10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Profesi Ners 1. Definisi Ners
Profesi perawat merupakan teanaga kesehatan yang berperan sebagai pelayan kesehatan pada masyarakat yang juga sangat dibutuhkan dalam jumlah besar pada instansi rumah sakit. Tenaga kesehatan perawat sebagai pelayanan di rumahsakit ini kemudian menjamin adanya asuhan perawatan yang berkualitas dan professional dengan terus menerus melibatkan diri dalam program instansi. Sehingga profesi ners perlu dipersiapkan, dalam program praktek ataupun akademik pembelajaran instansi, agar tercapainya calon perawat yang professional (Nur, 2018).
profesi ners adalah mahasiswa yang sudah menyelesaikanstudi S1 keperawan dan telah mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan, yang kemudian diwajibkan untuk mengikuti program profesi guna mendapat gelar ners sebagai legalitas perawat professional (Nur, 2018). Proses tahap pendidikan pada profesi perawat adalah tahapan adaptasi untuk dapat menjalankan wewenang dalam melakukan asuhan keperawatan yang profesional, kemudian memberikan pendidikan kesehatan pada klien, membuat keputusan etik dan legal serta menggunakan hasil penelitian untuk melakukan praktik keperawatan (Ade, 2016).
2. KurikulumProfesi Ners
Pendidikan profesi ners berdasar pada surat AIPNI no.236/AINEC.Ka.Sr/XII/2009 tahun 2009 terkait edaran ketentuan diselenggarakan didikan perawat secara utuh. surat edaran dari PPNI No.
438/PP.PPNI/K/XII/2009 perihal ketentuan memiliki ijazah ners, serta tujuan didirikannya pendidikan keperawatan untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan di Indonesia. AIPNI adalah Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia yang bertugas mengatur institusi atas penyelenggara program studi profesi Ners di Indonesia. Berdasarakan peraturan AIPNI 2015 bahwa pendidikan ners dijalankan dengan menggunakan kurikulum berbasis metode Student Center Learning (SCL), dan kompetensi yang terdiri dari 36 SKS. AIPNI pusat juga menyediakan sisa 26 SKS untuk pengembangan oleh masing-masing institut penyelenggara pendidikan Ners dengan minimum IPK kelulusan 3,00 pada profesi (Yeti., Dkk. 2018). Pendidikan pada profesi ners yaitu lanjutan program akademik sarjana dengan studi minimum 36 SKS.
Institusi Pendidikan Profresi Ners serta Institusi Pelayanan Kesehatan dalam hal ini Rumah Sakit sebagai wadah Keperawatan dan Pusat Kesehatan Masyarakat juga dituntut agar menyiapkan calon Ners yang akan melaksanakan praktik keperawatan (professional nursing practice), langkah tingkah laku, pembinaan sikap dan kemampuan professional keperawatan (Yeti., Dkk. 2018).
3. Mata Kuliah pada Pogram Profesi Ners a. Dasar Profesi (KDP)
Praktik dalam keperawatan dasar profesi (KDP) adalah bagian awal dari rangkaian proses pendidikan tahap profesi ners.
Keperawatan dasar difokuskan mengasah kemampuan mahasiswa supaya mampu bersikap serta bertindak professional, mampu menganalisa kebutuhan dasar klien dan keluarga, bersikap caring saat memberikan asuhan keperawatan, membina hubungan interpersonal kepada klien dan keluarganya, memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan dasar (Nur, 2018).
b. Medikal Bedah
Praktik keperawatan medical bedah adalah program yang bertujuan supaya mahasiswa dalam adaptasi profesi untuk dapat menerima pendelegasian wewenang secara bertahap saat melakukan asuhan perawatan professional, kemudian memberikan pendidikan kesehatan, menjalankan advokasi klien, membuat keputusan etik dan legal dan menggunakan hasil penelitian terbaru yang berkaitan dengan perawatan pada orang dewasa (Nur, 2018).
c. Anak
profesi keperawatan anak mencakup anak dengan berbagai tingkatan usia (neonatus, bayi, toddler, pra sekolah, sekolah dan remaja) didalam kontekstual keluarga yang ingin bertujuan
untuk pengoptimalan pertumbuhan sera perkembangan anak sehat, anak sakit akut juga sakit yang mengancam kelangsungan hidup, anak dengan masalah pediatric, manajemen terpadu untuk balita sakit, dengan menggunakan pendekatan keperawatan di tatanan klinik (Nur, 2018).
d. Maternitas
Profesi keperawatan maternitas ini dilakukan dengan bertahap dimulai prental, internatal serta post natal baik normal, berisiko atas masalah yang ada pada sistem reproduksi dan keluarganya (Nur, 2018).
e. Jiwa
keperawatan kesehatan jiwa bertiti fokus pada diterapkannya asuhan untuk klien dengan masalah kesehatan jiwa dalam keluarga dan masyarakat melalui proses penerapan terapi modalitas keperwatan (Nur, 2018).
f. Manajemen
manajemen keperawatan dalam pengorganisasian, serta perencanaan pengaerahan, pengendalian dengan menerapkan berbagai macam kepemimpinan yang diusahakan efektif dan inovatif saat asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Nur, 2018).
g. Gawat Darurat dan Kritis
Praktik profesi ners gawat darurat mencakup dalam asuhan keluarga pada klien dengan berbagai tingkat usia yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan dasar akibat dari gangguan salah satu sistem organ atau beberapa system organ tubuh dalam keadaan gawat darurat (Nur, 2018).
h. Gerontik
keperawatan gerontik berfokus kepada klien usia lanjut dalam masalah kesehatan yang sifatnya aktual, potensial dan resiko serta untuk meningkatkan kualitas hidup klien (Nur, 2018).
i. Keluarga dan Komunitas
Dalam keperawatan keluarga ini adalah tahapan program pada mahasiswa saat adaptasi profesi agar menerima kewenangan secara bertahap dalam melakukan asuhan untuk pencegahan primer dan sekunder, tersier pada keluarga dengan masalah kesehatan yang sifatnya risiko juga aktual dan potensial (Nur, 2018).
4. Metode Pembelajaran Ners
pendidikan keperawatan memiliki landasan yang bermakna membina dan menumbuhkan sikap juga tingkah laku serta kemampuan profesional perawat agar melakukan praktik keperawatan ilmiah. Masa membina profesi keperawatan disebut sebagai sosialisasi profesional (professional socialization) serta adaptasi profesional (professional
adaptation). Adaptasi professional ini dilaksanakan sebagai bentuk pengalaman lapangan keperawatan ditatanan pelayanan asuhan perawat. pada pelayanan juga didapat komunitas profesional keperawatan dengan model peran suasana lingkungan yang kondusif sebagai perubahan perilaku peserta profesi (Nursalam, 2011).
