• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu Kab. Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu Kab. Langkat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrologi

Hidrologi merupakan tahapan awal perecanaan suatu rancang bangunnan dalam suatu DAS untuk memperkirakan besarnya debit banjir yang terjadi didaerah tersebut. Pada saat air hujan jatuh ke bumi, sebagian air jatuh langsung ke permukaan bumi dan ada juga yang terhambat oleh vegetasi (Intersepsi). Intersepsi memiliki 3 macam, yaitu interception loss, through fall, dan stem flow. Interception loss adalah air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum sampai mencapi tanah sudah menguap. Through fall adalah air hujan yang tidak langsung jatuh ke bumi, tetapi terhambat oleh dedaunan terlebih dahulu. Stem flow adalah air hujan yang jatuh ke vegetasi dan mengalir melalui batang vegetasi tersebut.

(2)

Air yang jatuh di permukaan sebagian ada yang mengalami infiltrasi atau diserap oleh tanah. Kapasitas infiltrasi tergantung dari tekstur tanah, vegetasi, lengas tanah, kemiringan lereng, dan waktu. Air tersebut memasuki celah-celah batuan yang renggang di dalam bumi atau mengalami perkolasi untuk mengisi persediaan air tanah. Air tanah dapat muncul ke permukaan tanah karena air memiliki kapilaritas yang tinggi. Dalam air tanah ada zona aquifer (zona penahan air) yaitu menyediakan simpanan air yang besar yang mengatur siklus hidrologi dan berpengaruh pada aliran air. Air tanah juga dapat menyuplai debit air sungai apabila jalur air tanah terputus oleh jalur sungai. Air tanah dapat berkurang apabila digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari.

Selain itu, air yang langsung jatuh ke permukaan tanah langsung mengisi channel storage contohnya sungai, danau, dan bendungan lalu menjadi run off. Tipe-tipe aliran adalah over land flow, through flow, dan base flow. Over land flow terjadi apabila ketika kapasitas presipitasi melebihi batas infiltrasi. Through flow adalah air perkolasi yang bergerak di zona perkolasi yang bergerak pada horizon tanah. Baseflow adalah air yang bergerak di atas aliran air untuk pengukuran muka air. Channel storage ini mengalami infiltrasi untuk mengisi persediaan air tanah apabila dasar suatu channel storage jaraknya jauh dari tempat persediaan air tanah. Sebagian air pada channel storage mengalami evaporasi kembali karena pengaruh panas matahari.

(3)

melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar (2.1) berikut merupakan gambar siklus hidrologi.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

2.1.1 Curah Hujan

(4)

atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.

1. Rata-rata aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi.

d = d1+d2+d3+ … + dn

n = ∑ di

n n

i=1 (2.1)

di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

2. Cara Poligon Thiessen

(5)

Gambar 2.2 Poligon Thiessen pada DAS Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(2.2) (2.3)

dimana d = tinggi curah hujan rerata daerah (mm), dn = hujan pada pos penakar hujan (mm), An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2), dan A = luas total DAS (km2).

3. Cara isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada Gambar (2.3) berikut.

(6)

Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yeng berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut:

(2.4)

(2.5)

di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A1 + A2 + A3 + ...+ An, dan d0, d1, ..., dn = curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n.

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik).

2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C) Gumbel, (D) Log Pearson Type III.

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx (2.6)

Dimana:

(7)

X : Harga rata–rata dari data

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss

B. Distribusi Log

Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X (2.7)

Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

(8)

Sumber: Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 37

C. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = LogX + Ktr. S1 (2.10)

Dimana:

(9)

Dimana:

Cs = Koefisien kemencengan

Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log Pearson III

2.1.3 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:

(10)

1. Uji Chi Kuadrat

Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut:

(2.11)

di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan α. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:

DK = JK - (P + 1) (2.12)

Dimana :

DK = derajat kebebasan JK = jumlah kelas

P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2)

D. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

XT= X + K.Sx (2.8)

Dimana:

(11)

Sx : Standard Deviasi

1 n

X X

n

1 i n

1 2 i

− −

=

K : Variabel reduksi

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:

K

n n T

S Y

Y −

= (2.9)

Dimana:

YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

Tabel 2.5 Reduksi Variat

(YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

Sumber: Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 51

(12)

Tabel 2.6 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

2.1.4 Uji Smirnov Kolmogorof

Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut:

a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan menggunakan persamaan Weibull:

(

n 1

)

x 100% m

P

+

= (2.13)

Dimana:

m = nomor urut dari nomor kecil ke besar n = banyaknya data

b. Tarik garis dengan mengikuti persamaan:

LogXT =logX+G .Sd (2.14)

(13)

Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris:

∆max = Pe-Pt (2.15)

Dimana:

max

∆ = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis, Pe = peluang empiris, dan Pt = peluang teoritis

c. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat diterima.

2.2 Hidrograf Satuan Sintetik

Di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini diberikan beberapa metode yang biasa digunakan dalam menurunkan hidrograf banjir.

2.2.1. Hidrograf satuan Sintetik Snyder

Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat telah mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran.

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan :

(14)

L= Panjang aliran utama (km)

LC= Jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran utama

Dengan unsur-unsur tersebut Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut :

tp = Ct (L. Lc) (2.28)

5, 5

p r

t

t = (2.29)

.A 2, 78 p

p

p

C Q

t

= (2.30)

72 3

b p

T = + t (2.31)

dimana:

tp : Waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak dalam jam

tr : Lama curah hujan efektif

Qp : Debit maksimum total

Tb : Waktu dasar hidrograf

Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

 Keterlambatan DAS (basin lag)

(15)

dimana :

Ct : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang sama

 Menghitung debit puncak per satuan luas dari hidrograf satuan standar :

(2.33)

dimana :

Cp : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang sama

Harga L dan Lc diukur dari peta DAS untuk menghitung Ct dan Cp pada DAS yang terukur. Berdasarkan hidrograf satuan yang diturunkan dapat diperolrh durasi efektif tR dalam jam, kelambatan DAS tpR dalam jam. Jika maka :

tr = tR

tp = tpR dan qp = qpR

Jika tpR jauh dari 5,5 tR, maka kelambatan DAS standar adalah :

(2.34)

Dan persamaan (2.29) dan (2.33) diselesaikan untuk mendapatkan nilai tr dan tp. Nilai Ct dan Cp kemudian dihitung dari persamaan (2.32) dan (2.33).

Lamanya hujan efektif tr ‘=tp/5,5 dimana tr diasumsi 1 jam. Jika tr’ > tr ( asumsi), dilakukan koreksi terhadap tp

2, 75.Cp q =p

tp

t = 5, 5 tp r

t tr- R t = t R +p p

(16)

'p p 0, 25( 'r R)

Menentukan grafik hubungan antara Qp dan t (UH) berdasarkan persamaan Alexseyev sebagai berikut :

.

(17)

Y : Perbandingan debit periode hidrograf dengan debit puncak

X : Perbandingan waktu periode hidrograf dengan wktu mencapai puncak banjir

Setelah λ dan a dihitung, maka nilai y untuk masing-masing x dapat dihitung (dengan membuat table), dari nilai-nilai tersebut diperoleh t=xTp dan Q=y.Qp , selanjutnya dibuat grafik hidrograf satuan.

2.2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan umum Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut:

)

C = koefisien pengaliran

(18)

A = luas DAS (km2)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak, tg= waktu konsentrasi (jam),

tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam, α = parameter hidrograf, bernilai antara 1.5 – 3.5, Qt = debit pada saat t jam (m3/det), dan L = panjang sungai (m).

Gambar (2.5) merupakan contoh gambar hidrograf nakayasu berupa hubungan antara waktu dengan debit puncaknya.

Gambar 2.4 Model Hidrograf Nakayasu 0,3 Qp

0,32 Qp 0,8 Tr tg

Qp

LengkungNaik Lengkung Turun

Tp T0,3 1,5 T0,3

Tr

Q

(19)

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam hidrograf nakayasu adalah:

2.2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I

Kajian sifat dasar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gamma I adalah hasil penelitian 30 buah daerah aliran sungai di Pulau Jawa. Sifat-sifat daerah aliran sungai dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:

a. Faktor sumber (source factor, SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.

