i
RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN
MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE
COUNTER CURRENT GANDA
DENGAN PENAMBAHAN SIRIP
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Jurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh:
DENI YUNI ARIFIANTO
NIM : D 200 020 233
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ii
Tugas Akhir ini berjudul:
Rancang Bangun dan Pengujian Model Kondensor Tipe
Concentric Tube Counter Current Ganda Dipasang Secara Horizontal Dengan
Penambahan Sirip.
Disusun Oleh :
Nama
: DENI YUNI ARIFIANTO
NIM
: D 200 020 233
Telah disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir untuk dipertahankan di depan
Dewan Penguji sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Teknik
Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada :
Hari :...
Tanggal :...
Surakarta, Maret 2009
Pembimbing Utama
(Ir. Subroto, MT)
Pembimbing Pendamping
iii
Tugas akhir ini telah disyahkan oleh dewan penguji sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana S-I Teknik Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada :
Nama
: DENI YUNI ARIFIANTO
NIM
: D 200 020 233
Judul :
Rancang Bangun Dan Pengujian Model Kondensor Tipe
Concentric Tube Counter Current Ganda Dipasang Secara
Horizontal Dengan Penambahan Sirip
Hari :...
Tanggal :...
Dewan Penguji:
1. Ir. Subroto, MT
(
)
2. Ir. Sartono Putro, MT
(
)
3. Ir. Sunardi Wiyono, MT
(
)
Mengetahui,
Dekan
(Ir. H. Sri Widodo, MT)
Ketua Jurusan
iv
Berusahalah dengan sungguh-sungguh, jangan panik. Orang panik mudah putus
asa tapi bila terpaksa kamu putus asa tetaplah berusaha dalam keterputusasaan.
Mantapkan hati, luruskan niat dan berjalanlah walau hanya satu langkah untuk
pijakan langkah selanjutnya dikemudian hari
Berpikir tapi tidak berusaha dan berusaha tapi tidak berpikir adalah penyebab
gagalnya dalam mewujudkan mimpi-mimpi.
v
Karya ini merupakan suatu wujud akhirku
dalam mencapai gelar sarjana sebagai tanggung
jawab kepada: :
1.
Ayahanda dan Ibunda serta kakakku tercinta
atas do’a jerih payah dan kasih sayangnya
2.
Inspirasiku Yanni yang selalu menemani dan
memberikan support
3.
Teman-temanku semua yang menyayangiku
4.
Almamater yang kubanggakan
vi
Puji syukur alhamdulillah, penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan laporan tugas akhir ini
yang berjudul : ”
Rancang Bangun dan Pengujian model kondensor Tipe
Concentric Tube Counter Current ganda Dipasang Secara Horizontal Dengan
Penambahan Sirip
” dapat terselesaikan dengan baik, guna melengkapi tugas dan
memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Berbagai hambatan dan kesulitan menyertai dalam penulisan ini, namun
demikian dengan bantuan dan doa dari berbagai pihak segala kesulitan tersebut dapat
teratasi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1.
Ir. Sri Widodo, MT; selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
2.
Marwan Effendy, ST, MT; selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
vii
5.
Marwan Effendy,ST, MT; selaku Pembimbing Akademik.
6.
Ayah dan Ibunda, serta Kakakku tercinta, atas perhatian, kasih sayang,
pengorbanan, dorongan, dan doa-doanya.
7.
Kristanto, Agus Purwanta, Tamami, Mifta, Adi setyawan selaku teman
seperjuangan dalam menyelesaikan penelitian.
8.
Eko Prihartono, Setyanto, Abdul Rahman, Hari‘97, Eeng’97. Dan teman-teman
angkatan 2002, terima kasih atas dukungannya.
9.
Boretz Comp dan teman-teman kos Arjuna, terima kasih atas kebersamaannya.
10.
Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam
mensukseskan penyusunan Tugas Akhir ini.
Besar harapan penulis semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang memerlukan walaupun penulis menyadari bahwa Tugas Akhir
ini masih jauh dari sempurna. Amien.
Surakarta, Maret 2009
ix
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iii
HALAMAN MOTTO ...
iv
HALAMAN PERSANTUNAN ...
v
KATA PENGANTAR ...
vi
HALAMAN SOAL ...
viii
DAFTAR ISI ...
ix
DAFTAR GAMBAR ...
xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR SIMBOL ... xvi
ABSTRAKSI ...
xviii
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
1.1
Latar Belakang Masalah ...
1
1.2
Perumusan Masalah ...
3
1.3
Batasan Masalah ...
3
1.4
Tujuan Penelitian ...
4
1.5
Sistematika Penulisan ...
4
1.6
Metode Pelaksanaan ...
5
x
BAB III DASAR TEORI ...
10
3.1
Alat Penukar Kalor
Shell and Tube
...
10
3.2
Klasifikasi Penukar Kalor ...
11
3.3
Mekanisme Fisik Perindahan Panas ...
13
1.
Perpindahan Panas Konduksi ...
13
2.
Perpindahan Panas Konveksi ...
16
3.4
Sirip ...
22
3.5
Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ...
26
3.6
Bilangan
Reynolds
...
30
3.7
Kesetimbangan Kalor ...
32
3.8
Daya Pompa ...
34
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...
35
4.1
Diagram Alir Penelitian ...
35
4.2
Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian ...
36
4.3
Alat-alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ...
36
4.4
Tempat Pengujian dan Pengambilan Data ...
44
4.5
Tahapan Penelitian ...
45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
46
5.1
Data Dimensi Alat Penukar Kalor ...
46
5.2
Data Hasil Pengujian ...
47
xi
kapasitas aliran fluida panas ...
63
2.
Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap
pelepasan kalor ke lingkungan ...
59
3.
Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap
koefisien perpindahan panas menyeluruh ...
61
4.
Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap
daya pompa. ...
62
5.
Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap
kapasitas aliran fluida panas pada bilangan
Reynolds
fluida dingin 2.760, 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 ...
63
6.
Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap
daya pompa pada bilangan
Reynolds
2.760, 4.755,
6.833, 9.018 dan 11.051 ...
70
7.
Pengaruh daya pompa terhadap kapasitas aliran fluida
panas ...
67
8.
Pengaruh bilangan
Reynolds
terhadap kapasitas aliran
fluida panas dan daya pompa ...
68
BAB VI PENUTUP ...
70
6.1
Kesimpulan ...
70
6.2
Saran ...
71
DAFTAR PUSTAKA
xii
Gambar 1. Pola Aliran Searah (
Paralel Flow
) ...
11
Gambar 2. Pola Aliran Berlawanan (
Counter Flow
) ...
11
Gambar 3. Klasifikasi penukar kalor berdasarkan aliran fluidanya ...
12
Gambar 4. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Datar. ...
15
Gambar 5. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Silindris. ...
15
Gambar 6. Perpindahan Kalor secara Konveksi. ...
16
Gambar 7. Lapis Batas Thermal ...
21
Gambar 8. Kombinasi Lapis Batas Temperatur Hidrodinamik pada
Fluks Kalor Konstan dan Temperatur Dinding Konstan ...
21
Gambar 9. Berbagai jenis Muka Sirip ...
22
Gambar 10. Kombinasi dimensi analisis Sirip Tranversal dengan Alur
Helic ...
23
Gambar 11. Pendekatan Sirip Tranversal Penampang Segi-empat ...
23
Gambar 12. Diagram Teoritis Efisensi Sirip Tranfersal dengan Penampang
Segi-empat ...
25
Gambar 13. Perpindahan Panas Menyeluruh pada Permukaan Datar ...
