• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Mutu Produk Ikan Tuna Dengan Olive Oil Dalam Kaleng Di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengawasan Mutu Produk Ikan Tuna Dengan Olive Oil Dalam Kaleng Di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia - Unika Repository"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA

DENGAN

OLIVE OIL

DALAM KALENG DI PT.

BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat

syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh :

Yosua Santoso

NIM : 14.I1.0059

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

i

PENGAWASAN MUTU PRODUK IKAN TUNA DENGAN MEDIA OLIVE OIL

DALAM KALENG DI PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA

Oleh:

YOSUA SANTOSO

NIM : 14.I1.0059

PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PANGAN

Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal :

Semarang, 11 Juli 2017 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata

Pembimbing Lapangan Dosen Pembimbing

Titis Indraswati P Inneke Hantoro, STP. MSc

Dekan

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat penyertaan, karunia dan rahmatnya, sehingga penulis dapat melaksanakan KP di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dan menyelesaikan laporan KP yang berjudul “Pengawasan Mutu Produk Ikan Tuna dengan Olive Oil Dalam Kaleng di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Semua ini berkat doa, semangat, dukungan, nasihat, bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, atas berkat penyertaan-Nya yang luar biasa.

2. Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, MSc sebagai Dekan dari Fakultas Tekonologi Pertanian, Program Studi Teknologi Pangan yang sudah membantu serta memberikan ijin kepada penulis supaya dapat melaksanakan kerja praktek.

3. Ibu Inneke Hantoro, STP. MSc., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, waktu, pikiran dan tenaganya dari pemberian pengarahan sebelum kerja praktek hingga penyusunan laporan akhir.

4. Bapak Aminoto, selaku direktur PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP.

5. Cik Sherly, selaku komisaris dan direktur marketing PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP pada divisi QC.

6. Bapak Koesnadi, selaku manajer PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk dapat melaksanakan KP.

7. Titis Indraswati P, selaku pembimbing lapangan yang sudah membimbing dan mendampingi penulis selama masa kerja praktek di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia.

8. Seluruh staff PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yang sudah membantu, mau direpotkan, memberikan informasi, bimbingan serta menjadi keluarga baru selama masa kerja praktek.

(4)

iii

10.Jordan, Audrey, Priska, Lisa, Nita, Rena, dan Yovita sebagai teman seperjuangan melaksanakan kerja praktek di Banyuwangi.

11.Semua pihak yang telah membantu baik dalam bentuk doa, dukungan, semangat penulis dalam kelancaran baik kerja praktek maupun penyusunan laporan kerja praktek yang tidak dapat penulis disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga laporan KP ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan KP ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan KP ini dan demi kebaikan penulis di masa mendatang. Tuhan Yesus memberkati.

(5)

iv

1.3.Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 2

1.4.Metode Kerja Praktek ... 2

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 2.1.Sejarah Perkembangan Perusahaan ... 4

2.2.Lokasi & Tata Letak Perusahaan ... 4

2.3.Visi & Misi Perusahaan ... 5

2.4.Pernyataan Kebijakan Mutu ... 5

2.5.Struktur Organisasi Perusahaan ... 5

2.6.Ketenagakerjaan Perusahaan... 6

2.7.Sistem Pemasaran ... 8

3. SPESIFIKASI PRODUK PT. BANYUWANGI CANNERY INDONESIA ... 9

3.1.Produk yang Dihasilkan ... 9

4. PROSES PRODUKSI ... 11

4.1.Proses Produksi Produk Ikan Tuna ... 11

4.1.1. Penerimaan Bahan Baku ... 12

4.1.2. Thawing ... 12

4.1.3. Penyiangan & Pencucian ... 13

4.1.4. Pemaskaan ... 14

4.1.5. Pendinginan ... 14

4.1.6. Deheading ... 15

4.1.7. Trimming ... 16

4.1.8. Pemotongan & Pengisian Daging ... 16

4.1.9. Penambahan Media ... 17

4.1.10. Seaming & Can Washing ... 18

4.1.11. Sterilisasi ... 19

4.1.12. Pemeraman ... 20

(6)

v

5. PENGAWASAN MUTU IKAN TUNA DALAM KALENG ... 22

5.1.Pengawasan Mutu Bahan Baku ... 22

5.2.Pengawasan Mutu Proses Produksi Ikan Tuna Dalam Kaleng ... 23

5.3.Pengawasan Mutu Pengemas ... 25

5.4.Pengawasan Mutu Produk Jadi ... 26

6. PEMBAHASAN ... 28

6.1.Pengawasan Mutu Bahan Baku ... 28

6.2.Pengawasan Mutu Proses Produksi ... 30

6.3.Pengawasan Mutu Pengemas ... 33

6.4.Pengawasan Mutu Produk Jadi ... 34

7. KESIMPULAN & SARAN ... 35

7.1.Kesimpulan ... 35

7.2.Saran... 35

8. DAFTAR PUSTAKA ... 36

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 7

Tabel 2. Jenis Produk PT. Banyuwangi Cannery Indonesia... 10

Tabel 3. Parameter pengawasan mutu fisik bahan baku ikan tuna dalam kaleng ... 23

Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi kerupuk ikan ... 24

Tabel 5. Parameter pengawasan mutu fisik kemasan ikan tuna dalam kaleng ... 26

(8)

vii

Halaman

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 6

Gambar 2. Berbagai Brand PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 9

Gambar 3. Alur proses produksi ikan tuna PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 11

