• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI KECAMATAN

KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat

untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

ARI HIDHAYANTO

NIM . F0108137

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

vi MOTTO

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,

tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang

menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.

(Mahatma Gandhi)

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan

dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.

(Abu Bakar Sibli)

“Berangkatlah, baik kamu merasa ringan atau berat, dan berjihadlah

dengan harta dan jiwamu..”

(QS. At-Taubah: 41)

Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan,

keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian,

keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih.

(Lao Tse)

Jika Anda terlahir miskin itu bukan kesalahan Anda,

tapi jika Anda mati miskin itu adalah kesalahan Anda

(Bill Gates)

“ Yes We Can ! ”

(5)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan untuk :

Rabb Penguasa Alam Semesta, Allah SWT atas limpahan kekuatan, nikmat,

karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Orangtuaku tercinta, ayah dan ibu yang selalu memberi doa dan pengorbanan

untuk penulis

Dosen Pembimbing-ku yang dengan sabar telah membantu menyelesaikan karya

(6)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya penulis ucapkan atas

segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang “ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI

KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR” ini

dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat

selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan

rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Guntur Riyanto, Msi selaku pembimbing skripsi yang telah banyak

membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Supriyono, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di

Fakultas Ekonomi UNS.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar.

5. Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar.

6. Kedua Orang tuaku yang aku sayangi (kalianlah motivator terhebat yang

pernah ada di dunia ini),

7. Kakak dan adikku (Mas. Agung dan dek. Indah),

8. Sayangku makasi banget yah udah ngasih aku support dan motivasi.

9. Teman-teman kos dan cyd yang selalu saling suport.

10. Teman–teman angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

semua jurusan terutama jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih atas

segala yang diberikan sehingga aku dapat berkembang sampai saat ini. Mohon

maaf tidak disebutkan satu per satu, semoga dapat terwakili.

11. Teman–teman ku di Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2008 ayo kita

(7)

commit to user

ix

Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat

disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Akhir kata penulis

berharap agar karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi dan bagi para pembaca.

Surakarta, Desember 2012

(8)

commit to user A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Produksi ... 8

1. Definisi Produksi ... 8

2. Faktor Produksi ... 9

3. Fungsi Produksi ... 11

4. Efisiensi ... 12

5. Pengukuran Berorientasi Input ... 13

6. Pengukuran Berorientasi Output ... 15

B. Usahatani ... 17

1. Pengertian Usahatani ... 17

2. Usahatani Tebu ... 17

(9)

commit to user

xi

D. Hipotesis... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 25

B. Jenis dan Sumber Data ... 25

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 26

D. Metode Analisis ... 27

1. Analisis DEA ... 27

2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 31

a. Uji Asumsi Klasik ... 31

b. Uji Statistik ... 33

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kecamatan Karanganyar ... 37

1. Letak Geografis ... 37

2. Penggunaan Lahan ... 37

3. Keadaan Penduduk ... 38

4. Keadaan Pertanian ... 39

B. Karateristik Responden...40

1. Jenis Kelamin ... 40

2. Usia ... 41

3. Tingkat Pendidikan ... 41

4. Lama Usaha... 42

5. Tanggungan Keluarga ... 43

6. Penyuluhan ... 43

7. Hasil Produksi ... 44

8. Luas Lahan Garapan ... 45

9. Jumlah Pupuk ... 45

10.Jumlah Pestisida ... 46

(10)

commit to user

xii

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 48

1. Analisis DEA ... 48

2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 55

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Multikolinearitas ... 57

c. Uji Heteroskedastisitas ... 59

d. Uji-t ... 60

e. Uji F ... 62

f. Koefisien Determinasi ... 63

g. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA

(11)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1.1. Luas Area dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat menurut

Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2010 ... 5

4.1. Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa Kecamatan Karanganyar Tahun 2010 ... 38

4.2. Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Kecamatan Karanganyar Tahun 2010 ... 39

4.3. Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kecamatan Karanganyar Tahun 2010 ... 40

4.4. Jumlah Petani Tebu Menurut Jenis Kelamin ... 41

4.5. Jumlah Petani Tebu Menurut Tingkat Usia ... 41

4.6. Jumlah Petani Tebu Menurut Tingkat Pendidikan ... 41

4.7. Jumlah Petani Tebu Menurut Lama Usaha... 42

4.8. Jumlah Petani Tebu Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 43

4.9. Jumlah Petani Tebu Menurut Keikutsertaan Penyuluhan ... 44

4.10. Jumlah Petani Tebu Menurut Hasil Produksi ... 44

4.11. Jumlah Petani Tebu Menurut Luas Lahan Garapan ... 45

4.12. Jumlah Petani Tebu Menurut Jumlah Pupuk ... 46

4.13. Jumlah Petani Tebu Menurut Jumlah Pestisida ... 46

4.14. Jumlah Petani Tebu Menurut Jumlah Keprasan ... 47

4.15. Tingkat Efisiensi Tebu... 49

4.16. Hasil Pengolahan Data Petani Tebu AA ... 53

4.17. Hasil Pengolahan Data Petani Tebu BA ... 53

4.18. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 56

4.19. Hasil Uji Multikolinearitas ... 58

(12)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

2.1. Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientsi Input ... 14

2.2. Pengukuran Efisiensi Teknis Berorientasi Input dan Output ... 16

2.3. Efisiensi Teknis dan Alokatif Berorientasi Output... 16

2.4. Kerangka Pemikiran ... 23

(13)

commit to user

ii ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

Ari Hidhayanto

F 0108137

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis petani tebu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dianalisis menggunakan DEA untuk menganalisis efisiensi teknis petani tebu dan Regresi Linier Berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu. Hasil penelitian menggunakan DEA menunjukkan bahwa dari 57 petani hanya 4 petani yang efisien. Hasil penelitian menggunakan Regresi Linier Berganda menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan tingkat efisiensi, lama usaha dan tanggungan tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan tingkat efisiensi. Jumlah keprasan tebu ke-4 merupakan jumlah keprasan yang berpengaruh pada tingkat penurunan efisiensi (merupakan jumlah keprasan yang paling rendah tingkat efisiensinya). Jumlah keprasan ke-2 dan jumlah keprsan ke-3 memiliki tingkat efisiensi lebih rendah dibandingkan jumlah keprasan ke-1 akan tetapi tidak sampai berpengaruh signifikan pada tingkat penurunan efisiensi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini diharap dapat menjadi masukan (bahan kajian) untuk petani guna untuk meningkatkan tingkat efisiensi dalam bertani tebu. 2) Petani harus lebih meningkatkan tingkat pengetahuan tentang cara bertani tebu. 3) Jumlah keprasan tebu ke-4 merupakan jumlah keprasan yang paling tinggi dan signifikan menurunkan tingkat efisiensi, sehingga disarankan bagi petani untuk tidak menggunakan keprasan tebu ke-4.

(14)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dalam perekonomian dunia saat ini masuk dalam kategori

negara yang sedang berkembang. Kondisi ini dipicu oleh banyak faktor antara

lain kemiskinan, pendidikan rendah dan lain sebagainya. Banyak pertanyaan

yang muncul mengapa Indonesia tidak dapat menjadi salah satu negara maju

yang menjadi panutan bagi negara lain di dunia. Jika kita melihat sumberdaya

yang dimiliki Indonesia baik sumber daya alam maupun sumberdaya

manusia, seharusnya Indonesia memiliki potensi yang besar. Penduduk

Indonesia saat ini menempati posisi keempat terbanyak di dunia, sedangkan

kekayaan alamnya sangat melimpah dan lahannya yang sangat subur.

Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan

ekonomi berbasis sumberdaya hayati, dari sekedar bentuk pertanian primer

menjadi suatu sektor pertanian modern dan besar yang dinamakan sektor

agribisnis. Dengan kata lain sektor agribisnis sebagai bentuk moderen dari

pertanian primer yang mencakup empat subsistem yaitu: subsistem agribisnis

hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan

dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer seperti bibit, pupuk,

dan lain sebagainya; subsistem usaha tani (on-farm agribusisness) atau pada

masa lalu disebut dengan sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir

(downstream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil

(15)

commit to user

pendukung seperti lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, dan lain-lain

(Saragih, 2001 dalam Purbayu, dkk, 2009).

Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi secara

langsung terhadap hasil produksi dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu

sendiri. Dengan demikian, tingkat produktivitas usahatani, disamping

merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga petani, juga muncul

sebagai salah satu faktor penting yang mengkondisikan pertumbuhan

ekonomi. Tingkat produktivitas usahatani ini sangat ditentukan oleh efisiensi

petani untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya ke dalam

berbagai alternatif aktivitas produksi. Jika petani tidak menggunakan

sumberdaya tersebut secara efisien, maka akan terdapat potensi yang belum

terekploitasi untuk meningkatkan hasil produksi dan menciptakan surplus.

Sebaliknya jika petani bertindak sangat efisien dalam mengalokasikan

sumberdayanya, maka tercapailah hasil produksi yang maksimal. Dengan

demikian, identifikasi efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan isu

penting yang menentukan eksistensi berbagai peluang di sektor pertanian

berkaitan dengan potensi petani.

Usahatani tidak saja menekankan pada efisiensi alokatif, tetapi juga

mempertimbangkan efisiensi teknis (perpaduan berbagai input tertentu).

Efisiensi tidak saja menyangkut rasionalitas petani, tetapi lebih ditekankan

pada keragaan sistem (petani dan sistem penunjang usahatani). Masalah

efisiensi menjadi isu sangat penting pada saat ini dan di masa yang akan

datang, karena: 1) konversi lahan untuk industri atau perumahan, 2) teknik

(16)

commit to user

yang tidak memuaskan petani. Oleh sebab itu, analisis efisiensi sangat

penting untuk mengetahui dan menentukan penyebab perubahan tingkat

efisiensi.

Beberapa penelitian tentang efisiensi pertanian banyak dilakukan

antara lain Mevlut, dkk (2009) menganalisis efisiensi teknis pertanian kapas

di Cukurova Turki menggunakan DEA. Dengan hasil faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat efisiensi petani adalah umur, tingkat pendidikan, dan

penyuluhan. Padilla-Fernandez, dkk (2009) mengidentifikasi sumber

inefisiensi penggunaan input produksi tebu di Negros Tengah, Filipina

menggunakan Non-parametrik DEA untuk menentukan efisiensi relatif

teknis, skala dan keseluruhan pertanian individu yang menggunakan jenis

yang sama dari input dan menghasilkan output yang sama (tebu). Hasil

menunjukkan wilayah, penyerapan tenaga kerja, bibit, pupuk tidak efisien,

sedangkan umur, pengalaman, kredit, jenis tanah dan luas lahan sangat

efisien. Zahidul (2011) menganalisis efisiensi pertanian padi keuangan mikro

peminjam dan non-peminjam di Bangladesh menggunakan DEA. Hasil

menunjukkan bahwa seleksi tanah, fragmentasi, ukuran keluarga, kekayaan

rumah tangga, dan pelatihan merupakan penentu utama dari inefisiensi.

Dewan Gula Indonesia (DGI) menyebutkan produksi gula nasional

2,3 juta ton turun dari juli 2011 sebesar 2,57 juta ton dan dibawah target pada

2011 yaitu 2,7 juta ton. Target swasembada gula pun terus mundur dari tahun

2007 direvisi pada tahun 2010 dan mundur lagi tahun 2014. Banyak masalah

yang belenggu program swasembada gula. Persoalan utama adalah inefisiensi

(17)

commit to user

dikepras berulang kali dan teknik budidaya yang berorientasi bobot

menyebabkan kuantitas dan kualitas tebu turun (Investor.com, 2011)

Tebu (Sacharum Officinarum) adalah tanaman yang ditanam sebagai

bahan gula. Utuk menghasilkan gula, tebu harus diolah ke pabrik gula dan

dari proses pengolahan tebu dihasilkan gula kristal. Dalam konversi

pengolahan tebu juga dihasilkan ampas batang tebu yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan sebagai proses produksi

dan pembangkit listrik. Sedangkan blotong yang dihasilkan dari proses

pemurnian dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah

pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman

agro industri. Tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Karanganyar yang

sangat potensial adalah tebu yang mencapai luas sebesar 2.361,36 ha dan

selama tahun 2010 produksinya mencapai 8.717,83 kw. Tanaman lain yang

juga potensial untuk dikembangkan adalah, kelapa, mete dan jahe. Sementara

itu untuk tanaman perkebunan besar yang potensial adalah teh dan karet

(Karanganyar Dalam Angka Tahun 2011).

Kabupaten Karanganyar merupakan daerah tropis dan sub tropis yang

menyimpan potensi sangat besar terhadap usaha pertanian, termasuk usaha

pertanian tebu yang merupakan tanaman penghasil gula. Produksi tanaman

tebu di Kabupaten Karanganyar dapat ditunjukkan pada tabel 1.1 sebagai

(18)

commit to user Tabel 1.1

Luas Area (Ha) dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2010

Kecamatan

Sumber : Dinas Pertanian. TPH, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Karanganyar 2011

Tabel 1.1 menjelaskan luas lahan, hasil produksi dan produktivitas tebu

di Kabupaten Karanganyar, diantara kecamatan-kecamatan diatas yang

merupakan luas lahan tertinggi, produksi tertinggi dan produktivitas tertinggi

adalah Kecamatan Karanganyar dengan luas lahan 478,80 ha, hasil produksi

1.899,88 kw, dan produktivitas 3,94 kw/ha. Berdasarkan abstraksi diatas dan

penelitian terdahulu peneliti tertarik meneliti daerah tersebut untuk dijadikan

(19)

commit to user

efisiensi teknis petani tebu di Kecamatan Karanganyar menggunakan DEA

(Data Envelopment Analysis), dan apasaja faktor-faktor yang mempengaruhi

efisiensi petani tebu di Kecamatan Karanganyar dengan menggunakan

Regresi Linier Berganda dikarenakan Kecamatan Karanganyar merupakan

daerah sentra penghasil tebu di Kabupaten Karanganyar.

Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan sebuah penelitian yang

berjudul ”ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PETANI TEBU DI

KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah:

1. Apakah petani tebu di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar

sudah efisien secara teknis?

2. Apasaja faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu di

Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui efisiensi teknis petani tebu di Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Karanganyar.

2. Mengetahui faktor apasaja yang mempengaruhi efisiensi teknis petani

(20)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para petani tebu di Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Karanganyar dalam usaha meningkatkan produksi

tebu.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para

pembaca tentang efisiensi produktivitas petani tebu di Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah

agar lebih memperhatikan sektor pertanian terutama usahatani tebu.

4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana bagi para akademis

yang tertarik dibidang penelitian yang sama untuk meneliti lebih lanjut

(21)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Produksi

1. Definisi Produksi

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output

sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input dapat terdiri dari barang

atau jasa yang digunakan dalam proses produksi, dan output adalah barang

dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi (Adiningsih, 1995: 3).