Pembelajaran yang terdapat pada didikan program profesi ners, yakni:
a. Konferensi adalah waktu pelaksanaan serta pembelajaran membaca status pasien, juga melakukan pengkajian-evaluasi dengan menerapkan bedside teaching atau ronde keperawatan.
b. Prekonferensi merupakan evaluasi untuk kesiapan peserta perawat melalui proses laporan pendahuluan.
c. Postkonfrensi sebagai evaluasi tata pelaksanaan serta pembelajaran untuk rekomendasi dan pencapaian kompetensi yang kemudian harus dicapai pada hari-hari berikutnya.
5. Pembelajaran Ners.
pembelajaran pada profesi Ners berpusat pada mahasiswa sebagai perencanaan proses pembelajaran disusun untuk setiap mata kuliah dan disajikan dalam rencana pembelajaran semester atau istilah lain seperti pedoman praktek, dan modul praktika laboratorium (Yeti., Dkk. 2018). Isi pembelajaran pada profesi ners yaitu tingkat keluasan dan kedalaman materi yang mengacu atas capaian
lulusan yang wajib memanfaatkan hasil dari penelitian juga pengabdian pada masysrakat (Yeti., Dkk. 2018).
6. Permasalahan pada Mahasiswa Ners
Hasil penelitian Ade (2016), menyatakan Fenomena yang terjadi pada profesi ners hingga memengaruhi kebutuhan istirahat dan tidur yakni, Kelelahan karena Jadwal shift sehingga membuat prifesi ners menunda tidur serta menganti jam tidur karena harus melakukan aktivitas di malam hari. Kelelahan dapat terjadi ketika seseorang melakukan kegiatan yang berlebih di siang hari sehingga dapat mempengaruhi pola tidur mahasiswa. Kemudian stres emosional dan kecemasan, hal ini dirasakan saat menjalani praktik klinik, karena mahasiswa memiliki rasa takut yang mungkin berlebih sehingga saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien secara langsung. (Locken, Dkk. 2005). Selain itu ada Disfungsi pada Siang Hari, ini adalah Fenomena yang terjadi pada mahasiswa profesi saat menjalankan praktik diklinik. masalah yang timbul pada mahasiswa profesi ners yaitu menurunnya konsentrasi dan perhatian yang dikarenakan rasa kantuk yang muncul pada siang hari.
Kemudian lingkungan Mahasiswa profesi yang dihadapkan dengan setiap bulanny harus berpindah-pindah tempat praktik di luar kota, suhu lingkungan, suara bising, dan lingkungan kamar yang berbeda juga memiliki teman sekamar dengan kebiasaan yang berbeda seperti mendengkur dapat membuat seseorang sulit tidur, sehingga mahasiswa membutuhkan beberapa hari untuk da pat menyesuaikan lingkungan agar dapat tidur dengan nyaman. Setelah itu ada Kualitas Tidur yang Buruk,
kekurangan tidur akan menurunkan produktivitas, performa peran dan jika seseorang menjalani tidur yang berkualitas buruk dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kesehatan fisik dan mental terganggu, penurunan produktivitas berpikir serta kualitas hidup akan memburuk. gangguan tidur merupakan terputusnya pola tidur-bangun yang menyebabkan penurunan kualitas tidur. macam-macam gangguan tidur yaitu insomnia, berjalan dengan tidur dan mengigau, mimpi buruk, sering terbangun untuk ke kamar mandi. gangguan tidur dapat ditegarkan apabila kejadian tersebut terjadi selama 2 minggu atau lebih. Dan terakhir yaitu nyeri kepala, gangguan tidur dan perubahan pola tidur berimplikasi menyebabkan tension type headache atau nyeri kepala, pemicunya yakni kelaparan, dehidrasi, dan beban tugas yang berat. Hal ini akan berefek pada penurunan kebutuhan istirahat mahasiswa profesi ners.
B. Konsep Dasar Tidur
1. Definisi Tidur
Menurut Sadock (2010) bahwa tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga.
Apabila dalam 24 jam waktu tidur kurang dari 3 jam maka dapat menyebabkan seseorang mudah marah dan berkurangnya cakupan perhatian. Menurut Puri (2011) bahwa tidur dalam waktu lama dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa umum, mudah terpengaruh dan bisa terjadi halusinasi.
2. Kualitas Tidur
Menurut Hidayat (2006) bahwa kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat dari American Psychiatric Association (2013), dalam Wavy (2008) bahwa sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.
Terdapat dua aspek yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu aspek kualitatif dan aspek kuantitatif. Hal tersebut dapat dilihat dari lamanya
tidur dan seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, besar frekuensi untuk terbangun, dan aspek kepulasan tertidur seseorang (aspek subjektif). Kualitas tidur antara individu satu dengan lainnya sangat bervariasi, hal tersebut dipengaruhi oleh waktu yang yang diperlukan untuk tidur dimalam hari (efisiensi tidur). Berdasarkan penelitian, terdapat 80-90% efisiensi tidur terdapat pada usia dewasa muda. Untuk menentukan kualitas tidur, seseorang harus menyiapkan pola tidurnya pada malam hari, kemampuan tidur dan kemudahan untuk tertidur dengan secara normal (tanpa bantuan medis). Kualitas tidur malam hari dapat mempengaruhi perasaan dan keadaan hati pada saat bangun pagi hari. Menurut Antara (2015) bahwa dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan tital untuk hidup sehat semua orang.
Melalui pemeriksaan laboratorium EEG kualitas tidur seseorang dapat dapat dianalisa. Pemeriksaan laboratorium tersebut menghubungankan anatara arus listrik dan otak. Untuk perekaman tersebut dilakukan diluar kepala (permukaan otak) dan menghasilkan adanya aktivitas listrik yang terjadi secara yterus menerus didalam otak. Hal tersebut dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak yang disebabkan oleh keadaan tidur seseorang, selain itu juga dikarekan oleh keadaan siaga atau memang karena penyakit lain yang sedang diderita oleh pasien. Menurut Guyyton & Hall (2016) bahwa tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta.
Dapat dikatakan sebagai tidur yang baik yaitu apabila menunjukan
tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak ada tanda-tanda masalah dalam tidur. Gejala kekurangan tidur terdapat dua bagian yaitu, tanda fisik dan tanda psikologis.
3. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur dapat dibedakan menjadi dua jenis (1) tidur rapid eye movement (REM), (2) non-REM (NREM). Kedua jenis tersebut ditentukan karena terdapat perbedaan pada electroencephalogram (EEG), gerakan mata dan tonus otot.
