• Tidak ada hasil yang ditemukan

MARJINALISASI ETNIS ASLI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MARJINALISASI ETNIS ASLI"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

MARJINALISASI ETNIS ASLI

STUDI ETNOGRAFI: TERSINGKIRNYA ETNIS SIMALUNGUN SEBAGAI ETNIS ASLI SECARA FISIK DAN KEBUDAYAANDI SEI

MANGKEI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi

Disusun Oleh :

Fritz Octo Amando De’houtman 120905047

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

TERSINGKIRNYA ETNIS SIMALUNGUN SEBAGAI ETNIS ASLI SECARA FISIK DAN KEBUDAYAANDI SEI MANGKEI KABUPATEN

SIMALUNGUN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap meninggalkan gelar sarjana saya.

Hormat Saya,

Medan, Oktober 2016

Fritz Octo Saragih

(3)

ABSTRAK

FRITZ OCTO SARAGIH 120905047 (2016).Marjinalisasi Etnis Asli (Studi Kasus: Tersingkirnya Etnis Simlaungun Sebagai Etnis Asli Secara Fisik dan KebudayaanDi Sei Mangkei Kabupaten Simalungun). Skripsi ini terdiri dari 142 halaman, gambar, tabel, daftar pustaka, dan surat pernyataan penelitian.

Skripsi ini berjudul “Marginalisasi Etnis Asli (Studi Etnografi:

Tersingkirnya Etnis Simalungun Sebagai Etnis Asli Secara Fisik dan Kebudayaan di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun)”.Secara umum skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana Etnis Simalungun dalam menyambut masuknya pendatang dari berbagai daerah ke Sei Mangkei Kabupaten Simalungun dan menjelaskan proses marginalisasi Etnis Simalungun akibat pengaruh migrasi tersebut. Dalam skripsi ini peneliti memilih Nagori Sei Mangkei sebagai lokasi penelitian untuk melihat perkembangan pembangunan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang semakin mempengaruhi migrasi serta peran budaya Etnis Simalungun dalam menyikapi dominasi etnis pendatang.Masyarakat Nagori Sei Mangkei dari masyarakat desa, masyarakat perkebunan, dan masyarakat karyawan KEK adalah wadah untuk memperoleh data primer dan didukung sumber-sumber kepustakaan sebagai data sekunder. Skripsi ini dibuat untuk melihat dan memahami bagaimana migrasi dominasi dari berbagai etnis pendatang seperti Jawa, Toba, Tapanuli, ataupun Karo ke Sei Mangkei Kabupaten Simalungun dan juga memperlihatkan bagaimana terjadinya marginalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung disertakanwawancara langsung dengan beberapa masyarakat Etnis Simalungun dan non Simalungun yang ada di Sei Mangkei, dan beberapa tokoh- tokoh masyarakat Simalungun yang aktif dalam organisasi masyarakat Simalungun. Hasil penelitian menunjukan bahwa salah satu penyebab marginalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei adalah akibat migrasi Etnis Jawa yang datang untuk bekerja sebagai buruh perkebunan dan kemudian oleh masuknya Etnis Toba, Tapanuli dan Karo sebagai etnis tetangga yang pengaruhnya semakin kompleks di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya masjinalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei adalah kurangnya peran budaya Simalungun, kurangnya ketegasan masyarakat Etnis Simalungun dalam menunjukan jati diri atau identitas sebagai Etnis Simalungun dan terdapatkebiasaan-kebiasaan Etnis Simalungun yang melemahkan semangat bersaing.

Aspek yang dikaji dalam masalah ini ialah marginalisasi fisik atau jumlah, marjinalisasi budaya seperti bahasa, dialek, pengetahuan tentang kebudayaanSimalungun, dandalam aspek kedudukan atau politik.Dalam tulisan ini, menunjukkan bahwa terdapat beberapa masyarakat Etnis Simalungun yang tidak mengetahui kebudayaan Simalungun bahkan telah menghilangkan identitasnya sebagai Etnis Simalungun dengan tidak menyertakan marga dalam kehidupan sehari-harinya.Dalam penulisan skripsi ini juga terdapat perbandingan dengan menagamati beberapa daerah perbatasan Simalungun.

(4)

Dari pengamatan peneliti terlihat bagaimana minimnya jumlah Etnis Simalungun di beberapa daerah perbatasan Kabupaten Simalungun, seperti Parapat, Perdagangan dan Serbelawan. Hal ini mempengaruhi interaksi sosial Etnis Simalungun yang harus menguasai bahasa serta kebudayaan dari etnis lainnya.Kesimpulan yang bisa dicapai melalui tulisan ini adalah bahwa EtnisSimalungun sebagai Etnis asli di tanah Simalungun belum bisa menunjukkan status sebagai putra putri daerah di tanah Simalungun yang diakibatkan oleh proses migrasi dan dominasi pendatang yang begitu pesat di Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun dan kurangnya peran budaya dalam menjaga eksistensi identitas Etnis Simalungun.

Kata Kunci : Marjinaliasi, Etnisitas, Eksistensi, Identitas, Simalungun

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran, dan kemurahan rezeki sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan menyelesaikan skripsi mengenai “TersingkirnyaEtnis Simalungun Sebagai Etnis Aslidi Sei Mangkei Kabupaten Simalungun”. Saya juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Oleh karena itu saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh keluarga saya yang senantiasa mengasihi, mendidik, membimbing dan memotivasi saya.Terutama kepada kedua orang tua saya Drs.

Mardan Saragih dan Dra.Frida Purba yang senantiasa ada sepanjang sepanjang hidup saya. Mereka yang selalu memberikan apa yang dibutuhkan anak-anaknya, menjadi tempat sandaran dalam menjalani hidup, dan selalu sabar menghadapi segala cobaan dalam kehidupan keluarga kami.

Kepada ketiga adik saya: Thresia Novita Sari Saragih (si jenius kami), Knutz Arvit Orstom Saragih (si bandal kami), dan Amy Angelia Saragih (princes kecil kami) yang selalu memberikan motivasi dan senyuman untuk menyemangati saya. Mereka semua adalah kebanggaan saya.

Saya juga menyampaikan terima kasih yang sangat tulus kepada Bapak Drs. Yance, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi saya yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, perhatian, bimbingan serta kesabaran mulai dari awal proses perkuliahan, pencarian judul skripsi,

(6)

penyusunan proposal skripsi sampai pada akhir penyusunan skripsi ini. Bahkan saya sudah menganggap sebagai Ayah kedua saya selama saya menjadi mahasiswa.

Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Drs. Fikarwin Zuska selaku ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU atas dukungan, bimbingan, dan arahan yang selama ini telah diberikan kepada saya. Kepada Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan FISIP USU, kepada Bapak Drs. Agustrisno, Msp selaku Sekertaris Departemen Antropologi FISIP USU yang juga selalu mengingatkan, membimbing dan mengajari saya terhadap proses kegiatan akademik maupun ekstra akademik selama proses perkuliahan.

Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak.Drs. Lister Berutu, MA sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.Juga kepada Bapak Drs. Nurman. Msp selaku Dosen Pembimbing saya di organisasi intern departemen (INSAN) yang juga banyak memberikan masukan ilmu, dan dukungan baik dalam kegiatan perkuliahan, ekstra perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi ini. Dan kepada seluruh dosen Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang tidak dapat saya sebut satu persatu.Kepada Staff Administrasi Departemen Antopologi, Staff Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan FISIP dan Pegawai Perpustakaan USU.

Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada seluruh informan saya yang telah meberikan informasi yang saya butuhkan dalam melengkapi data skripsi ini, terlebih kepada Bapak Djoman Purba, Bapak Sony Purba, Bapak Tuan Saragih dan Ibu Sariah Damanik.

(7)

Terima kasih kepada senior dan alumni saya Bang Siwa, Bang Lugo, Bang Jonatan Tarigan, Bang Samuel, Bang Cristian sidabalok, Bang Bastian, Bang Ipin, Bang Rizki dan kakanda abangda lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu. Kepada senior saya seluruh Kerabat 2010 dan 2011, terutama Bang Mark, Bang Sabam, Bang Martin, Bang Gorat, Bang Dapot, Bang Omri, Bang Jisman, Bang Munandar, Bang Rudi yang memberi masukan dan semangat selama proses perkuliahan

Kepada seluruh Kerabat Antropologi 2012 yang selalu menjadi teman dan saudara saya selama menjalani proses perkuliahan. Terutama kepada Vande Putra Sitanggang, Bill Tancer Situmorang, M. Indra Bako, Jupentus Pardosi, Michael Simamora, Erikson Silaban, Ruth Ginting, Febriana Nainggolan, Fizka Ayu, Anita, Jella dan teman-teman lainnya yang telah banyak membantu saya selama menjalani perkuliahan.