Gambar 4. Penerimaan Bahan Baku ... 12

Gambar 5. Thawing ... 13

Gambar 6. Penyiangan & Pencucian ... 13

Gambar 7. Cooker ... 14

Gambar 8. Pendinginan ... 15

Gambar 9. Deheading ... 15

Gambar 10. Trimming ... 16

Gambar 11. Pemotongan & Pengisian Daging ... 17

Gambar 12. Pengisian Media ... 17

Gambar 13. Seaming & Can Washing ... 18

Gambar 14. Sterilisasi (Retort) ... 20

Gambar 15. Pemeraman ... 20

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah proses produksi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 38

Lampiran 2. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia (Google Maps) ... 39

Lampiran 3. Pabrik PT. Banyuwangi Cannery Indonesia ... 39

(10)

1 1.1. Latar Belakang

Industri di bidang pangan sudah semakin maju dan berkembang secara teknologi maupun inovasi. Dengan hal tersebut, sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang akan semakin sadar adanya berbagai produk pangan untuk mencukupi kebutuhan gizi tanpa diabaikannya aspek kualitas yang menunjang kesehatan. Pengetahuan dasar mengenai industri pangan telah mahasiswa dapatkan melalui kegiatan perkuliahan. Namun, mahasiswa sadar bahwa di dalam dunia industri tidak hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi juga meliputi pengalaman bekerja dalam industri pangan. Pengalaman kerja yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam menyelesaikan masalah ketika menghadapi suatu kondisi sesungguhnya di lapangan. Melalui Kerja Praktek (KP) dapat diperoleh segala kondisi dan situasi yang terjadi di lapangan serta praktek yang sesungguhnya di dunia pangan, sehingga ketika sudah berada di dalam dunia kerja tidak hanya teori yang diperoleh tetapi juga pengalaman kerja praktek (KP).

(11)

2

dalam dunia kerja. Diharapkan dengan KP yang diambil dapat memberi wawasan dan gambaran tentang bagaimana suatu perusahaan beroperasi.

PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dipilih sebagai tempat KP karena perusahaan ini merupakan salah satu industri pengalengan ikan tuna terbesar di Indonesia yang menghasilkan berbagai jenis produk ikan tuna dalam kaleng. Perkembangan produk pangan berbasis seafood di Indonesia tidak lepas dari perjuangan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia untuk terus maju dan berkembang. Selain karena hal tersebut, juga adanya rasa tertarik terhadap perkembangan teknologi hasil laut dan bagaimana pengolahannya, sehingga dipilihlah PT. Banyuwangi Cannery Indonesia sebagai tempat yang tepat dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari.

1.2. Tujuan

Tujuan dari dilaksanakannya kerja praktek ini adalah :

a. Menerapkan pengetahuan dasar yang telah didapatkan selama perkuliahan.

b. Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang pangan.

c. Mendapatkan gambaran mengenai situasi kerja industri pangan.

d. Mengetahui masalah-masalah yang timbul di lapangan dan berusaha mencari penyelesaian atau solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

KP ini dilaksanakan selama 22 hari kerja, dimulai dari tanggal 16 Januari 2016 sampai tanggal 10 Februari 2016 di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, di Jalan Raya Situbondo Km 12,5 Watudodol, Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia.

1.4. Metode Kerja Praktek

(12)
(13)

4

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan. Perusahaan ini milik perseorangan yang berfokus pada produk ikan tuna yang dikemas dalam kaleng. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia sudah memulai perusahaan pengalengan ini sejak 2010. Perusahaan ini dapat memproduksi hingga 10 ton per harinya dan memiliki kapasitas pengiriman perbulannya sebanyak 8FCL ( Full Container Load ). Produk yang dihasilkan berupa ikan tuna dengan olive oil, ikan tuna dengan sunflower oil, ikan tuna dengan soya bean oil, dan ikan tuna dengan brine. Perusahaan ini bergerak sebagai pemasok ikan tuna dalam kaleng, dan merek-merek yang digunakan berasal dari permintaan pembeli. Semakin berkembang perusahaan, permintaan akan variasi produk bermacam-macam. Awalnya perusahaan ini hanya memproduksi daging tuna dengan model chunk, setelah berkembang perusahaan ini juga memproduksi daging tuna dengan model slice dan full flake.

Perusahaan ini didirikan di atas lahan seluas 1,5 hektar di Banyuwangi, Indonesia. Total dari pekerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu sebanyak 211 orang, yang sudah termasuk pekerja bulanan dan pekerja harian yang berada di lapangan untuk memproses ikan tuna. Pasar utama perusahaan ini yaitu ekspor ke bagian Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Fasilitas produksi pada perusahaan ini didukung oleh sistem komputer pengendali mutu, gudang penyimpanan produk jadi yang dilengkapi dengan mesin pengatur suhu ruangan, serta dilakukan pemantauan kualitas secara terus menerus oleh laboratorium untuk menjaga kualitas produk dan untuk memenuhi keinginan pelanggan akan produk yang higienis. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia telah mendapatkan sertifikat HACCP, European Union /EU 584. 13 B/C, GMP (Good Manufacturing Practice), HALAL, Dolphin Safe – EII, Kosher (per shipment).

2.2. Lokasi & Tata Letak Perusahaan

(14)

m2. Denah PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1. Sebelah timur perusahaan berbatasan dengan jalan menuju Ketapang, sebelah selatan berbatasan dengan bukit, sebelah utara berbatasan dengan Selat Bali, dan sebelah barat berbatasan dengan jalan menuju Bangsri. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dapat dilihat pada lampiran 2.