Produksi mencakup setiap usaha yang secara langsung atau tidak langsung

menghasilkan barang dan jasa yang lebih berguna untuk memenuhi suatu

kebutuhan manusia (Gilarso, 1986: 68)

Produksi didefinisikan sebagai penggunaan berbagai sumber daya

yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama

sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan

komoditi-komoditi itu dilokasikan, maupun dalam pengertian apa yang

dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu. Produksi

mencakup barang maupun jasa, dikarenakan keduanya sama-sama

dihasilkan menggunakan modal dan tenaga kerja. Produksi merupakan

konsep arus (flow concept) yang artinya adalah produksi merupakan

kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit

periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan

(22)

commit to user

Dari paparan diatas mengenai pengertian produksi dapat

disimpulkan bahwa produksi merupakan proses mengubah input menjadi

output, atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah komoditi menjadi

komoditi lainnya dengan menggunakan modal dan tenaga kerja yang

menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk memenuhi kebutuhan

manusia.

2. Faktor Produksi

Faktor-faktor produksi digunakan bersamaan dalam cara tertentu

sehingga membuat produktivitas masing-masing faktor bergantung pada

jumlah faktor produksi lainnya yang tersedia untuk digunakan dalam

proses produksi. Sebagai hasilnya, perubahan dalam penawaran setiap

faktor produksi akan mempengaruhi pendapatan dari semua faktor

produksi lainnya (Mankiw, 2009: 504).

(Gilarso, 1986: 77) Hasil produksi tergantung dari kerja manusia,

sumber-sumber alam, peralatan atau modal, dan kegiatan pengusaha.

a. Kerja manusia dalam ilmu ekonomi adalah segala usaha manusia, baik

jasmani maupun rohani, yang dicurahkan dalam proses peningkatan

kegunaan ekonomi (Gilarso, 1986: 77)

b. Sumber-sumber alam adalah semua yang disediakan oleh alam, yang

dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam usahanya mencapai

kemakmuran, sumber-sumber alam tidak terbatas hanya pada lahan

saja, tetapi mencakup kesuburan tanah, kekayaan yang terkandung

(23)

commit to user

c. Peralatan produksi atau barang-barang modal adalah segala sumber

daya selain kerja manusia dan pemberian alam, yang dipergunakan

dalam proses produksi, atau barang produksi yang digunakan sebagai

sarana untuk menghasilkan barang lain (Gilarso, 1986: 82)

d. Kegiatan pengusaha adalah orang yang bertanggung jawab atas suatu

usaha yang mengambil inisiatif, mengambil keputusan dan

menanggung segala resikonya. Persoalan ekonomi yang harus dihadapi

oleh pengusaha adalah harus mempertimbangkan hasil yang diharapkan

dan biaya yang harus dikeluarkan (Gilarso, 1986: 84)

(Mankiw, 2009: 501) Faktor-faktor produksi selain tenaga kerja,

yaitu tanah dan modal, pengertian istilah tenaga kerja dan tanah telah jelas,

namun definisi modal merupakan sesuatu yang rumit. Para ekonom

menggunakan istilah modal (capital) untuk mengacu pada stok berbagai

peralatan dan struktur yang digunakan dalam produksi. Artinya modal

ekonomi mencerminkan akumulasi barang yang dihasilkan di masa lalu

yang sedang digunakan pada saat ini untuk memproduksi barang dan jasa

yang baru.

Dari paparan diatas mengenai faktor produksi dapat disimpulkan

bahwa faktor produksi merupakan semua faktor yang digunakan dalam

proses produksi untuk menghasilkan output. Faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam mengubah input menjadi output adalah tenaga kerja,

(24)

commit to user 3. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan

antara tingkat output dan tingkat penggunaan input (Adiningsih, 1995: 6).

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum barang atau jasa tertentu

yang dapat diproduksi per periode waktu pada berbagai kombinasi sumber

daya, atas dasar tingkat teknologi tertentu (McEachern, 2001: 88). Dengan

membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk

menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah ditentukan gabungan

faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah

barang (Rianto, 2010: 168)

(Sukirno, 1999: 191-192) menyatakan fungsi produksi adalah

perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

dicipakan. Didalam teori ekonomi berbagai jenis perusahaan dipandang

sebagai unit-unit badan usaha yang mempunyai tujuan bersama yaitu

mencari keuntungan maksimum, untuk tujuan tersebut perusahaan harus

mengatur penggunaan faktor-faktor produksi dengan cara seefisien

mungkin sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dari

sudut ekonomi yang dipandang sebagai cara yang paling efisien.

(Nicholson, 2002: 161) menyebutkan penyederhanaan fungsi

produksi dengan mengasumsikan bahwa produksi perusahaan hanya

tergantung pada dua input yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L). Maka,

fungsi produksi yang disederhanakan sekarang adalah

(25)

commit to user

Sebagai contoh, jika ingin memgetahui pengaruh hujan dan

pemupukan terhadap panen hasil produksi, dapat menggunakan dua input

tersebut dalam fungsi produksi dengan menggarap input lain (kuantitas

tanah, input jam tenaga kerja, dan sebagainya) tidak berubah/konstan.

Pada fungsi produksi yang berkarateristik sistem pendidikan, kita dapat

menguji hubungan antara output sistem itu (katakanlah, prestasi akademik)

dan input yang digunakan untuk memproduksi output tersebut (seperti

para pengajarnya, gedung, dan bantuan pelajaran) (Nicholson, 2002: 161).

Dari paparan diatas mengenai fungsi produksi dapat disimpulkan

bahwa fungsi produksi adalah hubungan tingkat penggunaan input dan

output, artinya membandingkan gabungan faktor-faktor produksi seefisien

mungkin untuk menghasilkan barang tertentu sehingga dapat

memaksimalkan keuntungan.

4. Efisiensi

Efisiensi perusahaan terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi

teknis, yang menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh hasil

maksimal dari beberapa input, dan efisiensi alokatif, yang menunjukkan

kemampuan perusahaan menggunakan input dalam proporsi optimal.

Kedua langkah ini dikombinasikan untuk menghasilkan ukuran efisiensi

ekonomi total (Coelli, 2005: 51)

Efisiensi terjadi jika output diproduksi dengan kombinasi input

biaya terendah pada teknologi tertentu (McEachern, 2001: 121). Dalam

(26)

commit to user

yang paling produktif untuk memanfaatkan sumber-sumber daya yang

digunakan dalam berproduksi untuk mencapai hasil yang maksimal.

Dalam Coelli (2005: 51) teori tentang efisiensi modern didukung

oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Fare, Grosskopf dan Lovell (1985,

1994) dan Lovell (1993). Pengukuran efisiensi modern dimulai dengan

Farrell (1957) yang merujuk karya Debreu (1951) dan Koopmans (1951)

menentukan efisiensi relatif perusahaan yang dapat menjelaskan beberapa

input.

5. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures)

(Farrell) dalam Coelli (2005: 52) memberikan ilustrasi dengan

melibatkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan dua input (x1 dan

x2) untuk memproduksi satu output (y) dengan asumsi constant return to

scale. Isoquant menunjukkan fully efficient firm (perusahaan yang efisien

penuh), SS' menggambarkan pengukuran efisiensi teknis. Jika perusahaan

menggunakan jumlah input, yang digambarkan oleh titik P, untuk

menghasilkan unit output, Perusahaan yang tidak efisien secara teknis akan

berada di sepanjang titik QP, ketika seluruh input dapat dikurangi secara

proporsional tanpa mengurangi jumlah outputnya. Umumnya ini

direpresentasikan degan presentasi yang merupakan rasio antara QP/OP,

ketika seluruh input dapat dikurangi. Efisiensi teknis (TE) dari perusahaan

dihitung berdasarkan rasio.