Terkhusus kepada Alm, Hendro Edisaputra Hutagalung yang juga adalah sahabat saya.Dia adalah orang yang sebenarnya paling banyak bersama saya selama masa perkuliahan, tapi sayang kami tidak bisa menyelesaikan perkuliahan ini bersama.Terima kasih banyak buat waktu yang singkat ini kawan.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kerabat saya dari seluruh angkatan 2013, terutama Boy, Chyntia, Daniel, Rizky, Nain, Ruth Saragih, Pargaulan, Sandy, Febriandi, James, Riri, Carol, Bukhoridan kawan-kawan.

Kepada Kerabat 2014 terutama Yosua, David, Amos, Felix, Grace, Gresniar, Angelina, Nurhasanah, Rovha, Reza, Dita, dan kawan-kawan.Kepada Kerabat 2015 terutama Vigo, Rezky, Ayu dan kawan-kawan.Semuanya baik dan selalu memberikan semangat.

(8)

Tidak lupa kepada ketiga kerabat yang bersedia meluangkan waktu menjadi pembanding skripsi saya yang juga banyak memberikan masukan, kritik dan saran dalam rangka memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Kepada Inggrid Aritonang (2012), Rozak Mpurnomo (2012) dan Saud Damanik (2013) saya ucapkan terimakasih banyak.

Kepada sahabat sekaligus kekasih saya Eunike Vidiasthi Petronela Nanulaitta yang selalu menyemangati, memberi motivasi dan membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih banyak.Terima kasih yang sangat besar juga saya ucapkan kepada segenap Pengurus INSAN (Ikatan Dongan Sabutuha Antropologi) yang senantiasa mendukung, membantu, dan mempercayai saya selama masa Jabatan saya sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen, kalian teman terhebat. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu namun membantu saya dalam proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, semoga Tuhan yang membalas kebaikan yang telah saya terima selama ini.

Saya sangat menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saya sangat berharap akan masukan-masukan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, peneliti, dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Hormat Saya,

Medan, Oktober2016

Fritz Octo Saragih

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Fritz Octo Amando De’houtman Saragih, lahir pada tanggal 25 Oktober 1994 di Pematangsiantar.

Penulis adalah anak pertama dari empat (4) bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Mardan Saragih (yang juga adalah lulusan Antopologi Sosial USU) dan Dra. Frida Sri Indoktrinawati Purba.

Penulis beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Kota Pematangsiantar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD GKPS No.2 Pematangsiantar pada tahun 2006, berlanjutmenyelesaikan SMP di SMP Negeri 1 Pematangsiantar pada tahun 2009 dan menyelesaikan SMA di SMA Negeri 2 pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara dengan jurusan Ilmu Antropologi Sosial.

Penulis juga merupakan salah satu mahasiswa yang aktif mengikuti berbagai kegiatan baik sebelum dan hingga masa perkuliahan saat ini.

(10)

Berikut adalah beberapa daftar riwayat penulis semasa kuliah:

1. Tahun 2012, terdaftar sebagai mahasiswa Antropologi FISIP USU.

2. Tahun 2012, tanggal 28-30 Agustus mengikuti kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru

3. Tahun 2012, tanggal 12-14 Oktober Mengikuti kegiatan Inisiasi Antropologi Sosial di Brastagi

4. Tahun 2012, terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Antropologi (INSAN) bekerja dalam bidang Minat dan Bakat

5. Tahun 2012, menjadi anggota pelatihan Kader Rakyat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara

6. Tahun 2012, sebagai team pemantau kerusakan lingkungan di PT.Aquafarm dan PT.Agrindo

7. Tahun 2013, sebagai panitia Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) FISIP USUangkatan 2013

8. Tahun 2013, sebagai anggota Survei Persiapan Pemilu dari Tribun Medan di Kabupaten Serdang Berdagai

9. Tahun 2013, menjadi anggota panitia Inisisasi Mahasiswa Baru Departemen Antropologi Sosial di Sibolangit.

10. Tahun 2013, menjadi anggota panitia Sie Acara pada perayaan Natal Antropologi FISIP USU

11. Tahun 2014, sebagai panitia Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) FISIP USU angkatan 2014

12. Tahun 2014, Melakukan penelitian Antropologi Visual di Pulau Jaring Halus, Kabupaten Langkat

13. Tahun 2014, menjadi wakil ketua panitia Inisiasi Mahasiswa Baru Departemen Antropologi Sosial di Parapat

14. Tahun 2014, menjadi wakil ketua panitia perayaan Natal Departemen Atnropologi Sosial FISIP USU

15. Tahun 2015, sebagai amggota team research Kementrian Dinas Perhubungan di Samosir

16. Tahun 2015, tanggal 18 Januari melakukan Pelatihan ‘’Training of Facilitator’’ (TOF) angkatan V oleh Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di Kota Medan

17. Tahun 2015, tanggal 30 April – 02 Mei melakukan PKL 1 di Desa Lumban Suhi-Suhi, Samosir

18. Tahun 2015, tanggal 28 Mei menjadi Panitia Seminar Antropologi Sosial dengan tema ‘’Islam dan Stigma Teroris’’ di Medan

19. Tahun 2015, bulan September-November melakukan PKL 2 pada bagian Penelitian dan Lapangan di Balai Arkeologi Sumatera Utara, Medan

20. Tahun 2015, sebagai kordinator team research Kementrian Kelautan di Pesisir Pantai Sibolga dan Tapanuli Tengah

21. Tahun 2015, terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen Antropologi (INSAN) FISIP USU

22. Tahun 2015, sebagai Dewan Pemimpin Panitia Dies Nalatis Departemen Antropologi FISIP USU ke-35

(11)

23. Tahun 2015, sebagai Manager Tim INSAN Football dalam kegiatan FISIP CUP

24. Tahun 2016, sebagai peserta Seminar Nasional ”Penghayat Agama Asli Indonesia” di Medan

25. Tahun 2016, bulan Maret sebagai anggota team MRC-Metro TV yang bertugas di Provinsi Aceh

26. Tahun 2016, bulan Mei sebagai anggota team MRC-Metro TV yang bertugas di Provinsi Aceh

27. Tahun 2016, bulan Juli sebagai anggota team MRC-Metro TV yang bertugas di Provinsi Tapanuli Tengah

28. Tahun 2016, bulan Agustus sebagai anggota team MRC-Metro TV yang bertugas di Kota Pematangsiantar

29. Tahun 2016, sebagai perwakilan LSM Concervation Development Forest (CDF) Sumatera Utara dalam kegiatan audit PT.PLN Batu Bara

30. Tahun 2016, sebagai anggota Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup Indonesia (PNLH) WALHI di Palembang

31. Tahun 2016, sebagai Panitia Pemilihan Dewan Daerah dan Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara

• Email : namtuohed@gmail.com

(12)

KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi dengan judul ”Marjinalisasi Etnis Asli” Studi etnografi:

Tersingkirnya Etnis Simalungun Sebagai Etnis Asli dari Segi Fisik dan Kebudayaandi Sei Mangkei Kabupaten Simalungun,yang disusun oleh penulis ini bermagsud untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial dalam bidang Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Proses marjinallisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei yang berada dalam wilayah adat Simalungun merupakan salah satu bagian dari dinamika budaya yang terjadi. Etnis Simalungun yang sebagai host cultural (tuan rumah) di daerah tersebut mulai di pertanyakan keberadaannya oleh berbagai kalangan pengamat di Indonesia terkhusus Sumatera Utara. Keberadaan yang dimagsud tidak hanya pada keadaan fisik seseorang yang berdarah Etnis Simalungun saja, melainkan bagaimana budayanya, makna budaya yang dipahami oleh seseorang tersebut selaku “ia” adalah seseorang yang tinggal di Simalungun dan terkhusus pula kepada Etnis asli Simalungun.

Proses Marjinalisasi dan Pergeseran makna budaya di wilayah Simalungun memang bukan hal yang baru-baru saja terjadi, melainkan sudah sejak masa kerajaan dahulu.Hal ini di sebabkan adanya perpindahan orang-orang dari berbagai daerah, dimulai orang-orangdari daerah Tapanuli yang bermigrasi ke daratan Simalungun.Diikuti oleh masuknya migrasi besar-besaran dari Jawa ke daratan Simalungun untuk menjadi buruh perkebunan yang dibawa oleh

(13)

Belanda.Kemudian keadaan ini diperparah lagi dengan lemahnya peran budaya Simalungun dalam mempertahankan identitas ke-etnisannya terhadap kelompok- kelompok sosial lain disekitarnya. Dari pandangan penulis, ada beberapa hal atau beberapa point ciri khas kebudayaan Simalungun yang menjadi dasar lemahnya Etnis Simalungun dalam mempertahankan dan memperkenalkan identitas mereka, dan hal ini merupakan bahan yang diperdalam oleh penulis.

