• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Work-Family Conflict pada Karyawati Supervisor yang Sudah Menikah di PT "X" Cimahi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Work-Family Conflict pada Karyawati Supervisor yang Sudah Menikah di PT "X" Cimahi."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gambaran work-family-conflict pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi. Teori yang digunakan adalah teori work-family conflict yang dikemukakan oleh Greenhaus dan Beutell (1985). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Terdapat jumlah populasi penelitian sebanyak 60 karyawati.

Alat ukur yang digunakan untuk menjaring data adalah work-family conflict scale yang disusun Carlson, Kaemar, dan Williams (2000). Alat ukur ini sudah diadaptasi dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Indah Soca Kuntari (2011). Alat ukur ini terdiri 18 item yang mengukur dimensi-dimensi yang ada dalam work-family conflict.

Work-family conflict scale diuji validitasnya dengan Confirmatory Factor Analysis dan memiliki koefisien validitas yang berkisar dari dari 0,62 hingga 0,90. Berdasarkan norma Friedenberg, hal ini berarti bahwa semua item alat ukur valid.Alat ukur ini juga memiliki koefisien reliabilitas berdasarkan dimensi yang berkisar dari 0,62 hingga 0,84. Keseluruhan rata-rata koefisien yang ada adalah 0,768 sehingga berdasarkan norma Kaplan maka alat ukur tergolong memiliki reliabilitas yang tinggi.

(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research was taken in order to find the work-family conflict within married women who works at PT “X” Cimahi as supervisor. Theory used in this research is work-family conflict from Greenhaus and Beutell (1985). This is a descriptive study with survey method. There were 60 married-woman supervisors in the company.

The instrument used to find the work-family conflict within the respondents is work-family conflict scale, created by Carlson, Kaemar, dan Williams (2000). This instrument had been adapted and translated into Indonesian language vy Indah Soca Kuntari (2011). The instrument comprised from 18 statements which measured work-family conflict’s dimensions.

Work-family conflict scale’s validity was tested with Confirmatory Factor Analysis which yielded the result varying from 0,62 to 0,90. According to Friedenberg’s norm, all of the statements in the instrument are valid. The instrument’s reliability ranges from 0,62 to 0,84. Overall reliability of the instrument is 0,768. According to Kaplan’s norm, this instrument has a high reliability.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK………i

ABSTRACT……….ii

KATA PENGANTAR ………...iii

DAFTAR ISI ………...v

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR SKEMA ………...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………1

1.2 Identifikasi Masalah ………...8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………..8

1.3.1 Maksud Penelitian ………...8

1.3.2 Tujuan Penelitian ………...8

1.4 Kegunaan Penelitian ……….8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ………...8

1.4.2 Kegunaan Praktis ...………...9

1.5 Kerangka Pemikiran ………...9

(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran ………...16

2.2 Work-Family Conflict ………...…..…..………...19

2.2.1 Definisi Work-Family Conflict ………..19

2.2.2 Bentuk Work-Family Conflict ………19

2.2.3 Lingkup Work-Family Conflict ……….22

2.2.4 Arah Work-Family Conflict ………...23

2.2.5 Dampak-Dampak Work-Family Conflict ………..25

2.3 Tahap Perkembangan ...………...28

2.3.1 Karakteristik Dewasa Awal………29

2.4 Gender ...30

2.4.1 Pengertian Gender ...30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ………...33

3.2 Skema Prosedur Penelitian ...………..34

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional ………34

3.3.1Variabel Penelitian ……..………..34

3.3.2Definisi Konseptual ………..34

3.3.3Definisi Operasional ……….35

3.4 Alat Ukur ...……….37

3.4.1Alat Ukur Work-Family Conflict ………..37

(5)

3.4.3Sistem Penilaian ………39

3.4.4Data Penunjang ……….40

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...41

3.5.1Validitas Alat Ukur ………...41

3.5.2Reliabilitas Alat Ukur ………...41

3.6 Populasi Penelitian ...……….………...42

3.7 Teknik Analisis Data ...42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian………...44

4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ………44

4.1.2 Responden Berdasarkan Lama Kerja ………44

4.1.3 Responden Berdasarkan Lama Menikah ………...45

4.1.4 Responden Berdasarkan Penghasilan ………45

4.1.5 Responden Berdasarkan Jumlah Anak ………..46

4.2 Hasil Penelitian ……….46

4.2.1 Work-Family Conflict ………46

4.2.2 Arah Work-Family Conflict ………...47

4.2.3 Work Interfering Family ………...48

4.2.4 Family Interfering Work ………...……...….48

4.2.5 Dimensi-Dimensi Work-Family Conflict ………..49

4.2.6 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Usia ………50

(6)

