• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN NYANYIAN KATONENG-KATONENG DALAM UPACARA KEMATIAN ADAT KARO PADA MASYARAKAT KARO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN NYANYIAN KATONENG-KATONENG DALAM UPACARA KEMATIAN ADAT KARO PADA MASYARAKAT KARO."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN NYANYIAN KATONENG-KATONENG

DALAM UPACARA KEMATIAN ADAT KARO

PADA MASYARAKAT KARO

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Sebagian Syarat Memproleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

NIA NOVA SABERRINA SEMBIRING

NIM 208142120

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nia Nova Saberrina Sembiring NIM. 208142120. Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Skripsi. Jurusan Sendratasik. Program Studi Pendidikan Seni musik.Fakultas Bahasa dan Seni.Universitas Negeri Medan 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng

Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Katoneng-katoneng adalah lagu

atau nyanyian yang mengandung sebuah pengharapan dan doa untuk keluarga yang meninggal,

katoneng-katoneng merupakan lagu atau nyanyian dari tradisi Karo yang sudah tidak terdengar

lagi ketenarannya. Sampai saat ini generasi muda sudah tidak mengenal tradisi ini akibat

perkembangan zaman, sehingga masyarakat Karo khususnya sudah sedikit demi sedikit

meninggalkan budaya tersebut. Hal ini menarik bagi penulis untuk diangkat menjadi topik

penelitian.

Metode dalam Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Populasi dalam penelitian

ini adalah penyanyi katoneng, seniman Karo, keluarga yang mengetahui

katoneng-katoneng. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, metode wawancara, metode

dokumentasi yang dilakukan langsung terhadap objek yang akan diteliti.

Adapun hasil penelitian yang menunjukan bahwa lagu atau nyanyian katoneng-katoneng

merupakan tradisi masyarakat Karo yang paling tua dan mengandung arti dalam menyampaikan

pengharapan. Hampir semua masyarakat khususnya generasi muda tidak mengenal dan tidak

mampu menyanyikan katoneng-katoneng. Orang yang sudah berusia 50 tahun keatas masih

banyak yang mampu menyanyikan katoneng-katoneng didalam kehidupan mereka sehari-hari.

Hal tersebut terjadi karena kurang nya peran orang tua untuk mewariskan lagu atau nyanyian

katoneng-katoneng terhadap generasi muda. Lagu atau nyanyian katoneng-katoneng juga

memiliki aspek yang menjadi ciri khas sendiri seperti irama, melodi, cara bernyanyi (rengget)

dan bentuk syairnya.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, Bapa di sorga yang

selalu menyertai dan melindungi penulis dalam meyelesaikan tugas akhir/skripsi.

Skripsi ini berjudul Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng dalam Upacara Kematian

Adat Karo Pada Masyarakat Karo. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk gelar

sarjana pendidikan di Jurusan Sendratasik Program Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni.

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari skripsi ini masih

jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyampaian ide penulis. Untuk

itu penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk

memperbaiki di masa yang akan datang.

Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi, antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Si., selaku Rektor UNIMED

2. Ibu Dr. Isda Pramuniati, M. Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

3. Ibu Dra. Tuty Rahayu, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sendratasik

4. Bapak Panji Suroso, S.Pd, M.Si,selaku Ketua Program Studi Seni Musik dan Dosen

Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dan memberi masukan, arahan dan

selalu sabar dalam membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

5. Bapak Lamhot Basani, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu

penulis, memberikan masukan, arahan, dan selalu sabar dalam membimbing penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Sendratasik yang selama ini telah mendidik penulis dalam perkuliahan.

7. Buat kedua orang tua penulis, Mulianta Sembiring dan Sortalina Saragih dalam

membimbing anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Senantiasa selalu memberi kasih

sayang, doa, dukungan dan materi dalam mengikuti perkuliahan sampai selesai

diperguruan tinggi.

