• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut National Centre for Competency Based Training (Prastowo, 2011),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut National Centre for Competency Based Training (Prastowo, 2011),"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar

Menurut National Centre for Competency Based Training (Prastowo, 2011),

“Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembalajaran dikelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tak tertulis”. Sedangkan menurut Pannen (Belawati, dkk, 2007), “Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran”.

Menurut Widodo dan Jasmadi (Lestari,2013),

Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.

Menurut Prastowo (2011), “Bahan ajar atau materi ajar merupakan seperangkat materi atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran”.

(2)

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang telah disusun secara sistematis dan menarik untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Misalnya, buku pelajaran, modul, hand out, LKS, model, maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif dan sebagainya.

2.1.2 Jenis Bahan Ajar

Menurut Lestari (2013), “Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun noncetak. Bahan ajar cetak meliputi handout, buku, modul, dan lembar kerja siswa. Sedangkan bahan ajar non cetak meliputi bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, piringan hitam, dan compact disc audio”.

Sedangkan menurut Rowntree (Bellawati, dkk, 2007), jenis bahan ajar dapat dikelompokkan dalam empat kelompok berdasarkan sifatnya, yaitu :

(a) Bahan ajar berbasiskan cetak, termasuk di dalamnya buku, pamphlet, panduan belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja siswa, peta, chart, foto bahan dari majalah, koran, dll.

(b) Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, seperti siaran radio, film, siaran televisi, video interaktif dll.

(c) Bahan ajar yang digunakan untuk praktek atau proyek, seperti kit sains, lembar observasi, lembar wawancara, dll.

(d) Bahan ajar yang diperlukan untuk interaksi manusia, misalnya telepon, video conferencing dll.

(3)

Berdasarkan penjelasan sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis bahan ajar sangat beragam dan memiliki fungsi serta kegunaan masing-masing. Bahan ajar dapat berupa media cetak, atau pun non cetak. Jika dimanfaatkan dengan baik, maka akan mendapatkan manfaat dari bahan ajar tersebut.

2.1.3 Fungsi, dan Tujuan Pembuatan Bahan Ajar

Menurut Prastowo (2011), fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi bagi pendidik dan fungsi bagi peserta didik. Adapun dua fungsi tersebut memiliki cakupan sebagai berikut :

1. Fungsi bahan ajar bagi pendidik.

(a) Menghemat waktu pendidik dalam mengajar,

(b) Mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi fasilitataor, (c) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, (d) Sebagai pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya

(e) Sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran 2. Fungsi bahan ajar bagi peserta didik.:

(a) Peserta didik dapat belajar tanpa harus ada pendidik atau teman peserta didik yang lain.

(b) Peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki (c) Peserta didik dapat belajar sesuai kecepatan dan kemampuannya masing- masing

(d) Peserta didik dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri (e) Membantu potensi peserta didik untuk menjadi pelajar yang mandiri

(4)

(f) Sebagai pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktiviasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya.

Dalam Prastowo (2011), ada empat hal pokok tujuan pembuatan bahan ajar, yaitu:

1. Membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu.

2. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, sehingga mencegah timbulnya rasa bosan pada peserta didik.

3. Memudahkan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran.

4. Agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.

Berdasarkan beberapa penjelasan dari sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bawah fungsi dan tujuan bahan ajar adalah sebagai komponen pendukung untuk mempermudah guru dan siswa dalam proses pembelajaran, membuat pembelajaran menjadi efektif dan efisien, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

2.1.4 Komponen Bahan Ajar

Menurut Prastowo (2011), ada enam komponen yang harus diketahui untuk mempermudah siswa belajar, adapun keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Petunjuk belajar

Didalam petunjuk belajar ini dijelaskan tentang bagaimana pendidik sebaiknya mengajarkan materi kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik sebaiknya mempelajari materi yang ada dalam bahan ajar tersebut.

