• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TECHNOLOGICALLY-BASED GUIDED INQURY (TBGI), TECHNOLOGICALLY ALIGNED CLASSROOM (TAC) DAN TECHNOLOGICALLY MISALIGNED CLASSROOM (TMC) UNTUK MENINGKATKAN SPATIAL ABILITY DAN KEMAMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TECHNOLOGICALLY-BASED GUIDED INQURY (TBGI), TECHNOLOGICALLY ALIGNED CLASSROOM (TAC) DAN TECHNOLOGICALLY MISALIGNED CLASSROOM (TMC) UNTUK MENINGKATKAN SPATIAL ABILITY DAN KEMAMP"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Pembelajaran Matematika Berbantuan Software GeoGebra dengan

Model Pembelajaran Technologically-Based Guided Inqury (TBGI),

Technologically Aligned Classroom (TAC) dan Technologically

Misaligned Classroom (TMC) untuk Meningkatkan Spatial Ability

dan Kemampuan Komunikasi Matematis

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh :

Ricki Yuliardi, S.Pd.

NIM : 1103381

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SPs UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Pembelajaran Matematika Berbantuan Software GeoGebra dengan

Model Pembelajaran Technologically-Based Guided Inqury (TBGI),

Technologically Aligned Classroom (TAC) dan Technologically

Misaligned Classroom (TMC) untuk Meningkatkan Spatial Ability

dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Oleh

Ricki Yuliardi

M.Pd. UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Ricki Yuliardi, 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Pembelajaran Matematika Berbantuan Software GeoGebra dengan

Model Pembelajaran Technologically-Based Guided Inqury (TBGI),

Technologically Aligned Classroom (TAC) dan Technologically

Misaligned Classroom (TMC) untuk Meningkatkan Spatial Ability

dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Ricki Yuliardi NIM 1103381

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes. 196805111991011001

Pembimbing II

Dr. Elah Nurlaelah, M.Si. 196411231991032002

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika

(4)
(5)

i ABSTRAK

Abstract: The background of this research was the importance to enhancing

students’s spatial ability and mathematical communication skill. This research focused to explain Learning Based Computer aid with software Geogebra with using three model of teaching. This research was an experimental study with pretest-posttest as the research of design. The population of this research was all students of grade 11th on SMK Negeri Kota Kuningan-Jawa Barat with three classes samples, the first experiment class taught by Technologically Aligned Classroom Model, second experiment class taught by Technologically-Based Guided Inqury Model and third experiment class was taught Technologically Misaligned Classroom Model which taken through purposive sampling technique of eighteen parallel class. Instruments used in this research were spatial ability test, mathematical comunication tests and Mathematics and Technology Attitude Scale. Data analysis were One Way Anova for spatial ability and mathematical comunication tests, and Mathematics and Technology Attitude Scale used modes and percentage of distribution frequency. Research results can be concluded that the improvement of spatial ability of students who were taught by using Technologically Aligned Classroom model was better than those of students who were taught by using other teaching model and mathematical communication skill of students who were taught by using Technologically Misaligned Classroom Model was better than those of students who were taught by using other teaching model, data analysis also showed positive responses when they were taught by using Learning Based Computer aid with software Geogebra.

(6)

ii ABSTRAK

Abstrak: Latar belakang penelitian ini adalah pentingnya kemampuan spatial ability dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini fokus mengkaji pembelajaran berbasis komputer berbantuan software GeoGebra dengan menggunakan 3 model pembelajaran yang berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Kota Kuningan-Jawa Barat dengan sampel penelitian 3 buah kelas eksperimen yang dipilih secara acak kelas dari delapan belas kelas, kelas eksperimen 1 diajar dengan model Technologically Aligned Classroom Model, kelas eksperimen 2 diajar dengan model Technologically-Based Guided Inqury Model dan kelas eksperimen 3 diajar dengan model Technologically Misaligned Classroom Model. Instrumen yang digunakan berupa tes spatial ability, tes kemampuan komunikasi matematis dan skala sikap terhadap matematika dan teknologi. Analisis data kemampuan spatial ability dan kemampuan komunikasi matematis menggunakan ANOVA satu jalur, sedangkan skala sikap siswa menggunakan modus dan persentase distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan spatial ability siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model TAC (Technologically Aligned Classroom Model) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran yang lainnya, kemudian peningkatan kemampuan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model TMC (Technologically Misaligned Classroom Model) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran yang lainnya. Analisis data skala sikap memperlihatkan bahwa siswa menunjukan respon yang positif terhadap pembelajaran matematika berbasis komputer berbantuan software GeoGebra.

(7)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 13

B. Definisi Spatial Ability, Spatial Visualization dan Spatial Orientation ... 15

C. Spatial Ability dan Geometri ... 20

D. Meningkatkan Spatial Ability dengan Pemanfaatan Teknologi... 22

E. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 23

F. Program Software Matematika GeoGebra ... 26

G. Model Pembelajaran Technologically Learning Based Guided Inquiry, Technologically-Misaligned Classroom (TMC) dan Technologically-Aligned Classroom (TAC) ... 30

H. Hasil Penelitian yang Relevan... 34

(8)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel ... 36

C. Variabel penelitian ... 37

D. Instrumen Penelitian ... 38

a. The Motion Geometry Test (MGT) ... 38

b. The Mathematics and Technology Attitudes Scale (MTAS) ... 38

c. Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 38

E. Analisis Butir Soal ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Prosedur Penelitian ... 47

H. Perlakuan (Treatment) ... 48

I. Teknis Analisis Data ... 53

1. Analisis Data Kualitatif ... 55

2. Analisis Data Kuantitatif ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60

1. Analisis Data Spatial Ability ... 61

2. Analisis Gain Peningkatan Spatial Ability ... 71

3. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 76

4. Analisis Gain Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 85

5. Analisis Data Hasil Angket ... 91

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

1. Pembahasan hasil Spatial Ability ... 93

2. Pembahasan hasil Kemampuan Komunikasi Matematis ... 96

3. Pembahasan Proses Pelaksanaan Pembelajaran ... 99

(9)

viii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 121

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 131

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Spatial Ability ... 19

Tabel 2.2 Indikator Pembelajaran Transformasi Geometri ... 21

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Technologically Based Guided Inquiry, Technologically Aligned Classroom dan Technologically Misaligned Classroom ... 33

Tabel 3.1 Pedoman Penskoran ... 39

Tabel 3.2 Interpretasi Indeks Validitas ... 41

Tabel 3.3 Interpretasi Indeks Reliabilitas... 42

Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran... 43

Tabel 3.5 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ... 44

Tabel 3.6 Rekapitulasi Analisis Instrumen Spatial Ability ... 44

Tabel 3.7 Rekapitulasi Analisis Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ... 45

Tabel 3.8 Teknik Pengumpulan Data ... 46

Tabel 3.9 Pelaksanaan Treatment ... 48

Tabel 3.10 Kegiatan Pembelajaran Setiap Pertemuan ... 49

Tabel 3.11 Perbedaan Model Pembelajaran ... 52

Tabel 3.12 Ringkasan Rumus ANOVA ... 56

Tabel 3.13 Kategori Presentasi Angket ... 59

Tabel 4.1 Deskripsi Nilai Spatial Ability Pretest Siswa ... 61

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Spatial Ability Siswa ... 63