viii

Universitas Kristen Maranatha

4.2.8 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Menikah ...52

4.2.9 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Penghasilan ...53

4.2.10 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Jumlah Anak ...54

4.2.11 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Lama Kerja ....55

4.2.12 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Penghasilan ....56

4.2.13 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Lama Menikah ...57

4.2.14 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Jumlah Anak ..58

4.2.15 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Dimensi-Dimensi ...59

4.2.16 Tabulasi Silang Family Interfering Work Dengan Dimensi-Dimensi ...60

4.3 Pembahasan ...62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70

5.2 Saran ...71

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan ...71

5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis ...72

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Work Family Conflict....…………...38

Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Kuesioner ...……….…...39

Tabel 3.3 Norma Work-Family Conflict pada Istri Bekerja ...40

Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia ...44

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Lama Kerja ...44

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Lama Menikah ………...45

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Penghasilan ………45

Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Jumlah Anak ………..46

Tabel 4.6 Work-Family Conflict ………46

Tabel 4.7 Arah Work-Family Conflict ………...47

Tabel 4.8 Work Interfering Family ………...48

Tabel 4.9 Family Interfering Work .………...……...…48

Tabel 4.10 Dimensi-Dimensi Work-Family Conflict ………..49

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Usia ………50

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Kerja ……51

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Lama Menikah ...52

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Penghasilan ...53

Tabel 4.15 Tabulasi Silang Work-Family Conflict Dengan Jumlah Anak ...54

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Work Interfering Family Dengan Lama Kerja ....55

(8)

x

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

xii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

− LAMPIRAN 1 : VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT

UKUR

− LAMPIRAN 2 : KUESIONER WORK-FAMILY CONFLICT

SCALE

− LAMPIRAN 3 : LETTER OF CONSENT

− LAMPIRAN 4 : DATA MENTAH WORK-FAMILY CONFLICT

− LAMPIRAN 5 : KATEGORI WORK-FAMILY CONFLICT, WORK

INTERFERING FAMILY, DAN FAMILY INTERFERING WORK

− LAMPIRAN 6 : SKOR WORK INTERFERING FAMILY

− LAMPIRAN 7 : SKOR FAMILY INTERFERING WORK

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan unit terkecil dalam lingkup sosial (Minuchin, 1974). Umumnya terdiri dari suami, istri, dan anak. Suami, dalam budaya patriarkal, umumnya berperan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Istri memegang peranan sebagai pengasuh dan perawat anak dan juga pemeliharaan rumah. Anak berusaha untuk mengikuti tugas-tugas perkembangan sesuai tingkat perkembangannya dalam hal fisik, mental, sosial, dan spiritual (Jhonson, 1988).

Setiap peranan diharapkan dapat dijalankan dengan baik oleh setiap anggota keluarga. Namun peranan pencari nafkah dalam keluarga sudah tidak lagi dimonopoli oleh suami. Seiring dengan perkembangan zaman, istri juga dituntut untuk memberikan kontribusi lebih besar, tidak hanya terbatas pada pelayanan terhadap suami, perawatan anak, serta menjadi pengurus rumah tangga. Peningkatan taraf hidup dan perkembangan ekonomi yang semakin besar menuntut biaya yang tidak sedikit. Adanya tekanan dari faktor ekonomi mendorong istri untuk bekerja di luar rumah, mengembangkan karir serta berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan masyarakat (Kusumaning dan Suparmi dalam Prawitasari, 2007).

(12)

2

Universitas Kristen Maranatha suami dalam hal finansial, mencari penghasilan yang layak guna menghidupi diri dan keluarganya, meningkatkan rasa percaya diri dan kesempatan untuk mendapatkan kepuasan hidup (Istiani, 1989). Selain dampak positif tersebut, ada pula dampak negatif yang perlu diperhatikan, dimana tuntutan-tuntutan pekerjaan ini mengakibatkan istri pulang kerja dalam keadaan lelah, sehingga ia tidak memiliki cukup energi untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya. Selain itu, dengan adanya durasi jam kerja yang relatif panjang akan menyebabkan istri tidak selalu ada pada saat dibutuhkan oleh anak atau pasangannya.