Masyarakat Etnis Simalungun di berbagai daerah, terkhusus daerah perbatasan wilayah adat mereka sangat mudah sekali mengalami bounded system (pengaburan batas-batas wilayah). Etnis Simalungun cenderung lebih mengikuti pendatang daripada mempertahankan indentitas sekaligus mengangkat eksistensi etnis mereka.Contohnya dari bahasa, banyak masyarakat Simalungun di daerah perbatasan terkhusus di daerah Sei Mangkeiyang lebih fasih berbahasa etnis tetangganya (pendatang) dibandingkan dengan berbahasa Simalungun.Seperti di daerah parapat dan daerah perbatasan dengan Asahan.Apakah karena memang kurangnya teman untuk berkomunikasi dengan bahasa Simalungun?atau apakah karena ada sentiment rasa malu untuk berbahasa simalungun? Itu juga menjadi salah satu pertanyaan ingin penulis ketahui.

Penulis berkeyakinan ada salah satu bagian dari budaya Simalungun yang harus dimaknai kembali apa sebenarnya magsud budaya tersebut dan bagaimana peranan budaya tersebut. Hal ini adalah bagian yang pastinya mempengaruhi sifat dari Etnis Simalungun baik dalam perkembangan zaman dan dalam hal mempertahankan identitas serta mengankat eksistensi Etnis Simalungun.

Penulis juga menyadari bahwa adanya kekurangan didalam penulisan skripsi ini, untuk itu saya sebagai penulis berharap adanya kritik dan saran untuk

(14)

menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga berharap agar nantinya skripsi ini digunakan sebagai acuan mahasiswa/i ataupun peneliti lainnya dalam melakukan berbagaipengembangan penelitian terkhusus di wilayah Simalungun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2016 Penulis

Fritz Octo Saragih

(15)

DAFTAR ISI Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan

Pernyataan Originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iv

Riwayat Hidup ... vii

Kata Pengantar ... xi

Daftar Isi ... xiv

Daftar Gambar & Tabel………. ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 12

1.4 Lokasi Penelitian ... 14

1.5Tujuan dan Manfaat ... 15

1.6 Metode Penelitian ... 16

1.7 Analisis Data ... 20

1.8 Pengalaman Penelitian ... 20

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Kabupaten Simalungun ... 28

2.1.1 Etnis Simalungun ... 31

2.1.2 Marga Asli Simalungun……… ... 32

2.2Kecamatan Bosar Maligas ... 35

2.3 Kelurahan Sei Mangkei ... 37

2.4 Pola Pemukiman dan Tata Lahan ... 40

2.4.1 Rumah Permanen ... 42

2.4.2 Rumah Semi Permanen ... 42

2.4.3 Rumah Non Permanen……….. ... 43

2.4.4 Demografi Penduduk Desa……….. ... 43

2.5 Sarana Umum desa Sei Mangkei……… ... 50

2.5.1 Sarana Pemerintahan……….. ... 50

2.5.2 Sarana Kesehatan……….. ... 52

2.5.3 Sarana Ibadah……… ... 53

2.5.4 Sarana Umum ... 55

2.5.5 Sarana Pendidikan………. ... 56

2.5.6 Sarana Kelembagaan/Organisasi………. ... 57

BAB III PEMBAHASAN 3.3 Kebudayaan Simalungun ... 59

3.3.1 Falsafah/Ideologi Simalungun ... 59

3.3.2 Sistem Kekerabatan Simalungun ... 61

3.2 Interaksi Etnis Simalungun Terhadap Pendatang…... ... 70

3.3 Marjinalisasi Berdasarkan Sejarah Simalungun…….. ... 71

3.4 Proses Marjinalisasi Di Sei Mangkei……….. ... 75

(16)

3.4.1 Sejarah Desa Sei Mangkei………. ... 75

3.4.2 Marjinalisasi Dari Aspek Kekuasaan…………. ... 78

3.4.3 Orientasi Nilai Budaya……….. ... 78

3.4.4 Peran Organisasi Simalungun di Sei Mangkei.. ... 81

BAB IV ANALISA 4.1 Pembahasan Berdasarkan Pengamatan ... 84

4.2 Pembahasan Berdasarkan Wawancara ... 88

4.2.1 Informan 1 ... 89

4.2.2 Informan 2 ... 91

4.2.3 Informan 3……….. ... 92

4.2.4 Informan 4……… ... 94

4.2.5 Informan 5……….. ... 95

4.2.6 Informan 6……….. ... 97

4.2.7 Informan 7……….. ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA……… ... 110 LAMPIRAN

• DAFTAR INFORMAN

• INTERVIEW GUIDE

• GAMBAR PENELITIAN

• SURAT PERNYATAAN PENELITIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2009TENTANGKAWASAN

EKONOMI KHUSUS

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Simalungun ... 31

Gambar 2.2 Struktur Pemerintahan Sei Mangkei ... 39

Gambar 2.3 Ucapan Selamat Datang di Sei Mangkei ... 41

Gambar 2.4 Plank Selamat Datang di KEK Sei Mangkei ... 42

Gambar 2.5 Kantor Lurah Desa Sei Mangkei ... 55

Gambar 2.6 Bagan Struktur Pemerintah Sei Mangkei ... 56

DAFTAR TABEL Tabel II.1 ... 45

Tabel II.2 ... 46

Tabel II.3 ... 48

Tabel II.4 ... 50

Tabel II.5 ... 52

Tabel II.6 ... 54

Tabel II.7 ... 55

Tabel II.8 ... 56

Tabel II.9 ... 57

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah otonom tingkat II yang berada di wilayah Provonsi Sumatera Utara.Kabupaten Simalungun secara demografi berada di tepi Danau Toba yang tidak terkenal hanya di Indonesia saja melainkan sampai mancanegara.Kondisi tanah di Kabupaten Simalungun terkenal sangat subur untuk pertanian, sehingga pertanian sangat baik di Simalungun dan keadaan ini mengundang banyak pendatang sejak dulunya.Sejak awal terbentuknya, ibukota Simalungun adalah Pematangsiantar. Tetapi sejak tahun 2008 ibukota Simalungun dipindahkan ke Pematang Raya dan Pematangsiantar tetap menjadi daerah otonom dengan status sebagai kota, dengan nama Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 818.104 orang.Angka tersebut terdiri atas 407.771 laki-laki dan 410.333 perempuan1

1 Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.

Medan: Cv. Mitra

. Dari survei tersebut tercatat juga bahwa yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Bandar sebanyak 63.561 jiwa atau setara dengan 7,77 persen dari total penduduk Kabupaten Simalungun. Kabupaten Simalungun dengan luas wilayah 4.386,6 kilometer persegi yang didiami oleh 818.104 orang, berarti rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 186 orang perkilometer

(19)

persegi. Penduduk Simalungun sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan.Kemudian ada yang berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan dan sebagian lagi adalah pegawai negeri sipil.

Dalam mendefinisikan kelompok masyarakat Simalungun, Etnis Simalungun merupakan salah satuEtnis dengan identitas dan budayanya yang terbentuk dalam proses sejarah perkembangannya sendiri.Secara identitas, Etnis Simalungun dapat dibedakan dari etnis-etnis lainnya.Baik dalam hal adat, budaya, kebiasaan, sejarah dan segala aspek kehidupannya. Demikianlah sehingga orang dapat mengenal Etnis Simalungun dari yang lain maupun keberadaannya dari etnis-etnis lain2

Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Etnis Simalungun pada beberapa puluh tahun lalu masih merupakan salah satu etnis yang memiliki indentitas dan pengaruh yang besar bagi daerah sekitar batas wilayah

.

Dari segi bahasa, Simalungun mempunyai bahasa asli yang merupakan satu sub bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara dan bahasa ibu yang dituturkan oleh etnis yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun juga sebagian daerah Kabupaten Deli Serdang.Menurut fakta dan historis, pengaruh dan penyebaran bahasa Simalungun pada hakekatnya hampir ke seluruh daerah di Sumatera Utara terutama di wilayah bagian timur bahkan sampai ke Riau.

Pernyataan ini didasari oleh banyaknya bukti-bukti yang mengindikasikan hal tersebut, antara lain banyaknya nama-nama atau tempat daerah yang berbahasakan Simalungun, seperti Parbaungan, Pamatang Ganjang, Parhutaan Silou, dan sebagainya.

