• Tidak ada hasil yang ditemukan

WALIKOTA TERNATE PERATURAN WALIKOTA TERNATE NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KOTA TERNATE TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WALIKOTA TERNATE PERATURAN WALIKOTA TERNATE NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KOTA TERNATE TAHUN"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN WALIKOTA TERNATE

NOMOR 22 TAHUN 2010

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

KOTA TERNATE TAHUN 2011 – 2015

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA TERNATE TAHUN 2010

(2)
(3)

WALIKOTA TERNATE

PERATURAN WALIKOTA TERNATE NOMOR 22 TAHUN 2010

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KOTA TERNATE TAHUN 2011 – 2015

WALIKOTA TERNATE

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, perlu disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah untuk kurun waktu 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah;

b. bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut pada huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Walikota tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Ternate Tahun 2011-2015.

(4)

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3824);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4489);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

6. Peraturan Pemerintah 108 Tahun 2000 tentang tata cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.

7. Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 04 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Ternate tahun 2005-2010.

MEMUTUSKAN : Menetapkan ::

PERATURAN WALIKOTA TERNATE TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KOTA TERNATE TAHUN 2011- 2015.

(5)

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Daerah Kota Ternate;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Ternate; 3. Walikota adalah Walikota Ternate;

4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang selanjutnya disingkat RPJM adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah memuat penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah untuk kurun waktu 5 (lima) tahun;

5. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan Daerah untuk kurun waktu 1 (satu) tahun;

6. Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra - SKPD) adalah dokumen perencanaan untuk kurun waktu 5 (lima) tahun.

BAB II

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH Pasal 2

RPJMD merupakan Dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang memuat visi, misi dan 11 Program Prioritas Kepala Daerah untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, terhitung mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Walikota ini.

Pasal 3

Penjabaran dari RPJM ini akan ditindaklanjuti dalam RKPD yang ditetapkan dengan Peraturan Walikota dan Renstra-SKPD yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

(6)

BAB III KETENTUAN PENUTUP

Pasal 4

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Ternate.

Ditetapkan di Ternate pada tanggal 8 November 2010

WALIKOTA TERNATE

H. BURHAN ABDURAHMAN

Diundangkan di Ternate pada tanggal 8 November 2010 SEKRETARIS DAERAH KOTA TERNATE

H. ISNAIN IBRAHIM

BERITA DAERAH KOTA TERNATE TAHUN 2010, NOMOR 109

TERNATE

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Maksud dan Tujuan 1

1.2.1 Maksud 1

1.2.2 Tujuan 2

1.3 Landasan Hukum 2

1.4 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 4

1.5 Sistematika Penulisan 6

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 7

2.1 Kondisi Geografis 7

2.2 Ekonomi Makro Daerah 10

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi 10

2.2.2 Perkembangan Inflasi 12

2.2.3 Perdagangan 13

2.2.4 Investasi 14

2.2.5 Koperasi dan UKM 16

2.2.6 Kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial 17

2.2.7 Ketenagakerjaan 18

2.3 Sosial dan Budaya Daerah 20

2.3.1 Kependudukan 20

2.3.2 Pendidikan 20

2.3.3 Kesehatan 22

2.3.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 24

(8)

2.4.1 Jalan Darat 26 2.4.2 Angkutan Perkotaan 28 2.4.3 Terminal 28 2.4.4 Angkutan Penyeberangan 29 2.4.5 Angkutan Laut 30 2.4.6 Angkutan Udara 30

2.4.7 Komunikasi dan Telekomunikasi 31

2.4.8 Prasarana Dasar Permukiman 32

2.4.9 Energi Listrik 34

2.5 Perkembangan Pertanian 35

2.5.1 Ketahanan Pangan 35

2.5.2 Pertanian Tanaman Pangan 36

2.5.3 Perkebunan 37

2.5.4 Perikanan dan Kelautan 38

2.5.5 Peternakan 39

2.5.6 Kehutanan 40

2.6 Penetapan Kawasan Strategis Kota Ternate 40

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAAN

3.1 Pengelolaan Keuangan Daerah 45

3.1.1 Pengelolaan Pendapatan Daerah 45

3.1.2 Pengelolaan Belanja Daerah 49

3.2 Kerangka Pendanaan 53

3.2.1 Pengelolaan Pendapatan Daerah 54

3.2.2 Pengelolaan Belanja Daerah 56

3.3.3 Pembiayaan Daerah 59

BAB IV ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH 63

4.1 Analisis Lingkungan Eksternal 63

4.1.1 Analisa Peluang Daerah 63

4.1.2 Analisa Ancaman Daerah 65

(9)

4.2.1 Analisa Kekuatan Daerah 66

4.2.2 Analisa Kelemahan Daerah 67

4.3 Isu Strategis Daerah 68

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 75

5.1 Visi dan Misi 75

5.1.1 Visi 75

5.1.2 Misi 77

5.2 Tujuan dan Sasaran 83

5.2.1 Tujuan 83

5.2.2 Sasaran 84

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 87

6.1 Reorientasi, Reposisi dan Revitalisasi 87

6.1.1 Reorientasi 87

6.1.2 Reposisi 88

6.1.3 Revitalisasi 89

6.2 Strategi Inti 89

6.2.1 Pimpinan Berkualitas dan Berpengalaman 89

6.2.2 Azas Organisasi 90

6.2.3 Budaya Organisasi 91

6.2.4 Sentralisasi Perencanaan & Desentralisasi Pelaksanaan

Pembangunan 92

6.2.5 Pengembangan SDM 92

6.3 Strategi dan Arah Kebijakan 92

6.3.1 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 1 92 6.3.2 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 2 93 6.3.3 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 3 95 6.3.4 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 4 96 6.3.5 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 5 98 6.3.6 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 6 99 6.3.7 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 7 100 6.3.8 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 8 102

(10)

6.3.9 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 9 102 6.3.10 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 10 103 6.3.11 Strategi dan Arah Kebijakan Mewujudkan Prioritas 11 105

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN 107

7.1 Program Prioritas 107

7.2 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Pertama 113 7.3 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kedua 115 7.4 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Ketiga 117 7.5 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Keempat 120 7.6 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kelima 121 7.7 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Keenam 125 7.8 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Ketujuh 127 7.9 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kedelapan 131 7.10 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kesembilan 133 7.11 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kesepuluh 135 7.12 Program Pembangunan Untuk Mewujudkan Prioritas Kesebelas 138 7.13 Indikasi Rencana Program, Kebutuhan Pendanaan dan Capaian Kinerja 140

7.14 Program Lintas Bidang dan Lintas SKPD 140

(11)

BAB VIII PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN INDIKATOR

KINERJA DAERAH 145

8.1 Pentahapan Pembangunan 145

8.1.1 Tahap I Tahun 2011 : Infrastruktur Perkotaan, Pendidikan dan

Kesehatan 145

8.1.2 Tahap II Tahun 2012 : APBD Pro Rakyat, Pengendalian dan

Pemanfaatan Ruang Kota 146

8.1.3 Tahap III Tahun 2013 : Tata Pemerintahan dan Peningkatan

Ekonomi Rakyat 147

8.1.4 Tahap IV Tahun 2014 : Pelayanan Publik dan Pengembangan

Kawasan Pesisir 148

8.1.5 Tahap V Tahun 2015 : Sosial Kebudayaan dan Penegakan

Supremasi Hukum 149

8.2 Penetapan Indikator Kinerja Daerah 150

BAB IX KAIDAH PELAKSANAAN DAN PEDOMAN TRANSISI 155

9.1 Kaidah Pelaksanaan 155

9.2 Pedoman Transisi 157

(12)

DAFTAR TABEL

II.1 Administrasi Wilayah Kota Ternate 9

II.2 Kinerja Makro Ekonomi Kota Ternate 2005-2009 12

II.3 Realisasi Investasi Pemerintah dan Swasta Tahun 2005-2009 15

II.4 Jumlah Koperasi di Kota Ternate Tahun 2005-2009 16

II.5 Jumlah UMKM Kota Ternate Tahun 2005-2009 17

II.6 Statistik Kemiskinan Kota Ternate 18

II.7 Statistik Ketenagakerjaan di Kota Ternate 19

II.8 Angka Partisipasi Kasar (APM), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka

Putus Sekolah Kota Ternate 2005-2009 21

II.9 IPM Kota Ternate Tahun 2005-2009 25

II.10 Prediksi Indikator Sosial Kota Ternate Tahun 2011-2015 25

II.11 Jenis Jalan di Kota Ternate Tahun 2005-2009 27

II.12 Pembangunan Jalan Lingkungan, Jalan Setapak dan Jembatan Pelintas di

Kota Ternate 2005-2009 27

II.13 Produksi dan Luas Panen Tanaman Pangan dan Holtikultura

Tahun 2007-2009 36

III.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah Kota Ternate

Tahun 2005-2009 (Rp. Juta) 46

III.2 Struktur Pendapatan Asli Daerah Kota Ternate Tahun 2005-2009 47 III.3 Realisasi Pajak Daerah Kota Ternate Tahun 2005-2009 (Rp. Juta) 48 III.4 Realisasi Dana Perimbangan Kota Ternate Tahun 2005-2009 (Rp. Juta) 49 III.5 Realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 dan 2008 (Rp. Juta) 51 III.6 Realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 (Rp. Juta) 52 III.7 Proyeksi Pendapatan Kota Ternate Tahun 2010-2015 (Rp. Milyar) 56 III.8 Perkiraan Belanja Daerah Kota Ternate Tahun 2010-2015 (Rp. Milyar) 58

(13)

VI.1 Program Prioritas Pertama : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 93

VI.2 Program Prioritas Kedua : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 94

VI.3 Program Prioritas Ketiga : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 95

VI.4 Program Prioritas Keempat : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 96

VI.5 Program Prioritas Kelima : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 98

VI.6 Program Prioritas Keenam : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 100

VI.7 Program Prioritas Ketujuh : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah

Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 101

VI.8 Program Prioritas Kedelapan : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 102 VI.9 Program Prioritas Kesembilan : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan

Arah Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 103 VI.10 Program Prioritas Kesepuluh : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan

Arah Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 104 VI.11 Program Prioritas Kesebelas : Isu Strategis, Tujuan, Sasaran, Strategi dan

Arah Kebijakan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 105 VII.1 Prioritas Pertama : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 114 VII.2 Prioritas Kedua : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 116 VII.3 Prioritas Ketiga : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 118 VII.4 Prioritas Keempat : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

(14)

VII.5 Prioritas Kelima : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 123 VII.6 Prioritas Keenam : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 126 VII.7 Prioritas Ketujuh : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 129 VII.8 Prioritas Kedelapan : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 132 VII.9 Prioritas Kesembilan : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program

dan SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 134 VII.10 Prioritas Kesepuluh : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan

SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 136 VII.11 Prioritas Kesebelas : Arah Kebijakan, Kebijakan Umum, Urusan, Program dan SKPD Pelaksana RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 139 VIII.1 Indikator Kinerja Pembangunan Menurut Sasaran Strategis 150

(15)

DAFTAR GAMBAR

I.1 Hubungan RPJM dan Dokumen Perencanaan Lainnya 6

II.1 Peta Administrasi Kota Ternate 8

II.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 2005-2009 13

V.1 Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah 77

(16)
(17)

BAB I

Pendahuluan

1.1 LATAR BELAKANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Ternate Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran visi, misi dan program Walikota dan Wakil Walikota Ternate, yang terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Walikota Tahun 2010. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Ternate, RPJM merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 adalah tahapan pembangunan lima (5) tahun ke depan. RPJM merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) setiap tahun. Dalam penyusunannya, RPJM dilakukan secara komprehensif, terpadu dan menyeluruh, serta mengedepankan keterlibatan masyarakat secara partisipatif dengan mempertimbangkan dan menampung aspirasi pemangku kepentingan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1 Maksud

Penyusunan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 dimaksudkan untuk menghasilkan rumusan strategi, arah kebijakan dan program pembangunan yang terarah, efektif, efisien dan terpadu yang dapat mendorong terwujudnya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan oleh Walikota dan Wakil Walikota Ternate dengan memperhatikan arahan Visi dan Misi Kota Ternate Tahun 2011-2015, serta memperhatikan berbagai aspirasi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Kota Ternate.

(18)

RPJM Kota Ternate juga dimaksudkan untuk menjadi acuan dan pedoman resmi bagi Pemerintah Kota Ternate dalam penyusunan Rencana Strategis SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), serta sekaligus merupakan acuan penentuan program daerah yang akan dibahas dalam rangkaian forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Kota Ternate secara berjenjang.

1.2.2 Tujuan

Tujuan penyusunan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut : (1) menjabarkan visi, misi, agenda pembangunan dan program Walikota dan Wakil

Walikota Ternate ke dalam arah kebijakan dan program pembangunan yang rinci, terarah, terukur dan dapat dilaksanakan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015;

(2) menyediakan satu acuan resmi bagi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Ternate dalam menentukan prioritas program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan dengan sumber dana APBD Kota Ternate, APBN dan sumber dana lainnya;

(3) mendorong terwujudnya koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi pembangunan baik antar SKPD, antar Pemerintah Kabupaten/Kota, antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota, serta antara Pemerintah Kota dan Pemerintah Pusat;

(4) menyediakan tolok ukur untuk mengukur kinerja dan mengevaluasi kinerja setiap SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Ternate;

(5) menciptakan iklim pemerintahan yang aman dan kondusif dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan;

(6) mengoptimalkan kerjasama dan kemitraan antara Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat.

1.3 LANDASAN HUKUM

Dalam penyusunan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015, peraturan perundangan yang digunakan sebagai landasan hukum adalah :

(19)

(1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3824);

(2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

(3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

(4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–undangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

(5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

(6) Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1137), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang–Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(7) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

(8) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); (9) Peraturan Pemerintah 108 Tahun 2000 tentang tata cara Pertanggungjawaban

(20)

(10) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

(11) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

(12) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

(13) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

(14) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005-2009;

(15) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

(16) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJPD dan RPJMD;

(17) Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 3 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun 2006-2016 (Lembaran Daerah Kota Ternate Tahun 2006 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 08);

(18) Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 4 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Ternate Tahun 2005-2010 (Lembaran Daerah Kota Ternate Tahun 2006 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 09);

1.4 HUBUNGAN RPJM DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

Dalam sistem perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2004, RPJM merupakan satu kesatuan yang utuh dari manajemen pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota Ternate khususnya dalam menjalankan agenda pembangunan yang telah tertuang dalam berbagai dokumen perencanaan. Hubungan antara RPJM dengan dokumen perencanaan lainnnya adalah sebagai berikut:

(21)

(1) RPJM Kota Ternate

RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran prioritas program Walikota dan Wakil Walikota Ternate, dan berpedoman pada Visi dan Misi Kota Ternate.

(2) RPJM dan RTRW Kota Ternate

Penyusunan RPJM memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai pola dan struktur tata ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Ternate sebagai dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang daerah di Kota Ternate.

(3) RPJM dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah

RPJM menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang berwawasan 5 (lima) tahunan. Renstra SKPD merupakan penjabaran teknis RPJM yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan teknis operasional dalam menentukan arah kebijakan serta indikasi program dan kegiatan setiap urusan bidang dan/atau fungsi pemerintahan untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan, yang disusun oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Ternate.

(4) RPJM dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Pelaksanaan RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 setiap tahun dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai suatu dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Kota Ternate yang memuat prioritas program dan kegiatan dari Rencana Kerja SKPD. RKPD merupakan bahan utama pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Kota Ternate yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota hingga provinsi.

Gambaran tentang hubungan antara RPJM dengan dokumen perencanaan lainnya sebagai kesatuan sistem perencanaan pembangunan dan sistem keuangan adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar I.1.

(22)

Gambar I.1

Hubungan RPJM dan Dokumen Perencanaan Lainnya

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

RPJM Kota Ternate Tahun 2011-2015 disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB IV ANALISA ISU STRATEGIS DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX KAIDAH PELAKSANAAN DAN PEDOMAN TRANSISI BAB X PENUTUP

(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 KONDISI GEOGRAFIS

Secara geografis wilayah Kota Ternate terletak pada posisi 0o-2o Lintang Utara dan 126o-128o Bujur Timur, Kota Ternate berbatasan dengan : Timur, Kota Ternate berbatasan dengan :

• Sebelah Utara dengan Laut Maluku. • Sebelah Selatan dengan Laut Maluku. • Sebelah Timur dengan Selat Halmahera, dan. • Sebelah Barat dengan Laut Maluku

Kota Ternate adalah Kota Kepulauan dan terdiri dari 8 pulau, meliputi:

1. Pulau Ternate 5. Pulau Tifure

2. Pulau Hiri 6. Pulau Gurida

3. Pulau Moti 7. Pulau Maka

4. Pulau Mayau 8. Pulau Mano

Sebagaimana umumnya daerah Maluku Utara yang didominasi wilayah laut, Kota Ternate sangat dipengaruhi oleh iklim laut karena mempunyai tipe iklim tropis yang terdiri dari dua musim (Utara-Barat dan Timur-Selatan) yang seringkali diselingi dengan dua kali masa pancaroba di setiap tahunnya. Kondisi topografi Kota Ternate juga ditandai dengan keragaman ketinggian dari permukaan laut (Rendah : 0-499 M, Sedang : 500-699 M, dan Tinggi : lebih dari 700 M). Dengan kondisi tersebut, Kota Ternate merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 8 pulau. 5 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Ternate, Hiri, Moti, Mayau, dan Pulau Tifure, sedangkan untuk 3 pulau kecil yaitu Pulau Maka, Mano dan Gurida, tidak berpenghuni.

