban aksial dan lentur, pada prinsipnya mengenai distribusi tegangan dan blok tegangan segiempat ekuivalennya hampir sama dengan balok.
Ts Cs Cc e (d - d') e' Pn Pusat plastis Pusat plastis h y d' h/2 d A's As b Penampang melintang
Gambar 2.3 Tegangan dan gaya – gaya pada kolom
Gambar 2.3. memperlihatkan penampang melintang suatu kolom segiempat tipikal dengan diagram distribusi regangan, tegangan dan gaya padanya. Diagram ini berbeda dengan diagram yang menjelaskan tentang adanya gaya nominal memanjang Pn yang bekerja pada keadaan runtuh dan mempunyai eksentrisitas e dari pusat plastis (atau bisa saja pusat geometri) penampang.Tinggi sumbu netral ini sangat menentukan kekuatan kolom.
Persamaan gaya dan momen dari Gambar 2.3 untuk kolom pendek dapat dinyatakan sebagai gaya tahan aksial nominal dalam keadaan runtuh
Pn = Cc + Cs – Ts (2.4)
Momen tahanan nominal Mn yaitu sebesar Pn . e dapat diperoleh dengan menuliskan keseimbangan momen terhadap pusat plastis penampang. Untuk kolom yang penulangannya simetris, pusat plastisnya sama dengan pusat geometrisnya. Mn= Pne = Cc(
y
-2
a
) + Cs( y
- d’) + Ts(d -y
) (2.5) Karena Cc= 0,85ƒ’cba Cs= A’sƒ’s Ts= AsƒsPersamaan (2.4) dan (2.5) dapat pula ditulis sebagai : Pn= 0,85ƒ’cba + A’sƒ’s - Asƒs (2.6) Mn =Pne = 0,85ƒ’cba ( y -2 a) + A’sƒ’s ( y - d’) + Asƒs(d - y ) (2.7)
Dalam persamaan (2.6) dan (2.7) tinggi sumbu netral c dianggap kurang daripada tinggi efektif d penampang, juga baja pada sisi yang tertarik memang mengalami tarik. Kondisi ini dapat berubah apabila eksentrisitas e beban Pn
sangat kecil. Untuk eksentrisitas yang kecil ini – yang seluruh bagian penampangnya mengalami tekan – kontribusi tulangan yang tertarik harus ditambahkan kepada kontribusi baja dan beton yang tertekan. Suku Asƒs dalam persamaan (2.6)
dan (2.7), dalam hal ini mempunyai tanda positif karena semua tulangan baja mengalami tekan. Dalam persamaan ini juga diasumsikan bahwa (ba – A’s) ≈ ba yaitu volume beton yang hilang
akibat adanya tulangan diabaikan.
Jika dalam analisis atau desain digunakan komputer, solusi yang lebih halus dapat diperoleh. Dengan demikian luas beton yang tergantikan oleh baja dapat ditinjau dalam solusi dengan bantuan komputer.
Perlu ditekankan di sini bahwa gaya aksial Pn tidak dapat melebihi kekuatan dengan
aksial maksimum Pn(max) yang dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.2). Tulangan tekan
A’s atau tulangan tarik As akan mencapai
kekuatan lelehnya ƒy, bergantung pada besarnya
eksentrisitas e. Tegangan ƒ’s pada baja dapat
mencapai ƒy apabila keruntuhan yang terjadi
berupa hancurnya beton. Apabila keruntuhannya berupa lelehnya tulangan baja, besaran ƒs harus
disubstitusikan dengan ƒy. Apabila ƒ’s atau ƒs
lebih kecil daripada ƒy, maka yang
disubstitusikan adalah tegangan aktualnya, yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan distribusi regangan di seluruh tinggi penampang (Gambar 2.5) yaitu persamaan :
ƒ’s= Esε’s= Es c d c cu( ') ≤ ƒ y (2.8)
ƒ
s= E
sε
s= E
s c c d cu( ) ≤ ƒ
y (2.9)Persamaan (2.6) dan (2.7) dapat dipakai untuk menentukan beban aksial nominal Pnyang
dapat bekerja dengan aman pada eksentrisitas e untuk suatu kolom yang mengalami beban eksentris. Apabila dipelajari lebih lanjut, pada kedua persamaan tersebut ada beberapa koefisien yang dapat diklasifikasikan sebagai :
1. 1. Tinggi blok tegangan ekuivalen, a.
Regangan : εs= 0,003 c c d ε’s= 0,003c d' Tegangan : ƒs= Esεs≤ ƒy ƒ’s= Esε’s≤ ƒy Gaya dalam : Cc= 0,85ƒ’c ba Cs= A’s f’s Ts= As fs c = jarak sumbu netral
y = jarak pusat plastis
e = eksentrisitas beban ke pusat plastis e’ = eksentrisitas beban ke tulangan tarik d’ = selimut efektif tulangan tekan
2. Tegangan pada baja yang tertekan, f’s.
3. Tegangan pada baja yang tertarik, fs.
4. Pnuntuk suatu e yang diberikan, atau sebaliknya e untuk Pnyang diberikan.
Tegangan f’s dan fs dapat dinyatakan
dalam tinggi sumbu netral c seperti pada persamaan (2.8) dan (2.9) atau juga dalam a. Dua koefisien yang lain adalah a dan Pn dapat
dipecahkan dengan menggabungkan persamaan (2.6) dan (2.9) akan dihasilkan persamaan pangkat tiga dengan peubah tinggi sumbu netral
c. Selain itu, perlu juga dicek apakah tegangan
pada baja memang benar lebih kecil daripada kekuatan lelehnya, fy.
Untuk suatu geometri penampang dan eksentrisitas e yang diberikan, asumsikan besarnya jarak sumbu netral c. Dengan harga c ini dapat dihitung tinggi blok tegangan ekuivalen
a dengan menggunakan a = ß1c. Dengan
menggunakan c yang diasumsikan tadi, hitung besarnya beban aksial nominal Pn dengan
menggunakan persamaan (2.8) dan (2.9). Hitung juga eksentrisitas untuk beban Pn ini dengan
menggunakan persamaan (2.7). Eksentrisitas ini harus sama atau cukup dekat dengan eksentrisitas yang diberikan semula. Apabila tidak memeuhi, maka ulangi semua langkah di atas sampai tercapai konvergensi. Apabila eksentrisitas yang dihitung lebih besar daripada eksentrisitas yang diberikan, ini berarti bahwa besarnya c (dan juga
a) lebih kecil daripada harga sesungguhnya.
Dalam hal demikian, untuk langkah berikutnya gunakan harga c yang lebih besar. Proses coba – coba dan penyesuaian ini dapat konvergen dengan cepat dan menjadi sangat mudah apabila digunakan suatu program komputer.