Primastuti (2000) menyatakan lebih lanjut bahwa banyak perempuan yang memainkan peran ganda dalam dunia kerja dan keluarga untuk mendapatkan penghasilan dan kepuasan. Dalam perjalanannya, peran ganda yang dijalankan terkadang menimbulkan konflik. Semakin besar waktu dan energi yang dicurahkan pada peran dalam keluarga dan pekerjaan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya konflik. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada istri berperan ganda terjadi ketika istri dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan juga dalam pekerjaan, dimana masing-masing peran membutuhkan waktu dan energi dari istri tersebut (Prawitasari, 2007). Konflik antara keluarga dan pekerjaan tersebut dikenal dengan istilah work-family conflict.

(13)

3

dapat disejajarkan dalam beberapa hal dengan baik. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya (Frone, 1992).

Greenhaus dan Beutell (1985) menemukan tiga bentuk work-family conflict, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Time-based conflict adalah konflik yang berkaitan dengan waktu. Dalam sumber konflik ini proses menjalani salah satu tuntutan dari keluarga atau pekerjaan memakan waktu yang tidak berimbang dengan salah satu tuntutan lainnya. Strain-based conflict terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran memengaruhi kinerja peran yang lainnya. Kinerja peran dalam keluarga terganggu akibat kinerja peran pekerjaan yang ada atau sebaliknya. Sedangkan behavior-based conflict berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

(14)

4

Universitas Kristen Maranatha Kedua arah konflik yang terjadi sebenarnya menghambat pemenuhan peran yang dijalankan istri pada lingkungan keluarga dan pekerjaan. Dalam keluarga, istri diharapkan merawat, mengasuh dan juga mengurus keadaan rumah tangga. Namun guna memenuhi tuntutan tersebut, diperlukan beberapa faktor salah satunya adalah finansial. Segi pemenuhan finansial umumnya dipenuhi dengan memiliki pekerjaan.

Dalam setiap pekerjaan, terdapat tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan ini pada setiap perusahaan berbeda. Demikian juga yang terjadi pada PT "X". Perusahaan ini memasok produksi obat di dalam negeri sehingga diharuskan menjaga dan memenuhi kebutuhan obat-obatan di pelosok nusantara. Hal ini dikarenakan juga karena adanya peningkatan konsumsi akibat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan adanya peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk diperkirakan berkontribusi 1% terhadap pertumbuhan konsumsi obat (International Pharmaceutical Manufacturers Group, www. indonesiafinancetoday.com).

(15)

5

memadai dan tenaga kerja pengelolanya. Sumber daya manusia sebagai tenaga pengelola bertanggung jawab untuk memanfaatkan sumber daya lainnya di dalam perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia merupakan sumber daya yang sangat penting peranannya dalam mekanisme perusahaan.

Untuk memajukan dan mengoptimalisasi perusahaan, perlu adanya keterlibatan antara karyawan dan juga pimpinan. Menurut Litwin & Stringer (1968), konsep iklim menggambarkan suatu kumpulan harapan, imbalan dan hal-hal yang ada pada suatu lingkungan kerja, dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan dalam suatu organisasi. Hal ini dapat berdampak pada produktivitas, kepuasaan kerja, turn over, dan reputasi perusahaan. Di dalam suatu perusahaan, karyawan harus mempunyai keterlibatan dan kerja sama agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik dan para karyawan merasa bahwa harapan sesuai dengan apa yang mereka inginkan, jika mereka berada dalam suatu organisasi tersebut.

(16)

6

Universitas Kristen Maranatha Peneliti kemudian melaksanakan wawancara awal pada 20 orang karyawati yang sudah sudah menikah dengan posisi sebagai supervisor guna mendapatkan keterangan lanjutan atas konflik yang mungkin terjadi antara keluarga dan juga pekerjaan. Ditemukan bahwa sebanyak 14 dari 20 orang merasakan bahwa jam kerja yang ditetapkan perusahaan menyita waktu, tenaga, dan perhatian para karyawati sehingga mereka terkadang pulang larut malam. Mereka menyatakan bahwa akibat pekerjaan yang berjalan seharian, mereka pulang ke rumah sudah dalam keadaan letih dan menyerahkan pengasuhan anak pada suaminya. Mereka menyatakan bahwa akibat jam kerja yang lama, suami dan juga anak protes bahwa mereka kurang lama ada di rumah. Ini menunjukkan time-based conflict pada karyawati PT X. Karyawati juga seringkali terlambat masuk kerja akibat menyiapkan kebutuhan keluarganya sebelum berangkat kerja. Hal ini mengindikasikan adanya family interfering with work.