27
Gambar 14. Aliran Panas Satu Dimensi melalui Silinder Berlubang ...
29
Gambar 15. Kesetimbangan Kalor antara Dua Fluida Kerja dan Distribusi
Temperatur dalam Kondensor Lintas Tunggal. ...
33
xiii
Gambar 19. Bejana ...
38
Gambar 20. Tabung
bahan bakar Apollo kapasitas 8 L ...
38
Gambar 21. Multimeter digital dan selektor tipe Omega 405 A ...
39
Gambar 22.
Electric Pump
model D 9126 Merk Shimizu ...
39
Gambar 23. Pipa PVC. ...
40
Gambar 24.
Flowmeter
air. ...
40
Gambar 25. Termokopel tipe K seri 66 K 24. ...
41
Gambar 26. Kompor . ...
41
Gambar 27. Skema Penelitian ...
42
Gambar 28. Skema penempatan termokopel ...
44
Gambar 29. Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap kapasitas
aliran fluida panas…. ...
58
Gambar 30. Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap pelepasan
kalor ke lingkungan…. ...
59
Gambar 31. Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap koefisien
perpindahan panas menyeluruh…. ...
61
Gambar 32. Pengaruh bilangan
Reynolds
fluida dingin terhadap daya
pompa…. ...
62
xiv
pompa pada bilangan
Reynolds
fluida dingin 2.760, 4.755,
6.833, 9.018 dan 11.051…. ...
65
Gambar 35. Pengaruh daya pompa terhadap kapasitas aliran fluida panas….
67
Gambar 36. Pengaruh bilangan
Reynolds
terhadap kapasitas aliran fluida
xv
Tabel 1. Angka
Nusselt
Untuk Aliran Laminar Pada Pipa
Annulus
Dengan
Satu Permukaan Dengan Temperatur Konstan ...
20
Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kapasitas Aliran Dan Temperatur Aliran ...
47
xvi
Simbol
A
= Luas penampang (m
2)
C
p= Kalor jenis (kJ/kg
oC)
D
= Diameter (m)
h
= Koefisien perpindahan kalor (W/m
20C)
h
f,g= Entalpi penguapan (kJ/kg)
k
= Konduktivitas thermal (W/m
oC)
L
= Panjang (m)
∗
m
= Massa aliran (kg/s)
Nu
= Bilangan
Nusselt
p
= Tekanan (N/m
2), (Pa)
Pr
= Bilangan Prandtl
q
= Laju perpindahan kalor (W)
Re
= Bilangan
Reynolds
T
= Temperatur (
oC)
U
= Kecepatan (m/s)
v
= Volume spesifik (m
3/kg)
ρ
= Densitas (kg/m
3)
xvii
f
=
Steam
xviii
Tube Counter Current
Ganda Dipasang secara Horizontal dengan
Penambahan Sirip
Deni yuni Arifianto
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Kotak Pos 1 Pabelan Surakarta
denniu@yahoo.co.id
ABSTRAKSI
Kondensor yang dipakai pada industri kecil umumnya sederhana, yang mana
hanya terkontruksi dari dua buah pipa yang konsentrik saja., maka dalam penelitian
ini dibuat suatu design kondensor yang dapat meningkatkan kapasitas. Sehingga
dapat diketahui berapa besarnya kapasitas kondensat; daya pompa; nilai koefisien
perpindahan menyeluruh pada variasi bilangan
Reynolds
2.760, 4.755, 6.833, 9.018
dan 11.051; serta keefektifan dari sirip.
Dalam penelitian ini digunakan model kondensor tipe
concentric
tube
counter
current
ganda yang dililiti spiral pada pipa
annulusnya
. Untuk bahan
shell
digunakan
baja karbon dengan diameter dalam 49,7 mm, diameter luar 50,6 mm, dan panjang
3.000 mm. Untuk bahan
tube
dipakai tembaga dengan diameter dalam 23,6 mm,
diameter luar 25,7 mm, dan panjang 3.200 mm. Sedangkan untuk sirip dipakai kawat
dari besi cor yang berdiameter 5 mm dengan jarak antar lilitan (
pitch
) sebesar 60
mm. Pemasangannya secara horisontal, dimana fluida panas mengalir didalam
tube
dan fluida dingin mengalir di luar
tube
dengan arah aliran berlawanan. Eksperimen
dilakukan dengan 5 variasi bilangan
Reynolds
yaitu 2.760, 4.755, 6.833, 9.018, dan
11.051. Pengambilan data dilakukan secara serentak dengan interval waktu 5 menit
dalam satu kali pengambilan data selama 30 menit. Data-data yang diambil adalah
temperatur fluida kerja, hasil kapasitas kondensat, perbedaan tekanan masuk dan
keluar fluida dingin , serta tegangan dan arus listrik yang masuk ke pompa.
Berdasarkan hasil eksperimen dan hasil analisis perhitungan didapatkan bahwa
dengan perubahan variasi bilangan
Reynolds
yang semakin besar maka kapasitas
kondensat, daya pompa, dan koefisien perpindahan menyeluruhnya juga cenderung
meningkat sedangkan untuk efektifitas sirip tetap konstan yaitu sebesar 2,305. Untuk
bilangan
Reynolds
2.760, 4.755, 6.833, 9.018, dan 11.051 diperoleh kapasitas
kondensat sebesar 0,0023004; 0,0022948; 0,002449; 0,002468; 0,0025742 kg/menit,
daya pompa sebesar 2,8488; 2,76176; 2,8405; 2,8904; 2,9362 W, dan koefisien
perpindahan menyeluruh sebesar 29,788; 28,859; 30,831; 35,811; 37,393 W/m
2K
masing-masing untuk setiap variasi bilangan
Reynolds
1
1.1 Latar Belakang Masalah
Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat–obatan, flavor,
fragrance dan parfum. Di Indonesia tercatat 14 jenis minyak atsiri yang
sudah di ekspor. Hal ini memberi peluang lebih besar bagi petani untuk
berperan dalam agro industri minyak atsiri. Selain mengekspor, Indonesia
juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri dalam jumlah cukup besar.
Pada tahun 1998, nilai ekspor 20 negara penghasil minyak atsiri mencapai
US$ 758 juta dolar, di Indonesia sendiri baru dapat berkontribusi sekitar
4,4% sedangkan RRC 18,6%. Selain mengekspor Indonesia juga mengimpor
beberapa jenis minyak atsiri yang tidak tumbuh di Indonesia, pada tahun
2000 impor minyak atsiri di Indonesia mencapai 1,625 ton dengan nilai US$
7,3 juta. Data ini menunjukkan bahwa peluang untuk mengembangkan agro
industri minyak atsiri cukup besar karena penggunaan turunan minyak atsiri
pada berbagai industri di dalam negeri juga besar (Laksamanahardja, 2003).
Beberapa faktor penghambat perkembangan produksi minyak atsiri di
Indonesia adalah lemahnya modal dan penguasaan teknologi. Minimnya
pengetahuan para perajin minyak atsiri seperti persyaratan ketentuan teknis
dalam melakukan proses penyulingan minyak atsiri juga menjadi faktor
Sentral industri minyak atsiri daun cengkeh di daerah Musuk,
Boyolali, menggunakan jenis kondensor yang konvensional. Hal ini dapat di
lihat dari kontruksi kondensor yang digunakan berupa bak persegi panjang
dengan ukuran (9×3×2,5) m, di dalam bak di isi air sampai penuh dan di
dalam bak ditempatkan pipa dengan panjang total 72 m diameter 2 inci
dipasang zig - zag.
