• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tolerance of Ambiguity dengan Job Involvement pada Karyawan PT. X yang Bergerak Dibidang Penyiaran Televisi Regional Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Tolerance of Ambiguity dengan Job Involvement pada Karyawan PT. X yang Bergerak Dibidang Penyiaran Televisi Regional Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini banyak hal yang menjadi tantangan dan

hambatan bagi suatu perusahaan atau organisasi untuk dapat berkembang.

Tantangan dan hambatan bisa datang dari dalam dan juga dari luar organisasi,

misalnya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang merupakan salah satu

contoh tantangan dan hambatan yang datang dari luar organisasi. Untuk

mengatasi tantangan tersebut, perusahaan atau organisasi perlu melakukan

pengelolaan atau pengontrolan terhadap semua hal yang dapat mempengaruhi

eksistensi organisasi. Hal yang paling dasar untuk dikelola adalah sumber

daya yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. Organisasi di bidang

apapun, termasuk perusahaan akan selalu dihadapkan pada permasalahan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya yang

umumnya dikelola dalam sebuah organisasi adalah sumber daya manusia

(SDM), peralatan, bahan baku, uang, dan lain sebagainya. Dari semua sumber

daya yang ada, SDM menjadi hal yang paling penting untuk mendapat

perhatian atau pengelolaan dari organisasi dibandingkan dengan hal lainnya

(Marihot, 2002). Hal tersebut dikarenakan SDM dapat menjadi salah satu

keunggulan perusahaan untuk dapat eksis dan berkembang bila dikelola

dengan baik (Wiryawan, 2013).

Sebagai sumber daya yang diunggulkan, karyawan atau pekerja juga

(2)

sekedar tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, namun juga tanggung

jawab terhadap diri mereka untuk bisa sukses dalam pekerjaannya. Hal ini

dikarenakan karyawan bekerja bukan hanya atas dasar kepentingan

kompensasi secara finansial semata, tetapi juga berdasarkan kepentingan

nonfinansial yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan

untuk menentukan kesuksesan atau kegagalan dalam pekerjaannya di

perusahaan tempat ia bekerja (Wiryawan, 2013). Perusahaan membutuhkan

karyawan untuk melaksanakan semua pekerjaan yang ada dan karyawan

membutuhkan perusahaan sebagai tempat mereka dalam mencari penghasilan

dan pengalaman kerja.

Karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah karyawan yang

memiliki performa kerja yang baik dan optimal. Hal ini dikarenakan performa

kerja karyawan adalah hal penting dalam mewujudkan tujuan yang dimiliki

perusahaan (Lestari, 2014). Banyak perusahan-perusahaan besar menilai

performa kerja karyawan yang baik dan optimal merupakan salah satu hal

penting dalam proses pelaksanaan kerja, seperti perusahaan PT.Unilever, Coca

cola, Sony, Motorolla, dan lain-lain. Dengan performa kerja yang baik dan

optimal, perusahaan tersebut mampu menghadapi persaingan dan tantangan

yang ada dihadapannya serta menghasilkan suatu produk atau prestasi yang

mampu membuatnya lebih unggul dari perusahaan lainnya (Suyanto, 2007).

Performa kerja karyawan sendiri tidak terlepas dari sikap mereka terhadap

pekerjaannya yang dinilai mampu mempengaruhi keberhasilan yang dicapi

(3)

bahwa salah satu bentuk sikap yang dapat mendukung perkembangan dan

kemajuan perusahaan adalah job involvement.

Vijayakumari (2013) menyebut job involvement sebagai sebuah

filosofi manajemen dan kepemimpinan tentang bagaimana orang-orang aktif

berkontribusi untuk perbaikan dan kesuksesaan yang secara terus menerus

berkelanjutan di organisasi. Gore (dalam Vijayakumari; 2013) berpendapat

bahwa karyawan dengan involvement yang tinggi akan memandang

pekerjaannya sebagai suatu hal yang penting dalam hidupnya dan kepuasan

yang mereka miliki berasal dari menjalankan tugas dan tanggung jawab atas

pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. Davis dan Newstrom (dalam

Asnawi & Bachroni; 1999) juga mendefinisikan hal yang sama bahwa job

involvement adalah tingkatan seberapa besar dan keras seseorang menekuni

serta menggunakan waktu dan tenaga yang dimiliki untuk pekerjaannya dan

memandang pekerjaan tersebut sebagai salah satu hal penting bagi hidupnya.

Lodahl & Kejner (dalam Asnawi & Bachroni; 1999) menyatakan

bahwa karyawan yang memiliki tingkat job involvement yang tinggi akan

memandang pekerjaannya sebagai suatu hal yang penting bagi dirinya,

sehingga akan melaksanakan pekerjaannya dengan sebaik mungkin dan akan

mengoptimalkan segala tenaga, bakat, pengetahuan, dan waktu yang

dimilikinya. Sedangkan individu yang tidak memiliki job involvement

cenderung kurang memihak atau patuh terhadap aturan di perusahaan dan

(4)

mempengaruhi seseorang untuk mendukung dan mewujudkan tujuan yang

dimiliki perusahaan, sehingga akan memajukan produktivitas dan efisiensi

dari perusahaan (Brown dalam Zhang; 2014). Karyawan akan dikatakan

memiliki job involvement yang tinggi, jika memiliki 3 (tiga) karakteristik

yang dikemukakan oleh Lodahl dan Kejner (dalam Hossein; 2011), yaitu (a)

sejauh mana seorang karyawan merasa pekerjaannya memiliki nilai penting

dalam hidupnya, (b) seberapa besar karyawan merasa sukses dalam

pekerjaannya, dan (c) sejauh mana dan seberapa banyak waktu yang

dihabiskan karyawan demi pekerjaannya.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi job involvement, yaitu

variabel personal dan variabel situasional (Saal dalam Srivastava; 2005).

Variabel personal sendiri meliputi dua hal, yaitu variabel demografis, seperti;

usia, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, jabatan dan senioritas dan

variabel psikologis, seperti; kepuasan kerja, performansi kerja, absensi, usaha

kerja dan intensi turnover. Shani dan Chadha (1987 dalam Srivastava 2005)

juga menyebutkan terdapat dua faktor psikologis yang mempengaruhi job

involvement, yaitu locus of control dan tolerance of ambiguity. Sedangkan

variabel situasional meliputi karakteristik/hasil kerja, variasi, otonomi,

identitas tugas, feedback, level pekerjaan, level gaji, kondisi pekerjaan, job

security, supervisi, dan iklim interpersonal (Saal dalam Srivastava; 2005).

Karyawan yang dibutuhkan perusahaan adalah karyawan yang

memiliki job involvement yang tinggi, sehingga karyawan dapat menghasilkan

(5)

menutup kemungkinan karyawan dihadapkan pada situasi yang ambigu atau

tidak inginkan, muncul dan mempengaruhi kualitas kerjanya. Ambiguitas

dapat terjadi dalam berbagai hal, seperti informasi yang tidak lengkap, adanya

ketidakpastian dan ketidakkonsistenan informasi yang diperoleh (Wiryawan,

2013). Viser (dalam Rangriz; 2012) mengatakan ambiguitas dapat terjadi

dalam bentuk ketidakjelasan kata-kata dan ketidakpastian kondisi atau situasi

di mana terjadi multitafsir atau pandangan, serta terkadang terjadi

pertentangan.

Ambiguitas adalah istilah yang digunakan untuk mempersepsikan

informasi yang sedikit untuk digunakan dalam memahami situasi atau kondisi

yang dihadapi. Stimulus-stimulus yang ambigu dapat diperoleh dari beberapa

hal, seperti; situasi yang baru dan asing, tak terduga, atau mungkin terlalu

kompleks untuk dipahami. Budner (1962) berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga)

situasi ambigu yang akan dihadapi dalam bekerja, yaitu situasi baru yang

belum pernah dihadapi atau dialami sebelumnya, situasi yang kompleks dan

rumit dan pernah dialami oleh individu dalam suatu kondisi, dan situasi yang

kontradiktif atau bertentangan. Adanya stimulus yang dihadapi karyawan

khususnya stimulus yang ambigu mengharuskan karyawan untuk mampu

merespon atau melakukan suatu usaha yang dapat menyelesaikan atau

menghadapi stimulus tersebut.

Respon atau usaha yang dapat dilakukan karyawan terhadap

(6)

(tolerance). Tolerance atau intolerance of ambiguity mengacu kepada

kapasitas individu untuk mengabaikan atau merespon akan ketidakpastian,

mentolerir atas ketidaknyamanan pada situasi yang ambigu seperti hal-hal

yang baru, kompleks, dan kontradiksi (Stoycheva, 1997). Intolerance of

ambiguity adalah kecenderungan untuk mempersepsikan suatu situasi ambigu

sebagai sumber ketidaknyamanan atau ancaman (Budner, 1962). Individu

menolak (intolerance) terhadap situasi yang ambigu dikarenakan tidak suka,

represif, menghindar dan perilaku destruktif (merusak) yang bergantung

kepada situasi yang dihadapi berupa; tidak ada solusi, kompleks, dan baru atau

belum dikenal (Wiryawan; 2013).

Sedangkan tolerance of ambiguity adalah suatu kecenderungan untuk

memandang situasi yang ambigu sebagai suatu situasi yang positif dan

memiliki cara atau tindakan yang dapat digunakan untuk merespon atau

menghadapi situasi tersebut (Budner, 1962). McLain (1993) menetapkan

definisi tolerance of ambiguity sebagai reaksi individu terhadap ransangan

yang dianggap asing, kompleks, tidak pasti, atau memiliki multitafsir

(memiliki definisi ganda). Teoh dan Foo (1997, dalam Katsaros, Tsirikas &

Nicolaidis; 2014) memandang tolerance ofambiguity sebagai kemampuan

individu untuk merespon secara positif terhadap situasi yang ambigu.

Seorang karyawan dengan level tolerance of ambiguity yang tinggi

memiliki kecenderungan untuk lebih aktif dan lebih sering dalam mencari

(7)

(Bennett etal., dalam Rangriz, Hassan; 2012). Sedangkan individu yang

intolerance of ambiguity yang tinggi cenderung untuk mengabaikan dan

menolak segala situasi yang dianggap ambigu dan mengancam keberadaannya

dalam bekerja. Terdapat tiga bentuk respon atau penolakan dari individu yang

memiliki intolerance of ambiguity lebih tinggi, yaitu: (1) cognitive reactions,

merupakan reaksi yang dihasilkan individu dari situasi ambigu dengan sikap

tegas dan cenderung kaku, (2) emotional reactions, merupakan bentuk

ungkapan ekspresi ketidaksukaan, ketidaknyamanan terhadap situasi ambigu

yang di alaminya, dan (3) behavioral reactions, respon yang dilakukan

individu mengindikasikan penolakan dan/atau penghindaran terhadap situasi

ambigu (Grenier, Barrette, & Ladouceur dalam Wiryawan: 2013).

Stoycheva (2010) menyebutkan bahwa individu yang memiliki

tolerance of ambiguity akan mampu menyesuaikan diri dengan situasi-situasi

yang ambigu, sehingga mampu berinteraksi, mengatur proses pengurangan

ketegangan dan mencari informasi yang berkaitan dengan situasi atau kondisi

yang ambigu tersebut. Dengan demikian akan membantu dan memudahkan

karyawan dalam menghadapi dan memenuhi tantangan yang ada, serta mampu

merespon situasi yang ambigu saat bekerja. Oleh karena itu dibutuhkan

karyawan yang memiliki tolerance of ambiguity. Individu yang memiliki

tolerance of ambiguity yang tinggi akan menyadari dan mengetahui hal-hal

penting yang harus dilakukan dalam pekerjaannya di perusahaan tempatnya

bekerja, sehingga menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan berkualitas

(8)

mengetahui hubungan antara tolerance of ambiguity dengan job involvement

pada karyawan.