8. Buat keluargaku yang berada di Universitas Negeri Medan, Bibi Tua Juniati Sembiring,

(8)

yang selalu menyayangi dan mendukung penulis dalam perkuliahan hingga selesainya

perkuliahan.

9. Buat saudaraku Chichi Melia Sabatini, Adhe Ray Gunanta, James Kevin Oreza, Nuel

Rumahorbo, Selvi Ginting, yang selalu memberi dukungan dan memberikan motivasi dan

semangat pada penulis

10. Seluruh teman-teman stambuk 2008 yang setia memberikan dukungan dan memberikan

semangat selama ini dan membantu dalam proses skripsi.

11. Buat sahabat-sahabat terbaikku Dwi Debby Marpaung, Tiodora Sinaga, Veri Christini

Gulo, Jessy Lumbangaol, Paima Surani Marbun, yang selalu memberi motivasi dan

semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

12. Buat Tiodora sinaga, Damayanti Tobing, Esmita Samaria, Angelina Sitorus, Esma

Bangun, Hendrik Tarigan yang telah menjadi teman seperjuangan dalam mata kuliah

gesek I-IV semoga sukses dan dapat menyelesaikan perkuliahan dan wisuda tahun ini,

semangat teman-teman.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Medan, Maret 2013

Penulis,

(9)
(10)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 12

A. Landasan Teoritis ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 21

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Latar Belakang Nyanyian Katoneng-KatonengDalam Upacara Kematian Adat Karo ... 31

B. Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo... 42

(11)

D. Bentuk Penyajian dan Instrumen Pada Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam

Upacara Kematian Ada Karo………. 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran……… 57

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Indung Surat Aksara Karo……… 33

Gambar 4.2. Sistem Daliken Sitelu……….. 39

Gambar 4.3 pihak tegun anak beru menyerahkan kain kafan……… 43

Gambar 4.4 Pihak puang kalimbubu menyerahkan uis gutip dan kain kafan……… 44

Gambar 4.5 pihak kalimbubu menyampaikan pesan ………. 46

Gambar 4.6 pihak anak beru memberi pesan kepada kalimbubu……….. 47

Gambar 4.7 mendoakan pihak kalimbubu dan puang kalimbubu………. 49

Gambar 4.8 Pihak keluarga mendoakan kalimbubu dan puang kalimbubu………. 50

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang

sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan kepercayaan

ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan

pengalaman yang suci, perayaan upacara yang dimaksud adalah sebagai praktek adat. Adat

adalah hukum sosial tradisional yang menyeluruh, adat disahkan oleh nenek moyang yang

menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

Suku Karo merupakan bagian dari suku Batak diantaranya lima kelompok etnis lainnya

seperti Toba, Simalugun, Karo, Pak-Pak, Mandailing, Angkola yang berada di Sumatera Utara,

dimana masing-masing suku tersebut memiliki warisan kebudayaan dari generasi sebelumnya

yang memiliki cirri khas yang berbeda dari bidang musik, tari, adat istiadat, bahasa dan agama.

Sama hal nya dengan suku lainnya, suku Karo memiliki warisan kebudayaan dimana

berkewajiban untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan leluhur tersebut, sehingga

dapat menjadi pedoman bagi setiap warganya.

Masyarakat Karo adalah masayarakat yang sangat menghormati norma-norma budaya

tradisional adat Karo yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Norma-norma yang

diwariskan nenek moyang mereka dibuktikan adanya praktek adat dalam pemberian energi yang

besar terhadap praktek adat khususnya pada perayaan-perayaan lingkaran kehidupan masyarakat

Karo, mulai dari mbesur-mbesuri (kehamilan tujuh bulan), anak tubuh (kelahiran), erdemu bayu

(perkawinan) dan kematen (kematian). Disamping itu masih ada sederet perayaan yang lazim

(14)

(memasuki rumah baru), pupur sage (upacara perdamaian). Dari semua perayaan-perayaan

maupun upacara adat yang telah disebutkan penulis hanya membahas upacara kematian

(kematen), namun penulis hanya memfokuskan pembahasan hanya pada nyanyian

katoneng-katoneng pada upacara kematian adat Karo.

Masyarakat Karo memiliki dua jenis musik yaitu musik instrumental dan nyanyian,

adapun beberapa instrumen yang dimiliki suku Karo yaitu serune, gung, gendang singanaki,

gendang singudungi, penganak, keteng-keteng, kulcapi, balobat, surdam. Pada masyarakat Karo

terdapat dua buah ensambel musik yaitu ensambel lima gendang sedalenan dan ensambel

gendang telu sedalenan.

Kedua alat musik ini dapat dimainkan dalam upacara adat masyarakat Karo, baik upacara

suka cita maupun upacara duka cita. Selain itu kedua ansambel ini juga dapat untuk mengiringi

tarian (landek) dalam konteks hiburan misalnya odak-odak, patam-patam. Landek ini berfungsi

sebagai menghibur masyarakat pada umumnya dan keluarga secara khusus agar tidak terlarut

dalam kesedihan.

Selain musik instrumen, Karo juga memiliki nyanyian yang dikenal sebagai

katoneng-katoneng, nyanyian Karo memiliki ciri khas tersendiri yaitu memiliki rengget (tehnik atau cara

bernyanyi suku Karo). Setiap aktivitas atau peristiwa penting dalam siklus kehidupan masyarakat

Karo memiliki nyanyian seperti perkawinan, nyanyian waktu bekerja, percintaan dan nyanyian

berhubungan kegembiraan dan kematian yang dapat dinyanyikan oleh siapa saja.

Salah satu lagu rakyat yang merupakan warisan dari leluhur Karo yang perlu dilestarikan

adalah nyanyian katoneng-katoneng yang merupakan lagu atau nyanyian pada upacara kematian,

lagu atau nyanyian yang mengandung ungkapan pengharapan dan ratapan pada seseorang yang

(15)

merupakan nyanyian yang terdapat pada masyarakat batak Karo, tradisi ini sudah lama menjadi

warisan nenek moyang sampai saat ini. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan ungkapan bagi

leluhur terhadap keluarga yang ingin mengingat kebaikan di masa hidup nya terhadap keluarga

tersebut, tetapi tidak hanya ungkapan kepada leluhur saja untuk keluarga yang baru saja

meninggal juga disebut katoneng-katoneng. Lagu atau nyanyian katoneng-katoneng tidak hanya

dengan menyanyikan dan menyampaikan nasehat pada keluarga yang meninggal pada saat

upacara berlangsung, tetapi katoneng-katoneng juga diiringi dengan musik tradisi Karo.

Katoneng-katoneng ini memiliki perbedaan persepsi oleh seniman-seniman Karo dan

masyarakat Karo yang menganggap bahwa katoneng-katoneng merupakan lagu atau nyanyian

terhadap orang yang telah meninggal, tetapi zaman dahulu katoneng-katoneng ini digunakan

pada saat para nenek moyang mengingat perang terhadap leluhurnya, mereka menyanyikan

katoneng-katoneng untuk mendoa kan para leluhur mereka, tetapi pada zaman sekarang

katoneng-katoneng digunakan pada saat upacara kematian.

Dalam upacara kematian ini tidak hanya menyanyikan saja tetapi pada saat orang

meninggal keluarga dan kerabat menyampaikan sebuah nasehat serta doa kepada keluarga yang

meninggal. Pada saat keluarga menyampaikan nasehat kepada keluarga yang ditinggalkan

mereka tidak hanya berdiri dan mendengarkan saja tetapi mereka menyampaikan dengan

menyambut tamu dengan landek (tarian) dengan bergeraknya tangan dan kaki dalam upacara

berlangsung. Landek (tarian) yang sederhana hanya sebagai pelengkap dalam bernyanyi, tarian

yang sederhana dalam upacara ini berfungsi sebagai menahan tanggis agar pada saat keluarga

menyampaikan pesa-pesan nasehat dan ratapan tidak merasakan kelelahan dalam upacara