2.3.Visi & Misi Perusahaan

Visi dari PT. Banyuwangi Cannery Indonesia yaitu “Menjadi perusahaan terdepan dalam menghasilkan produk hasil laut yang unggul dalam mutu dan keamanan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh dunia”. Misi dari PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah :

1. Membentuk sistem jaminan mutu dan keamanan pangan

2. Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) 3. Meningkatkan sarana dan prasarana pengolahan

2.4. Pernyataan Kebijakan Mutu

PT. Banyuwangi Cannery Indonesia mempunyai pernyataan kebijakan mutu yaitu “Mutu adalah hidup kami, kami hanya memproduksi produk yang bermutu untuk memuaskan pelanggan. Komitmen kami adalah menerapkan system HACCP dalam berproduksi. Jika kami tidak menjaga mutu berarti kami keluar dari bisnis. Suksesnya bisnis kami, adalah berkat dukungan seluruh karyawan yang mengerti dan menjalankan kebijakan mutu”.

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan

(15)

6

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

2.6. Ketenagakerjaan Perusahaan

(16)

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

technician & mechanic 1 orang

jumlah 13 orang

(17)

8

dan peralatan yang dipakainya, patuh dan taat pada atasan dan pimpinan divisi masing-masing, dan tata tertib harus di patuhi dan dilaksankan.

2.7. Sistem Pemasaran

(18)

9 3.1. Produk yang Dihasilkan

PT. Banyuwangi Cannery Indonesia memproduksi berbagai macam produk ikan tuna dalam kaleng. Sejak didirikannya perusahaan ini hingga sekarang, banyak produk baru yang telah dikembangkan. Brand yang digunakan merupakan permintaan dari pembeli dan dipasarkan ke luar negeri.

Gambar 2. Berbagai Brand PT. Banyuwangi Cannery Indonesia.

(19)

10

Tabel 2. Jenis Produk PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

Produk Keterangan

Tuna in soyabean oil

Tuna in olive oil

Tuna in sunflower oil

Flake tuna

(20)

11 4.1.Proses Produksi Produk Ikan Tuna

Diagram alir tahapan proses produksi dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alur proses produksi ikan tuna PT. Banyuwangi Cannery Indonesia * = Bagian kritis yang perlu dikontrol

Thawing

Penyiangan Pencucian

Pendinginan Deheading

*Trimming

Pemotongan Pengisian daging

*Penambahan media *Seaming

Can washing

*Sterilisasi (Retort) Pemeraman Pengemasan *Penerimaan bahan baku

(21)

12

4.1.1. Penerimaan Bahan Baku

Setiap bahan baku yang diterima diperiksa mutunya secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higienis. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku akan ditolak. Untuk bahan baku segar akan segera dilakukan penanganan berupa penyimpanan pada cool storage pada suhu -18oC. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus dimasukan ke dalam ABF (Air Blast Freezer) pada suhu -35oC dan selanjutnya disimpan pada cool storage dengan suhu -18oC. Adapun uji histamin dan formalin pada ikan yang baru datang.

Gambar 4. Penerimaan bahan baku

4.1.2. Thawing

(22)

Gambar 5. Thawing

4.1.3. Penyiangan & Pencucian

Pada tahap ini ikan tuna diambil bagian isi perut dan insang dengan menggunakan pisau. Limbah dari penyiangan dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi tepung ikan. Setelah dibersihkan, ikan akan dicuci dengan cara disiram terus menerus melalui pipa-pipa air yang terdapat di atas tempat pencucian, kemudian ditempatkan pada rak pre-cooking.

(23)

14

4.1.4. Pemasakan

Pemasakan bertujuan agar proses pembersihan daging ikan dapat dilakukan dengan lebih mudah, mengurangi kandungan air, lemak, dan membuat daging ikan menjadi lebih kompak. Memasukkan ikan yang telah disusun dalam rak ke dalam cooker merupakan langkah awal dalam tahap pemasakan ini. Cooker sendiri adalah tempat atau ruangan pemasakan yang memiliki pintu yang dapat ditutup rapat untuk mencegah pengeluaran uap yang terlalu banyak. Untuk suhu pemasakan sekitar 75oC - 90oC, dan untuk lama waktu antara 60menit-90 menit sesuai dengan berat ikannya. Setelah itu dilakukan penurunan suhu dengan air disemprotkan melalui pipa-pipa yang terdapat di dalam cooker. Dengan menggunakan thermorecording atau termometer dapat diamatinya suhu dan waktu pemasakan.

Gambar 7. Cooker

4.1.5. Pendinginan

(24)

Gambar 8. Pendinginan

4.1.6. Deheading

Pada tahap ini daging ikan dipisahkan dari bagian kepalanya, duri, sisik, dan ekornya. Untuk membersihkan daging ikan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam. Teknik yang digunakan yaitu dengan daging ikan dikikis secara perlahan dengan mata pisau tegak. Nantinya bagian daging ini disortir untuk memisahkan sisa daging hitam atau coklat yang masih ada, tulang, dan sisik yang masih lolos dalam proses deheading. Pensortiran dimaksudkan juga untuk menghindari adanya brosis, honeycombdan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga.

