NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SALAT TAHAJUD
(Kajian Surat al-
Israa’ Ayat 79 dan a
l-Muzzammil Ayat
1-4)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
(S. Pd. I)Oleh
MUHAMMAD MUKHIB
NIM 11111091
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SALAT TAHAJUD
(Kajian Surat al-
Israa’ Ayat 79 dan al
-Muzzammil Ayat
1-4)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
(S. Pd. I)Oleh
MUHAMMAD MUKHIB
NIM 11111091
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vii
“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan
do‟a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu
tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:
1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan mahkota kasih sayangnya kepadaku dari aku kecil yang tak mengerti apa-apa hingga kini aku mengerti makna hidup.
2. Bapak KH. Drs. Nasafi, M.Pd.I yang telah memberikan motifasi, dorongan serta ilmu-ilmu yang berguna bagi saya hingga dapat menentukan langkah kebenaran.
3. Sahabat kampusku Taufiq, Ibad, dan Saeful yang telah setia menemani dan menjalin persahabatan yang utuh.
4. Teman-teman PAI C angkatan 2011 seperjuangan yang telah memberikan banyak kenangan.
5. Teman-teman Pondok Pesantren Nurul Asna seperjuangan yang telah memberikan banyak kenangan.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga . Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.
4. Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Wahidin, S.Pd.I., M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi ini.
x
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudara di rumah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun. Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Salatiga, 27 Januari 2016 Penulis
xi ABSTRAK
Mukhib, Muhammad. 2016. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Salat
Tahajud (Kajian Al-Qur’an Surat al-Israa’ Ayat 79 Surat al -Muzzammil Ayat 1-4)”. Program Studi S1 PAI Institut Agama Islam Negeri. Pembimbing Wahidin, S.Pd.I., M.Pd.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Akhlak, Salat Tahajud
Salat tahajud mempunyai kedudukan yang sangat penting setelah salat fardlu, ibadah salat tahajud dapat memberikan suatu keberuntungan bagi jiwa manusia, karena salat adalah sebagai penenang jiwa orang-orang yang gelisah, apalagi waktu pelaksanaanya pada waktu yang tenang. Disisi lain, salat merupakan ibadah yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, salat juga dapat membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia. Pokok permasalahan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud yang terkandung dalam surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud dalam ayat tersebut dikaitkan dengan konteks kekinian.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4) 2) mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud surat al-Israa‟ ayat 79 dan surat al-Muzzammil ayat 1-4 dengan konteks kekinian.
Penelitian ini menggunakan metode library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan. Dalam penarikan kesimpulan penulis menggunakan metode maudhu‟i. Metode maudhu‟i adalah membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
xii DAFTAR ISI
Sampul ...………..……. i
Halaman Berlogo ………..…. ii
Halaman Judul ………..…….. iii
Halaman Persetujuan Pembimbing ………..……… iv
Halaman Pengesahan Kelulusan ………. v
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan ……… vi
Halaman Motto...……….. vii
Halaman Persembahan...……….. viii
Kata Pengantar ………. ix
Abstrak ………. xi
Daftar Isi ……….. xii
Daftar Lampiran ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ……… ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ….……… 1
B. Rumusan Masalah ……….………... 4
C. Tujuan Penelitian....….……… 4
xiii
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI 15
A. Pengertian Nilai... 15
B. Pendidikan Akhlak... 17
C. Salat Tahajud... 23
D. Kompilasi Ayat Salat Tahajud... 28
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH………... 35
A. Asbabun Nuzul ………..………... 35
1. Surat al-Muzzammil ayat 1-4... 37
B. Munasabah ………... 38
1. Munasabah Surat al-Israa‟ ayat 79 dengan Surat al-Muzzammil ayat 1-4... 39
BAB IV PEMBAHASAN…………... 41
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Ayat 79 (al-Israa‟) dan Ayat 1-4 (al-Muzzammil)... 41
1. Tafsir Surat al-Israa‟ Ayat 79... 41
2. Tafsir Surat al-Muzzammil Ayat 1-4... 46
B. Nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an Surat al-Israa‟ ayat 79... 54
xiv
2. Akhlak Menjalankan Ajaran Rasulullah Saw... 55 C. Nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an
Surat al-Muzzammil ayat 1-4... 56 1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri... 57 2. Akhlak Terhadap Sesama Muslim... 58 D. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur‟an
Surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 Dikaitkan
Dengan Konteks Kekinian... 59 BAB V PENUTUP ………...………... 65
A. Kesimpulan ……..………... 65 1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an
Surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4 ... 65 2. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Salat
Tahajud Kajian al-Qur‟an Surat al-Israa‟ ayat 79 dan Surat
al-Muzzammil ayat 1-4 Dikaitkan Dengan Konteks Kekinian... 66 B. Saran-saran ... 67
xv DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
1 BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh ajarannya bersumber dari wahyu Ilahi yang tidak akan berubah sampai kapanpun. Allah SWT telah memberikan aturan-aturan dengan rinci. Dengan aturan-aturan itu, seluruh problem makhluk-Nya dalam situasi dan kondisi apapun dapat terselesaikan dengan tuntas tanpa ada yang dirugikan. Aturan-aturan Islam senantiasa memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia, sebab Islam lahir dari Dzat yang menciptakan manusia. Dia Maha tahu atas hakikat mahluk yang diciptakan-Nya.
2
dengan tidak mementingkan kepada keduniaan.
Islam telah memerintahkan salat dan rasul pembawa rahmat Saw telah menjelaskannya, kemudian diikuti oleh para sahabat, tabi‟in dan para
imam agama Islam (Mahmud ash-shawwaf, 2007:38). Salat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam, dan merupakan fondasi yang kukuh bagi tegaknya agama Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ّ.ىذمرت(ُّداَهِْلْاِّوِماَنَسُّةَوْرِذَوُّة َلََّصلاُّهُدوُمَعَوُّم َلَْسِْلْاِّرْمَْلْاُّسْأَر
Pokok dari perkara agama adalah Islam, tiangnya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.
Tujuan salat adalah pengakuan hati bahwa Allah SWT sebagai pencipta adalah Mahaagung, dan pernyataan patuh terhadap-Nya serta tunduk atas kebesaran dan kemuliaan-Nya, Tuhan Yang Mahakekal dan Mahaabadi. Bagi orang yang melaksanakan salat dengan khusyuk dan ikhlas, hubungan dengan Allah SWT akan kukuh, kuat, dan mampu beristiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT, dan menjalankan ketentuan yang digariskan-Nya (Sholeh, 2006:109). Dengan melaksanakan ibadah salat wajib kita sebagai umat Islam jangan merasa puas dengan pahala yang sudah didapatkan melainkan juga harus melaksanakan ibadah salat sunah sebagai ibadah tambahan kebaikan bagi umat Islam yang senantiasa melaksanakan.