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest Spatial Ability Siswa ... 64

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Pretes Spatial Ability ... 65

Tabel 4.5 Deskripsi Nilai Postest Spatial Ability ... 65

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Hasil Postest Spatial Ability ... 67

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Postest Spatial Ability ... 68

Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Spatial Ability ... 69

(11)

x

Tabel 4.10 Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Spatial Ability Siswa ... 71

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Spatial Ability Siswa ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Gain Ternormalisasi Spatial Ability Siswa ... 73

Tabel 4.13 Hasil Uji Perbedaan Gain Ternormalisasi Spatial Ability Siswa ... 74

Tabel 4.14 Hasil Uji Lanjutan Gain Ternormalisasi Spatial Ability Siswa... 75

Tabel 4.15 Deskripsi Nilai Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 76

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis... 78

Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis . 79 Tabel 4.18 Deskripsi Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 80

Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Postest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Postest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82

Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Rata Postes Kemampuan Komunikasi Matematis .. 83

Tabel 4.22 Hasil Uji Lanjutan Perbedaan Rata Postest Komunikasi Matematis ... 84

Tabel 4.23 Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Siswa ... 85

Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 87

Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 87

Tabel 4.26 Hasil Uji Perbedaan Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 89

Tabel 4.27 Hasil Uji Lanjutan Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa .... 89

Tabel 4.28 Presentase Angket Pernyataan Positif ... 91

Tabel 4.29 Presentase Angket Pernyataan Negatif ... 92

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Lima komponen kemampuan matematis... 25

Gambar 2.2 Tampilan Screen GeoGebra Konsep Translasi ... 28

Gambar 2.3 Tampilan Screen GeoGebra Konsep Refleksi ... 28

Gambar 2.4 Tampilan Screen GeoGebra Konsep Rotasi ... 29

Gambar 2.5 Tampilan Screen GeoGebra Konsep Dilatasi ... 29

Gambar 3.1 Alur Pengolahan Statistika ... 54

Gambar 4.1 Rata-rata skor pretest spatial ability ketiga kelompok eksperimen ... 62

Gambar 4.2 Rata-rata skor postest spatial ability ketiga kelompok eksperimen ... 66

Gambar 4.3 Rata-rata skor kemampuan komunikasi matematik kedua kelompok .... 77

Gambar 4.4 Siswa kelas eksperimen 1 sedang mengerjakan soal pretest ... 101

Gambar 4.5 Siswa menggunakan Software Geogebra di Laboratorium Komputer ... 102

Gambar 4.6 Guru Menerangkan Konsep Geometri Transformasi di Kelas ... 103

Gambar 4.7 Siswa menggunakan Software Geogebra di Laboratorium Komputer ... 104

Gambar 4.8 Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 104

Gambar 4.9 Siswa kelas eksperimen 2 sedang mengerjakan soal pretest ... 107

Gambar 4.10 Siswa dikondisikan di dalam Laboratorium ... 108

Gambar 4.11 Siswa melakukan simulasi yang diperintahkan guru ... 109

Gambar 4.12 Siswa mengumpulkan data mengeksplorasi software GeoGebra .... ..110

Gambar 4.13 Siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang diberikan ... 111

Gambar 4.14 Guru membimbing dan mengarahkan dalam menguji hipotesis ... 111

Gambar 4.15 Siswa maju ke depan kelas untuk menyampaikan gagasan yang diperoleh ... ... 112

(13)

xii

Gambar 4. 17 Guru menjelaskan konsep dengan menggunakan software ... 116

Gambar 4.18 Siswa dikondisikan berkelompok ... 116

Gambar 4.19 Siswa berkelompok berdiskusi dalam mengerjakan LKS ... 117

Gambar 4.19 Siswa merangkum materi di akhir pembelajaran ... 118

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A INSTRUMEN PENELITIAN Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 131

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guided Inquiry ... 136

Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TAC ... 152

Lampiran A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TMC... 168

Lampiran A.5 Kisi-Kisi Instrumen Spatial Ability ... 184

Lampiran A.6 Soal Instrumen Spatial Ability ... 190

Lampiran A.7 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis... 192

Lampiran A.8 Soal Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ... 197

Lampiran A.9 Kisi-Kisi Angket Skala Sikap (MTAS) ... 201

Lampiran A.10 Angket Skala Sikap (MTAS) ... 202

Lampiran A.11 Lembar Aktivitas Siswa translasi ... 204

Lampiran A.12 Lembar Aktivitas Siswa refleksi ... 207

Lampiran A.13 Lembar Aktivitas Siswa rotasi ... 211

Lampiran A.14 Lembar Aktivitas Siswa dilatasi ... 215

Lampiran A.15 Worksheeet translasi ... 219

Lampiran A.16 Worksheeet refleksi ... 221

Lampiran A.17 Worksheeet rotasi ... 223

Lampiran A.18 Worksheeet dilatasi ... 225

Lampiran A.19 Pedoman Penilaian ... 227

(14)

xiii

Lampiran B.1 Skor Tiap Butir Soal ... 229

Lampiran B.2 Menentukan Validitas Tiap Butir Soal ... 233

Lampiran B.3 Menentukan Reliabilitas Soal ... 237

Lampiran B.4 Menentukan Indeks Kesukaran Soal ... 241

Lampiran B.5 Menentukan Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 243

LAMPIRAN C DATA HASIL PENELITIAN Lampiran C.1 Skor Pretes Spatial Ability ... 248

Lampiran C.2 Skor Postes Spatial Ability ... 251

Lampiran C.3 Skor Pretes kemampuan komunikasi matematis... 254

Lampiran C.4 Skor Postes kemampuan komunikasi matematis ... 257

Lampiran C.5 Deskripsi nilai gain spatial ability dan kemampuan komunikasi matematis………. ... 260

Lampiran C.6 Rekapitulasi nilai pretes,postes dan indeks gain ... 264

Lampiran C.7 Pengolahan Data Spatial Ability ... 270

Lampiran C.8 Pengolahan Data kemampuan komunikasi matematis ... 279

Lampiran C.9 Pengolahan hasil data angket ... 287

LAMPIRAN D DOKUMENTASI PEMBELAJARAN Lampiran D.1 Foto Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ... 292

(15)
(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika merupakan cabang ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar

dalam kemajuan peradaban manusia, sejak zaman dahulu, mulai era Mesir Kuno,

Babylonia hingga kemajuan filsafat Yunani, umat manusia mempelajari dan

mengembangkan ilmu matematika guna membantu menyelesaikan

permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Piramida-piramida bangsa Mesir kuno

yang dibangun 4000 tahun yang lalu, masih merupakan contoh yang paling kuat dari

struktur yang menggunakan bentuk-bentuk segitiga. Bangunan batu yang sangat besar

ini terdiri dari dinding segitiga miring yang diatur di atas dasar persegi. Matematika

banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, diantaranya dalam pengukuran juga

dalam transaksi jual beli, menggunakan prinsip-prinsip matematika, begitupun

dengan saat ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tidak terlepas dari

peranan cabang ilmu matematika, oleh karena hal tersebut, matematika sangat

penting untuk dipelajari mulai dari usia dini.

Geometri merupakan salah satu aspek matematika di samping aljabar, statistika

dan peluang, logika, trigonometri dan kalkulus. Dalam pembelajaran matematika di

sekolah, geometri lebih berkenaan dengan bangun-bangun geometri, garis dan sudut,

kesebangunan, kekongruenan, transformasi dan geometri analitis. Geometri

merupakan bagian dari matematika yang mempelajari pola-pola visual yang akan

menghubungkan matematika dengan dunia nyata.

Geometri juga dapat dipandang sebagai sistem matematika yang menyajikan

fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi dalam pembelajarannya

bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media sesuai dengan tahap

(17)

2 Burger & Culpepper (Rizal : 2008) menyatakan bahwa geometri menempati

posisi khusus dalam kurikulum matematika karena banyaknya konsep-konsep yang

termuat di dalamnya. geometri juga merupakan sarana untuk mempelajari struktur

matematika.

Hasil umum dari tujuan mempelajari geometri adalah: siswa mempelajari

geometri melalui proses penyelesaian masalah, memahami, memanipulasi dan

menjelaskan bentuk-bentuk fisiknya, bentuk-bentuk fisik tersebut tidak hanya

dijelaskan dengan dua dimensi Euclid, tapi harus dapat dijelaskan dengan konsep

tiga dimensi (Baki, 2001).

Geometri erat kaitannya dengan spatial ability. Spatial ability merupakan salah

satu aspek dari kognisi. Spatial ability merupakan salah satu kecerdasan dari 8

kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang dikemukakan oleh Howard

Gardner (Armstrong, 2004). Gardner mengatakan bahwa kecerdasan orisinal (bakat)

setiap individu itu berbeda-beda, yang dikelompokkannya ke dalam 8 jenis

kecerdasan: linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetis-jasmani, musikal,

intrapersonal, interpersonal, dan naturalis.

Piaget & Inhelder (1971) menyatakan bahwa spatial ability sebagai konsep

abstrak yang meliputi hubungan visual (kemampuan untuk mengamati hubungan

posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk

menentukan posisi obyek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk

melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk

memperkirakan jarak antara dua titik), representasi visual (kemampuan untuk

merepresentasikan hubungan visual dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi

mental (kemampuan membayangkan perputaran objek dalam ruang).

The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) di Amerika Serikat

(18)

3 dikembangkan dalam mempelajari geometri, seperti yang termuat dalam Pre-college

Mathematics Educational Standards (NCTM, 2000).

Geometri sebagai salah satu bagian dari matematika harus dijadikan sebagai

salah satu materi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dan spatial sense (Nurkholis, 2012). Menurut Sabandar (2002) pengajaran

geometri di sekolah diharapkan akan memberikan sikap dan kebiasaan sistematis bagi

siswa untuk bisa memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan antara

bangun-bangun tersebut. Karena itu perlu disediakan kesempatan serta peralatan yang

memadai agar siswa bisa mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba serta menemukan

prinsip-prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya

dengan kegiatan formal dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Hoffer (Abdussakir, 2009) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian di

Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil pelajaran

geometri formal, dan hanya sekitar 34% siswa-siswa tersebut yang dapat

membuktikan teori dan mengerjakan latihan secara deduktif. Selain itu, prestasi

semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih

rendah. Selanjutnya, Hoffer menyatakan bahwa siswa-siswa di Amerika dan Uni

Soviet sama-sama mengalami kesulitan dalam belajar geometri.

Lembaga survey The Program for International Student Assesment (PISA),

melakukan survey terhadap kualitas prestasi matematika siswa di negara-negara

berkembang. Survey tersebut menilai kemampuan siswa dalam memecahkan

masalah, yang meliputi mengenali dan menganalisis masalah, memformulasikan

alasan dan mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya kepada orang lain, siswa

Indonesia berada pada peringkat ke 61 dari 85 negara peserta untuk bidang

matematika. (PISA, 2009).

Berdasarkan hasil laporan survey The Trends in International Mathematics and

Science Study (TIMSS), hasil ptrestasi siswa kelas VIII pada bidang matematika yang

(19)

4 Indonesia berada di posisi 38 dari 42 negara dengan nilai rata 386 dimana

rata-rata (mean) keseluruhan peserta adalah 500 (TIMSS and PIRLS, 2011).

Abdussakir (2009) menyatakan rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi

di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak

siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai

perguruan tinggi, menurut survey di lapangan ditemukan bahwa masih banyak siswa

SMP yang belum memahami konsep-konsep geometri.

Selain data di atas, Puspendik (Nurkholis, 2012) menunjukan fakta bahwa

masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami geometri, hal ini

dapat dilihat pada hasil ujian nasional siswa dalam memecahkan masalah berkaitan

dengan konsep geometri. Untuk yang menjawab benar pada konsep menghitung jarak

dan sudut antara dua objek (titik, garis dan bidang) di tingkat kabupaten Tasikmalaya

71,86%, tingkat provinsi Jawa Barat 69,09% dan untuk tingkat nasional 64,78%.

Menurut Herlina (2011) beberapa faktor dari siswa yang terjadi di lapangan

yang menyebabkan tidak tercapainya kompetensi yang diharapkan kurikulum, yaitu :

(1) siswa mengalami kesulitan mengingat materi pelajaran apabila materi yang

disampaikan dengan kata-kata (verbal) terjadi pada kelas konvensional; (2) mayoritas

anak mampu mengingat dengan baik apabila mereka menangani atau mengalaminya

secara langsung; (3) siswa susah belajar sendiri karena membutukan teman untuk

sharing; (4) siswa belum memiliki kesadaran akan pentingnya materi dan belum

mengetahui terapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Yuliardi (2010) terjadinya hambatan pembelajaran geometri di dalam

kelas diantaranya terdapat 2 alasan utama yaitu guru seringkali dihadapkan pada

materi yang membutuhkan daya visualisasi dan imajinasi yang tinggi dari siswa,

benda aslinya sulit diperlihatkan dan dieksplorasi oleh siswa langsung. Alasan yang kedua berkaitan keefektifan waktu, andaikan guru mencoba menerangkan konsep

geometri melalui metode pembelajaran konvensial, guru menggambar bangun ruang

(20)

5 memakan waktu, sedangkan jam pelajaran terbatas, sehingga apabila ditinjau dari

segi keefektivitasan waktu, metode pembelajaran konvensional saja tidaklah cukup

untuk meraih hasil yang optimal dalam tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Salah satu konsep dalam geometri di jenjang SMA/SMK adalah konsep

tansformasi geometri, dalam memahami materi ini dibutuhkan daya visualisasi yang

tinggi dari siswa untuk mencitrakan bangun tersebut ke dalam model matematika

dibutuhkan keahlian yang memadai dari seorang guru dalam menuntun pola pikir siswa dalam “membahasakan” konsep geometri ke dalam model matematika sehari-hari, hal ini menjadi sebuah tantangan bagi guru untuk merencanakan suatu metode

pembelajaran yang kreatif, efektif dan efisien sehingga materi yang asalnya dianggap

sulit oleh siswa dapat dipahami dengan mudah dengan didukung oleh proses

pembelajaran yang menyenangkan tapi tetap bermakna (meaningfull-learning).