2.4. Keruntuhan Kolom
Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu dapat pula kolom mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu terjadi tekuk.
2.4.1 Beban Aksial dan Lentur pada Kolom
Kolom akan melentur akibat momen dan momen tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relative momen dan beban aksial, banyak cara yang dapat menyebabkan rutuhnya kolom. Gambar 2.6 memperlihatkan kolom yang memikul beban Pn. Dalam beberapa bagian dari gambar, beban
besar sehingga menghasilkan momen yang semakin besar pula. Setiap kasus dari keenam kasus tersebut dibahas singkat sebagai berikut : a. Beban aksial besar dan Momen diabaikan
maka pada kondisi ini keruntuhan akan terjadi oleh hancurnya beton, dengan semua tulangan dalam kolom mencapai tegangan leleh dalam tekan.
b. Beban aksial besar dan momen kecil sehingga seluruh penampang tertekan. Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil (yaitu eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan tertekan tetapi tekanan di satu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar 0,85 f’c dan pada kondisi ini keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan tertekan.
c. Eksentrisitas lebih besar atau ditingkatkan dari kasus sebelumnya maka gaya tarik akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan.
d. Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah akan dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh dan pada saat bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan maksimum 0,85 f’c. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang (balance).
e. Momen besar, beban aksial relative kecil. Jika eksentrisitas terus ditambah keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh sebelum hancurnya beton.
f. Momen lentur besar. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya pada sebuah balok. M (f) e P (e ) e P (d ) (c ) P e eP (b ) (a ) P
Gambar 2.4 Kolom menerima beban dengan eksentrisitas yang terus diperbesar.
2.4.2. Keruntuhan Tarik ( Under – reinforced )
Keruntuhan tarik akibat momen lentur ultimate terjadi jika tulangan baja mencapai leleh lebih dahulu yaitu regangannya (εs) sama atau lebih besar dibanding regangan pada saat leleh (εy). Kondisi tersebut dapat terjadi jika jumlah tulangan baja (As) yang dipasang relatif sedikit.
Awal keadaan runtuh dalam hal eksentrisitas yang besar dapat terjadi dengan lelehnya tulangan baja yang tertarik. Peralihan dari keruntuhan tekan ke keruntuhan tarik terjadi pada e = eb. Jika e lebih besar daripada ebatau Pn
< Pnb, maka keruntuhan yang terjadi adalah
keruntuhan tarik yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. Persamaan (2.6) dan (2.7) dapat digunakan untuk analisis (dan desain) dengan mensubstitusikan tegangan leleh ƒy sebagai
tegangan pada tulangan tarik. Tegangan ƒ’s pada
tulangan tekan dapat lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh baja, dan tegangan tekan aktual ƒ’s ini dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.8).
Dalam praktek biasanya digunakan penulangan yang simetris, yaitu A’s= As, dengan
maksud mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan tulangan tekan. Penulangan yang simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan tegangan berbalik tanda, misalnya karena arah angin atau gempa yang berbalik.
2.4.3 Keruntuhan tekan ( Over – reinforced )
Keruntuhan tekan terjadi jika serat desak beton εc = εcu = 0.003. Sedangkan serat tarik baja εs < εy. Keruntuhan dimulai dari beton terlebih dahulu sedangkan tulangan baja masih dalam batas elastis ( fs < fy ), jenis keruntuhan ini siftanya getas (tiba – tiba) tanpa didahului oleh lendutan yang cukup besar khususnya bila beton tidak diberi tulangan pengekangan yang cukup.
Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balanced eb dan tegangan pada
tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu ƒs< ƒy.
Dalam proses analisis (maupun desain) diperlukan persamaan dasar keseimbangan yaitu persamaan (2.6) dan persamaan (2.7). Selain itu, diperlukan pula prosedur coba – coba dan penyesuaian, dan adanya keserasian regangan di seluruh bagian penampang.
2.4.4 Keruntuhan Balanced
Keruntuhan balance atau keadaan batas tercapai jika serat desak beton εcu = 0.003 dan serat tarik baja εs = εy (regangan pada titik leleh yang pertama). Kondisi balance digunakan sebagai acuan untuk mengetahui apakah suatu penampang mempunyai keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan.
Jika eksentrisitas semakin kecil, maka akan ada suatu transisi dari keruntuhan tarik utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balanced tercapai apabila tulangan tarik mengalami regangan lelehnya εy dan pada
saat itu pula beton mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur.
Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, cbyaitu (Gambar 2.4) :
s y b E f d C 003 . 0 003 . 0 (2.10)
Atau dengan menggunakan Es= 2 x 105MPa : y b f d C 600 600 (2.11) y b b f d c a 600 600 1 1 (2.12) Beban aksial nominal pada kondisi balanced Pnb dan eksentrisitasnya eb dapat
ditentukan dengan menggunakan ab pada
persamaan (2.6) dan (2.7). Pnb= 0,85ƒ’cbab+ A’sƒ’s - Asƒy (2.13) Mnb = Pnbeb= 0,85ƒ’cbab( y -2 a) + A’sƒ’s( y - d’) + Asƒy(d - y) (2.14) dimana ƒ’s= 0,003 Es b b c d c '≤ ƒy (2.15) dan
yadalah jarak tepi tertekan ke pusat plastis atau geometris.
Perlu dicatat bahwa karena Ab dan f’s diketahui, maka baik Pnb maupun eb dapat dihiung tanpa memerlukan suatu coba – coba. Apabila As’ = As, maka y 0.56
2.5. Kasus Umum pada Kolom Bertulang pada Empat Sisi
Apabila suatu kolom segiempat mempunyai tulangan pada keempat sisinya dan semua tulangan yang sejajar tidak simetris, maka solusinya harus dicari berdasarkan prinsip – prinsip pertamanya.
Mn =Pne = 0,85ƒ’cba ( y -2 a) + A’sƒ’s ( y - d’) + Asƒs(d - y ) (2.17)
Untuk itu persamaan (2.16) dan (2.17) harus disesuaikan terlebih dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap dipertahankan di seluruh bagian penampang.