Proses perubahan uap menjadi cair atau kondensasi berlangsung di
dalam bak, dimana fluida uap mengalir di dalam pipa dan fluida dingin
berada di luar pipa atau berada di dalam bak, aliran fluida dingin yang
mengalir ke dalam bak dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang mengalir secara
alami dari mata air. Sirkulasi fluida dingin yang digunakan untuk
pendinginan langsung dibuang ke sungai, sehingga fluida dingin
membutuhkan jumlah yang banyak. Jadi apabila proses penyulingan
dilakukan di daerah yang kekurangan air, maka proses penyulingan tidak
dapat dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuatu yang menjadi permasalahan dalam perancangan dan
pembuatan alat ini adalah bagaimanakah desain kondensor yang kompak
dan sederhana untuk industri kecil penyulingan minyak atsiri yang mampu
meningkatkan efisiensi rendemen.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendesain kondensor pada penyulingan minyak atsiri,
diperlukan adanya batasan-batasan untuk menyederhanakan masalah.
Batasan itu adalah sebagai berikut:
a. Fluida panas adalah air yang diuapkan.
b. Kapasitas fluida panas dari bejana penguap dianggap konstan.
c. Kapasitas panas dari bejana dianggap konstan.
d. Penelitian dilakukan dengan model alat penukar panas jenis kondensor
dengan tipe concentric tube counter current tunggal yang disisipi lilitan
kawat spiral (Sirip) kemudian dipasang secara horizontal.
e. Penelitian yang dilakukan hanya dengan aliran berlawanan arah (counter
flow) saja. Dan analisa perhitungan hanya didasarkan pada
kesetimbangan panas.
f. Analisa perpindahan panas tentang pengembunan tidak dibahas.
g. Variabel bebas panelitian adalah kapasitas fluida dingin.
h. Analisa perpindahan panas radiasi tidak dibahas.
i. Pengotoran uap dianggap tidak ada dan aliran air didalam pipa dianggap
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :
a. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan bilangan Reynolds
fluida dingin.
b. Mendapatkan hubungan koefisien perpindahan kalor dengan bilangan
Reynolds fluida dingin.
c. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan daya pompa.
d. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan temperatur masukan
fluida dingin.
e. Mendapatkan hubungan daya pompa dengan temperatur masukan fluida
dingin.
f. Dapat mengetahui seberapa besar keefektifan sirip kondensor concentric
tube ganda dipasang secara horizontal.
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun dalam enam bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
bab ini berisi tentang latar belakang, perumasan masalah, batasan
masalah, tujuan perancangan, sistematika penulisan, metode
pelaksanaan dan manfaat penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III DASAR TEORI
Bab ini berisi tentang alat penukar kalor, jenis-jenis dari alat
penukar kalor, klasifikasi alat penukar kalor, kondensasi uap
tunggal, faktor pengotoran, mekanisme fisik perpindahan kalor,
koefisien perpindahan kalor menyeluruh, bilangan Reynolds
kesetimbangan energi dan daya pompa.
BAB IV METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian, alat-alat yang digunakan dalam
penelitian dan tahap-tahap penelitian.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa perhitungan
perpindahan panas berdasarkan konsep kesetimbangan panas dan
pembahasan.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1.6 Metode Penelitian
Dalam melakukan perancangan dan pembuatan alat pada Tugas Akhir
a. Metode Studi Pustaka
Yakni dengan cara mencari referensi buku-buku penunjang yang
berkaitan dengan perancangan alat tersebut, untuk melengkapi dasar
teori dan data-data yang diperlukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
b. Metode Survei Lapangan
Dengan cara mencari, mengamati dan memahami prinsip kerja
alat-alat yang berhubungan dan diperlukan dalam perancangan alat
tersebut serta mencatat spesifikasi alat-alat yang diamati untuk bahan
pembanding.
c. Metode Perancangan dan Perakitan
Melakukan pembuatan sketsa gambar, perencanaan komponen,
pembuatan komponen yang dibutuhkan, dilanjutkan perakitan serta
finishing.
1.7 Manfaat Penelitian
Atas penelitian yang dilakukan diharapkan memiliki manfaat sebagai
berikut:
a. Dapat mengetahui sejauh mana kinerja dari alat penukar kalor dengan
model pipa konsentrik
b. Dapat membantu industri kecil dalam pembuatan alat penyuling minyak
7
Yunianto dan Muhammad (2004), memaparkan bahwasanya untuk
meningkatkan laju perpindahan panas dengan tetap mempertahankan luas
permukaan pemindah panas pada kondensor pipa ganda diperlukan adanya
peningkatan koefisien kondensasi. Ada beberapa cara untuk meningkatkan
koefisien kondensasi pada kondensor, salah satunya dengan menambahkan
elemen sisipan yaitu berupa kawat lilitan dalam pipa kondensor. Kawat yang
digunakan berdiameter 1,8 mm. Kawat dipasang dalam pipa annulus pada
kondensor dengan memvariasikan jarak antar lilitan (pitch), yaitu 2 mm, 25 mm,
dan 500 mm. Dari hasil pengujian didapatkan peningkatan efektifitas kondensor
pada pemakaian kawat lilitan dengan pitch longgar (25 mm dan 50 mm),
sedangkan pada pitch (2 mm) justru terjadi penurunan efektifitas. Hasil ini terjadi
baik pipa kondensor dipasang secara vertikal maupun horizontal
Sukirno (2004), dalam penelitian yang telah dilakukan dengan variasi
panjang terhadap performa alat penukar kalor pipa konsentrik aliran searah dan
berlawanan, yaitu 1m, 2m, 3m, untuk fluida panas menggunakan minyak oli SAE
20W-50 yang berada di luar tube dan fluida dingin menggunakan air yang berada
di dalam tube. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin panjang alat
penukar kalor akan mengakibatkan rugi panas yang terjadi akan semakin besar,
rugi panas yang terjadi dengan panjang 1m untuk aliran searah rugi panasnya
berlawanan diperoleh hasil dimensi alat penukar kalor lebih pendek dibanding
dengan alat penukar kalor aliran searah, disamping itu semakin panjang alat
penukar kalor maka efektivitas penukar kalor akan semakin meningkat, hal ini
dikarenakan semakin bertambah panjang alat penukar kalor maka beda suhu yang
dihasilkan akan semakin besar, hal tersebut menyebabkan laju pendinginan akan
semakin besar.
Rochani, dkk (2005), dalam penelitiannya mengatakan bahwa untuk
meningkatkan kapasitas perpindahan panas dapat dilakukan dengan cara
mengurangi tebal lapisan batas pada aliran, agar nantinya terjadi peningkatan
percampuran fluida yang lebih acak. Pengurangan tebal lapisan batas dapat
meningkatkan kecepatan aliran partikel dan turbulensi. Penelitian dilakukan
dengan cara membuat bentuk alur spiral pada bagian dalam pipa. Tujuannya untuk
mengetahui peningkatan kapasitas perpindahan panas dan penurunan tekanan
yang terjadi pada pipa dengan diameter dalam 11 mm, beralur spiral dengan pitch
9 mm, 12 mm, 15 mm dan 18 mm yang dialiri air dengan bilangan Reynolds
antara 298 – 1815. Sepanjang pipa uji dipanaskan dengan rubber heater dan data
yang diamati adalah temperatur fluida masuk dan keluar, temperatur dinding pipa,
penurunan tekanan dan debit aliran. Hasil penelitian kemudian diverifikasi dengan
penelitian sebelumnya (Sara Rainieri, et al., 1998) dan menunjukkan adanya
peningkatan kapasitas perpindahan panas pada pipa dengan alur spiral dan
penurunan tekanan menjadi lebih besar dengan mengecilnya ukuran pitch alur.
Pipa beralur dengan pitch 9 mm mengalami peningkatan perpindahan panas
Tanti dan Gandidi (2007), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
penukar kalor pipa konsetrik ini dikonstruksi dari dua buah pipa yang sesumbu
dengan diameter 1 inchi untuk pipa bagian luar dan 1/2 inchi untuk pipa bagian
dalam. Data-data yang didapat dengan memvariasikan aliran dalam pipa dan
aliran dalam annulus. Plat sirip bergelombang dengan puncak yang tajam (sharp
ridge) meningkatkan laju perpindahan panas yang mencapai 20.56% dan 7.57 %
dari sirip plat datar dan sirip gelombang dengan puncak yang halus. Koefisien
perpindahan panas dan efektivitas penukar kalor sirip plat gelombang tajam
mengalami kenaikan sebesar 18.38% dan 7.89% dari sirip plat datar dan
gelombang dengan puncak yang halus. Efisiensi sirip gelombang tajam naik
24.60% dan 10.63% dari sirip datar dan gelombang halus. Koefisien perpindahan
panas dan efisiensi plat sirip bergelombang dengan puncak yang halus
masing-masing 12.10%, 9.75% dan 7.89% dari yang bersirip plat datar. plat sirip
bergelombang tajam dan halus juga terjadi kenaikan pressure drop yang
disebabkan oleh hambatan bentuk yang besar dari geometri sirip. Kenaikan ini
mencapai 24.60% dan 10.75% masing-masing untuk plat sirip bergelombang
tajam dan halus dari sirip plat datar. Terakhir, hasil yang telah didapat
menunjukan plat sirip bergelombang dapat digunakan untuk meningkatkan unjuk
kerja termal penukar kalor pipa konsentrik dan sejenisnya seperti shell and tube
heat exchanger dan lain-lain. Sementara itu penelitian terhadap pelat yang dipilin
sebagai pemacu perpindahan kalor aliran fluida dalam pipa juga pernah dilakukan
10
DASAR TEORI
3.1 Alat Penukar Kalor Shell and Tube
Alat penukar kalor jenis shell and tube adalah alat penukar kalor
yang paling banyak digunakan dalam berbagai macam industri dan paling
sederhana dibanding dengan alat penukar kalor lainnya, hal ini karena:
a. Hanya terdiri dari sebuah tube dan shell, dimana tube terletak secara
konsentrik yang berada di dalam shell.
b. Kemampuannya untuk bekerja dalam tekanan dan temperatur yang
tinggi.
c. Kemampuannya untuk digunakan pada satu aliran volume yang besar.
d. Kemampunnya untuk bekerja dengan fluida kerja yang mempunyai
perbedaan satu aliran volume yang besar.
e. Tersedia dalam berbagai bahan atau material.
f. Kontruksi yang kokoh dan aman.
g. Secara mekanis dapat beroperasi dengan baik dan handal (reliability
tinggi).
Pada jenis alat penukar kalor ini, fluida panas mengalir di dalam
tube sedangkan fluida dingin mengalir di luar tube atau di dalam shell.
Karena kedua aliran fluida melintasi penukar kalor hanya sekali, maka
susunan ini disebut penukar kalor satu lintas (single-pass). Jika kedua
aliran searah (parallel flow) gambar 1. Jika kedua fluida itu mengalir
dalam arah yang berlawanan, maka penukar kalor ini bertipe aliran lawan
(counter flow) gambar 2 (Kreith, 1997).
Gambar 1. Pola Aliran Searah (paralel flow)
Gambar 2. Pola Aliran Berlawanan (counter flow)
3.2 Klasifikasi Penukar Kalor
a. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Fluida Yang Mengalir.
1) Dua jenis fluida.
2) Tiga jenis fluida.
3) N-Jenis fluida (N lebih dari tiga).
b. Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi
1) Konstruksi Tubular (shell and tube).
a) Sekat plat.
b) Sekat batang.
Fluida masuk
Fluida keluar
Fluida keluar Fluida
masuk
Fluida masuk
Fluida keluar
Fluida masuk Fluida
c) Kontruksi tube spiral.
2) Konstruksi Dengan Luas Permukaan Diperluas.
a) Sirip plat.
b) Sirip tube.
c. Klasifikasi Berdasarkan Pengaturan Aliran.
1) Aliran berlawanan.
2) Aliran searah.
3) Aliran melintang.
4) Aliran yang dibagi.
Hot Fluid In
Cold Fluid In Cold Fluid Out Cold Fluid In Cold Fluid Out
Hot Fluid In Hot Fluid Out
Hot Fluid Out
( a ) Parallel Flow ( b ) Singgle-Pass Cross Flow
ColdFluid In ColdFluid Out Cold Fluid In ColdFluid Out
Hot Fluid In Hot Fluid Out Hot Fluid In Hot Fluid Out
[image:30.612.144.506.90.643.2]( c ) Counter Flow ( d ) Multi Cross Flow
3.3 Mekanisme Fisik Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan
energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau
material. Perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana
energi panas itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat
meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi
tertentu (Holman, 1993).
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang diakibatkan oleh
perbedaan temperatur (Incropera, 1996). Transfer energi sebagai panas
merupakan suatu sistem yang memiliki temperatur lebih tinggi berpindah
ke sistem yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Perpindahan
temperatur ini akan berhenti apabila kedua sistem telah memiliki
temperatur yang sama. Perpindahan panas ini terjadi melalui tiga cara
yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.
1 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah proses dimana
panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
lebih rendah di dalam satu medium atau antara medium-medium yang
berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1997).
Perpindahan panas konduksi dapat juga didefinisikan sebagai
pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan panas
secara konduksi atau hantaran merupakan satu proses pendalaman karena
aliran energi panas, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah
(Masyithah dan Haryanto, 2006).
Hubungan dasar untuk perpindahan panas dengan cara konduksi
yang diusulkan oleh Fourier, menyatakan bahwa laju perpidahan panas
dengan cara konduksi dalam suatu bahan itu sama dengan hasil kali dari
konduksi termal bahan, luas penampang yang mana panas mengalir
dengan cara konduksi dan gradien suhu pada penampang. Sehingga dapat
dituliskan persamaan untuk perpindahan panas dengan cara konduksi
adalah sebagai berikut: (Kreith, 1997).
dx dT kA
qk =− ... (1)
Dimana:
k
q = Laju aliran panas dengan cara konduksi (Watt).
k = Konduktivitas termal bahan (W/m K).
A = Luas penampang (m2).
dx dT
= Gradien suhu pada penampang (oK).
Tanda minus menunjukan konsekuensi dari kenyataan bahwa panas
mengalir ke arah suhu yang rendah. Proses perpindahan panas konduksi
untuk plat datar yang terdiri dari lebih dari bahan dapat di lihat dari
Gambar 4. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Datar.
Jika gradien suhu pada ketiga bahan adalah seperti terlihat pada
gambar 4, maka perpindahan panas dapat dituliskan sebagai berikut:
(Holman, 1993)
(
Twi Two)
x A k
q ⋅ , − ,
∆ ⋅
= ... (2)
Proses perpindahan kalor konduksi pada tube silindris yang dilalui
oleh fluida panas, maka kalor yang dikandung fluida akan dipindahkan
keluar menurut arah radial sepanjang pipa, hal ini dapat dilihat dari
gambar 5 (Holman, 1993).
Gambar 5. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Silindris.
Maka perpindahan kalor konduksi pada tube silindris dapat ditulis
sebagai berikut: (Holman, 1993).