2. Kompetensi yang akan dicapai

Guru sebagai pendidik, harus menjelaskan dan mencantumkan dalam bahan ajar yang disusun tersebut dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun

(5)

indikator pencapaian hasil belajar yang harus dikuasai peserta didik. Dengan demikian, tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik semakin jelas.

3. Informasi pendukung

Informasi pendukung merupakan berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar, sehingga peserta didik akan semakin mudah menguasai pengetahuan yang akan mereka peroleh.

4. Latihan-latihan

Latihan-latihan ini merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan mereka setelah mempelajari bahan ajar. Dengan demikian, kemampuan yang mereka pelajari akan semakin terasah dan terkuasai secara matang.

5. Petunjuk kerja atau lembar kerja

Petunjuk kerja atau lembar kerja adalah lembar yang berisi sejumlah langkah prosedural cara pelaksanaan aktivitas atau kegiatan tertentu yang harus dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan praktik dan lain sebagainya.

6. Evaluasi

Komponen ini merupakan salah satu bagian dari proses penilaian. Sebab, dalam komponen evaluasi terdapat sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada peserta didik untuk mengukur seberapa jauh penguasaan kompetensi yang berhasil mereka kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran.

Dengan adanya evaluasi, guru dapat menentukan tingkat kemampuan siswa, dan tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap siswa tersebut.

(6)

Dari penjelasan tersebut, bahan ajar harus memiliki enam komponen yang masing-masing harus disusun dengan jelas dan baik, agar fungsi dan manfaat dari bahan ajar yang disusun tersebut dapat dirasakan oleh siswa atau pun guru.

2.2 Lembar Kerja Siswa (LKS)

2.2.1 Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Diknas (Prastowo,2011) lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Sedangkan menurut Belawati, dkk (2007), “Lembar kerja siswa merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri”. Sedangkan menurut Prastowo (2011), “Lembar kerja siswa merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai”.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lembar kerja siswa adalah bahan ajar cetak yang sudah dikemas sedemikian rupa, yang berisi materi dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai, sehingga peserta didik dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri.

(7)

2.2.2 Fungsi, Tujuan dan Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Prastowo (2011), lembar kerja siswa memiliki empat fungsi yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.

2. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

3. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.

4. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Menurut Prastowo (2011), ada empat tujuan penyusunan lembar kerja siswa, yaitu:

1. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

2. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan.

3. Melatih kemandirian belajar peserta didik.

4. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

Menurut Suyitno (Hastuti, 2012) manfaat lembar kerja siswa yaitu:

1. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.

2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.

3. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.

4. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.

5. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.

6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa sumber tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa LKS sangat bermanfaat bagi guru dan siswa, guru akan lebih kreatif dalam mengajar, guru tidak lagi sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator, pengajaran guru lebih terarah dan evaluasi terhadap siswa lebih baik.

Dalam pembelajaran siswa akan lebih aktif, mampu mengembangkan konsep dan keterampilan yang dimiliki, serta memilki bahan ajar mandiri yang dapat dikerjakan tanpa bimbingan dari guru.

(8)

2.2.3 Macam-macam Bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Prastowo (2011), ada lima macam bentuk lembar kerja siswa yang umumnya digunakan oleh peserta didik. Adapun jenis dari LKS itu adalah sebagai berikut :

1. LKS yang membantu peserta didik menemukan konsep.

Lembar kerja siswa jenis ini memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan mereka, selanjutnya peserta didik kita ajak untuk mengkontruksi pengetahuan yang mereka dapat tersebut.

LKS jenis ini membuat apa yang harus dilakukan peserta didik, meliputi melakukan, mengamati dan menganalisis. Oleh karena itu, kita perlu merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik, kemudian kita minta peserta didik untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selanjutnya, kita berikan pertanyaan-pertanyaan analisisyang membantu peserta didik untuk mengaitkan fenomena yang mereka amati dengan konsep yang aka mereka bangun dalam benak mereka.

2. LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.

Didalam sebuah pembelajaran, setelah peserta didik berhasil menemukan konsep, peserta didik selanjutnya dilatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar.

Lembar kerja siswa bentuk ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada didalam buku. Peserta didik akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika mereka membaca buku.

4. LKS yang berfungsi sebagai penguatan.

Lembar kerja siswa bentuk ini diberikan setelah peserta didik selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas didalam LKS ini lebih

(9)

mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat didalam buku pelajaran.

5. LKS yang berisi sebagai petunjuk pratikum.

Lembar kerja siswa bentuk ini menggabungkan petunjuk pratikum ke dalam LKS.

Dengan demikian, petunjuk pratikum merupakan salah satu isi (content) dari LKS.

Menurut Amri (2013), ada beberapa bentuk LKS antara lain:

1) LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep

LKS jenis ini memuat apa yang (harus) dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis.

2) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.

3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar

LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku.

4) LKS yang berfungsi sebagai penguatan

LKS ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran.

5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum

Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS.

Masing-masing jenis LKS ini memiliki fungsi dan manfaat yang berbeda.

Jenis LKS juga disesuaikan dengan materi pembelajaran dan komponen apa yang ingin diukur dari aktivitas siswa di dalam LKS tersebut.

2.2.4 Komponen-komponen Lembar Kerja Siswa (LKS) Menurut Prastowo (2011),

Dilihat dari strukturnya, bahan ajar LKS lebih sederhana daripada modul, namun lebih kompleks daripada buku. Bahan ajar LKS terdiri atas enam unsur atau komponen, yaitu:

1. Judul

2. Petunjuk belajar

3. Kompetensi dasar atau materi pokok 4. Informasi pendukung

5. Tugas atau langkah kerja 6. Penilaian.

(10)

Keenam komponen LKS ini harus ada dan jelas tertera dalam LKS, sehingga LKS yang dibuat dapat mendukung pembelajaran dan mencapai tujuan yang diinginkan.

2.3 Tinjauan Problem based learning (PBL) 2.3.1 Pengertian Problem Based Learning

Menurut Sani (2014) “Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran, yang menyajikan pembahasan permasalahan sebelum mempelajari konsep yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya, sehingga permasalahan sebagai basis dalam belajar”. Sedangkan menurut Sutirman (2013), “Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berangkat dari pemahaman siswa tentang suatu masalah, menemukan alternatif solusi atas masalah, kemudian memilih solusi yang tepat untuk digunakan dalam memecahkan masalah tersebut”.

“Problem based learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara manyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog” (Sani, 2014). Arends (2008) berpendapat bahwa pada esensinya “Problem based learning (PBL) adalah model pembelajaran yang berlandaskan kontruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang konstektual”. Sedangkan Hosnan (2013) menyatakan bahwa,

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.

(11)

Permasalahan dalam problem based learning merupakan permasalahan dalam dunia nyata, permasalahan yang cocok menurut Sani (2014) adalah “Realistis umum, cukup terbuka, kompleks, permasalahan mungkin terjadi didunia nyata namun disajikan secara tidak lengkap”.

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah atau Problem based learning adalah model pembelajaran yang diawali dengan permasalahan yang digunakan untuk proses pembelajaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

2.3.2 Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Arends (2008), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pertanyaan atau masalah perangsang

Problem based learning mengorganisasikan pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara personal bagi siswa..

2. Fokus interdisipliner

Masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk mengali banyak subjek.

3. Investigasi autentik

Problem based learning mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah riil.

4. Produksi artefak dan exihibit

Problem based learning menuntut siswa untuk mengonstruksikan produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang menjelaskan atau merepresentasikan solusi mereka.

5. Kolaborasi

Problem based learning ditandai oleh siswa-siswa yang bekerja sama dengan siswa-siswa lain, paling sering secara berpasangan atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.

Bekerja sama untuk memberikan motivasi untuk keterlibatan secara bekelanjutan dalam tugas-tugas kompleks.