2 Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.

Medan: Cv. Mitra (hal.37-39)

(20)

adatnya.Namun keadaan ini tidak bertahan lama dikarenakan migrasi yang terjadi di daerah Simalungun itu sendiri. Pembauran dengan etnis-etnis lain menyebabkan keberadaan dan identitas Etnis Simalungun menjadi semakin memudar, terkhusus dengan suku-suku tetangga dari pulau Samosir, Silalahi, Karo dan Pakpak yang menyababkan timbulnya kelompok-kelompok (marga) baru di Simalungun.

Kemudian peran penyebaran agama juga sangat mempengaruhi pergeseran budaya dan identitas Etnis Simalungun, ditambah lagi dengan masuknya berbagai pendatang dari luar Simalungun dengan misi Agama dan juga mencari peruntungan kehidupan untuk bekerja di Simalungun.Hal ini tentunya menyebabkan Etnis Simalungun menjadi sangat toleran dan bahkan nyaris

“hilang” karena terlalu terbukanya dengan para pendatang.

Belum lagi dengan beberapa Etnis Simalungun yang masuk islam sejak abad ke XV di daerah perbatasan Asahan seperti daerah Sei Mangkei, tempat penelitian ini dan Deli Serdang yang mengaku dirinya adalah “melayu dan menghilangkan “Ahap” Simalungun, identitas aslinya sebagai Suku Simalungun”3

Daerah Sei Mangkei merupakan salah satu daerah perbatasan wilayah Simalungun. Pada zaman kerajaan dahulu hingga saat ini, Sei Mangkei termasuk dalam daerah kekuasaan Raja Sinaga (Tuan Sinaga) yang oleh Raja pada saat itu diberikan kepada Koloni Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Perjanjian

.

3 Sumber: http://www.davidpurba.com/ahap-simalungun/

(21)

dengan Koloni tersebut mengakibatkan banyaknya pendatang dari luar Etnis Simalungun untuk mengisi posisi pekerja di perkebunan.

Saat ini terjadi pembangunan besar-besaran di daerah Sei Mangkei, yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun.Daerah Sei Mangkei saat ini dalam tahap menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang pastinya mengundang minat migrasi dari berbagai daerah untuk bekerja di KEK tersebut.

Jadi alasan saya mengambil topik ini adalah untuk melihat bagaimana Etnis Simalungun mengatur strategi adaptasi, komunikasi dan sosialisasi kelompok masyarakat Etnis Simalungun dengan pendatang. Ditambah lagi dalam proses pembauran dan persaingan di era globalisasi4 saat ini. Dalam hal ini saya ingin melihat dan mengamati Boundeed System5

Dari kedekatan peneliti dengan lingkungan lokasi penelitian tersebut membuat peneliti semakin tertarik untuk melakukan penelitian.Mencari tahu sedikit lebih dalam tentang penyebab kekalahan atau tersingkirnyaEtnis Simalungun dari daerah tersebut sekaligus melihat eksistensi Etnis Simalugun saat ini. Apakah hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor acuan yang sebelumnya sudah didapatkan peneliti dari beberapa pendapat kelompok masyarakat atau ada hal lain yang menjadi penyebabnya. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha mencari titik terang akan keadaan yang berlangsung sudah cukup lama ini.

yang terjadi di Desa Sei Mangkei serta melihat peran politik masyarakat Etnis Simalungun di salah satu daerah perbatasan di Simalungun.

4Globalisasi adalah Suatu proses dimana batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan berbagai bentuk interaksi yang lain.

5 Boundeed System “yaitu pengaburan batas-batas wilayah suatu tatanan/ kelompok masyarakat.

(22)

1.2. Tinjauan Pustaka

Dalam bahasa Etnis Simalungun “budaya” dapat juga diartikan dalam kata “Ahap” atau “Ahap” berada dalam “budaya”. Bagi masyarakat Simalungun,

“Ahap” merupakan suatu dasar penjiwaan terhadap kedirian dan kesukuan seseorang dalam kehidupannya6

Kebudayaan oleh (Marvin Harris 1968: 16) .

Budaya bukan keadaan yang statis, budaya tidak pasif tetapi budaya itu dinamis dan aktif.Baik karena pengaruh dari dalam masyarakatnya, maupun dari luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal yang membedakan satu budaya dengan budaya yang lainnya adalah: ada budaya yang cepat merespon lingkungan danada budaya yang lambat dalam merespon lingkungan (Sudarma, 2014: 108). Bagi peneliti hal ini merupakan fenomena menarik dan penting untuk dipahami dalam melihat dinamika budaya dalam suatu masyarakat.Khususnya untuk menetapkan keputusan, pola tindakan yang perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan masyarakat satu budaya dan berbeda budaya.

7

6 Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun.

Medan: Cv. Mitra

7 Diperoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Kencana. (hal: 5)

ditampakan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu seperti adat (custom), atau cara hidup masyarakat.Kebudayaan digunakan untuk membentuk pola hidup menyikapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi.

(23)

Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam pola- pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan- hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan serta persebaran penduduk.

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan.Kemudian, perubahan kebudayaan mencakup aturan-aturan yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa8

Untuk menjelaskan proses perubahan, diskriminasi hingga pada tahap marginalisasi yang terjadi dalam masyarakat etnis Simalungun ini, peneliti akan menggunakan pendekatan prosesual

.

Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan ini tidak dapat dipisahkan karena permasalahan-permasalahan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat mencapai pengertian yang benar tanpa mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang terwujud dalam masyarakat yang bersangkutan.

9

Koentjaranigrat (2010: 34), mengaitkan berbagai aktivitas manusia yang dilakukan dimuka bumi, atau yang berkaitan dengan kehidupan di bumi

.

Dahrendolf (dalam Haryanto, 2012:49), melihat bahwa “masyarakat terdiri dari karakteristik yang saling berdampingan, yakni unit yang statis dan unit dinamis selain integrasi dan konflik.Elemen-eleiemen variabel dinamik yang mempengaruhi konstruksi struktur sosial bukan berasal dari luar sistem, melainkan berasal dari dalam sistem itu sendiri.

8 Diperoleh dari: catatan penulis semasa kuliah dalam bidang studi Teori Perubahan Sosial Budaya

9Prosesual merupakan pendekatan dimana aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah aspek historisnya.

(24)

semuanya disebut sebagai bagian dari kebudayaan.Artinya budaya merupakan keseluruhan yang kompleks dalam kehidupan manusia.Kebudayaan didalamnya meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan atau moral, hukum adat istiadat, pola hidup dan interaksi hingga pada kesanggupan atau kebiasaan lainnya yang dapat dipelajari manusia.

Kemudian Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bisa dilepaskan dengan alam dan lingkungannya. Kedua variabel ini saling terkait satu sama lainnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam di sekelilingnya.Lingkungan alam fisik adalah salah satu fakor utama bagi manusia untu dapat memepertahankan hidupnya.Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, dengan akal yang dimiliknya inilah manusia mampu mengolah alam di sekitarnya untuk mempertahankan hidupnya.

Dalam hal ini Antropologi ekologi10digunakan untuk mengkaji permasalahan manusia dan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep antropologi, dikarenakan permasalahan lingkungan selalu saling mempengaruhi dengan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat.Dalam Antopologi ekologi, keadaan masa kini kemungkinan mempengaruhi kehidupan yang akan datang, beitu pula keadaan masa kini yang dipengaruhi kehidupan masa lalu11

Jadi, hal-hal yang menjadi pokok kajiannya adalah manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang menghasilkan pola pikir dan pola perilaku adaptasi untuk mempertahankan hidup di lingkungannya

.

12

10Antropologi ekologi adalah suatu kajian di dalam ilmu antropologi yang mengkaji khusus tentang ekologi manusia, yaitu manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat

11 Diperoleh dari: catatan peneliti selama mengikuti perkuliahan antopologi ekologi

12 Sumber: http://thacozant.blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html

.

(25)

Secara etimoloogi “marginalisasi” berasal dari kata “marginal” yang berarti berhubungan dengan tepi, pinggir, dan batas. Menurut Fakih

“Marginalisasi berarti proses menjadikan kelompok tertentu berada pada posisi tepi, terpinggirkan, atau tidak berdaya berekspresi.

Proses marginalisasi hampir sama dengan proses pemiskinan ataupundiskriminasi. Hal ini terjadi karena pihak yang termarjinalkan tidak diberikan kesempatan mengembangkan dirinya13

Marjinalisasi disebut dengan berbagai penamaan, dalam studi Kajian Budaya sering disebut dengan “the other” (sang liyan atau yang lain). Ia yang mengalami proses marjinalisasi, ia juga disebut subaltern

.