3
diperintahkan ibadah yang lain adalah salat tahajud (Sholeh, 2006:110). Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
ُّعْدَتّيِذَّلاِّوَّللاُّرْهَشَّناَضَمَرَّدْعَ بِّماَيِّصلاُّلَضْفَأَوِّلْيَّللاُّة َلََصِّةَضوُرْفَمْلاَّدْعَ بٍّة َلََصُّلَضْفَأ
puasa yang paling utama setelah puasa Ramadlan adalah bulan Allah yang kalian sebut dengan Muharram.Jadi salat tahajud mempunyai kedudukan yang sangat penting setelah salat fardlu, yaitu jelas dasar hukumnya untuk diamalkan oleh setiap umat Islam yang pengamalannya dilakukan pada malam hari (tengah malam).
4
Salat tahajud diyakini dapat meningkatkan produktifitas kerja yang berbasis spiritualitas. Salah satu progam untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang andal secara intelektual, emosional, dan spiritual adalah membiasakan salat tahajud pada setiap malamnya untuk berkompetisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan agar selalu memperoleh berbagai kemuliaan (Fadhil, 2011:137).
Berangkat dari fenomena di atas, mendorong penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Dalam Salat Tahajud (Kajian atas surah Surat al-Israa’ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4)”
B. Rumusan Masalah
Mengacau dari uraian di atas, maka selanjutnya penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal tersebut antara lain:
1. Bagaimana nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4?
2. Bagaimana Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dikaitkan dengan konteks kekinian?
C. Tujuan penelitian
Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat di tetapkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
-5
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4.
2. Untuk memperoleh deskripsi implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud dalam al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dikaitkan dengan konteks kekinian khususnya pendidikan akhlak kepada Allah SWT dan manusia.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini antara lain:
1. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalam prilaku, sikap, dan perbuatan-perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Sehingga, nilai dapat diartikan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006:801).
2. Pendidikan akhlak
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:263)
Pendidikan dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari
6
berkelanjutan (to lead forth). Sedangkan dalam arti luas pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, yang kemudian mendorong segala potensi yang ada di dalam diri individu (Suhartono, 2006:79).
Sedangkan akhlak secara etimologis, kata akhlak adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab al-Akhlâq. Ia merupakan bentuk jamak dari kata al-Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak. Selanjutnya arti ini sering di sepadankan (disinonimkan) dengan kata: etika, moral, kesusilaan, tata karma atau sopan santun (Abdul Halim, 2000:8).
Dengan demikian, makna kata akhlak merupakan sebuah kata yang digunakan untuk mengistilahkan perbuatan manusia yang kemudian diukur dengan baik atau buruk. Dan dalam Islam, ukuran yang digunakan untuk menilai baik atau buruk itu tidak lain adalah ajaran Islam itu sendiri (al-Qur‟an dan al-Hadits) (Abdul Halim, 2000:9).
Secara terminologis, akhlak ialah perbuatan-perbuatan
seseorang yang telah mempribadi, dilakukan secara berulang-ulang atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan berbagai pertimbangan dan tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain (Abdul Halim, 2000:12).
7
1. Jalur akhlak yang bersifat vertikal, yaitu jalur akhlak manusia dengan Tuhan.
2. Jalur akhlak yang bersifat horizontal, yaitu jalur akhlak manusia sesama manusia dan manusia dengan alam sekitar (Tatapangarsa, 1980:18)
Dari uraian di atas menunjukkan jalur akhlak yang harus dihadapi manusia. Akan tetapi penulis akan membahas jalur akhlak manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesama manusia.
Yang dimaksud pendidikan akhlak disini adalah suatu proses perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan khususnya pendidikan akhlak sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuan.
3. Salat tahajud
Salat rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah SWT, yang wajib diakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:983). Salat secara bahasa berarti doa. Ibadah salat dinamai doa karena dalam salat itu mengandung doa (Sholeh, 2006:108).
8
sebentar (Sholeh, 2006:109). Salat tahajud hukumnya adalah sunah muakad. Orang yang melaksanakan salat tahajud disebut mutahajjid. Salat tahajud adalah salat sunah yang dikerjakan di sepertiga malam yang terakhir, di mana orang yang terbiasa dengannya mendapat predikat sebagai orang shalih, sedangkan tujuan dari salat tahajud adalah untuk melengkapi, berdoa, dan bermunajat kepada Allah SWT terhadap berbagai kebutuhan dan keperluan kita sebagai seorang manusia (Muhyidin, 2009:57). 4. Al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4
Surat al-Israa‟ (perjalanan malam) adalah surat ke tujuh belas setelah surat an-Nahl dalam susunan al-Qur‟an, yang terdiri dari 111 ayat, termasuk dalam golongan surat makkiyah. Adapun ayat 79 menjelaskan tentang seruan untuk melaksanakan salat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu agar tidak selalu puas terhadap amalan ibadah wajib dan membuat umat muslim untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
9
menjelaskan tentang perintah melaksanakan salat tahajud di waktu sepertiga malam yang terakhir. Dengan ayat-ayat di atas Allah SWT memuji orang-orang yang bangun di waktu malam lalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan berzikir, berdoa, beristighfar dan beribadah kepada-Nya di tengah malam. Sehingga, dengan demikian seseorang benar-benar bisa menjadi pribadi yang berakhlak mulia dihadapan Allah SWT maupun sesama umat Islam.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangsih pemikiran ilmu pada umumnya dan pendidikan akhlak pada khususnya, terutama mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud kajian al-Qur‟an surat al -Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4.
b. Penelitian ini ada implementasinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literature atau bacaan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud kajian al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4. c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi
10
khususnya pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan manusia. 2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut:
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi guru maupun pendidik dalam mensosialisasikan pendidikan akhlak dalam salat tahajud sesuai dengan aturan ajaran Islam. b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan khususnya
bagi para siswa agar dapat mengaplikasikan pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
F. Metode penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk sampai pada tujuan penelitian, teknik tersebut meliputi:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku, majalah, artikel, jurnal) (Kuswaya, 2009:11).
11
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode tematik, tafsir tematik atau disebut dengan tafsir maudhu‟i yaitu membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
Menurut Baidan, (2000:152), dijelaskan bahwa dalam penerapan metode tematik atau Maudhu‟i, ada beberapa langkah yang harus di tempuh oleh mufasir. Antara lain sebagai berikut:
a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah, dan sebagainya.
b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada).
c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari semua aspek yang berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya, sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti (dhamir), dan sebagainya.
