BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sejak 700 Sebelum Masehi yang lalu, desain gigitiruan telah dibuat dengan menggunakan ivory dan tulang. Walaupun demikian, gigitiruan jarang dipertimbangkan sejak abad pertengahan hingga tahun sekitar 1800. Alasannya adalah kurangnya ketersediaan bahan-bahan yang digunakan untuk gigitiruan selama masa tersebut.1
Perkiraan populasi lansia dengan umur di atas 50 tahun di belahan dunia akan mencapai 50% dari seluruh populasi pada tahun 2025. Tingginya populasi lansia tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan terhadap pemeliharaan oral higiene dan penggunaan gigitiruan penuh atau gigitiruan sebagian lepasan untuk menggantikan gigi yang hilang.2
mempunyai kelemahan dalam hal dapat mengabsorbsi saliva, estetis yang jelek, dan perubahan dimensi.
Dewasa ini, resin akrilik dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia dalam pembuatan bahan basis gigitiruan.3 Keuntungan dari resin akrilik sebagai bahan basis gigitiruan adalah teknik pembuatan dan pemolesannya mudah.4 Selain itu, bahan basis resin akrilik mempunyai nilai estetis yang baik, murah, dan mudah diproses.2 Walaupun demikian, hingga saat ini belum ditemukan suatu bahan yang memenuhi seluruh persyaratan bahan basis gigitiruan.5
Beberapa metode yang digunakan untuk proses polimerisasi basis gigitiruan yang terbuat dari bahan resin akrilik, yaitu : proses pemanasan dalam unit kuring dan penggunaan energi microwave. Masing-masing metode ini dapat mempengaruhi sifat fisis resin akrilik terutama dalam hal porositas, karakteristik permukaan, dan kekuatan gigitiruan. Menurut Campos, dkk (2009) bahan basis gigitiruan resin polimerisasi dengan energi microwave menunjukkan nilai kekasaran permukaan yang lebih besar dibandingkan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Secara klinis, pengaruh mekanis dan kemis yang berasal dari fungsi rongga mulut, makanan, kebiasaan, dan prosedur pembersihan selama beberapa waktu bisa mengakibatkan perubahan warna dan tekstur pada permukaan, distorsi, serta fraktur.6
Pada tahun-tahun sebelumnya, beberapa penulis menyarankan pembersihan gigitiruan secara kemis dengan menggunakan larutan glutaraldehid, sodium hipoklorit, iodoform, klorin dioksida, dan alkohol. Pembersihan gigitiruan secara kemis mempunyai kerugian, yaitu stain pada gigitiruan.9 Perubahan permukaan basis gigitiruan dapat terjadi karena pembersihan gigitiruan yang terus menerus, seperti perendaman dalam larutan sodium hipoklorit.8 Belakangan ini, pembersihan dengan energi microwave sangat populer dan banyak digunakan untuk membunuh bakteri dari permukaan basis gigitiruan.10
Penggunaan energi microwave adalah salah satu metode yang disarankan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan pembersihan gigitiruan. Energi microwave diperkenalkan pada tahun 1985 untuk sterilisasi bahan. Telah dibuktikan bahwa penggunaan energi microwave selama 10 menit dapat membunuh mikroorganisme.11 Penggunaan energi
microwave lebih dipertimbangkan untuk pembersihan gigitiruan daripada pembersihan
gigitiruan dengan energi microwave akan lebih efektif untuk membunuh Candida albicans bila dibersihkan di dalam air dibandingkan pembersihan gigitiruan secara kering.8 Perbedaan waktu dan pengaturan daya energi microwave telah menjadi salah satu cara pembersihan gigitiruan, tetapi kerugian terhadap sifat-sifat bahan masih belum diketahui dengan jelas.14 Salah satu kerugian dari penggunaan energi microwave terhadap sifat-sifat bahan adalah kekasaran permukaan dan porositas pada basis gigitiruan.15 Menurut Sartori, dkk (2006) bahwa kekasaran permukaan meningkat pada kelompok pemolesan mekanis setelah dilakukan pembersihan dengan energi microwave 690 Watt 6 menit.8 Menurut Hugh, dkk (2005) bahwa absorpsi air pada bahan basis resin akrilik akan meningkat dengan adanya suhu yang panas mengakibatkan tergganggunya struktur permukaan akrilik dan terjadi modifikasi sifat-sifat permukaan resin akrilik.16
Menurut Allison dan Douglas (1973), pada permukaan basis yang halus hanya sedikit biofilm yang melekat, sehingga akan menghambat perkembangan bakteri pada basis gigitiruan.17 Kekasaran permukaan merupakan sifat fisis bahan yang penting.15 Permukaan yang halus dan pemolesan yang baik merupakan hal yang sangat penting bukan hanya untuk kenyamanan pasien tetapi juga untuk ketahanan gigitiruan, estetis yang baik, dan retensi plak yang minimal.18 Kekasaran permukaan diukur dari ketidakteraturan permukaan hasil penyelesaian akhir dan pemolesan, diukur dalam satuan mikrometer (µm).19 Nilai kekasaran permukaan (Ra) dari basis gigitiruan dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, metode polimerisasi bahan resin, teknik pemolesan, daya atau waktu pembersihan dengan energi
pemolesan kemis.18 Menurut Alves, dkk (2007) bahwa metode pemolesan kemis menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang tinggi.20
1.2 Permasalahan
Basis gigitiruan yang baik seharusnya tidak memiliki kekasaran permukaan. Gigitiruan dengan permukaan yang kasar dapat memudahkan perlekatan bakteri dan terjadinya penumpukan plak. Dengan adanya perlekatan bakteri serta plak bisa mengakibatkan banyak masalah, antara lain : bau mulut, ketidaknyamanan dalam memakai gigitiruan, serta timbulnya iritasi pada mukosa rongga mulut.
Nilai kekasaran permukaan (Ra) dari basis gigitiruan dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan, metode polimerisasi bahan resin, teknik pemolesan, daya atau waktu pembersihan dengan energi microwave, dan jumlah pengulangan prosedur pembersihan gigitiruan.6 Permukaan yang halus (Ra < 0,2 µm) dapat mengurangi perlekatan bakteri dan menghasilkan permukaan basis yang mengkilat.19
Penelitian metode pembersihan gigitiruan dengan menggunakan energi microwave masih sedikit, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh lama pembersihan dengan energi microwave terhadap kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.
1.3 Rumusan Masalah
1. Berapa nilai kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas sebelum dan setelah menggunakan metode pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
2. Apakah ada perbedaan kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah menggunakan metode pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
3. Apakah ada pengaruh lama pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol terhadap kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Ada perbedaan kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah menggunakan metode pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
2. Ada pengaruh lama pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol terhadap kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.
1. Untuk mengetahui nilai kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas sebelum dan setelah dilakukan pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
2. Untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah dilakukan pembersihan dengan energi microwave dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
3. Untuk mengetahui pengaruh lama pembersihan dengan energi microwave terhadap kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dalam 2, 4, 6, 8 menit, dan kontrol.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi sebagai suatu pedoman dalam memberikan instruksi dan informasi kepada pasien mengenai efek lama pembersihan dengan menggunakan energi microwave terhadap kekasaran permukaan bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.
2. Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Prostodonsia.