(24)

Gambar II.1

(25)

Topografi lahan Kepulauan Ternate adalah berbukit-bukit dengan sebuah gunung berapi yang masih aktif dan terletak di tengah Pulau Ternate. Permukiman masyarakat secara intensif berkembang di sepanjang garis pantai kepulauan. Dari 5 (lima) pulau besar yang ada, umumnya masyarakat mengolah lahan perkebunan dengan produksi rempah-rempah sebagai produk unggulan dan perikanan laut yang diperoleh di sekitar perairan pantai. Pulau Ternate memiliki kelerengan fisik terbesar di atas 40% yang mengerucut ke arah puncak Gunung Gamalama, terletak di tengah-tengah pulau. Di daerah pesisir rata-rata kemiringan adalah sekitar 2% - 8%. Jenis tanah mayoritas adalah tanah Rogusal di Pulau Ternate, Pulau Moti dan Pulau Hiri. Sedangkan jenis tanah Rensika ada di Pulau Mayau, Pulau Tifure, Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida. Kondisi tersebut merupakan ciri tanah pulau vulkanis dan pulau karang. Kedalaman laut adalah bervariasi, pada beberapa lokasi di sekitar Pulau Ternate, terdapat tingkat kedalaman yang tidak terlalu dalam, sekitar 10 meter sampai pada jarak sekitar 100 meter dari garis pantai, sehingga memungkinkan adanya peluang reklamasi. Tetapi pada bagian lain terdapat tingkat kedalaman yang cukup besar dan berjarak tidak jauh dari garis pantai yang ada.

Kota Ternate secara administrasi dibagi menjadi 7 (tujuh) kecamatan dan 77 kelurahan sebagai hasil pemekaran daerah sejak tahun 1999.

Tabel II.1

Administrasi Wilayah Kota Ternate

NO KECAMATAN JUMLAH KELURAHAN IBU KOTA

1 Ternate Utara 14 Dufa-dufa

2 Ternate Tengah 15 Salahudin

3 Ternate Selatan 17 Kalumata

4 Pulau Ternate 13 Jambula

5 M o t i 6 Moti Kota

6 Batang Dua 6 Mayau

7 H i r i 6 Dorari Isa

JUMLAH 77

(26)

Luas wilayah Kota Ternate 5.795,4 Km2, terdiri dari luas perairan 5.633,565 Km2 dan luas daratan 161,84 Km2. Adapun jarak antara pulau-pulau tersebut dengan pulau Ternate adalah sebagai berikut:

1. Ternate – Hiri : 1,5 ML 2. Ternate – Moti : 16,0 ML 3. Ternate – Maka : 1,6 ML 4. Ternate – Mano : 1,6 ML 5. Ternate – Mayau : 90,0 ML 6. Ternate – Tifure : 106,0 ML 7. Ternate – Gurida : 106,1 ML

2.2 EKONOMI MAKRO DAERAH

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja makro ekonomi Kota Ternate selama kurun waktu lima tahun terakhir memperlihatkan bahwa kebijakan Pembangunan Ekonomi yang dilaksanakan telah mampu membuat beberapa Indikator Makro Ekonomi tetap terjaga pada level yang optimal.

Secara umum kinerja ekonomi Kota Ternate menunjukan tingkat pencapaian yang baik ini tercermin dari adanya upaya perbaikan iklim investasi baik swasta maupun pemerintah, terjaganya pertumbuhan ekonomi pada posisi trend peningkatan per tahun, turunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan menurunnya jumlah penduduk miskin serta terjadi peningkatan pada angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Untuk mengukur perkembangan perekonomian suatu wilayah, metode pengukurannya terdiri dari beberapa indikator, salah satu indikator utama makro ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang dalam konteks lain dapat disebutkan sebagai tolok ukur keberhasilan dari pembangunan di bidang ekonomi pada suatu wilayah.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur

(27)

dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Paradigma pembangunan saat ini tidak hanya menitikberatkan pada tingginya pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat memberi imbas pada rendahnya angka tingkat pengangguran, menurunnya jumlah penduduk miskin, dan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia. Ketiga komponen tersebut dapat terlaksana jika terjadi distribusi pendapatan yang “berkualitas” dan adanya prioritas belanja pemerintah khususnya belanja Sosial Publik.

Sektor-sektor ekonomi yang selama ini telah memberikan andil besar bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Ternate yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Ketiga sektor ini memberikan kontribusi lebih dari 40% bagi nilai PDRB Kota Ternate selama lima tahun terakhir. Berbagai peningkatan baik dari sisi volume dan frekwensi pada ketiga sektor ekonomi tersebut telah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kearah yang positif dengan tidak mengesampingkan peran sektor lain.

Dengan berkembangnya perekonomian Kota Ternate tentunya akan berdampak pada peningkatan PDRB per kapita. Namun angka tersebut belum dapat menggambarkan penerimaan penduduk secara nyata dan merata karena masih dipengaruhi oleh kepemilikan faktor produksi serta kesenjangan pendapatan. Walaupun demikian angka tersebut dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat rata-rata tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. PDRB perkapita Kota Ternate atas dasar harga berlaku dalam kurun waktu tahun 2005-2009 terus mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya nilai PDRB. Pada tahun 2005, PDRB perkapita Kota Ternate mencapai5, PDRB perkapita Kota Ternate mencapai 2,3 juta rupiah, meningkat menjadi 2,5 juta rupiah pada tahun 2009.

Pendapatan perkapita masyarakat dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar Rp. 2.325.964,- meningkat menjadi Rp. 2.387.514,- pada tahun 2006 dan terus mengalami peningkatan setiap tahun hingga tahun 2009 menjadi sebesar Rp. 2.611.890,-.

(28)

Tabel II.2

Kinerja Makro Ekonomi Kota Ternate Tahun 2005 – 2009

TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI PENDAPATAN PERKAPITA (Rp.) % Jutaan Rupiah 2005 6,60 415,085 2.325.964 2006 6,92 443,824 2.387.514 2007 7,85 478,658 2.483.416 2008 7,92 516,574 2.510.879 2009 7,94 557,573 2.611.890

Sumber : BPS Kota Ternate (data diolah), 2010

Dalam lima tahun mendatang, percepatan pembangunan ekonomi menuju Ternate Bahari Berkesan akan menghadapi berbagai tantangan.

Isu Strategis :

1. Perlunya optimalisasi sektor perdagangan, hotel dan restoran melalui pengembangan klaster industri, penguatan kerjasama investasi regional, nasional dan internasional, penyediaan infrastruktur dan pengembangan jaringan pemasaran.

2. Perlunya revitalisasi sektor pertanian dan perikanan dengan mempercepat pengembangan agroindustri dan agrobisnis, penyiapan sumber daya manusia pertanian dan perikanan, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan, yang selama ini nilai kontribusi PDRBnya sangat kecil.

3. Perlunya penguatan sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa melalui pengembangan jaringan transportasi, perijinan satu titik dan penyediaan fasilitas pendukung.

2.2.2 Perkembangan Inflasi

Indikator makro ekonomi lain yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembanggunan ekonomi adalah inflasi, makna dari inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum di konsumsi rumahtangga. Perkembangan harga dan jasa ini berdampak langsung terhadap tingkat daya beli dan biaya hidup masyarakat serta berhubungan dengan produktifitas ekonomi.

(29)

Inflasi di Kota Ternate lima tahun terakhir mengalami fluktuaktif dimana pada tahun 2005, 2007 dan 2008 inflasi cukup tinggi melebihi 10%, ini banyak disebabkan oleh pengaruh faktor eksternal seperti kenaikan harga BBM. Dari berbagai kelompok pengeluaran rata-rata yang menjadi penyumbang terbesar bagi terjadinya inflasi di Kota Ternate adalah kelompok bahan makanan, ini tidak terlepas dari faktor alam yang kadang menyebabkan ketersediaan komoditi dari kelompok bahan makanan menjadi langka, misalnya komoditi ikan dll. Pada tahun 2009 laju inflasi Kota Ternate kembali stabil yaitu sebesar 3,88% dan untuk bulan pebruari 2010 Kota Ternate mengalami deflasi sebesar -0,07 persen sedangkan nasional mengalami inflasi 0.30 persen.