Tw,i Tw,o
q
(
)
kL r ro i
π 2
/ ln q
q Tw,i
Tw,o
q q
Tw,i
Tw,o
q
Tw,i Tw,o
A k
x
.
[image:33.612.209.466.496.635.2](
)
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
− =
i o
o i
r r
T T kL q
ln 2π
... (3)
2 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konveksi atau aliran adalah pengangkutan ka1or
oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan panas secara
konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya
terjadi di permukaan bahan, jadi dalam proses ini struktur bagian dalam
[image:34.612.220.408.324.442.2]bahan kurang penting (Masyithah dan Haryanto, 2006).
Gambar 6. Perpindahan Kalor Secara Konveksi.
Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu
permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan persamaan sebagai
barikut: (Kreith, 1996).
T A h
qc = c⋅ ⋅∆ ... (4)
Dimana:
c
q = Laju perpindahan panas (Watt).
c
h = Koefisien perpidahan panas konveksi (W/m2 K).
A = Luas penampang (m2).
T
∆ = Beda antara suhu permukaan dengan suhu fluida (K).
Arus bebas Arah
aliran U
U
q
TW X
y
Untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi agak
sedikit rumit, karena harga koefisien perpindahan panas konveksi dalam
sebuah sistem tergantung pada geometri permukaan dan sifat-sifat termal
fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Sehingga koefisien
perpindahan panas konveksi dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut: (Kreith, 1997).
i c
D k Nu
h = ⋅ ... (5)
Dimana:
c
h = Koefisian perpindahan panas konveksi di dalam
tabung (W/m2 oK).
Nu = Bilangan Nusselt.
k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m oK).
Di = Diameter tube (m).
Pada perpindahan panas konveksi paksa di dalam tube banyak
dijumpai dalam aplikasi alat penukar kalor, dari hasil analisa menekankan
hubungan empirik untuk menentukan harga koefisien perpindahan panas
konveksi: (Kreith, 1997).
Aliran di dalam tube
i i
D k Nu
h = ⋅ ... (6)
Aliran pada tubeannulus
h o
D k Nu
Dimana:
i
h = Koefisian perpindahan panas konveksi di dalam
tabung (W/m2 oK).
o
h = Koefisien perpindahan panas konveksi pipa annulus
(W/m2 oK).
Nu = Bilangan Nusselt.
k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m oK).
Di = Diameter tube (m).
Dh = Diameter unulus (m).
Bilangan Nusselt adalah bilangan yang tidak berdimensi yang
berbanding lurus dengan diameter tube dan koefisien panas konveksi dan
berbanding terbalik dengan konduktivitas thermal zat yang mengalir,
dirumuskan: (Holman, 1993).
k D h
Nu= c⋅ ... (8)
Dalam prakteknya, bilangan Nusselt merupakan ukuran untuk
menentukan koefisien perpindahan panas konveksi dapat lebih mudah,
karena jika bilangan Nusselt diketahui maka koefisien perpindahan panas
konveksi dapat dengan mudah dihitung setelah mendapatkan hasil dari
bilangan Reynolds, maka bilangan Nusselt dapat dihitung dengan type
aliran sebagai berikut:
(
)
n Dd
Nu =0,023⋅ Re 4/5⋅Pr ... (9)
Dimana :
Nud = Bilangan Nusselt.
Red = Bilangan Reynolds.
Pr = Bilangan Prandt.
n = 0,3 untuk pendinginan.
n = 0,4 untuk pemanasan.
2) Aliran Laminer didalam Tube, oleh Spang (2004).
(
)
1/3 1/3Pr Re
3,66 ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⋅ ⋅ ⋅ =
L d
Nud d ... 10)
Persamaan di atas berlaku apabila:
3 , 33 L d Pr
Red⋅ ⋅ ≥
Dimana:
d
Nu = Bilangan Nusselt.
d
Re = Bilangan Reynolds.
Pr = Bilangan Prandtl.
d = Diameter tube (m).
L = Panjang tube (m).
3) Aliran Laminer Pada TubeAnnulus.
yaitu dengan cara mengetahui dahulu harga Di/Do. Apabila harga Di/Do
tidak terdapat dalam tabel, maka bilangan Nusselt di cari dengan cara
[image:38.612.184.474.229.363.2]iterasi dari hasil Di/Do (Incropera, 1996).
Tabel 1. Angka Nusselt untuk Aliran Laminar pada Pipa Annulus
dengan Satu Permukaan dengan Temperatur Konstan.
Di/Do Nui Nuo
0
0,05
0,10
0,25
0,50
1,00
---
17,46
11,56
7,37
5,74
4,86
3,66
4,06
4,11
4,23
4,43
4,86
Sumber: Kays and Perkins, in Roshsenow and Hartnett, 1972.
Persamaan 9 dan 10 diasumsikan bahwa aliran yang terjadi
baik di dalam tube dan di tube annulus sudah berkembang penuh.
Meskipun ada teori yang menjelaskan bahwa selalu ada dua bentuk
lapis batas yaitu pada fluks kalor konstan dan pada temperatur dinding
konstan. Masing-masing daerah masuk dibagi dalam dua kategori:
(Hewit, 1994).
a) Daerah Pembentukan Lapis Batas Thermal
Daerah pembentukan lapis batas thermal adalah daerah dari
awal pembentukan lapis batas thermal sampai ke titik pertemuan lapis
batas thermal dengan sumbu pipa. Lapis batas thermal mulai terbentuk
permukaan dalam tube yang temperaturnya berbeda dengan temperatur
[image:39.612.225.490.434.485.2]aliran fluida, gambar 7.
Gambar 7. Lapis Batas Thermal
b) Kombinasi Antara Daerah Pembentukan Lapis Batas Thermal Dengan
Daerah Pembentukan Lapis Batas Hidrodinamik.
Daerah pembentukan lapis batas hidrodinamik adalah daerah
dari sisi tube sampai ke titik pertemuan lapis batas hidrodinamik.
Panjang daerah masuk hidrodinamik adalah daerah yang dihitung
mulai dari daerah sisi masuk tube sampai daerah aliran yang sudah
berkembang penuh secara hidrodinamik, gambar 8.
Gambar 8. Kombinasi Lapis Batas Temperatur Hidrodinamik pada Flukskalor Konstan dan Temperatur Dinding Konstan.
t, constan
x q, constan
a b
q, constan
x
t, constan
3.4 Sirip (fin)
Gambar 9. Berbagai Jenis Muka Sirip.
Untuk memudahkan dalam perhitugan sirip, maka dperlukan
asumsi-asumsi yang diberikan oleh Murray dan Gardner (Kern, 1988), yaitu:
1. Aliran panas dan distribusi temperatur yang melalui sirip tidak
tergantung waktu (steady state).
2. Material dari sirip homogen dan isotropic.
3. Tidak ada sumber panas dari sirip.
4. Konduktifitas panas dari sirip konstan.
5. Koefisien perpindahan panas sama pada sisi masuk sirip.
6. Panas yang dipindahkan lewat sudut luar dari sirip diabaikan
dibandingkan dengan yang melewati sirip.
Gambar 10. Kombinasi Dimensi Analisis Sirip Tranversal dengan Alur Helic.
Dalam hal ini, untuk jenis sirip yang berpenampang lingkaran tidak
diketemukan analisis teorinya. Oleh sebab itu dalam menganalisis sirip
yang berpenampang lingkaran dilakukan dengan cara pendekatan terhadap
penampangnya, yaitu dengan pendekatan penampang segi empat.
Gambar 11. Pendekatan sirip tranfersal penampang segi empat
Untuk mencari efisiensi pada sirip, dicari dulu perpindahan kalor
yang terjadi apabila tanpa sirip. Perpindahan kalor yang terjadi apabila
tanpa sirip dapat didefinisikan sebagai berikut:
qno. f = U . Ano. f . ∆T ... (12)
Dimana :
U = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
Ano. f = Luasan kontak tanpa sirip (m2)
∆T = Beda temperatur (K)
do = Panjang penukar kalor (m)
Untuk mencari perpindahan kalor dengan sirip dan luasan pada sirip
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Afin = 2π
(
r
22−r
12)
+ 2πr
2t ... (14)qf =
q
f⋅ max
η
atau UA
f Tf⋅ ⋅ ⋅∆
η
... (15)ε =
r
r
i f o
f t
,
, 2
1
⋅ +
atau
t k
h t L
⋅ ⋅ ⋅ +
2 1
... (16)
Dimana :
Afin = Luasan pada sirip (m2)
rf,o = Jari-jari luar sirip (m)
rf,I = Jari-jari dasar sirip (m)
t = Tebal sirip (m)
L = Kedalaman sirip (m)
qf = Perpindahan kalor dengan sirip (W/m2)
Gambar 12. Diagram Teoritis Efisensi Sirip Tranfersal dengan Penampang Segi-empat
Tidak semua bagian annulus diselimuti oleh sirip, maka
perumusannya juga lain. Untuk pipa yang tidak diselimuti oleh sirip dapat
dirumuskan sebagai berikut :
s
d
A
un,f =π⋅ f,i⋅ ... (17)T
U
A
q
un,f = ⋅ un,f⋅∆ ... (18)Dimana :
Aun,j = Luasan yang tidak diselimuti oleh sirip (m)
df = Diameter dasar sirip (m)
Perpindahan kalor total pada sirip didefinisikan sebagai berikut:
(
q
q
)
q
tot f =n⋅ unf + f,
, ... (19)
Dimana :
n = Banyaknya siripyang terpasang pada penukar kalor
Peningkatan atau keefektifan dari sirip dapat dihitung dengan rumus:
q
q
q
increase= tot,f − no,f ... (20)Jadi efektifitas dari sirip dapat dirumuskan sebagai berikut:
q
q
f no tot
f tot overall f
. ,
,
, =
ε
... (21)Efektifitas sirip diharapkan sebesar mungkin. Sirip dikatakan efektif
bilamana
Σ
f ≥2 (Incropera Hal. 120, 1996).3.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Koefisien perpindahan panas menyeluruh adalah penjumlahan dari
seluruh koefisien perpindahan panas yang meliputi koefisien perpindahan
panas konduksi, koefisien perpindahan panas konveksi dan koefisien
perpindahan panas radiasi, tetapi karena perpindahan panas radiasi tidak
begitu berpengaruh, maka koefisien perpindahan panas radiasi tidak
dibahas.
Untuk plat datar jika diambil salah satu bagian kecil dari daerah
pertukaran panas yang terkena lingkungan konveksi maka analogi
Gambar 13. Perpindahan Panas Menyeluruh pada Permukaan Data
Dari gambar 13. Terlihat fluida panas A mengalir pada sisi kiri dari
plat sedangkan fluida dingin B mengalir pada sisi kanan plat, perpindahan
panas dinyatakan oleh persamaan berikut: (Holman, 1993).
(
A)
(
)
(
B)
i T T h A T T
x kA T T A h
q ⋅ − = ⋅ ⋅ −
∆ = − ⋅ ⋅
=` 1 1 2 2 2 ... (22)
Proses perpindahan panas dapat digambarkan dengan jaringan
tahanan listrik seperti pada gambar 13. Perpindahan panas menyeluruh
dapat dihitung dengan jalan membagi beda temperatur menyeluruh dengan
jumlah tahanan thermal, maka perpindahan panas dihitung dengan
persamaan berikut: (Holman, 1993).
A h kA x A h T T
q A B
2 1 1 1 + ∆ + −
= ... (23)
hA
1
digunakan untuk menunjukan tahanan konveksi. Aliran panas
menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi bisa
dinyatakan dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh, U: (Holman,
1993).
Tw,i Tw,o
T∞i Tw,i Tw,o
i iA h 1 o oA h 1 kA x ∆
T∞,i
menyeluruh T A U
q= ⋅ ⋅∆ ... (24)
Dengan menggunakan persamaan 24, maka koefisien perpindahan
panas menyeluruh adalah sebagai berikut: (Holman, 1993).
2 1 1 1 1 h k x h U + ∆ +
= ... (25)
Dimana:
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2 K).
h = Koefisien perpidahan panas konveksi (W/m2 K).
A = Luas penampang (m2).
T = Temperatur (oK).
k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m K).
x
∆ = Tebal dinding (m).
Perhatikan bahwa dalam hal ini luas bidang konveksi tidak sama
untuk kedua fluida, maka luas bidang tergantung dari diameter dalam
tabung dan tebal dinding. Maka perpindahan panas menyeluruh dapat
dinyatakan sebagai berikut: (Holman, 1993).
(
)
o o i o i i B A A h kL r r A h T T q 1 2 / ln1 + +
− = π ... (26) Dimana: o
r = Jari-jari shell (m)
Sebagaimana dalam pengujian ini menggunakan sirip untuk proses
penukaran kalor maka dari persamaan 26, dengan adanya modifikasi
penambahan sirip (fin). Adapun rumus perhitungan untuk luasan sirip
sebagai berikut: (Kern, 1988).
Afin = 2π
(
r
r
)
2 1 2
2− + 2π
r
2t ... (27)Sehingga perpindahan panas secara menyeluruh dengan penambahan
sirip dapat dinyatakan sebagai berikut: (Kern, 1988)
(
)
(
)
o oi o i i B A A h kL r r A h T T q
r
r
r
1 t 2 + 2 2 / ln 1 2 2 1 2 2 + − + + − = π π π ... (28)Sesuai dengan jaringan tahanan thermal seperti pada gambar 14,
[image:47.612.199.429.417.656.2]besarnya Ao dan Ai adalah luas permukaan bagian luar dan bagian dalam.
Gambar 14. Aliran Panas Satu Dimensi melalui Silinder Berlubang
TB TA ho hi q besi baja tembaga ro ri uap panas air dingin T1 T2
TA T1 T2 TB
i i A h.
1 ( )
Maka koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk bagian dalam
tube (UI) dan bagian luar tube (Uo) adalah: (Incropera, 1996).
o o i o f o i i o i i f i i h r r R r r r r k r R h U 1 ln 1 1 , . ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + +
= ... (29)
i i o i f i o i o o o f o o h r r R r r r r k r R h U 1 ln 1 1 , , ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + +
= ... (30)
Dimana:
Rf,o : faktor kotoran di luar tube (m2⋅K/M ).
Rf,i : faktor kotoran di dalam tube. (m2⋅K/M ).
Permukaan bagian dalam pipa dianggap licin tanpa ada faktor kotoran diluar
dan didalam Tube.
3.6 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah parameter tidak berdimensi untuk
menentukan apakah aliran yang terjadi laminer atau turbulen yang
tergantung dari besarnya bilangan tersebut. Sebuah aliran dikatakan
laminer jika fluida bergerak secara lapisan-lapisan secara teratur atau nilai
bilangan Reynoldsnya kurang dari 2000, (Kreith, 1997). Dan daerah
bilangan Reynolds antara 2100 sampai 4000 terjadi peralihan dari aliran
laminer ke aliran turbulen aliran ini disebut aliran peralihan (transisi).