(25)

16

4.1.7. Trimming

Pada tahap trimming daging ikan dipisahkan dari daging gelapnya/ brown meat. Teknik yang digunakan hampir sama dengan proses deheading yaitu daging ikan dikikis secara perlahan dengan mata pisau tegak. Proses trimming daging ikan menghasilkan beberapa bagian daging yaitu berupa loin, flake, dan brown meat. Selama proses trimming juga dilakukannya penyortiran dengan maksud untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga. Bila ditemukannya brosis atau honeycomb, maka akan dilakukannya tracebility dan cek uji histamin pada daging tersebut.

Gambar 10. Trimming

4.1.8. Pemotongan & Pengisian Daging

(26)

mungkin dan sesuai dengan net weight, oleh karena itu ditambahkannya flake bertujuan untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Gambar 11. Pemotongan & Pengisian Daging

4.1.9. Penambahan Media

Media ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Pengisian media hingga batas head space atau antara 6 – 10 % dari tinggi kaleng. Pada proses pengisian, kaleng dilewatkan pada conveyor dan kaleng akan secara otomatis terisi air garam yang keluar melalui pipa-pipa saluran dari tempat pemasakan air garam yang terdapat di atas conveyor. Suhu media tidak boleh kurang dari 70oC. Pengisian media olive oil ke dalam kaleng dilakukan dengan cara yang sama seperti air garam. Pada olive oil akan diisi setelah kaleng terisikan oleh air garam.

(27)

18

4.1.10.Seaming & Can Washing

Seaming atau penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming secara otomatis menggunakan vacum seamer. Vacum seamer sendiri merupakan mesin penutup kaleng yang dapat sekaligus melakukan penghampaan udara dalam kaleng. Pada proses penutupan kaleng, double seam yang dihasilkan harus dapat menjaga isi yang dikandungnya terutama makanan, minuman, minyak dan lain-lain. Oleh karena itu seam tersebut harus tahan terhadap tekanan-tekanan, baik dari luar maupun dari dalam. Selain itu, double seam harus cukup kuat menahan kemungkinan adanya pengaruh selama perjalanan, pengiriman, proses dan penyimpanan. Dalam hal ini, kaleng yang telah berisikan ikan dan media dilewatkan melalui conveyor menuju vacum seamer untuk dilakukan penutupan secara otomatis. Sebelumnya pada isi takaran media tidak boleh terlalu penuh atau kurang, karena hal tersebut akan mempengaruhi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Standar yang ditentukan yaitu harus sampai batas head space atau 6–10% dari tinggi kaleng. Setiap kaleng yang ditutup dicek secara visual untuk melihat kesempurnaan proses penutupan kaleng. Setelah proses seaming, kaleng-kaleng yang telah tertutup sempurna akan memasuki alat can washer dengan sendirinya melalui track yang sudah dirancang. Proses kinerja can washer ini adalah dengan menyemprotkan air panas dengan suhu 77oC ke arah kaleng-kaleng yang melewatinya.

(28)

4.1.11.Sterilisasi

Sterilisasi merupakan pemanasan pada suhu diatas 100oC dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati. Sterilisasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu sterilisasi murni/sempurna dan sterilisasi komersial. Sterilisasi murni/sempurna adalah pemanasan pada suhu diatas 100oC dengan tujuan membunuh semua mikroorganisme dalam bahan makanan atau bahan lainnya. Sedangkan sterilisasi komersial adalah pemanasan dengan suhu diatas 100 oC dengan tujuan membunuh jenis mikroorganisme tertentu yang berbahaya bagi keamanan pangan atau yang tidak diinginkan. Pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia metode proses sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi komersial. Pada produk pangan dalam kaleng memang pada umunya menggunakan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial memang didesain tidak untuk membunuh semua mikroorganisme di dalam produk pangan dalam kaleng, dengan kata lain produk pangan dalam kaleng akan berada dalam kondisi commercially sterile tetapi tidak dalam kondisi bacteriologically sterile. Commercially sterile sendiri merupakan kondisi atau keadaan dimana produk pangan diproses dengan mengaplikasikan panas sampai terbebas dari bakteri yang merugikan/patogen dan tidak dapat tumbuh lagi pada kondisi normal tanpa pembekuan pada saat penyimpanan dan distribusi. Biasanya mikroorganisme yang masih terdapat dalam keadaan steril adalah jenis bakteri yang membentuk spora karena spora lebih tahan terhadap panas, dan bakteri termofil seperti Bacillus stearothermophilus dan Bacillus coagulans. Sedangkan untuk bacteriologically sterile sendiri dapat diartikan yaitu suatu tingkatan pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam bentuk kehidupan yang ada pada bahan makanan yang dipanaskan.

(29)

20

Gambar 14. Sterilisasi (Retort)

4.1.12.Pemeraman

Pada tahap ini ikan tuna kaleng dilakukan uji pemeraman untuk mengetahui kesempurnaan proses sterilisasi. Uji pemeraman pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia dilakukan dengan diletakkannya produk jadi pada suatu ruangan dengan suhu kamar dan disusun dengan posisi terbalik, kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia, pemeraman kaleng dilakukan minimal 5 hari. Bila terjadi atau ditemukannya kaleng yang menggembung atau bocor, maka akan dilakukan tracebility.