Menurut King LA (2011) bahwa Tidur REM (Rapid Eye Movement) dimulai dengan meningkatnya asetilkolin, yang mengaktifkan korteks serebrum sementara bagian otak lain tidak aktif, kemudian tidur REM (Rapid Eye Movement) diakhiri dengan meningkatnya serotonin dan norpinefrin serta meningkatkan aktivasi otak depan hingga mencapai keadaaan bangun (King LA, 2012).
Sehingga Reticular Activating System (RAS) memberikan stimulasi dari korteks selebri, antara lain seperti rangsangan terhadap emosi dan daya ingat seseorang. Jika seseorang dalam kaadan sadar, katekolin (norepineprin) akan dilepaskan oleh neuron dalam Ras. Sedangkan dalam keadaan tidur maka muncul adanya pelepasan serum serotin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah BSR. RAS dan BSR merupakan system yang terdapat pada batang otak berfungsi untuk mengatur siklus dalam tidur seseorang.
4. Anatomi Otak yang Berperan untuk Tidur
Gambar2.1: Skema Letak Anatomi Otak yang Berperan saat tidur (Berry, 2012)
a. Ascending Reticular Activating (ARAS).
Sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai promotor dari proses tidur-bangun disebut dengan ASAS. Letaknya terdapat pada bagian formation retikularis di batang otak yang didalamnya terdapat beberapa kelompok sel, nukleus. sejumlah besar interneuron dan traktus ascenden serta descenden yang berhubungan atara satu sama yang lainnya.
Letak formation retikulasi yaitu ada pada sentral atau tagmentum dari pons mesencephalon kemudian memanjang sampai medulla, hypothalamus dan thalamus. Yang mempengruhi struktur tersebut adalah GABA yang dimana terjadinya disekresi oleh sinapsnya dan dipengaruhi oleh input sensoris yang masuk melalui
batang otak stimulus yang pada mulanya berasal dari system sensoris, mototrik ataupun saraf kranial.
b. Nukleus Traktus Solitarius.
Nukleus traktus solitaries terdapat pada bagian medulla oblongata, sifatnya noradrenegrik dan memiliki hubungan dengan pons, hypothalamus serta thalamus. Nukleus merupakan system saraf yang paling aktif saat terjadi fase NREM disbanding pada saat tidur.
c. Locus Coeruleus.
Locus Coerules terletak pada pons bagian atas dan dorsal, sifatnya noradrenergic. Bagian ini akan aktif pada saat bangun dan akan tersupresi persial pada saat fase NREM. Sedangkan inaktif apabila berada pada fase REM. Fungsi bagian ini yaitu untuk menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, selain itu juga aktivitas pada bagian ini akan terinhibisi oleh neuron GABA-ergik.
d. Nukleus Raphe
Nukleus berada tepat pada garis tengah, sifatnya serotonergic. Nukleus memiliki bagian terpenting yaitu pada Nukleus Raphe dorsalis. Nucleus tersebut memiliki sifat aktif pada saat bangun, dan akan tersupresi secara parsial saat NREM dan inaktif sat REM. Cara kerjanya berada di inhibisi oleh neuron
GABA-ergik dan jika aktif akan menghambat LDT/PPT serta memberikan proyeksi ke hipotalamus. Nukleus diduga memiliki kontribusi terhadap respon motorik, otonom dan status emosional saat perubahan dari tidur ke bangun.
e. Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental (LTD/PPT) Nuclei
Pada bagian formasio retikularis di bagian dorsal dari tegmentum pons dan bersifat kolinergik merupakan tempat terletaknya nukleus-nukleus tersebut. Nukleus ini beraktivitas di inhibishi oleh locus coerules, nukleus raphe dan nucleus tubero- mommilary serta berfungsi menghubungkan area-area pada batang otak dengan thalamus. LDT/PPT adalah generator dari siklus REM, selain itu juga berkontribusi pada komponen visual dari mimpi dan halusinasi. Apabila nucleus ini aktif, dapat menimbulkan inhibisi dari locus coerules dan nucleus raphe.
f. Sistem Mesolimbik
Asal dari system mesomlimbik yaitu dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, terdapat proyteksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan system limbic yang didalamnya terdapat amigdala hipokampus serta nucleus retikularis thalami. Sifat dari system ini yaitu dopaminergic serta dapat menyebabkan keterjagaan yang diakibatkian oleh styimulus yang didapat.
g. Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)
Letak dari nukleus ini yaitu ada pada bagian posterior dari hipotalamus, sifatnya histaminergik, bagian ini hanya menerima input afferen dari ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin yang berasal dari hipotalamus bagian lateral. Fungsi dari nucleus ini yaitu menginhibisi VLPO dan LDT/PPT, memiliki sifat aktif pada saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan inaktif saat fase REM.
h. Nuklei Perifornical
Letaknya berada di lateral dari hipothalamus, fungsinya mensekresi orexin (hipokretin). Nukleus-nukleus ini memiliki fungsi eksitatorik pada pusat aminergik di batang otak yakni locus coeruleus dan nuklei raphe serta inhibisi terhadap LDT/PPT. Nuklei ini akan aktif saat fase wakefulness, selain itu juga berfungsi melimitasi durasi fase REM.
i. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)
Nukleus ini memiliki tanggung jawab pada beberapa bagian yaitu pada ritme sirkadian dan sebagai promotor bangun. Apabila terjadi lesi pada bagian ini, akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan.
j. Area Preoptik Hipotalamus
Letak area ini yaitu berada di anterior dari thalamus, yang merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian.
Pada area ini terdiri dari VLPO dan VMPO, terletak berdekatan dengan SCN, fungsinya dari area ini yaitu sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP).
k. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)
Letak dari nuclei ini yaitu ada pada inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, tidak berjauhan dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini dapat menghasilkan GABA dan galanin, fungsinya sebagai neurotransmitter penginhibisi nucleus, dimana akan mengatur keterjagaan pada batang otak, sifatnya aminergik terdiri dari locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Berhubungan dengan fungsi yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus, sehingga VLPO memiliki portensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus tidur.
Begitu pula sebalinya apabila fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem keterjagaan yang bersifat aminergik.
Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan bagian medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga menginduksi fase REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun mengalami peningkatan apabila seseorang
mengalami kekurangan tidur. Nukleus ini akan aktif pada saat tidur dan inaktif pada saat bangun.
l. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO).