Artinya, peminggiran oleh sekelompok orang dan merupakan sebuah proses sosial yang membuat masyarakat menjadi marjinal, baik terjadi secara alamiah maupun dikreasikan sehingga masyarakat memiliki kedudukan sosial yang terpinggirkan atau tidak dapat berkembang.

Marginalisasi adalah suatu posisi korban dalam hubungan oposisi biner (binary oposision) dari paham modernisme.Dalam kenyataan “ia” atau “mereka”

yang terpinggirkan atau tidak dapat mengembangkan diri adalah orang yang dianggap kalah.Dalam dunia kehidupan masa kini yang penuh ketidakadilan terdapat banyak korban dan posisi marjinal.Dalam paradigma keilmuan lainnya marjinalisasi dianggap sebagai penyakit atau penyimpangan (patologi).

14(Anthonio Gramsci dan Gayatri Chakravotry Spivak)15

13dalam hal ini saya melihat pada lokasi yang akan dilakukan penelitian prosesnya lebih dari itu, karena orang-orang Simalungun tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya sendiri.

14 Subaltern dalam kamus bahasa Indonesia artinya bawahan

15Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. Kata sub melekat dalam keterpinggiran

(26)

karena kenyataan “ia” tersubordinasi. Marjinalisasi dalam hal ini merujuk pada posisi dan keberadaan masyarakat Etnis Simalungun yang di daerah tersebut tertepikan, termarjinal, tidak berdaya, kalah, dan tidak dapat berkembang maupun bersaing dengan kelompok-kelompok masyarakat etnis lain (pendatang).

Dalam menganalisis penelitian ini, digunakan beberapa teori yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.Teori yang digunakan adalah teori yang erat kaitannya dengan perspektif sosial budaya, seperti teori Hegemoni Gramsci.

Teori hegemoni pertama kali diperkenalkan oleh Anthonio Gramsci (1891-1937) seorang filsuf Marxis dari Italia. Kata hegemoni berasal dari bahasa Yunani “hegeistai” yang berarti pemimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasaan lain. Jadi titik awal tentang hegemonial adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan keberadaannya berkuasa terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan berbagai cara16

Menurut Gramsci, agar pihak yang dikuasai mematuhi penguasa, maka yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai- nilai serta norma-norma penguasa, tetapi juga harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka

.

17

16Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

17Nezar Patria dan Andi Anif.2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.(Hlm: 117)

. Terkait dengan hal ini hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan eksistensi, kepemimpinan, politik dan ideologis.Teori ini dapat diaplikasikan untuk membedah masalah terjadinya marjinalisasi etnis asli

(27)

di Simalungun terlebih dengan adanya KEK Sei Mangkei yang sedang dalam tahap pembangunan dan pengembangan. Dalam proses marginalisasi, hubungan antar agama, etnisitas, serta konflik-konflik politik juga menjadi salah satu perhatian penyebab utama.

Menurut teori Identitas sosial (Coser 1956: 4)18

Dengan demikian, kontestasi

, diskriminasi dan konflik dipicu oleh persaingan antar kelompok didalam masyarakat untuk merebut sumberdaya yang terbatas.Pada pandangan lain (Tajfel dan Turner 1986: 7) yang mengatakan bahwa “proses psikologis antar individu maupun antarkelompok mendorong terciptanya konflik dan permusuhan melalui prasangkadan perilaku diskriminatif hingga memarjinalkan kelompok lain”.

19

Identitas(

, kompetisi dan konflik kepentingan bukan kondisi yang diperlukan untuk membuat seseorang atau sekelompok bertentangan dengan kelompok atau orang lain, tetapi terutama oleh kategorisasi sosial, yakni perpektif yang menganggap bahwa ssetiap orang adalah anggota kelompok.

Stella Ting Toomey) merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi20

Sementara itu, (

. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita.

Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne) melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap.

18 Teori Identitas Sosial, dikutip dari buku Masyarakat Indonesia, Vol 40 (I) 2014

19 Kontestasi dalam kamus besar bahasa indonesia artinya persaingan atau pertarungan atau sistem memperebutkan dukungan

20 https://id.wikipedia.org/wiki/Identitas

(28)

Dalam topik penelitian ini, Teori Identitas Sosial dalam Ilmu Antropologi digunakan untuk menjawab hal-hal terkait mengapa orang lebih memiliki preferensi21 terhadap kelompoknya sendiri, dan tidak terhadap kelompok yang lain. Identitas sosial ditempatkan sebagai bagian dari individu (citra) yang berasal dari proses kategorisasi dan perbandingan sosial. Kemudian individu akan berupaya untuk memperjuangkan positive in group distinctiveness22

21 Preferensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya selera, pilihan realitas dan kepuasan

22Positive group distinctiveness, adalah dimana setiap individu akan mewujudkan identitas sosial positif, dan menentukan status dan nilai kelompoknya melalui perbandingan sosial dengan kelompok lain.

, dimana konsep diri yang positif kemudian menggunakan sikap-sikap positif dari kelompoknya dan mengemukakan sikap-sikap negative dari kelompok lain.

Dalam teori struktural-fungsional seperti (Durkheim 1933), (Parsons 1951), dan (Merton 1957) mengemukakan pandangan bahwa setiap orang adalah bagian atau representasi dari suatu kelompok, baik disadari ataupun tidak disadari.Menurut teori (Gijsberts dkk. 2004: 8), sikap dan perilaku bermusuhan antar kelompok sosial berawal dari proses psikologis yang menekankan pembentukan identitas kelompok, dan merupakan dampak dari identifikasi terhadap perilaku kelompok.

Sementara (Tajfel dan Turner1986: 8) mengatakan bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok adalah syarat yang mencukupi untuk menciptakan identifikasi dengan kelompok, dan untuk menyalurkan perilaku yang disukai terhadap kelompoknya (In-group favotirism) dan diskriminasi terhadap kelompok lain.

(29)

Dalam hal ini terdapat pula pandangan terhadap kebebasan manusia dalam mengembangkan identitas yang juga merupakan pesoalan yang cukup actual dalam topik ini.Dimana ketika kelompok Etnis dalam hal ini Simalungun mulai menyadari dan merasakan perkembangan teknologi, migrasi, dan persaingan membuat eksistensinya23

Dalam mempertahankan eksistensi identitas bangsa, suatu bangsa siap bertempur mempertarukan nyawanya

menjadi terancam.

24.Termasuk bagaimana Etnis Simalungun dalam mempertahankan identitasnya.Pada topik ini teori Eksistensialisme25

1.3. Rumusan Masalah

digunakan untuk mecari pengetahuan lebih mendalam tentang pertahanan identitas Etnis Simlaungun.

Persaingan, kontestasi, diskriminasi, hingga pada marjinalisasi merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial.Bagi Etnis Simalungun hal ini juga lebih terasa lagi, dikarenakan adanya faktor-faktor antar budaya yang saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam proses interaksi sosial.

Terkhusus dalam hal mempertahankan dan mengembangkan identitas budaya antar individu masyarakat. Kemudian kehadiran pendatang dalam sebuah tatanan daerah kekuasaan kelompok tertentu akan lebih menampakan peran- peran budaya pendatang dan tuan rumah dalam persaingan yang jika ada

23 Eksistensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya adalah Keberadaan

24 Dikutip dari: Drs. Muzairi H, MA, 2002. Eksistensialisme. Pustaka Pelajar, Yogyakarta (hal:2)

25Eksistensialisme adalah Suatu pandangan Antropologi yang menekankan pada eksistensi manusia yang bebas dan bertanggung jawab.

(30)

kesalahan maintense dapat berujung pada diskriminasi, marjinalisasi dan konflik seperti yang disebutkan diatas.

Arah dari penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Etnis Simalungun yang merupakan host cultural26 di daerahnya mengalami bounded system27

Secara kebudayaan (ahap), dari bahasa hingga pengetahuan adat asli Etnis Simalungun yang juga oleh masyarakatEtnis asli Simalungun disanasudah semakin memudar.Hal ini juga berkaitan dengan semakin banyaknya pendatang dari luar Simalungun yang bekerja di perkebunan dan KEK Sei Mangkei.Kemudian kemudian hal lain yang diteliti adalah mengapa masyarakat secara perlahan hingga saat ini. Artinya, melihat mengapa masyarakat Etnis Simalungun yang seharusnya menjadi penguasa atas wilayah secara adat mengalami marjinalisasi atau tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya sendiri.