(30)

4.1.13.Pengemasan

Pengemasan merupakan kegiatan melakukan, memproduksi dan merancang kemasan suatu produk pangan. Kemasan itu sendiri harus memenuhi syarat untuk segi kamanfaatan dan keamanan. Hal ini dikarenakan kemasan digunakan untuk melindungi dan memperpanjang umur simpan suatu produk pangan baik dalam proses perjalanan dari distribusi ke konsumen, maupun dalam proses penyimpanan setelah sampai ke supplier ataupun ke tangan konsumen. Pada tahap ini merupakan pengemasan sekunder pada produk. Kemasan sekunder yang digunakan yaitu karton box yang merupakan salah satu jenis kertas yang populer karena praktis dan murah. Jenis kertas yang digunakan untuk karton adalah medium dan kraft. Kertas medium berbentuk gelombang sedangkan kertas kraft berbentuk datar dan bertekstur halus. Bentuk gelombang pada kertas bertujuan untuk menambah kekuatan karton dalam menyimpan produk.

(31)

22

5. PENGAWASAN MUTU IKAN TUNA DALAM KALENG

5.1. Pengawasan Mutu Bahan Baku

Pengawasan mutu bahan baku yang digunakan untuk proses produksi ikan tuna dalam kaleng ini merupakan bagian yang sangat penting. Bahan baku akan menentukan kualitas produk produksi ikan tuna dalam kaleng yang dihasilkan. Bahan baku utama yang digunakan PT. Banyuwangi Cannery Indonesia adalah ikan tuna. Pengujian ikan tuna dengan pengambilan beberapa sampel untuk dilakukan pengujian organoleptik meliputi kenampakan, tekstur, dan aroma. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan indra manusia. Ikan tuna diuji kenampakannya dengan menggunakan indra penglihatan. Selanjutnya ikan tuna diuji teksturnya dengan menggunakan indra peraba, dan yang terakhir diuji aromanya dengan menggunakan indra penciuman. Adapun dilakukannya pengujian kimia yang meliputi uji histamin dan uji formalin. Ikan tuna yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu PT. Banyuwangi Cannery Indonesia akan ditolak. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menetapkan standar ikan tuna yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, kenampakannya warna kulit tidak pudar, kulit mengkilap, mata jernih, insang merah segar, serta teksturnya kenyal, dan beraroma ikan segar. Untuk standar histamin bahan baku ikan tuna yaitu ≤ 30 ppm, dikarenakan untuk mengantisipasi kenaikan kadar histamin selama proses produksi dan untuk formalin sendiri standar yang diberikan yaitu tidak boleh ada formalin. Apabila ditemukan sampel dengan kenampakan, tekstur, aroma, histamin, dan formalin yang tidak sesuai dengan standar, maka sampel akan ditolak dan diretur.

(32)

perasa. Untuk olive oil diuji pula keadaan kemasan dan warnanya dengan menggunakan indra penglihatan, sedangkan untuk aroma dengan menggunakan indra penciuman. Bahan baku tambahan yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu PT. Banyuwangi Cannery Indonesia akan ditolak. PT. Banyuwangi Cannery Indonesia menetapkan standar garam halus yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, keadaan kemasannya utuh atau tidak berlubang/bocor, rasanya asin, dan warna putih bersih. Standar minyak zaitun yang dapat diterima adalah jika hasil pengujian organoleptiknya memenuhi hal-hal berikut yaitu, keadaan kemasannya utuh atau tidak berlubang/bocor, warnanya kuning tua (khas olive oil), dan aromanya tidak tengik. Keadaan kemasan pada bahan baku tambahan menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga kualitas bahan baku pada saat pengiriman maupun penyimpanan. Apabila kemasan tersebut rusak atau berlubang, maka bahan baku yang terdapat dalam kemasan dapat terkontaminasi dan rusak.

Tabel 3. Parameter pengawasan mutu fisik bahan baku ikan tuna dalam kaleng Bahan

baku

Pengawasan

Mutu Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

Ikan Tuna

Kenampakan Warna kulit tidak pudar, kulit mengkilap, mata jernih, insang merah segar

Tekstur Bersih dan tidak bocor

Garam Halus

Warna Putih bersih

Rasa Asin

Tekstur Bersih dan tidak bocor

5.2. Pengawasan Mutu Proses Produksi ikan tuna dalam kaleng

(33)

24

Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi ikan tuna dalam kaleng

Tahapan Pengawasan Mutu Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

Penimbangan

Bahan Baku Pengcekan timbangan Berat awal 0,000 gram

Thawing Pengcekan suhu ≤ 4◦C

Penyiangan

Pengcekan alat

penyiang Bersih, tidak tumpul

Hasil penyiangan Jeroan ikan tidak ada

Pencucian Hasil pencucian Bersih

Metode pencucian Pada air mengalir

Pemasakan

Pengecekan cooker Bersih, tidak macet Pengecekan hasil

pemasakan Kematangan merata

Pendinginan Pengecekan waktu 30 menit

Pengcekan suhu ikan 44◦C

Deheading

Pengcekan hasil

deheading Kepala, duri, kulit, ekor tidak ada Pengcekan suhu

heading area ≤ 30◦C

Trimming

Pengcekan hasil

trimming Bersih, rapi

Pengcekan loin Bersih dari brown meat

Pengcekan tekstur tidak ada honey comb dan brosis, daging padat, kompak, tidak berlendir Pemotongan

Pengecekan alat

pemotong Bersih, tidak tumpul

(34)

Tabel 4. Pengawasan mutu proses produksi ikan tuna dalam kaleng (lanjutan) Tahapan Pengawasan Mutu Standar PT. Banyuwangi