(20)

c. Faktor simetri (symmetry factor, SIM), ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DPS sebelah hulu (RUA).

d. Faktor lebar (width factor, WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran.

e. Luas relatif DPS sebelah hulu (relative upper catchment area), yaitu perbandingan antara luas DPS sebelah hulu garis yang ditarik terhadap garis yang mengubungkan titik tersebut dengan tempat pengukuran dengan luas DPS.

Jumlah pertemuan sungai (number of junction, JN). Gambar (2.4) berikut merupakan model parameter karakteristik DAS Metode Gamma I. Untuk X ~ A = 0,25 L, X ~ B = 0,75 L, dan WF = WU/WL

Gambar 2.5 Model Parameter Karakteritik DAS Metode Gamma I

Rumus-rumus yang digunakan dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:

B = 1,5518 N-0,14991 A-0,2725 SIM –0,0259 S-0,0733 (2.49)

dimana :

N = jumlah stasiun hujan,

A = luas DAS (km2)

A

B WL

(21)

SIM = faktor simetri,

S = landai sungai rata-rata

B = koefiesien reduksi.

Menghitung waktu puncak HSS Gamma I (tr) dengan rumus berikut:

tr = 0.43 ( L/ 100 SF) 3 + 1.0665 SIM + 1.277 (2.50)

dimana :

tr = waktu naik (jam)

L = panjang sungai induk (km)

SF = faktor sumber

SIM = faktor simetri.

Menghitung debit puncak banjir HSS Gamma I (Qp) dengan rumus berikut:

Qp = 0,1836 A0,5884 JN0,2381 tr-0,4008 (2.51)

dimana :

Qp = debit puncak (m3/det), dan JN = jumlah pertemuan sungai.

Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gamma I (tb) dengan rumus berikut: tb = 27,4132 tr0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574 (2.52)

dimana :

S = landai sungai rata-rata

(22)

RUA = luas relatif DPS sebelah hulu (km2).

Menghitung koefisien tampungan (K) pada metode ini dihitung dengan rumus:

K = 0,5671 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452 (2.53)

dimana :

K = koefisien tampungan (jam) A = luas DPS (km2)

S = landai sungai rata-rata SF = faktor sumber (km/km2)

D = kerapatan jaringan kuras (km/km2). Menghitung aliran dasar sungai dihitung dengan rumus:

QB = 0,4751 A0,6444 D0,9430 (2.54)

dimana :

QB = aliran dasar (m3/det) A = luas DPS (km2)

D = kerapatan jaringan kuras (km/km2).

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
Gambar 2.3 Peta Isohyet
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss
Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log Pearson III
+5

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi dan Minat

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W2, 2013 UAV-g2013, 4 – 6 September 2013, Rostock, Germany... The camera

Keluaran Terlaksananya kordinasi dan konsultasi intern 1 Tahun Hasil Meningkatnya pengkoordinasian pelaksanaan.

Dikarenakan web server dirancang untuk menampilkan data, dimulai dari teks, hypertext , gambar, yang merupakan keunggulan dari web sehingga web tidak hanya dapat

Hasil penelitian menunjukan bahwa sosialisasi perpajakan yang dilakukan KPP Pratama Ciamis baik langsung maupun tidak langsung sudah dikelola dengan baik.. Hal tersebut

Terd olaha olaha umu Untuk lebih omena loka nsentrasi di mendekati p Bahan B duk makanan ung, marnin erkonsentras wilayah Pati, ntah bebera oin, diantara mpok wilay gi

Guru yang efektif harus mampu melakukan teknik overlappingness. Artinya guru, mampu melakukan lebih dari satu kegiatan sekaligus saat melaksanakan model

Bioteknologi bidang kedokteran merupakan salah satu pokok bahasan dalam mata kuliah Bioteknologi yang terus ditingkatkan kualitas pembelajarannya. Dengan demikian