Suhu tubuh dan modifikasi fungsi tidur-bangun akan diatur oleh Ventromedial Preoptic Nuclie.
m. Median Preoptic Nucleus (MPN)
MPM ini terletak di hipothalamus, pada bagian dorsal dari ventrikel III, bersifat GABA-ergik. Nukleus ini menerima input dari SCN kemudian memproyeksikannya ke neuron kolinergik di basal dari lobus frontalis dan nuklei perifornical. Nukleus ini akan aktif pada saat tidur, terutama fase NREM fase 3 dan 4.
n. Zona Subparaventrikuler
Zona Subparaventrikuler terlertak tidak berjauhan dengan SCN input yang berasal dari bagian ini, kemudian akan secara terintegrasi mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO), perilaku dan fungsi endokrin.
o. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus
perifornikal dan berperan dalam inhibisi VLPO , pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan keterjagaan.
p. Basis Frontalis (Substansia inominata)
Tempat beradanya basic frontalis yaitu pada area preoptik dari Hipotalamus. Terdiri atas nukleus-nukleus penting yang memegang peran penting dalam proses tidur.
q. Nukleus Basalis dari Meynert
Pada bagian neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-ergik, letaknya berada di pons yang meliputi locus coeruleus, nukleus raphe dan nukleus perifornical. Neuron dari meynert memiliki sifat kolinergik dan dapat di inhibisi oleh akumulasi dari adenosin.
r. Neuron yang Berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen.
Fungsi dari nukleus-nukleus ini sangat beragam, ada beberapa dari nucleus ini memiki sifat GABA-ergik yang aktif pada saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau galanin sebagai transmitter. Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke SCN dan ke sistem limbik. area yang terletak di basis frontalis ini membentuk jalur ascending menuju ke sistem aktivasi rekular serta
menghasilkan relay di ekstra-thalamik ventralis sebelum menuju ke korteks serebri. Area ini akan aktif apabila seseorang dalam keadaan bangun dan fase REM, sedangkan akan inaktif pada fase NREM. Adenosine terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada reseptor A1 dan menginhibisi kinerja dari neuron basis frontalis sifatnya kolinergik, sehingga mencetuskan fase NREM.
s. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area-area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem limbik tidak aktif pada fase NREM akan tetapi simtem limbik aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang dimana mempengaruhi proses kinerja dari saraf simpatis.
t. Thalamus
Thalamus adalah stasiun relay bagian akhir yang menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks serebri, kecuali input yang berasal dari regio olfaktorius, begitu pula
sebaliknya aktivitas dari thalamus ini sendiri diatur oleh korteks serebri. Thalamus terdiri dari beberapa kumpulan nukleus yaitu nukleus retikuler dari thalamus yang dimana memiliki peran penting dalam proses keterjagaan, pada bagian ini terdiri dari kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi menghasilkan glutamat serta kelompok neuron inibitorik yang menghasilkan GABA, Neuron intratalamikus memiliki fungsi memodifkasi aktivitas dari thalamus sedangkan nukleus-nukleus thalamus yang lainnya membentuk jaras proyeksi thalamokortikal. Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls lainnya yang melewati mesencephalon. Thalamus memodifikasi aktifitas spindel dari mesencephalon serta melalui sistem proyeksinya yang luas bagian ini mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasi aktivitas korteks. Sinkronisasi aktivitas dari korteks ini menyebabkan korteks serebri dapat menginisiasi serta mempertahankan fase NREM.
Pada bagian ini secara efektif memutus hubungan antara korteks dengan batang otak serta stimulus-stimulus lainya secara reversibel.
Melalui neuron pensekresi GABA-nya, thalamus menginhibisi promotor keterjagaan yang terletak di batang otak juga memberikan pengaruh terhadap fase REM melalui proyeksinya ke LDT/PPT.
Berikut akan dijelaskan beberapa area utama di CNS dan perannya terhadap tidur melalui table dibawah ini
.
Tebel 2.1 Peranan Nukleus-nukleus di Otak terhadap Tidur
5. Tahapan dan Siklus Tidur
a. Tahapan Tidur
Banyak perubahan elektrofisiologis yang terjadi di seluruh otak dengan aktivitas listrik yang cepat, tidak beraturan dan beramplitudo yang rendah menuju gelombang tidur, hal tersdebut dapat dikatakan sebagai tahapan tidur.
Menurut Basavanthappa (2011) bahwa perubahan ini apat dilihat dengan menggunakan alat electroenchepalograph yang berfungsi untuk memantau aktivitas listrik di otak. Ketika seseorang dalam keadaan terjaga, pola tidur terlihat pada alat alat EEG (electroencephalograph) yang menampilkan dua jenis gelombang yaitu gelombang alfa dan beta.
Kedua gelombang tersebut memiliki fungsinya masing- masing. Gelombang beta akan menunjukkan seseorang dalam
Nukleus Fase NREM Fase REM Bangun
Locus coeruleus ↓ - +
Nucleus Raphe ↓ - +
Nukleus
tuberomamilarius
↓ - +
LDT/PPT - + +
+ = Aktif; ↓= Penurunan aktivitas; - =Inaktif
keadaan terjaga, sedangkan gelombang alfa merupakan sebuah gelombang yang terjadi saat seseorang dalam keadaan rileks tapi masih terbangun, gelombang ini bersifat lambat, amplitude meningkat dan teratur.
Terdapat lima tahapan dalam tidur, masing-masing dibedakan oleh jenis pola gelombang yang terdeteksi oleh alat Electroenchepalograph (EEG) dan kedalaman tidur bervariasi dari satu tahap ke tahap lainnya. Menurut Basavanthappa (2011) bahwa tahapan siklus tidur yaitu tahap Non Rapid Eye Movement (NREM) yang terdiri dari 4 tahap dan tahapan Rapid Eye Movement (REM).
