• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ibadah dan Hakikatnya dalam Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ibadah dan Hakikatnya dalam Islam"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Ibadah dan Hakikatnya dalam Islam (Mulia Khoirunisa: 11150120000078)

1. Definisi Ibadah

Sebagaimana yang telah kita ketahui, agama tidak dapat lepas dari yang namanya ibadah. Setiap agama pasti memiliki cara atau ritual yang disebut ibadah, yang tujuannya untuk meningkatkan spiritual dan rohaniyah umatnya. Ibadah juga dapat mensucikan hati kita dari keinginan untuk berbuat jahat atau jelek. Dalam Islam ibadahlah yang memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia. Semua ibadah yang ada dalam Islam, sholat, puasa, zakat, dan haji, bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa mengingat Tuhan-Nya, bahkan senantiasa dekat kepada-Nya. Keadaan senantiasa dekat kepada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Rasa kesucian yang kuat akan dapat menjadi rem bagi hawa nafsu untuk melanggar nila-nilai moral, peraturan, dan hukum yang berlaku dalam memenuhi keinginannya.1 Maka bisa dikatakan, semakin suci rohani kita,

semakin dekat pula kita dengan Tuhan. Dengan demikian, ibadah itu sangatlah penting bagi umat beragama.

Tidak hanya manusia, bahkan seluruh makhluk yang ada di alam semesta beribadah kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana firman Allah :

وو امو تت ققلوخو ننوججلقا وو سونقإجلقا النإ نووقدتبتعقيولج

Dalam ayat ini banyak yang mengartikan kata "نووقدتبتعقيو" sebagai beribadah, yakni pada dasarnya manusia diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada Tuhannya. Padahal Tuhan itu tidak berhajat untuk disembah. Tuhan itu sempurna dan tidak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata ibadah dalam Islam diartikan tunduk dan patuh. Arti ini lebih sesuai dengan arti kata muslim dan muttaqi yakni tunduk dengan mematuhi perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT. Maka arti dari ayat tersebut di atas adalah “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk tunduk dan patuh.”

Kata ibadah itu sendiri pun memiliki berbagai macam definisi. Di kalangan orang Arab ibadah diartikan sebagai puncak kedudukan yang tertinggi, yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah.2 Dengan demikian dalam

arti lain, orang yang melaksanakan ibadah adalah orang yang memiliki kedudukan yang tertinggi. Mengapa? Karena ibadah bukanlah sesuatu yang remeh, melainkan ibadah adalah bentuk perwujudan nyata yang datangnya dari hati yang tentu saja meyakini dan mengagungkan yang disembah, yakni Tuhan.

1 Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2013, hlm. 31.

(2)

Ada beberapa definisi ibadah menurut para ahli:

1. Menurut ahli akhlak, ibadah adalah mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syari’ah (hukum).

Menurut mereka, akhlak dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang dibebankan kepada tiap individu, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat termasuk dalam pengertian ibadah.

Rasulullah SAW bersabda:

2. Menurut ahli fiqiih, ibadah adalah bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai keridhoan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya di akhirat.4

3. Menurut ahli tauhid, ahli tafsir, dan ahli hadits mengartikan ibadah sebagai berikut:

 Ibadah adalah mengesakan Allah, menta’zimkan-Nya dengan sepenuh-penuh ta’zim serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya.

 Ibadah adalah tauhid (mengesakan Allah sekalian alam).

 Segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an diartikan sebagai tauhid.

 Tauhid adalah mengesakan Allah, Tuhan yang disembah (mengakui ke-esaan-Nya) serta mengitikadkan pula ke-esaan-Nya pada zat-Nya dan pekerjaan-Nya.5

Disini juga dikatakan bahwa seorang mukallaf belum sempurna ibadahnya kalau dia hanya mengerjakan ibadah dalam pengertian ahli fiqih saja. Akan tetapi, seorang mukallaf dapat dikatakan sempurna ibadahnya apabila dia beribadah sesuai dengan pengertian ahli fiqih ditambah dengan pengertian ibadah menurut ahli tauhid, ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli akhlak, yaitu dengan memperbaiki akhlaknya. Apabila semuanya dapat terwujud maka disitulah letak kesempurnaan ibadah seseorang.

