134
AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAUN CABE RAWIT (Capsicum frutescens L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
Abdul Rahim1*, Wiwit Pura Nurmayanti2 1
Program Studi S-1 Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Hamzanwadi
2
Program Studi S-1 Statistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Dan Alam, Universitas Hamzanwadi
*Email: rahimkhanrewa12@gmail.com
ABSTRAK
Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal yang ditemukan dikulit dan selaput
lendir pada manusia. Bakteri Staphylococcus aureus dapat pula tumbuh berlebihan dan melakukan invasi pada kondisi tertentu, bersifat sebagai bakteri pathogen yang menyebabkan bermacam- macam penyakit atau gangguan dalam tubuh salah satunya adalah penyakit infeksi saluran pernafasan. Tanaman cabe rawit banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pada bagian buah cabe rawit sebagai bahan rempah dalam berbagai masakan tradisional, akan tetapi bagian daun cabe rawit masih belum banyak dimanfaatkan. Daun cabe rawit mengandung senyawa golongan saponin dan golongan fenol yaitu flavonoid yang mempunyai aktivitas daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui fraksi paling aktif yang menghambat pertumbuhan bakteri Staphyloccocus aureus secara in vitro Pengujian aktivitas antibakteri dari tanaman uji dilakukan dengan metode difusi padat. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Fraksi esktrak etil asetat dari daun cabe rawit (Capsicum frutescent L.) merupakan fraksi teraktif antibakteri terhadap bakteri Staphylococus aureus dengan kadar hambat minimum (KHM) sebesar 10% b/v dengan kategori sangat kuat.
Kata kunci: Cabe Rawit, Daun, Staphylococcus aureus. ABSTRACT
Staphylococcus aureus is a normal bacterial flora found on the skin and mucous membranes of humans. Staphylococcus aureus bacteria can also overgrow and invade under certain conditions, act as pathogenic bacteria that cause various diseases or disorders in the body, one of which is a respiratory tract infection. The cayenne pepper plant is widely used by people in the cayenne pepper fruit section as a spice ingredient in various traditional dishes, however, the cayenne pepper leaves are still not widely used. Cayenne pepper leaves contain saponin and phenol group compounds, namely flavonoids, which have inhibitory activity against Staphylococcus aureus bacteria. The purpose of this study was to determine the most active fraction inhibiting the growth of staphylococcus aureus bacteria in vitro. It carried testing the antibacterial activity of the test plants out by the solid diffusion method. The results showed that the ethyl acetate extract fraction from cayenne pepper leaves (Capsicum frutescent L.) Was the most active antibacterial fraction against staphylococcus aureus bacteria with a minimum inhibitory level (MIC) of 10% w / v with a very strong category.
135
Keywords: Chili, leaf, Staphylococcus aureus. PENDAHULUAN
Staphylococcus aureus merupakan
bakteri flora normal yang ditemukan di kulit dan selaput lendir pada manusia
(Robert et al., 2011). Bakteri
Staphylococcus aureus dapat pula tumbuh
berlebihan dan melakukan invasi pada kondisi tertentu, bersifat sebagai bakteri patogen yang menyebabkan bermacam- macam penyakit atau gangguan dalam tubuh (Robert et al., 2011). Jika terinfeksi
bakteri Staphylococcus aureus, maka
potensi penyakit yang didapat pada tubuh manusia adalah infeksi saluran pernapasan, infeksi penyakit kulit, dan infeksi saluran percernaan (Robert et al., 2011).
Hasil perkiraan World Health
Organization (WHO) kejadian Infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2002).
Sementara hasil laporan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit ( Depkes, 2012).
Selama ini pengobatan penyakit ISPA akibat bakteri Staphylococcus aureus
menggunakan antibiotik. Peningkatan
jumlah resisten bakteri terhadap antibiotik merupakan suatu permasalahan Sehingga dicari alternatif dengan memanfaatkan tanaman-tanaman obat yang diduga efektif menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit dan mudah diperoleh (Prawira et al., 2013). Tanaman cabe rawit merupakan tanaman perdu yang banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman cabe rawit banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pada bagian buah cabe rawit sebagai bahan rempah dalam berbagai masakan tradisional, akan tetapi bagian daun cabe rawit masih belum
136
sebelumnya menunjukkan ekstrak metanol
daun cabe rawit memiliki aktivitas
antibakteri pada S. aureus, K. pneumoniae
dan P. aeruginosa (Vinayaka, et al., 2010).
Hasil identifikasi adanya senyawa flavonoid dan senyawa aglikon pada ekstrak daun cabe rawit, akan tetapi penelitian tersebut belum membuktikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus
(Yunita, 2012). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahim (2014), menjelaskan bahwa konsentrasi minimum 70% (b/v) ekstrak etanolik daun cabe rawit memiliki aktivitas antibakteri pada Staphyloccus
aureus. Penelitian sebelumnya yang
menemukan kandungan tinggi pada buah
cabe rawit adalah capsaicin dan
dihydrocapsaicin serta kandungan flavonoid berupa chrysoeriol flavonoid 3'-metoksi-luteolin (Patricia et al.,2013). Penelitian lain menjelaskan bahwa hasil GC-MS dari N-Heksan dan kloroform ekstrak dari buah C.
frutescens mengungkapkan adanya lima
senyawa, octadecane, Eicosane, Docosane, 9,12-Octadecadienoic asam, metil ester dan asam Hexadecanoic (Gurnani et al., 2015). Pada penelitian ini perlu dibuktikan aktivitas antibakteri fraksi ekstrak daun cabe rawit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antibakteri dari fraksi ekstrak daun cabe rawit dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphyloccocus aureus secara in vitro.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Timbangan analitik (Ohaus CP 214), cawan petri (PYREX 3160-101), becker glass (Pyrex), stopwatch, corong (Pyrex) dan saringan, inkubator (Memmert), tabung reaksi (Pyrex), rak tabung, pipet ukur (Pyrex), ose, lampu spiritus (RRC), autoklaf (Bintang Instrument), inkubator, labu Erlenmeyer (Pyrex), spet volume, gelas ukur (Pyrex), mikro pipet, pipet, pinset, jangka sorong, jarum inokulan (Pyrex), pengaduk, kertas label, rotary evaporator (Memmert), bejana pengembang (Pyrex), oven (Memmert), dan alat penyemprot (Pyrex).
Bahan yang digunakan untuk
penelitian ini adalah: bakteri Staphylococcus
aureus, daun cabe rawit (selong, Lotim),
kertas saring whatman (Sigma-Aldrich, St. Louis, USA), Nutrient Agar (Merck-For Microbiology), media NB (Merck -Nutrient broth), etanol 70% (Merck-emsure), Diklorometan pa (Merck-emsure), etil asetat pa (Merck-emsure), dan methanol pa (Merck-emsure), Amoxicillin 80% , DMSO 10% .
137 Jalannya Penelitian
Bahan Tanaman dan Persiapan Fraksinasi
Daun cabe rawit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari daerah selong, Lombok Timur. Daun cabe rawit
diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan etanol (Rukayadi et
al., 2008). Simplisia kering sebanyak 800 g direndam dalam 2 L etanol 96% absolut selama 24 jam pada suhu kamar dan diulang dua kali. Ekstrak disaring dengan kertas saring whatman No 2 (150 mm) (Sigma-Aldrich, St. Louis, USA) dan hasil
penyarian dipekatkan dengan rotary
evaporator pada suhu 50ºC sampai
menghasilkan ekstrak etanolik. Hasil ekstraksi dilanjutkan dengan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan pelarut diklorometan, etil asetat dan metanol dengan perbandingan 1:10 b/v. Hasil
penyarian dipekatkan dengan rotary
evaporator sampai mendapat ekstrak kental,
dan tidak tercium bau pelarut. Hasil Fraksinasi kemudian disimpan dengan pengaturan suhu 4ºC untuk menjaga kualitas ekstrak (Soniya et al., 2013). Masing- masing fraksi diambil sebanyak 2,4 mg dan dilarutkan dalam dimethylsufoxide (DMSO) 10% sebanyak 3 ml untuk memperoleh
larutan stok fraksinasi dengan konsentrasi 80% b/v yang akan digunakan untuk uji mikrobiologi.