Berikut akan dipaparkan tahapan siklus tidur sebagai berikut:
1) Non Rapid Eye Movement (NREM)
Nonrapid Eye Movement biasa disebut juga dengan tidur gelombang lambat atau slow wave sleep. Tidur jenis ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat penuh, gelombang otak yang lambat dan juga dikenal dengan tidur nyenyak. Ciri–ciri tidur nyenyak adalah bangun segar, tanpa mimpi, atau tidur dengan gelombang delta, keadaan istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolisme turun. Tidur NREM terdiri dari 4 tahap, berikut akan dijelaskan tahap 1 sampai tahap 4 yaitu:
a) Tahap 1
Tahap 1 dapat dikatakan sebagai tahap transisi antara bangun dan tidur. Tahap tersebut ditandai dengan adanya yang ditandai dengan adanya gelombang teta yang dimana frekuensinya lebih lambat dan amplitude lebih besar dari gelombang alfa. Ciri tidur pada tahap 1 dapat diketahui dengan tanda sebagai berikut; rileks, sadar akan lingkungan, ngantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi, napas sedikit agak menurun dan bisa bangun selama kurang lebih sekitar 5 menit.
b) Tahap 2
Tahap 2 dapat dikatakan sebagai tahapan tidur yang lebih nyenyak atau lebih dalam dari kualitas tidur pada tahap 1, gelombang teta yang sangat lambat dan memiliki bentuk yang sangat tajam biasa disebut dengan sleep spindles. Tahap 2 ini merupakan sebvuah tahap tidur ringan, prosesnbya pun dapat membuat tubuh terus menurun. Cirri-cirinya yaitu sebagai berikut; mata menatap, denyut jantung dan frekuensi napas menurun, temperature tubuh menurun, metabolism menurun, serta berlangsung pendek dan berakhir sekitar 10-15 menit.
c) Tahap 3
Kualitas tidur pada tahap 3 dapat ditandai dengan adanya gelombang delta sebesar 50%. Ciri- cirinya yaitu sebagai berikut; denyut nadi, frekuensi napas, proses tubuh lainnyamelambat. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya dominasi sistem saraf parasimpatis sehingga membuat seseorang mengalami kesulitan untuk bangun.
d) Tahap 4
Tahap ini merupakan tahap terakhir, sehingga pada tahap ini kualitas tidur dapat ditandai dengan adanya gelombang delta sebesar 50%. Tidur dengan ditandai oleh gelombang delta tergolong sebagai tidur yang laing nyenyak atau lelap. Pada trahap ini, jika seseorang dibangunkan biasanya seseorang akan bingung dan kehilangan orientasinya. Pada tahap 4 terdapat beberapa ciri-ciri sebagai berikut;
keceepatan jantung dan pernapasan turun, arang bergerak, sulit dibangunkan, pergerakan bola mata sangat cepat, menurunnya sekresi lambung dan tonus otot menurun.
2) Tidur Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM merupakan tahap aktif dari tidur dan pada tahap ini sering terjadi mimpi. Jiika dilihat dari alat EEG tidur REM ini menunjukan gelombang yang cepat, sama dengan gelombang saat seseorang dalam keadaan rileks dan bola mata bergerak naik turun ke kanan dan ke kiri.
Menurut Basavanthappa (2011) bahwa tidur REM dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5- 20 menit, rata-rata timbul 90 menit. pada periode ini dapat terjadi sekitar 80-100 menit. ciri-ciri dari tidur ini dapat diketahui sebagai berikut:
a) Biasanya disertai dengan mimpi aktif
b) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak
NREM
c) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis
d) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur
e) Pada otot perifer, terjadi bebrapa gerakan otot yang tidak teratur
f) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat dan berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme meningkat
g) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.
b. Siklus Tidur
Tahapan tidur yang terdiri dari 5 tahapanyang dapat membangun siklus tidur normal. Masing-masing siklus berlangsung sekitar 90-100 menit selain itu juga dapat berulang beberapa kali sepanjang malam. Jumlah tidur lelap (tahap 3 dan 4) lebih panjang pada bagian pertama dibanding bagian kedua (Basavanthappa, 2011). Tidur REM terjadi dekat dengan tidur tahap 4, proses terjadinya lebih panjang. Tahap REM pertama dari tidur berlangsung selama 10 menit dan REM berlanjut selama satu jam. Tidur malam yang normal, untuk setiap orang akan menghabiskan 60 persen tidur dalam tidur ringan yaitu tahap 1 dan 2, 20 persen pada tidur delta (tahap 3 dan 4) dan 20 persen pada tidur REM ( Basavanthappa, 2011 ).
Tidur dengan rasa kantuk yang bertahap biasanya lebih rentan terjadi pada usia iorang dewasa, sehingga dapat
menghabiskan waktu di atas tempat tidur yang berlangsung 10-30 menit, setelah tertidur seseorang akan mengalami 4-6 siklus tidur yang terdiri dari 4 tahap tidur NREM yang dimulai dari tahap 1 sampai 4 kemudian setelah mecapai tahap 4 kembali lagi menuju tahap 3 dan tahap 2 kemudian untuk mencapai tidur aktif yaitu tidur REM.
Untuk mencapai tidur REM seseorang membutuhkan waktu sekitar 90 menit. sehingga apabila seseorang terbangun dari tidur selama tahap baik 1, 2, 3, ataupun 4, maka tidur akan kembali lagi pada tahap 1 (Basavanthappa, 2011).
Gambar 2.2 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa 6. Kebutuhan Tidur pada Usia Dewasa
Setiap orang memiliki pola dan durasi tidur yang berbeda-beda.
Pola tidur untuk orang dewasa relatif lebih stabil. Siklus tidur dewasa muda dan menengah terdiri dari tahap 3 mencapai 38%, tahap 4 mencapai 10-15% serta tahap 2 yang mendominasi sekitar 45-55% dari
Tahap 3 NREM Tahap 2
NREM
Tahap 4 NREM Tahap 3
NREM Tahap 2
NREM Tahap 1
NREM Tahap
Pratidur
Tahap REM
total tidur. Secara keseluruhan tahapan tidur dewasa muda dan menengah terdiri dari 75-80% tidur NREM dan 20-25% tidur REM (Library of Congress Cataloging-inPublication Data, 2012).
National Sleep Foundation mengajurkan pada usia dewasa muda untuk tidur dengan waktu 7-9 jam setiap malam dan mencapai tahapan tidur yang optimal sehingga merasakan segar saat bangun di pagi hari dan tubuh melakukan aktivitas sesuai fungsinya. Kebutuhan tidur yang cukup tidak ditentukan dari jumlah jam tidur (kuantitas tidur) tetapi juga kedalaman tidur (kualitas tidur). Seseorang dapat tidur dengan waktu singkat dengan kedalaman tidur yang cukup sehingga pada saat bangun tidur terasa segar kembali dan pola tidur demikian tidak akan menganggu kesehatan akan tetapi jika kurang tidur sering terjadi dan berlangsung terus menerus dapat menganggu kesehatan fisik maupun psikis.
Menurut Pitaloka (2016) bahwa kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Biasanya orang yang mengalami todur seperti ini merupakan orang yang pola tidurnya teratur.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Factor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang terbagi menjadi beberpa faktor. Menurut Pitaloka (2016) factor- fakter tersebut yaitu :
a) Penyakit
Yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur salah satunya yaitu disebabkan oleh penyakit. Seseorang yang sakit tentunya butuh waktu tidur yang banyak daripada biasanya. Di samping itu siklus bangun - tidur selama sakit dapat mengalami gangguan. Salah satu penyakit yang menyebabkan gangguan tidur adalah nyeri kepala atau tension type headache yang dibagi menjadi 2 yakni, tension type headache episodic dan tension type headache chronic.
b) Lingkungan
Proses tidur dapat dipengaruhi oleh factor lingkungan.