(17)

7

mereka selalu terlayang pada tempat yang berbeda. Kelelahan dan ketegangan psikologis terjadi pada karyawati. Hal ini menampilkan adanya strain-based conflict pada karyawati PT X.

Sebanyak 18 dari 20 orang merasakan bahwa tindakan-tindakan mereka saling mengganggu peranan yang mereka jalani. Karyawati seringkali tidak sabar dalam mengajarkan materi sekolah anaknya karena mereka terbiasa bekerja cepat pada saat menjalankan pekerjaannya sebagai supervisor di PT “X”. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai arah konflik work interfering family. Beberapa karyawati lainnya cenderung “longgar” terhadap bawahannya. Mereka menganggap bahwa bawahan mereka perlu waktu yang lebih lama dalam belajar menjalankan pekerjaan sebagaimana anak mereka perlu waktu untuk mempelajari hal baru. Padahal tuntutan dari PT “X” mengharuskan seluruh karyawannya bekerja dengan efisien dan efektif. Dengan demikian hal ini dapat dikatakan sebagai family interfering work. Dengan kata lain, terjadi behavior-based conflict pada karyawati PT X.

(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana gambaran derajat work-family conflict pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT. “X” Cimahi.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud memeroleh gambaran work-family conflict pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT. “X” Cimahi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memeroleh gambaran work-family conflict dari arah konflik yang terjadi pada karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi, apakah family interfering work atau work interfering family yang disebabkan dari tiga bentuk konflik yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

(19)

9

memiliki anak kepada bidang psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi serta bidang Psikologi Keluarga mengenai work family conflict.

2. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai masukan dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti work family conflict, khususnya pada istri yang telah memiliki anak.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada karyawati dengan posisi supervisor mengenai work family conflict yang dialaminya, untuk pemahaman diri agar dapat mengetahui masalah yang dialaminya dan dapat menjadi acuan untuk evaluasi diri sehingga meningkatkan kesejahteraan dan kinerja karyawati PT “X” Cimahi.

2. Memberikan informasi kepada bagian personalia mengenai work family conflict yang terjadi pada karyawati PT “X” Cimahi sehingga, bila diperlukan, dapat menjadi bahan acuan intervensi konseling atau pelatihan pada PT “X” Cimahi guna meningkatkan kesejahteraan karyawati supervisor di PT “X” Cimahi.

1.5 Kerangka Pemikiran

(20)

10

Universitas Kristen Maranatha pada rentang usia 20 hingga 40 tahun. Pada tahap perkembangan ini, karyawati berada di usia produktif. Mereka harus mampu melepaskan ketergantungan mereka pada orang tua dengan cara mandiri dari segi finansial maupun pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan banyak keputusan yang harus diambil secara mandiri. Seperti bagaimana mereka mengatur jadwal kerja mereka saat bekerja. Selain itu juga karyawati PT ”X” harus menentukan apa yang mereka lakukan saat menjalani perannya sebagai ibu dan/atau istri.

Dengan adanya pekerjaan di PT “X” dan juga keluarga, karyawati supervisor di PT “X” berpotensi mengalami bentuk konflik yang disebut sebagai interrole conflict. Khan Wolfe, Quinn, Snoek dan Rosenthal (dalam Greenhause & Beutell,1985) mendefinisikan interrole conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran berbeda secara bersamaan. Konflik peran ini mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain. Misalnya peran sebagai seorang karyawati yang menuntut ia bekerja di luar rumah dari pagi hingga sore hari, namun perannya sebagai orangtua menuntut ia untuk berada di rumah.

(21)

11

berperan dalam pekerjaan atau keluarga menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga atau pekerjaan.

Work-family conflict disebabkan oleh dua lingkup yaitu lingkup kerja dan lingkup keluarga yang saling memberikan tekanan (Greenhaus, 1985). Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) work-family conflict terjadi dalam tiga bentuk konflik yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Dengan adanya work-family conflict, dapat terjadi konflik peran ke dalam salah satu dari dua arah work-family conflict yaitu work interfering with family atau family interfering with work.