TEI = 0Q/0P,

Ini sama dengan satu dikurangi QP/0P, akan bernilai antara 0 dan

(27)

commit to user

dari perusahaan yang efisien, sebagai contoh titik Q merupakan efisiensi

teknis karena titik Q berada pada garis isoquant (Coelli, 2005: 52)

Gambar 2.1

Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input

Sumber : (Coelli, 2005: 52)

Jika rasio input terhadap harga direpresentasikan dengan garis

AA', maka dapat digunakan untuk menghitung efisiensi alokatif. Efisiensi

alokatif (AE) dari perusahaan yang beroperasi pada tingkat P didefinisikan

sebagai rasio

AEI = ON/OQ

Sepanjang garis RQ menunjukkan pengurangan biaya produksi yang

terjadi jika efisiensi alokatif maupun efisiensi teknis terjadi pada titik Q’

sehingga dapat terbentuk efisiensi ekonomi yang merupakan rasio dari :

EEI = OR/OP,

Dimana jarak RP dapat diinterpretasikan sebagai pengurangan biaya

produksi. Dengan catatan, efisiensi teknis dan efisiensi alokatif

membentuk efisiensi ekonomi

TEI´AEI = (0Q/0P)´(0R/0Q) = (0R/0P) = EEI

(28)

commit to user

6. Pengukuran Berorientasi Output (Output-Oriented Measures)

Pengukuran berorientasi output ini sebagai pembanding ukuran

yang berorientasi input. Perbedaan antara orientasi output dan orientasi

input yang dapat digambarkan dengan penggunaan sederhana satu input

dan satu output yang dijelaskan pada gambar 2.2 (a) dimana kita

mempunyai teknologi return to scale f(x), dan inefisiensi perusahaan yang

ditunjukkan di titik P. Farrell dalam Coelli (2005: 54) mengukur

pengukuran berorientasi input dengan TE sama dengan rasio AB/AP,

ketika pengukuran berorientasi output dengan TE menjadi CP/CD.

Pengukuran berorientasi output dan pengukuran berorientasi input hanya

menyediakan ukuran kesamaan dari efisiensi teknis ketika return to scale,

tetapi akan berbeda ketika return to scale meningkat atau menurun (Fare

Dan Lovell 1978) dalam Coelli (2005: 54). Return to scale konstan

dijelaskan pada gambar 2.4 (b) dimana AB/AP = CP/CD, untuk beberapa

inefisien titik P.

Pengukuran berorientasi output dapat mempertimbangkan

produksi melibatkan dua output (y1 dan y2) dan satu input (x1). Jika

mengasumsikan return to scale konstan, kita dapat menggunakan

teknologi dengan satu unit kurva kemungkinan produksi di dua dimensi.

Sebagai contoh dijelaskan pada gambar 2.3 di mana garis ZZ' merupakan

kurva kemungkinan produksi dan titik A menunjukkan inefisiensi

peusahaan. Sebagai catatan bahwa titik inefisiensi A, berada di bawah

garis ZZ' yang menunjukkan berbagai kemungkinan produksi (Coelli,

(29)

commit to user Gambar 2.2

Pengukuran Efisiensi Teknis Berorientasi Input & Output dan Return to Scale

Sumber : (Coelli, 2005: 55)

Gambar 2.3

Efisiensi Teknis dan Alokatif Berorientasi Output

Sumber : (Coelli, 2005: 55)

(Farrell) dalam Coelli (2005: 56) mengilustrasikan bahwa

pengukuran efisiensi berorientasi output didefinisikan sebagai berikut.

Pada gambar 2.3 jarak AB menunjukkan inefisiensi teknis. Artinya, jumlah

output dapat ditingkatkan tanpa menggunakan input tambahan. Oleh

karena itu pengukuran efisiensi teknis berorientasi output ditunjukkan

dengan rasio

(30)

commit to user

Jika kita memiliki informasi harga maka kita dapat menarik garis

isorevenue DD ', dan menentukan efisiensi alokatif sebagai

AEO = 0B/0C

Interpretasi meningkatkan pendapatan (sama dengan biaya mengurangi

interpretasi inefisiensi alokatif dalam kasus orientasi input). Selain itu,

salah satu dapat menentukan efisiensi ekonomi secara keseluruhan dengan

dua ukuran

EEO = (0A/0C) = (0A/0B)´(0B/0C) = TEO´AEO.

Dari ketiga langkah ini dibatasi oleh nol dan satu (Coelli, 2005: 56)

B. Usahatani

1. Pengertian Usahatani

Usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja

dan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian.

Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja

diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya

(Firdaus, 2008: 6)

2. Usahatani Tebu

Tanaman tebu atau dengan nama lain Sacharum Officinarum

adalah pohon tanaman yang hidup di daerah tropika dan sub tropika yaitu

diantara 39° garis Lintang Utara dan 35° garis Lintang Selatan. (Pakar,

1974: 7) menyatakan bahwa tanaman tebu agar menghasilkan tebu yang

(31)

commit to user

itu tebu baik tumbuh di daerah tropik. Disamping itu tebu memerlukan

tanah yang subur dan lembab.

Tebu keprasan atau tebu tunas yang umumnya disebut juga tebu

unit ke-II, ke-III, dan seterusnya. Sifat tebu keprasan adalah

menumbuhkan kembali bekas tebu yang ditebang, baik bekas tebu giling

atau tebu bibitan (KBD) (Sutardjo, 1999: 35)

Cara Penggarapan Tebu Keprasan menurut (Sutardjo, 1999: 35)

adalah :

1. Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran-kotoran

bekas tebangan tebu, baik diatas biang tanah atau ddi dalam got-got

kebun dan saluran-saluran air (Sutardjo, 1999: 35)

2. Setelah kebun selesai dibersihkan, selanjutnya adalah mengepras

petak-petak secara berurutan, sebelum mengepras sebaiknya tanah yang

terlalu kering diberi air beberapa hari agar bekas-bekas tanaman tebu

yang dikepras tidak mudah terbongkar (Sutardjo, 1999: 36)

3. Bumbunan (tambah tanah) ke-1

Lima hari atau seminggu setelah dikepras, tanaman diberi air, setelah

itu dilakukan penggarapan sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan

(32)

commit to user

4. Pemupukan pertama

Pemupukan dilakukan oleh beberapa orang yang tercakup dalam

regu-regu. Sebagian membuat lubang-lubang pupuk, dan lainnya memupuk

dan menimbun pupuk yang sudah ditaburkan. Setelah pupuk ditabur

merata dan ditimbun tanah selanjutnya disirami air agar pupuk meresap

ke dalam tanah dan dihisap akar-akar tanaman dan juga mencegah

pupuk menguap. Pada pemupukan pertama pupuk ditaburkan

disamping kanan rumpun tebu (Sutardjo, 1999: 38)

5. Bumbun (tambah tanah) ke-2

Sebelum pembubunan, dilakukan penyiangan rumput dan diadakan

penelitian sulaman. Jika terdapat tanaman yang belum disulam, segera

menanam tanaman sulaman agar pertumbuhan sama dengan tanaman

lainnya. Setelah itu dilakukan pembubunan ke-2 dengan ganco kecil.

Penyiraman dilakukan beberapa hari sebelum pembubunan. Tujuannya

agar tanah menjadi lunak dan cukup lembab, serta rumput-rumput dapat

disiangi sampai ke akar-akarnya (Sutardjo, 1999: 39)

6. Pemupukan ke-2

Cara pemupukan ke-2 sama dengan pemupukan pertama, hanya

pemupukan ke-2 pupuk ditaburkan disamping kiri rumpun tebu

(33)

commit to user

7. Bumbun ke-3 (tambah tanah ke-3)

Pembubunan ke-3 dilaksanakan setelah tebu keprasan berumur sekitar 2

bulan. Tanah di kanan-kiri deretan tanaman tebu ditimbunkan ke

rumpun tebu untuk mengisi rongga-rongga rumpun tanaman.