Sedangkan aliran dikatakan turbulen jika fluida bergerak dengan tidak
menentu ditandai dengan timbulnya ulakan-ulakan pada aliran atau nilai
sifat dari aliran tersebut laminer atau turbulen ditunjukkan dengan
bilangan Reynolds (Re) yang dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
(Kreith, 1997).
µ
ρ v D
Re= ⋅ ⋅ ... (31)
Dimana:
Re = Bilangan Reynolds.
ρ = Massa jenis (kg/m3).
v = Kecepatan (m/s).
µ
= Viskositas dinamis fluida (kg/m s).D = Diameter (m).
Untuk memperlukan kecepatan rata-rata maka diperoleh dengan
persamaan:
A Q
v= ... (32)
Dimana:
=
v Kecepatan (m/s).
=
Q Debit aliran fluida (m3/s).
=
A Luas penampang (m2).
Untuk diameter pada annulus diperoleh dengan persamaan: (Kreith,
1997).
(
)
o io i
2 i 2 o
h D D
D D
) D D ( ) 4 / ( 4
D = −
+ − =
π π
... (33)
h
D = Diameter annulus (m).
o
D = Diameter shell (m).
i
D = Diameter tube (m).
3.7 Kesetimbangan Kalor
Sesuai dengan hukum kesetimbangan kalor, bahwa kalor yang
masuk ke dalam suatu sistem sama dengan kalor yang keluar dari sistem,
hal ini dapat dilihat pada gambar 15.a. maka persamaan dapat ditulis
sebagai berikut: (Incropera, 1996).
qc =qh
(
co ci)
h ph(
hi ho)
c p
c c T T m c T T
m ⋅ , ⋅ , − , = ⋅ , ⋅ , − , ... (34)
Dimana:
qc = kalor yang masuk ke sistem (Watt)
qh = kalor yang keluar ke sistem (Watt)
c .
m = kapasitas aliran fluida dingin (kg/s)
cp,c = panas spesifik fluida dingin (J/kg K)
Tc,i = temperatur fluida dingin yang masuk kondensor (oC)
Tc,o = temperatur fluida dingin yang keluar kondensor (oC)
h .
m = kapasitas aliran fluida panas (kg/s)
cp,h = panas spesifik fluida panas (J/kg K)
Th,i = temperatur fluida panas yang masuk kondensor (oC)
a
b
[image:51.612.191.458.100.445.2]Gambar 15. Kesetimbangan Kalor antara Dua Fluida Kerja dan Distribusi Temperatur dalam Kondensor Lintas Tunggal.
Gambar 15.a, menunjukan distribusi perubahan temperatur yang
terjadi pada kedua fluida dalam penukar kalor shell and tube pipa
konsentrik, karena temperatur dari fluida kerja yang berada di dalam
penukar kalor pada umumnya tidak konstan tetapi temperaturnya selalu
berbeda dari satu titik ke titik lainnya pada waktu kalor mengalir dari fluida
yang lebih panas ke fluida yang lebih dingin. Tetapi perlu diperhatikan
bahwa pada gambar 15.b, terlihat bahwa distribusi temperatur aliran fluida
panas yang mengalir disepanjang lintasan tidak mengalami perubahan
temperatur tetapi mengalami perubahan fasa yaitu perubahan dari fasa uap Th,i
∆T Tc,o
Tc,i
Th,o
∆T1 ∆T
2
qc
qh
Tc,i c .
m Th,i
Th,o h
.
m
menjadi fasa cair. Sehingga persamaan untuk kesetimbangan kalor dapat
ditulis sebagai berikut:
qc =qh
(
co ci)
h ph(
hi ho)
c p
c c T T m c T T
m ⋅ , ⋅ , − , = ⋅ , ⋅ , − ,
(
co ci)
h f gc p
c c T T m h
m ⋅ , ⋅ , − , = ⋅ , ... (35)
Dimana:
hf,g = kalor penguapan (kJ/kg)
3.8 Daya Pompa
Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu
daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya daya masuk pompa
dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik dan kuat arus yang terjadi,
sehingga daya pompa dapat ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya
keluar pompa dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal
ini adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pin = V . I ... (36)
Pout = vf . ∆P . mc ... (37)
Dengan:
Pin = daya masuk pompa (Watt)
Pout = daya keluar pompa (Watt)
V = tegangan (Volt)
vf = volume spesifik (m3/kg)
I = kuat arus (Ampere)
35
4.1 Diagram Alir Penelitian
[image:53.612.210.444.232.609.2]
Gambar 16. Diagram Alir Penelitian
Perencanaan dan pembuatan model heat exchanger
MULAI
Pengujian
Variabel bilangan Reynolds fluida dingin 2000, 4000, 6000, 8000, 10000
Pembuatan laporan
SELESAI
Pengolahan data dan penarikan kesimpulan Pengaruh variasi bilangan Reynolds terhadap: 1. Kapasitas kondensat
4.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian
Dalam penelitian bahan yang digunakan adalah fluida air baik untuk
fluida panas maupun fluida dingin. Spesifikasi dari fluida yang digunakan
adalah:
1 Fluida dingin yang mengalir dalam kondensor adalah air yang diambil
langsung dari sumber air.
2 Fluida panas yang digunakan adalah uap dari hasil pemanasan air yang
berada didalam bejana.
4.3 Alat-Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian
1 Unit Model Heat ExchangerConcentric Tube Dengan Posisi Horizontal
Gambar 17. Model Heat ExchangerConcentric Tube
Keterangan gambar 17 :
a Pipa tembaga dengan panjang 3200 mm, diameter luar25,7 mm dan
diameter dalam 23,5 mm, yang digunakan sebagai tube.
b Pipa baja karbon dengan panjang 3000 mm, diameter luar 50,6 mm
c Kawat yang digunakan sebagai spiral pengarah aliran dengan
diameter 5 mm, pitch 60 mm.
2 Unit Instalasi Eksperimen
Keterangan gambar 18 :
A. Bejana
B. Bak hasil kondensat
C. Flowmeter
D. Selang Radiator
E. Kondensor
F. Pompa Air
G. Bak air
H. Bak air bekas kondensasi
3 Bejana
Gambar 19. Bejana
4 Tabung Bahan Bakar Apollo Kapasitas 8 L
Gambar 20. Tabung Bahan Bakar
5 Kompresor Tangan Merk Vitech
6 Multimeter Digital Dan Selektor Tipe Omega 405 A
Gambar 21. MultMeterDigital dan Selektor
7 Electric Pump Model D 9126 BIT Merk Shimizu
Gambar 22. Pompa Air
Selektor
8 Pipa PVC
Gambar 23. Pipa PVC
[image:58.612.190.515.149.350.2]9 FlowmeterMerk Water Flow
Gambar 24. Flowmeter Air
Pengukuran debit aliran fluida dingin menggunakan alat ukur
flow meter, yang ditempatkan pada bagian masuk kondensor yang
dihubungkan dengan pipa PVC.
[image:59.612.226.508.471.672.2]10 Termokopel tipe K, seri 66 K 24
Gambar 25. Termokopel
11 Kompor Dua Buah
Gambar 26. Kompor
12 Skema Penelitian
Gambar 27. Skema Penelitian
a Aliran Fluida Panas
Untuk fluida panas, uap hasil pemanasan dari bejana langsung mengalir
ke kondensor yang dapat ditunjukan dengan anak panah yang berwarna
merah.
b Aliran Fluida Dingin.
Untuk fluida dingin, pipa yang digunakan untuk meneruskan
aliran fluida dingin dari bak air ke kondensor menggunakan pipa PVC
dengan diameter 25,9 mm. Untuk aliran fluida dingin yang berada di
kondensor menggunakan pipa baja karbon dengan diameter luar 50,6
untuk pengujian aliran berlawanan (counter flow) saja, dan arah aliran
dapat ditunjukan dengan anak panah yang berwarna biru.