Sedangkan menurut Sani (2014) sekenario pembelajaran dengan model problem based learning hendaknya memenuhi karakteristik antara lain :

1. Terkait dengan dunia nyata 2. Memotivasi siswa

3. Membutuhkan pengambilan keputusan 4. Multitahap

(12)

5. Dirancang untuk kelompok

6. Menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi 7. Mencakup tujuan pembelajaran

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa problem based learning memiliki beberapa karakteristik, karakteristik ini yang membedakan problem based learning dengan model pembelajaran yang lain. Karakterisitik utama dalam problem based learning adalah menjadikan masalah sebagai dasar pembelajaran melatih siswa untuk memecahkan masalah, melatih siswa dalam bekerja kelompok dengan baik dan mampu menyajikan pertanyaan untuk memicu diskusi.

2.3.3 Langkah-langkah Problem Based Learning

Arends (2008) mengemukakan ada lima fase (tahap) dalam pembelajaran berbasis masalah, yang disajikan pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Fase Aktivitas Guru

(1) (2)

Fase 1:

Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa.

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2:

Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas – tugas belajar yang terkait

dengan permasalahannya.

Fase 3:

Membimbing investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari

penjelasan dan solusi.

Fase 4:

Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas

dan temannya.

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahann masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang

mereka gunakan.

(Sumber : Arends,2008)

Sedangkan menurut Sani (2014), sintaks dari model problem based learning ditunjukkan pada tabel sebagai berikut:

(13)

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Fase Aktivitas Guru

Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik

Menyajikan permasalahan, membahas tujuan pembelajaran, memaparkan kebutuhan logistic untuk pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif.

Mengorganisasikan peserta didik untuk penyelidikan

Membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar/penyelidikan untuk menyelesaikan permasalahan

Pelaksanaan investigasi Mendorong peserta didik untuk memperoleh informasi yang tepat, melaksanakan penyelidikan, dan mencari penjelasan solusi

Mengembangkan dan menyajikan hasil Membantu peserta didik merencanakan produk yang tepat dan relevan, seperti laporan, rekaman video, dan sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil.

Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan

Membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses yang mereka lakukan

(Sumber : Sani,2014)

Dari penjelasan sintaks problem based learning tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa tahap-tahap problem based learning terdiri dari lima tahap yaitu, memberikan masalah kepada siswa, mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah, melakukan penyelidikan, menganalisis dan menyampaikan hasi, dan yang terakhir adalah melakukan evaluasi.

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning

Menurut Sanjaya (Sutirman,2013) mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

1. Kelebihan

a. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

b. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

c. Dapat menantang aktivitas pembelajaran siswa.

d. Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

f. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dai guru atau buku-buku saja.

g. Lebih menyenangkan dan disukai siswa.

(14)

h. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

j. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

2. Kekurangan

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. Guru harus meluangkan waktu untuk melakukan persiapan sebelum pembelajaran berlangsung.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa kelebihan dari problem based learning adalah dapat meningkatkan kemampuan, aktivitas dan proses menganalisis siswa.

Sedangkan kelemahan dari problem based learning ini adalah guru harus lebih kreatif dalam mempersiapkan pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

2.3.5 Penerapan Langkah Problem Based Learning di dalam LKS

Lembar kegiatan siswa (LKS) yang dikembangkan dalam penelitian ini mengikuti prosedur LKS yang telah dijelaskan oleh Daryanto,dkk (2014) di mana strukturnya adalah sebagai berikut:

a) Judul, mata pelajaran, semester, tempat b) Kompetensi dasar yang akan dicapai c) Indikator

d) Informasi pendukung

e) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja f) Penilaian

Lembar Kerja Siswa berbasis problem based learning dikembangkan berdasarkan langkah-langkah atau sintaks dari problem based learning. Adapun langkah-langkah dari problem based learning menurut Suprihatiningrum (2013), yaitu

(15)

1. Orientasi siswa pada masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Lembar Kerja Siswa (LKS) fisika berbasis Problem Based Learning merupakan salah satu alternatif pembelajaran untuk menuntun siswa belajar memecahkan masalah fisika yang ada dikehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi disekitarnya.