Penimbunan dilakukan menggunakan cangkul (Sutardjo, 1999: 39)

8. Persiapan gulud terakhir

Seminggu sampai 10 hari sesudah bumbun ke-3, diadakan penggarpuan

dan membujur diantara deretan tanaman sebagai persiapan untuk gulud

akhir (tambah tanah terakhir) (Sutardjo, 1999: 40)

9. Gulud terakhir dan klenteng daun kering

Sebelum tanaman digulud, mengairi daun-daun yang kering yang ada

dirumpun tebu bagian bawah. Tujuannya agar guludan(tambah tanah

terakhir) mengenai ruas-ruas bagian bawah, sehingga akar-akar muda

baru segera tumbuh. Ini berarti menambah suburnya tanaman tebu.

Gulud tebu harus terbentuk seperti gunung kecil, sampai rongga-rongga

rumpun tebu rapat oleh tanah (Sutardjo, 1999: 40)

10. Pemeliharaan got (saluran air)

Pemeliharaan got dilakukan sebanyak 3x yaitu setelah mengairi pupuk

pertama, setelah mengairi pupuk ke-2 dan setelah mengairi pupuk ke-3.

Jumlah pemberian air tebu keprasan tergantung pada kebutuhan

tanaman. Umumnya, tebu keprasan diberi air selama kepras sampai

(34)

commit to user

11. Pengklentengan daduk (daun kering)

Klenteng daduk dilakukan dengan tujuan (a) memperlancar jalannya

angin, sehingga tebu tidak mudah roboh. (b) memudahkan pemeriksaan

kebun, sehinnga pekerjaan yang terlewatkan dapat segera diketahui. (c)

mencegah gangguan hama kutu putih. (d) mudah dilihat apabila ada

gangguan keamanan, misalnya pencari daduk untuk atap rumah, yang

mungkin akan merusak daun-daun tebu dan mengotori got-got yang

selalu dijaga kebersihannya. Juga pencari makanan ternak yang

mengambil daun-daun muda (Sutardjo, 1999: 41)

12. Hama dan penyakit

Jika melihat gejala-gejala yang mencurigakan atau jika ada tanaman

yang mati, baik yang masih kecil atau yang sudah dewasa, segeralah

melaporkan hal ini kepada pihak pabrik gula sebagai pembina atau pada

P.P.L lewat ketua kelompok atau wakilnya, misalnya (a) tanaman tebu

muda tampak bintik-bintik putih. (b) ditengah rumpun tebu, tampak

pucuk daun yang kering dan berwarna kemerahan. (c) ruas-ruas tebu

(35)

commit to user C. Kerangka Pemikiran

Usahatani tebu merupakan usaha yang prospektif untuk

dikembangkan di Kecamatan Karanganyar, hal ini ditunjukkan dengan

produktivitas tebu yang tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lain di

Kabupaten Karanganyar.

Efisiensi merupakan salah salah satu hal penting dalam dunia

usahatani khususnya usahatani tebu. Dengan capaian tingkat efisiensi tinggi

maka petani tebu dikatakan mampu menjalankan proses operasionalnya

dengan baik. Untuk mengetahui tingkat efisiensi petani tebu maka proses

operasional petani tebu harus diamati dari sisi input dan output. Adapun input

yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, pupuk, pestisida, dan

tenaga kerja. Sedangkan outputnya adalah produksi tebu. Dengan pengolahan

data menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis) maka dapat dilihat

tingkat efisiensi teknis petani tebu di Kecamatan Karanganyar. Tingkat

efisiensi yang diperoleh dari rasio output yang dicapai dengan menggunakan

berbagai macam input, kemudian digunakan sebagai penyusunan

rekomendasi kebijakan operasional produksi tebu, sehingga diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan acuan dalam rangka meningkatkan efisiensi petani

tebu di Kecamatan Karanganyar yang merupakan salah satu kawasan sentra

penghasil tebu di Kabupaten Karanganyar.

Langkah selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi efisiensi petani tebu di Kecamatan Karanganyar Kabupaten

Karanganyar yaitu dengan analisis Regresi Linier Berganda. Metode ini

(36)

commit to user

keluarga, dan jumlah keprasan terhadap efisiensi teknis petani tebu, serta

mengukur besaran pengaruh beberapa variabel bebas (independent variables)

terhadap efisiensi petani tebu sebagai variabel terikat (dependent variable).

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

1.

2.

INPUT

§ Luas Lahan § Pupuk § Pestisida § Tenaga Kerja

OUTPUT

§ Produksi Tebu

Efisiensi Relatif

Pendidikan Lama Usaha Tanggungan Keluarga

(37)

commit to user D. Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga efisiensi petani tebu di Kecamatan Karanganyar Kabupaten

Karanganyar belum efisien secara teknis.

2. Diduga pendidikan mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Hipotesis ini sama dengan

penelitian sebelumnya bahwa variabel pendidikan mempengaruhi

efisiensi petani, diantaranya penelitian Linh H. Vu, Frantisek (2006),

Sreenivasa, dkk (2009), Poudel (2011), Naceur, dkk (2008), Mevlut, dkk

(2009).

3. Diduga lama usaha mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Hipotesis ini sama dengan

penelitian sebelumnya bahwa variabel lama usaha mempengaruhi

efisiensi petani, diantaranya penelitian Padilla-Fernandez, dkk (2009),

Poudel (2011).

4. Diduga tanggungan keluarga mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu

Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Hipotesis ini sama

dengan penelitian sebelumnya bahwa tanggungan keluarga

mempengaruhi efisiensi petani, diantaranya penelitian Frantisek (2006),

Poudel (2011), Zahidul, dkk (2011).

5. Diduga jumlah keprasan mempengaruhi efisiensi teknis petani tebu

(38)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode survey.

Objek penelitiannya yaitu keseluruhan petani tebu di Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Karanganyar. Kecamatan Karanganyar dipilih karena daerah ini

merupakan sentra produksi tebu di Kabupaten Karanganyar. Selain itu daerah

ini mudah dijangkau oleh peneliti sehinnga mempermudah penelitian.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dan dianalisis pada penelitian ini ada dua

macam, yaitu :

1. Data Primer : yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung kepada

para petani tebu di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, yaitu

dengan menanyakan seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini

yang tersusun dalam kuisioner penelitian.

2. Data sekunder : yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang

berkaitan yang ada hubungannya dengan penelitian, yaitu data yang

diperoleh dari BPS Kabupaten Karanganyar dan Dinas Pertanian,

(39)

commit to user C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Produksi tebu adalah banyaknya hasil tebu yang diperoleh petani dalam

satu kali masa panen yang dihitung dalam satuan kwintal (Kw).

2. Luas lahan adalah luas tanah yang digunakan petani tebu untuk produksi

tebu dalam satu musim panen diukur dalam satuan hektar (Ha).

3. Pupuk adalah banyaknya jumlah pupuk yang digunakan petani tebu dalam

satu musim panen. Pupuk diukur menggunakan satuan kwintal (Kw).

4. Pestisida adalah jumlah obat-obatan yang digunakan petani tebu dalam

satu musim panen. Pestisida diukur menggunakan satuan liter (Liter).

5. Tenaga kerja adalah jumlah pekerja yang digunakan dalam proses

produksi tebu dalam satu kali masa panen diukur dalam satuan Hari Orang

Kerja (HOK).

6. Efisiensi adalah tingkat efisiensi teknis petani tebu yang dianalisis

menggunakan dengan DEA (Data Envelopment Analysis) (%).

7. Pendidikan adalah pendidikan formal yang diterima oleh petani tebu atau

tahun sukses pendidikan terakhir yang ditempuh oleh petani tebu (Th)

SD:6, SMP:9, SMA:12, Diploma:15, Sarjana:16.

8. Pengalaman kerja/lama usaha adalah lamanya petani tebu melaksanakan

usahatani tebu (Th).

9. Jumlah keprasan adalah banyaknya pemotongan tebu setelah panen tanam

(40)

commit to user

10. Tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang harus dibiayai oleh

kepala keluarga sebagai pencari nafkah petani tebu (Orang).