Cannery Indonesia

Penambahan Media

Pengcekan hasil Media tidak terlalu sedikit, tidak terlalu banyak Pengecekan alat Tidak macet, bersih Pengcekan suhu

minyak 70◦C

Pengecekan suhu air

garam 70◦C

Seaming Pengecekan alat Tidak macet

Pengcekan hasil Kaleng tertutup sempurna

Can Washing

Pengcekan suhu spray

water 77◦C

Pengcekan alat Tidak macet

Pengcekan hasil Bersih, tidak ada minyak menempel

Sterilisasi (Retort)

Pengecekan suhu retort 117◦C

Pengecekan tekanan 0,8 atm

Pengecekan alat Bersih, tidak macet

Pengecekan waktu 70 menit

Pemeraman

Lama pemeraman Minimal 5 hari Posisi pemeraman kaleng terbalik

Pengcekan hasil Kaleng tidak ada yang menggembung atau bocor

5.3. Pengawasan Mutu Pengemas

(35)

26

Tabel 5. Parameter pengawasan mutu fisik kemasan ikan tuna dalam kaleng. Kemasan Pengawasan Secara

Bahan Kertas medium & kraft

5.4. Pengawasan Mutu Produk Jadi

(36)

Tabel 6. Pengawasan mutu produk ikan tuna dalma kaleng Bahan Pengawasan

Mutu Standar PT. Banyuwangi Cannery Indonesia

Daging tuna

Rasa Gurih

Aroma Khas ikan tuna

Warna Cerah

Tekstur Padat dan kompak

Histamin ≤ 50 ppm

Mercury (Hg) MRL 1

Cadmium (Cd) MRL 0,1

Plumbum (Pb) MRL 0,3

Bakteri anaerob < 10 colony/gram

Bakteri E. Coli < 3 apm/gram

Salmonella Negatif

Kaleng

Kebocoran Tidak ada

Menggembung Tidak ada

Pesok Tidak ada

(37)

28 6. PEMBAHASAN

6.1. Pengawasan mutu bahan baku

Pengendalian/pengawasan mutu merupakan suatu aktivitas keteknikan dan manajemen yang mengukur ciri-ciri kualitas produk dan membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan akan mengambil tindakan perbaikan berupa penyehatan yang sesuai apabila terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standar yang sudah ditetapkan (Montgomery, 1996). Penanganan yang lambat pada ikan segar dan beku akan mempengaruhi tingginya nilai histamin pada ikan tersebut. Histamin merupakan racun yang ada pada seafood yang dapat mengakibatkan terjadinya keracunan histamin fish poisoning (HFP). Walaupun tidak secara keseluruhan, tetapi histamin ini dapat ditemukan pada keluarga Scombridae dan Scombresocidae yang meliputi mackarel dan tuna. Hal ini dapat dikarenakan kedua jenis ikan tersebut memiliki tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara alami mengalami perubahan dari histidin menjadi histamin yang diakibatkan adanya aktivitas bakteri. Sebagai akibat dari mengkonsumsi ikan yang memiliki histamin maka dapat terjadi gejala keracunan. Terbentuknya histamin sangat erat sekali hubungannya dengan histidin bebas yang terdapat pada daging ikan. Histamin di dalam daging diproduksi oleh enzim yang akan mengakibatkan meningkatkan pemecahan histidin melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil) (Chetfel et al., 1985).

(38)

pada suhu >20oC (Bremmer et al., 2003). Reaksi pembentukan histamin (dekarboksilasi histidin) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaksi pembentukan histamin dari histidin (Chetfel et al., 1985)

Pada ikan yang telah mati, sistem pertahanan tubuhnya tidak dapat lagi melindungi dari serangan bakteri, dan bakteri pembentuk histamin mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada daging ikan. Enzim tersebut akan mengubah asam amino bebas lainnya dan histidin menjadi histamin yang memiliki karakter lebih bersifat alkali. Pada umumnya histamin dibentuk pada temperatur tinggi (>20°C). Segera setelah ikan mati, pendinginan dan pembekuan yang cepat, merupakan tindakan yang sangat penting dalam langkah untuk mencegah pembentukan scombrotoxin. Histamin tidak akan terbentuk apabila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5oC (Taylor, 2002). Bakteri pembentuk histamin lebih banyak terdapat pada insang dan isi perut. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan sumber bakteri histamin dikarenakan jaringan otot ikan segar umumnya bebas dari mikroorganisme. Adapun contoh-contoh dari bakteri pembentuk histamine yaitu hafnia sp, klebsiella sp, escherichia coli, clostridium sp, lactobacillus sp, enterobacter spp, dan proteus sp (Omura et al., 1978).

(39)

30

histamin yang diberikan ≤ 30 ppm dikarenakan untuk mengantisipasi adanya peningkatan kadar histamin selama proses produksi. Acuan standar mutu yang dipakai berdasarkan European Union /EU 584. 13 B/C, yang kemudian dijadikan standar pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia. Untuk mengetahui kadar histamin pada ikan tuna fresh yaitu dengan menggunakan alat uji histamin “Biofish”. Histamin yang terakumulasi pada ikan tuna dapat menyebabkan sakit kepala, vormiting, diarhoea dan mulut seperti terbakar dalam jangka waktu 10 menit sampai 2 jam setelah memakan ikan yang terkontaminasi. Kontrol yang dilakukan terhadap ikan adalah dengan menjaga ikan pada suhu dibawah 4oC sepanjang waktu. Keracunan histamin jarang terjadi dan biasanya terjadi karena overdosis (Challinor, 2003).