Gambar 2.5 memperlihatkan kolom yang bertulangan pada keempat sisinya. Anggapan yang digunkan disini adalah :
Gsc= titik berat gaya tekan pada tulangan tekan Gst= titik berat gaya tarik pada tulangan tarik Fsc= resultan gaya tekan pada tulangan = ΣA’sƒsc Fst= resultan gaya tarik pada tulangan = ΣA’sƒst
Gambar 2.5(1) Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat sisinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya –gaya dengan blok stress
Gambar 2.5(2) Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat sisinya : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya –gaya dengan metode numerik
Keseimbangan antara gaya – gaya dalam dengan momen dan gaya luar harus terpenuhi yaitu : Pn= 0.85ƒ’cba + Fsc- Fst (2.18) Pne = 0.85ƒ’cba (-) + ( 2 h - 1c 2 1
) + Fscysc+ Fstyst (2.19)Coba – coba dan penyesuaian diterapkan dengan menggunakan suatu asumsi tinggi garis netral c, yang berarti pula tinggi blok tegangan ekuivalen a diketahui. Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan ditentukan dengan menggunakan distribusi regangan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5 (b) untuk menjamin terpenuhinya keserasian regangan.
Tegangan pada setiap tulangan diperoleh dengan menggunakan persamaan : ƒsi= Esεsi = Esεc
c
s
i = 600c
s
c
i (2.20) dimana ƒsiharuslah ≤ ƒy.Carilah Pnuntuk c yang diasumsikan tadi
dengan menggunakan persamaan (2.20). Substitusikan besarnya gaya normal tersebut ke dalam persamaan (2.19) dan peroleh c. Apabila c ini belum cukup dekat dengan c yang diasumsikan semula, lakukan coba – coba berikutnya. Gaya tahanan nominal Pn yang
sesungguhnya pada penampang ini adalah yang diperoleh pada coba – coba terakhir sehubungan dengan c yang sudah benar.
Dalam banyak hal, disarankan untuk selalu menggunakan tulangan baja pada sisi yang tegaklurus terhadap sumbu lentur –sekalipun secara teoritis tidak diperlukan- paling sedikit 25% dari luas tulangan memanjang utamanya.
2.4
2.6. Diagram Interaksi Kolom Beton Bertulang
Kapasitas penampang kolom beton bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram Interaksi P – M yang menunjukkan hubungan beban aksial dan momen lentur pada kondisi batas. Setiap titik kurva menunjukkan kombinasi P dan M sebagai kapasitas penampang terhadap suatu garis netral tertentu.
Gambar 2.6. Distribusi regangan berkaitan dengan titik pada diagram interaksi
Gambar 2.6 menggambarkan beberapa seri dari distribusi regangan dan menghasilkan titik – titik pada diagram interaksi. Distribusi regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik Pu εc= 0,003 εs1 εs2 εs3 εs4 εs5 (a) (b) (c) Pn 0,85 fc’ Fs Cs Fst Sumbu netral a c c Pusat plastis yst ysc e b/2 b/2 d' h/2 h d' h/2 b (a) (b) (c)
sebesar nol pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah muka penampang.
Semua titik yang berada dibawah ini pada diagram interaksi menunjukkan kasus dimana penampang terjadi retak pada bagian – bagian tertentu. Titik C menunjukkan regangan distribusi dengan regangan tekan maksimum sebesar 0,003 pada satu sisi penampang dan regangan tarik εy, leleh daripada tulangan, pada
tulangan tarik. Hal ini menunjukkan keruntuhan
balanced dengan terciptanya kehancuran pada
beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi secara bersamaan. Titik D merupakan titik terjauh pada diagram interaksi yang menunjukkan perubahan dari kegagalan tekan untuk beban yang lebih tinggi dan kegagalan tarik untuk beban yang lebih kecil.
Diagram interaksi untuk kolom umumnya dihitung dengan mengasumsikan regangan yang didistribusikan dimana setiap regangan bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram interaksi.
Gambar 2.7 Perhitungan Pndan Mnuntuk kondisi regangan tertentu
Proses perhitungan ditunjukkan pada Gambar 2.7 untuk satu regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada Gambar 2.7 (a) dan satu regangan distribusi diasumsikan seperti pada Gambar 2.7 (b). Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003, bersesuaian dengan kegagalan kolom. Lokasi garis netral dan regangan pada tiap tulangan dihitung dari distribusi regangan. Hasilnya kemudian digunakan untuk menghitung besarnya blok tekanan dan besarnya gaya yang
bekerja pada tiap tulangan, seperti pada Gambar 2.7 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan luas dimana gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial Pn
dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya individual pada beton dan tulangan, dan momen
Mn dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya
ini terhadap titik pusat daripada potongan penampang. Nilai Pndan Mn ini menggambarkan
satu titik di diagram interaksi.
1.3. 2.7. Perkembangan Metode Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang
2.7.1. Strength Design Method (Utimate Strength Design)
Strength design method (metode
perencanaan kekuatan) ini dahulu dinamakan
ultimate strength method (metode kekuatan
batas). Dimana dalam metode ini beban kerja dinaikkan secukupnya dengan beberapa faktor untuk mendapatkan beban pada waktu keruntuhan dinyatakan sebagai "telah di ambang pintu (imminent)". Beban ini dinamakan sebagai beban berfaktor (factored service load). Struktur atau unsurnya lalu diproporsikan sedemikian hingga mencapai kekuatannya pada saat bekerjanya beban berfaktor. Perhitungan dari kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan yang tidak linear antara tegangan dan regangan dari beton. Metode rencana kekuatan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Kekuatan yang tersedia kekuatan yang diperlukan untuk memikul beban berfaktor
Dimana kekuatan yang tersedia (seperti kekuatan momen) dihitung sesuai dengan peraturan dan permisalan dari sifat yang ditetapkan oleh suatu peraturan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah kekuatan yang dihitung dengan menggunakan suatu analisa struktur dengan menggunakan beban berfaktor.
Dalam metode ini, beban berfaktor (momen, geser, gaya aksial, dan lain - lain) didapat dengan jalan mengalikan beban kerja dengan faktor U sedangkan kekuatan rencana diperoleh dengan jalan mengalikan kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan (Φ). Daktilitas dicapai pada saat regangan tulangan tarik mencapai titik leleh sebelum beton mencapai regangan ultimate yaitu 0,003. Kondisi tersebut didefinisikan sebagai kondisi regangan
seimbang. b adalah rasio penulangan yang
menghasilkan kondisi regangan seimbang.
Dasar dari kekuatan lentur nominal dari metode ini didahului oleh pernyataan F. Stussi (1932) yang mengatakan bahwa sifat tegangan -regangan umum untuk beton memperlihatkan hubungan yang nonlinear untuk tegangan diatas 0,5f’c.
Perhitungan kekuatan lentur Mn yang
didasarkan pada distribusi tegangan yang mendekati parabola dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan - persamaan yang ditetapkan (Wang dan Salmon, 1985).