Pada sistem perpipaan fluida dingin ini terdapat dua buah katup
yang digunakan untuk mengatur aliran fluida dingin, katup K1
merupakan katup masuk yang digunakan untuk mengatur besar kecilnya
debit fluida dingin yang akan memasuki kondensor, katup K2 merupakan
katup keluar yang digunakan untuk menjaga keseimbangan antara debit
aliran fluida dingin dengan kemampuan motor pada pompa, sehingga
motor pada pompa tidak akan mengalami beban yang berlebih.
c Avometer
Alat ini digunakan untuk megetahui besarnya tegangan listrik
dan kuat arus yang akan digunakan untuk menghitung besarnya daya
pompa ketika pompa bekerja.
d Flowmeter
Pengukuran debit aliran fluida dingin menggunakan alat ukur
flowmeter, yang ditempatkan pada bagian masuk kondensor yang
dihubungan dengan pipa PVC.
e Termokopel
Pengukuran temperatur aliran dari fluida kerja menggunakan
termokopel tipe K, dimana untuk mengetahui temperatur itu dilengkapi
dengan satu set multimeter digital sebagai termokopel reader sebagai
dispay data yang diperoleh. Pengukuran ini dilakukan pada enam titik
Gambar 28. Skema Penempatan Termokopel
4.4 Tempat Pengujian dan Pengambilan Data
Pengujian dilakukan di laboratorium Konversi Energi Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pengujian dilakukan untuk aliran berlawanan dengan 5 macam variabel
bilangan Reynolds yaitu 2000, 4000, 6000, 8000 dan 10.000. Dan
pengambilan data dilakukan secara serentak dengan interval waktu 5 menit
dalam satu kali pengambilan data selama 25 menit. Data-data yang diambil
adalah temperatur masuk fluida panas (Th,i), temperatur masuk fluida dingin
(Tc,i), temperatur keluar fluida panas (Th,o), temperatur keluar fluida dingin
(Tc,o), temperatur luar pipa tembaga (Tw,luar), temperatur dalam pipa tembaga
4.5 Tahapan Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam melakukan penelitian
dan untuk mengetahui performa dari suatu alat penukar kalor pipa
konsentrik aliran berlawanan arah (counter flow), maka dilakukan beberapa
tahapan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1 Pastikan sudah tidak ada kebocoran pada instalasi percobaan.
2 Nyalakan kompor untuk proses pemanasan air dalam bejana hingga
temperatur air dalam bejana mencapai 100 oC.
3 Hidupkan pompa.
4 Atur aliran air menggunakan katup masuk dan katup keluar sesuai
dengan variabel aliran dengan mengamati skala flowmeter.
5 Pengujian dapat dimulai setelah proses pemanasan air sudah mendidih
sempurna atau temperatur air dalam bejana sudah mencapai 100 oC.
6 Amati temperatur dinding, temperatur fluida dingin dan temperatur
fluida panas dengan menekan tombol-tombol selektor masing-masing
47
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data–data yang diperoleh baik dari hasil eksperimen yang sudah
dilakukan, data–data dimensi dari penukar kalor dan data–data dari sifat–sifat fluida
kerja, maka akan dilakukan analisa perhitungan perpindahan panas yang terjadi antara
fluida panas (uap) dan fluida dingin (air) berdasarkan kesetimbangan panas.
5.1
Data Dimensi Alat Penukar Kalor
Data–data fisik dari penukar kalor pipa konsentrik adalah sebagai berikut :
Diameter
luar
shell
(D
o)
: 0,0506 m
Diameter
shell
(D
i)
:
0,0497
m
Diameter
luar
tube
(d
o)
: 0,0257 m
Diameter
dalam
tube
(d
i)
: 0,0235 m
Diameter kawat spiral (d
k)
: 0,0050 m
Jarak antar lilitan /
pitch
(z)
: 0,0600 m
Panjang penukar kalor (L)
: 3 m
Konduktivitas
tube
tembaga (k)
: 386 W/m
oC
5.2
Data Hasil Pengujian
a.
Data hasil pengujian kapasitas aliran dan temperatur aliran dapat dilihat
[image:65.612.97.550.222.596.2]pada table 2.
Tabel 2. Data hasil pengujian kondensor tipe konsentrik ganda
dipasang secara seri
Eksp. t (s)
Kondensor bawah Kondensor atas
h
m •
. 10-3 (kg/s)
∆p
(Pa)
Tci,1
(°C)
Tco,1
(°C) Thi,1
(°C)
Tho,1
(°C) Tci,2
(°C) Tco,2
(°C)
Thi,2
(°C)
Tho,2
(°C)
5.1
Analisa Perhitungan
a.
Eksperimen 1 pada Bilangan
Reynolds
Fluida Dingin 2.760
1)
Perhitungan Temperatur Keluar Fluida Dingin Teoritis (T
co, t).
Perhitungan temperatur keluar fluida dingin teoritis dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan kesetimbangan panas, karena
ada dua variabel yang belum diketahui, maka dilakukan suatu metode
iterasi agar besarnya kalor yang masuk sama dengan kalor yang keluar.
Sehingga:
h
c
q
q
=
m
c⋅
c
p,c⋅
(
T
co,t−
T
ci,eksp)
=
m
h⋅
h
f,g0,0253⋅cp,c⋅
(
Tco,t −30.00)
=2,461⋅2436,56×1030
,
0253
⋅
4174
,
189
⋅
(
86
,
78
−
30
,
00
)
=
2
,
461
⋅
2436
,
56
×
10
35996,365 = 5996,374 W
2)
Perhitungan Pelepasan Kalor Yang Keluar Ke Lingkungan.
(
cot coekp)
c p c
L
m
c
T
T
q
=
⋅
,⋅
,−
,=0,0253⋅4.183,484⋅
(
86,78−31,07)
3)
Propertis Fluida Dingin Pada Temperatur Rata-Rata.
2
, , , eksp ci t co t cmT
T
T
=
+
2
00
,
3
78
,
86
+
=
=
58
,
39
oC
=
331
,
39
K
Tabel A.6.
3
f
1
.
016556
10
V
=
×
−(m
3/kg)
556
,
4184
c
p,c=
(J/kg K)
6
f
478
,
992
10
−
×
=
µ
(N s/m
2)
3
f
651
,
668
10
k
=
×
−(W/m K)
074
p
r,f=
3
,
4)
Propertis Fluida Panas Pada Temperatur Rata-Rata.
2 ho hi hm T T
T = +
2
09
,
30
61
,
95
+
=
=
62
,
85
oC
Tabel A.6.
8605
,
6
V
g=
(m
3/kg)
3 g
f, 2351,96 10
h = ×
(J/kg)
6
g 10,524 10
−
× =
µ
(N s/m
2)
3
g 22,051 10
k = × −
(W/m K)
917
,
0
p
r,g=
5)
Perhitungan Bilangan
Reynolds
Teoritis Fluida Dingin.
µ
ρ
U
mD
hRe
=
⋅
⋅
Dimana:
A
Q
U
cm
=
( )
1 fc c
V m
Q = −
(
3)
110
016556
,
1
0253
,
0
− −×
=
=
2
,
535
×
10
−5m
3/s
Sehingga:
A
Q
U
c m=
(
2)
5
024
,
0
4
1
10
535
,
2
⋅
⋅
×
=
−π
Jadi besarnya bilangan
Reynolds
teoritis fluida dingin adalah:
µ
ρ
U
mD
hRe
=
⋅
⋅
(
)