Uji Aktivitas Antibakteri Metode Disk-Difusi
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan Kirby- Bauer metode difusi (Bauer et al., 1966). Media MHA yang masih cair diambil sebanyak 15 ml dengan mikropipet dan media dibiarkan memadat pada suhu kamar dilakukan di
Laminar Air Flow (LAF), kemudian
suspensi bakteri digoreskan menggunakan cotton swab, di atas media MHA diletakkan
disk kosong yang telah diberi 10 μL ekstrak etanolik dan fraksi daun cabe rawit selama 30 menit. Setelah didiamkan selama 30 menit, cawan petri diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam. Setelah 24 jam diamati ada tidaknya zona bening di sekitar
disk. Disk berdiameter 6 mm. Pengamatan
dilakukan dengan melihat zona hambat/zona bening di sekeliling disk yang menunjukkan daerah hambatan pertumbuhan bakteri. Amoxicillin 80% digunakan sebagai kontrol positif dan DMSO 10% sebagai kontrol negatif.
Analisis Data
Analisis data KHM menggunakan
138
membandingkan antar kelompok perlakuan dan mengetahui perbedaan signifikan dari rata-rata diameter daya hambat yang dibentuk dari masing- masing konsentrasi fraksi. Semua percobaan dilakukan dalam 3 kali replikasi dan disajikan dalam nilai rata-rata ± standar deviasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil karakteristik dari fraksinasi yang diperoleh dapat dilihat tabel 1. Ekstrak
daun cabe rawit diuapkan dengan pelarutnya
dengan menggunakan vaccum rotary
evaporator pada suhu 50 oC sampai
diperoleh ekstrak yang kental. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian difraksinasi bertingkat dengan Diklorometan, Etil asetat
dan Metanol. Fraksi yang diperoleh
diuapkan sampai etanol menguap
seluruhnya, yang ditandai dengan tidak tercium bau etanol.
Tabel 1. Karakteristik Fraksinasi Daun Cabe Rawit
Karakter Diklorometan Etil Asetat Metanol
Warna Hitam coklat Coklat Kuning Coklat hijau
Bentuk Cair Kental cair Kental Padat
Bau berbau khas Berbau khas Berbau khas
berat Fraksi 93,601 g 20,98 g 43,048 g
Tabel 2. Hasil analisis fitokimia
Parameter Tes Metode Pengujian Hasil Identifikasi Keterangan
Alkaloid Reagen Mayer, Dragendroff Endapan Positif
Flavonoid Logam Mg + HCL Kuning Positif
Fenol Fecl3 5% Berwarna Hitam Positif
Saponin Aquadest Terbentuk buih Positif
Tanin Fecl3 1% Hitam Positif
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak daun cabe rawit. Metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak daun cabe rawit terlihat di table 2 diantaranya adalah flavonoid, saponin dan fenolik.
Pengujian analisis fitokimia
menggunakan bahan-bahan kimia yang digambarkan dengan tanda perubahan warna merah pada ekstrak uji menunjukkan positif flavonoid, adanya kumpulan buih yang stabil menujukkan adanya senyawa saponin (Lathifah, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Yunita (2012) juga menunjukkan bahwa ada senyawa flavonoid pada daun
139
cabe rawit. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vinayaka et al., (2010) menunjukkan terdapat senyawa metabolit pada ekstrak daun cabe rawit berupa saponin.
Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil uji pendahuluan diperoleh KHM teraktif konsentrasi 80% b/v pada fraksi etil asetat yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Daun Cabe Rawit
Sampel Uji (80% b/v) Replika 1 Replika 2 Replika 3 X + SD
Kontrol Negatif 6 mm 6 mm 6 mm 6 + 0
Ekstrak Etanol 12 mm 8 mm 9 mm 9,7 + 2,081*
Fraksi Dikloro 6 mm 6 mm 6 mm 6 + 0
Fraksi Metanol 6 mm 6 mm 6 mm 6 + 0
Fraksi Etil Asetat 22 mm 25 mm 23 mm 23,34 + 1,527*
Amoxicillin 32 mm 35 mm 33 mm 33,34 + 1,527
Keterangan: *Hasil berbeda signifikan terhadap kelompok kontrol (p < 0,05)
Tabel 4. Hasil Uji Difusi Fraksi Daun Cabe Rawit
Konsentrasi (b/v) Replika 1 Replika 2 Replika 3 X + SD
5 % 6 mm 6 mm 6 mm 6 + 0
10 % 7 mm 6 mm 7 mm 9,7 + 2,081*
20 % 9 mm 11 mm 8 mm 6 + 0
40 % 18 mm 17 mm 16 mm 6 + 0
80 % 22 mm 26 mm 18 mm 23,34 + 1,527*
Keterangan: *Hasil berbeda signifikan terhadap kelompok kontrol (p < 0,05) Hasil uji aktivitas antibakteri daun
cabe rawit menunjukkan semakin meningkat konsentrasi fraksi daun cabe rawit, semakin
meningkat zona hambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun cabe rawit maka semakin tinggi kandungan senyawa zat aktif dalam fraksi daun cabe rawit tersebut. Data hasil pengujian aktivitas antibakteri dilakukan analisis secara statistik uji kebermaknaan dengan one way anova. Pada uji one way
anova menunjukkan nilai signifikan atau
bermakna jika nilai sig (p < 0,05). Berdasarkan hasil uji statistik dengan one
way anova menunjukkan nilai sig 0,000
(p<0,05). Hal ini menunjukkan nilai p = 0,000 yang berarti lebih kecil dari p=0,05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak daun cabe rawit terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang menggunakan tanaman sejenis dimana menjelaskan bahwa minyak atsiri daun cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) terbukti
140
aktif melawan beberapa bakteri patogen antara lain Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis and Micrococcus luteus dengan
diameter daya hambat berturut-turut 8.0; 9.7; 8.5 mm (Jamal et al., 2013).
Aktivitas antibakteri fraksi daun cabe rawit karena adanya golongan senyawa
fenol. Pada uji aktivitas antibakteri
Staphylococcus aureus, aktivitas antibakteri
teraktif pada ekstrak dengan pelarut etil asetat. Senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada fraksi ekstrak etil asetat
diduga berasal dari senyawa fenol.
Senyawa-senyawa yang mengandung fenol pada daun cabe rawit adalah senyawa furan,
2,3-dihydro-,methanol dan
ethanol-ethylalcohol. Hal ini diperkuat dengan
penelitian oleh Ayu (2016), menjelaskkan bahwa Alelokimia teki (Cyperus rotundus
L.) memiliki jenis senyawa fenol terbanyak yaitu 2-methoxy-4-vinylphenol;
phenol,2,6-dimethoxy; 2-furan methanol; dan
α-tocopherol.