Penggunaan suatu distribusi tegangan tekan pengganti yang berbentuk persegi seperti Gambar 2.9, dipakai suatu tegangan persegi dengan besar rata - rata 0,85f’c dan tinggi a = β1c
(C.S.Whitney dan Edward Cohen,1956). Dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen, kekuatan momen nominal dapat diperoleh sebagai berikut : T = Asfs= As(Esεs) saat εs< εy atau T = Asfy saat εs εy Cs= As’fs’ = As’(Esεs’) saat εs’ < εy atau Cs= As’fy saat εs’ εy Cc= 0.85 fc’ba
Gambar 2.8 Regangan dan distribusi tegangan ekivalen untuk penampang yang menerima lentur dan tekan
Dari keseimbangan gaya didapatkan :
Pn = Cc+ Cs– T
Dari keseimbangan momen di tengah penampang : ) 2 ( ) ' 2 ( ) 2 2 (h a C h d T d h C e P Mn n c s
Kekuatan nominal dicapai pada saat regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan regangan runtuh beton (εcu). Pada waktu itu
regangan pada tulangan tarik As kemungkinan lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan εy= f/E, tergantung pada perbandingan relatif dari
tulangan terhadap beton. Jika jumlah tulangan cukup sedikit (underreinforced), maka tulangan akan meleleh sebelum beton hancur, ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan yang daktail (ductile) dengan deformasi yang besar. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup banyak (overreinforced) sehingga tulangan tetap dalam keadaan elastis pada saat kehancuran beton maka ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau getas (brittle).
Pada metode ini (USD) tegangan tidak proporsional dengan regangannya dan prosedur beban desain merupakan beban layan yang dikalikan dengan suatu faktor beban. Sedangkan pada metode WSM tegangan yang terjadi proporsional dengan regangan yang terjadi dan beban desain sama besarnya dengan beban layan.
2.7.2. Metode Perencanaan Batas (Limit State Method)
Perkenalan daripada teori beban ultimate untuk beton bertulang pada awalnya adalah untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori elastis, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke persepektifnya masing – masing dan telah menunjukkan aplikasi teori – teori tersebut kepada konsep yang lebih luas yang kemudian disatukan dalam teori limit
state. Dimana Service Ability Limit State
menggunakan teori elastis dan Ultimate Limits
State of Colapse menggunakan teori beban ultimate.
”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung” SNI 03-2847-2002
saat ini menggunakan metode perencanaan batas ini (Limit State Method). Limit state adalah sebuah kondisi batas dimana sebuah stuktur menjadi tidak layak digunakan sebagaimana mestinya. Tujuan daripada desain ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keadaan limit state selama umur desain sampai pada tingkat yang bisa diterima.
Kondisi - kondisi batas ini dibagi menjadi dua kategori:
1. Batas limit state ini berkaitan dengan kapasitas untuk menerima beban maksimum (kekuatan dari struktur).
2. Batas limit kelayanan (serviceability limit
state); ini berkaitan dengan kriteria
(ketahanan) pada kondisi dibawah beban normal/kerja.
Desain penampang dengan metode keadaan batas memiliki asumsi bahwa
kondisi regangan plastisnya. Dalam hal ini beton mencapai kekuatan tekan maksimumnya dan baja mencapai leleh. Kekuatan nominal penampang tersebut setelah dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan harus mampu menerima beban berfaktor. Untuk menjamin keamanan struktur, metode ini menggunakan filosofi keamanan LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu :
kuat rencana > kuat perlu (
R
Q) , dimana :Φ = faktor reduksi,
R = resistance atau kekuatan nominal,
= faktor beban, dan Q = beban kerja
Pada metode batas ultimate, faktor keamanan didasarkan pada suatu metode desain probabilistik dimana parameter - parameter dasarnya (beban, kekuatan dari material, dimensi, dsb) diperlakukan sebagai suatu nilai yang acak (random). Dimana ada beberapa faktor yang dapat digolongkan didalam dua kategori umum : faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan. Beban berlebih dapat terjadi akibat kemingkinan perubahan dari penggunaan dari tujuan semula struktur tersebut direncanakan, dapat juga akibat penaksiran yang kurang dari pengaruh beban akibat terlalu disederhanakannya prosedur perhitungan, dan akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda pelaksanaan. Kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian, dan pengawasan, sekalipun masih didalam toleransi yang disyaratkan.
Sedangkan metode batas kelayanan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan elemen struktur sebagai akibat daripada adanya defleksi, ketahanan atau durabilitas, kerusakan lokal akibat retak, belah maupun spalling yang semuanya dikontrol terhadap beban kerja yang ada atau sesuai dengan teori elastis.
Ketentuan mengenai faktor reduksi pada elemen struktur akibat tekan dan lentur yang ada pada ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung” SNI 03-2847-2002
atau pada Limit State ini mengacu pada pasal 11.3.2.2 dimana :
Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : Komponen struktur tulangan spiral yang sesuai
dengan 12.9.3...0.7
Komponen struktur lainnya...0.65 Namun bila beban aksial yang bekerja lebih kecil dari 0.1ƒ’cAg maka faktor reduksi
tersebut boleh ditingkatkan hingga 0.8 (”Tata
Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung” SNI 03-2847-2002) atau 0.9
(ACI 318-1999), hal ini untuk menunjukkan bahwa struktur mengalami beban aksial yang kecil dan mengalami beban lentur yang besar, atau pada saat itu kolom hampir berperilaku sama dengan balok. P 0.8 0.7 0.65
A k sia l T arik A ksial T eka n K ec il
K olom B ertulangan Spira l
K olo m B ersengka ng 7 . 0 ' 1 . 0 1 . 0 8 . 0 cAg f Pu 65 . 0 ' 1 . 0 15 . 0 8 . 0 cAg f Pu 0.1f'cA g 0
Gambar 2.9 Faktor reduksi SNI 03-2847-2002 untuk beban aksial dan lentur (Limit State)
2.7.3. Unified Design Provisions
Konsep perhitungan menggunakan ketetapan unified design (Unified Design
Provisions) ini pertama kali diperkenalkan oleh
Robert F. Mast (Unified Design Provisions for
Reinforced and Prestressed Concrete Flexural and Compression Members, ACI Journal, Maret
- April 1992). Konsep utama yang berubah dalam unified design ini adalah tentang bagian lentur diganti dengan konsep tension controlled
sections. Selain itu, juga dibuat satu konsep
tentang compression controlled sections. Tension dan compression controlled sections
didefinisikan dalam hubungannya dengan regangan tarik tulangan pada kekuatan nominal. Rasio penulangan dalam keadaan seimbang (ρb)
tidak lagi diperlukan. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah memperjelas perlakuan untuk bagian - bagian yang menerima beban aksial yang kecil maupun yang menerima beban aksial yang besar. Ketentuan tentang faktor reduksi kapasitas (Φ) juga diganti.
Tujuan pemakaiaan faktor reduksi adalah:
Adanya kemungkinan variasi dari kekuatan material dan dimensi.