Turmudi (Ishaq, 2010) mengatakan bahwa, para siswa harus diberikan

kesempatan, dorongan, dukungan untuk berbicara, menulis, membaca, dan

mendengar dalam kelas matematika yang memiliki keuntungan ganda, yaitu mereka

berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka berkomunikasi secara

matematika karena matematika sering diberikan dalam komunikasi simbol,

komunikasi tertulis, dan komunikasi lisan yang berisi gagasan matematika yang tidak

selalu dikenal sebagai bagian penting dalam pendidikan matematika.

Menurut Sumarmo (2005) kemampuan komunikasi matematis adalah

kemampuan menjelaskan suatu persoalan dalam bentuk gambar (menggambar);

kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model

matematika (ekspresi matematika), serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi

dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan.

Sumarmo merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut: 1) menghubungkan benda nyata, gambar dan

diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika

(21)

6 menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa symbol matematika; 4)

mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca dengan

pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, menyusun

argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, dan 6) menjelaskan dan membuat

pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga merupakan kenyataan yang

ada di masyarakat. Setiawan (Herlina, 2010) mengemukakan bahwa perbedaan rerata

dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sekitar 20%. Dengan digunakan

patokan ketuntasan belajar 60%, maka untuk kualifikasi sekolah baik, pada kelas

eksperimen 9 orang (30%) siswa dinyatakan tuntas dan sisanya (70%) tidak tuntas,

sedangkan pada kelas kontrol semua siswa (100%) tidak tuntas.

Berkaitan dengan pentingnya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi

matematis, Baroody (Firdaus, 2005) mengemukakan bahwa, sedikitnya ada dua

alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu

ditumbuhkembangkan di sekolah. Pertama adalah matematika tidak hanya sekedar

alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau

mengambil kesimpulan tetapi matematika juga a variable tool for communicating a

variety of ideas cleary, succinctly. Kedua adalah sebagai aktivitas sosial dalam

pembelajaran matematika di sekolah, matematika juga sebagai wahana interaksi antar

siswa dan juga sebagai sarana komunikasi guru dan siswa.

Dalam pembelajaran berbasis masalah, peranan komputer sebagai alat bantu

belajar mengajar matematika menjadi sangat penting dalam meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dan spatial ability. Collen dan Steven (Krismiati,

2008) menyebutkan bahwa ribuan siswa menggunakan komputer setiap hari untuk

memperbaiki keterampilan dasar matematika, untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah secara efektif, atau untuk mempelajari konsep-konsep yang lebih

(22)

7 Kusumah (Nurkholis : 2012) menekankan bahwa, konsep-konsep dan

keterampilan tingkat tinggi yang memiliki keterkaitan antara satu unsur dan satu

unsur lainnya sulit diajarkan melalui buku semata, karena buku mempunyai

keterbatasan yang dihadirkan. Teknologi komputer memungkinkan siswa belajar

matematika dengan lebih mudah dan lebih berkembang, khususnya pada

materi-materi yang tidak mudah diajarkan oleh pengajaran atau alat bantu biasa, karena

komputer dapat menghadirkan banyak media diantaranya teks, gambar, grafik,

tutorial, video, animasi, simulasi dan game (Kusumah, 2004).

Saat ini telah dikembangkan sebuah program geometri yang diberi nama

GeoGebra. GeoGebra merupakan sebuah software dinamis dan interaktif yang

dipergunakan untuk mengajar kalkulus, aljabar dan geometri. Tampilan worksheet

dari GeoGebra memungkinkan guru untuk menjelaskan konsep transformasi

geometri, irisan kerucut, vektor, kemiringan/gradien, turunan. Pada realitasnya,

pengguna dapat mengamati bagaimana fungsi, grafik, persamaan dan perhitungan.

GeoGebra juga dapat digunakan untuk menggambar grafik statistik, fungsi, vektor

transformasi bentuk geometri. Software GeoGebra juga memungkinkan pengguna

untuk merubah animasi grafis, bentuk fungsi dan vektor yang memacu siswa untuk

memahami konsep lebih dalam.

GeoGebra adalah software matematika yang dinamis dan bersifat open source

(free) untuk pembelajaran dan pengajaran matematika di sekolah. GeoGebra

dikembangkan oleh Markus Hohenwarter dan tim pemrograman internasional.

GeoGebra mengkombinasikan geometri, aljabar, statistik dan kalkulus. GeoGebra

khususnya cocok dengan materi transformasi geometri karena (a) Menawarkan

fitur-fitur yang dapat mentransformasikan obyek-obyek di dalam layar. (b) Membolehkan

pengguna untuk menggambar bangun geometri secara mudah dan dapat mengukur secara tepat jarak, sudut dan luas (c) menyediakan fitur click-drag yang memberi

(23)

8 geometri (d) berisi perintah yang memungkinkan animasi transformasi yang dapat

ditunjukkan dalam layar.

Berdasarkan hasil penelitian Woo-Tan (Lim, 1992), pembelajaran berbasis

multimedia diyakini dapat mereduksi hambatan-hambatan yang telah diuraikan di

atas. Dalam topik yang membutuhkan visualisasi seperti transformasi geometri ini

diharapkan penggunaan software yang membantu proses visualisasi yang seharusnya

berefek positif terhadap minat belajar dan sikap siswa.

Pembelajaran matematika berbantuan software GeoGebra ini diharapkan

mampu membantu siswa untuk mencitrakan berbagai konsep transformasi geometri

ke dalam „dunia‟ pikiran siswa. Di samping itu juga pembelajaran matematika berbantuan software GeoGebra ini diharapkan mampu meningkatkan tingkat

efektivitas pembelajaran di dalam kelas.

Spatial ability dan kemampuan komunikasi matematis adalah dua kemampuan

yang seharusnya dikembangkan siswa dalam mempelajari konsep matematika,

pembelajaran berbasis multimedia diharapkan dapat menjembatani kesenjangan

antara harapan dan kenyataan yang terjadi di lapangan, sehingga dapat segera

mengatasi masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Agar lebih fokus, masalah yang telah disampaikan di atas dirumuskan menjadi :

1. Bagaimana kualitas peningkatan spatial ability siswa setelah melalui

pembelajaran berbasis komputer berbantuanan program GeoGebra?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan spatial ability antara siswa yang

mendapat model pembelajaran Technologically-Aligned Classroom (TAC),

Technologically-Based Guided Inquiry (TBGI) dan Technologically-Misaligned

Classroom (TMC)?

3. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi siswa setelah melalui

(24)

9 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi siswa antara

siswa yang mendapat model pembelajaran Technologically-Aligned Classroom

(TAC), Based Guided Inquiry (TBGI) dan

Technologically-Misaligned Classroom (TMC)?

5. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran geometri berbasis komputer

dengan berbantuan program GeoGebra yang tengah dikembangkan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini adalah :

1. Menganalisis bagaimana kualitas peningkatan spatial ability siswa setelah

melalui pembelajaran berbasis komputer berbantuanan program GeoGebra.

2. Menganalisis perbedaan peningkatan spatial ability antara siswa yang

mendapat model pembelajaran Technologically-Aligned Classroom (TAC),

Technologically-Based Guided Inquiry (TBGI) dan Technologically-Misaligned

Classroom (TMC).

3. Menganalisis bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi siswa

setelah melalui pembelajaran berbasis komputer berbantuanan program

GeoGebra.

4. Menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi siswa antara

siswa yang mendapat model pembelajaran Technologically-Aligned Classroom

(TAC), Based Guided Inquiry (TBGI) dan

Technologically-Misaligned Classroom (TMC).