12
e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang
mu‟abar, serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan
argumen-argumen dari al-Qur‟an, hadits, atau fakta-fakta sejarah yang dapat ditemukan.
Walaupun di atas dijelaskan menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4. Yaitu karena adanya
hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum dan sesudahnya.
3. Teknik pengumpulan data.
Metode yang digunakan peneliti adalah metode yang bersifat library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan untuk
penelitian, maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian: a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan
dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al -Muzzammil ayat 1-4 beserta tafsirnya baik berupa hadits-hadits maupun penjelasan dan Tafsir para Ulama‟ diantaranya adalah
Tafsir al-Misbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab, Tafsir Ibnu Katsir karya karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Muyassar karya Dr. „Aidh al-Qarni dan Al-Qur‟an dan Tafsirnya karya
13
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Adapun sumber data sekunder berupa buku-buku pendidikan orang tua pada anak, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
4. Metode analisis
Analisis non-statis sesuai untuk data deskriptif atau data textual. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis) (Suryabrata, 1995:85). Disini peneliti menggunakan metode content analysis dalam menguraikan makna yang terkandung dalam redaksi
al-Qur‟an, setelah itu dari hasil interpretasi tersebut dilakukan analisa
secara mendalam dan saksama guna menjawab permasalahan yang ada dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti.
G. Sistematika Penulisan Skripsi.
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut:
Bab I pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
14
akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, pengertian salat tahajud, waktu pelaksanaan salat tahajud, bilangan rekaat salat tahajud, variasi bobot bacaan ayat dalam salat tahajud, etika salat tahajud dan kompilasi ayat-ayat surat tahajud.
Bab III Asbabun nuzul dan munasabah. Pada bab ini dijabarkan tentang asbabun nuzul (sejarah turunnya ayat-ayat suci al-Qur‟an) dan munasabah (keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur‟an) dari ayat-ayat al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4.
Bab IV Pembahasan. Pada bab ini memaparkan tentang tafsir al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4. Pada bab ini
akan dibahas tentang tafsir al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 secara umum, tafsir al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan tafsir Muyassar karya Dr. „Aidh al-Qarni. Pada bab ini pula akan dibahas nilai-nilai
pendidikan akhlak dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dikaitkan dengan konteks kekinian yang diajarkan dalam al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4.
15 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai
Secara garis besar nilai dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani (values of being) dan nila-nilai-nilai memberi (values of giving) (Elmubarok, 2009:7). Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesusaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipratikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati (Elmubarok, 2009:7).
Adapun pengertian nilai menurut beberpa ahli (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1998:110) adalah sebagai berikut:
1. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering didasari hal-hal penting.
2. Green, memandang nilai sebagai kesadaran yang secara koletif berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan perseoragan.
16
yang telah berlangung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasaan dalam kehidupan sehari sehari-hari.
4. Dalam pengertian lain, nilai adalah konsepsi-konepsi abstrak dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik dan benar serta hal-hal yang dianggap buruk dan salah.
Lubis (2009:16-18) menulis penggertian nilai yang dikemukakan dari beberapa tokoh seperti, Milton Roceach dan James Bank dalam Kartawisatra (1980:1) mengatakan bahwa nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercaya. Sementara itu menurut Frankel nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan.
17
(objek), nilai ketuhanan karena dalam dzat Tuhan terdapat sesuatu yang sangat berharga bagi manusia, dan dalam logam emas terdapat zat yang tidak lapuk, antikarat dan jenis keindahaan lainnya yang sangat berharga bagi manusia.
Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau tujuan sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala, 2006:237). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa nilai merupakan sifat yang melekat pada suatu (sistem kepercayaan) yang berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Sifat tersebut ada sebelum dibutuhkan manusia, sifat akan meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri.
B. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian pendidikan akhlak
Pendidikan akhlak terbentuk atas dua kata yaitu “pendidikan” dan “akhlak”. Untuk memudahkan dalam memahami pengertian
pendidikan akhlak harus dipahami kedua kata tersebut.
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberikan peningkatan (to evolve, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan (Muhibbin, 1997:10).
18
pengembangan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan (Jalaludin, 2001:73).
Selanjutnya menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Toumy al-Syaibany mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara berbagi profesi asasi dalam masyarakat. Al-Syaibani melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu maupun masyarakat. Dengan demikian pendidikan bukanlah aktivitas dengan proses sekali jadi (instan) (Jalaludin, 2001:74).
Secara etimologis “akhlak” berasal dari bahas arab, jamak dari
khuluqun
(
ٌّقُلُخ
)
yang artinya tingkah laku, perangai, tabiat, watak,moral, atau budi pekerti (Mahmud Yunus, 2007:120). Akhlak secara
bahasa khalaqa
(
َّقَلَخ
)
dari segi pengertian kebahasaan memilikisekian banyak arti antara lain “menciptakan” (dari tiada), menciptakan
(tanpa satu contoh terlebih dahulu) (M. Quraish, 1997:86). Kata
Khalaqa
(
َّقَلَخ
)
memberi tekanan tentang kehebatan dan kebesaran19
mahluknya, maka akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-khâlik
(
ُّقِلاَْلْ
ا
)
dan al-makhluk(
قْوُلْخَمْلا
)
akhlak berarti sebuah perilaku yangmenghubungkan antara hamba dengan Allah (Zubaedi, 2011:65). Dari pengertian etimologi seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Ilyas, 2006:1).
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak. Penulis memaparkan tiga pendapat diantara:
a. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memikirkan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 2006:2).
b. Ahmad bin Mushthofa.
Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berfikir, kekuatan marah, dan kekuatan syahwat (Mahmud, 2004:33).
c. Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani.
20
syari‟at, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan
akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan sifat yang buruk (Mahmud, 2004:32).
Dari ketiga definisi yang dikutip diatas penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang terlahir dengan perbuatan-perbuatan, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa melakukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Jika perbuatan itu baik sesuai dengan akal dan syari‟at maka disebut akhlak yang baik, dan jika perbuatan tersebut buruk maka disebut dengan akhlak yang buruk.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an (Mahmud, 2004:159).
21
َّنَسَحٌّةَوْسُأِّوَّللاّ ِلوُسَرّ ِفِّْمُكَلَّناَكّْدَقَل
َّّوَّللاَّرَكَذَوَّرِخ ْلْاَّمْوَ يْلاَوَّوَّللاّوُجْرَ يَّناَكّنَمِّلٌّة
ًّايرِثَك
Artinya:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab: 21).
Tujuan dari diutusnya Nabi Muhammad Saw sang penutup para nabi tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Adapun pengutusan Nabi Muhammad Saw itu sendiri setelah umat manusia menempuh rentang waktu yang sangat panjang dan telah diutus kepada mereka sekian banyak nabi dan rasul.
Sesungguhnya akhlak mulia merupakan warisan turun-temurun dari setiap generasi umat manusia. Sehingga setiap generasi mengambil bagian dari akhlak mulia tersebut. Adapun tugas para nabi dan rasul adalah memotivasi manusia agar mengamalkan nilai-nilai akhlak mulia tersebut seoptimal mungkin. Pengutusan para nabi kepada umat manusia terus berjalan, hingga tiba saatnya kehendak Allah mengakhirinya dengan mengutus seorang rasul sebagai Khatamul Anbiyâ pemungkas para nabi dan tidak ada lagi rasul setelah
22
yang diutus untuk menyempurnakan ajaran yang beliau bawa (Mahmud, 2004:216).
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah terciptanya pribadi yang memiliki akhlak mulia yang tercermin dalam perbuatan yang baik, dan ukuran yang pasti untuk menentukan baik dan buruk didasarkan pada al-Qur‟an dan al-Sunah.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup akhlak itu sangat luas, mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Allah SWT maupun horizontal dengan sesama mahluk-Nya. Menurut Abdullah Drâs dalam bukunya Dustûr al-Akhlâq fî al-Islâm membagi Ruang lingkup Akhlak kepada
lima bagian yaitu: Akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak kepada masyarakat, akhlak dalam bernegara, akhlak dalam beragama (Ilyas, 2006:6).
Adapun ruang lingkup akhlak tersebut yaitu: a. Akhlak kepada Allah SWT
b. Akhlak kepada Nabi Muhammad Saw c. Akhlak kepada sesama muslim
d. Akhlak kepada diri sendiri
23 C. Salat Tahajud
1. Pengertian Salat Tahajud
Salat menurut bahasa adalah doa. Salat dinamakan doa karena
dalam salat terkandung doa. Secara terminology salat merupakan
ibadah yang terdiri atas ucapan dan perbuatan yang di mulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Salat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Salat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Salat didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Salat tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain salat wajib ada juga salat-salat sunah.
Perintah tentang diwajibkannya mendirikan salat tercantum dalam QS. al-Baqarah ayat 43:
َّيِعِكاَّرلاَّعَمّْاوُعَكْراَوَّةاَكَّزلاّْاوُتآَوَّةَلََّصلاّْاوُميِقَأَو
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang -orang yang ruku‟(QS. al-Baqarah: 43).
Tujuan salat adalah berharap hati kepada Allah SWT sebagai
ibadah, dengan penuh kekhusyukan dan keiklasan di dalam beberapa
perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
24
Salat mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan, yakni
salat dapat mencegah kita dalam melaksanakan perbuatan keji dan
munkar. Seperti dalam firman Allah Q.S. al-„Ankabut : 45 yang
berbunyi:
ِّرَكنُمْلاَوّءاَشْحَفْلاِّنَعّىَهْ نَ تَّة َلََّصلاَّّنِإَّة َلََّصلاِّمِقَأَوّ ِباَتِكْلاَّنِمَّكْيَلِإَّيِحوُأّاَمُّلْتا
َّنوُعَ نْصَتّاَمُّمَلْعَ يُّوَّللاَوُّرَ بْكَأِّوَّللاُّرْكِذَلَو
Artinya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.al-Ankabut: 45).
Salat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu salat: (1) Salat
fardhu „ain, yaitu salat yang diwajibkan untuk setiap individu, seperti
salat lima waktu, (2) Salat fardhu kifayah, yaitu salat yang wajib
untuk umum, dan kewajiban itu gugur ketika salah satu orang ada
yang mengerjakannya, seperti salat jenazah, (3) Salat sunah, salat
sunah ada dua macam, yaitu: (a) Salat sunah rawatib, yaitu salat sunah
sebelum dan sesudah salat fardhu, dan (b) Salat sunah bukan rawatib,
yang tidak berhubungan dengan salat fardhu. Dan salat tahajud
merupakan salah satu salat sunah yang bukan rawatib.
Tahajud artinya bangun dari tidur. Salat tahajud adalah salat
25
dua rekaat dan banyaknya tidak terbatas. Waktunya mulai setelah
melaksanakan salat isya‟ sampai terbit fajar. Mengerjakan salat
tahajud di rumah lebih utama dari pada di masjid. Bagi orang yang
akan mengerjakan salat tahajud disunahkan tidur qailulah (tidur pada
waktu siang hari sebelum zawal) (Masykuri, 2006:206).
Salat tahajud memang merupakan salat sunah (boleh memilih).
Akan tetapi ia dianggap sebagai salat yang paling efektif untuk
meningkatkan ketaatan religius yang sesungguhnya dan kecintaan
kepada Allah. Ketika ia dilakukan secara pribadi di ujung malam,
ketika kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya, ia bisa
mengangkat jiwa seseorang dan mengantarkannya untuk dekat kepada
Allah. Orang tersebut akan mengalami “kehadiran ilahiyyah” (Divine Presence) di kedalaman hatinya dan di dalam ceruk jiwanya yang paling dalam. Selanjutnya hal itu akan menciptakan “kesadaran” yang
agung dan terpercaya dari kehadiran Allah yang hidup di dalam diriya
(Imran, 2005:43-44).
2. Waktu Salat Tahajud
Malam hari terbagi dalam tiga bagian. Pembagian ini terkait
dengan al-Qur‟an surat al-Muzzammil ayat 3 dan 4, yang berbunyi:
(ًلَيِلَقُّوْنِمّْصُقناِّوَأُّوَفْصِن
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau
perlahan-26
lahan (Tarjamah al Fazil Qur‟an Inayah, Jil. X : 262).
Merujuk pada penjelasan Departemen Agama RI, apabila
diinterpretasikan menurut waktu indonesia, sepertiga malam pertama
kira-kira pukul 22.00-23.00 WIB. Sepedua malam diperkirakan kira-
kira pukul 00.00-01.00 WIB. Sedangkan dua pertiga malam terakhir
adalah sekitar pukul 02.00 WIB, atau pukul 03.00 WIB, sampai
sebelum fajar atau masuk waktu salat subuh. Di antara ketiga waktu
ini, sebaik-baiknya adalah sepertiga malam terakhir (Ramadhani,
2007:58).
3. Bilangan Rekaat Salat Tahajud
Adapun jumlah maksimal rekaat salat malam adalah seperti yang
diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Muhammad Saw.
mengerjakan salat malam sebanyak tiga belas rekaat. Ada yang
meriwayatkan sembilan atau tujuh rekaat. Sementara banyak riwayat
menyebutkan bahwa jumlah rekaat salat malam yang dikerjakan oleh
Nabi adalah sebelas rekaat (Rahman, 2007:7).
4. Variasi Bobot Bacaan Ayat dalam Salat Tahajud
Rasulullah Saw ketika mengerjakan salat tahajud tidak
menetapkan bacaan tertentu. Tetapi ada baiknya apabila kita
membacanya secara tertib dari awal surah. Sedikit demi sedikit setiap
kali bangun malam sampai dapat mengkhatamkam al-Qur‟an secara
keseluruhan dalam waktu tertentu. Kemudian setelah itu kita
27
khatamkan lagi, dan begitu seterusnya (Rahman, 2007:7).
5. Etika Salat Tahajud
Terdapat beberapa etika yang perlu diperhatikan oleh orang yang
hendak melakukan salat tahajud. Etika itu adalah sebagai berikut:
a. Berniat akan melakukan salat tahajud ketika akan tidur. Ini sesuai
dengan sabda Nabi saw sebagai berikut:
ّ ْنَم
Barang siapa yang mau tidur dan berniat akan bangun melakukan shalat malam, tapi tertidur sampai pagi, mereka dituliskan apa yang diniatkan itu merupakan sedekah untuk Tuhan (HR. An-Nasa‟iy No. 1759: 346).
b. Membersihkan bekas tidur dari wajahnya, kemudian bersuci dan memandang ke langit sambil berdo‟a membaca akhir dari surat al
-Imran, yang berbunyi:
اَوّْاوُطِباَرَوّْاوُرِباَصَوّْاوُِبِْصاّْاوُنَمآَّنيِذَّلاّاَهُّ يَأّاَي
َّنوُحِلْفُ تّْمُكَّلَعَلَّوّللاّْاوُقَّ ت
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung (Tarjamah al Fazil Qur‟an Inayah, Jil. II : 110).
c. Membuka salat tahajud dengan salat Iftitah.
d. Hendaknya membangunkan keluarganya untuk bersama-sama
28
e. Jika mengantuk sebaiknya salatnya dihentikan saja sampai
kantuknya hilang.
f. Jangan memaksakan diri dan hendaklah salat tahajud dijalankan
sesuai dengan kesanggupannya. Karena itu mengkondisikan diri
adalah cara yang baik. Karena bila sudah terbiasa bangun di
tengah malam rasa dan kantuk akan tidak ada (Sholeh,
2006:117-118).
D. Kompilasi Ayat Salat Tahajud
1. Definisi Kompilasi
Istilah kompilasi diambil dari bahasa Inggris compilation yang berarti kumpulan (Peter Salim, 1985:372), misalnya mengumpulkan peraturan-peraturan yang tersebar berserakan dimana-mana. Dalam Bahasa Indonesia Kompilasi adalah kumpulan yang tersusun secara teratur (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1982:453).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa kompilasi itu adalah kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan tertulis yang diambil dari berbagai buku/tulisan mengenai sesuatu persoalan tertentu. Pengumpulan bahan dari berbagai sumber yang dibuat oleh beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku tertentu, sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan dapat ditemukan dengan mudah (Abdurrahman, 1992:11).
29
dikumpulkan dan dijabarkan pada pembahasan di bawah ini. 2. Ayat Tentang Salat Tahajud dan Kandungannya
a. Surat al-Israa‟ ayat 79
ًّادوُمَّْمًَّّاماَقَمَّكُّبَرَّكَثَعْ بَ يّنَأّىَسَعَّكَّلًّةَلِفاَنِّوِبّْدَّجَهَ تَ فِّلْيَّللاَّنِمَو
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (QS.al-Israa‟: 79)
Ayat ini memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin agar bangun di malam hari untuk mengerjakan salat tahajud. Yaitu merupakan ayat pertama kali memerintahkan Rasulullah mengerjakan salat malam sebagai tambahan atas salat yang wajib.
Kebiasaan Nabi ini dapat dijadikan dasar dijadikan dasar hukum bahwa salat tahajud itu sunat dikerjakan oleh seseorang, setelah tidur beberpa saat di malam hari, kemudian pada pertengahan malam hari ia bangun untuk salat tahajud. Kemudian Allah SWT menerangkan bahwa hukum salat tahajud itu adalah sebagai ibadah tambahan bagi Rasulullah di samping salat lima waktu. Oleh karena itu, hukumnya bagi Rasulullah adalah wajib, sedang bagi umatnya adalah sunat.
Dalam ayat ini, diterangkan tujuan salat tahajud bagi Nabi Muhammad ialah agar Allah SWT dapat menempatkannya pada
30
dengan maqāman mahmūdan ialah syafaat Rasulullah Saw pada hari kiamat. Pada hari itu manusia mengalami keadaan yang sangat susah yang tiada taranya. Yang dapat melapangkan dan meringankan manusia dari keadaan yang sangat susah itu hanyalah permohonan Nabi Muhammad Saw kepada Tuhannya, agar orang itu dilapangkan dan diringankan dari penderitanya. Umat manusia memang berhak mendapat syafaat karena amal saleh dan budi pekerti mereka semasa di dunia, yaitu diampuni dosanya oleh Tuhan atau dinaikkan derajatnya (Departemen Agama RI, 2009:527)
Dari penafsiran di atas tentang surat al-Israa‟ ayat 79 dapat dipahami bahwa dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk melaksanakan salat tahajud. Kata tahajud berasal dari kata hujud yang berarti tidur. Salat tahajud juga disebut dengan salat malam (salat lail), karena dilaksanakan pada waktu malam hari.
Dengan melaksanakan salat tahajud akan terjadi hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Selain itu bagi seseorang yang rajin melaksanakan salat tahajud secara rutin, tepat gerakannya dan khusuk akan mendapatkan tempat yang terpuji di sisi Allah.
31
seseorang akan memiliki respons tubuh yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Berdasarkan penelitian secara medis menunjukkan salat tahajud dengan benar akan membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.
b. Surat al-Muzammil ayat 1-4
Pada firman Allah yang lain diterangkan bahwa bangun di tengah malam untuk salat tahajud dan membaca al-Qur‟an dengan khusyuk akan dapat membuat iman menjadi kuat dan membina diri pribadi. Allah SWT berfirman:
(ُلِّمَّزُمْلاّاَهُّ يَأّاَي
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan (QS.al-Muzzammil: 1-4).
32
kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu melakukan salat malam. Ia dapat memilih antara sepertiga, seperdua, atau dua pertiga malam. Allah memberi kebebasan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu-waktu tersebut.
Sepertiga malam menurut waktu Indonesia ialah kira-kira antara jam 10 dan jam 11 malam, seperdua malam ialah waktu antara jam 12 dan jam 1 malam dan dua pertiga malam ialah waktu antara jam 2 dan jam 3 sampai sebelum fajar.
Dan dalam ayat terakhir, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca al-Qur‟an secara seksama (tartil). dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan ini dilaksanakan oleh Nabi Saw. „Aisyah meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw membaca al-Qur‟an dengan tartil, sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia membaca biasa. Yang dimaksud dengan tartil ialah kehadiran hati ketika membaca, bukan asal mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu, sebagaimana kebiasaan yang dilakuan pembaca-pembaca al-Qur‟an zaman sekarang. Membaca seperti itu adalah suatu bacaan
yang dilakuan orang-orang yang tidak mengerti agama.
33
merasakan kemahaagungan-Nya. Ketika tiba ayat yang mengandung janji, pembaca akan timbul harapan-harapan, demikian juga ketika membaca ayat ancaman, pembaca akan merasa cemas.
Sebaiknya membaca al-Qur‟an secara tergesa-gesa atau dengan lagu yang baik, tetapi tidak memahami artinya adalah suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi yang terkandung dalam ayat yang dibacanya (Departemen Agama RI, 2009:399)
Dari surat al-Muzammil ayat 1 sampai dengan 4 juga menegaskan adanya rahasia bangun di tengah malam untuk melaksanakan salat tahajud. Pertama, sengaja untuk bangun malam. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki niat yang kuat dan juga didorong oleh motivasi yang kuat, sehingga pekerjaan tersebut akan dilakukan dengan ikhlas dan bersungguh.
Kedua, bacaan di malam hari memiliki dampak yang lebih mengesankan. Hal ini dikarenakan bangun di tengah malam itu sangat baik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Bacaan-bacaan di waktu malam itu lebih baik dari pada siang hari karena suara yang dihasilkan lebih jernih dalam kesunyian malam.
34
35 BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
AL-QUR’AN SURAT AL-ISRAA’ AYAT 79 DAN AL MUZZAMMIL
AYAT 1-4
A. Asbabun Nuzul
Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia dengan wahyu yang diturunkan-Nya melalui utusan-Nya. Petunjuk Allah yang berlaku untuk semua manusia di semua tempat dan zaman itu termaktub dalam kitab suci al-Qur‟an, al-Qur‟an diturunkan Allah untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam upaya mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Oleh karena itu, al-Qur‟an diturunkan sesuai dengan kebutuhan orang perorang dan masyarakat. Ayat al-Qur‟an ada yang turun tanpa disertai sebab dan ada pula yang turun disertai dengan sebab atau sebagai respon suatu peristiwa yang terjadi atau persoalan yang perlu dijawab. Peristiwa atau persoalan yang melatarbelakangi turun ayat itu disebut asbabun-nuzul (sebab turun ayat).
36
Pengetahuan tentang asbabun-nuzul atau sejarah turunnya ayat-ayat suci al-Qur‟an amatlah diperlukan bagi seseorang yang hendak memperdalam pengertian tentang ayat-ayat suci al-Qur‟an. Dengan mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang dapat mengenal dan menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu diturunkan. Ada beberapa hal yang mendorong manusia untuk mengetahui asbabun-nuzul, yakni, pertama, Mengetahui hikmah (rahasia) yang terkandung di balik ayat-ayat yang mempersoalkan syari‟at (hukum). Misalnya, kita dapat memahami lewat pengetahuan asbabun-nuzul kenapa judi, riba, memakan harta anak yatim itu diharamkan.
Sebaliknya, bagaimana mula-mula Allah mensyari‟atkan salat khauf (salat yang dilakukan waktu situasi gawat atau perang), mengapa
37
pendapat sahabat yang tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat itu (Departemen Agama RI, 2009:228).
Tidak sedikit ayat al-Qur‟an yang diturunkan karena sebab atau peristiwa tertentu. Dalam pembahasan ini, penulis hanya akan menjelaskan asbabun-nuzul dari ayat-ayat al-Qur‟an yang dikaji oleh penulis yaitu surat
al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa al-Qur‟an diturunkan sesuai dengan kebutuhan orang perorang dan masyarakat. Untuk itu, al-Qur‟an ada pula yang turun tanpa sebab dan ada pula ayat-ayat yang diturunkan setelah terjadinya suatu peristiwa yang perlu direspons atau persoalan yang perlu dijawab (Departemen Agama RI, 2009:228). Dalam kajian ini penulis tidak menemukan informasi mengenai asbabun-nuzul ayat-ayat tersebut seluruhnya baik dari sumber buku, internet maupun sumber informasi lainnya karena pada kenyataannya tidak ada penjelasan mengenai sejarah atau sebab turunnya ayat tersebut yaitu asbabun-nuzul dari surat al-Muzzammil ayat 1-4. Adapun asbabun-nuzul surat al-Muzzammil ayat 1-4 yaitu sebagai berikut: 1. Menurut riwayat al-Hakim dari „Aisyah, katanya, ”Ketika turun ayat
ini
ًّلَيِلَقّ َّلِإّ َلْيَّللاّ ِمُقّ .ُلِّمَّزُمْلاّ اَهُّ يَأّ اَي
yang memerintahkan agar kaum38
berikutnya
(
ُّوْنِمَّرَّسَيَ تّاَمّاوُؤَرْ قاَف
)
yang memberi keringanan untuk bangunmalam dan mempersingkat bacaan (Jalaluddin as-Suyuthi, 2000:607). B. Munasabah
Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan), Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam muncul dari kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah satunya, memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, illat dan ma‟lul, kemiripan ayat pertentangan
(ta‟arudh) (Djalal, 2000:154).
Tanāsub dan Munāsabat berasal dari akar kata yang sama, yaitu
al-Munāsabat mengandung arti berdekatan, bermiripan. Dari pengertian
lughawi itu diperoleh gambaran bahwa Tanāsub atau Munāsabat itu minimal antara dua hal yang mengandung pertalian, baik dari segi bentuk lahir, ataupun makna yang terkandung dalam kedua kasus itu.
Al-Munāsabat fi al-„illat dalam kajian ushul fiqh (Qiyas) ialah titik kemiripan
atau kesamaan dua kasus dalam suatu hukum. Jadi munāsabat seperti
digambarkan itu bisa dalam bentuk konkret (hissi) dan bisa pula dalam bentuk abstrak (aqli atau khayali).
39
tafsir ialah pertalian yang terdapat diantara ayat-ayat al-Qur‟an dan surat -suratnya, baik dari sudut makna, susunan kalimat, maupun letak surat, ayat dan sebagainya.
Syihab memberikan pengertian al-munāsabat dalam ulum
al-Qur‟an adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu
dalam al-Qur‟an baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya (Baidan, 2005:185).
Adapun bentuk-bentuk munāsabat sebagai berikut: (Baidan, 2005:192)
1. Munāsabat antara surat dengan surat.
2. Munāsabat antara nama surat dengan tujuan turunnya.
3. Munāsabat antra kalimat dengan kalimat dalam satu ayat.
4. Munāsabat antara ayat dengan ayat dalam satu kalimat.
5. Munāsabat antara fashilat (penutup) ayat dengan isi ayat tersebut.
6. Munāsabat awal uraian surat dengan akhirnya.
7. Munāsabat antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Dalam pembahasan ini penulis menjabarkan munāsabat ayat dengan ayat dalam suatu surat sesuai dengan ayat yang penulis kaji, Adapun ayat yang berhubungan dengan surat al-Israa‟ ayat 79 diantaranya adalah surat al-Muzzammil ayat 1 sampai 4 sebagai berikut:
40 Artinya:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan (QS.al-Muzzammil: 1-4).
41 BAB IV PEMBAHASAN
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir terhadap ayat 79 (al-Israa’) dan ayat 1-4 (al-Muzzammil).
1. Tafsir surat al-Israa’ ayat 79
ُّّبَرَّكَثَعْ بَ يّنَأّىَسَعَّكَّلًّةَلِفاَنِّوِبّْدَّجَهَ تَ فِّلْيَّللاَّنِمَو
ًّادوُمَّْمًَّّاماَقَمَّك
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (QS.al-Israa‟: 79).
a. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam setiap ayat penulis menyajikan tiga ahli tafsir yaitu tafsir Ibnu Katsir, al Misbah dan al Maragi, dengan harapan agar diperoleh penjelasan yang komprehensif dan mendalam.
42
43
Ta‟ala. Tidak ada seorang pun yang memberi syafaat seperti dia
dan tidak ada pemberian syafaat yang setara dengan dia (Ar-Rifa‟i, 2000:86)
b. Dalam Tafsir Al Mishbah
Kata
(
دّجته
)
tahajjad terambil dari kata(
دوجى
)
hujȗd yangberarti tidur. Kata tahajjad dipahami oleh al-Biqȃ‟i dalam arti tinggalkan tidur untuk melakukan salat. Salat ini juga dinamai
Salat Lail/Salat Malam karena dilaksanakan di waktu malam yang
sama dengan waktu tidur. Ada juga yang memahami kata tersebut dalam arti bangun dan sadar sesudah tidur. Tahajud kemudian menjadi nama salat tertentu karena yang melakukannya bangun dari tidurnya untuk melaksanakan salat. Salat ini terdiri dari dua
sampai delapan rekaat.
Kata
(
ىسع
)
„asȃ biasanya digunakan dalam arti harapan.44
juga yang berpendapat bahwa kata
(
ىسع
)
‘
asȃ dalam al-Qur‟an,bila disertai dengan kata yang menunjuk Allah SWT sebagai pelakunya, harapan itu menjadi kepastian. Dan dengan demikian ayat ini menjanjikan Nabi Muhammad Saw, janji yang pasti bahwa Allah SWT akan menganugerahkan beliau maqȃm itu.
Kata
(
ادوممَّّ اماقم
)
maqȃman mahmȗdan dapat berartikebangkitan yang terpuji, bisa juga di tempat yang terpuji. Ayat ini tidak menjelaskan apa sebab pujian dan siapa yang memuji. Ini berarti bahwa yang memujinya semua pihak, termasuk semua makhluk. Makhluk memuji karena mereka merasakan keindahan dan manfaat yang mereka peroleh bagi diri mereka. maqȃm terpuji itu adalah syafaat terbesar Nabi Muhammad Saw pada hari Kebangkitan.
45
Syafaat ini dinamai juga Syafaat terbesar. Dan inilah yang dimaksud dengan al-Maqȃm al-Mahmȗd/Kedudukan yang mulia yang dijanjikan dalam ayat di atas (Shihab, 2002:168). c. Dalam Tafsir Muyassar
Dalam tafsir Muyassar al-Israa‟ ayat 79 ini merupakan perintah kepada Nabi Saw. supaya melakukan salat malam, selain salat-salat yang telah difardukan. Sesungguhnya salat tahajud itu suatu kewajiban khusus untuk Nabi Muhammad Saw semata-mata, bukan untuk umatnya, sedang bagi umatmu mandub (sunnah). Lakukanlah apa yang aku perintahkan ini supaya Kami menempatkan kamu pada hari kiamat pada tempat yang kamu mendapat ujian dari seluruh makhluk maupun dari Penciptamu Yang Maha Suci dan Maha Luhur.
Rahasianya, karena seluruh pemberi petunjuk di muka bumi ini, yaitu para nabi, imam atau ulama dan siapa pun yang meneladani mereka, hati mereka takkan memancarkan sinar kecuali dengan menghadapkannya kepada Allah pada waktu-waktu salat. Kemudian, apabila mereka melakukan da‟wah kepada
46
pujian yang besar, yang patut mereka terima. Di samping hamba-hamba Allah itu merasakan kesenangan, kelezatan, kebahagiaan dan kerelaan dalam hati mereka, sehingga mereka memuji kedudukan para penyeru itu, di samping mendapatkan pujian dari orang-orang lain di sekelilingnya, sementara Allah dan para malaikat pun memuji mereka.
Tidak khayal, bahwa kedudukan sebagai pemberi petunjuk dan bimbingan terpuji ini, diikuti pula dengan kedudukan sebagai pemberi syafa‟at. Karena syafa‟at di akhirat memang tidak
diberikan kecuali berdasarkan ukuran ilmu dan akhlak yang telah diterima oleh orang yang diberi syafa‟at itu ketika di dunia, dan terserah kepada Allah semata-mata pemberian syafa‟at itu, kepada siapa saja yang Dia kehendaki, baik berupa ampunan dosa maupun ditinggikannya derajad masing-masing orang („Aidh al-Qarni, 2007:113).
2. Tafsir surat al-Muzzammil ayat 1-4
(ُلِّمَّزُمْلاّاَهُّ يَأّاَي
47 a. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta‟ala memerintahkan rasul-Nya agar meninggalkan
selimut dan bangkit berdiri menghadap Tuhannya Yang Maha tinggi. Dan Rasulullah Saw pun melaksanakan perintah Tuhannya itu. Dalam ayat ini dijelaskan kadar salat beliau. Maka Allah Ta‟ala berfirman, “Hai orang yang berselimut,” yakni hai orang
yang tidur dengan berselimut, “bangunlah di malam hari kecuali sedikit darinya, seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu.” Yaitu kami perintahkan
kepadamu untuk bangun di seperdua malam lebih sedikit atau kurang sedikit. Tidak ada dosa atasmu mengenai hal itu. Dan bacalah al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan. Cara itu akan membantu kamu dalam memahami al-Qur‟an dan cara seperti inilah yang dilakukan Rasulullah Saw.
Selanjutnya Allah Ta‟ala berfirman, “Sesungguhnya
bangun di waktu malam itu lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” Di istilahkan nasya‟a bagi seseorang yang
48
membaca. Itulah sebabnya Allah Ta‟ala berfirman, “Sesungguhnya bangun di waktu malam itu lebih tepat dan bacaan
di waktu itu lebih berkesan”. Yaitu lebih menghimpun dalam
benak pikiran dalam melantunkan bacaan dan memahaminya dari pada dilakukan di siang hari, karena siang hari adalah waktu orang-orang bertebaran.
b. Dalam Tafsir Al Mishbah
Kata
(
لّمزلما
)
al-muzzammil terambil dari kata(
لمّزلا
)
az-zamlyang berarti beban yang berat. Seorang yang kuat dinamai
(
ليمزإ
)
izmȋl karena ia mampu memikul beban yang berat dan juga berarti
menggandeng. Dari sini, lahir kata
(
ليمز
)
zamȋl, yakni teman akrabyang bagaikan bergandengan dan
(
لمز
)
zimil, yakni sesuatu yangdi bonceng.
49
ayat, bermunculanlah pendapat-pendapat yang berbeda tentang maksud panggilan al-Muzzammil, antara lain: Wahai orang yang berselimut, (dalam arti harfiah). Wahai yang terselubung dengan pakaian kenabian. Wahai orang yang lesu, malas, dan khawatir menghadapi kesulitan.
Pendapat terakhir ini dikemukakan antara lain oleh mufasir az-Zamakhsyari. Menurutnya, “Pada suatu malam, Rasulullah Saw sedang berbaring dalam keadaan berselimut maka turunlah ayat ini menegur beliau. Teguran itu mengandung arti kecaman yang disebabkan oleh karena beliau ketika itu bersiap-siap untuk tidur nyenyak, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang tidak memberi perhatian kepada persoalan-persoalan besar serta malas dan enggan menghadapi kesulitan dan tantangan.” Demikian Az
-zamakhsyari. Boleh jadi Nabi Muhammad Saw ketika itu sedang resah sehingga berselimut, tetapi makna yang dikemukakan az-Zamakhsyari ini sungguh jauh dari kebenaran bahkan tidak wajar dinyatakan sebagai sikap Rasulullah Saw.
Pendapat umum para ulama justru menjadi seruan “Wahai
orang yang berselimut” sebagai panggilan akrab dan mesra dari
50
Kata
(
مق
)
qum terambil dari kata(
موق
)
qawama yangkemudian berubah menjadi
(
ماق
)
qȃma yang secara umum diartikansebagai melaksanakan sesuatu secara sempurna dalam berbagai seginya. Perintah al-Qur‟an dalam bentuk kata qum hanya
ditemukan dua kali dalam al-Qur‟an, masing-masing pada ayat kedua surah ini dan surah al-Muddatstsir.
Kata
(
ليّللا
)
al-lail pada mulanya dari segi bahasa berartihitam pekat. Karena itu, malam, rambut (yang hitam) dinamai Lail.
Dalam literatur keagamaan, “malam” diartikan sebagai
“waktu terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar”, demikian
kesimpulan ulama sunni. Sedang bagi ulama syi‟ah “malam
dimulai setelah terbenamnya matahari yang ditandai dengan hilangnya mega merah du ufuk timur”. Karena itu, waktu berbuka
puasa bagi penganut aliran syi‟ah lebih lambat sedikit dibandingkan dengan penganut aliran sunni, walaupun keduanya berpegang kepada firman Allah:
ِّلْيَّلاّ َلَِإَّماَيِّصلاّْاوُِّتَِأَُّّثُ
Artinya:
51
Sementara ulama mengartikan kata
(
مق
)
qum pada ayatkedua ini dalam arti salatlah. Menurut mereka kata qum, apabila
terangkai dengan
(
ليّللا
)
al-lail, ia telah populer dalam arti salatmalam.
Sedang mereka yang memahaminya dalam arti bangkit, menyatakan bahwa dalam redaksi ayat kedua ini terdapat kata tersirat, yaitu “salat” sehingga keseluruhannya diartukan sebagai:
“Bangkitlah untuk salat pada waktu malam.”
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa konteks ayat ini tidak berkaitan secara langsung dengan perintah bangkit untuk menghadapi tugas-tugas berat sebagaimana pendapat Sayyid Quthub di atas tetapi perintah untuk bangkit melaksanakan Salȃt al-Lail. Hal ini akan semakin jelas jika diamati bahwa
“kebangkitan” yang di tuntut bukannya kebangkitan penuh,
padahal yang dituntut dalam konteks penyampaian risalah adalah kebangkitan penuh.
Ayat ini tidak memerintahkan untuk melaksanakan Salȃt al-Lail sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar,
sebagaimana terlihat dari kata
(
لَيلقّ ّلإ
)
illȃ qalȋlan/kecuali sedikitdalam arti “Sedikit dari bagiann malam itu, engkau hendaknya
52
Bagian yang sedikit tersebut dijelaskan oleh ayat 3 dan dengan demikian perintah melakukan Qiyȃm al-Lail adalah selama seperdua malam, atau kurang sedikit atau lebih sedikit dari seperdua malam itu. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk salat lebih kurang lima setengah jam.
Ada ulama juga yang tidak menjadikan ayat 3 dan 4 sebagai penjelasan tentang arti pengecualian pada ayat kedua. Menurut mereka, pengecualian yang dimaksud bukan pada “bagian” malam
tetapi “jumlah malam” sehingga keseluruhan ayat-ayat di atas
diartikan sebagai: “Bangkitlah untuk melakukan salat malam sebanyak lebih kurang setengah malam, kecuali pada beberapa malam di mana kamu misalnya sedang sakit, sangat mengantuk, atau menghadapi kesibukan-kesibukan lain yang tidak terelakkan.”
Kata
(
لّتر
)
rattil dan(
ليترت
)
tartil terambil dari kata(
لتر
)
ratala yang antara lain berarti serasi dan indah. Kamus-kamus
bahasa merumuskan bahwa segala sesuatu yang baik dan indah dinamai ratl, seperti gigi yang putih dan tersusun rapi, demikian pula benteng yang kuat dan kukuh. Ucapan-ucapan yang disusun secara rapi dan diucapkan dengan baik dan benar dilukiskan dengan kata-kata Tartȋl al-Kalȃm.
Tartȋl al-Qur‟an adalah: “Membacanya dengan perlahan