Gambar II.2

Perkembangan Inflasi Kota Ternate 2005-2009

2.2.3 Perdagangan

Salah satu potensi Kota Ternate yang cukup menonjol adalah sektor jasa dan perdagangan, perkembangan sektor jasa dan perdagangan dalam beberapa tahun ini mengalami peningkatan yang cukup pesat, sehingga memberikan kontribusi dalam pembentukan struktur ekonomi, meliputi sektor perdagangan, perhotelan dan restoran, jasa, transportasi dan komunikasi.

(30)

Beberapa faktor potensial sebagai penunjang adanya peluang-peluang dimaksud yaitu : letak strategis Kota Ternate sebagai titik sentral transportasi/perhubungan (laut dan udara) dalam wilayah Maluku Utara, sehingga menjadikan Ternate sebagai pintu masuk dan titik temu perdagangan lokal (perdagangan), adanya sarana dan prasarana penunjang seperti Bandara Babullah dan Pelabuhan Laut (Dermaga Ahmad Yani) serta didukung dengan ketersediaan sarana transportasi lokal lainnya yang menghubungkan Kota Ternate dengan beberapa kabupaten/kota, dan ketersediaan ruang publik pengembangan investasi melalui kebijakan pengembangan kawasan khusus sebagai pusat bisnis dan perdagangan (central bussines distric). Sejalan dengan tingginya aktivitas pembangunan sektor perdagangan telah ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sarana perbankan.

Isu strategis :

1. Belum berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan yang dapat meningkatkan nilai tambah komoditi perdagangan.

2. Masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi pendukung perdagangan. 3. Belum optimalnya sistem informasi dan jarangan pasar dalam mendukung promosi

perdagangan.

2.2.4 Investasi

Perkembangan investasi di Kota Ternate belum optimal sebagai akibat terbatasnya ketersediaan infrastuktur, serta berbagai pungutan dan hambatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan mahalnya investasi di daerah. Minat investasi mulai meningkat sejalan dengan pencanangan Kota Ternate sebagai lumbung energi nasional, namun realisasi investasi masih terbatas.

Pertumbuhan Ekonomi Kota Ternate selama lima tahun terakhir mampu terus tumbuh diatas 6% dengan perkembangan yang lebih meningkat setiap tahunnya, ini memperlihatkan adanya sinergitas antara Program dan kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah Kota Ternate dengan pihak swasta yang ikut berperan bagi pertumbuhan ini.

(31)

Kemampuan pertumbuhan ekonomi seperti yang disebutkan sebelumnya, tidak terlepas dari adanya investasi baik swasta maupun pemerintah. Investasi swasta walaupun dalam waktu lima tahun terakhir terjadi fluktuaktif namun dalam waktu dua tahun terakhir menunjukan peningkatan yang cukup berarti (meningkat 72,87%) sedangkan investasi pemerintah terus mengalami kenaikan antar tahun dalam lima tahun terakhir.

Tabel II.3

Realisasi Investasi Pemerintah dan Swasta Tahun 2005-2009

TAHUN INVESTASI SWASTA (Rp.) PEMERINTAH (Rp.) 2005 280.655.598.800 59.094.538.220 2006 233.443.104.725 82.790.296.946 2007 175.408.117.780 155.337.254.952 2008 119.327.074.000 170.920.820.065 2009 163.742.236.000 176.890.457.165

Sumber : DPPKAD Kota Ternate, 2010

Isu Strategis :

1. Belum optimalnya pelayanan birokrasi, khususnya berkaitan dengan standarisasi pelayanan, biaya, dan kecepatan perijinan.

2. Belum optimalnya jaringan infrastruktur terutama penyediaan tenaga listrik, air bersih dan jalan.

3. Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dan lintas daerah dalam perijinan dan pengembangan investasi.

4. Terbatasnya data dan informasi tentang peluang investasi yang kongkrit tentang komoditi unggulan daerah yang dapat diakses oleh para penanam modal. 5. Belum terlaksananya pelaksanaan desentralisasi kewenangan perijinan penanaman

(32)

2.2.5 Koperasi dan UKM

Perkembangan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi bagian penting dari pengembangan ekonomi Kota Ternate. Kegiatan perkoperasian di Kota Ternate tumbuh berkembang, namun relatif lambat. Jumlah koperasi tahun 2005 sebanyak 212 kemudian menjadi 261 koperasi tahun 2009 atau tumbuh rata-rata sebesar 5,34 persen per tahun. Sementara, jumlah anggota terus meningkat dari 16.553 orang pada tahun 2005 menjadi 17.898 orang pada tahun 2009 (lihat Tabel II.4).

Tabel II.4

Jumlah Koperasi di Kota Ternate Tahun 2005 – 2009

TAHUN JUMLAH UNIT KOPERASI JUMLAH ANGGOTA MODAL USAHA (000) VOLUME USAHA / OMZET (000) 2005 212 16.553 7.327.007 11.807.006 2006 227 16.990 7.570.495 13.275.658 2007 241 17.335 7.831.303 14.616.600 2008 251 17.576 8.057.822 21.433.400 2009 261 17.898 8.227.829 29.939.150

Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Kota Ternate, 2010

Peran koperasi masih belum optimal sebagai pilar perekonomian daerah. Hambatan dalam pengembangan UKM antara lain adalah terbatasnya akses koperasi dan UKM terhadap sumber daya produktif terutama permodalan, dan lemahnya kualitas SDM pelaku usaha. Selain itu, faktor penghambat pengembangan UKM adalah terbatasnya penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar.

Sementara itu, perkembangan UMKM di Kota Ternate menunjukkan peningkatan dari 4.222 unit pada tahun 2005 menjadi 6.563 unit pada tahun 2009 dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,78 persen per tahun (Tabel II.5). Kendala pengembangan UMKM adalah terbatasnya akses permodalan, lemahnya manajemen usaha, belum berkembangnya sistem data dan informasi, dan terbatasnya jaringan pemasaran.

(33)

Tabel II.5

Jumlah UMKM Kota Ternate Tahun 2005 – 2009

TAHUN USAHA MIKRO USAHA KECIL USAHA MENENGAH TOTAL %

2005 0 3.629 593 4.222 86%

2006 1.835 1.971 657 4.463 85%

2007 1.952 2.114 784 4.850 84%

2008 2.880 2.161 786 5.827 87%

2009 3.412 2.365 786 6.563 88%

Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Kota Ternate, 2010

Isu Strategis :

1. Rendahnya kinerja koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) yang disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan.

2. Terbatasnya akses koperasi dan UKM terhadap sumber daya produktif terutama permodalan, bahan baku dan informasi pasar.

3. Kurang kondusifnya iklim usaha untuk pengembangan koperasi dan UKM antara lain disebabkan oleh (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) praktek bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas intansi dalam pemberdayaan koperasi dan UKM; (d) mahalnya bahan baku bagi kebutuhan produksi UKM, dan (e) prosedur pembayaran bahan baku yang masih secara tunai yang memberatkan koperasi dan UKM.

2.2.6 Kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Tingkat kemiskinan Kota Ternate tergolong rendah yaitu 3,79% untuk tahun 2008. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, tingkat kemiskinan mengalami penurunan walau-pun angkanya tidak signifikan. Secara absolute jumlah penduduk miskin masih tetap sekitar 6,9 ribu jiwa. Kondisi ini menempatkan Kota Ternate termasuk kelompok yang memiliki persentase penduduk miskin di bawah rata-rata nasional (15,42 persen). Tan-tangan dalam lima tahun mendatang adalah menurunkan angka kemiskinan melalui berbagai kebijakan.

(34)

Tabel II.6

Statistik Kemiskinan Kota Ternate

URAIAN 2007 2008

Garis Kemiskinan 228.202 253.491 Jumlah Penduduk Miskin (000 jiwa) 6,9 6,9

Penduduk Miskin (%) 3,90 3,79

Sumber : BPS, Susenas 2008

Isu strategis :

1. Terbatasnya layanan pendidikan dan kesehatan yang bermutu, prasarana dasar, dan kesempatan kerja bagi penduduk miskin.

2. Belum optimalnya pertumbuhan ekonomi di Kota Ternate dalam mengurangi angka kemiskinan. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi belum berkualitas dalam menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.

3. Belum optimalnya upaya pengurangan kemiskinan sebagai akibat belum terpadu-nya kebijakan dan program, lemahterpadu-nya koordinasi antar SKPD dan antar pemerin-tah.

4. Tingginya penyebaran penduduk miskin mengindikasikan perlunya upaya penang-gulangan secara komprehensif dan terpadu.

2.2.7 Ketenagakerjaan

Dari total penduduk usia kerja (15 tahun keatas), sekitar 87% penduduk Kota Ternate termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami sedikit penurunan selama periode 2008-2009 dari 60,58% menjadi 53,97%. Walaupun demikian tetapi jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 87,43% menjadi 88,77%.

Pasar tenaga kerja Kota Ternate cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada tingginya persentase penduduk usia kerja yang bekerja yang besarnya mencapai lebih dari 88% pada tahun 2009. Tingkat pengangguran pada tahun 2009 menunjukkan angka penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2008. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 7,61%. Angka ini menurun menjadi 6,06% pada tahun 2009.

(35)

Berdasarkan perbandingan menurut 3 sektor utama, pilihan bekerja di sektor jasa-jasa (S) masih mendominasi pasar kerja di Kota Ternate dengan persentase sebesar 52,13% pada tahun 2009, yang diikuti dengan sektor manufaktur (M) dengan persentase sebesar 31,12%. Sementara pekerja disektor pertanian (A) sebanyak 16,75%. Komposisi tersebut tampaknya tidak banyak mengalami perubahan selama kurun waktu 2008-2009. Dari ketiga sektor yang mengalami kenaikan adalah sektor S dari 46,01% menjadi 52,13%, sedangkan 2 sektor lainnya (A dan M) mengalami penurunan, sektor A menurun dari 17,83% menjadi 16,75% serta sektor M menurun dari 36,16% menjadi 31,12%.

Tabel II.77

Statistik Ketenagakerjaan di Kota Ternate

URAIAN 2008 2009

TPAK (%) 60,58 53,97

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 7,61 6,06

Bekerja (%) 87,43 88,77 Bekerja di Sektor A (%) 17,83 16,75 Bekerja di Sektor M (%) 36,16 31,12 Bekerja di Sektor S (%) 46,01 52,13 Sumber: BPS, Sakernas 2009 Isu strategis :

1. Tingginya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan perikanan serta tingginya angka kemiskinan di Kota Ternate mengindikasikan masih terbatasnya keterampilan dan sarana pendukung lainnya bagi petani dan nelayan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan.

2. Rendahnya tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta Sektor Jasa, yang merupakan tiga (3) sektor yang selama 3 tahun terakhir merupakan sektor penyumbang nilai PDRB tertinggi.

3. Masih tingginya angka pengangguran berpendidikan SD, SLTP dan SLTA di Kota Ternate. Hal ini menegaskan perlunya revitalisasi pendidikan kejuruan dan keterampilan luar sekolah sebagai alternatif peningkatan kapasitas dan keterampilan angkatan kerja.

(36)

2.3. SOSIAL DAN BUDAYA DAERAH

2.3.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Ternate tahun 2010 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Ternate berdasarkan hasil Sensus Penduduk sebanyak 185.707 jiwa dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 0,98 persen per tahun selama 2008-2010. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk disebabkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kondisi Kota Ternate dirasakan semakin padat. Dengan luas wilayah daratan 161,84 km² dan jumlah penduduk sebanyak 185.707 jiwa, kepadatan penduduk Kota Ternate pada tahun 2010 sebesar 1147 jiwa per km². Ini berarti bahwa terjadi peningkatan kepadatan sebanyak 7 jiwa per km² atau 0,61% bila dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 1140 jiwa per km². Penduduk Kota Ternate sebagian besar tinggal di Pulau Ternate dan tantangan yang harus diatasi adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk.

2.3.2 Pendidikan

Pembangunan sektor pendidikan tidak hanya diarahkan pada perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, tetapi juga peningkatan mutu pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan pasar kerja.

pada tahun 2009 Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk berusia 7-12 tahun (SD) sebesar 103,47 persen, untuk Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 92,94 persen dan Angka Putus Sekolah sebesar 0,12 persen. Sedangkan APK kelompok usia 13-15 tahun (SMP) adalah sebesar 102,36 persen, untuk Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 89,94 persen dan Angka Putus Sekolah sebesar 0,16 persen. dan APK untuk usia 16-18 tahun (SMA/SMK) sebesar 96,80 persen, untuk Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 87,64 persen dan Angka Putus Sekolah sebesar 0,16 persen. Angka ini tersebut sudah tergolong baik dibanding kabupaten/kota lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa hampir semua penduduk Kota Ternate berusia 7-18 tahun telah bersekolah (Tabel II.8). Namun masih terdapatnya angka putus sekolah terutama untuk kelompok usia 16-18 tahun merupakan permasalahan pendidikan yang harus diatasi.

(37)

Tabel II.8

Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Putus Sekolah Kota Ternate 2005-2009

TAHUN SD SMP SMA/ SMK

APK APM APS APK APM APS APK APM APS 2005 91,86 82,95 0,13 93,54 84,78 0,12 92,36 84,32 0,47 2006 93,73 83,65 0,26 92,87 86,09 0,26 92,79 85,63 0,23 2007 94,34 84,56 0,17 92,47 86,34 0,38 93,45 86,65 0,37 2008 102,39 87,38 0,09 95,85 89,92 0,31 94,67 87,32 0,43 2009 103,47 92,94 0,12 102,36 89,94 0,16 96,80 87,64 0,16

Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Kota Ternate, 2010

Kondisi pendidikan ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, dan tenaga pengajar. Dalam periode 2009/2010, jumlah sekolah SD sebesar 100 unit (83 Negeri dan 17 Swasta). Sementara tenaga pengajar SD meningkat rata-rata sebesar 15 persen periode tahun 2005-2009, dengan jumlah guru tahun 2009 mencapai 1.483 orang dan jumlah murid SD pada tahun 2009 sebesar 19.776 orang. Rasio murid terhadap guru sebesar 13,33 artinya setiap guru melayani 13 orang murid.

pada jenjang pendidikan SMP, bangunan sekolah pada tahun 2009 sebanyak 26 unit (14 Negeri dan 12 Swasta). Jumlah guru sebanyak 745 orang pada tahun 2009 dan meningkat rata-rata sebesar 15,20 persen per tahun periode 2005-2009. Sedangkan jumlah murid SMP pada tahun 2009 mencapai 8.742 orang. Rasio murid terhadap guru sebesar 11,73 artinya setiap guru melayani 11 orang murid.

pada jenjang pendidikan SMA dan SMK, pada tahun 2009 bangunan sekolah sebanyak 22 unit (SMU : 9 Negeri dan 4 Swasta, SMK : 6 Negeri dan 3 Swasta), jumlah guru sebanyak 508 untuk SMA dan 226 untuk SMK, yang meningkat rata-rata sebesar 8 persen untuk SMA dan 18,70 untuk SMK per tahun periode 2005-2009. Sedangkan jumlah murid SMA pada tahun 2009 mencapai 6.816 orang dan 2.147 orang untuk SMK. Rasio murid terhadap guru sebesar 13,41 untuk SMA dan 9,5 untuk SMK, artinya setiap guru melayani 13 orang murid untuk SMA dan 9 orang murid untuk SMK. Isu strategis :

1. Belum meratanya pencapaian hasil pendidikan, sebagai akibat terbatasnya prasa-rana dan saprasa-rana pendidikan dan terbatasnya jumlah tenaga pengajar.

(38)

2. Belum berkembangnya layanan pendidikan bermutu sesuai dengan standar inter-nasional.

2.3.3 Kesehatan

Penyediaan layanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengatasi kemiskinan, dan membangun pondasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Pencapaian program peningkatan derajat kesehatan di Kota Ternate juga belum maksimal terlihat dari beberapa indikator program misalnya pada tahun 2005 angka kematian ibu jumlahnya 6 dari 3.135 ibu hamil dan angka kematian bayi sebesar 20 bayi dari 3.135 kelahiran. Jika dilihat dari jumlah kematian masih tinggi, hal ini disebabkan karena pengetahuan ibu tentang ibu hamil belum maksimal dan lebih suka melakukan pemeriksaan kehamilan kepada dukun bayi dan lebih banyak yang meninggal dunia. Ibu hamil yang mengalami kerentanan tersebut, seringkali lambat dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih baik karena tempat tinggalnya berada di luar pulau Ternate.Pada tahun 2006 angka kematian ibu jumlahnya 7 dari 4.079 ibu hamil, angka kematian bayi sebesar 8 bayi dari 3.554 kelahiran hidup, dan angka kematian balita 3 bayi. Tahun 2007 cenderung menurun yakni angka kematian ibu jumlahnya 5 dari 4.079 ibu hamil, angka kematian bayi 12 dari 3.436 kelahiran hidup dan angka kematian balita 7 bayi. Tahun 2008, angka kematian ibu jumlahnya 6 dari 4.244 ibu hamil, angka kematian bayi 9 dari 3.733 kelahiran hidup dan angka kematian balita 13 bayi. Tahun 2009, angka kematian ibu hamil menurun menjadi 3 ibu hamil, angka kematian bayi 10 dari 2.958* kelahiran hidup dan angka kematian balita 14 bayi dari 18.211 sasaran balita.