5. Menganalisis dan mendeskripsikan respon dan sikap siswa terhadap

pembelajaran geometri berbasis komputer berbantuan program GeoGebra yang

(25)

10

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini merupakan refleksi dalam kegiatan pembelajaran yang

diharapkan akan memberikan kontribusi positif bagi:

1. Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan spatial ability dan

kemampuan komunikasi matematis siswa dalam konsep geometri transformasi.

2. Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk dapat

mengoptimalkan penggunaan Software GeoGebra dan memilih model

pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan prestasi belajar dan spatial ability

siswa dalam materi Geometri Transformasi.

3. Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah tentang

pengembangan model pembelajaran berbasis komputer dan dapat pula

digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. BATASAN MASALAH

Untuk menghindari kesalahan maksud serta menjaga aspek efektivitas dan

efisiensi dalam penelitian, peneliti akan membatasi masalah-masalah tersebut

pada :

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah 3 model pembelajaran yang

berbeda: Technologically-Aligned Classroom (TAC), Technologically-Based

Guided Inquiry (TBGI) dan Technologically-Misaligned Classroom (TMC).

2. Materi yang dibahas adalah materi Transformasi Geometri.

3. Hasil belajar yang akan diteliti adalah spatial ability dan kemampuan

komunikasi matematis dengan indikatornya masing-masing.

4. Media yang digunakan dalam pembelajaran berbasis komputer ini adalah

(26)

11 5. Siswa yang akan diteliti adalah siswa kelas XI SMK Negeri 3 Kuningan.

F. DEFINISI OPERASIONAL

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan guna meluruskan

pemahaman tentang definisi secara umum.

1) Spatial Ability merupakan salah suatu kemampuan untuk mengkonkritkan

sesuatu yang abstrak, spatial ability merupakan konsep abstrak yang meliputi

persepsi yang melibatkan hubungan visual termasuk orientasi sampai pada

kemampuan yang rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental.

Indikator dari spatial ability yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)

Spatial Visualization (membayangkan secara spasial), (2) Spatial Relations

(mengamati hubungan spasial) dan (3) Spatial Representation (membuat

representasi spasial).

2) Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan

siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya,melalui peristiwa dialog

atau interaksi yang terjadi di dalam kelas, dimana terjadinya pengalihan pesan,

pesan tersebut merupakan materi yang dipelajari oleh siswa, misalnya : konsep,

rumus, atau strategi pemecahan. Sedangkan assesmen untuk mengukur

kemampuan komunikasi matematis menurut NCTM (1989) adalah : (1)

Menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis, demonstrasi, dan

menggambarkan secara visual. (2) Memahami, menginterpretasi, menilai

ide-ide matematika yang disajikan dengan bentuk lisan, tulisan atau bentuk visual.

(3) Menggunakan pembendaharaan kata, notasi, dan struktur untuk menyajikan

ide-ide, menggambar hubungan dan membuat model.

3) GeoGebra merupakan salah satu software aplikasi pembelajaran matematika

yang dikembangkan dalam menunjang proses pembelajaran, GeoGebra

(27)

12 mentransformasikan obyek-obyek di dalam layar. (b) Memungkinkan pengguna

untuk menggambar bangun geometri secara mudah dan dapat mengukur secara

tepat jarak,sudut dan luas (c) menyediakan fitur Click-Drag yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk menguraikan atau menyusun bentuk bangun

geometri (d) Berisi perintah yang memungkinkan animasi gerakan transformasi

yang dapat ditampilkan.

4) Model pembelajaran yang digunakan ada tiga, yaitu : (1) Model pembelajaran

Technologically-Aligned Classroom (TAC), TAC merupakan model

pembelajaran yang memadukan dasar teori behaviorisme dan konstruktivisme,

siswa menerima materi/ konsep dari guru di kelas, dan mencoba

mengeksplorasi software pembelajaran di laboratorium komputer, (2) Model

pembelajaran Technologically-Based Guided Inquiry (TBGI), TBGI merupakan

model pembelajaran yang menggunakan dasar teori konstruktivisme dimana

siswa diberikan permasalaha oleh guru, kemudian siswa mengeksplorasi dan

membuat konjektur dengan menggunakan pembelajaran di laboratorium

komputer, (3) Model pembelajaran Technologically-Misaligned Classroom

(TMC), TMC merupakan model pembelajaran yang menggunakan dasar teori

behaviorisme, dimana guru menerangkan konsep di depan kelas dengan

menggunakan software pembelajaran kemudian siswa secara berkelompok

mengerjakan lembar kerja yang telah disediakan.

5) Transformasi geometri adalah bagian dari cabang geometri di mana para siswa

belajar untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pergerakan bangun dalam

dua atau tiga dimensi. Transformasi geometri pada bidang terdiri dari 4 macam:

1. Pergeseran (Translasi) 2. Pencerminan (Refleksi) 3. Perputaran (Rotasi) dan

(28)
(29)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dalah penelitian kuasi

eksperimen, dalam penelitian ini terdapat 3 kelas eksperimen yang akan diberikan 3

model pembelajaran yang berbeda : Technologically-Aligned Classroom (TAC),

Technologically-Based Guided Inquiry (TBGI) dan Technologically-Misaligned

Classroom (TMC). Pada ketiga kelas tersebut akan dibandingkan peningkatan Spatial

Ability dan kemampuan matematis siswa.

Gambar desain eksperimennya adalah :

O X1 O

O X2 O

O X3 O

Keterangan :

O = Pretest dan Posttest

X1 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen 1 (Technologically-Aligned

Classroom (TAC))

X2 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen 2 Technologically-Based

Guided Inquiry (TBGI)

X3 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen 3 Technologically-Misaligned

Classroom (TMC).

B. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 3

Kuningan semester 2 yang berjumlah 18 kelas, teknik sampling menggunakan

(30)

37

berdasarkan masukan dari guru kelas yang mengajar disana, dipilih 3 kelas yang

memiliki rata-rata nilai matematika sebelumnya yang hampir sama, dengan

pengambilan sampel sebanyak 3 kelas yaitu kelas TITL 2 sebagai kelas eksperimen 1

(TAC), kelas eksperimen TITL 1 sebagai kelas eksperimen 2 (TBGI) dan kelas TSM

3 sebagai kelas eksperimen 3 (TMC).

C. VARIABEL PENELITIAN

Menurut Sudjana (2005) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang

berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi

yang terkontrol secara ketat. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), dan

variabel terikat (Y).

Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga dapat

mempengaruhi variabel lain, variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah

terjadi modifikasi pada variabel bebas, sedangkan variabel kontrol adalah variabel

yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap

variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Berikut ini akan

dipaparkan variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2008: 61) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

terikat. Variabel bebas adalah faktor stimulus/input yaitu faktor yang dipilih,

dimanipulasi, diukur oleh peneliti untuk melihat pengaruh terhadap gejala yang

diamati. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada

penelitian ini yaitu: (a) Technologically-Aligned Classroom (TAC), (b)

Technologically Learning Based Guided Inquiry (TBGI) dan (c)

(31)

38

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari

variabel bebas (Sugiyono, 2008: 61). Variabel terikat ini juga disebut variabel akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) pada

penelitian ini yaitu: (a) kemampuan spasial (spatial ability); (b) kemampuan

komunikasi matematis.