2.4 Gaya dan Hukum Newton

Jika balok kayu dan balok es diatas lantai tidak didorong, maka keduanya akan tetap diam pada tempatnya. Akan tetapi, saat keduanya didorong dengan gaya yang besarnya sama, balok es akan meluncur lebih jauh daripada balok kayu.

Sebuah benda dapat bergerak karena adanya gaya yang bekerja pada benda itu. Karena gaya dorong, balok es dan balok kayu dapat bergerak sebelum akhirnya berhenti.

2.4.1 Gaya Berat dan Gaya Normal

2.4.1.1 Gaya Berat

Berat sebenarnya merupakan suatu besaran turunan yang sering digunakan dalam mekanika. Disimbolkan dengan (dari kata “weight” yang berarti “berat”) dan dinyatakan dengan satuan Newton. Yang harus diingat adalah gaya berat dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Dan karena gravitasi ini mengarah kepusat bumi, maka penunjukkan arah gaya berat pun mengarah kepusat bumi.

Persamaan berat dirumuskan sebagai :

(16)

(2.1)

Dengan :

= gaya berat ( )

= massa benda

= percepatan gravitas bumi = 9,8 , atau bisa digunakan 10

2.4.1.2 Gaya Normal

Ketika sebuah benda dengan berat diletakkan pada suatu permukaan, gaya berat ini menjadi gaya aksi terhadap permukaan tersebut. Berdasarkan Hukum III newton, muncul gaya reaksi yang berlawanan arah dengan gaya berat yang bekerja pada bidang. Itulah yang disebut sebagai gaya normal.

Dengan demikian, gaya normal sebenarnya merupakan konsekuensi dari Hukum III Newton. Arah gaya normal selalu tegak lurus bidang sentuh.

(b)

Gambar 2.1 Arah gaya berat selalu menuju pusat bumi, (a) benda di atas bidang datar dan (b) benda di atas bidang miring

(Sumber: Erlangga,2013) (a)

(17)

Gaya normal pada bidang miring

Perhatikan Gambar 2.3

Ingat bahwa gaya berat selalu mengarah kebawah (pusat gravitasi) dan gaya normal N selalu tegak lurus bidang. Kita misalkan bidang miring sebagai sumbu X (horizontal) sedangkan arah tegak lurus bidang sebagai sumbu Y (vertikal). Gaya dapat dipecah menjadi dua komponen yaitu :

Gambar 2.2 Arah gaya normal (disimbolkan dengan ) tegak lurus bidang sentuh.

(Sumber: Erlangga, 2013)

Gambar 2.3 Gaya normal pada bidang miring (Sumber: Erlangga, 2013)

(18)

Dengan demikian berlaku :

(2.2) Didapatkan:

(2.3) Keterangan:

= Gaya normal = gaya berat

= sudut yang dibentuk pada bidang mirig 2.4.2 Gaya Gesek

Gaya gesek teramati hampir pada setiap sistem mekanik. Gaya gesek bisa memberikan keuntungan, misalnya gaya gesek antara sepatu dan lantai sehingga tidak terpeleset, atau antara roda dan rem sehingga kendaraan dapat dihentikan.

Adapula gaya gesek yang merugikan, misalnya gaya gesek pada piston piston mesin yang menghasilkan panas. Gaya gesek pada mesin kenyataannya tidak dapat dihilangkan 100 %, hanya dapat diminimalisasi dengan pemberian pelumas.

2.4.2.1 Gaya Gesek Pada Benda di Atas Bidang Datar.

Kita tinjau sebuah benda bermassa diatas bidang datar yang kasar dan ditarik dengan gaya seperti terlihat pada Gambar 2.4.

(19)

Gaya gesek bernilai negatif karena arah nya selalu berlawanan dengan arah gerak benda. Sekarang, kita pandang gaya-gaya dalam arah vertikal (sebut sebagai ).