Secara fisik daerah penelitian ini sebelumnya adalah areal perkebunan kelapa sawit milik PTPN dan kini di daerah tersebut sedang dalam tahap pembangunan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).Pada dasarnya tujuan pembangunan KEK bermagsud untuk meningkatkan mutu perekonomian masyarakat yang ada di daerah Kabupaten Simalungun, akan tetapi terjadi kesalahpahaman baik antara masyarakat dengan sesama masyarakat juga antara masyarakat dengan pemerintah.

26“host cultural” ialah sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat di daerahnya sendiri atau dengan kata lain adalah kebudayaan dari penduduk asli, dikutip dari buku “Urbanisasi dan Adaptasi” oleh Prof. Usman Pelly

27”Bounded System” merupakan pengaburan batas-batas wilayah. “Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan” oleh Prof. Dr. Irwan Abdulah

(31)

Simalungun sebagai masyarakat penerima dapat mengalami asimilasi tarhadap pendatang.

Berdasarkan pendapat dari beberapa anggota gerakan masyarakat dari etnis lain menyatakan bahwa hal ini dikarenakan Etnis Simalungun adalah

“etnis yang memiliki sifat tertutup”. Menyikapi pernyataan tersebut dalam penelitian ini saya ingin menjawab kebenarannya.

Permasalahan yang telah saya jabarkan pada penelitian ini saya fokuskan dalam beberapa pertanyaan inti, yaitu:

• Bagaimana proses interaksi antara Etnis Simalungun terhadap pendatang di Sei Mangkei?

• Bagaimana proses marjinalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei?

1.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di daerah Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasiini adalah karena dari sejarahnya wilayah, lokasi ini termasuk dalam kekuasaan Raja Sinaga.Itu berarti secara adat lokasi ini berada pada kekuasaan Etnis Simalungun dengan penguasanya Raja Sinaga.

Saat ini wilayah Sei Mangkei sedang melakukan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus yang semakin mengundang pendatang dari berbagai daerah diluar Simalungun dan lokasi inipenulis melihat maysarakat Etnis Simalungun termarjinalkan dari jumlah dan posisi penting di daerah tersebut.

(32)

Kemudianmenurut penulis disana terjadi proses pembentukan dan perubahan yang cepat dalam bentuk visual maupun budaya.

Lokasi penelitian berada berdekatan dengan daerah perdagangan, tidak jauh dari kota Medan dan kota Pematangsiantar. Lokasi tersebut dapat dijangkau dengan mudah baik dari Pematangsiantar maupun tempat studi penulis di Medan.Lokasi tersebut dapat di tempuh menggunakan transportasi pribadi dan juga transportasi umum.

1.5. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menggali bagaimana proses peran budayaEtnis Simalungun dalam berinteraksi dan mempertahankan identitas. Kemudian keadaan dan suasana yang baru dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat lokal yaitu Etnis Simalungun.Baik dari visualisasi keadaan daerah, kualitas interaksi sosial, kualitas lingkungan, hingga pada taraf kehidupan masyarakat semuanya mengalami perubahan.

Penelitian ini nantinya melihat bagaimana proses marjinalisasi dankebudayaan Etnis Simalungun dalam mempengaruhi pola hidup, tingkah laku dan kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari.

Kemudian, manfaat dari penelitian ini tidak lain adalah sebagai tambahan bahan referensi bagi masyarakat dikalangan akademis, mahasiswa, aktivis, LSM, instansi pengembangan masyarakat, bahkan setiap kecil lembaga-lembaga kekeluargaan dan lain sebagainya. Terkhusus pula pada ilmu yang menjadi latar belakang dari penelitian ini, yaitu ilmu Antropologi.

(33)

Dan bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam pengetahuan yang menunjang skill individual peneliti terkait objek penelitian dan ilmu yang berkaitan.Juga diharapkan dapat menjadi bekal keprofesionalan sewaktu mengabdikan diri pada masyarakat secara luas dan profesionalitas dalam bidang pekerjaan yang sesuai.

Selain itu juga diharapkan dapat menjadi sebuah sarana diri untuk lebih paham akan ruang lingkup Ilmu Antropologi dan tentunya dapat menjadi acuan dalam penelitian Ujian Skripsi Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam (koentjananingrat, 1981: 30)merupakan cara- cara dan prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara bertanggungjawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sehingga dalam melihat bagaimana proses marjinalisasi yang terjadi terhadap Etnis Simalungun di Sei Mangkei ini diarahkan menjadi penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Yaitu data akan menjelaskan dan menggambarkan makna serta proses-proses suatu fenomena atau gejala sosial masyarakat yang diteliti dengan tujuan akhir dari pada penelitian ini adalah etnografi.

(34)

Metode penelitian ini akan mengaambarkan:

• Tipe penelitian yang akan dilakukan

• Dimana penelitian tersebut dilakukan

• Populasi dan sampel dari penelitian yang akan dilakukan

• Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian

• Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan

• Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian

Dalam penelitian ini, penelitian lebih bersifat interpretifis28

Untuk mengumpulkan data akurat dan rinci yang mendeskripsikan fokus topik penelitian maka dilakukan penelitian lapangan (field research) dalam waktu beberapa bulan.Melalui penelitian lapangan tersebut, peneliti mengharapkan dapat melakukan observasi

agar informasi yang diperoleh dapat bercerita banyak tentang topik masalah ini dan memberikan hasil yang lebih baik. Dengan pendekatan Kualitatif (Bungin 2007:5), peneliti yang memiliki tingkat kritisme yang lebih dalam semua proses penelitian. Kekuatan kritisme peneliti adalah senjata utama menjalankan semua proses penelitian.

29

28 Interpretifis adalah paradigma penelitian yang mencari tahu sampai ke akar suatu topik permasalahan, secara langsung, tidak hanya melihat tetapi mendalami

29 Observasi (pengamatan) adalah suatu tindakan untuk melihat gejolak (tindakan atau peristiwa atau peninjauan langsung dilapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati.

secara langsung sehingga dapat mempelajari fokus penelitian.Dalam hal ini, peneliti mencoba bukan hanya sekedar mengamati saja tetapi juga ikut terlibat langsung dengan objek yang diteliti.Teknik obesrvasi ini dilakukan penulis guna melihat, mendengarkan, dan

(35)

mencatat kejadian serta aktivitas di lokasi penelitian.Seperti melihat bagaimana interaksi soaial dalam kelompok masyarakat yang dilakukan secara seksama.

Selain dengan observasi, peneliti juga melakukan wawancara30

Metode wawancara memberikan keleluasaan kepada penulis untuk bertanya tentang apa yang belum dipahami terkait penelitian yang dilakukan.

Adapun jenis-jenis wawancara sebagai berikut

terhadap beberapa informan di lokasi penelitian.Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari para informan, dalam hal ini pewawancara dengan informan diharapkan dapat terlibat dalam kehidupan sosial dalam beberapa waktu yang relative sehingga dapat menjadi wawancara mendalam (indepth interview).

Wawancara dianggap lebih efisien untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai apa yang terjadi dilapangan terkait dengan bagaimana interaksi sosial menggunakan identitas lokal (Simalungun) dan juga tentang peran budaya Etnis Simalungun dalam kehidupan dilokasi penelitian.

31

• Wawancara berstruktur: hal-hal yang ditanyakan telah terstruktur, telah ditetapkan sebelumnya secara terinci.

:

• Wawancara tidak berstruktur: hal-hal yang ditanyakan belum diretapkan secara rinci, rincian topik pertanyaan pada wawancara ini disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara di lapangan. Didalam wawancara tidak berstruktur terdapat wawancara mendalam (indepth interview), wawancara mendalam adalah wawancara yang berusaha

30 Wawancara adalah suatu proses penelitian melalui Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.

31http://asuhankeprawatanonline.blogspot.in/2012/03/melakukan-wawancara-mendalam-in-depth .html (Diakses pada hari Senin, tanggal 11/04/2016,pukul 09:11:12)

(36)

menggali sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian seluas-luasnya dari jawaban yang diberikan informan

• Wawancara bebas/informal: wawancara yang dilakukan dengan topik bebas dan bisa diakukan dimana saja dan kapan saja, serta dapat pula secara sambil lalu.

Dalam menggali informasi yang akurat demi keperluan pengumpulan data dalam penelitian, penulis melakukan penelitian mendalam.Peneliti berusaha menjalin rapport32

Kemudian dalam memeperoleh informasi yang akurat peneliti mencari informan yang tepat. Dalam pemilihan informan ini, banyak cara atau teknik yang dapat ditawarkan. Seperti teknik sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, sampling purposive, sampling jenuh (sensus), sampling snowball (bola salju)

dengan informan agar informasi yang diperlukan peneliti dapat menjadi maksimal. Pengembangan rapport ini dilakukan peneliti dengan cara hidup beradaptasi sehingga ketika melakukan wawancara, data yang diperoleh benar-benar atau setidaknya mendekati fakta sesungguhnya.