Dalam penelitian ini variabel-variabel diatas akan dianalisis

menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis) menggunakan

software WDEA (Warwick DEA) dan Regresi Linier Berganda

menggunakan software E-Views versi 7.0.

D. Metode Analisis

1. Analisis DEA (Data Envelopment Analysis)

Penelitian ini menggunakan alat analisis yaitu DEA (Data

Envelopment Analysis). DEA digunakan untuk meneliti efisiensi petani tebu.

Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi (luas lahan, pupuk,

pestisida, tenaga kerja) yang berpengaruh pada produksi tebu.

Data Envelopment Analysis (DEA) adalah pemrograman matematika

non-parametrik dengan pendekatan penilaian perbatasan. Model DEA

disajikan secara ringkas, dengan detail teknis yang relatif. Ulasan lebih rinci

tentang metodologi disajikan oleh Fare, Grosskopf dan Lovell (1985,1944),

Seiford dan Thrall (1990), Lovell (1993), Ali Dan Seiford (1993), Lovell

(1994), Charnes et al (1995), Seiford (1996), Cooper, Seiford dan Tone

(2000) dan Thanassoulis (2001) (Coelli, 2005: 162)

Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) mengilustrasikan sebuah model

yang memiliki orientasi input dan diasumsikan dengan return to scale (CRS).

Selanjutnya mengansumsikan, seperti Banker, Charnes dan Cooper (1984)

(41)

commit to user

a. Model Returns to Scale (CRS)

Kita akan mulai dengan mendefinisikan notasi tertentu. Asumsikan

ada data input K dan output M pada perusahaan N atau DMU yang disebut

dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-i tersebut diwakili oleh vektor x1 dan

y1. KxN matrik input, X, dan Mx N matriks output, Y, merupakan data dari

semua N DMU. Tujuan dari DEA adalah untuk mengetahui batasan

non-parametrik atas titik data sehingga semua titik yang diamati dibawah batasan

produksi. Sebagai contoh sederhana dari sebuah industri di mana satu output

yang diproduksi dengan menggunakan dua input. asumsi CRS ini dapat

diwakili oleh unit input isokuan. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA

adalah melalui bentuk rasio. Untuk DMU setiap akan mendapatkan ukuran

rasio semua output atas semua input, seperti u¢yi/v¢xiu 'y, dimana u adalah

Mx1 vektor bobot output dan v adalah Kx1 vektor bobot input. Untuk

memilih bobot optimal harus ditentukan masalah pemrograman matematis :

maxu,v (u¢yi/v¢xi),

st u¢yj/v¢xj £ 1, j=1,2,...,N,

u, v ³ 0.

Nilai u dan v, ukuran efisiensi DMU dimaksimalkan, bahwa semua

pengukuran efisiensi harus kurang dari atau sama dengan satu. Satu masalah

dengan formulasi rasio adalah bahwa memiliki jumlah tak terbatas. Untuk

(42)

commit to user

maxm,n (m¢yi),

st n¢xi = 1,

m¢yj - n¢xj £ 0, j=1,2,...,N,

m, n ³ 0,

Perubahan notasi dari u dan v untuk μ dan ν menunjukan transformasi. Ini

dikenal sebagai multiplier dari masalah program linear. Menggunakan

dualitas dalam pemrograman linear akan mendapat suatu masalah

envelopment

minq,l q,

st -yi + Yl ³ 0,

qxi - Xl ³ 0,

l ³ 0,

Dimana θ adalah skalar dan λ adalah Nx1 vektor konstan. Bentuk

envelopment terdapat kendala dibandingkan bentuk multiplier (K+M < N+1),

dan pada umumnya bentuk ini yang sering digunakan. Nilai θ diperoleh dari

efisiensi nilai DMU ke-i. Ini akan dihasilkan θ ≤ 1, dengan nilai 1

menunjukkan titik pada perbatasan DMU efisiensi teknis, menurut Farrell

(1957). Nilai θ diperoleh untuk setiap DMU (Coelli, 2005: 163)

Meskipun untuk menghitung efisiensi relatif memiliki banyak

kelebihan dibanding analisis rasio parsial dan analisis regresi, DEA memiliki

keterbatasan. Pertama, DEA mensyaratkan semua input dan output harus

spesifik dan dapat diukur. Kesalahan dalam memasukan input dan output

yang valid akan memberikan hasil yang bias. Kedua, DEA berasumsi bahwa

(43)

commit to user

Ketiga, dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi adanya constant return to

scale (CRTS). CRTS menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua

tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada

tingkat output. Ini merupakan asumsi penting, sebab asumsi ini

memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan terhadap unit isoquant,

walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidak selalu terjadi. Keempat, bobot

input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan dalam

nilai ekonomi, meskipun koefisien tersebut memiliki formulasi metematik

yang sama. Tetapi hal ini bukan kendala karena DEA bertujuan mengukur

(44)

commit to user 2. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar

variabel independen dalam hal ini pendidikan, lama usaha, tanggungan

keluarga dan jumlah keprasan mempengaruhi efisiensi petani tebu sebagai

variabel dependen. Ditulis dengan persamaan sebagai berikut (Gujarati,

1999: 91):

Y = β0 +β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 D1+ β5 D2 + β6 D3 + ei

Dimana : Y = efisiensi petani tebu (dalam satuan persen)

X1 = pendidikan (dalam satuan tahun)

X2 = lama usaha (dalam satuan tahun)

X3 = tanggungan keluarga (dalam satuan orang)

D1 = 1 jika keprasan ke-2, 0 untuk lainnya

D2 = 1 jika keprasan ke-3, 0 untuk lainnya

D3 = 1 jika keprasan ke-4, 0 untuk lainnya

β0 = konstanta

β1, β2, β3, β4, β5, β6 = koefisien tiap-tiap variabel

ei = Variabel pengganggu

Langkah selanjutnya adalah dilakukan pengujian validasi model sebagai

berikut :

a.Uji Asumsi Klasik

Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar yang

dapat menghasilkan estimator liniear tidak bias yang terbaik dari model

regresi yang diperoleh dari metode metode kuadrat terkecil biasa.

(45)

commit to user

lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan (Hasan, 2002:

280).

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal

(Ghozali, 2006 : 110). Untuk menguji apakah distribusi data normal

dalam penelitian ini menggunakan teknik Jarque-Berra, adapun

kriteria dalam pengujian normalitas yaitu dengan menggunakan

kaedah sebagai berikut.

a) Apabila nilai probabilitas (P) > 0,050 maka dapat disimpulkan

bahwa data berdistribusi normal;

b) Apabila nilai probabilitas (P) < 0,050 maka dapat disimpulkan

bahwa data berdistribusi tidak normal.

2) Uji Multikolinearitas

Multikolonieritas adalah hubungan linier yang sempurna atau

pasti diantara beberapa atau semua variabel independen dari model

regresi. Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditentukan adanya korelasi antar variabel independen

(Ghozali, 2006: 92). Salah satu cara mengetahui ada tidaknya

multikolinearitas adalah dengan metode Klein yaitu membandingkan

nilai r2 dengan nilai R2. Model dikatakan terbebas dari masalah

(46)

commit to user

3) Uji Heteroskedastisitas

Asumsi yang penting dalam model regresi linier klasik

disebut heteroskedastisitas, yaitu varian dari unsur-unsur disturbance

(Ui) tidak sama (tidak konstan). Dengan demikian bahwa varian

bersyarat dari Yi meningkat dengan meningkatnya variabel X, hal ini

dapat ditunjukkan simbol (Gujarati, 1999: 177) :

E (Ui) = σ2i : i = 1, 2, 3, … n

Heteroskedastisitas adalah apabila kesalahan atau residual

yang diamati tidak memiliki varian yang konstan. Kondisi

heteroskedastisitas sering terjadi pada data cross section atau data

yang diambil dari beberapa responden pada suatu waktu tertentu.