D. INSTRUMEN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tes Spatial Ability

Tes spatial ability ini diadaptasi dari tes MGT (Motion Geometry Test) yang

didesain untuk mengukur spatial ability siswa dalam mempelajari konsep

transformasi geometri, tes MGT ini pertama kali dikembangkan di Singapura, dengan

format kertas dan pensil, siswa diharuskan menggambarkan transformasi suatu

bidang geometri sesuai petunjuk yang diberikan. Tes MGT ini berjumlah 10 buah

soal terdiri masing-masing sub bahasan yaitu : Translasi, Refleksi, Rotasi dan

Dilatasi.

2. Angket Skala Sikap

Untuk dapat mengukur sikap siswa terhadap pembelajaran matematika berbantu

software GeoGebra ini, dipergunakanlah angket skala sikap yang diadaptasi dari The

Mathematics and Technology Attitudes Scale (MTAS). The Mathematics and

Technology Attitudes Scale (MTAS) ini dikembangkan oleh Barkatsas et,al.(2007).

Instrumen ini terdiri dari 20 item, yang terdiri dari lima bahasan yaitu : mathematical

confidence [MC], confidence with technology [TC], attitude to learning mathematics

(32)

39

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert dengan kriteria Sangat Setuju

(SS), Setuju(S), Ragu-Ragu(R), Tidak Setuju(TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS)

dengan rentang nilai 1-5.

3. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Bahan tes kemampuan komunikasi matematis didasarkan pada indikator

kemampuan komunikasi matematis siwa SMK kelas XI semester genap dengan

mengacu pada kurikulum 2006 materi tentang transformasi geometri. Instrumen tes

terdiri dari 5 item soal bentuk uraian, berikut dipaparkan indikator tes kemampuan

komunikasi matematis :

a. Indikator Tes Kemampuan Komunikasi matematis

Assesmen untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut NCTM

(1989) adalah : (1) Menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis,

demonstrasi, dan menggambarkan secara visual. (2) Memahami,

menginterpretasi, menilai ide-ide matematika yang disajikan dengan bentuk

lisan, tulisan atau bentuk visual. (3) Menggunakan pembendaharaan kata,

notasi, dan struktur untuk menyajikan ide-ide, menggambar hubungan dan

membuat model.

b. Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Pada Tabel dibawah berikut disajikan pedoman penskoran tes kemampuan

komunikasi matematis yang diadaptasi dari Holistic Scoring Rubrics. Pedoman

penskoran ini diadaptasi dari Lane (2010) sebagai berikut:

Tabel 3. 1

Pedoman Penskoran

Skor Respon Siswa

0 Tidak ada jawaban

(33)

40

2 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau persoalan

dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri

dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik dan

gambar yang dilukis, yang benar.

3 Penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar

yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk

penulisan kalimat secara matematik masuk akal,

melukiskan gambar namun hanya sebagian yang benar

4 Semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan

hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan

lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan

5 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,

dan hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan

lengkap, jelas dan benar

Sumber : Holistic Scoring Rubrics diadaptasi dari Lane (2003) E. ANALISIS BUTIR SOAL

Sebelum digunakan dalam penelitian, soal terlebih dahulu dikonsultasikan

kepada dosen pembimbing dan guru matematika yang bersangkutan di sekolah,

kemudian diuji dan dianalisis hasilnya, hasil analisis butir soal instrumen ditujukan

untuk mengidentifikasi apakah butir soal layak digunakan atau tidak. Analisis ini

meliputi uji validitas soal, uji reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Analisis butir soal dilakukan baik terhadap soal spatial ability dan soal kemampuan

komunikasi matematis.

(34)

41

Uji Validitas digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian antara hasil

pengukuran dengan apa yang hendak diukur. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya angka

koefisien korelasi antara hasil pengukuran tersebut dengan kategorinya. Soal

yangdijawab dengan benar bernilai 1 dan yang salah bernilai 0. Validitas butir soal

dihitung dengan menggunakan rumus Product Moment dengan angka besar atau

kasar. (Arikunto, 2007:75).

rxy= koefisien antara variabel X dan variabel Y

∑X = jumlah skor tiap item dari responden uji coba variabel X

∑Y = jumlah skor tiap item dari responden uji coba variabel Y N = jumlah responden (seluruh siswa)

Setelah diketahui koefisien korelasi (r), kemudian dilanjutkan dengan taraf

signifikansi korelasi dengan menggunakan rumus distribusi tstudents, yaitu:

√ √

Keterangan :

r = koefisien korelasi

n = jumlah responden yang diuji coba

t = distribusi tstudents

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Interpretasi Indeks Validitas

(35)

42

Reliabilitas merupakan konsistensi soal dalam memberikan hasil pengukuran.

Reliabilitas soal dihitung untuk seluruh soal, dengan rumus korelasi :



r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan pq = jumlah hasil perkalian antara p & q

p = proporsi subjek yang menjawab

item dengan benar

N = banyaknya item

q = proporsi subjek yang menjawab

item dengan salah

S = standar deviasi dari tes

Interpretasi mengenai besarnya koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut :

(36)

43

Rendah

Sangat Rendah

Guilford (1956: 145)

c. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran adalah suatu parameter untuk menyatakan bahwa item soal

adalah mudah, sedang, dan sukar. Rumus uji tingkat kesukaran :

JS B P

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Interpretasi mengenai besarnya indeks kesukaran adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Keterangan

IK = 1 Terlalu mudah

Mudah

Sedang

Sukar

Terlalu Sukar Guilford (1956: 145)

d. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang berkemampuan rendah.

(37)

44

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Interpretasi mengenai besarnya daya pembeda adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5

Klasifikasi Nilai Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda Keterangan

Sangat Baik

Instrumen spatial ability dan kemampuan komunikasi matematis ini sebelumnya telah

diujikan kepada siswa kelas IX SMK Daarut Tauhiid yang berjumlah 27 orang, yang

telah menerima materi transformasi geometri sebelumnya. Hasil uji coba instrumen

dianalisis untuk melihat tingkat validitas, reliabilitas indeks kesukaran dan daya

pembeda. Berikut ini disajikan hasil uji coba instrumen secara ringkas:

Tabel 3.6

(38)

45

No.

Soal Validitas

Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda Reliabilitas Kriteria Kriteria Kriteria

Rekapitulasi Analisis Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis

No.

Soal Validitas

Tingkat

(39)

46

5 0.773 Tinggi 0.333 Sukar 0.31 Cukup

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Sebelum Penelitian

a. Observasi lapangan untuk mengidentifikasi masalah dan memperoleh

data-data awal di lapangan

b. Pretest, untuk mengetahui kemampuan awal spatial ability dan

komunikasi siswa dalam memahami konsep transformasi geometri.

2. Memberikan Perlakuan (Treatment)

a. Mendapatkan data-data penelitian mengenai aktivitas sikap siswa

selama pembelajaran dari lembar kerja siswa (LKS) dan angket yang

digunakan dalam pembelajaran.

3. Melalui posttest yang dilakukan, guru dapat memperoleh hasil

kemampuan spatial ability dan komunikasi matematis siswa setelah selesai pembelajaran.