Sifat sensitifitas bakteri Gram-positif terhadap antibakteri nonpolar disebabkan komponen dasar penyusun dinding sel bakteri Gram-positif adalah peptidoglikan yang salah satu penyusunnya adalah asam amino D-alanin yang bersifat hidrofobik. Senyawa antibakteri yang bersifat non polar
dapat bereaksi dengan fosfolipid dari
membran sel bakteri sehingga
mengakibatkan lisis sel (Jawetz et al., 1992). Kontrol negatif yang digunakan
adalah pelarut DMSO. Pelarut yang
digunakan tidak menghasilkan zona hambat pada semua uji aktivitas antibakteri. Hal ini menujukkan bahw a zona hambat yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh jenis pelarut melainkan karena aktivitas senyawa aktif yang ada pada fraksi ekstrak daun cabe rawit sebagai antibakteri.
KESIMPULAN
Fraksi etil asetat daun cabe rawit
(Capsicum frutescent L.) merupakan fraksi
teraktif antibakteri terhadap bakteri
Staphylococus aureus dengan kadar hambat
minimum (KHM) sebesar 10% b/v.
Senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada fraksi ekstrak etil asetat berasal dari senyawa fenol.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Vandira Candra Kusuma. 2016. Identifikasi Fenol Dari Tajuk Dan
Umbi Teki (Cyperus Rotundus L.)
Pada Berbagai Umur Serta
Pengaruhnya Terhadap
141
Lebar. [Tesis]. Bogor. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bauer, A. W., Kirby, W. M. M., Sherris, J.
C. T. and Turck, M. 1966. Antibiotic susceptibility testing by a standardized single disk method. American Journal
of Clinical Pathology 45 (4): Hal
493-496.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2012. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Depkes RI.
Gurnani N., Madhu G, Darshana Ma,
Bhupendra K.M., 2015. Chemical
composition, total phenolic and
flavonoid contents, and in vitro
antimicrobial and antioxidant
activities of crude extractsfrom red chilli seeds (Capsicum frutescens L.).
Journal of Taibah University for
Science xxx.,215 (9) : Hal24.
Jamal Yuliasri, Pipit Irawati, Ahmad
Fathoni, Andria Agusta. 2013.
Mekanisme Kimiawi Dan Efek
Antibakteri Minyak Atsiri Daun Cabe JawaIndonesian Institute Of Sciences, Research Center For Biology Lipi.
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2 : Hal 65-72.
Jawetz E, Melnick J, Adeberg E. 1992.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Patricia L.A. do Nascimento,Talita C.E.S. Nascimento, natalia S. M. Ramos, Girliane R. Da Silva, Celso Amorim Camara, Tania M.S. Silva, Keila A. Moreira dan Ana L.F. Porto. 2013.
Antimicrobial and antioxidant
activities of Pimenta malaguenta
(Capsicum frutescens). African
Journal of Microbiology Research. Vol 7 (27) : Hal 3526-3533.
Robert, W Tolan., Elizabeth, P Baorto, David Baorto. 2019. Staphylococcus
aureus Infection. Tersedia :
http://emedicine.medscape.com. [Diakses pada Tanggal 13 Juli 2020]. Rukayadi, Y., Shim, J. S. and Hwang, J. K.
2008. Screening of Thai medicinal
plants for anticandidal activity.
Mycoses 51 (4) : Hal 308-312.
Soniya, M., Kuberan, T., Anitha, S. and Sankareswari, P. 2013. In vitro antibacterial activity of plant extracts
against Grampositive and Gram
negative pathogenic bacteria.
International Journal of
Microbiological Immunology 2 : Hal 1-5.
142
Vinayaka KS, Nandini KC, Rakshitha MN, Ramya M, Shruthi J, Shruthi VH, Prashith K, dan Ragha HL. 2010. Proximate composition Antibacterial
and Anthelmintic Activity of
capsicum frutescens L. var. longa
(Solanaceae) leaves. Journal of
Phcogj vol 2 : Hal 486-491.
WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Negara Berkembang. Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Yunita. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Ekstrak Daun Cabe Rawit (Capsicum frutescens L.) Dan Identifikasi Golongan Senyawa Dari Fraksi Teraktif. [Skripsi]. Depok. Fakultas Matematika dan Ilmu Alam. Universitas Indonesia.