Adanya kemungkinan ketidaktelitian dalam perencanaan.
Mencerminkan arti pentingnya suatu bagian dalam struktur.
Diharapkan struktur mampu menerima beban yang direncanakan.
Gambar 2.10 Variasi
yang terjadi berdasarkan εtyang terjadi (fy= 400Mpa)Nilai menurut unified design provisions : Tension Controlled Members : 0.9 Compression Controlled Members : 0.65 atau 0.7
(untuk tulangan Spiral), dengan transisi diinterpolasikan secara lurus berdasarkan regangan yang ada.
Faktor reduksi yang lebih rendah diberikan untuk kondisi compression daripada kondisi tension karena kondisi compression memberikan daktilitas yang lebih rendah. Kondisi compression juga lebih sensitif terhadap variasi dari kekuatan beton. Bagian yang menggunakan tulangan spiral diberikan faktar reduksi yang lebih tinggi karena mereka memiliki daktilitas yang lebih tinggi.(ACI 318-2002).
Regangan tarik bersih di atas diukur pada dekstrem (jarak dari tulangan pratekan atau non
pratekan yang terjauh ke serat tekan terluar). Regangan pada dekstrem ini sebagai tanda yang
baik untuk menunjukkan daktilitas, potensial keretakan, maupun lebar keretakan dari elemen struktur beton.
Gambar 2.11. Berbagai macam kriteria regangan pada penampang beton menurut Unified Design Provisions
Jadi dengan adanya konsep unified
design provisions ini perhitungan - perhitungan
untuk mendesain penampang elemen beton dapat disederhanakan dengan menggunakan kondisi regangan untuk menjelaskan batas - batas antara kelakuan "tension controlled sections" dan
"compression controlled sections", yaitu dengan
satu perubahan dalam menentukan jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (d) yang nantinya digunakan untuk membuat batas -batas tersebut untuk menentukan besarnya faktor reduksi (Φ) dalam menghitung kapasitas
penampang. Dengan konsep dan definisi yang baru tersebut berarti nantinya hanya akan ada satu batasan - untuk menghitung kapasitas penampang untuk semua elemen beton. Baik itu kolom, balok, beton bertulang biasa, maupun beton pratekan. Dan hal tersebut berlaku sama untuk berbagai macam bentuk penampang. Dalam menganalisa penampangnya metode
unified design provisions ini menggunakan
metode kekuatan batas sama seperti halnya di
”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung” SNI 03-2847-2002.
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir
Bab Metodologi menjelaskan urutan pelaksanaan yang disertai dengan penjelasan tahapan yang akan digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir. Hasil akhir dalam tugas akhir ini adalah berupa sebuah program bantu untuk menganalisa kebutuhan (rasio) tulangan pada kolom yang penampangnya berupa persegi panjang. Langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini digambarkan dalam sebuah flowchart seperti di bawah ini.
Studi Literatur
1. Mengumpulkan materi yang berhubungan dengan topik tugas akhir
2. Mempelajari konsep tentang kolom 3. Mempelajari diagram interaksi P-M kolom 4. Mempelajari bahasa pemrograman Visual
Basic 6.0 Pendahuluan dan
Tinjauan Pustaka
1. Membahas latar belakang, perumusan masalah, dan batasan masalah
2. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan kolom termasuk tipe – tipe, perilaku, dan kapasitasnya ketika menerima beban aksial dan momen
Algoritma dan Metode Iterasi
1. Menganalisa pengaruh penampang kolom, mutu beton dan tulanganterhadap bentuk diagram interaksi P-M kolom 2. Menetapkan metode iterasi untuk
mendapatkan rasio tulangan yang paling mendekati/sesuai dengan titik kombinasi Pu dan Mu yang bekerja
3. Membuat flowchart untuk listing program
Finish Membuat
Program 1. Membuat tampilan (interface) program2. Membuat listing program untuk kurva tegangan-regangan beton terkekang
Running Program Verifikasi dg PCaCOL Penyusunan Tugas Akhir Start
Mengoperasikan program dan mengecek apakah terdapat kesalahan atau tidak dalam membuat listing program, sekaligus memperbaiki error jika memang terjadi kesalahan
Mengecek validasi output program
ya ok error
3.2 Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan studi literatur mengenai konsep dasar kolom termasuk tipe – tipe kolom, perilakunya ketika menerima beban aksial dan momen lentur serta kapasitas kolom yang digambarkan dalam diagram interaksi P-M kolom. Literatur-literatur yang digunakan antara lain :
1. MacGregor, J.G. 1992. Reinforced Concrete
Mechanics and Design, Edisi kedua, Prentice
Hall Inc.
2. Nawy, E.G. 1985. Reinforced Concrete : A
Fundamental Approach, Prentice Hall Inc.
3. McCormac, J.C. 2001. Design of Reinforced
Concrete, Edisi kelima, John Wiley & Sons.
4. Wang, C.K. dan Salmon, C.G. 1985.
Reinforced Concrete Design, Edisi keempat,
Harper & Row Inc.
5. Purwono, R., Tavio, Imran ,I., dan Raka, I.G.P. 2007. Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-03-2847-2002).
Surabaya : ITS Press.
6. Mast, R.F. Maret-April 1992. Unified Design
Provisions for Reinforced and Prestressed
Concrete Flexural and Compression
Members, ACI Structural Journal, V.89, No.2.
7. Dewobroto, W. 2003. Aplikasi Sain dan
Teknik dengan Visual Basic 6.0, Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.
8. Dewobroto, W. 2005. Aplikasi Rekayasa
Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002). Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo.
3.3 Algoritma dan Metode Interaksi
Penggambaran Diagram Interaksi P - M
Untuk mendapatkan kombinasi P dan M pada diagram interaksi maka solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengadopsi algoritma numerik, meskipun algoritma manual juga dapat dibuat tetapi akan cukup kompleks. Untuk menentukan P dan M tersebut perlu mempelajari sifat diagram interaksi yang ada dengan mendapatkan minimal lima titik yaitu :
1. Beban aksial tekan maksimum (teori). Kolom dalam keadaan beban konsentris dapat dituliskan rumus sebagai berikut :
Pn o= 0.85 fc’(Ag – Ast) + fy.Ast (3.1)
2. Beban aksial tekan maksimum yang diijinkan,
Pn maks= 0.8 P0→ Mn= Pn maks . emin (3.2)
3. Beban lentur dan aksial pada kondisi
balance, nilainya ditentukan dengan mengetahui kondisi regangan beton εcu =
0,003 dan baja εs= εy= s y
E
f
(3.3) 4. Beban lentur pada kondisi beban aksial nol,kondisi seperti balok.