Terdapat 2 gaya, yaitu gaya normal dan berat . Karena tidak terjadi gerakan dalam arah vertikal, maka berlaku Hukum I Newton.

Besar gaya gesek berbanding lurus dengan besar koefisien gesekan permukaan bidang datar dan dirumuskan :

(2.4)

Sekarang, kita lakukan analisis pada gaya-gaya arah horizontal (kita simbolkan sebagai ). Kerena benda bergerak dalam arah horizontal, maka berlaku Hukum II Newton .

Besar resultan gaya yang bekerja pada benda sebanding dengan percepatan yang dialami oleh benda tersebut atau dapat ditulis :

(2.5) (arah gaya gesek berlawanan dengan arah gaya )

Gambar 2.4 Gaya gesek pada benda (Sumber: Erlangga, 2013)

(20)

Sehingga dari persamaan (2.4), dapat kita peroleh percepatan yang dialami oleh benda :

(2.6)

Jika arah gaya membentuk sudut dari arah gerak benda dengan arah gaya berlawanan besar gaya gesekan benda di bidang datar (Gambar 2.4),

Maka berlaku Hukum I Newton sebagai berikut :

(2.7)

Subsitusikan persamaan (2.7) kepersamaan (2.4)

(2.8)

(2.9)

Sehingga besar percepatan yang dialami benda adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Arah gaya gesek berlawanan dengan gaya (Sumber: Erlangga, 2013)

(21)

(2.10)

(2.11)

(2.12)

(2.13)

Dengan :

= percepatan benda ( )

= massa benda ( )

= koefisien gesek

2.4.2.2 Gaya gesek pada benda di atas bidang miring

Terdapat kasus lain, yaitu benda diletakkan di atas bidang miring yang kasar.

Bidang miring tersebut memiliki kemiringan sebesar terhadap bidang datar.

Perhatikan Gambar 2.6

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) Gaya gesek pada bidang miring. (b) Diagram gaya gaya pada benda (Sumber: Erlangga, 2013)

(22)

Benda dapat bergerak sepanjang bidang miring karena komponen gaya berat dalam arah gerak benda lebih besar daripada gaya gesek. Jika benda dalam keadaan diam pada bidang miring, berarti gaya gesek lebih besar atau sama dengan gaya ini. Dalam kasus ini, kita berusaha menganalisis kondisi benda dalam kondisi diam di atas bidang miring, kemudian menghitung nilai sudut bidang miring maksimum agar benda tetap diam (jika sudut bidang miring berubah, maka kemungkinan benda akan bergerak).

Pada benda bekerja beberapa gaya yaitu berat , gaya normal yang tegak lurus bidang sentuh (catatan : gaya normal selalu tegak lurus bidang), dan gaya gesek .

Analisis gaya gaya

Gaya yang cukup penting dianalisa adalah gaya berat karena memberikan kontribusi penting pada gerak benda. Sekarang diasumsikan bidang miring sebagai arah horizontal dan bidang normal sebagai arah vertikal. Perhatikan Gambar 2.6 (b), dalam arah vertikal dan horizontal, komponen gaya beratnya berturut-turut adalah dan . Jadi dituliskan:

Sekarang kita lakukan analisis gaya-gaya dalam arah vertikal, yaitu gaya normal dan gaya . Benda tidak bergerak dalam arah vertical , sehingga , didapatkan :

(2.14)

(23)

Selanjutnya, kita lakukan analisis gaya dalam arah horizontal. Dalam arah horizontal, gaya-gaya yang bekerja adalah gaya dan gaya gesek (perhatikan Gambar 2.7 (b)). Agar benda tetap diam, maka resultan gaya yang bekerja pada terhadap benda harus sama dengan nol , sehingga didapatkan nilai koefisien gesek nya adalah :

(2.15)

atau (2.16)

Jadi, agar benda dapat bertahan di atas bidang miring, maka koefisien gesek permukaan bidang miring harus sebesar tangent sudut kemiringan bidang miring.

Dapat juga dikatakan, sudut = arc tan adalah sudut maksimum agar benda tetap diam. Jika sudut lebih besar daripada arc tan , maka benda akan bergerak meluncur seanjang bidang miring.

Jika dan maka percepatan yang dapat dialami benda selama meluncur dari atas bidang miring adalah:

(2.17) (2.18)

(2.19)

(24)

2.4.2.3 Kondisi gesekan

Ada 3 kondisi yang terjadi pada benda yang berada di atas suatu bidang datar, yaitu :

a. Kondisi diam

Dalam hal ini, tidak ada gesekan yang bekerja pada benda atau gaya geseknya nol

Kondisi diam dengan gaya dorong atau tarik sebesar bekerja padanya. Jika benda masih diam ketika diberi gaya dorng atau tarik sebesar , maka gaya gesek yang bekerja adalah sebesar .

(2.20) b. Kondisi benda tepat akan bergerak.

Dalam kondisi ini, gaya dorong tepat menggerakkan benda. Kita perkenalkan satu istilah baru, koefisien gesek statik . Besarnya ini bervariasi untuk berbagai permukaan. Besarnya gaya gesek saat benda akan tepat bergerak dinyatakan sebagai :

(2.21)

Gambar 2.7 Benda diberi gaya (Sumber: Erlangga, 2013)

(25)

c. Kondisi benda bergerak.

Besarnya gesekan adalah :

(2.22)

Dengan = koefisien gesek kinetik.

Besarnya lebih kecil daripada .

Tabel 2.3 Beberapa nilai koefisien gesekan antara dua permukaan.

(Sumber : Erlangga, 2006)

2.4.3 Hukum Newton Tentang Gerak

2.4.3.1 Hukum I Newton

Pada dasarnya setiap benda cenderung mempertahankan keadaan nya. Jika benda dalam keadaan diam, benda ingin tetap diam. Jika benda sedang bergerak, benda ingin tetap bergerak. Sifat ini sering disebut kelembaman atau inersia.

Permukaan Koefisien gesekan statis

Koefisien gesekan kinetis

Kayu pada kayu 0,40 0,20

Kayu pada baja 0,70 0,40

Kayu pada salju 0,08 0,06

Baja pada baja 0,74 0,57

Aluminium pada baja 0,61 0,47

Tembaga pada baja 0,53 0,36

Kaca pada kaca 0,94 0,40

Tembaga pada kaca 0,68 0,53

Teflon pada Teflon 0,04 0,04

Teflon pada baja 0,04 0,04

Karet pada beton (kering) 1,00 0,80

Karet pada beton (berair) 0,30 0,25

Bola gotri yang diberi oli <0,01 <0,01

(26)

Gambar diatas memperlihatkan sifat lembam sebuah mobil. Saat mobil berhenti dibutuhkan tiga orang untuk mendorongnya agar bergerak. Akan tetapi, setelah bergerak, mungkin hanya dibutuhkan satu orang saja untuk menjaga mobil itu tetap bergerak. Saat mobil diam, mobil cenderung tetap diam sehingga untuk menggerakkan diperlukan gaya yang cukup besar untuk melawan kelembaman mobil.

Setelah bergerak, mobil cenderung mempertahankan gerakannya. Pada saat itu untuk menjaga mobil tetap bergerak dibutuhkan gaya yang lebih kecil daripada untuk menggerakkan nya dari keadaan diam.

Hukum I Newton menyatakan bahwa :

“Jika gaya atau resultan yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol, benda akan tetap diam atau tetap bergerak lurus beraturan.” Atau

Gambar 2.8 Mobil yang cenderung sulit bergerak ketika didorong merupakan contoh sifat lembam benda

(Sumber: mikhromhaby.com)

(27)

“Benda yang diam cenderung akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan cenderung tetap bergerak dengan kecepatan tetap jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda tersebut.”