33

Kemudianpeneliti menggunakan data sekunder yang dipakai sebagai bahan perbandingan dalam memahami sudut pandang masyarakat sekitar yang mengalami perubahan budaya.Data sekunder merupakan bahan referensi yang sangat berguna bagi peneliti.Oleh sebab itu peneliti mengunjungi kedinasan Kota atau pemerintahan Kabupaten Simalungun guna memperoleh data sekunder .Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampling jenuh (sensus) atau sampling bola salju.

32Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan pihak subjek yang sudah melebur sehingga seolaholah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.

33 Dipeoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Penelitian Antropologi. Jakarta: Tiara Wacana

(37)

terkait dengan fokus penelitian. Dengan menggunakan data sekunder yang telah diperoleh, peneliti akan menguji banding data tersebut dengan keadaan di lapangan secara etnosentris34

1.7. Analis Data

.

Data-data yang diperoleh dari lapangan ditranskripkan atau dipindahkan dalam bentuk field note (catatan lapangan). Data-data lapangan berupa observasi, rekaman wawancara secara mendalam. Catatan lapangan yang ditulis merupakan catatan yang lebih rinci, luas, cermat dan pasti. Setelah itu data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan tema.

Penulis juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi yang berkaitan dengan penelitian. Data-data kepustakaan berupa sumber-sumber tertulis seperti buku-buku, koran, majalah dan sumber-sumber elektronik seperti televisi dan internet.

1.8. Pengalaman Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun. Sebelum judul penelitian peneliti disetujui untuk diteliti dan tulis menjadi skripsi, penulis sudah melihat lokasi penelitian dan pernah melakukan research tentang hal yang berbeda.Namun bukan berarti hal itu mempermudah penelitian skripsi ini.Peneliti berulang kali mencoba mencari tempat-tempat ramai yang sering dikunjungi oleh masyarakat Sei

34 Etnosentris ialah mengangkat realita keadaan suatu masyarakat dengan apa adanya

(38)

Mangkei.Setelah itu peneliti berusaha membangun hubungan dan komunikasi yang baik kepada beberapa masyarakat yang menurut peneliti cocok untuk dijadikan sebagai informan.

Awalnya peneliti merasa sedikit kesulitan dalam mencari informan, karena tidak banyak masyarakat asli Etnis Simalungun dan yang mengetahui tentang hasimalungunon35

Pertama-tama peneliti fokus dengan informan yang beretnis asli Simalungun. Informan kunciyang merupakaninforman tetap peneliti berjumlah enam orang. Informan kunci peneliti terdiri dari beberapa profesi seperti karyawan PTPN III, guru SD, ibu rumah tangga, penatua adat Simalungun, dan pengamat budaya Simalungun.

, tetapi peneliti berusaha menjelaskan maksud dari penelitan ini kepada setiap sasaran informan secara mendalam. Dalam hal ini peneliti tidak memaksakan seorang masyarakat yang ditemui tersebut untuk menjadi informan karena peneliti menginginkan ada seseorang yang tertarik dan bersedia menjadi informan peneliti dengan senang hati dan tidak merasa adanya keterpaksaan dalam memberikan informasi.

Setelah peneliti berusaha beberapa waktu menjelaskan dan mencari informan yang tepat, akhirnya ada beberapa orang yang bersedia menjadi informan peneliti. Informan peneliti terbagi menjadi dua yaitui informan kunci yaitu masyarakat yang beretnis Simalungun asli dan mengerti tentang Simalungun dan informan biasa peneliti yaitu masyarakat yang bukan rtnis Simalungun tetapi sudah tinggal selama tiga (3) generasi di sekitaran lokasi penelitian.

35 “Hasimalungunon” mengarah pada pengetahuan tentang kebudayaan Etnis Simalungun

(39)

Menyenangkan ketika informan tersebut bersedia menjadi informan kunci atau informan tetap peneliti. Informan kunci yang sebagian adalah orang yang peneliti kenal kini menjadi semakin dekat karena adanya hubungan komunikasi yang timbul dikarenakan penelitian ini. Selama melakukan proses penelitian di lapanganpeneliti tidak menemukan kesulitan hanya saja butuh kesabaran untuk menunggu waktu yang tepat dari setiap informan didalam penyampaian informasi karena sebagian informan adalah seorang pekerja.

Wawancara yang peneliti hadapi kali ini berbeda sekali dibandingkan penelitian-penelitian yang pernah dihadapi sebelumnya. Berbeda dikarenakan pada penelitian yang dilakukan peneliti beberapa waktu lalu di berbagai tepat bersama tim survey dilakukan secara terstruktur dan formal. Untuk penelitian kali ini lebih kepada berbincang, diskusi, bercerita dan tertawa apa adanya sambil juga melakukan pengamatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat interview guide atau pedoman wawancara. Namun ketika berada dilapangan interview guide itu hanya sebagian ditanyakan karena kebanyakan pertanyaan yangakandiajukan muncul dengan sendirinya dari jawaban-jawaban informan.

Dalam membangun hubungan atau komunikasi yang baik peneliti meminta nomor hp dari informan. Di zaman yang maju seperti saat ini sudah banyak aplikasi sosial yang ditawarkan agar kita tetap terhubung dengan orang lain.Namun dikarenakan informan peneliti semuanya adalah orang tua sehingga tidak semua yang memiliki akun media sosial selain nomor hp saja.

Ketika melakukan wawancara peneliti juga pernah diajak untuk ikut dalam aktivitas nya sehari seperti pergi memanen di kebun sawit PTPN III, pergi ke

(40)

kandang lembu, ke sekolah, bersantai di tanah lapang desa dan lain-lain. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi peneliti yang dimana sebelumnya tidak pernah kenal tetapi informan mau membawa dalam aktivitasnya sehari-hari. Kemudian tidak jarang peneliti diajak untuk makan bersama, sambil makan peneliti dan informan membahas tentang topik penelitian dan tidak jarang juga membahas soal pembangunan, pemerintahan, kritik-kritik terhadap perkembangan zaman dan bahkan sampai kepada hal yang lebih privasi.

Wawancara yang pertama sekali dilakukan adalah kepada ibu Sariah Damanik yang juga adalah istri dari kepala desa Sei Mangkei. Ibu Sariah berusia 50 Tahun dan bekerja sebagai guru. Wawancara dilakukan dirumah ibu Sariah.

Sebelum memulai wawancara satu hari sebelumnya peneliti dan ibu Sariah Damanik membuat janji jam berapa dan dimana dilakukan wawancara dan hasilnya wawancara dilakukann di rumahnya pada jam 15.00 WIB setelah selesai bekerja. Wawancara ini dilakukan ketika ibu Sariah atau yang saat penelitian peneliti panggil nanturang36sedang melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga.

Saya menanyakan beberapa hal kepadananturang Sariah terkait sepengetahuan beliau terhadap hasimalungunan37

Selama saya menanyakan hal yang berkaitan tentang pengetahuan Etnis Simalungun terhadap nanturang Sariah,beliau sama sekali tidak merasa keberatan dalam hal memberikan jawaban berdasarkan pengetahuan dan kepribadiannya sebagai Etnis Simalungun di Sei Mangkei. Wawancara yang kami lakukan tidak

dan hal-hal yang berkaitan dengan Etnis Simalungun.

36 “Nanturang” adalah panggilan kepada seseorang yang bermarga sama dengan orang tua perempuan dari bapak.

37“Hasimalungunan” mengarah pada pengetahuan seseorang terhadap kebudayaan Simalungun

(41)

selalu dalam kondisi yang serius kita juga mau sambil tertawa karena nanturang Sariah yang adalah guru lebih sering melakukan canda gurau saat berkomunikasi baik di sekolah, kepada tetangga dan kepada saya sebagai peneliti.

Wawancara yang kedua adalah kepada Bapak Tuan Saragih seorang pensiunan dari PTPN III yang berusia 56 Tahun. Bapak Tuan Saragih yang dalam partuturan Etnis Simalungun peneliti panggil dengan sebutan “pak tua” adalah salah satu informan peneliti yang sangat tertarik dengan topic penelitian ini. Dari hasil wawancara dengan pak tua38

Wawancara berikutnya peneliti mewawancarai sepasang keluarga yang berasal dari Etnsi Simalungun.Yaitu bapak Candra marga Damanik dan ibu Anita boru Girsang.Bapak Candra dan ibu Anita ini adalah pasangan suami-istri yang ini peneliti juga banyak mendapatkan bantuan dan tambahan data. Pak tua Saragih juga tidak merasa keberatan dalam hal memberikan data atau jawaban kepada peneliti tentang hal yang ditanyakan kepadanya.