5. Beban aksial tarik maksimum,
Pn-T=
n i y stf
A
1 (3.4)Kelima titik di atas adalah titik – titik minimum yang harus ada pada diagram interaksi. Jika perlu, ketelitian yang lebih baik dapat ditambahkan titik lain :
di daerah keruntuhan tekan yaitu titik – titik di antara A dan C seperti pada gambar 2.7
di daerah keruntuhan tarik yaitu titik – titik di antara C dan E seperti pada gambar 2.7
Jadi, agar seimbang maka setiap penambahan titik pada kurva diperlukan dua buah titik yaitu untuk mengantisipasi dua kondisi keruntuhan yang terjadi.
Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dapat pula menambahkan titik – titik pada daerah keruntuhan tekan dan keruntuhan tarik. Oleh karena itu titik yang akan ditambahkan haruslah seimbang antara dua kondisi keruntuhan yang terjadi.
Kemampuan kolom menerima beban tekan aksial maksimum dalam penggambaran diagram interaksi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.1, untuk penampang yang simetris maka momen di titik itu sama dengan nol.
Dalam menggambarkan diagram interaksi secara keseluruhan, akan lebih mudah bila digunakan metode perbandingan regangan, yaitu suatu metode yang menggunakan suatu faktor tertentu (Z) sebagai pengali, untuk menentukan nilai regangan tiap lapis tulangan. Potongan penampang kolom dan asumsi distribusi regangan ditunjukkan oleh gambar 3.2 (a) dan 3.2 (b) berikut.
Gambar 3.2 Potongan penampang kolom dengan asumsi distribusi regangan dan tegangan, beserta tanda dan notasi
s si
si
E
f
Gambar 3.2 (a) menunjukkan ada empat lapis tulangan, lapisan 1 menunjukkan regangan s1 dan luas tulangan As1, dan
seterusnya. Lapisan 1 merupakan tulangan tertekan dan terletak sejarak d1 dari permukaan
serat tertekan. Distribusi regangan untuk beton terkekang dan tak terkekang asumsi nilai cu
berbeda-beda, tergantung padan metode pengekangan yang digunakan. Karena proses coba-coba yang berulang-berulang dengan metode konvensional, maka diperlukan metode penyederhanaan. Hal ini dapat diselesaikan dengan menentukan s1= Z y(gambar 3.2 (b)),
dimana Z adalah nilai yang dipilih secara sembarang. Nilai positif daripada Z menunjukkan nilai positif (tekan) regangan. Sebagai contoh, bila diambil Z = -1, akan bersesuaian dengan s1
= -1y, yaitu titik leleh regangan tarik. Distribusi
regangan seperti ini akan sesuai dengan kondisi kegagalan seimbang (balanced failure).
Dari Gambar 3.2 (b) didapatkan posisi garis netral c dengan memakai persamaan segitiga, 1
d
Z
cu
cu
c
y
(3.5) dan cu i sic
d
c
(3.6)Dimana si dan diberturut-turut adalah
regangan ke-i lapisan tulangan dan jarak lapisan tulangan ke serat tekan terluar. Setelah nilai c dan s1, s2, s3 dan seterusnya diketahui, maka gaya
yang bekerja pada beton dan pada tiap lapisan tulangan dapat dihitung.
Untuk kondisi elastis maupun plastis baja tulangan, besarnya gaya tekan atau tarik tulangan diberikan oleh persamaan 3.7, berdasarkan gambar 3.3.
(3.7) Dengan batasan fy fsi fy
Gambar 3.3 Asumsi batasan gaya yang bekerja pada tulangan
Untuk beton terkekang dan tak terkekang, pendekatan luasan tegangan tidak memakai metode block stress, melainkan langsung dihitung secara numerik.
Langkah selanjutnya ialah menghitung gaya tekan pada beton, Cc, dan gaya pada tiap
lapisan tulangan yaitu Fs1, Fs2, , Fs3 dan
seterusnya. Cc untuk beton tak terkekang dapat
diselesaikan dengan mengalikan gaya yang bekerja dengan luas daripada gaya yang bekerja tersebut, ) )( ' 85 . 0 ( f ab Cc c (3.8)
Untuk beton terkekang, luasan Cc dapat dihitung dengan mengalikan luasan tegangannya dengan lebar penampang, b.
Apabila posisi a lebih besar daripada jarak di , maka lapisan tulangan tersebut
diperhitungkan sebagai tulangan tekan
si si
si f A
F (positif tekan) (3.9) Jika a lebih besar daripada di untuk
lapisan tulangan tertentu, luas tulangan tekan
pada beton yang termasuk dalam luasan (ab)
digunakan untuk menghitung
Cc, sebagaihasilnya, perlu adanya pengurangan 0.85f’c dari
fsi sebelum menghitung Fsi. Nilai Fsi dapat
dihitung sebagai berikut :
si c si
si f f A
F ( 0.85 ' ) (3.10) Gaya-gaya yang bekerja pada potongan penampang seperti Cc, Fs1, Fs2 dan seterusnya
ditunjukkan oleh gambar 3.4(b). Kapasitas beban aksial kolom (Pn) untuk distribusi regangan yang
diasumsikan merupakan penjumlahan dari gaya-gaya yang telah disebutkan sebelumnya. Rumus Pn dapat dilihat seperti pada persamaan dibawah
ini :
n i si c n C F P 1 (3.11)Gambar 3.4 Gaya-gaya internal dan lengan momen
Kapasitas momen Mn untuk distribusi
regangan yang diasumsikan dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua momen yang terjadi terhadap centroid kolom. Momen ini diperoleh dari pengalian gaya dalam dengan panjang lengannya terhadap centroid penampang sebagai sumbu (aksis) untuk menganalisa penampang. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, momen kadang-kadang dihitung sekitar plastic
centroid, yaitu lokasi daripada penjumlahan gaya
pada kolom yang meregang secara bersamaan dalam kondisi tekan. Centroid dan plastic
centroid merupakan titik yang sama pada kolom
yang simetris dengan penempatan tulangan yang simetris pula.
Gaya-gaya pada gambar 3.2 dan 3.4 semuanya menunjukkan gaya positif tekan. Besarnya momen Mn dihitung dari serat atas
tertekan dapat dihitung dengan persamaan 3.12 dibawah ini :
n i i si c n d h F a h C M 1 2 2 2 (3.12)Nilai Pn dan Mn untuk setiap asumsi
kondisi regangan kemudian dikumpulkan dan diplot untuk menggambarkan diagram interaksi aksial-momen secara utuh.
Sebelumnya dengan input luas penampang kolom persegi panjang yang ditetapkan rasio tulangan minimum (ρmin) 1% dan rasio tulangan maksimum (ρmaks) 6%. Dimana luas tulangan dihitung sebagai berikut :
Ast – min= ρmin x b x h (3.13)
Ast – max= ρmax x b x h (3.14)
Setelah pengeplotan diagram interaksi dengan rasio tulangan maksimum dan rasio tulangan minimum maka diplot juga input kombinasi beban aksial – momen yang terjadi pada kolom. Jika diplot diagram interaksi dari input yang ada tidak berada diantara rasio tulangan maksimum dan minimum maka
diperlukan adanya perubahan penampang kolom atau diameter tulangan longitudinal. Sedangkan jika diagram interaksi dengan input yang ada berada diantara rasio tulangan maksimum dan rasio tulangan minimum maka rasio tulangan yang dibutuhkan dapat dicari.
Untuk mengetahui rasio tulangan didapatkan eksentrisitas. Sebelumnya tetapkan dulu Mnbatas minimum dan Mnbatas maksimum
dengan eksentrisitas yang sama dengan eksentrisitas akibat beban aksial dan momen input yang terjadi pada kolom.
Maka untuk mengetahui berapa rasio tulangan akibat pembebanan tersebut memerlukan adanya metode pendekatan interpolasi. Interpolasi bisa menggunakan dengan metode numerik bolzano.
Pada metode numerik bolzano yang pertama dilakukan adalah mencari nilai tengah, ρ
2 max min tengah (3.15) Jika, Mn batas min (n)x Mn (ρi)< 0
(3.16)
Maka dapat diketahui bahwa nilai Mn batas min adalah Mn (ρi) dan nilai Mn batas max adalah tetap.
Tetapi jika, Mn batas min (n)x Mn (ρi)> 0 (3.17)
Maka dapat diketahui bahwa nilai Mn batas min adalah sama dengan nilai Mn batas maxadalah Mn (ρi).
Interpolasi ini dilakukan berulang – ulang hingga tercapai,
( ) ) max(n i batasMn
Mn
(3.18) Dan
)
min( )
( iMn
batas nMn
(3.19) Dikarenakan memerlukan waktu dan keakurasian yang tepat maka perhitungan rasio tulangan dapat dilakukan dengan bantuan komputer.Secara lebih rinci lagi, alur untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom terlihat seperti pada gambar 3.5 di bawah ini.
c y c s 0.003 c c y s 0.003
Gambar 3.5 Flowchart untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom secara manual
ya tidak
ya tidak
Tulangan tarik Tulangan tekan
ya tidak Input : fc’, fy, b, h, εc, εs, d’, Pu dan Mu Tetapkan :
ρmin = 1% dan ρmak = 6%
Hitung :
Ast min = ρmin x b x h Ast mak = ρmak x b x h
As’ dan As
Pn = Cc + Cs - Ts Pn b = 0.85 fc’ (Ag – Ast) + Ast . fy Mn = Cc (y – a/2) + Cs (y-d’) – Ts (d-y)
Cc = 0.85 fc’ b.a Cs = As’ fs’ Ts = As. fy cb = [0.003/(0.003 – εs)] x d ab = ß1 . cb ; fs’ = εs’ . Es eb = Mnb / Pnb e = Mu / Pu Mulai
B
Gambar 3.6 Flowchart untuk menggambar diagram interaksi P-M kolom secara listing pada program
Setelah mendapatkan diagram interaksi P-M kolom baik untuk rasio tulangan minimal dan maksimal dan memeriksa apakah Pu dan Mu
berada di dalamnya, maka langkah berikutnya adalah melakukan iterasi untuk mendapatkan rasio tulangan yang paling mendekati/sesuai dengan beban aksial dan momen lentur yang bekerja. Untuk lebih jelasnya, lihat flowchart pada Gambar 3.4. 2 ) max( ) min(n n u u P M e batastengah batas M M max batasmin h batastenga M M
Gambar 3.7 Flowchart untuk mendapatkan rasio tulangan perlu (riil)
3.4. DESAIN PENAMPANG KOLOM
BETON BERTULANG
Desain yang digunakan dalam pemograman ini adalah penampang persegi panjang dengan penggam baran distribusi tulangan sebagai berikut :
a. Four Side Equal
Jumlah tulangan dan jarak tulangan pada sisi sumbu Y, kiri dan kanan sama. Jumlah tulangan dan jarak tulangan pada sisi sumbu X, atas dan
ya tidak
b.Two Side equal along X axis
Tulangan hanya pada sisi sumbu X, jumlah tulangan dan jarak tulangan kiri dan kanan sama.
c. Two Side equal along Y axis
Tulangan hanya pada sisi sumbu Y, jumlah tulangan dan jarak tulangan kiri dan kanan sama.
Desain penampang kolom beton bertulang yang terkekang (confined) adalah pada daerah intinya,dan pada serat luarnya tidak terkekang.
Gambar 3.8. Kolom beton bertulang yang terkekang intinya
3.5. Metode tanpa pengekangan (unconfined concrete)
Metode unconfined Kent-Park (1971)
Selain usulan untuk beton terkekang, Kent-Park juga mempunyai perumusan untuk beton tak terkekang, yang bisa digunakan sebagai pembanding.
Untuk
c ≤
co (Ascending Branch) : 2 ' 2 co c co c c c f f
(3.20) dengan
co= 0.002Untuk
c >
co (Descending Branch) : fc fc
Z0
c
co
'1 (3.21) dimana, co u Z
50 0 5 . 0 (3.22)1000
002
.
0
3
' ' 50
c c uf
f
(3.23) Keterangan: u 50
= regangan beton tak terkekang pada saat tegangan mencapai 50% tegangan puncakco
= regangan puncak beton tak terkekangc
f
= kuat tekan beton tak terkekang (dalam psi)3.6. Merancang Program Memakai Visual Basic 6.0
Langkah awal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari dasar – dasar pemrograman Visual Basic 6.0. Setelah mempelajari bahasa pemrograman ini, kemudian dilanjutkan dengan membuat program sederhana mengenai rasio tulangan pada kolom penampang persegi panjang. Langkah – langkah pembuatan program adalah sebagai berikut :
1. Membuat listing program untuk mencari aksial, momen dan eksentrisitas pada kolom penampang persegi panjang.
2. Membuat listing program untuk diagram interaksi aksial-momen.
3. Membuat rancangan tampilan program (interface).
4. Mengecek kelengkapan menu dan melengkapi tampilan.
5. Mengoperasikan program (running program) untuk mengecek apakah semua listing program bisa terbaca dan dapat berjalan dengan baik.