Dalam istilah syara’ pengertian ibadah dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:

1. Al-Jurjânî mengatakan:

“Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa takut yang sempurna.”7

3. Menurut Ibn Taimiyah:

3Ibid., hlm. 27

4Ibid., hlm. 28 5Ibid., hlm. 29

6 Syarîf Al-Jurjânî, Al-Ta’rifât, (Singapura: Dar al-Haramayn), 1991, tt. Hlm. 146

(3)

Di dalam kitabnya al-‘Ubûdiyah, memberikan penjelasan yang cukup luas tentang pengertian ibadah. Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri (al-dzûll). Akan tetapi, ibadah yang diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian al-dzûll dan hubb, dalam tingkatannya yang paling sempurna. Ibadah itu adalah gabungan dari keduanya, ghâyah al-dzûll dengan ghâyah al-mahabbah. Patuh kepada seseorang, tetapi tidak mencintainya, tidak disebut ibadah; cinta tanpa kepatuhan pun bukan ibadah. Jadi, cinta atau patuh saja belum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang belum dikatakan beribadah kepada Allah kecuali apabila dia mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada apapun dan memuliakan-Nya lebih dari segala yang lain-Nya. Bahkan dia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan kepatuhan yang sempurna kecuali Allah SWT.8

2. Hakikat Ibadah

Manusia tidak bisa hidup tanpa ibadah. Bagaimanapun bentuk dan caranya, walaupun dengan menyembah bintang, bulan, atau sesama manusia, semua orang pasti pernah melakukan praktik ibadah. Mengapa? Karena naluri untuk beribadah merupakan fitrah manusia. Jelasnya, manusia cenderung memandang suci sesuatu dan kemudian berusaha mendekatkan diri kepadanya. Semua manusia memiliki kecenderungan ini, bahkan kaum materialis sekalipun, termasuk Karl Marx yang pernah berkata, “Aku ingin membebaskan manusia dari penyembahan terhadap apapun kecuali dirinya”.9 Hal ini

membuktikan, dengan menyadarinya atau tidak, sudah menjadi naluri manusia untuk melakukan ibadah. Dengan melakukan ibadah, manusia akan tahu dan selalu sadar bahwa betapa hina dan lemah dirinya dihadapan yang mereka sembah. Di relung hati mereka merasa bahwa di balik setiap perkara dan fenomena terdapat sesuatu yang besar dan agung tiada tara.

Pada satu risalahnya, Al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat ibadah ialah mengikuti (mutaba’ah) Nabi SAW pada semua perintah dan larangannya. Sesuatu yang bentuknya seperti ibadah, tetapi diperbuat tanpa perintah, tidaklah dapat disebut sebagai ibadah. Jadi, jelaslah bahwa ibadah yang hakiki itu adalah menjunjung perintah, bukan semata-mata melakukan sholat atau puasa, sebab sholat dan puasa itu hanya akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.10 Contohnya, kita sebagai umat Islam

diwajiibkan untuk mengerjakan sholat. Di samping itu, sholat mempunyai beberapa syarat sah untuk mengerjakannya, diantaranya yakni suci dari hadats kecil maupun besar. Apabila seorang perempuan sedang haid, yakni berhadats besar, maka dia tidak boleh mengerjakan sholat. Oleh karena itu, jika dia mengerjakan sholat sewaktu haid

8 Taqiy al-Din Ibn Taimiyah, Al-‘Ubûdiyah, (Bairut: al-Maktabah al-Islami), 1392 H, hlm. 44.

9 Syekh Tosun Basyrak dan Murtadha Muthahhari, Energi Ibadah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007,

hlm. 13-14

(4)

maka sholat tersebut tidak terhitung ibadah karena tidak sesuai dengan yang diperintahkan.

Referensi

Dokumen terkait

Betapa nyamannya hati setelah kita meyakini bahwa semua yang ada pada diri kita ini terjadi karena Allah, maka dari itu sungguh sangat jelas tidak ada tempat bergantung

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapakan bermanfaat untuk memberi gambaran dan informasi kepada peneliti selanjutnya tentang keanekaragaman

Dengan adanya interpersonal skill diharapkan perawat bisa bekerjasama dengan orang lain dan melakukan sinergi untuk membuahkan hal-hal yang positif termasuk bentuk

Untuk itulah penelitian ini bermaksud untuk melihat keterkaitan perilaku hemat energi melalui beberapa indikatornya terhadap variabel-variabel sosial demografi

Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) yang Termasuk dalam KSN Provinsi Kalimantan Selatan , yang dilaksanakan berdasarkan kerjasama

Untuk semua pengadaan barang/jasa, setelah penyedia barang memperbaiki kerusakan atau mencukupi kekurangan atau hal-hal lain yang dimintakan oleh PPKom, maka penyedia barang

Berdasarkan penelitian yang kami (mahasiswa KKNT-PBM) lakukan, bahwa hampir semua ibu-ibu yang terdapat di Desa Cirmo tidak bisa membaca Al-Qur’an karena sejak

dalam kehidupan koperasi yang merupakan jati diri atau ciri khas koperasi. Koperasi sekolah merupakan koperasi yang didirikan di lingkungan sekolah yang