Wawancara ini dilakukan di warung tempat berkumpulnya masyarkat Sei Mangkei dan pada jam 14.00 WIB kemudian dilanjutkan dirumah Pak Tua Saragih pada jam 16.20 WIB.

Peneliti dan pak tua Saragih sudah kenal sebelum penelitian ini ada.Sewaktu peneliti melakukan research sebelumnya di Sei Mangkei kemudian bertemu dan saling mengenal sehingga kita tidak ada pengenalan kembali pada saat melakukan wawancara untuk penelitian skripsi.

38“Pak tua” adalah panggilan dalam Etnis Simalungun kepada seseorang yang bermarga sama dengan peneliti dan usianya lebih tua dari usia orang tua peneliti

(42)

baru pindah ke Sei Mangkei dari Kerasaan karena Bapak Candra bekerja sebagai karyawan PTPN III.

Peneliti mewawancarai mereka diwaktu yang sama kerena menurut Bapak Candra pengetahuan mereka sama.Peneliti menanyakan tentang pendapat mereka terhadap eksistensi Etnis Simalungun di Sei Mangkei dan mereka menyambut baik dengan menjawab berdasarkan pengetahuan dan pendapat mereka. Saya mewawancarai mereka dirumahnya pada jam 17.00WIB setelah pulang bekerja.

Dari hasil wawancara ini peneliti mendapatkan informasi yaitu adanya pendapat positif dan pendapat negatif tentang kebudayaan Simalungun. Selama peneliti melakukan wawancara,informan tidak merasa keberatan dalam hal memberikan jawaban dan lebih terbuka memberikan jawaban kepada peneliti.

Dalam skripsi saya ini peneliti juga mempunyai beberapa informan lainnya yaitu masyarakat Desa Sei Mangkei dan dari luar Desa Sei Mangkei yang mengeluarkan pendapat dan jawaban terkait topik penelitian ini. Informan peneliti tersebut antara lain:

1. Bapak Drs. Djoman Purba (ketua yayasan museum Simalungun sekaligus penatua adat Simalungun)

2. Bapak Drs. Sony Purba (antropolog UI angkatan 81 yang juga mengamati Kebudayaan Simalungun)

3. Bapak Drs. Mardan Saragih (antropolog USU angkatan 82 yang juga orang tua peneliti dan banyak membantu peneliti dalam memberikan pendapat)

(43)

4. Ibu Sofia Saragih (yang tinggal di huta III daerah perumahan PTPN III)

5. Ibu Imawati Damanik (yang tinggal di huta I daerah perumahan PTPN III)

6. Bapak Sardi Siregar (yang tinggal di huta V daerah perumahan PTPN III)

7. Bapak Romel Sihombing (yang tinggal di huta II daerah perumahan PTPN III)

8. Bapak Oni Suriono (yang tinggal di huta I daerah perumahan PTPN III)

9. Bapak Hairul Sani Damanik (yang tinggal di huta IV daerah pemukiman sipil)

10. Jon Purba (penjaga sekaligus guide di museum istana Raja Pematang Purba)

11. Endi Ginting (anggota LPM SULUH Pematangsiantar dan Simalungun)

12. Bapak Bonar Simanjuntak (Dewan Daerah WALHI Sumatera Utara yang berasal dari Tapanuli Utara)

Selama melakukan proses penelitian, peneliti mendapatkan pengalaman yang baik dan buruk. Mulai dari tempat penelitian yang tergolong sepi masyarakat, karena daerah yang aktif dengan pekerja.Kemudian adanya beberapa masyarakat yang kurang respect terhadap penelitian ini, ditambah peneliti sempat tidak diterima di PT. Unilever selaku perusahaan pertama yang berdiri di KEK Sei

(44)

Mangkei.tetapi pada akhirnya peneliti berusaha melakukan pendekatan dan kembali setelah menyempatkan mengurus surat penelitian resmi dari kampus.

Dalam melakukan wawancara begitu banyak pandangan atau pendapat yang peneliti dengar. Baik dari Etnis Simalungun maupun yang bukan Etnis Simalungun. Dari proses wawancara dan diskusi-diskusi dengan informan ada beberapa pendapat atau pandangan yang positif terhadap kebudayaan Simalungun, sifat-sifat orang Simalungun, keberadaan, serta eksistensinya.

Tetapi ada juga beberapa informan yang memberi pendapat negatif terhadap beberapa hal yang dipertanyakan, dikarenakanmenurut mereka beberapa sifat Etnis Simalungun adalah penyebab keadaan seperti topik penelitian ini dan bukan akibat dari orang luar (pendatang).

(45)

BAB II

GAMABARAN LOKASI PENELITIAN

2.1. Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang terletak antara 02˚36’ - 03˚18’ Lintang Utara dan 98˚32’ - 99˚35’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Simalungun sebesar 4.386,60 km2 atau sekitar 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Jarak kabupaten ini dari Kota Medan sekitar 150 Kilometer.Kota Pematangsiantar berada di tengah wilayah Kabupaten ini.Itu lah sebabnya, Pematangsiantar dan Simalungun sangat berkaitan erat, walaupun secara administrasi pemerintahan masing-masing merupakan daerah otonom39

o Sebelah utara : berbatasan dengan Kabupaten Serdang .

Kabupaten Simalungun dikelilingi oleh sejumlah Kabupaten hampir dari seluruh penjuru mata angin. Selengkapnya batas-batas wilayah Kabupaten Simalungun dengan daerah sekitarnya sebagai berikut:

berdagai

o Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten Karo

o Sebelah selatan : berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir dan Samosir

o Sebelah timur : berbatasan dengan Kabupaten Asahan dan Batubara

39 Sumber: http://www.simalungunkab.go.id/id/keadaan-umum

(46)

Digambarkan dalam peta:

Gambar 2.1: Peta Kabupaten Simalungun Sumber: http://www.petasimalungun.go.id

Keterangan:

1.

---

= Batas wilayah rencana pemekaran Kabupaten Simalungun 2. Lokasi Penelitian = Bosar Maligas

Adapun Kabupaten Simalungun memiliki 31 wilayah Kecamatan, antara lain:

1. Kecamatan Siantar

2. Kecamatan Dolok Pardamean 3. Kecamatan Panei

4. Kecamatan Tanah Jawa 5. Kecamatan Hutabayu Raja

(47)

6. Kecamatan Jorlang Hataran 7. Kecamatan Dolok Panribuan

8. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon 9. Kecamatan Purba

10. Kecamatan Raya 11. Kecamatan Silimakuta 12. Kecamatan Dolok Silau 13. Kecamatan Raya Kahean 14. Kecamatan Silau Kahean 15. Kecamatan Bandar

16. Kecamatan Pematang Bandar 17.

18. Kecamatan Ujung Padang Kecamatan Bosar Maligas

19. Kecamatan Dolok Batu Nanggar 20. Kecamatan Tapian Dolok

21. Kecamatan Sidamanik 22. Kecamatan Gunung Malela 23. Kecamatan Gunung Maligas 24. Kecamatan Bandar Masilam 25. Kecamatan Bandar Huluan 26. Kecamatan Jawa Maraja 27. Kecamatan Hatonduhon

28. Kecamatan Pematang Sidamanik 29. Kecamatan Panombeian Pane

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mempelajari corak khas dari kebudayaan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang dalam penelitian ini dibatasi pemahaman akan habitat, lingkungan

Keanekaragaman etnis di Indonesia menyebabkan adanya interaksi sosial antar etnis yang dapat terjadi kapan dan dimana saja. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah

Identifikasi Etnis Jawa di Jawa Tengah Menjadi hal yang sangat urgen dalam setiap pergaulan sosial atau interaksi sosial antar etnis dan kelompok sosial adalah

Metode Penelitian Dengan mempelajari corak khas dari kebudayaan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang dalam penelitian ini dibatasi pemahaman akan habitat, lingkungan

Keanekaragaman etnis di Indonesia menyebabkan adanya interaksi sosial antar etnis yang dapat terjadi kapan dan dimana saja. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah kontak

Jika ditinjau dari falsafah orang Simalungun itu sendiri yaitu ahap Simalungun bahwa mereka harus mampu menguasai budaya orang lain, termasuk bahasa, walaupun

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan : (1) Interaksi sosial masyarakat etnis Tionghoa Yayasan Buddha Tzu Chi Makassar; (2) Ranah Penggunaan Bahasa Indonesia

Keanekaragaman etnis di Indonesia menyebabkan adanya interaksi sosial antar etnis yang dapat terjadi kapan dan dimana saja. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah