PENERAPAN KONSELING BEHAVIORISTIK TEKNIK ASSERTIVE TRAINING MELALUI BERMAIN PERAN UNTUK
MENINGKATKAN SIKAP KETERBUKAAN DIRI SISWA KELAS X SMKN 3 KUDUS
Oleh
ACHMAD DWI RIYAN COKO NIM. 2010 31 259
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Latar belakang masalah sesuai dengan hasil observasi dan
pengamatan penulis terhadap siswa pada hari Senin, tanggal 26-30 Januari 2016 dan wawancara dengan guru BK pada jam 10.30-12.00, diketahui ada beberapa siswa kelas X yang mempunyai sikap
keterbukaan dirinya rendah, seperti tidak memiliki tenggang rasa, tidak mau bekerja sama, tidak menghargai orang lain.
Rumusan masalah: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keterbukaan diri pada siswa kelas X SMKN 3 Kudus? 2. Apakah
melalui penerapan konseling behavioristik teknik assertive training
melalui bermain peran dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri pada siswa kelas X SMKN 3 Kudus?
Tujuan penelitian: 1. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keterbukaan diri siswa kelas X SMKN 3 Kudus. 2. Meningkatkan sikap keterbukaan diri melalui penerapan konseling behavioristik teknik assertive training melalui bermain peran pada siswa kelas X SMKN 3 Kudus.
BAB I
Manfaat penelitian;
1. Manfaat teoritis; memperkaya khasanah teori tentang konseling behavioristik teknik assertive training melalui bermain peran.
2. Manfaat Praktis; a. Kepala sekolah dapat menentukan kebijakan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling behavioristik untuk meningkatkan sikap keterbukaan diri, b. Guru bimbingan dan konseling dapat menerapakan konseling behavioristik teknik
assertive training melalui bermain peran untuk meningkatkan sikap keterbukaan diri siswa, c. Guru mata pelajaran dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri dalam proses belajar mengajar. d. Wali kelas dapat mengetahui sikap keterbukaan diri siswa. e. Siswa dapat
meningkatkan sikap keterbukaan diri melalui konseling
Sikap Keterbukaan Diri
1. Pengertian Sikap Keterbukaan Diri
Mengungkapkan reaksi atau tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini
2. Manfaat Sikap Keterbukaan Diri
Dapat meningkatkan hubungan dengan orang lain. Siswa yang mampu membuka dirinya maka dia akan memiliki hubungan yang baik dengan teman sebaya, orang tua mapun orang-orang sekitarnya sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk mengaktualisasikan dirinya.
3. Indikator Sikap Keterbukaan Diri
Tenggang rasa, Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun yang dilakukan orang lain, Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain, Bersikap hati-hati dan selektif dalam menerima dan mengolah informasi dari manapun sumbernya, Toleransi terhadap orang lain, Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya, Menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan, Mau bekerjasama Menghargai orang lain, dan Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan.
BAB II
Konseling Behavioristik
1. Pengertian Konseliing Behavioristik
Konseling behavioristik adalah model konseling yang berorientasi pada perubahan tingkah laku yang tampak yang sesuai dengan tuntutan lingkungan melalui proses belajar
2. Tujuan Konseling Behavioristik
Tujuan konseling behavioristik adalah membentuk kondisi yang baru melalui proses pembelajaran, yaitu dengan menghapus sikap siswa yang kurang terbuka (maladaptive)
menjadi siswa yang memiliki sikap keterbukaan diri dalam menjalin komunikasi dan interaksi dengan lingkungan sekolah
3. Tahapan Pelaksanaan Konseling Behavioristik
Pelaksanaan konseling behavioral memiliki lima tahap dalam proses konseling, yaitu; 1.
Assesment, 2.Goal setting, 3.Technique implementation, 4.Evaluation termination,
Bermain Peran
1. Pengertian Bermain Peran
cara menyajikan layanan bimbingan dengan mempertunjukan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. misalnya peran siswa yang memiliki sikap keterbukaan diri rendah, maupun memerankan tokoh-tokoh lain yang melakukan kegiatan tertentu
2. Tujuan Bermain Peran
3. Mengambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial, 2.Mengambarkan bagaimana cara memecahkan masalah sosial, 3. Mengembangkan sikap kritis terhadap tingkah laku yang harus atau jangan dilakukan dalam situasi sosial tertentu, 4. Memberikan kesempatan untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang
3. Tahap Pelaksanaan Bermain Peran
Kerangka Pikir Penelitian Kedaan siswa:
1. Tidak memiliki sikap tenggang rasa terhadap orang lain,
2. Tidak berterus terang dan menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun orang lain, 3. Merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain,
4. Tidak bersikap hati-hati dan tidak selektif dalam menerima dan mengolah informasi, 5. Tidak memiliki sikap toleransi terhadap orang lain,
6. Tidak mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya,
7. Tidak mau menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan, 8. Tidak mau bekerjasama,
9. Tidak menghargai orang lain, dan
10. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan.
KONDIS I AWAL KONDIS I AWAL
Konseling behavioristik teknik assertive training dengan bermain peran
TINDAKAN
1. Tenggang rasa terhadap orang lain,
2. Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun orang lain, 3. Tidak merahasiakan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain,
4. Bersikap hati-hati dan selektif dalam menerima dan mengolah informasi 5. Toleransi terhadap orang lain,
6. Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya,
7. Menyadari tentang keberagaman dalam berbagai bidang kehidupan, 8. Mau bekerjasama
9. Menghargai orang lain, dan
BAB III. METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan
Penelitian Melalui Konseling Behavioristik 1. Assesment, 2. Goal setting,
3. Technique implementation 4. Evaluation termination, 5. Feedback
Melalui Konseling Behavioristik
1. Assesment, 2. Goal setting,
3. Technique implementation 4. Evaluation termination, 5. Feedback
Data & Sumber Data
Data & Sumber Data
Data Primer & Data Skunder
Data Primer & Data Skunder analisa induksi sistem
bacoon karena dalam penelitian ini menuntut peneliti untuk mengamati fakta-fakta yang terjadi di lapangan sehingga
hasilnya lebih objektif. Analisis data
menggunakan teknik analisa induksi sistem
bacoon karena dalam penelitian ini menuntut peneliti untuk mengamati fakta-fakta yang terjadi di lapangan sehingga
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Klien I (AR) memiliki sikap keterbukaan diri yang rendah karena kepribadian introvert dan penyesuaian diri yang rendah. Melalui
layanan konseling individu teknik assertive training dengan bermain peran yang dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dapat
meningkatkan sikap keterbukaan diri klien AR.
Klien II (JS) memiliki sikap keterbukaan diri yang rendah karena pribadi pesimistis dan rasa khawatir akan penolakan. Melalui layanan konseling individu teknik assertive training dengan bermain peran yang
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri klien JS.
Klien III (DA) memiliki sikap keterbukaan diri yang rendah karena individualistis dan penerima hubungan dari teman yang tidak
mendukung. Melalui layanan konseling individu teknik assertive training
BAB V
PEMBAHASAN
Klien I AR
Faktor yang menyebabkan klien memiliki sikap keterbukaan diri rendah yaitu, faktor
internal kepribadian yang introvert dan faktor eksternal yaitu kemampuan penyesuaian diri yang rendah
Kepribadian introvert ditandai dengan suka melamun, menghindari kontak sosial,
tampak tenang, kurang ekspresif dalam emosinya, mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil tindakan, kurang dinamis, kurang menyukai perubahan, dan tidak mudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Klien memiliki sikap keterbukaan diri rendah adalah kemampuan penyesuaian diri yang
rendah, yaitu kurang percaya diri, rendah diri, dan malu untuk mengungkapkan perasaan kepada orang lain
Melalui layanan konseling individu teknik assertive training dengan bermain peran yang
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri klien AR. Klien AR yang semula bersikap tertutup merasa kekhawatiran yang
berlebihan, malu dan canggung, lebih senang bekerja sendiri, sulit menyesuaikan diri dengan orang lain, AR juga dalam penyesuian dirinya dengan teman sekolah yang rendah seperti kurang percaya diri, rendah diri, dan malu untuk mengungkapkan
perasaan kepada orang lain. secara berangsur-angsur berkurang. Hubungan sosial yang semula kurang berjalan dengan baik setelah diberikan layanan secara bertahap
Klien II JS
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keterbukaan diri klien, yaitu faktor intern berupa
kepribadian yang pesimistis dan faktor ekstern yaitu kekhawatiran akan penolakan
Responden yang memiliki kepribadian yang pesemistis menunjukkan adanya sikap
keterbukaan diri yang negatif, seperti tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu.