(40)

6.2.Pengawasan Mutu Proses Produksi

Pada pengawasan mutu produksi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia diawali pada tahap penimbangan bahan baku. Pada tahap ini penimbangan harus dicek bahwa berat timbangan awal 0 gram agar sesuai dan dapat diketahui banyaknya bahan baku yang digunakan untuk produksi. Selanjutnya pada bagian thawing, suhu ikan yang dilelehkan paling maksimal ≤ 4◦C dan sudah harus dilakukan penyiangan, dikarenakan bila suhu ikan melebihi 4◦C maka akan berisiko kadar histamin pada ikan akan meningkat. Setelah thawing, ikan akan langsung disiang yaitu dengan menggunakan pisau tajam dengan tujuan menghilangkan jeroan pada ikan. Jeroan ikan harus dikeluarkan dari ikan karena jeroan merupakan sistem pencernaan ikan yang pada dasarnya mengandung banyak sekali bakteri pembentuk histamin. Setelah proses penyiangan selesai, ikan akan dicuci pada air mengalir untuk membersihkan dari kotoran/ sisa-sisa darah yang masih menempel. Karena bila tidak ada pencucian, bakteri yang berasal dari kotoran/ sisa-sisa darah tersebut akan mengingkatkan kadar histamin ikan. Pada tahap pemasakan, pengontrolan suhu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara lama pemasakan, suhu, mutu daging serta biaya produksi, karena pemasakan yang terlalu lama dan suhu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi rupa dan tekstur daging. Setelah proses pemasakan, ikan akan didinginkan pada ruang pendinginan. Suhu ikan akan diturunkan hingga 44◦C dengan lama waktu sekitar 30 menit dikarenakan agar ikan tidak terlalu panas untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu deheading.

(41)

32

gelap/ brown meat, dikarenakan daging gelap/ brown meat merupakan daging yang paling dekat dengan pencernaan ikan sehingga lebih banyak mengandung bakteri yang dapat meningkatkan kadar histamin pada produk. Pemotongan daging ikan harus rapi dan bersih, karena bila tidak akan mengurangi kualitas pada produk tersebut. Alat potong berupa pisau pun juga harus bersih dan tidak tumpul agar hasil potongan rapi dan bagus. Pada pengisian daging dilakukan sepadat mungkin dan sesuai dengan net weight, oleh karena itu ditambahkannya flake bertujuan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Karena bila tidak sesuai, maka akan mengurangi kualitas pada produk. Pada tahap pengisian media tidak boleh berlebih, karena akan mempengaruhi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Oleh karena itulah alasan mengapa pengisian media harus sampai batas head space atau 610% dari tinggi kaleng. Suhu media sudah sesuai dengan SNI 01-2712.2-1992, bahwa suhu media tidak boleh kurang dari 70oC, karena pada suhu media yang tinggi akan membuat kondisi vakum yang semakin tinggi. Pada suhu tinggi peluang udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam kaleng lebih kecil (Winarno, 1994).

(42)

temperatur yang sangat tinggi. Proses sterilisasi diyakini dengan membunuh bakteri Clostridium botulinum ini dapat membunuh seluruh mikroorganisme pantogen lainnya yang menghasilkan racun dalam kondisi normal (Lopez, 1981). Clostridium botulinum merupakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan toksin botulism di dalam makanan. Mikroorganisme ini memiliki bentuk seperti batang dan membentuk spora. Clostridium botulinum merupakan bakteri anaerob. Bakteri ini dapat memproduksi exotoxin yang mematikan dan diketahui dengan neuro-paralytic toxin. Clostridium botulinum mempunyai 6 tipe, yakni tipe A, B, C, D, E dan F. Setiap tipe memproduksi exotoxin yang berbeda dan spesifik. Racun ini dapat di non-aktifkan dengan cara pemanasan selama 10 menit pada suhu 212oF (Lopez, 1981). Untuk proses sterilisasi pada produk pangan kaleng ikan tuna ini digunakan pressurized vessel atau retort (Ahn, 2005). Retort sendiri merupakan suatu bejana tertutup atau peralatan lain yang digunakan untuk sterilisasi makanan menggunakan panas (Lopez, 1981). Untuk proses sterilisasi retort bahaya yang ada adalah bahaya kimia karena cemaran logam dari kaleng, untuk bahaya biologis dari kontaminasi bakteri dan mikroba karena penggunaan suhu yang tidak sesuai pada saat proses pemanasan, selain itu bahaya fisik (daging ikan rusak) karena suhu pemanasan yang tidak sesuai. Sehingga suhu pada sterilisasi harus selalu dikontrol. Pemeraman pada produk dilakukan minimal 5 hari. Tujuan dari pemeraman tersebut untuk menguji apakah kaleng tersebut sudah sempurna atau belum, bila belum sempurna maka kaleng akan menggembung atau bocor. Sehingga sangat diperlukan pemeraman dalam akhir proses produksi sebelum produk dikemas dan di pasarkan.

6.3.Pengawasan Mutu Pengemas

(43)

34

air, pemindahan panas, kontaminasi, dan mikroorganisme. Produk ikan tuna dalam kaleng pada PT. Banyuwangi Cannery Indonesia memilih bahan untuk kemasan primer berupa kaleng yang terbuat dari alumunium foodgrade, sedangkan untuk kemasan sekunder digunakan karton. Karton box merupakan salah satu jenis kertas yang populer karena praktis dan murah. Jenis kertas yang digunakan untuk karton adalah medium dan kraft. Kertas medium berbentuk gelombang sedangkan kertas kraft berbentuk datar dan bertekstur halus. Bentuk gelombang pada kertas bertujuan untuk menambah kekuatan karton dalam menyimpan produk (Anonim, 2014). Selain itu penggunaan kemasan primer dan kemasan sekunder ini sudah sesuai dengan pernyataan Coles et al. (2003) bahwa pada dasarnya kemasan itu dibagi menjadi 2, yaitu kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer merupakan kemasan yang berkontak langsung dengan produk. Sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang mempunyai tingkat di atas kemasan primer dan juga berfungsi untuk melapisi kemasan primer.

6.4.Pengawasan Mutu Produk Akhir

(44)

35 7.1.Kesimpulan

Ikan tuna segar pada awalnya tidak mengandung histamin di dalam dagingnya, tetapi setelah mengalami proses dekomposisi atau pembusukan, daging ikan akan mengandung histamin.

 Standar histamin bahan baku ikan tuna yaitu ≤ 30 ppm untuk mengantisipasi kenaikan kadar histamin selama proses produksi.

 Pengawasan mutu produk ikan tuna di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia meliputi kontrol kualitas terhadap bahan baku, proses produksi, pengemas, dan produk jadi.

 Pengujian histamin akan dilakukan pada bahan baku ikan tuna, produk akhir, dan bila terjadi brosis, honeycomb dan parasit pada ikan.

 Dalam produksi produk ikan tuna dalam kaleng kadar histamin harus selalu dijaga dan dikontrol agar tidak melebihi standar pada bahan baku sebesar ≤ 30 ppm dan pada produk akhir sebesar ≤ 50 ppm.

7.2.Saran

(45)

36 8. DAFTAR PUSTAKA

Ahn DY. (2005). Validation of Moist Heat Sterilization. JM Tech. http://jmtech.com diakses pada tanggal 17 April 2017.

Anonim. (2014). Jenis-Jenis Flute (gelombang) yang Digunakan pada Kertas Corrugated Box. http://www.motekarprint.co.id/index.php/56-packaging-boxes/80-jenis-jenis-flute-gelombang-yang-digunakan-pada-kertas-corrugated-box diakses pada tanggal 25 April 2017.

Anonim. (1987). Panduan double seaming. United Can Company. Jakarta: Jembatan Lima 11.

Badan Standarisasi Nasional. (1992). SNI 01-2712.2: Penanganan dan pengolahan ikan tuna dalam kaleng.

Bremmer PJ, Fletcher G C, Osborne C. (2003). Scombrotoxin in seafood. New Zealand for Crop and Food Research Limited. New Zealand: A Crown Research Institute. Challinor A. (2003). Food Safety Advisory Note 29. htttp://www.valeroyal.gov.uk

Chesire Chief Officer’s Food Liaison Group diakses pada tanggal 24 April 2017. Chetfel JC, Cuq, Corient D. (1985). Amino acid, peptides and proteins. New York:

Marcel Dekker Inc.

Coles, R., D. MnDowell and M.J. Kirwan. (2003). Food packaging technology. Blackwell Publishing Ltd. USA.

Ketaren, S., (1986), pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. UI Press, Jakarta, pp. 120-126.

Lopez A. (1981). Complete course in canning, basic information canning. Buku 1. Baltimore: The Canning Trade, Inc.

Montgomery DC. (1996). Introduction to statistical quality control. Department of Mechanical Engineering. Washington: University of Washington.

Omura Y, Price RJ, Olcot HS. (1978). Histamine forming bacteria isolated from spoiled skipjack tuna and mackerel. Journal of Food Science. 43: 1779-1781.

Sacharow. S. and R.C. Griffin. (1980). Principles of food packaging. The AVI Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut.

(46)

Taylor S. (2002). Monograph on histamin poisoning. Codex Alimentarius Comission. FAO and WHO of The United Nations. San Fransisco: Education Scientific and Cultural Organization.

(47)

38 9. LAMPIRAN

(48)

Lampiran 2. Denah lokasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia (Google Maps)

(49)

40

Gambar

Tabel 2. Jenis Produk PT. Banyuwangi Cannery Indonesia.....................................
Gambar 1.  Struktur Organisasi PT. Banyuwangi Cannery Indonesia
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja di PT. Banyuwangi Cannery Indonesia
Gambar 2. Berbagai Brand PT. Banyuwangi Cannery Indonesia.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya kerja praktek ini adalah untuk mengetahui pengawasan mutu dari produk Kopi Jahe PT Sido Muncul dari penerimaan bahan baku, proses produksi serta produk

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis juga dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek yang berjudul “Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Pastry Kitchen di

Beberapa lembaga pemerintah yang berperan dalam produksi, distribusi, dan pengawasan sediaan farmasi yang beredar di Indonesia antara lain yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan

Dengan menggunakan batas kendali pada fase I didapatkan pengendalian kualitas proses produksi tuna ka- leng pada fase II dalam varians dan rata-rata prosesnya belum

Peralatan dan perlengkapan yang dipakai untuk menangani bahan makanan atau bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung,

Analisis ini dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara secara langsung dengan pekerja bagian produksi, melakukan pengukuran dengan cara pengambilan data hasil

Selama kerja praktek hal-hal yang dilakukan adalah melakukan diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai proses produksi dan pengawasan mutu sirup, melakukan kunjungan dan

Sumber data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait yaitu bagian Keuangan, Bagian Akuntansi, dan Superholding serta pengamatan