Hukum ini sering juga disebut Hukum kelembaman atau inersia yang secara sistematis dituliskan sebagai

(2.23) 2.4.3.2 Hukum II Newton

Dalam mendorong satu butir dan satu mobil, maka akan terasa mudah mendorong kelereng. Hal ini disebabkan massa kelereng jauh lebih kecil dibandingkan massa mobil. Kelereng akan dengan mudah mengalami akselerasi (percepatan) dibandingkan dengan mobil. Kondisi lainnya, bayangkan dua buah sedan A dan B yang bermassa sama. Pada mobil A dipasang mesin yang menghasilkan gaya dorong yang lebih besar daripada mobil yang B. Dari keterangan di atas, tentu saja mobil A memiliki akselerasi yang lebih handal dari pada mobil B.

Berdasarkan contoh ini dapat disimpulkan :

Besar percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan besarnya gaya yang bekerja pada benda.

Percepatan berbanding terbalik dengan massa benda

(28)

Dua kesetaraan di atas kita gabungkan untuk menghasilkan satu persamaan untuk arah gaya sejajar dengan arah gerak benda yaitu :

(2.24)

Bunyi dari Hukum II newton adalah :

“Jika resultan gaya yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol, benda akan mengalami percepatan yang arahnya sama dengan arah resultan gaya.”

Untuk arah gaya membentuk sudut dari arah gerak benda seperti tampak pada Gambar 2.9

Besar percepatan yang dialami adalah :

(2.25)

Gambar 2.9 Sebuah benda ditarik oleh gaya membentuk sudut (Sumber: Erlangga, 2013)

(29)

2.4.3.3 Hukum III Newton

Jika kita menekan balok kayu dengan jari, kita akan merasakan sakit. Sakit itu ditimbulkan dari gaya yang dikerjakan oleh balok kayu pada jari. Besar gaya yang dikerjakan balok kayu pada jari sama dengan gaya yang dikerjakan pada balok kayu.

Hal itu ditunjukkan pada saat semakin kuat kita menekan balok, makin terasa sakit jari kita. Peristiwa itu menunjukkan suatu sebab-akibat atau aksi-reaksi. Oleh karena jari mengerjakan gaya pada kayu, kayu mengerjakan gaya pada jari yang besarnya sama, tetapi arah nya berlawanan. Gaya oleh jari disebut dengan aksi dan gaya oleh kayu disebut dengan reaksi.

Hal ini dapat disimpulkan dalam Hukum III Newton yang menyatakan bahwa:

“Jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, benda kedua akan mengerjakan gaya yang sama besar pada benda pertama dengan arah yang berlawanan.”

(2.27)

Tanda negatif menunjukkan bahwa dan berlawanan arah. Gaya aksi dan gaya reaksi selalu sama besar, berlawanan arah, satu titik tingkap, dan bekerja pada dua benda yang berbeda. Pada Gambar 2.10 melukiskan gaya yang dikerjakan oleh tangan pada tali.

(30)

Reaksinya adalah , yaitu gaya yang dikerjakan oleh tali pada tangan, melukiskan gaya yang dikerjakan oleh tali pada balok dan reaksinya adalah gaya yang dilakukan oleh balok pada tali, yaitu .

Gambar 2.10 Pasangan gaya aksi-reaksi (Sumber : Yudhistira,2010)

Gambar

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Gambar 2.1  Arah gaya berat selalu menuju pusat bumi, (a) benda di atas bidang datar dan (b) benda  di atas bidang miring
Gambar 2.2 Arah gaya normal (disimbolkan dengan  ) tegak lurus bidang sentuh.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Prastowo (2011), dapat dipahami bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok

Bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh satu kompetensi yang akan dikuasai

Bahan ajar merupakan segala bahan baik informasi, alat, maupun teks yang disusun secara sistematis, untuk menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan

Kemudian Prastowo menyatakan bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah suatu sistem atau aktivitas yang telah disusun secara sistematis dengan harapan sesuai dengann tujuan yang

Dari beberapa pandangan mengenai pengertian bahan ajar tersebut, dapat disimpulkan bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis (informasi, alat,

Pendapat ini juga diperkuat oleh Prastowo (2014: 138) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak, sehingga