Penelitian ini akan dilakukan di salah satu perusahaan yang ada di kota

Medan, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang penyiaran televisi Regional

Sumatera Utara. Perusahaan ini berlokasi di pusat kota Medan dan memiliki

karyawan kurang lebih dari 100 orang. Perusahaan ini dipilih atau diambil

sebagai tempat pengambilan data penelitian karena perusahaan ini menilai

karyawan merupakan hal penting dalam pelaksanaan dan proses kerja.

Tugas-tugas yang berkaitan dengan proses pengambilan data atau informasi di

lapangan, pemilihan program, pengolahan informasi hingga penayangan acara

di televisi menyebabkan mereka berhadapan dengan banyak informasi,

intruksi dan kondisi yang harus mereka mengerti dan pahami. Sehingga

diperlukan toleransi terhadap hal-hal yang dianggap ambigu bagi mereka

selama bekerja. Toleransi yang dilakukan oleh karyawan akan mempengaruhi

tingkat keterlibatan kerja mereka diperusahaan, sehingga mampu

menghasilkan pekerjaan yang baik dan berkualitas. Hal ini sesuai dengan isi

wawancara yang dilakukan dengan salah satu petinggi di perusahaan tersebut:

“tentunya perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu

bekerja dengan situasi seperti apapun dan mau terlibat langsung dengan setiap tugas yang dikasih sama mereka. Jadi nantinya tugasnya itu bisa dilaksanakan dengan baik dan nggak ada cacat-cacat, hasil kerjaan perindividu atau perteam juga jadi bagus”

(Wawancara, 10 April 2016)

Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan PT.X

(9)

dan juga mampu mentoleransi setiap situasi yang mereka hadapi saat bekerja.

Sehingga pekerjaan yang ditanggungjawabkan kepada mereka dapat

terselesaikan dengan baik dan optimal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan positif

antara tolerance of ambiguity dengan job involvement pada karyawan PT. X ?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan diatas

maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif

antara tolerance of ambiguity dengan job involvement pada karyawan PT. X.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam

pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Industri dan

Organisasi yang berkaitan dengan hubungan tolerance of

ambiguity dengan job involvement.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi teoritis dan

empiris kepada peneliti lain yang ingin meneliti mengenai variabel

(10)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberi

informasi dan gambaran tentang tolerance of ambiguity dan job

involvement yang dimiliki karyawan yang bekerja di PT.X.

sehingga dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Menguraikan tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan permasalahan serta teori-teori yang

menjelaskan masing-masing variabel yang tersedia.

BAB III Metode Penelitian

Menguraikan mengenai variabel penelitian, definisi

operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data,

prosedur pelaksanaan penelitian, uji validitas dan

realibilitas serta metode analisis data.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Menguraikan mengenai hasil penelitian yang telah

(11)

BAB V Kesimpulan dan Saran

Menguraikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan lebih siap untuk mengikuti dan terlibat dalam perubahan yang dilakukan

Oleh karena itu, Perusahaan dalam hal ini harus benar- benar memperhatikan Pelatihan Kerja yang akan di selenggarakan untuk seluruh karyawan PDAM Tirtanadi

Loyalitas adalah sikap yang dimiliki seseorang untuk bertahan dan setia kepada perusahaan, atasan maupun rekan kerja. Loyalitas merupakan hal yang sangat penting di dalam

Sumber daya manusia merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh suatu perusahaan untutk upaya dalam mencapai tujuan. Dimana keselematan kerja dan

Menurut Mangkunegara (2011) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

Agar terjalinnya kerja sama yang baik antara perusahaan dengan nasabah maka sangat penting kepuasan nasabah bagi suatu perusahaan, disamping itu keterkaitan karyawan juga sangat

Hal tersebut mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat (Malayu SP. Dengan demikian, kedisiplinan yang

Selain komunikasi yang baik dan penjadwalan kerja yang teratur ada satu lagi nilai penting yang perlu diterapkan perusahaan agar mendapatkan efisiensi kerja karyawan secara maksimal,