(16)

Upacara kematian ini juga memiliki teks dalam nyanyian katoneng-katoneng, teks

katoneng-katoneng yang disajikan umum nya mengandung ungkapan-ungkapan yang berisi

nasehat-nasehat (pedah-pedah), dan doa (toto) untuk keluarga yang ditinggalkan. Dari

ungkapan-ungkapan ini penulis melihat bahwa katoneng-katoneng berfungsi untuk menyampaikan sesuatu

hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Disamping itu katoneng-katoneng juga

merupakan bentuk ekspresi musikal yang dinyanyikan baik perkolong-kolong maupun orang lain

yang mau menyampaikan nasehat-nasehat (pedah-pedah), doa (toto) dan

pengharapan-pengharapan atau sekedar cerita tentang kehidupan orang yang sudah meninggal. Dengan kata

lain katoneng-katoneng dalam upacara ini merupakan lagu atau nyanyian ratapan.

Pada konteks kematian lagu atau nyanyian ratapan mempunyai fungsi tujuan sebagai

suatu ekspresi duka cita yang terstruktur dan terbentuk yang memenuhi kebutuhan adat untuk

menghormati atau memperingati orang yang meninggal (serta roh atau tondi orang itu dan tondi

nenek moyang yang duluan meninggal). Lagu atau nyanyian ratapan ini juga berfungsi sebagai

semacam saluran komunikasi antara dunia ini dengan dunia lain (yang sudah meninggal) agar

permohonan dari dunia ini dapat diajukan kepada nenek moyang dan tuah atau berkat dari

mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup.

Adapun musik tradisi yang memiliki peran dalam upacara berlangsung seperti gendang

dalam upacara berlangsung sangat berperan penting ini dikarenakan perkolong-kolong yang

menyanyikan katoneng-katoneng ini sebagai penyambung lidah dari pihak-pihak yang termasuk

dalam sistem kekerabatan untuk memberikan kata-kata penghiburan atau nasehat-nasehat yang

seharusnya wajib disampaikan. Dalam sebuah nyanyian pada setiap iringan musik pada saat

upacara berlangsung katoneng-katoneng sangat berperan dalam hal menyampaikan sebuah

(17)

melontarkan keinginan yang meninggal kepada anak-anaknya, saudara, keluarga dan cucu dalam

bentuk nyanyian.

Lagu dan nyanyian pada katoneng-katoneng merupakan bentuk pengucapan pada

seseorang yang menyanyikan bisa seseorang yang rindu pada yang sudah meninggal bisa dari

perkolong-kolong. Upacara kematian pada masyarakat Karo perkolong-kolong sangat berperan

dalam menyampaikan nasehat kepada keluarga yang ditinggalkan. Nyanyian katoneng-katoneng

biasanya dinyanyikan pada saat seseorang sedang rindu atau kesepian artinya dalam penyajian

umum dilakukan orang-orang mengalami tertekan jiwanya akibat ditinggalkan oleh keluarga nya

(yang sudah meninggal). Katoneng-katoneng merupakan nyanyian yang dimainkan dengan

beberapa alat musik yaitu serune, penganak, gung, gendang singindungi atau indung dan

gendang singanaki. Pada zaman dahulu alat musik untuk mengiring nyanyian katoneng-katoneng

menggunakan alat musik tradisional, namun berkembangnya zaman alat musik untuk mengiringi

katoneng-katoneng menggunakan gendang kibot.

Upacara kematian tersebut memiliki peranan penting dalam nyanyian katoneng-katoneng

tersebut. Peran yang begitu penting dalam ungkapan-ungkapan pada setiap syair dan kalimat

dalam menyampaikan nasehat pada keluarga yang meninggal. Tidak hanya menyampaikan

nasehat saja tetapi kerabat yang ingin menceritakan kehidupan yang meninggal juga memberikan

kain kafan putih yang disimbolkan sebagai ungkapan kesedihan kerabat akibat ditinggalkan oleh

orang yang meninggal, tidak hanya kain kafan putih tetapi setiap tamu yang ingin memberikan

nasehat dan ungkapan kesedihan akan memberi uis gutip sebagai symbol pemberian dari kerabat

atau keluarga yang meninggal.

Uis gutip adalah sejenis kain panjang berbahan katun dan berwarna hitam kemerahan

(18)

katoneng-katoneng memang sampai saat ini sudah jarang terdengar, karena zaman yang semakin

berubah dan banyaknya lagu moderen sehingga nyanyian tradisional yang hampir punah pun

sudah kurang diminati kembali pada masyarakat Karo. Adapun minat masyarakat untuk melihat

musik tradisional yang hampir punah cukup minim dan masih banyak yang minat dengan musik

moderen.

Peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian memang memiliki artian

terpenting dalam upacara, nyanyian dengan iringan musik yang membuat lantunan nyanyian

tersebut menjadi bagian menjadi sedih setelah mendengarkan penyanyi yang disebut dengan

perkolong-kolong, tidak hanya perkolong-kolong yang menceritakan dengan bernyanyi tentang

kehidupan yang meninggal namun dari kerabat atau keluarga juga bisa menyanyikan

katoneng-katoneng. Perkolong-kolong adalah bagian dalam upacara tersebut, perkolong-kolong yang

menjadi perantara dari keluarga untuk menyanyikan dan menceritakan masa hidup yang

meninggal terhadap keluarga dan kerabat. Nyanyian katoneng-katoneng adalah bagian dari

pelengkap pada upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.

Dari uraian tersebut penulis membuat suatu tulisan ilmiah dengan judul “Peranan

Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam Upacara Kematian Adat Karo Pada Masyarakat Karo”.

Dimana pendeskripsian ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan salah

satu lagu dan nyanyian katoneng-katoneng pada masyarakat Karo.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan hal-hal yang menjadi pertanyaan bagi para peneliti untuk mencari jawabannya. Identifikasi diperlukan untuk melihat apa-apa saja yang ada dalam

(19)

permasalahan sehingga masalah yang dibahas tidak meluas dan melebar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hadeli (2006:23) yang mengatakan bahwa: “Identifikasi masalah adalah suatu situasi

yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaan-kebiasaan,

keadaan-keadaan, dan yang lain sebagainya).

Dari uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di

identifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana latarbelakang nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo

pada masyarakat Karo?

2. Bagaimana peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada masyarakat

Karo?

3. Bagaimana bentuk penyajian dan instrument yang digunakan pada nyanyian

katoneng-katoneng pada upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo?

4. Bagaimana karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi, syair, dan cara

bernyanyi?

5. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap nyanyian katoneng-katoneng pada upacara

kematian adat Karo pada masyarakat Karo?

6. Bagaimana proses pengarapan teks dan melodi nyanyian katoneng-katoneng?

C. Pembatasan Masalah

Setelah di indentifikasi, ternyata banyak faktor yang dapat diteliti lebih lanjut dalam

permasalahan ini maka arah penelitian harus dibatasi. Hal ini dilakukan agar dalam proses

penelitian data nantinya pembahasan tidak meluas dan melebar sehingga penelitian ini lebih

(20)

“Dalam merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian bervariasi dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karen itu perlu hati-hati dan jeli dalam mengevaluasi rumusan permasalahan penelitian, dan dirangkum kedalam beberapa pertanyaan yang jelas”.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa perlu membatasi masalah. Untuk itu,

berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana latar belakang nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada

masyarakat Karo?

2. Bagaimana peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara adat Karo pada

masyarakat Karo?

3. Bagaimana bentuk penyajian dan instrumen yang dipakai nyanyian katoneng-katoneng

dalam upacara adat Karo pada masyarakat Karo?

4. Bagaimana karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi, cara bernyanyi

(rengget) dan syair?

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik fokus dari sebuah penelitian yang hendak

dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban

pertanyaan, maka dari itu perlu dirumuskan dengan baik serta memiliki kalimat yang jelas dan

tidak bertele-tele sehingga tidak menimbulkan interprestasi lain. Sejalan dengan pendapat

Bungin (2001:55) mengatakan bahwa:

(21)

Sesuai dengan identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah maka

dapat disimpulkan suatu pertanyaan “Bagaimana Peranan Nyanyian Katoneng-Katoneng Dalam

Upacara Adat Karo Pada Masyarakat Karo”?

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan senantiasa berorientasi kepada tujuan, tanpa ada tujuan yang jelas maka

arah kegiatan yang akan dilakukan tidak tau apa yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut. Hal

ini sesuai dengan pendapat Riduwan (2004:25) yang mengatakan bahwa: “Tujuan penelitian

merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil penelitiannya dengan mengetengahkan

indikator-indikator apa yang hendak ditemukan yang berkaitan dengan variable-variabel

penelitian.”

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian tidak lain untuk

mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian terutama yang

berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Untuk melihat berhasil tidaknya suatu kegiatan,

dapat dilihat melalui tercapainya tujuan yang telah diterapkan. Untuk mengetahui latar belakang

nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.

1. Untuk mengetahui peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat

Karo pada masyarakat Karo.

2. Untuk mengetahui bentuk penyajian dan instrument pada nyanyian katoneng-katoneng

dalam upacara kematian adat Karo pada masyarakat Karo.

3. Untuk mengetahui karakteristik nyanyian katoneng-katoneng dari aspek melodi,cara

(22)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan sumber

informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya. Setelah penelitian ini

dirampungkan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi bagi pembaca.

2. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai peranan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian adat Karo pada

masyarakat Karo.

3. Memberi masukan yang dapat berguna bagi para seniman untuk melihat kembali

bagaimana perkembangan katoneng-katoneng pada masyarkat Karo.

4. Untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, khususnya generasi muda,

terutama masyarakat setempat agar termotivasi untuk melestarikan musik tradisional

Karo.

5. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian, tentang

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap nyanyian katoneng-katoneng

pada upacara kematian (cawir simetua) ini menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran-saran

sebagai berikut:

1. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian tradisional masyarakat Karo yang

paling tua dan tidak terpisahkan dengan budaya Karo karena nyanyian tersebut

mengandung sebuah teks permohonan berupa nasehat-nasehat (pedah-pedah), doa (toto)

dan pengharapan-pengharapan.

2. Peranan nyanyian katoneng-katoneng pada upacara kematian adat Karo menunjukkan

peranan yang sangat penting pada upacara kematian tersebut. Nyanyian

katoneng-katoneng memiliki gaya yang disebut dengan rengget, nyanyian yang mengandung doa

dan nasehat yang disampaikan oleh keluarga yang ditinggalkan maupun sebuah

kekerabatan. Kekerabatan yang terdiri dari anak beru, kalimbubu, dan senina/sembuyak,

sebagai pengelola acara upacara kematian tersebut. Masyarakat Karo yang kurang

memperkenalkan nyanyian katoneng-katoneng dalam upacara kematian kepada generasi

muda, sehingga tradisi katoneng-katoneng pada generasi muda tidak mengenal dan tidak

mampu menyanyikan katoneng-katoneng.

3. Dalam penyajiannya dapat dilihat bahwa Katoneng-katoneng memiliki peranan penting

sebagai perwakilan dari setiap pendukung acara. Oleh karena itu penulis menyimpulkan

(24)

semua hal baik dari yang meninggal maupun keluarga yang tergabung pada sistem

kekerabatan.