Upaya tidur seseorang dapat dilihat dari tidak dengan adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing.
c) Kelelahan
Pola tidur seseorang dapat berpengaruh oleh kondisi tubah yang lelah. Apabila seseorang dalam keadaan lelah, maka semakin pendek siklus REM yang akan dilaluinya. Siklus REM akan kembali memanjang setelah melakukan istrahat.
d) Gaya Hidup
Agar bisa tidur dalam waktu yang tepat, seseorang harus mampu mengatur pergantian jam kerja dan aktivitasnya.
e) Emosional
Anxietas (kegelisahan) dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Untuk meningkatkan kadar norepinephrin darah melalui stimulus saraf simpatis dapat diketahui melalui kondisi anxietas. Kondisi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya siklus REM tahap 4, tidur REM dan seringnya terjaga saat tidur.
e) Stimulan dan Alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman sangat berpengaruh pada pola tidur seseorang. Selain itu juga dapat merangsang sistem saraf pusat seseorang. Apabila seseorang mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.
f) Medikasi
Penggunaan obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Kebradaan betabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Sedangkan narkotik dapat menekan tidur REM dan menyababkan seringnya terjaga di malam hari.
g) Motivasi
Perasaan lelah seseorang dapat tertutupi oleh keinginan untuk tetap terjaga. Begitu pula sebaliknya perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat menyebabkan kantuk.
h) Nutrisi
Menurut Hidayat (2006) bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. begitupula sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
8. Alat Ukur Kualitas Tidur
Untuk mengukur kualitas tidur seseorang dapat dilakukan melalui kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI adalah alat yang di gunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur yang efektif , instrumen ini di buat berdasarkan pola tidur responden dengan rentang tidur satu bulan terakhir. Tujuan untuk menyediakan alat ukur kualitas tidur yang valid dan efektif, dapat untuk membedakan tidur yang baik dan buruk, selain menyediakan indeks yang mudah di pakai
oleh para peneliti,juga dapat digunakan sebagai ringkasan untuk menilai kualitas tidur seseorang (Iqbal,2017).
Terdapat tujuh point cara untuk penilaian PSQI kualitas tidur yang baik atau buruk yaitu; kualitas tidur subjektif, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan disfungsi tidur pada siang hari. Menurut Iqbal (2017) bahwa setiap jawaban memiliki skor 0-3 dan setiap jawaban memiliki hitungan yang berbeda. Untuk menjumlah skor secara keseluruhan pertanyaan hasil akan di klarifikasi menjadi dua yaitu <5 di kategorikan dalam kualitas tidur baik dan >5 di katakan kualitas tidur buruk.
Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?
5 Seberapa sering masalah-masalah dibawah ini mengganggu tidur anda?
Tidak pernah
1x semi nggu
2x seming Gu
≥ 3 x semi nggu a) Tidak mampu tertidur selama 30 menit sejak
berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau terlalu dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi d) Tidak mampu bernafas dengan leluasa e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam hari g) Kepanasan dimalam hari h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri j) Alasan lain ………
6 Seberapa sering anda menggunakan obat tidur
7 Seberapa sering anda mengantuk ketika melakukan aktifitas disiang hari
Tidak antusias
Kecil Sedang Besar
8 Seberapa besar antusias anda ingin menyelesaikan masalah yang anda hadapi
Sangat baik
Baik Kurang Sanga t kuran g 9 Pertanyaan preintervensi : Bagaimana kualitas tidur
anda selama sebulan yang lalu
Pertanyaan postintervensi : Bagaimana kualitas tidur anda selama seminggu yang lalu
C. Tension Type Headache
1. Definisi Tension Type Headache
Di dalam literatur kedokteran, tension type headache (TTH) memiliki multisinonimi, seperti: tension headaches, muscle contraction headache, sakit kepala tegang otot, nyeri kepala tegang otot. Dahulu, TTH pernah dinamai stress headache. Tension type headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/ squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan/ atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia (Dito, 2014).
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi:
a. TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan atau kurang dari 12 sakit kepala per tahun.
b. TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau antara 12 dan 180 hari per tahun.
c. TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari per tahun.
2. Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya (Dito, 2014).
TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi 1 tahun sekitar 38–74%. Rata-rata prevalensi TTH 1193%. Satu studi menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%.
Prevalensi TTH di korea sebesar 16,2% sampai 30,8%, di Kanada sekitar 36%, di jerman sebanyak 38,3%, di brazil hanya 13%. Insiden di Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Suatu survey populasi di USA menemukan prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3 dan TTH kronis sebesar 2,2%. TTH dapat menyerang segala usia.
Di Asia prevalensi TTH sebanyak 20-30%, di indonesia sendiri masih belum jelas ada berapa jumlah yang jelas mengenai prevalensi tension type headache (Krisyel,. dkk 2019).
Usia dibawah 25 tahun memiliki prevelensi rendah, terjadinya peningkatan prevelensi pada usia 30-39 tahun. Usia terbanyak yaitu ada pada usia 25-30 tahun. Penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH terdata sekitar 40%, penderita TTH juga menderita migren terdata sekitar 25%. Ada sekitar 80% prevalensi seumur hidup pada
perempuan, sedangkan 69% ada pada laki-laki. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 5 banding 4. Onset usia penderita TTH adalah dekade kedua atau ketiga kehidupan, antara 25-30 tahun.
Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun (Dito, 2014).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tension Type Headache
Poor self-related health atau buruknya upaya kesehatan diri sendiri, tidak mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam dan usia muda adalah faktor risiko TTH.
Penyebab terjadinya TTH antara lain sebagai berikut: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/ beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal dan fl uktuasi hormonal wanita.
Pemicu tersering TTH juga akibat dari stres dan konflik emosional.
Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan mental dan stres merupakan factor-faktor tersering penyebab terjadinya TTH. Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres terbukti nyata pada penderita TTH (Dito, 2014).
4. Patofisiologi
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut (Chen, 2009) :
a. Organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifi lis.
b. Gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout, ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfl eksikan.
Penyebab TTH lainnya juga terjadi akibat dari iskemi dan terjadinya peningkatan kontraksi otot-otot pada kepala dan leher.