(Ghozali, 2006 : 109) Model regresi dikatakan tidak terjadi

heteroskedastisitas apabila nilai probabilitas signifikansi > 0,05.

b. Uji Statistik

1) Uji F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel bebas (independen) yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat

(dependen). (Kuncoro, 2001: 98).

Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:

a) Perumusan Hipotesis

HO: β = 0; tidak ada pengaruh antara seluruh variabel independen

(47)

commit to user

H1: β ≠ 0; ada pengaruh antara seluruh variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

b) Taraf significant; a = 0,05 (taraf kepercayaan 95%)

c) Rumus Mencari Ftabel: n-k-1; k-1 = 57-6-1; 6-1 = 50; 5 = 2,45.

d) Kriteria pengujian

Ho diterima apabila: Fhitung < 2,45 atau probabilitas (p) > 0,05.

Ho ditolak apabila: Fhitung > 2,45 atau probabilitas < 0,05.

2) R2 (Koefisien Deteminasi)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya adalah mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

terikat (Kuncoro, 2001: 100). Rumus koefisien determinasi (R2) yang

digunakan adalah sebagai berikut :

TSS

RSS = varian yang diterangkan persamaan regresi

TSS = varian total

0

Daerah terima H0 Daerah tolak H0

(48)

commit to user

3) Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen apakah mempunyai

pengaruh signifikan atau tidak. OLS (Oldinary Least Squares/ pangkat

kuadrat terkecil biasa) sebagai alat estimasi sangat ditentukan oleh

signifikansi parameter-parameter yang dalam hal ini adalah koefisien regresi

(b1) dilakukan dengan uji statistik t (Ghozali, 2006: 82). Uji t digunakan

untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebasnya.

Langkah pengujiannya sebagai berikut:

a) Perumusan Hipotesis

HO:β=0; tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap

dependen.

H1:β ≠ 0; ada pengaruh antara variabel independen terhadap

dependen.

b) Taraf significant; a = 0,05 (taraf kepercayaan 95%)

Rumus Mencari ttabel: α/2 ; n-k-1 = 0,05/2; 57-6-1 = 0,025; 50

= 2,009

c) Kriteria pengujian

Daerah terima H0

Daerah tolak H0 Daerah tolak H0

(49)

commit to user

Ho diterima apabila: -2,009 < thitung < 2,009 atau probabilitas > 0,05

Ho ditolak apabila: thitung > 2,009 atau probabilitas < 0,05

d) Perhitungan nilai t dengan rumus sebagai berikut:

Sb b t =

b = koefisien regresi

(50)

commit to user BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Kecamatan Karanganyar

1. Letak Geografis

Kecamatan Karanganyar merupakan salah satu kecamatan dari 17

kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar. Jarak dari ibukota

kabupaten 1 km arah timur. Luas wilayah Kecamatan Karanganyar adalah

43,03 km2 dengan ketinggian rata-rata 320 m diatas permukaan laut. Batas

wilayah Kecamatan Karanganyar adalah sebagai berikut (Kec.

Karanganyar Dalam Angka, 2011) :

a. Bagian utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Mojogedang.

b. Bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Jumantono dan

Kabupaten Sukoharjo.

c. Bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Tasikmadu dan

Kecamatan Jaten.

d. Bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Karangpandan dan

Kecamatan Matesih.

2. Penggunaan Lahan

Sebagian besar lahan yang terdapat di Kecamatan Karanganyar

merupakan lahan sawah. Lahan sawah sering digunakan untuk bercocok

tanam segala jenis tanaman yang produk yang dihasilkan menjadi

(51)

commit to user

(lombok, kacang panjang, melon), maupun tanaman perkebunan (tebu,

kopi, lada).

Tabel 4.1

Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa Kecamatan Karanganyar Tahun 2010

Sumber: Kecamatan Karanganyar Dalam Angka, 2011

Lahan sawah di Kecamatan Karanganyar sangat bermanfaat untuk

ditanami bermacam-macam tanaman. Tanaman padi memiliki luas panen

sebesar 4.284 Ha, luas panen tanaman jagung sebesar 148 Ha, sedangkan

kacang tanah memiliki luas panen sebesar 382 Ha. Ubi kayu mempunyai

luas panen sebesar 227 Ha, dan tanaman tebu giling memiliki luas panen

sebesar 479 Ha (Kec. Karanganyar Dalam Angka, 2011)

3. Keadaan penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Karanganyar berdasrkan registrasi

tahun 2010 sebanyak 77.413 jiwa, dengan rincian laki-laki 38.412 jiwa dan

perempuan 39.001 jiwa. Dibandingkan tahun 2009, maka terdapat

pertambahan penduduk sebanyak 787 jiwa atau mengalami pertumbuhan

(52)

commit to user

9.387 jiwa(12,13%), kemudian Desa Tegalgede yaitu 8.656 jiwa (11,18%).

Desa Lalung 8.300 jiwa(10,72%). Sedangka Desa dengan jumlah

penduduk paling sedikit adalah Desa Bolong, yaitu 4.242 jiwa (5,48%),

dan Desa Jungke, yaitu 4.685 jiwa (6,05%) (Kec. Karanganyar Dalam

Angka, 2011)

Prosentase penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan

Karanganyar, dilihat dari jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang

hampir sama.

Tabel 4.2

Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Kecamatan Karanganyar Tahun 2010

Sumber: Kecamatan Karanganyar Dalam Angka, 2011

4. Keadaan Pertanian di Wilayah Kecamatan Karanganyar

Kecamatan Karanganyar memiliki lahan sawah seluas 1.758,11 Ha

dengan rincian (Kec. Karanganyar Dalam Angka, 2011) :

1) Lahan sawah irigasi teknis seluas 1.333,18 Ha

2) Lahan sawah irigasi setengah teknis seluas 280,50 Ha

3) Lahan sawah irigasi sederhana seluas 75,00 Ha

(53)

commit to user

Kecamatan Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah

pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman

perkebunan agro industri.

Tabel 4.3

Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kecamatan Karanganyar Tahun 2010

No. Jenis Luas Panen

Sumber: Kecamatan Karanganyar Dalam Angka, 2011

Jenis tanah di Kecamatan Karanganyar sangat cocok untuk

pertanian terutama perkebunan tebu. Perkebunan tebu merupakan salah

satu sektor dimana produk yang dihasilkan menjadi kebutuhan pokok

hidup rakyat.

B. Karakteristik Responden

1. Jenis kelamin

Berdasarkan data responden yang telah dikumpulkan dari 57

petani tebu responden sebanyak 53 petani tebu berjenis kelamin

laki-laki dan sebanyak 4 petani tebu berjenis kelamin perempuan. Dari data

yang telah dikumpulkan diketahui bahwa laki-laki sangat mendominasi

(54)

commit to user Tabel 4.4

Jumlah Petani Tebu Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1

Berdasarkan data yang dikumpulkan, rata-rata responden petani

tebu berada pada usia 40– 50 tahun yakni sebanyak 68 % yaitu dengan 39

responden petani tebu. usia responden petani tebu yang termuda berumur

35 tahun dan yang tertua berumur 62 tahun.

Tabel 4.5

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Tingkat Usia

No. Tingkat Usia (tahun) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 40 4 7

2. 40 – 50 39 68

3. 51 – 60 13 23

4. > 60 1 2

Jumlah 57 100

Sumber: Data primer diolah, 2012

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi tata cara responden bertani

tebu. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan semakin

mempengaruhi hasil produksi.

Tabel 4.6

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Prosentase (%)

1. Tamat SD 17 30

2. Tamat SMP 21 37

3. Tamat SMA 10 17

4. Diploma/ Sarjana 9 16

Jumlah 57 100

(55)

commit to user

Pada tabel 4.6 terlihat bahwa jumlah responden yang tingkat

pendidikannya tamat SD terdapat 17 responden, tingkat pendidikan tamat

SMP sebanyak 21 responden, tingkat pendidikan tamat SMA sebanyak 10

responden, sedangkan tingkat pendidikan tamat Diploma atau Sarjana

sebanyak 9 responden. Rata-rata tingkat tamat pendidikan petani tebu

responden hanya lulus SMP.

4. LamaUsaha

Lama usahatani merupakan lamanya petani dalam menggeluti

usahatani tebu. Semakin lama petani menggeluti usahatani tebu

diharapkan mempunyai pengalaman yang banyak dan mengetahui lebih

jauh dunia usahatani tebu sehingga dapat meningkatkan produksi tebu

serta menghindari kerugian.

Tabel 4.7

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Lama Usaha

No. Lama Usaha (tahun) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. <10 16 28

2. 10 – 20 31 54

3. 21 – 30 8 14

4. > 30 2 4

Jumlah 57 100

Sumber: Data primer diolah, 2012

Tabel 4.7 menjelaskan bahwa responden dengan lama usaha

rata-rata responden telah bertani tebu antara 10-20 tahun sebanyak 31

responden. Sebanyak 16 responden bertani tebu kurang dari 10 tahun, 8

responden bertani tebu antara 21- 30 tahun dan 2 responden bertani tebu

(56)

commit to user

5. Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga terdiri dari suami, istri, anak dan

orang yang hidup dalam satu atap responden. Tabel 4.8 ini menjelaskan

jumlah tanggungan keluarga petani tebu.

Tabel 4.8

Sumber: Data primer diolah, 2012

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

jumlah tanggungan keluarga 2 orang adalah yang paling sedikit yaitu

sebanyak 1 responden, jumlah tanggungan keluarga 3 orang 4 sebanyak

responden, jumlah tanggungan keluarga 4 orang sebanyak 22 responden.

Responden terbanyak adalah jumlah tanggungan keluarga 5 orang dengan

47 responden, dan jumlah tanggungan keluarga 6 orang dengan 3

responden.

6. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan keikutsertaan petani tebu dalam sistem

pendidikan non formal dalam meningkatkan SDM yang berkualitas, ini

bertujuan agar petani tebu dapat menghasilkan produksi tebu yang

(57)

commit to user

Sumber: Data primer diolah, 2012

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa jumlah responden petani tebu

semuanya telah mengikuti penyuluhan, dari 57 responden semuanya telah

mengikuti penyuluhan.

7. Hasil Produksi

Hasil produksi merupakan produksi tebu yang dihasilkan dalam

masa satu kali panen. Berdasarkan data yang dikumpulkan, produksi

paling sedikit dihasilkan oleh 4 petani yang memproduksi tebu kurang

dari 500 kw. sedangkan produksi terbanyak sebesar 12000 kw atau 120

ton tebu.

Tabel 4.10

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Hasil Produksi

No. Hasil Produksi (kw) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 500 4 7

Sumber: Data primer diolah, 2012

Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa rata-rata petani tebu memproduksi

antara 500 – 1000 kw tebu dalam sekali musim tanam yaitu dengan 18

(58)

commit to user 8. Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan sangat berpengaruh terhadap besarnya hasil

produksi tebu. Luas lahan petani tebu responden sebagian besar adalah

lahan sewa. Untuk meningkatkan jumlah produksi tebu, petani menambah

lahan mereka dengan cara menyewa lahan.

Tabel 4.11

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Luas Lahan Garapan

No. Luas Lahan (ha) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 1 4 7

2. 1 – 2 24 42

3. 3 – 5 16 28

4. > 5 13 23

Jumlah 57 100

Sumber: Data primer diolah, 2012

Pada tabel 4.11 menjelaskan bahwa sebanyak 4 responden

yang digunakan berpengaruh terhadap hasil produksi tebu. Jenis pupuk

(59)

commit to user

Tabel 4.12

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Jumlah Pupuk

No. Jumlah Pupuk (kw) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 10 6 10

Sumber: Data primer diolah, 2012

Pada tabel 4.13 menjelaskan bahwa rata-rata petani tebu

menggunakan pupuk antara 21 – 50 kw. Penggunaan pupuk terendah

sebanyak 4 kw, sedangkan penggunaan jumlah pupuk terbanyak

mencapai 240 kw. Perbedaan jumlah pupuk yang digunakan antar petani

tebu disebabkan luas lahan dan keadaan tanah yang berbeda.

10.Jumlah Pestisida

Pestisida merupakan indikator dalam mengurangi atau

menghilangkan hama. Jumlah pestisida dalam penelitian ini diukur dalam

satuan liter (L). Jenis pestisida yang digunakan pada tanaman tebu

diantaranya AMITOR, ABULISI, BVR, GLIO dan GESAPAK.

Tabel 4.13

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Jumlah Pestisida

No. Jumlah pestisida (L) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 5 21 37

2. 5 – 10 17 30

3. 11 – 20 16 28

5. > 20 3 5

Jumlah 57 100

Sumber: Data primer diolah, 2012

Pada tabel 4.14 menjelaskan bahwa rata-rata responden

(60)

commit to user

pestisida paling sedikit digunakan petani tebu hanya sebanyak 1 L dan

terbanyak mencapai 40 L.

11.Jumlah Keprasan

Jumlah keprasan dalam penelitian ini adalah banyaknya keprasan

tebu yang dilakukan petani setelah pertama kali penanaman tebu. Dalam

penelitian ini petani tebu dengan jumlah keprasan I merupakan keprasan

pertama kali, jumlah keprasan II merupakan keprasan kedua, jumlah

keprasan III merupakan keprasan ketiga, sedangkan keprasan ke IV

merupakan keprasan keempat.

Tabel 4.14

Jumlah Responden Petani Tebu Menurut Jumlah Keprasan

No. Jumlah Keprasan Jumlah Responden Prosentase (%)

1. I 14 24

2. II 23 40

3. III 10 18

5. IV 10 18

Jumlah 57 100

Sumber: Data primer diolah, 2012

Pada tabel 4.15 menjelaskan bahwa rata-rata responden petani tebu

dengan jumlah keprasan II merupakan jumlah responden paling banyak

dengan 40 responden, untuk jumlah keprasan III & IV merupakan paling

sedikit dengan 18 responden, sedangkan jumlah keprasan I sebanyak 24

Gambar

Tabel                   halaman
Gambar                  halaman
Tabel 1.1 menjelaskan luas lahan, hasil produksi dan produktivitas tebu
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pasal 2 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 perlu dibentuk Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan yang mengatur tentang Retribusi

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kuliner tradisi yang telah dilakukan yaitu, Inventarisasi Upacara Tradisi di Kabupaten Jepara (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Reseller mirip dengan afiliasi, perbedaannya adalah biasanya Anda harus membeli lebih dulu produk penjual dengan jumlah dan harga tertentu sebelum bisa menjual kembali

Gambaran mikroskopik menunjuk- kan masih banyak infiltrasi sel-sel radang limfosit plasma dan PMN di daerah bagian submukosa lambung dibandingkan dengan tikus kelompok C

Kelompok tikus yang diberi ekstrak binahong menunjukkan regenerasi sel epitel tubulus ginjal Simpulan: Pemberian gentamisin injeksi dosis toksik yaitu 0,3 ml setiap

Analisis terhadap kegiatan pembe- lajaran yang dilakukan guru berhasil diidentifikasi bahwa guru sains lemah dalam keterampilan dasar mengajar, baik dalam hal membuka

Untuk mengetahui bagaimana peranan modal kerja terhadap kemampuan perusahaan menghasilkan laba, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang akan dibuat dalam