Tabel Berikut menyajikan teknik pengumpulan data berdasarkan sasaran dan

(40)
(41)

48

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam empat tahap :

1. Persiapan

a. Mengidentifikasi masalah melalui observasi lapangan.

b. Merencanakan bahan ajar dan instrument evaluasi.

c. Membuat bahan ajar

 Pembuatan RPP, Silabus dan Lembar Kerja Siswa (LKS)  Pembuatan instrumen evaluasi.

d. Ujicoba instrument evaluasi, kemudian menghitung validitas, realibilitas,

daya pembeda dan indeks kesukaran.

2. Pelaksanaan

a. Pelaksanaan Tes Awal (Pretest)

b. Implementasi model pembelajaran

c. Pengisian angket siswa.

d. Pelaksanaan Test akhir (Posttest).

3. Analisis Data, yaitu melakukan pengolahan data berdasarkan prosedur yang

telah dipilih.

4. Merumuskan kesimpulan

H. PERLAKUAN (TREATMENT)

Secara umum perlakuan digambarkan melalui tabel di bawah ini :

Tabel 3.9

Pelaksanaan Treatment

Grup Pretest Perlakuan PostTest

Kelas A MGT

(42)

49

MGT = The Motion Geometri Test

MTAS = The Mathematics and Technology Attitudes Scale

TKKM = Tes Kemampuan komunikasi matematis

Sedangkan berdasarkan materi dan kegiatan pembelajaran setiap pertemuan

digambarkan oleh tabel di bawah ini :

Tabel 3.10.

2 Pengenalan Software Pengenalan GeoGebra

3 Pembelajaran Translasi

4 Aktivitas Siswa LKS Translasi

5 Pembelajaran Refleksi

6 Aktivitas Siswa LKS Refleksi

7 Pembelajaran Rotasi

(43)

50

9 Pembelajaran Dilatasi

10 Aktivitas Siswa LKS Dilatasi

11 Post Test MGT, TKKM dan MSAT

1. Model Pembelajaran Technologically Learning Based Guided Inquiry

Model Pembelajaran Technologically Learning Based Guided Inquiry

digambarkan sebagai suatu cara memperoleh pengetahuan melalui proses rasa ingin

tahu dengan menggunakan pendekatan konstruktivism. Di dalam pendekatan ini,

pelajar menghasilkan pertanyaan mereka sendiri atau diajukan dengan suatu

pertanyaan kepada guru, pendekatan ini memerlukan suatu peran yang aktif pelajar

di dalam menjawab permasalahan atau pertanyaan yang diberi melalui penemuan,

penyelidikan atau percobaan. GeoGebra digunakan sebagai suatu alat untuk

eksplorasi siswa dalam kelas ini.

Kelas eksperimen ini diajar oleh seorang guru selama periode treatment selama

8 sesi, dimana setiap sesi berdurasi 40 menit, terbagi menjadi 4 sesi berpasangan dan

4 sesi individual. Sesi berpasangan dilakukan di dalam laboratorium komputer,

sedangkan sesi individual dilakukan di kelas. Selama sesi berpasangan, secara alami

siswa mengeksplorasi, mengaitkan, membuat hipotesis dan membuat kesimpulan dari

hasil verifikasi hipotesis. Sedangkan dalam sesi individual di ruangan kelas, siswa

melakukan diskusi, penjelasan dan kostruksi konsep melalui kertas dan pensil

(Lembar Kerja Siswa).

Peranan guru selama treatmen ini adalah sebagai fasilitator yang menyediakan

suasana kondusif bagi tumbuhnya inquiry siswa, dimana siswa bebas untuk

mengobservasi, mengajukan pertanyaan,membuat dugaan (konjektur), menguji

dugaan, kemudian memperkuat konsep selama sesi diskusi di kelas.

Struktur umum aktivitas dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setiap

(44)

51

prosedur langkah demi langkah yang terurut, namun siswa dibebaskan untuk

membuat bermacam-macam langkah eksperimen, sehingga siswa mengobservasi dan

memanipulasi sendiri obyek-obyek yang diberikan dengan menggunakan program

GeoGebra dalam memahami konsep transformasi geometri. Hasil kerja siswa

disimpan dalam bentuk file, setelah itu dilaksanakan diskusi kelas.

2. Model Pembelajaran Technologically-Misaligned Classroom (TMC)

Model Pembelajaran Technologically-Misaligned Classroom (TMC)

memperagakan lingkungan belajar dengan pendekatan behaviourism, dimana guru

berperan sebagai penceramah dan sumber pengetahuan. Di dalam kelas ini,

GeoGebra dipergunakan sebagai alat demonstrasi yang berpusat pada guru dengan

menggunakan instruksi langsung yang telah ditentukan. Siswa-siswa merekam hasil

yang diperoleh di layar dan menuliskan langkah-langkahnya di dalam kertas. Dalam

kelas ini, guru menggunakan komputer sebagai alat presentasi dengan gaya

pemberian materi lebih sejalan dengan model behaviourism. Sedemikian sehingga

kelas ini disebut kelas Technologically-Misaligned Classroom ( TMC).

Kelas eksperimen ini juga diajar oleh guru yang sama seperti di kelas A selama

sesi treatmen. Periode treatment selama 8 sesi, dimana setiap sesi berdurasi 40 menit,

akan tetapi untuk kelas eksperimen TMC ini semua sesi nya dilaksanakan di dalam

kelas, yang membedakan dengan kelas Guided Inquiry adalah interaksi siswa dengan

software pembelajarannya, ketika siswa Kelas Guided Inquiry bebas berinteraksi

dengan software, siswa kelas TMC memahami konsep transformasi geometri ini

melalui penyampaian guru, guru yang berperan sebagai perantara yang

menyampaikan materi kepada siswa.

Dengan guru yang berperan sebagai perantara, maka waktu siswa untuk berinteraksi dengan software begitu terbatas sehingga siswa lebih banyak

menghabiskan waktu mengkonstruksi pemahamannya melalui lembar kerja siswa

(45)

52

3. Model Pembelajaran Technologically-Aligned Classroom (TAC)

Model Pembelajaran Technologically-Aligned Classroom (TAC) memadukan

aktivitas antara kelas Guided Inquiry dan kelas TMC sebagai perpaduan antara

pendekatan behaviourism dengan konstruktivism. Guru memberikan pendekatan

Inquiry kepada para siswa tetapi GeoGebra juga digunakan sebagai suatu alat guru

untuk menguraikan pengamatan siswa dan untuk memverifikasi dugaan mereka, para

siswa menyimak materi yang ditampilkan di layar di depan kelas. Setelah guru

menjelaskan materi, siswa menggunakan komputer dan melakukan explorasi sesuai

dengan penjelasan materi, dengan begitu kelas ini disebut sebagai kelas

Technologically-Aligned Classroom ( TAC).

Kelas TAC diajar oleh dua orang guru, guru yang pertama adalah peneliti dan

guru yang kedua adalah guru mata pelajaran matematika di sekolah tersebut. periode

treatment selama 8 sesi, dimana setiap sesi berdurasi 40 menit, terbagi menjadi 4 sesi

berpasangan dan 4 sesi individual, untuk sesi berpasangan dilakukan di laboratorium

komputer.