Akan tetapi penderita TTH kronis normal selama penderita berolahraga (static muscle exercise) dapat menurunkan kadar otot.
Aktivitas EMG (electromyography) menunjukkan peningkatan titik-titik pemicu di otot wajah (myofascial trigger points). Riset terbaru membuktikan peningkatan substansi endogen di otot trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Juga ditemukan nitric oxide sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat produksi nitric oxide dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan otot dan nyeri yang berkaitan dengan TTH (Dito, 2014).
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik, sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan inadequate endogenous antinociceptive circuitry Jadi mekanisme sentral berperan utama pada TTH kronis.
Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial perikranial tampaknya bertanggungjawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH kronis (Dito, 2014).
(Dito, 2014)
Gambar 2.3 P atofisiologi Tension Type H eadache ( TTH )
Menurut Dito (2014) bahwa TTH episodic dapat berevolusi menjadi TTH kronis, disebabkan oleh beberapa factor. Berikut akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Pada individu yang rentan secara genetis, terjadinya elevasi glutamat yang persisten disebabkan oleh stress kronis. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-enzim lainnya. Kadar nitric oxide yamg terlalu tinggi dapat menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus sagitalis superior, dan kerusakan nitrosative selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya seperti dura.
b) Nyeri yang akan ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuronneuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC (trigeminocervical complex), tempat mereka bersinap dengan second-order neurons.
c) Sinap yanmg beragam dapat menyebabkan terjadinya konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang menimbulkan terjadinya sensitisasi sentral.
d) D1.
Sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan beragam neuropeptida dan neurotransmitter terjadi akbit meningkatnya molekuler (misalnya: substansi P dan glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic, membangkitkan potensial-potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas sinaptik selain itu dapat menurunkan ambang nyeri (pain thresholds).
D2.
Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara normal melalui sinyal-sinyal fine-tunes pain yang bermula dari perifer, akan tetapi pada individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri, dan secara perlahan akan menimbulkan terjadinya sensitisasi sentral.
e) Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment serabut-serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC, membiarkan perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
f) Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat-pusat lebih tinggi seperti thalamus memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuronneuron tersier dan perubahan-perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri.
Proses ini dapat dilihat pada skema 1 konsentrasi platelet factor 4, betathromboglobulin, thromboxane B2, dan 11 dehydrothromboxane B2 plasma meningkat signifikan di kelompok TTH episodik jika dibandingkan antara kelompok TTH kronis dan kelompok kontrol (sehat). Pada penderita TTH episodik, peningkatan konsentrasi substansi P jelas terlihat di platelet dan penurunan konsentrasi betaendorphin dijumpai pada sel-sel mononuklear darah perifer.
Peningkatan konsentrasi metenkephalin dijumpai pada CSF (cairan serebrospinal) penderita TTH kronis, hal ini mendukung hipotesis ketidakseimbangan mekanisme pronociceptive dan antinociceptive pada TTH. Berdasarkan pemaparan diatas menunjukkan bahwa TTH adalah proses multifactorial yang didalam ada factor-faktor miofasial parifer dan komponen-komponen sistem saraf pusat.
5. Potret Klinis
TTH dapat dirasakan pada kedua sisi kepala sebagai nyeri tumpul yang menetap atau konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher. Nyeri kepala dapat dideskripsikan sebagai ikatan kuat yang berada disekitar kepala. Nyeri kepala dengan intensitas ringan–sedang (nonprohibitive) dan kepala terasa kencang.
Nyerinya memiliki kualitas yang khas yaitu: menekan (pressing), mengikat (tightening), tidak berdenyut (nonpulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau berat dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga terjadi pada bagian leher, pelipis, dahi. Leher dapat terasa kaku (Crystal, 2009).
Aktivitas yang rutin tidak mempengaruhi TTH. Biasanya dapat disertai anorexia, tanpa mual dan muntah. Selain itu juga biasanya disertai photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang suara). TTH terjadi dalam waktu relatif singkat, dengan durasi berubah-ubah (TTH episodik) atau terus-menerus (TTH kronis). Disebut TTH episodik bila nyeri kepala berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari, minimal 10 kali, dan kurang dari 180 kali dalam setahun. Disebut TTH kronis bila nyeri kepala 15 hari dalam sebulan (atau 180 hari dalam satu tahun), selama 6 bulan. Penderita TTH kronis sangat sensitif terhadap rangsang (Dito, 2014). Analisis multivariat karakteristik klinis menjabarkan bahwa, terdapat 99%
kriteria diagnostik TTH yang memiliki nilai sensitivitas tinggi yaitu tidak disertai muntah, ada sekitar 96% tidak disertai mual, 95%
lokasi bilateral, 94% tidak disertai fotofobia. Sedangkan yang memiliki nilai spesifisitas tinggi adalah intensitas ringan (93%), 86% kualitas menekan atau mengikat, 63% tidak disertai fonofobia, 57% kualitas tidak berdenyut (Pacheva., dkk, 2012).
Dengan adanya kuisioner tension type headache (TTH) dapat mempermudah individu mengetahui seberapa besar pengaruh nyeri kepala pada kehidupan poenderita. Baik individu maupun masyarakat, terjadinya penurunan produktivitas dipengaruhi oleh TTH, ketidakhadiran dari sekolah dan pekerjaan, dan penggunaan jasa medis (konsultasi/berobat ke dokter) (Dito, 2014).
6. Kiriteria diagnosis TTH
Diagnosis TTH dapat ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik TTH menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia (PERDOSSI) dan The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (ICHD-3) dalam (Aldo, 2020) yaitu:
Kriteria diagnosis TTH episodik infrekuen:
A. Serangan terjadi rata-rata kurang dari satu hari perbulan, hal tersebut memenuhi kriteria B_D yang dijelaskan dibawah ini.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari 1. Minimal terdapat 2 gejala khas dari nyeri kepala : 2. Lokasi bilateral
3. Nyeri seperti menekan/ mengikat.
4. Intensitas nyeri kepala ringan atau sedang.
C. Aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga tidak memperberat, D. nyeri kepala tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah.
2. Lebih dari satu keluhan dari: fotofobia atau fonofobia.
E. ICHD-3 merupakan dosis yang tidak memiliki banding.
Kriteria diagnosis TTH episodik frekuen:
A. Terjadinya minimal 10 episode serangan selama 1-14 hari/bulan setidaknya selama 3 bulan (12-180 hari/tahun)
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari C. Minimal terdapat 2 gejala khas dari nyeri kepala :
1. Lokasi bilateral
2. Nyeri seperti menekan/mengikat
3. Intensitas nyeri kepala ringan atau sedang.
4. Aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga tidak memperberat nyeri kepala.
D. Tidak dijumpai : 1. Mual atau muntah
2. Lebih dari satu keluhan dari: fotofobia atau fonofobia.
3. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain ICHD-3
Kriteria diagnosis TTH kronik:
A. Nyeri kepala timbul 15 hari/bulan berlangsung selama > 3 bulan(180 hari/ tahun).
B. Nyeri kepala berlangsung selama berjam-jam sampai berhari-hari, atau tak henti-henti.
C. Minimal terdapat 2 gejala khas dari nyeri kepala:
1. Lokasi bilateral.
2. Nyeri seperti menekan/ mengikat.
3. Intensitas nyeri kepala ringan atau sedang.
4. Aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga tidak memperberat nyeri kepala.
D. Tidak dijumpai:
1. Mual sedang atau berat atau muntah.
2. Lebih dari satu keluhan dari: fotofobia atau fonofobia atau nausea ringan.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain ICHD-3.
Nyeri tekan perikranial (pericranial tenderness) dapat ditemukan ataupun tidak, yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal, masseter, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada saat palpasi, dengan menekan secara keras otot-otot perikranial dengan membentuk gerakan rotasi kecil oleh jari tangan kedua dan ketiga pemeriksa selama 4-5 detik.
Kriteria diagnosis probable TTH infrekuen:
A. Satu atau lebih episode sakit kepala memenuhi semua kecuali satu kriteria A – D untuk TTH episodik infrekuen.
B. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan sakit kepala lainnya.
C. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain ICHD-3.
Kriteria diagnosis probable TTH frekuen:
A. Satu atau lebih episode sakit kepala memenuhi semua kecuali satu kriteria A – D untuk TTH episodik frekuen.
B. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan sakit kepala lainnya.
C. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain ICHD-3.
Kriteria diagnosis probable TTH kronik:
A. Satu atau lebih episode sakit kepala memenuhi semua kecuali satu kriteria A – D untuk TTH kronik.
B. Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan sakit kepala lainnya
C. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain ICHD-3.
7. Alat ukur Tension Type Headache
Diagnosis TTH dapat ditegakkan dari anamnesis riwayat nyeri kepala berdasarkan kriteria diagnostik TTH menurut ICHD-3, alat ukur yang digunakan untuk melakukan penelitian skirining TTH adalah Headache Screening Questionnaire-Dutch Version (HSQ- DV) yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan divalidasi kembali. HSQ-DV diciptakan oleh van der Meer, H.A. dan rekannya dalam (Aldo, 2020) sebagai alat yang digunakan untuk Fisioterapis agar dapat melakukan skrining terhadap adanya migrain dan TTH, sehingga mereka dapat menyesuaikan strategi perawatannya dengan jenis sakit kepala. Kuesioner skrining yang cepat sangat diperlukan untuk mengenali migrain dan TTH dalam praktik fisioterapi. HSQ- DV memiliki 2 algoritma scoring terhadapat migrain dan TTH berdasarkan kriteria diagnostik ICHD-3. HSQ-DV memiliki 10
pertanyaan dan terbagi atas beberapa domain yang telah disesuaikan cara pemberian skornya atas masing-masing algoritma.
Headache Screening Questionnaire (HSQ)
1. Seberapa sering dalam hidup anda mengalami sakit kepala?
a. 1-4 kali b. 5-9 kali c. 10 kali
2. Dari pertanyaan sebelumnya, seberapa sering anda menganggap sakit kepala tersebut sebagai serangan sakit kepala?
a. 0-4 kali b. 5-9 kali c. 10 kali
3. Berapa hari dalam satu bulan anda mengalami sakit kepala?
a. 1 kali per bulan b. 1- 15 kali per bulan c. 15 kali per bulan
4. Berapa lama sakit kepala anda berlangsung ketika anda tidak meminum obat?
a. 0-30 menit b. 30 menit-4 jam c. 4 jam-3 hari d. 3-7 hari e. 7 hari
5. Pilih kalimat dibawah ini yang paling menggambarkan karakter dari sakit kepala yang anda rasakan.
a. sakit yang berdenyut
b. rasa seperti terikat atau menekan c. rasa terbakar atau menusuk
d. lainnya, seperti………...(dijelaskan) 6. Apakah sakit kepala yang anda alami terasa di salah satu sisi kepala
saja atau kedua sisi kepala?
a. salah satu sisi saja b. kedua sisi kepala
7. Jelaskan tingkat keparahan sakit kepala yang anda alami a. Ringan
b. Sedang c. Berat d. sangat berat
Pertanyaan dibawah ini diindikasikan ketika anda sedang mengalami sakit kepala
8. Aktivitas harian (seperti naik tangga atau berjalan) menyebabkan sakit kepala saya semakin memburuk
a. Ya b. Tidak
9. Saya menghindari aktivitas sehari-hari ketika saya terkena sakit kepala a. Ya
b. Tidak
10. Jelaskan apa yang anda alami ketika anda sedang terkena sakit kepala (boleh dipilih lebih dari 1 pilihan)
a. sensitif melihat cahaya b. sensitif mendengar suara c. mual dan/atau muntah d. tidak ada gejala yang diatas
e. lainnya, seperti………...(dijelaskan)
Skor penilaian berdasarkan domain pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik TTH menurut ICHD-3
Domain A:
Pertanyaan nomor 1 a. 0
b. 0 c. 2
Maksimal skor domain: 2 Skor: 0/2
Domain B:
Pertanyaan nomor 4 a. 0
b. 2 c. 2 d. 2
Maksimal skor domain: 2 Skor: 0/2
Domain C:
Pertanyaan nomor 5 a. 0
b. 1 c. 0 d. 2
Pertanyaan nomor 6 a. 0
b. 1
Pertanyaan nomor 7 a. 0
b. 1 c. 0 d. 0
Pertanyaan nomor 8 a. 0
b. 1
Pertanyaan nomor 9 a. 0
b. 1
Maksimal skor domain: 2 Skor: 0/1/2
Domain D:
Pertanyaan nomor 10 a. 1
b. 1 c. 0 d. 2 e. 2
Maksimal skor domain: 2 Skor: 0/1/2
Apabila a & b dipilih bersamaan, maka nila menjadi 0 Apabila c tidak dipilih, maka ditambah 1 nilai
Apabila subjek memilih a, b atau c, maka nilai menjadi 0
Total nilai = 8 dengan karakteristik TTH menurut ICHD-3, menunjukan suatu TTH.
Total nilai 6 dengan karakteristik TTH menurut ICHD-3, menunjukkan probable TTH.