6. Melakukan verifikasi atau mengecek kebenaran hasil output dari program sederhana yang telah dibuat.
BAB 4
PENGOPERASIAN PROGRAM 4.1 Penjelasan Program
Program bantu untuk menganalisa kebutuhan rasio tulangan pada kolom beton bertulang penampang persegi panjang dengan memperhitungkan pengaruh pengekangan dan tidak terkekang ini, dinamakan ITS Column v.3. Merupakan pengembangan dari program ITS
Column v.1. yang menganalisa kolom
penampang persegi dan program ITS Column v.2 yang menganalisa kolom penampang bulat.
Program bantu ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0. serta dibuat dengan membagi menjadi beberapa modul dengan harapan untuk mempermudah proses debugging jika terjadi kesalahan pada saat penyusunan program.
4.2 Prosedur Pengoperasian Program
Berikut ini merupakan langkah – langkah untuk mengoperasikan program :
Langkah pertama untuk memulai program, klik ITS Column.exe dua kali sehingga muncul tampilan pertama jendela utama program ITS Column seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tampilan Jendela utama ITS Column.
Pada tampilan jendela utama ini terdapat menu bar yang terletak di atas kiri. Adapun penjelasan mengenai mengenai menu bar tersebut:
Menu bar ini terdiri dari tiga buah menu, yaitu File, Input, dan Solve.
File
Menu File terdiri dari dua sub-menu, yaitu New dan Exit. Fungsinya sama dengan program-program lainnya. New, untuk memulai project baru. Sedangkan Exit untuk keluar dari program.
Input
Menu Input terdiri dari enam sub-menu, antara lain:
oGeneral Information
Sub-menu General Information terdiri dari 5 buah check-box, yang dipisahkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah Design
Code. Terdiri dari tiga pilihan untuk memilih tipe
diagram interaksi, yaitu SNI 2847-2002 (Limit State Theory), ACI 318-2002 (Unified Design Theory), dan Nominal Strength, yang merupakan diagram interaksi dengan faktor reduksi 1 (tanpa reduksi). Kelompok kedua adalah Design Effect. Terdiri dari dua buah metode pengekangan, dari yang lama sampai yang terbaru yaitu Considering
Confinemnt’s Effect dan Unconfined.
Gambar 4.2 General Information
o Material Properties
Sub-menu Material Properties terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah
Concrete. Terdiri dari 5 buah text-box. Yang
harus diisi / diinput adalah text-box Strength, fc’ (Mpa), kemudian keempat text-box lainnya akan terisi secara otomatis. Kelompok kedua adalah
Reinforcing Steel. Terdiri dari 3 buah text-box.
Strength, fy (Mpa), kemudian kedua text-box
lainnya akan terisi secara otomatis.
Gambar 4.3 Material Properties
o Column Section
Sub-menu Column Section terdiri dari satu buah text-box, merupakan text-input lebar dan panjang kolom (mm).
Gambar 4.4 Column Section
o Reinforcement
Menu Reinforcement terdiri dari tiga buah submenu yaitu sides different, two side
equal x, dan two side equal y. Sub menu
reinforcement terdiri 2 option dan 5 text-box. Option tersebut mengenai batasan rasio tulangan batasan minimal dan maksimal (pilihan pertama Based on Minimal and
Maximal Reinforcement Ratio) untuk
menangkap titik komninasi beban ataukah menggunakan batasan jumlah tulangan minimal dan maksimal (pilihan kedua Based
on The Number of Bar). Jika user memilih
menggunakan Based on Minimal and
Maximal Reinforcement Ratio maka user
tidak perlu menginputkan data untuk n (min) dan n (max). Sebaliknya, jika user memilih menggunakan Based on The Number of Bar maka user harus menginputkan seluruh data termasuk n (min) dan n (max). Perlu diingat bahwa jumlah tulangan yang diinputkan
harus kelipatan empat karena yang dibahas dalam tugas akhir ini hanya kolom berpenampang persegi dengan tulangan longitudinal empat sisi (four side equal). Untuk lebih jelasnya, lihat pada gambar 4.5. Namun untuk sides different terdapat 2 option lagi yaitu mengenai cara pembagian tulangan di kedua sisi yang mempunyai panjang yang berbeda. Option tersebut (pilihan pertama Input) untuk pembagian tulangan di kedua sisi yang berbeda sesuai yang diinginkan oleh user (pilihan kedua
Proposional) untuk pembagian tulangan
berdasarkan atas panjang sisi nya.
Text box pertama mengenai No. of
Bars min, merupakan text-input jumlah
minimum tulangan logitudinal yang terdapat dalam kolom. Karena yang ditinjau adalah kolom persegi panjang , maka banyak tulangan logitudinal pada sisi atas dan bawah akan secara otomotis memiliki jumlah yang sama, sedangkan pada sisi kanan dan kiri akan secara otomatis memiliki jumlah yang sama pada penampang kolom. Text box kedua mengenai No. of Bars max, merupakan text-input jumlah maximum tulangan logitudinal yang terdapat dalam kolom. Kedua adalah Bars Size, merupakan text-input diameter tulangan longitudinal (mm). Ketiga adalah Decking, merupakann text-input tebal selimut beton (mm). Keempat adalah Hoops, merupakan text-input diameter tulangan tranversal / sengkang (mm).
Gambar 4.6 Two Side Equal X
o Confinement’s Effect
Confinement’s Effect terdiri dari dua buah sub menu yaitu, Considering Confinement’s
Effect dan Unconfined. Sub menu Considering Confinement’s Effect terdiri atas dua kelompok,
yaitu kelompok Confinement Parameter yang terdapat text-input Space of Hoop, adalah jarak antar tulangan tranversal / sengkang (cm) kemudian kelompok yang kedua Numerical
Integration terdapat text-input fcc (%Mpa). Pada
text-box ini terdapat keterangan ”The Area under the Stress-Strain curve will be calculated until the stress value”, maksudnya disini adalah batas kekuatan tekan beton yang tersisa setelah kekuatan puncak terlampaui. Kemudian text-input n. Pada text-box ini terdapat keterangan ”Number of interval for integration”, maksudnya adalah input jumlah pendekatan metode numerik untuk menghitung luas diagram stress-strain. Semakin besar nilainya, maka semakin akurat pula hasilnya, tetapi jalannya program akan bertambah lambat.
Gambar 4.8 Considering Confinement’s Effect
Gambar 4.9 Unconfinement’s Effect
o Load Plotting
Sub-menu Load Plotting terdiri dari dua buah text-box. Pertama text-input Axial
load, adalah besar beban tekan aksial pada
kolom (kN). Kedua text-input X-moment, adalah besar beban momen pada kolom (kNm). Jika ingin menambahkan kombinasi beban, dengan cara menekan tombol add. Jika ingin menghapus kombinasi beban dengan cara menekan tombol delete.