Time- based conflict adalah konflik yang berkaitan dengan waktu. Konflik ini terjadi saat pemenuhan suatu peran menghambat pemenuhan peran lainnya karena waktu yang tidak memadai. Karyawati PT “X” bila mengalami konflik jenis ini akan berada pada situasi di mana ia harus meluangkan waktu lebih banyak di pekerjaan sehingga waktu untuk keluarga akan berkurang. Begitu juga sebaliknya, bila lebih banyak meluangkan waktu di keluarga, maka waktu untuk pekerjaan akan berkurang.

(22)

12

Universitas Kristen Maranatha Behavior-based conflict adalah konflik yang berhubungan dengan perilaku. Konflik ini terjadi pada saat perilaku yang berlaku di dalam suatu peran dilakukan juga di peran lainnya meskipun tidak sesuai. Karyawati PT “X” yang mengalami konflik ini akan berlaku tegas dan cenderung galak di saat bersama keluarga meskipun sebenarnya ini adalah perilaku yang biasa dilakukan di lingkungan kerjanya sebagai supervisor. Sebaliknya, karyawati juga dapat berlaku lebih “longgar” di pekerjaan karena saat menjadi istri atau ibu di lingkungan keluarga dirinya sabar mendidik anak.

Dari ketiga bentuk konflik dalam work-family conflict dapat terjadi dalam dua lingkup yaitu lingkup kerja atau lingkup keluarga (Greenhaus, 1985). Kombinasi tersebut menunjukkan arah terjadinya work-family conflict yang terjadi pada karyawati PPT “X”. Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000), arah tersebut merupakan arah work-family conflict. Kedua arah work-family conflict terdiri dari work interfering family dan family interfering work.

(23)

13

Family interfering work adalah arah work-family conflict yang disebabkan dari memenuhi tuntutan peran di lingkungan keluarga sehingga pemenuhan tuntutan peran di lingkungan kerja tidak dapat terpenuhi. Dengan kata lain, memenuhi tuntutan di keluarga mengganggu pemenuhan tuntutan-tuntutan pekerjaan. Karyawati PT “X” yang memiliki arah konflik ini akan mengalami kesulitan di lingkungan pekerjaan karena terlihat lebih mementingkan keluarga dibandingkan pekerjaan atau dapat dikatakan tidak professional dalam menjalankan pekerjaannya.

Work-family conflict sendiri dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi work-family conflict adalah work domain dan family domain. Work domain merupakan hal-hal dari lingkungan kerja yang dapat menjadi sumber terjadinya arah work-family conflict berjenis work interfering family. Bila waktu kerja sangat padat, mendapatkan waktu kerja yang tidak teratur, dan beban kerja berlebihan maka hal-hal tersebut dapat menghambat karyawati pada pemenuhan perannya dalam keluarga karena waktu, tenaga, dan perhatian habis terpakai dalam lingkungan kerjanya.

(24)

14

Universitas Kristen Maranatha Penjelasan mengenai work-family conflict dapat dirangkai dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Skema 1.1 Kerangka Pemikiran

Tinggi

Rendah Work-family

conflict Supervisor

PT “X”

Faktor-faktor berpengaruh: - Work domain (beban kerja, dan

penghasilan)

- Family domain (Jumlah anak dan lama menikah)

1. Work interfering family Time-based conflict WIF Strain-based conflict WIF Behavior-based conflict WIF

2. Family interfering work Time-based conflict FIW Strain-based conflict FIW Behavior-based conflict FIW Perkembangan

(25)

15

1.6 Asumsi

1. Karyawati dengan posisi supervisor di PT “X” berpotensi mengalami work-family conflict.

2. Work family conflict yang dialami karyawati dengan posisi supervisor yang sudah menikah di PT “X” kota Cimahi dapat muncul dari tiga bentuk konflik yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict.

(26)

70

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian work-family conflict pada karyawati supervisor yang sudah menikah di PT “X” Cimahi ditemukan bahwa:

• Sebagian besar karyawati memiliki WFC yang tergolong tinggi yaitu sebesar

47 dari 60 orang (78,33%). Hanya sebanyak 13 dari 60 orang (21,67%) karyawati memiliki WFC yang tergolong rendah.