4. Setiap nyanyian rakyat pada prinsipnya memiliki cirri khas pada setiap daerah

masing-masing. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian sederhana dimana melodi

katoneng-katoneng mengalir dan tidak memakai lompatan nada yang terlalu tinggi. Lagu

ini banyak mengandung legato dimana merupakan cirri dari tehnik bernyanyi masyarakat

Karo yang disebut rengget.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diambil beberapa saran sebagai berikut: 1. Nyanyian katoneng-katoneng merupakan nyanyian rakyat batak Karo, yang paling tua dan

mengandung karaktek masyarakat Karo sehingga diharapakan masyarakat Karo terutama

generasi muda dapat mengenal dan mengetahui bagaimana nyanyian katoneng-katoneng.

2. Bentuk penyajian pada katoneng-katoneng harus lebih dipertahankan supaya kelak tidak

menjadi berubah bagaimana seharusnya bentuk penyajian yang sebenarnya. Begitu juga

dengan alat musik tradisional gendang singanaki, serune dan singudungi yang harus lebih

dipertahankan generasi masyarakat Karo tetap mempelajari agar alat musik tradisi Karo ini

dilestarikan sepanjang masa.

3. Adapun ciri khas dalam bernyanyi pada masyarakat Karo, memiliki beberapa aspek seperti

melodi, irama, syair, atau cara benyanyi (rengget), kiranya ciri khas dari nyanyian

katoneng-katoneng tersebut tetap dipertahankan supaya tidak ada perubahan yang dapat

menghilangkan karakter dari lagu itu sendiri. Serta lagu rakyat tersebut juga dapat

(25)

kesenian daerah. Agar katoneng-katoneng tersebut tetap dikenal dan dapat dinyanyikan

dengan baik dan benar sesuai dengan karakter dan ciri dari lagu rakyat Karo.

4. Adapun alat musik tradisi masyarakat Karo sebagai pengiring katoneng-katoneng harus tetap

dilestarikan agar alat musik tradisi Karo tetap diperkenalkan kepada masyarakat, dan selalu

dilestarikan dalam acara adat tradisi Karo.

5. Musik vokal yang dinyanyikan pada masyarakat Karo harus tetap dilestarikan agar generasi

muda dapat mengetahui cara bernyanyi orang Karo, serta memberikan motivasi bagi generasi

Gambar

Gambar 4.1. Indung Surat Aksara Karo………………………………………………

Referensi

Dokumen terkait

5.1 Upacara Adat Kematian Masyarakat Tionghoa di Kecamatan Berastagi Upacara kematian bagi masyarakat Tionghoa dapat juga disebut hoksai , yang. merupakan bentuk maupun lambang

Menurut kepercayaan lama masyarakat Karo (yang belum beragama) di Kabupaten Langkat, orang yang meninggal cawir metua apabila tidak dilakukan upacara adat yang layak pada

Nyanyian Io-io Pada Masyarakat Karo Singalur Lau (Studi Terhadap Bentuk Musik, Fungsi dan Makna).. Fakultas Bahasa

Beberapa diantara uis Adat Karo tersebut sudah langka karena tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari, atau hanya digunakan dalam kegiatan ritual budaya yang

Yobi Leomanta, NIM 081222510087, Ansambel Musik Tradisional Karo Dalam Upacara Nengget Pada Masyarakat Karo, Jurusan Sendratasik, Program Studi Pendidikan Seni

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan endeen mbaba kampil dalam upacara adat nganting manuk pada masyarakat Karo di Kecamatan Medan Tuntungan, keberadaan

The authors would like to assess the death ceremonies in the Chinese community in the District Berastagi, Karo from beginning to end, how the rituals of death and meaning of any

Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh populasi, yaitu:tokoh-tokoh adat Karo yang ada di Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo,seniman-seniman