Ketika salah seorang guru menerangkan di depan kelas, guru yang lainnya

membantu siswa di depan komputernya dan menjaga agar siswa tersebut tetap fokus

dalam memahami konsep yang sedang diajarkan. Peranan guru adalah memotivasi

siswa dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi, mengaitkan,

membuat dugaan dan menguji dugaan yang telah dibuat. Dalam proses

pembelajarannya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,

kemudian mendemostrasikan berbagai jenis transformasi melalui proyektor di depan

kelas, siswa diperbolehkan untuk bertanya, mengklarifikasi konsep yang telah

didapatkannya dan diperbolehkan untuk langsung mencoba sendiri menggunakan software GeoGebra. Lembar kerja siswa diberikan oleh guru dalam bentuk mengisi

(46)

53

mengkomunikasikan ide-idenya di depan kelas. Secara umum perbedaan dari ketiga

kelas eksperimen ditampilkan pada table di bawah ini :

Tabel 3.11

digunakan Konstruktivism Behaviorism

Gabungan

GeoGebra GeoGebra GeoGebra

3 Tempat

Pembelajaran Laboratorium Kelas

Kelas &

Laboratorium

4 Pengelompokan

Siswa Berpasangan Kelompok Kecil Berpasangan

5 Peran Guru Fasilitator Narasumber Fasilitator dan

Narasumber

kualitatif dan data kuantitatif. Adapun teknik pengolahan data tersebut adalah sebagai

(47)

54 Ricki Yuliardi, 2013

Pembelajran Matematika Berbantuan Software Geogebra Dengan Model Technologically Aligned Classroom (TAC), Technologically Based-Guided Inquiry(TBGI), Dan Technologically Misaligned Classroom(TMC) Untuk Meningkatkan Spatial Ability Dan Kemampuan Komunikasi Matematis a) Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif diperoleh dengan mengamati proses pembelajaran yang

terjadi di lapangan, diperkuat dengan hasil angket siswa, skala pengukuran yang

digunakan adalah skala Likert dengan kriteria Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Ragu-Ragu (R), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan rentang nilai 5-1

untuk pernyataan positif dan 1-5 untuk pernyataan negatif.

b). Analisis Data Kuantitatif

Data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah menggunakan

program SPSS 20,0 for windows. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes, dan indeks gain

(normalized gain) dari ketiga kelas eksperimen.

Secara umum alur pengolahan data statistika seperti digambarkan melalui

diagram alur di bawah ini :

Gambar 3.1. Alur Pengolahan Statistika

(48)

55

1. Analisis Data Kuantitatif

Langkah-langkah pengujian yang ditempuh untuk menganalisis data pretes,

postes dan indeks gain adalah sebagai berikut:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas berasal

dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas yang akan digunakan adalah

chi square test (χ2), karena jumlah data lebih dari 30 (Sudjana, 1996). Jika data memberikan hasil tidak normal maka akan dilakukan transformasi data logaritmik.

b) Uji Homogenitas

Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji F (F test) (Sudjana, 1996). Uji ini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah data tersebut memliki varians yang homogen

atau tidak.

(49)

56

Rumus untuk uji F :

Selanjutnya dibandingkan dengan harga F-Tabel, dengan dk pembilang (n1-1)

dan dk penyebut (n2-1).

c) Uji Perbedaan Rata-Rata

 Jika data yang dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan One Way Anova.

 Jika data yang dianalisis berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’.

 Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas sedangkan untuk pengujian hipotesis

dilakukan uji statistik non parametrik, seperti uji Kruskal Wallis.

1. Uji Hipotesis Parametris

Analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA) adalah suatu metode untuk

menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen yang mengukur

berbagai sumber keragaman. Secara aplikatif, ANOVA digunakan untuk menguji

rata-rata lebih dari dua sampel berbeda secara signifikan atau tidak, asumsi yang harus

dipenuhi adalah data harus berdistribusi normal dan memiliki varian homogen. Uji

hipotesis ANOVA:

Hipotesis uji beda rata-rata k populasi :

H0: μ1= μ2= …= μk

H1: tidak sama dengan H0

Tabel 3.12

(50)

57

Jika pengujian menghasilkan keputusan tolak Ho, tentunya kita ingin tahu

populasi mana saja yang berbeda rata-ratanya secara signifikan. Utuk itu, kita

gunakan uji HSD Tukey atau Post Hoc Test.

Rumus untuk uji HSD Tukey factor :

Keterangan :

(51)

58

Berlawanan dengan point 4, jika kita ingin melihat populasi mana saja yang

tidak berbeda secara signifikan, bisa dilihat pada Homogeneous Subset

2. Uji Hipotesis Nonparametris

Uji Hipotesis nonparametrik akan dilakukan jika hasil uji homogenitas (F test)

memberikan hasil data tidak homogen. Jika besar sampel sama pada tiap kelompok

maka perbandingan ketiga kelompok eksperimen akan dilakukan dengan uji

nonparametrik Kruskall Wallis dan Test Friedman sebagai alternatif ANOVA

(Sudjana, 1996). Rumus untuk uji non-parametrik Kruskall Wallis :

Keterangan :

N = banyak baris dalam table

K = banyak kolom

= jumlah rangking dalam kolom

Rumus diatas dibandingkan dengan menggunakan table dostribusi Chi-Kuadrat

dengan dk = k-1

d) Indeks Gain

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar peningkatan spatial ability dan

kemampuan komunikasi matematis siswa digunakan indeks gain, indeks gain ini

dihitung dengan rumus indeks gain dari Meltzer (Saptuju dalam Wardhani, 2006: 39),

yaitu:

Adapun untuk kriteria rendah, sedang dan tinggi mengacu pada kriteria Hake

(52)

59

Indeks Gain < 0,30 = rendah

0,30 Indeks Gain 0,70 = Sedang

Indeks Gain > 0,70 = Tinggi

Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan terhadap

ketiga kelas yang diberikan model pembelajaran yang berbeda, maka digunakan

statistik uji hipotesis komparatif, apabila data tersebut memenuhi asumsi parametris

yaitu berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen maka dilanjutkan

dengan uji statistika parametris, tetapi apabila tidak memenuhi maka dilanjutkan

dengan uji statistika non-parametris.

2. Analisis Data Kualitatif

a. Analisis Hasil Angket

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara menghitung persentase dari

setiap pernyatan pada angket. Rumus yang digunakan untuk menganalisis

angket tersebut adalah :

Keterangan :

= persentase jawaban

= frekwensi jawaban

= banyaknya responden

Data yang telah yang telah dipresentasekan kemudian ditentukan presentase

angket secara keseluruhan untuk menganalisis respon dan pendapat siswa terhadap

(53)

60

pernyataan positif dan pernyataan negatif, persentase yang diperoleh akan ditafsirkan

berdasarkan kriteria yang dikemukakan Maulana (Sofia, 2005: 43) sebagai berikut:

Tabel 3.13.

Kategori Persentase Angket

Persentase (%) Kategori

P=0 Tidak ada

0< P ≤ 25 Sebagian kecil

25<P<50 Hampir setengahnya

P=50 Setengahnya

50<P<75 Sebagian besar

75≤P<100 Hampir Seluruhnya

Gambar

Gambar 4.19 Siswa merangkum materi di akhir pembelajaran ..............................
Gambar desain eksperimennya adalah :
Tabel 3. 1
gambar yang dilukis, yang benar.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbantuan software Matlab lebih baik daripada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran discovery learning berbantuan software