• Karyawati memiliki arah WFC sebagai berikut:

a. Arah WIF dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 41 dari 60 orang (68,3%).

b. Arah WIF dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 12 dari 60 orang (20%).

c. Arah WIF yang tergolong tinggi dan FIW yang tergolong rendah sebanyak 5 dari 60 orang (8,4%)

d. Arah WIF yang tergolong rendah dan FIW yang tergolong tinggi sebanyak 2 dari 60 orang (3,3%).

• Berdasarkan dimensi-dimensi WFC, meyoritas karyawati sebanyak 49 dari

(27)

71

• Lama kerja, penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak dalam

penelitian ini mungkin kurang memiliki hubungan yang berarti pada pembentukan arah WFC yaitu WIF dan FIW.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan

• Pada penelitian ini faktor berpengaruh yang ikut diteliti adalah lama kerja,

penghasilan per bulan, lama menikah, dan jumlah anak terhadap pembentukan arah WIF dan FIW. Disarankan untuk penelitian lain faktor berpengaruh yang diukur ditambah dan diuji tingkat keterkaitannya dengan arah WIF dan FIW sehingga diketahui faktor apa yang signifikan dalam pembentukan arah WFC. • Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menguji hubungan antara satu

dimensi dengan WFC yang terdapat pada individu guna mengetahui dimensi apa yang saling berkaitan dengan pembentukan WFC.

• Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti WFC pada karyawan

supervisor yang sudah menikah dan pada karyawan dengan jabatan yang lebih bervariasi agar mendapatkan gambaran utuh mengenai WFC pada tenaga kerja yang sudah menikah di PT “X”.

5.2.2 Saran Bagi Kegunaan Praktis

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi WFC pada

(28)

72

Universitas Kristen Maranatha dapat mengevaluasi diri guna memenuhi tuntutan peran baik di lingkungan keluarga maupun pekerjaan dengan baik dan mengurangi WFC yang mereka alami.

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagian personalia

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Carlson dan Kacmar, 2000.Work-family conflict in the organization: Do life role values make a difference. Journal of Management Vol. 26 No.5, pp. 1031– 1054.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Frone, M. R., Russell, M., dan Cooper, M. L. 1992. Antecedents and outcomes of work–family conflict: Testing a model of the work–family interface. Journal of Applied Psychology Vol. 77, pp 65–78.

Graziano, A.M., & Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry 4th edition. Amerika: Allyn & Bacon.

Greenhaus & Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles. Academy of Management.

Jhonson, C.L. 1988. Ex Familia. New Brunswick: Rutger University Press.

Kaplan, Robert M. & Dennis P. Saccuzzo. 2004. Psychological TestingPrinciples, Application, and Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For

Beginner. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd.

Litwin, George dan Robert Stringer. 1968. Motivation and Organizational Climate. Boston: Harvard University.

Marzuki, 2011. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Yogyakarta: FISE UNY.

Minuchin, Salvador. 1974. Families and Family Therapy. London: Harvard University Press.

Mufida, Alia. 2008. Hubungan Psychological-Well Being Dengan Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja. Skripsi: Universitas Indonesia.

Prawitasari, 2007. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Conflict. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

(30)

xiv

Universitas Kristen Maranatha Santrock, John. W. 2002. Developmental Psychology, 7th ed. Boston: MC Graw

Hill

(31)

DAFTAR RUJUKAN

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui proses pembelajaran siswa dengan menggunakan metode role playing pada konsep sejarah di SDN Cipete 1 Kecamatan Curug Kota

This study aimed to find out the communication strategies (CSs) employed by the EFL learners, Faculty of Language and Literature, Satya Wacana Christian University,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi dosen dan factor psikologis mahasiswa terhadap pengetahuan kewirausahaan, dengan objek

Sri Rohmawati, (2013) Peran Instruktur dalam Menumbuhkan Motivasi Warga Belajar Pada Pelatihan Kewirausahaan (Studi Deskriptif Pada Warga Belajar Paket C di

[r]

(SMKTA) yang akan dinilai relevansinya dengan tuntutan.. dunia kerja terbatas pada Program Studi Listrik Instalasi. 2) Komponen 1984 SMKTA yang dimaksud adalah Garis-garis

Finally, the writer hopes this Observation Report can benefit to the writer, academic environment, and the readers.. The writer realizes that this

Data yang diperoleh berupa laporan keuangan perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Jakarta untuk tahun buku 2001, 2002, dan 2003 dari Indonesian Capital Market