Begitupula pada angka kesakitan pada tahun 2005 akibat ISPA sebanyak 34.616 orang, malaria klinis sebesar 9.859 orang, positif malaria 3.113 orang, DBD 19 orang, sedangkan HIV/AIDS belum ditemukan. Penderita malaria klinis cenderung menurun pada tahun 2006-2009 yakni 8.221 orang, 7.775 orang, 6.661 orang dan 6.080 orang9 yakni 8.221 orang, 7.775 orang, 6.661 orang dan 6.080 orang.

Sama halnya dengan penderita positif malaria yang menunjukkan gejala penurunan sepanjang tahun 2006-2008 yakni 1.548 orang, 1.010 orang dan 474 orang, namun di tahun 2009 tercatat 1.012 orang penderita positif malaria, yang penanganannya

(39)

dilakukan di setiap kelurahan endemis malaria. Penderita DBD cenderung masih tinggi sepanjang tahun 2006-2009, yakni 72 orang, 202 orang, 116 orang dan 154 orang.Gejala mengejutkan terdapat pada tahun 2007 dan 2008 yakni penderita HIV/ AIDS 3 orang dan 2 orang. Penderita penyakit malaria dan DBD masih tinggi karena kepedulian masyarakat tentang lingkungan masih rendah begitu pula dengan perilaku hidup bersih dan sehat belum dipahami secara utuh.

Penderita gizi buruk pada tahun 2005 masih tinggi karena pengetahuan tentang gizi dan perkembangan anak belum maksimal, ditambah lagi dengan tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah sehingga mempengaruhi kualitas dan perkembangan anak. Untuk tahun 2008 terdapat 8 bayi yang mengalami gizi buruk, sedangkan di akhir tahun 2009 tercatat 7 bayi yang mengalami gizi buruk, hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan tentang gizi dan perkembangan anak sudah semakin membaik. Kondisi Kota Ternate pada tahun 2005, baru saja selesai dilanda kerusuhanan horisontal dimana pada saat itu infrastruktur di Kota Ternate sebagian mengalami kerusakan. Sarana pelayanan kesehatan kesehatan masih kurang sehingga akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan juga mengalami penurunan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan sebatas 7 Puskesmas (rawat jalan 6 unit, rawat inap 1 unit), Puskesmas Pembantu 13 unit, Polindes 3 unit, Pusling 6 unit dan Polindes 5 unit.

Jumlah sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia belum menjangkau semua masyarakat di Kota Ternate yang tersebar di beberapa pulau. Ini disebabkan karena dana pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana relatif masih sedikit, sehingga pembangunan sarana dan prasarana kesehatan belum menjangkau seluruh masyarakat Kota Ternate, utamanya masyarakat di luar pulau Ternate. Fasilitas kesehatan Puskesmas selama tahun 2005-2007 belum mengalami peningkatan dan baru pada tahun 2008 jumlahnya bertambah menjadi 8 Puskesmas. Pustu meningkat pada tahun 2007 dan 2008 menjadi 14 Pustu, dibandingkan pada tahun 2005 dan 2006 sebanyak 13 Pustu, dan untuk tahun 2009 menjadi 15 pustu. Pusling cenderung naik dari 6 Pusling (tahun 2005), 9 Pusling (tahun 2006 dan 2007), 11 Pusling (tahun 2008), menjadi 12 Pusling (tahun 2009). Rumah medis atau paramedis bertambah, menjadi 12 Pusling (tahun 2009). Rumah medis atau paramedis bertambah dari 15 rumah (tahun 2005 dan 2006) menjadi 17 rumah (tahun 2007) dan 18 rumah (tahun 2008-2009). Polindes cenderung meningkat terus berawal dari 5 Polindes (tahun 2005), meningkat pesat menjadi 13 Polindes (tahun 2006), 14 Polindes (tahun

(40)

2007), 15 Polindes (tahun 2008) dan 16 Polindes (tahun 2009). Sedangkan Poskeskel baru tersedia 3 Poskeskel (tahun 2007) dan 6 Poskeskel (tahun 2008-2009).

Sedangkan pedagang farmasi, toko obat dan apotek cenderung tidak menunjukkan pe-ngurangan atau penambahan yang berarti. Toko obat di Ternate masih tetap berjumlah 6 toko obat (tahun 2005-2008), 25 apotek (tahun 2005), 23 apotek (tahun 2006), 24 apotek (tahun 2007) dan 22 apotek (tahun 2008). Pada tahun 2005-2007 belum ter-dapat pedagang farmasi di Kota Ternate, baru pada tahun 2008 terter-dapat 3 pedagang farmasi. Adapun perkembangan sampai dengan akhir tahun 2009 toko obat berjumlah 7, apotek 23, dan untuk pedagang farmasi terdapat 5 pedagang besar farmasi.

Isu strategis :

1. Masih tingginya angka kematian bayi, anak dan ibu yang terjadi di Kota Ternate; 2. Angka kesakitan akibat penyakit menular masih tinggi seperti ISPA, Malaria, DBD,

Diare dan TB;

3. Kurangnya tenaga kesehatan yang ada baik dari segi kualitas maupun kuantitas, jika dilihat dari rasio masing jenis tenaga kesehatan yang ada di masing-masing unit kerja;

4. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat; 5. Masih kurangnya anggaran untuk kesehatan dari APBD Kota Ternate;

2.3.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dengan melihat perkem-bangan angka IPM tiap tahun, tampaknya kemajuan yang dicapai Kota Ternate dalam pembangunan manusia sangat signifikan. Angka IPM Kota Ternate mengalami peningkatan dari 75,66 pada tahun 2008 menjadi 76,13 pada tahun 2009. Angka IPM Kota Ternate diatas angka IPM Provinsi Maluku Utara yaitu 68,63. Bila dilihat dari angka ini bisa disimpulkan bahwa penduduk Kota Ternate lebih maju di bidang pendidikan, kesehatan maupun ekonomi dari Kab/Kota lainnya di Provinsi Maluku Utara. IPM kab/ kota lain di Provinsi Maluku Utara berkisat antara 64 sampai dengan 68.

(41)

Tabel II.99

IPM Kota Ternate Tahun 2005-2009

TAHUN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (%)

2005 74,21 2006 74,63 2007 74,93 2008 75,66 2009 76,13 Sumber : BPS, 2010 Isu Strategis :

Belum optimalnya pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia.

Dengan memperhatikan perkembangan kondisi sosial dan berbagai isu strategis, dalam lima tahun mendatang jumlah penduduk Kota Ternate diperkirakan akan meningkat dari 217.548 jiwa di tahun 2011 meningkat menjadi 228.491 jiwa pada tahun 2015 (Tabel II.10). Laju pertumbuhan penduduk rata-rata dalam periode 2011-2015 adalah sebesar 1,58 persen pertahun. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh rata-rata total Fertility rate sebesar 2,418 pertahun.

Tabel II.10

Prediksi Indikator Sosial Kota Ternate Tahun 2011-2015

No. SEKTOR 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jumlah Penduduk (jiwa) 217,548 220,920 223,713 226,089 228,491 2. Laju Pertumbuhan Penduduk 1,98 1,48 1,48 1,48 1,48 3. Total Fertility Rate 2,646 2,361 2,361 2,361 2,361 4. Angka Kematian Bayi (IMR) 11 9 7 5 3 5. Angka Kematian Bayi (MMR) 5 4 3 2 1 6. Angka Harapan Hidup (AHH) 70,6 75 7. Angka Melek Huruf (AMH) 1174 323 123 2 0 8. Angka Partipasi Kasar (APK)

(42)

No. SEKTOR 2011 2012 2013 2014 2015 (1) SD 94,37 96,26 98,18 100,15 102,15 (2) SLTP 92,17 93,09 94,02 94,96 95,91 (3) SLTA 88,03 89,79 91,59 93,42 95,29 9. Angka Partisipasi Murni (APM)

(1) SD 87,75 89,50 91,29 93,12 94,98 (2) SLTP 88,26 89,14 90,03 90,93 91,84 (3) SLTA 70,83 72,25 73,69 75,17 76,67

Sumber: Hasil Analisis 2010

Dalam lima tahun mendatang angka kematian bayi diperkirakan menurun dari 3/1000 dari 3/1000 KH (11 orang) pada tahun 2011 menjadi 1/1000 KH (3 orang) pada tahun 2015 dengan rata-rata penurunan sebesar – 2 per tahun. Angka harapan hidup diperkirakan akan meningkat dari 70,6 tahun pada tahun 2011 menjadi 75 tahun pada tahun 2015. Sementara angka melek huruf akan menurun dari 323 warga belajar pada tahun 2011 menjadi 2 warga belajar pada tahun 2013. Angka partisipasi kasar dan angkat partisipasi murni untuk jenjang pendidikan SD, SLTP dan SLTA juga mengalami peningkatan selama periode 2011-2015.

2.4. SARANA DAN PRASARANA DAERAH

2.4.1 Jalan Darat

Faktor utama untuk kelancaran perhubungan darat adalah tersedianya sarana jalan yang baik untuk kegiatan ekonomi, perpindahan penduduk, maupun kegiatan pelayanan antar daerah. Terdapat tiga tipe (jenis jalan), yaitu jalan tanah, jalan lapen dan jalan hotmix. Pada tahun 2005 di wilayah Kota Ternate tersedia jalan sepanjang 246.813 km, yang terdiri dari jalan tanah sepanjang 58.079 km, jalan lapen sepanjang 114.455 km dan jalan hotmix sepanjang 74.279 km. Pembangunan jalan di Kota Ternate lebih banyak didominasi Jenis Jalan Lapen. Rasio Jalan Tanah terhadap total jalan di Kota Ternate sebesar 23,53 %, Rasio Jalan Lapen sebesar 46,37 % dan Rasio Jalan Hotmix sebesar 30,10 %. Jenis jalan di Kota Ternate 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel II.11.

(43)

Jenis Jalan di Kota Ternate Tahun 2005-2009

No JENIS JALAN PANJANG JALAN (KM) KET 2005 2006 2007 2008 2009

1 Jalan Tanah 58.079 55.479 52.884 58.547 42.720 2 Jalan Lapen 114.455 125.213 129.815 138.948 150.643 3 Jalan Hotmix 74.279 79.279 84.139 89.279 94.913

JUMLAH 246.813 259.971 266.838 286.774 288.276

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate, 2010

Dari Tabel II.11 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 panjang jalan lapen mendominasi dengan 150.643 Km. Untuk pembangunan sarana dan prasarana Jalan lingkungan, jalan setapak dan Jembatan pelintas dapat dilihat pada Tabel II.12.

Tabel II.12

Pembangunan Jalan Lingkungan, Jalan Setapak dan Jembatan Pelintas di Kota Ternate 2005-2009

TAHUN PANJANG JALAN LINGKUNGAN

PANJANG JALAN

SETAPAK JEMBATAN PELINTAS 2005 762 M’ 419 M’ –M² (- Unit) 2006 5.056 M’ 2.312 M’ 74 M² (4 Unit) 2007 3.233 M’ 4.061 M’ 48 M² (3 Unit) 2008 5.602 M’ 1.958 M’ 177 M² (6 Unit) 2009 4.321 M’ 4.556 M’ 108,5 M² (5 Unit)

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate, 2010

Isu strategis :

1. Belum terselesaikannya pembangunan dan peningkatan jalan akses menuju ke aktivitas perekonomian pada wilayah strategis dan kawasan cepat tumbuh. 2. Terbatasnya ketersediaan jalan menuju tempat wisata potensial.

3. Rendahnya budaya tertib lalu lintas yang dimiliki masyarakat menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan.

4. Masih rendahnya infrastruktur yang menghubungkan antar pulau terutama Kecamatan Pulau Batang Dua, Kecamatan Moti dan Kecamatan Hiri.

(44)

Kota Ternate sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perlu didukung dengan sistem transportasi yang memadai. Pertumbuhan kendaraan dalam Kota Ternate dewasa ini cukup berpotensi secara signifikan sebagai penyebab utama kemacetan lalu lintas, karena tidak diimbangi dengan panjang jalan yang ada. Oleh karena itu perlu diantisipasi dengan penataan sistem transportasi yang mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Isu strategis :

1. Kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana angkutan darat belum mencukupi dalam mendukung pelayanan transportasi yang aman, nyaman, lancar dan tertib.

2. Angkutan massal perkotaan belum tertata dengan baik.

3. Dukungan penyediaan fasilitas keselamatan transportasi belum maksimal. 4. Pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan transportasi belum maksimal.

2.4.3 Terminal

a. Fasilitas Terminal

Dalam mendukung pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, pembangunan terminal penumpang dan barang perlu dilakukan dengan memperhitungkan fungsi pelayanan penyebaran, yaitu terminal utama dan terminal lokal. Direncanakan 5 tahun ke depan terminal utama terutama yang berada pada kawasan Gamalama akan ditingkatkan fasilitas sarana dan prasarana, hal ini dimaksudkan untuk dapat melayani penumpang dan arus bongkar muat barang.

b. Fasilitas Keselamatan Lalu Lintas Jalan

Keselamatan lalu lintas, khususnya lalu lintas jalan, adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar, karena keselamatan berkaitan langsung dengan nyawa manusia. Untuk maka keselamatan lalu lintas jalan perlu ditingkatkan melalui pengadaan perlengkapan jalan, seperti : marka jalan, pagar pengaman, rambu-rambu lalu lintas, APILL, traffic light, RPPJ, mobil derek, peralatan pengujian kendaraan bermotor dan lain sebagainya pada ruas-ruas jalan. Namun sebelum dilakukan pengadaan perlengkapan jalan dimaksud, perlu dilakukan survei dan manajemen rekayasa lalu lintas jalan agar titik

(45)

pemasangan dan jumlah kebutuhan perlengkapan jalan dapat ditentukan dengan efektif dan efisien.

Isu strategis :

1. Belum optimalnya sarana dan prasarana terminal dalam mewujudkan pelayanan yang aman, nyaman, lancar dan tertib.

2. Masih rendahnya ketersediaan fasilitas keselamatan jalan dalam mendukung kelancaran, kenyamanan dan keselamatan lalu lintas jalan.

2.4.4 Angkutan Penyeberangan

Pelabuhan penyeberangan Bastiong yang melayani lintasan penyeberangan Ternate – Sidangoli, Sofifi, Tidore, Batang Dua, Bitung dan Bacan memiliki potensi yang sangat strategis. Prasarana pelabuhan Penyeberangan Bastiong Ternate kondisi yang ada saat ini tidak mampu mendukung permintaan angkutan penyeberangan tersebut, karena terdapat kendala seperti areal fasilitas darat terbatas sehingga sulit dikembangkan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh PT. (Persero) ASDP, bahwa dengan beroperasinya Pelabuhan Penyeberangan Bastiong. Peningkatan permintaan ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas pegawai Provinsi dari dan ke Sofifi.

Potensi kawasan tersebut perlu ditingkatkan menjadi suatu kawasan terpadu yang strategis, karena hampir semua sektor-sektor ekonomi ada di kawasan ini. Oleh karena itulah, maka pembangunan Pelabuhan Penyeberangan dan Pelabuhan Laut perlu dioptimalkan pada kawasan strategis, karena hal ini sebagai pemicu pertumbuhan kawasan sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah Kota Ternate.

Isu Strategis :

1. Terbatasnya pengembangan areal darat pelabuhan penyeberangan Bastiong. 2. Meningkatnya permintaan angkutan penyeberangan untuk lintasan

Ternate-Sofifi.

3. Terdukungnya pengembangan kawasan Bastiong.

(46)

Pelabuhan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang perdagangan antar daerah. Pelabuhan yang melayani angkutan dari dan ke Kota Ternate adalah Pelabuhan Dufa-dufa, Pelabuhan Ahmad Yani dan Pelabuhan Bastiong terutama untuk pelayaran rakyat. Selain itu, terdapat pelabuhan khusus untuk melayani angkutan Perikanan dan Pertamina.

Sama halnya dengan kondisi Pelabuhan Penyeberangan Bastiong Ternate, pelabuhan lainnya juga memiliki kendala teknis yang sama. dan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka perbaikan sarana dan prasarana adalah syarat mutlak untuk peningkatan pelayanan.

Isu Strategis

Kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana angkutan laut belum mencukupi dalam mendukung pelayanan transportasi yang aman, nyaman, lancar, tertib, tepat waktu dan selamat.

2.4.6 Angkutan Udara

Letak strategis Kota Ternate sebagai titik sentral transportasi/perhubungan (laut dan udara) dalam wilayah Maluku Utara, sehingga menjadikan Ternate sebagai pintu masuk dan titik temu perdagangan lokal (perdagangan), adanya sarana dan prasarana penunjang seperti Bandara Babullah serta didukung dengan ketersediaan sarana transportasi lokal lainnya yang menghubungkan Kota Ternate dengan beberapa kabupaten/kota, dan ketersediaan ruang publik pengembangan investasi melalui kebijakan pengembangan kawasan khusus sebagai pusat bisnis dan perdagangan (central bussines distric). Bandara Babullah Ternate telah melayani penerbangan domestik langsung dari dan ke beberapa kota di Indonesia. Sistem rute penerbangan jarak pendek lokal dan regional yang menghubungkan Kota Ternate dengan Kabupaten lainnya di Maluku Utara dan Kota-kota lainnya di Indonesia perlu dikembangkan. Hingga saat ini terdapat 7 perusahaan penerbangan yang beroperasi di Bandara Babullah, yaitu : Garuda Indonesia, Merpati, Lion-Wings Air, Batavia Air, Sriwijaya Air, Express Air dan Trigana Air.

(47)

1. Kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana angkutan udara belum mencukupi dalam mendukung pelayanan transportasi yang aman, nyaman, lancar, tertib, tepat waktu dan selamat.

2. Belum terwujudnya sistem pelayanan rute penerbangan lokal dan regional, baik untuk penumpang maupun untuk kargo.

2.4.7 Komunikasi dan Telekomunikasi

Sejauh ini jasa layanan aplikasi telematika belum mampu meningkatkan penyelenggara jasa pelayanan teknologi informasi yang dapat berfungsi sebagai pusat penyebaran informasi potensi daerah. Demikian juga halnya dengan sarana komunikasi dan diseminasi informasi belum dalam rangka pemberdayaan kelembagaan komunikasi sosial, hubungan kelembagaan komunikasi pemerintah daerah dengan kemitraan media untuk meningkatkan diseminasi informasi dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Pemanfaatan postel, komunikasi dan informatika perlu disosialisaikan secara terus menerus kepada masyarakat luas guna memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dalam rangka keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah untuk tujuan peningkatan pemerataan pelayanan ke seluruh daerah kecamatan yang ada di Kota Ternate serta peningkatan iklim usaha dan peran serta masyarakat dan mendorong optimalisasi penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang tepat guna dan pembinaaan potensi pos, telekomunikasi dan informatika.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi melalui pengembangan dan pendayagunaan aplikasi telematika, kapasitas layanan informasi dan pemberdayaan potensi masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbasis informasi, peningkatan aplikasi pelayanan publik dalam rangka meningkatkan nilai tambah layanan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Demikian juga halnya dengan penyediaan dan pelaksanaan e-Government dan e-Business di Kota Ternate dalam rangka juga belum terlaksana secara maksimal. Hal ini disebabkan masih lemahnya koordinasi bersama antar Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Kota Ternate serta dunia usaha yang ada, guna kelancaran arus

(48)

informasi dan kapasitas layanan informasi serta pemberdayaan potensi masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbudaya informasi.

Daya jangkau infrastruktur pos, komunikasi dan informatika untuk memperluas aksesibilitas masyarakat terhadap informasi dalam rangka mengurangi kesenjangan informasi perlu ditingkatkan. Sehingga penciptaan iklim usaha yang konstruktif dan kondusif di bidang industri komunikasi dan informatika tidak berjalan.

Kerjasama dan kemitraan serta pemberdayaan lembaga komunikasi dan informatika pemerintah dan masyarakat serta mendorong peranan media massa dalam rangka meningkatkan pelayanan informasi yang beretika dan bertanggung jawab serta memberikan nilai tambah pembangunan daerah.

Isu Strategis :

1. Kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pos, telekomunikasi dan teknologi informasi belum maksimal.

2. Jaringan pelayanan pos, telekomunikasi, komunikasi dan informatika sampai ke Pulau Batang Dua, Moti dan Hiri belum maksimal.

3. Pemanfaatan teknologi informatika sebagai media publikasi potensi daerah belum maksimal.

4. E-Government, e-Bussiness dan e-Society belum terwujud.

2.4.8 Prasarana Dasar Permukiman

Pembangunan prasarana dasar permukiman pada hakekatnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara merata dan menyediakan pelayanan dasar dalam menunjang program “pro-poor” sebagaimana tertuang dalam agenda pembangunan daerah Kota Ternate 2011-2015. Pembangunan prasarana dasar permukiman meliputi penyediaan prasarana air minum, sanitasi, drainase, perumahan dan permukiman, serta penataan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Berbagai isu strategis yang dihadapi di bidang keciptakaryaan antara lain : masih rendahnya tingkat pelayanan prasarana air bersih, sebagian masyarakat tingkat

(49)

kemampuannya masih ada yang relatif rendah untuk memiliki rumah layak huni serta belum mantapnya dukungan aspek pembiayaan dan sumber daya lainnya.

Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih di Kota Ternate mencapai 54,98%. Berdasarkan data statisik air minum Kota Ternate 2009, pelanggan rumah tangga merupakan pengguna air PAM yang terbesar jumlahnya mencapai 89,88% dari pelanggan lainnya. Sistem penyediaan air minum terpasang di perkotaan sebesar 326 l/det yang berarti mampu melayani 107.231 jiwa, namun jumlah penduduk yang terlayani baru mencapai 99.264 jiwa. Hal ini dapat diartikan juga bahwa sistem yang tersedia mampu melayani 66,31% penduduk Kota Ternate, namun yang terpakai baru 59,39% sehingga masih terdapat sisa kemampuan pelayanan sebesar 6,92%. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan oleh Kota Ternate dalam pemenuhan kebutuhan air bersih antara lain melaksanakan Program Pengembangan kinerja pengelolaan air minum dengan upaya peningkatan pelayanan berupa penambahan kapasitas sumber, jaringan pipa distribusi, sambungan rumah, terminal air, hidran umum serta peralatan dan bangunan pelengkap lainnya.

Untuk prasarana persampahan, tercatat volume sampah yang diproduksi tahun 2005 sebesar 136.875 m3 dan baru diolah secara memadai sebesar 78.110 m3. Secara fenomenal, Dinas Kebersihan menunjukkan kinerjanya secara maksimal sepanjang tahun 2006-2008 dengan volume sampah 139.065 m3 (tahun 2006), 144.175 m3 (tahun 2007), 155.490 m3 (tahun 2008) dan 159.870 (tahun 2009), yang rata-rata sebesar 86.943 m3 tiap tahun. Tingkat pelayanan persampahan yang dilakukan Dinas Kebersihan mencapai 78,43% (tahun 2005), 80,24% (tahun 2006), 81,77%78,43% (tahun 2005), 80,24% (tahun 2006), 81,77% (tahun 2007), 82,00% (tahun 2008) dan 82,02% (tahun 2009). Hal ini terkait juga dengan perkembangan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh masyarakat, perkembangan ini dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah areal lahan terbuka yang pada gilirannya akan membawa akibat pada lingkungan baik yang positif maupun yang negatif. Untuk yang berpengaruh positif tentu akan bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat, namun perlu diantisipasi pengaruh negatif yang akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di perkotaan secara keseluruhan akibat perencanaan yang kurang baik dan adanya tingkat urbanisasi yang tinggi ataupun perkembangan alamiah.

Gambar

Gambar II.1
Tabel II.1
Tabel II.2
Gambar II.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penilitian yang dilakukan, penulis bertujuan agar dapat meningkatkan prestasi siswa khususnya dalam olahraga senam, karena pada dasarnya banyak siswa yang

Catat Catat kedalam kedalam buku buku kejadian kejadian , , semua semua temuan temuan berikut berikut serta serta waktu. waktu

Penyimpanan bahan makanan jenis groceries tidak diperlukan suhu atau temperatur udara yang khusus, artinya jenis barang ini bisa disimpan pada temperatur yang normal atau sejuk

Adapun tujuan dari analisis data dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode jarimatika terhadap kemampuan berhitung bilangan bulat positif pada siswa

Algoritme Exhaustive search (pelacakan lengkap) merupakan algoritme yang berdasarkan pada definisi masalah logaritma diskret?. Solusi masalah logaritma diskret diperoleh

Namun demikian, karena berbagaii karakteristik yang melekat pada industri garmen di Kalitengah, misalnya ikatann lokalitas dimana kebanyakan juragan dan buruh saling mengenal

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menelaah aktivitas antibakteri pada daun Sanseviera trifasciata Prain dengan menggunakan beberapa metode ekstraksi yang berbeda,

Setelah adanya penanganan terhadap dua kiteria kekumuhan yaitu jalan lingkungan dan drainase lingkungan terjadi perubahan nilai terhadap kawasan ini dimana secara total