JS menjadi tidak terbuka karena adanya penolakan dari teman lawan komunikasinya. Dari
penolakan tersebut membuat klien JS hubungan sosial dengan teman terganggu, dan interaksi dengan teman sekolah tidak dapat berjalan dengan baik, yang pada akhirnya kurangnya informasi yang dapat diterima berkaitan dengan pelajaran maupun hubungan sosial dengan teman-teman sehingga prestasi belajarnya menurun.
Melalui layanan konseling individu teknik assertive training dengan bermain peran yang
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri klien JS. Klien JS yang semula bersikap tertutup seperti, kurang inovatif dalam belajar, kurang percaya diri, tidak bisa mengambil keputusan, pesimis, merasa kekhawatiran yang
berlebihan, malu dan canggung, lebih senang bekerja sendiri, sulit menyesuaikan diri dengan orang lain, JS juga dalam penyesuian dirinya dengan teman sekolah yang rendah seperti kurang percaya diri, rendah diri, dan malu untuk mengungkapkan perasaan
Klien III DA
Faktor yang menyebabkan klien memiliki sikap keterbukaan diri rendah yaitu faktor intern
berupa kepribadian yang individualistis dan faktor eksternal berupa penerimaan hubungan
(receiver relationship) dari teman yang tidak memberi dukungan dan tidak mau menerima individu apa adanya,.
Bahwa individu yang memiliki kepribadian individualistis memiliki sikap penyendiri dan
tertutup dengan siapapun, serta kurang nyaman saatu bertemu dengan orang lain
bahwa nilai (kualitas positif dan negatif) pengungkapan diri juga berpengaruh terhadap
penerimaan hubungan seseorang. Pengungkapan diri yang positif lebih disukai daripada
pengungkapan diri yang negatif. Pendengar akan lebih suka jika pengungkapan diri orang lain yang didengarnya bersifat positif.
Melalui layanan konseling individu teknik assertive training dengan bermain peran yang
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dapat meningkatkan sikap keterbukaan diri klien DA. Klien DA yang semula memiliki sikap penyendiri dan tertutup dengan siapapun, serta kurang nyaman saatu bertemu dengan orang lain, merasa kekhawatiran yang berlebihan, malu dan canggung, lebih senang bekerja sendiri, sulit menyesuaikan diri dengan orang lain, DA juga dalam penyesuian dirinya dengan teman sekolah yang rendah seperti kurang percaya diri, rendah diri, dan malu untuk mengungkapkan perasaan kepada orang lain. secara berangsur-angsur berkurang. Hubungan sosial yang semula kurang berjalan dengan baik setelah
Simpulan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi klien I (AR) kepribadian introvert dan penyesuaian diri yang rendah. Klien II (JS) pribadi pesimistis dan rasa khawatir akan penolakan. Klien III (DA) individualistis dan penerima hubungan dari teman yang tidak mendukung.
Disarankan sekolah dapat melakukan monitoring perilaku siswa, guru BK dapat memberikan konseling individu teknik assertive
dengan bermain peran untuk mengentaskan sikap keterbukaan diri yang rendah, guru mata pelajaran dapat memotvasi
siswanya, wali kelas dapat melakukan interaksi sosial, siswa hendaknya bersifat terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi.