• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi 4.1.1.1. Visi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi 4.1.1.1. Visi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam Bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan setelah peneliti melakukan uji lapangan mengenai Studi Efek Tontonan Sinetron Anak Langit Terhadap Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA N 3 Temanggung. Dari hasil penelitian ini akan dijelaskan mengenai karakteristik responden, variabel, dan uji hipotesis dalam menjawab rumusan masalah

4.1. Gambaran Umum SMA N 3 Temanggung 4.1.1. Visi dan Misi

4.1.1.1. Visi

“Terwujudnya Insan Yang Unggul Dalam Prestasi dan

Pakarti Serta Bertanggung Jawab Terhadap Lingkungan”

4.1.1.2. Misi

1. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama dan budaya bangsa

2. Meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan agar memiliki kompetensi dan tanggung jawab dalam mencapai prestasi optimal

3. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisien

4. Menumbuhkan semangat bersaing secara sehat bagi seluruh insan sekolah

5. Mengembangkan potensi setiap insan sekolah secara optimal

6. Menerapkan menejemen partisipatif dalam pengelolaan sekolah

(2)

8. Meningkatkan kemampuan setiap insan sekolah dibidang Iptek

9. Mewujudkan lulusan berkualitas yang menuju ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi

10.Mengintegrasikan wawsan lingkungan dalam kegiatan pembelajaran

11.Mendorong penerapan prinsip upaya pelestarian fungsi lingkungan

12.Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dalam kehidupan sehari-hari

13.Menumbuhkan sikap bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah

4.1.2. Tujuan

1. Tersedianya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional

2. Terlaksananya Proses Belajar Mengajar secara efektif dan efisien

3. Terwujudnya suasana kompetitif dan kondusif dalam kegiatan pembelajaran

4. Meningkatnya potensi peserta didik dalam bidang akademik dan non-akademik

4.1.3. Keadaan Umum Sekolah

(3)

macam pohon dan tumbuhan yang bisa membuat siswa dan siswi merasa nyaman saat melakukan proses belajar mengajar.

SMA Negeri 3 merupakan salah satu sekolah menengah favorit selain SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2. Namun masyarakat sudah mengenal dan termindset bahwa kedisiplinan yang ada pada SMA ini berada dibawah kedua SMA Negeri lainnya yaitu SMA Negeri 1 dan 2. Kerap terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh para siswa dan siswi diantaranya bermain handphone saat proses belajar mengajar, merokok di kawasan sekolah, membolos, dan lain-lain. Namun demikian, masih banyak juga siswa SMA Negeri 3 Temanggung yang berprestasi dan mampu mengharumkan nama SMA Negeri 3 Temanggung. Selain itu nama SMA Negeri 3 Temanggung semakin harum dengan diraihnya Adiwiyata peringkat ke 3 se Jawa Tengah.

4.2. Karakteristik Responden

Sebelum peneliti melakukan analisis data, pertama akan dipaparkan mengenai karakteristik responden untuk mengetahui gambaran umum tentang responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Karakteristik responden ini meliputi jenis kelamin, uang saku, dan latar belakang pekerjaan orang tua.

4.2.1. Frekuensi Menonton

Frequency Percent

2 kali 7 10,0

2 sampai 3 kali 15 21,4

3 sampai 4 kali 15 21,4

Lebih dari 4 kali 33 47,1

Total 70 100,0

Tabel 4.1

(4)

Terlihat pada tabel 4.1 di SMA N 3 Temanggung bahwa siswa yang menonton tayangan sinetron Anak Langit dalam 2 kali atau lebih dari 2 kali dalam seminggu sebanyak 63 siswa (89,9%). Dapat diartikan bahwa dari 70 responden, sebagian besar dari mereka termasuk sebagai heavy viewers atau tipe penonton berat. Sisanya dari itu sebanyak 7 responden (10,0%) merupakan light viewers atau tipe penonton ringan.

4.2.2. Jenis Kelamin Responden

Gambar 3

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : Data Primer 2017

(5)

4.2.3. Crosstab Frekuensi Menonton Dengan Jenis Kelamin

Frekuensi Menonton Responden

JENIS KELAMIN TOTAL

Laki-laki Perempuan

2 kali n 2 5 7

% of Total 2,9% 7,1% 10,0%

2 sampai 3 kali n 9 6 15

% of Total 12,9% 8,6% 21,4%

3 sampai 4 kali n 11 4 15

% of Total 15,7% 5,7% 21,4%

Lebih dari 4 kali n 3 30 33

% of Total 4,3% 42,9% 47,1%

Total Count 25 45 70

% of Total 35,7% 64,3% 100,0%

Tabel 4.2

Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton dan Jenis Kelamin Sumber : Data Primer 2017

(6)

4.2.4. Uang Saku

Gambar 4

Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Uang Saku Sumber : Data Primer 2017

(7)

4.2.5. Crosstab Frekuensi Menonton Dengan Uang Saku

Uang Saku Responden

FREKUENSI TOTAL

2 kali 2 - 3 kali 3 - 4 kali >4 kali

45.000 - 70.000 Count 1 4 2 3 10

% of Total 1,4% 5,7% 2,9% 4,3% 14,3%

75.000 - 100.000 Count 4 4 5 15 28

% of Total 5,7% 5,7% 7,1% 21,4% 40,0%

120.000 - 175.000 Count 1 4 4 8 17

% of Total 1,4% 5,7% 5,7% 11,4% 24,3%

200.000 - 500.000 Count 1 3 4 7 15

% of Total 1,4% 4,3% 5,7% 10,0% 21,4%

Total Count 7 15 15 33 70

% of Total 10,0% 21,4% 21,4% 47,1% 100,0%

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton dan Uang Saku Sumber : Data Primer 2017

(8)

di rumah. Semakin tinggi uang saku, maka akan semakin rendah siswa untuk menonton televisi, karena mereka akan lebih memilih untuk nongkrong dan berkumpul bersama teman-temannya.

4.2.6. Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Gambar 5

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang Pekerjaan Orang Tua

Sumber : Data Primer 2017

(9)

sebesar 10%. Diurutan yang kelima adalah karyawan dan wirausaha sebanyak 6 responden dengan prosentase sebesar 8,6%. Sisanya diikuti pelayaran dan polisi yang masing-masing berjumlah 5 responden (7,1%), guru berjumlah 3 responden (4,3%), buruh berjumlah 2 responden (2,9%), ibu rumah tangga, pensiunan, dosen, peternak dan pengusaha sebanyak 1 responden dengan prosentase sebesar 1,4%.

4.2.7. Crosstab Frekuensi Menonton Dengan Pekerjaan Orang Tua

FREKUENSI TOTAL

2 kali 2 - 3 kali 3 - 4 kali > 4 kali

PNS Count 1 2 2 6 11

% of Total 1,4% 2,9% 2,9% 8,6% 15,7%

PEDAGANG Count 0 2 1 6 9

% of Total 0,0% 2,9% 1,4% 8,6% 12,9%

PELAYARAN Count 0 1 3 1 5

% of Total 0,0% 1,4% 4,3% 1,4% 7,1%

IBU RUMAH TANGGA Count 0 1 0 0 1

% of Total 0,0% 1,4% 0,0% 0,0% 1,4%

GURU Count 0 3 0 0 3

% of Total 0,0% 4,3% 0,0% 0,0% 4,3%

SWASTA Count 0 1 3 3 7

% of Total 0,0% 1,4% 4,3% 4,3% 10,0%

PENSIUNAN Count 0 0 0 1 1

(10)

KARYAWAN Count 2 2 0 2 6

% of Total 2,9% 2,9% 0,0% 2,9% 8,6%

DOSEN Count 0 0 1 0 1

% of Total 0,0% 0,0% 1,4% 0,0% 1,4%

POLISI Count 0 0 1 4 5

% of Total 0,0% 0,0% 1,4% 5,7% 7,1%

PETANI Count 2 1 3 3 9

% of Total 2,9% 1,4% 4,3% 4,3% 12,9%

WIRAUSAHA Count 1 0 0 5 6

% of Total 1,4% 0,0% 0,0% 7,1% 8,6%

BURUH Count 0 1 1 0 2

% of Total 0,0% 1,4% 1,4% 0,0% 2,9%

PETERNAK Count 0 1 0 0 1

% of Total 0,0% 1,4% 0,0% 0,0% 1,4%

PENGUSAHA Count 1 0 0 2 3

% of Total 1,4% 0,0% 0,0% 2,9% 4,3%

Total Count 7 15 15 33 70

% of Total 10,0% 21,4% 21,4% 47,1% 100,0%

Tabel 4.4

Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton dan Pekerjaan Orang Tua

(11)

Dari tabel 4.4 diketahui bahwa frekuensi menonton lebih dari 2 kali dalam seminggu didominasi oleh responden yang pekerjaan orang tuanya adalah PNS. Artinya intensitas siswa yang memiliki orang tua PNS dalam menonton tayangan ini lebih tinggi daripada siswa yang memiliki orang tua berpekerjaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan PNS dapat mencukupi dan memberikan fasilitas seperti televisi untuk media hiburan anak di rumah, karena PNS tergolong sebagai golongan orang berada.

4.2.8. Pendapatan Orang Tua

Gambar 6

Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Orang Tua Sumber : Data Primer 2017

(12)

4.2.9. Crosstab Frekuensi Menonton Dengan Pendapatan Orang Tua

FREKUENSI Total

2 kali 2 - 3 kali 3 - 4 kali > 4 kali

< Rp 1 juta Count 2 1 4 1 8

% of Total 2,9% 1,4% 5,7% 1,4% 11,4%

Rp 1 juta - Rp 5 juta Count 4 11 8 18 41

% of Total 5,7% 15,7% 11,4% 25,7% 58,6%

Rp 5 juta - Rp 10 juta Count 1 2 1 13 17

% of Total 1,4% 2,9% 1,4% 18,6% 24,3%

> Rp 10 juta Count 0 1 2 1 4

% of Total 0,0% 1,4% 2,9% 1,4% 5,7%

Total

Count 7 15 15 33 70

% of Total 10,0% 21,4% 21,4% 47,1% 100,0

%

Tabel 4.5

Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton dan Pendapatan Orang Tua

Sumber : Data Primer 2017

(13)

4.3. Karakteristik Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yaitu menonton tayangan sinetron Anak Langit dan gaya hidup imitasi.

4.3.1. Menonton Tayangan Sinetron Anak Langit (X) 1. Waktu Penayangan (X1)

Gambar 7

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Penayangan Sumber: Data Premier 2017

(14)

2. Artis/Figur (X2)

Gambar 8

Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Artis/Figur Sumber: Data Premier 2017

(15)

3. Karakter Peran (X3)

Karakter Peran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Sangat Tidak Setuju 1 1,4 1,4 1,4

Tidak Setuju 3 4,3 4,3 5,7

Setuju 28 40,0 40,0 45,7

Sangat Setuju 38 54,3 54,3 100,0

Total 70 100,0 100,0

Tabel 4.6

Menonton Karena Karakter Peran Sumber: Data Premier 2017

(16)

4. Stasiun Televisi (X4)

Gambar 9

Diagram Distribusi Menonton Tayang Pada Stasiun Televisi Favorit Sumber: Data Premier 2017

(17)

4.3.2. Gaya Hidup Imitasi

1. Menonton Karena Ingin Memahami Isi Cerita Sinetron Indikator pertama gaya hidup imitasi adalah menonton karena ingin memahani isi cerita sinetron (Y1) terdiri dari 1

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 1x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 1 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 1x1 = 1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 1 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 4 – 1 = 3 = 0,75 M 4 4

(18)

Tabel 4.7

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Menonton Karena Ingin Memahami Isi Cerita Sinetron

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

1 – 1,75 STS 1 1,4%

1,76 – 2,51 TS 6 8,6%

2,52 – 3,27 S 27 38,6%

3,28 – 4,03 SS 36 51,4%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa responden tertarik menonton karena ingin memahami isi cerita sinetron. Dari 70 responden, sebanyak 63 responden (90%) setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena ingin memahami isi cerita sinetron.

2. Memperhatikan Perilaku Tokoh Sinetron (Y2)

Indikator kedua gaya hidup imitasi adalah memperhatikan perilaku tokoh sinetron (Y2) terdiri dari 1 pertanyaan yang valid.

Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

(19)

terkecil dan 1 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 4 – 1 = 3 = 0,75 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 0,75 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Memperhatikan Perilaku Tokoh Sinetron

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

1 – 1,75 STS 2 2,9%

1,76 – 2,51 TS 41 58,6%

2,52 – 3,27 S 26 37,1%

3,28 – 4,03 SS 1 1,4%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa responden tidak tertarik menonton karena memperhatikan perilaku tokoh sinetron. Dari 70 responden, sebanyak 41 responden (58%) tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena ingin memperhatikan perilaku tokoh sinetron.

3. Memperhatikan Gaya atau Style Berpakaian Tokoh (Y3)

(20)

yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 2x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 2 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 2x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 2 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 8 – 2 = 6 = 1,5 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 1,5 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.9

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Memperhatikan Gaya atau Style Berpakaian Tokoh Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

2 – 3,5 STS 1 1,4%

3,6 – 5,1 TS 31 44,3%

5,2 – 6,7 S 37 52,9%

6,8 – 8,3 SS 1 1,4%

TOTAL 70 100%

(21)

Berdasarkan tabel 4.3, menunjukkan bahwa sebagian responden tidak tertarik menonton karena memperhatikan gaya atau style berpakaian tokoh dan sebagian tertarik menonton karena memperhatikan gaya atau style berpakaian tokoh. Dari 70 responden, sebanyak 31 responden (44,3%) tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena memperhatikan gaya berpakaian tokoh dan sebanyak 37 responden (52,9%) tertarik menonton karena memperhatikan gaya atau style berpakaian tokoh.

4. Mengikuti Gaya dan Cara Berpakaian Tokoh (Y4)

Indikator keempat gaya hidup imitasi adalah mengikuti gaya dan cara berpakaian tokoh (Y4) yang terdiri dari 5

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 5x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 5 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 5x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 5 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 20– 5 = 15 = 3,75 M 4 4

(22)

rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Mengikuti Gaya atau Style Berpakaian Tokoh

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

5 – 8,75 STS 5 7,1%

8,76 – 12,51 TS 30 42,9%

12,52 – 16,27 S 35 50%

16,28 – 20,03 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.4, menunjukkan bahwa sebagian dari responden mengikuti gaya dan cara berpakaian tokoh sinetron dan sebagiannya tidak. Dari 70 responden, sebanyak 35 responden (50%) mereka mengikuti gaya dan cara berpakaian tokoh dan sebanyak 35 responden (50%) tidak tertarik untuk mengikuti gaya dan cara berpakaian tokoh.

5. Memperhatikan Gaya Berkendara Tokoh (Y5)

Indikator kelima gaya hidup imitasi adalah memperhatikan gaya berkendara tokoh (Y5) yang terdiri dari 1

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

(23)

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 1x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 1 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 1x1 = 1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 1 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 4 – 1 = 3 = 0,75 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 0,75 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Memperhatikan Gaya Berkendara Tokoh

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

1 – 1,75 STS 7 10,0%

1,76 – 2,51 TS 60 85,7%

2,52 – 3,27 S 3 4,3%

3,28 – 4,03 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

(24)

6. Mengikuti Gaya Berkendara Yang Dilakukan Tokoh (Y6)

Indikator keenam gaya hidup imitasi adalah mengikuti gaya berkendara yang dilakukan tokoh sinetron (Y6) yang terdiri

dari 8 pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 8x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 8 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 8x1 = 1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 8 diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 32 – 8 = 24 = 6 M 4 4

(25)

Tabel 4.12

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Mengikuti Gaya Berkendara Yang Dilakukan Tokoh

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

8 – 14 STS 10 14,3%

15 – 21 TS 38 54,3%

22 – 28 S 22 31,4%

29 – 35 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.6, menunjukkan bahwa responden tidak setuju untuk mengikuti gaya berkendara tokoh. Dari 70 responden, sebanyak 48 responden (68,6%) tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit dan mengikuti gaya berkendara tokoh.

7. Memperhatikan Gaya Bahasa Tokoh Sinetron (Y7)

Indikator ketujuh gaya hidup imitasi adalah memperhatikan gaya berkendara tokoh (Y7) terdiri dari 2

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

(26)

terkecil dan 2 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 8 – 2 = 6 = 1,5 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 1,5 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.13

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Memperhatikan Gaya Bahasa Tokoh

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

2 – 3,5 STS 4 5,7%

3,6 – 5,1 TS 31 44,3%

5,2 – 6,7 S 35 50,0%

6,8 – 8,3 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa responden tertarik menonton karena memperhatikan gaya bahasa tokoh. Dari 70 responden, sebanyak 66 responden (94,3%) setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena tertarik memperhatikan gaya bahasa tokoh.

8. Mengggunakan Bahasa Alay atau Kekinian (Y8)

(27)

pertanyaan yang valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4 = 16. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 4x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 3 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.14

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Menggunakan Bahasa Alay atau Kekinian

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 8 11,4%

8 – 11 TS 27 38,6%

12 – 15 S 35 50,0%

16 – 19 SS 0 0%

(28)

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian responden menggunakan bahasa alay atau kekinian dalam berkomunikasi sehari-hari. Dari 70 responden, sebanyak 35 responden (50,0%) setuju bahwa mereka menggunakan bahasa alay dan sebagian responden sebanyak 35 responden (50,0%) memilih tidak menggunakan bahasa alay dalam kegiatan sehari-hari.

9. Perilaku Kerjasama (Y9)

Indikator kesembilan gaya hidup imitasi adalah perilaku kerjasama (Y9) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini

adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori: Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4 = 16. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 4x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3 M 4 4

(29)

Tabel 4.15

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Kerjasama

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 6 8,6%

8 – 11 TS 18 25,7%

12 – 15 S 46 65,7%

16 – 19 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa responden memiliki perilaku kerjasama setelah menonton sinetron Anak Langit. Dari 70 responden, sebanyak 46 responden (65,7%) setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku kerjasama.

10. Perilaku Tolong Menolong (Y10)

Indikator kesepuluh gaya hidup imitasi adalah perilaku tolong menolong (Y10) terdiri dari 3 pertanyaan yang valid.

Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

(30)

terkecil dan 3 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.16

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Tolong Menolong

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

3 – 5,25 STS 1 1,4%

5,26 – 7,51 TS 6 8,6%

7,52 – 9,77 S 63 90,0 %

9,78 – 12,03 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memiliki perilaku tolong menolong setelah menonton sinetron Anak Langit. Dari 70 responden, sebanyak 63 responden (90,0%) setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku tolong menolong.

11. Perilaku Kejujuran (Y11)

(31)

Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 5x4 = 4. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 5 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 5x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 5 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 20– 5 = 15 = 3,75 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 3,75 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.17

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Kejujuran

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

5 – 8,75 STS 1 1,4%

8,76 – 12,51 TS 7 10,0%

12,52 – 16,27 S 62 88,6%

16,28 – 20,03 SS 0 0%

(32)

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memiliki perilaku kejujuran setelah menonton sinetron Anak Langit. Dari 70 responden, sebanyak 62 responden (88,6%) setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku kejujuran.

12. Perilaku Dermawan (Y12)

Indikator keduabelas gaya hidup imitasi adalah perilaku dermawan (Y12) terdiri dari 4 pertanyaan yang valid. Dibawah ini

adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori: Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 4x4 = 16. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 4x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 4 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 16 – 4 = 12 = 3 M 4 4

(33)

Tabel 4.18

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Dermawan

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

4 – 7 STS 5 7,1%

8 – 11 TS 18 25,7%

12 – 15 S 47 67,1%

16 – 19 SS 0 0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa responden memiliki perilaku dermawan setelah menonton sinetron Anak Langit. Dari 70 responden, sebanyak 47 responden (67,1%) setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku dermawan.

13. Perilaku Empati (Y13)

Indikator ketigabelass gaya hidup imitasi adalah perilaku empati (Y13) yang terdiri dari 5 pertanyaan yang valid. Dibawah

ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori: Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

(34)

Rs = R (bobot) = 20– 5 = 15 = 3,75 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 3,75 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.19

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Empati

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

5 – 8,75 STS 0 0%

8,76 – 12,51 TS 0 0%

12,52 – 16,27 S 9 12,9%

16,28 – 20,03 SS 61 87,1%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki perilaku empati atau saling peduli setelah menonton sinetron Anak Langit. Dari 70 responden, sebanyak 9 responden (12,9%) setuju dan 61 responden (887,1%) sangat setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku untuk saling peduli terhadap sesama.

14. Perilaku Taat Beribadah (Y14)

Indikator keempatbelas gaya hidup imitasi adalah perilaku taat beribadah (Y14) terdiri dari 3 pertanyaan yang valid. Dibawah

(35)

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 3x4 = 12. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 3 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 3x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 3 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 12 – 3 = 9 = 2,25 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 2,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.20

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Taat Beribadah

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

3 – 5,25 STS 0 0%

5,26 – 7,51 TS 0 0%

7,52 – 9,77 S 7 10,0 %

9,78 – 12,03 SS 63 90,0%

TOTAL 70 100%

(36)

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh responden memiliki perilaku taat beribadah setelah menonton sinetron Anak Langit. Seluruh responden (100%) setuju bahwa sinetron Anak Langit juga mengajarkan perilaku untuk taat beribadah

15. Perilaku Sopan Santun (Y15)

Indikator kelimabelas gaya hidup imitasi adalah perilaku sopan santun (Y15) terdiri dari 7 pertanyaan yang valid. Dibawah

ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori: Rs = R (bobot)

M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

Bobot terbesar indikator frekuensi adalah 7x4 = 28. Nilai 4 diperoleh dari jawaban bobot tertinggi dan 7 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator. Sedangkan bobot terkecil adalah 7x1=1. Nilai 1 diperoleh dari jawaban bobot terkecil dan 7 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 28 – 7 = 21 = 5,25 M 4 4

(37)

Tabel 4.21

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Sopan Santun

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

7 – 12,25 STS 0 0%

12,26 – 17,51 TS 0 0%

17,52 – 22,77 S 7 10,0 %

22,78 – 28,03 SS 63 90,0%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan tabel 4.15, dari 70 responden, 63 responden (90,0%) sangat setuju dengan pernyataan sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku sopan santun. Dan responden berlaku sopan santun setelah menonton tayangan sinetron Anak Langit.

16. Perilaku Berterimakasih (Y16)

Indikator yang terakhir dalam gaya hidup imitasi adalah perilaku berterimakasih (Y16) terdiri dari 7 pertanyaan yang

valid. Dibawah ini adalah cara untuk menentukan interval skor atau kategori:

Rs = R (bobot) M

R(bobot) = bobot terbesar – bobot terkecil M = Banyaknya kategori bobot Rs = Rentang skala

(38)

terkecil dan 7 diperoleh dari jumlah pertanyaan yang valid dalam indikator frekuensi. Jumlah kategori yang digunakan adalah 4.

Rs = R (bobot) = 28 – 7 = 21 = 5,25 M 4 4

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh interval tiap kategori adalah 5,25 dan kategori tersebut dapat diketahui ada 4 gambaran indikator yaitu sangat rendah (Sangat Tidak Setuju), rendah (Tidak Setuju), tinggi (Setuju), sangat tinggi (Sangat Setuju). Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.22

Distribusi Variabel Berdasarkan Indikator Perilaku Berterimakasih

Interval Kategori Frekuensi Prosentase (%)

7 – 12,25 STS 0 0%

12,26 – 17,51 TS 0 0%

17,52 – 22,77 S 4 5,7 %

22,78 – 28,03 SS 66 94,3%

TOTAL 70 100%

Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017

(39)

4.4. Analisis Tabulasi Silang

Tabel 4.23

Tabulasi Silang Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Anak Langit dengan Bersama Siapa Responden Menonton Tayangan Sinetron Anak

Langit

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 33 responden dengan prosentase 47,1% adalah yang paling banyak menonton tayangan sinetron Anak Langit sendirian selama lebih dari 4 kali dalam satu minggu. Responden yang notabene adalah siswa dan siswi SMA lebih suka

Bersama Siapa Menonton Total

Sendiri Orang Tua Saudara Teman

(40)

menonton tayangan sinetron sendirian daripada menonton tayangan sinetron bersama dengan orang tua, teman bahkan saudara. Hal ini membuktikan bahwa menonton tayangan sinetron dengan sendirian lebih menyenangkan daripada menonton bersama orang tua, teman dan saudara, karena belum tentu orang tua, teman dan saudara dari responden menyukai tayangan sinetron Anak Langit juga.

4.5. Pengujian Hipotesis

Sebelum peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi pengolah data SPSS 22, peneliti membuat hipotesis yang telah dicantumkan pada bab sebelumnya. Hipotesis tersebut adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit dengan gaya hidup siswa SMA Negeri 3 Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Hi : Ada pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup siswa SMA Negeri 3 Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit

(41)

4.5.1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Uji Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas yaitu jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sebalikanya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.24

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 7,01050935

Asymp. Sig. (2-tailed) ,074

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2017

(42)

4.5.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual itu tetap, maka disebuk Homoskedastisitas. Namun apabila varians dari residual itu berbeda, disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas dan dasar pengambilan keputusan pada uji Heteroskedastisitas yaitu:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.

Gambar 10 Uji Heteroskedastisitas

(43)

Berdasarkan output di atas diketahui bahwa titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak terjadi Heteroskedastisitas.

4.5.3. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi Multikolinieritas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortogonal.

Dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Melihat nilai Tolerance

- Jika nilai Tolerance > 0,10 = tidak terjadi Multikolinieritas pada data yang diuji.

- Jika nilai Tolerance < 0,10 = terjadi Multikolinieritas pada data yang diuji.

2. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)

- Jika nilai VIF < 10,00 = tidak terjadi Multikolinieritas pada data yang diuji.

- Jika nilai VIF > 10,00 = terjadi Multikolinieritas pada data yang diuji.

(44)

Tabel 4.25

Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber : Analisis Data, Tahun 2017

Berdasarkan data tabel di atas diketahui bahwa nilai tolerance variabel X atau Sinetron Anak Langit 1,000 lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF menunjukkan angka 1,000 lebih kecil dari 10,00. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pada penelitian ini tidak terjadi Multikolinieritas.

4.5.4. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui gangguan data yang bersifat time series (data bedasarkan waktu), Model regresi seharusnya bebas dari Autokorelasi, sehingga kesalahan prediksi (selisih data asli dengan data regresi) bersifat bebas untuk tiap nilai X (variabel independen)

Dalam pengolahan dengan SPSS, deteksi adanya Autokorelasi dapat dilihat dari besarnya angka Durbin-Watson (D-W). Secara umum pedoman besaran D-W adalah:

(45)

1. Jika angka D-W dibawah -2 berarti ada Autokorelasi positif

2. Jika angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada korelasi.

3. Jika angka D-W di atas +2 berarti ada Autokorelasi negatif.

Setelah melakukan uji Autokorelasi pada SPSS 17, hasil outputnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.26

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui bahwa besarnya angka D-W adalah sebesar 2,027 dan berada di atas +2. Hal ini berarti menunjukkan bahwa penilaian ini terjadi adanya Autokorelasi negatif. Namun nilai 2,027 bisa termasuk dalam kategori tidak terjadi Autokorelasi.

4.5.5. Analisis Regresi

HIPOTESIS

(46)

Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Hi : Ada pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup siswa SMA Negeri 3 Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Untuk menguji hipotesis ini, peneliti menggunakan regresi linear sederhana, dan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.27

Korelasi Menonton Tayangan Sinetron Anak Langit Dengan Gaya Hidup Imitasi Siswa SMA Negeri 3 Temanggung

Model Summaryb

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2017

Berdasarkan hasil analisis di atas (tabel model summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi dengan korelasi product moment by Pearson. Kriteria korelasi menurut Sarwono (2006) adalah :

(47)

Hasil korelasi parsial didapat nilai r hitung sebesar 0,888. Nilai korelasi ini tergolong sangat kuat karena > 0,600 dan memiliki nilai positif (arah korelasi positif). Sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi adalah searah. Artinya, semakin sering menonton tayangan sinetron maka gaya hidup imitasi juga akan meningkat atau semakin tinggi. Begitu sebaliknya, semakin rendah tingkat menonton tayangan sinetron, semakin rendah pula gaya hidup imitasinya.

Berdasarkan uji tabel korelasi tersebut, koefisien determinasinya (R square) menunjukkan nilai sebesar 0,789 atau sebesar 78,90%. Nilai ini diperoleh dari hasil (R2 x 100%). Artinya variasi gaya hidup imitasi dipengaruhi oleh menonton tayangan sinetron sebesar 78,90% dan sisanya 21,1% dipengaruhi oleh variabel yang lain.

Selain itu, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung apabila dengan memasukkan variabel kontrol, maka dapat dilihat pada tabel rangkuman sebagai berikut :

Tabel 4.28

Rangkuman Tabel Uji Hipotesis Penelitian Dengan Memasukkan Variabel Kontrol

Pendapatan Orang Tua (X3)

,888

Pekerjaan Orang Tua (X4)

,888

,894

,789

(48)

Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui bahwa korelasi parsial antara tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi dengan variabel kontrol jenis kelamin didapatkan nilai r hitung sebesar 0,884 dan R Square sebesar 0,781. Artinya, pada penelitian ini jenis kelamin memberikan sumbangan efektif terhadap tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung sebesar 78,1%.

Kemudian didapatkan nilai r hasil dari variabel kontrol uang saku sebesar 0,890 dan R Square 0,792. Nilai korelasi ini tergolong sangat kuat karena > 0,600. Dalam penelitian ini variabel kontrol uang saku memberikan sumbangan efektif terhadap tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung sebesar 79,2%

Yang ketiga adalah hasil korelasi parsial antara tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi dengan variabel kontrol pendapatan orang tua. Dimana didapatkan nilai r hitung sebesar 0,888 dan R Square 0,789. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan orang tua memberi sumbangan efektif terhadap tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung sebesar 78,9%.

Yang terakhir pada variabel kontrol adalah pekerjaan orang tua. Dimana didapatkan nilai r hitung sebesar 0,894 dan R Square 0,799. Artinya, bahwa pekerjaan orang tua juga memberikan sumbangan efektif terhadap tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung sebesar 79,9%.

(49)

Tabel 4.29

Regression 12656,326 1 12656,326 253,786 ,000b

Residual 3391,160 68 49,870

Total 16047,486 69

a. Dependent Variable: IMITASI b. Predictors: (Constant), SINETRON

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2017

Dalam analisis ANOVA ini dasar pengambilan keputusan dilihat berdasarkan :

1. Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan Hi ditolak

2. Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan Ho ditolak

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit dengan gaya hidup siswa SMA Negeri 3 Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Hi : Ada pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup siswa SMA Negeri 3 Temanggung berdasarkan intensitas menonton tayangan sinetron Anak Langit.

(50)

sinetron berpengaruh terhadap gaya hidup imitasi siswa SMA Negeri 3 Temanggung. Jadi Hi diterima dan Ho ditolak.

Tabel 4.30

Model Persamaan Regresi Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 157,852 3,289 48,000 ,000

SINETRON 4,453 ,280 ,888 15,931 ,000

a. Dependent Variable: IMITASI

Sumber : Analisis Data Primer : Tahun 2017

1) Persamaan Regresi Linier yang diperoleh berasarkan tabel perhitungan di atas adalah sebagai berikut :

Y = a+bX

YGaya hidup imitasi = 157,852 + 4,453Tayangan sinetron

Konstanta sebesar 157,852 artinya bahwa jika tidak ada variabel tayangan sinetron, maka besarnya konstanta gaya hidup imitasi adalah 157,857.

Koefisien regresi sebesar 4,453 pada variabel tayangan sinetron, artinya bahwa setiap penambahan (karena tanda +) variabel menonton tayangan sinetron, maka akan meningkatkan gaya hidup imitasi sebesar 162,305

(51)

mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap variabel Y.

Dasar pengambilan keputusan :

- Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan Hi ditolak - Jika probabilitas < 0,05, maka Hi diterima dan Ho ditolak Berdasarkan probabilitasnya menunjukkan bahwa variabel media sosial (X1) secara signifikan mempengaruhi terhadap gaya hidup imitasi (0,000 < 0,05)

Gambar 11 Histogram

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2017

4.6. Pembahasan

(52)

variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah tayangan sinetron Anak Langit (X) dan variabel terikat pada penelitian ini adalah gaya hidup imitasi (Y). Terdapat 4 indikator pada tayangan sinetron Anak Langit, dan 16 pada indikator gaya hidup imitasi.

Indikator pertama pada tayangan sinetron Anak Langit adalah waktu penayangan (X1). Sebanyak 48 responden atau (68,6%) mengaku

bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit bukan karena tayang pada jam prime time atau waktu santai. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka menonton tayangan sinetron Anak Langit bukan karena tayang pada jam prime time.

Indikator kedua pada tayangan sinetron Anak Langit adalah artis (X2). Sebanyak 43 dari 70 responden atau (61,4%) menonton tayangan

sinetron Anak Langit karena adanya artis idola. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar responden setuju akan menonton karena adanya artis/figur idola mereka. Dengan adanya artis idola dialam tayangan sinetron Anak Langit, maka secara tidak langsung mereka tertarik menonton sinetron Anak Langit. Hal ini bisa mempengaruhi responden untuk selalu mengikuti tayangan sinetron ini.

Indikator ketiga pada tayangan sinetron Anak Langit adalah karakter peran (X3). Sebanyak 66 dari 70 responden responden menonton

tayangan sinetron Anak Langit karena tertarik akan karakter peran atau sebanyak 94,3% bila diprosentasekan. Sisa dari itu atau sebanyak 4 responden (5,7%) lebih cenderung tidak setuju bahwa mereka menonton karena tertarik akan karakter peran sinetron. Hal tersebut dapat diketahui dari jawaban yang didapatkan peneliti bahwa mereka tertarik pada karakter peran sinetron Anak Langit.

Indikator yang terakhir pada tayangan sinetron Anak Langit adalah stasiun televisi (X4). Dimana sebanyak 52 responden memberikan jawaban

(53)

responden menonton tayangan sinetron Anak Langit karena sinetron tayang pada stasiun televisi favorit yaitu sebanyak 54 responden atau 77,2%, dan sisanya sebanyak 16 responden atau 22,8% responden menonton tayangan sinetron Anak Langit bukan karena tayang pada stasiun televisi favorit.

Indikator pertama dalam gaya hidup imitasi adalah menonton karena ingin memahami isi cerita sinetron (Y1). Dari 70 responden,

sebanyak 63 responden (90%) setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena ingin memahami isi cerita sinetron. Artinya adalah sebagian besar responden menonton sinetron Anak Langit karena penasaran dan ingin memahami isi cerita sinetron.

Indikator kedua dalam gaya hidup imitasi adalah memperhatikan perilaku sinetron (Y2). Dari 70 responden, sebanyak 41 responden (58%)

tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena ingin memperhatikan perilaku tokoh sinetron. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak mementingkan hal ini ketika mereka menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Indikator ketiga pada gaya hidup imitasi adalah memperhatikan gaya atau style berpakaian tokoh (Y3). Dari 70 responden, sebanyak 31

responden (44,3%) tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena memperhatikan gaya berpakaian tokoh dan sebanyak 37 responden (52,9%) tertarik menonton karena memperhatikan gaya atau style berpakaian tokoh. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menonton tayangan sinetron Anak Langit karena mereka memperhatikan gaya berpakaian tokoh yang kekinian.

Indikator keempat pada gaya hidup imitasi adalah mengikuti gaya atau style berpakaian tokoh (Y4). Dari 70 responden, sebanyak 35

(54)

berpakaian tokoh Anak Langit dan setengahnya lebih memilih cara berpakaian atau style berpakaian mereka sendiri.

Indikator selanjutnya pada gaya hidup imitasi adalah memperhatikan gaya berkendara tokoh (Y5). Dari hasil penelitian

didapatkan sebanyak 67 responden (95,7%) tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena memperhatikan gaya berkendara tokoh. Walaupun sinetron Anak Langit menayangkan berbagai adegan dengan gaya yang menarik dalam berkendara, ternyata itu tidak menarik perhatian responden untuk memperhatikan gaya berkendara tokoh saat mereka menonton Anak Langit.

Indikator keenam pada gaya hidup imitasi adalah mengikuti gaya berkendara tokoh (Y6). Sebanyak 48 responden dari 70 responden (68,6%)

didapatkan tidak setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit dan mengikuti gaya berkendara tokoh, dan sisanya sebanyak 22 responden (31,4%) setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit dan mengikuti gaya berkendara tokoh. Artinya bahwa hanya sedikit dari responden yang mengikuti gaya berkendara tokoh daidalam kehidupan sehari-hari mereka setelah menonton tayangan sinetron Anak Langit. Kebanyakan dari mereka lebih memilih berkendara secara aman dan mematuhi peraturan lalu lintas dengan kendaraan berkelengkapan orisinil.

Indikator ketujuh pada gaya hidup imitasi adalah memperhatikan gaya bahasa tokoh (Y7). Dari 70 responden, sebanyak 66 responden

(94,3%) setuju bahwa mereka menonton sinetron Anak Langit karena tertarik memperhatikan gaya bahasa tokoh. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang kekinian pada tayangan sinetron Anak Langit mampu menarik perhatian responden, sehingga responden menonton sinetron Anak Langit.

Indikator kedelapan pada gaya hidup imitasi adalah menggunakan gaya bahasa alay atau kekinian (Y8). Dari 70 responden, sebanyak 35

(55)

menggunakan bahasa alay dalam kegiatan sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa sebagian responden memilih menirukan gaya bahasa alay dan sebagiannya lagi memilih tidak menirukan gaya bahasa alay atau nyaman pada gaya bahasa mereka sendiri dan lebih memilih berkomunikasi secara baik dan benar dalam kegiatan berkomunikasi mereka sehari-hari.

Indikator selanjutnya dalam gaya hidup imitasi adalah perilaku kerjasama (Y9). Sebanyak 46 responden dari 70 (65,7%) setuju bahwa

sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku kerjasama. Hal ini membuktikan bahwa disamping menayangkan dan menimbulkan perilaku yang kurang baik, Anak Langit memberikan contoh hal yang positif yaitu berperilaku kerjasama.

Indikator yang kesepuluh dalam gaya hidup imitasi adalah perilaku tolong menolong (Y10). Dari 70 responden, sebanyak 63 responden

(90,0%) setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku tolong menolong. Hal ini menunjukkan bahwa sinetron Anak Langit mampu memberikan efek yang positif terhadap responden, yaitu dengan ditunjukkannya sebagian besar responden memiliki perilaku tolong menolong setelah menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Indikator kesebelas dalam gaya hidup imitasi adalah perilaku kejujuran (Y11). Dari 70 responden, sebanyak 62 responden (88,6%) setuju

bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku kejujuran. Hal ini menunjukkan disamping menayangkan berbagai adegan yang kurang baik, Anak Langit juga memberikan nilai moral yang baik salah, yaitu salah satunya adalah berperilaku jujur.

Indikator keduabelas dalam gaya hidup imitasi adalah perilaku dermawan (Y12). Dari 70 responden, sebanyak 47 responden (67,1%)

(56)

Indikator selanjutnya adalah perilaku empati (Y13). Dari 70

responden, sebanyak 9 responden (12,9%) setuju dan 61 responden (87,1%) sangat setuju bahwa sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku untuk saling peduli terhadap sesama. Artinya seluruh responden berperilaku empati atau saling peduli terhadap sesama setelah menonton tayangan sinetron Anak Langit. Hal ini membuktikan bahwa sinetron Anak Langit berhasil memberikan suatu ajaran yang positif terhadap responden.

Indikator keempatbelas adalah taat beribadah (Y14). Dari hasil

penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden setuju bahwa sinetron Anak Langit memberikan pengajaran untuk taat beribadah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak seluruhnya adegan sinetron Anak Langit merupakan adegan yang berbahaya dan kurang baik. Ada nilai positif yang diberikan oleh sinetron Anak Langit yaitu taat untuk beribadah.

Indikator kelimabelas pada gaya hidup imitasi adalah perilaku sopan santun (Y15). Data penelitian menunjukkan, 63 responden dari 70

responden (90,0%) sangat setuju dengan pernyataan sinetron Anak Langit mengajarkan perilaku sopan santun. Dan responden berlaku sopan santun setelah menonton tayangan sinetron Anak Langit. Hal ini menunjukkan bahwa Anak Langit juga memberikan nilai positif yang lain terhadap responden, yaitu untuk berperilaku sopan santun.

Indikator terakhir pada gaya hidup imitasi adalah perilaku berterimakasih (Y16). Dari 70 responden, sebanyak 66 responden (94,3%)

(57)

Berdasarkan hasil uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,888 dan nilai korelasi ini tergolong kuat serta memiliki nilai positif (arah korelasi positif) sehingga dapat dikatakan pola hubungan antara tayangan sinetron Anak Langit dan gaya hidup imitasi adalah searah. Artinya, semakin sering menonton tayangan sinetron Anak Langit maka gaya hidup imitasi juga akan meningkat akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat menonton tayangan sinetron Anak Langit, maka akan semakin rendah gaya hidup imitasinya. Dapat diartikan juga bahwa responden yang menonton tayangan sinetron Anak Langit sebanyak 4 kali dalam seminggu selama satu episode cenderung memiliki pengaruh gaya hidup imitasi. Dengan adanya hasil penelitian ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada pengaruh secara nyata antara menonton tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup imitasi.

Besarnya pengaruh menonton tayangan sinetron Anak Langit terhadap gaya hidup imitasi adalah sebesar 78,90% dan sisanya 21,1% dipengaruhi oleh faktor lain diluar tayangan sinetron Anak Langit yang tidak diteliti oleh peneliti. Ini artinya dengan menonton tayangan sinetron Anak Langit dapat mempengaruhi gaya hidup imitasi responden sebesar 78,90%. Sedangkan 21,1% nya dipengaruhi oleh faktor lain diluar menonton tayangan sinetron Anak Langit.

Selain itu, variabel kontrol pada penelitian ini terbukti memberikan sumbangan efektif terhadap tayangan sinetron dan gaya hidup imitasi siswa SMA N 3 Temanggung, yang meliputi jenis kelamin dengan sumbangan efektif sebesar 78,1%, uang saku sebesar 79,2%, pendapatan orang tua sebesar 78,9% dan pekerjaan orang tua sebesar 79,9%.

(58)

Hidayatullah, Banyumanik, Semarang. Penelitian dengan metode kuantitatif dengan teknik regresi linier sederhana dan regresi linier berganda ini menghasilkan bahwa intensitas menonton sinetron remaja memiliki pengaruh positif dengan pengaruh yang sangat erat terhadap perilaku kekerasan pada siswa siswi SMP Islam Hidayatullah. Semakin rendah intensitas menonton tayangan sinetron remaja, maka semakin rendah perilaku kekerasan yang dilakukan oleh seseeorang remaja.

Tayangan sinetron Anak Langit merupakan tayangan sinetron yang diperuntukkan untuk masyarakat Indonesia khususnya remaja Indonesia yang didalamnya dipenuhi muatan hiburan, pendidikan, dan religiusitas. Tayangan sinetron ini sebagian dapat mempengaruhi remaja dalam bertindak, namun tayangan sinetron hanya sebagai pengingat akan gaya hidup bukanlah pengaruh yang kuat bagi gaya hidup pemirsanya. Tayangan sinetron itu sendiri tidak sepenuhnya mempengaruhi dalam gaya hidup remaja, tetapi untuk sekedar tau atau tingkat pengetahuan saja sebab informasi yang diperoleh sangat terbuka, dalam artian bahwa dalam pemeran sinetron, artis-artisnya sudah diseleksi untuk meraih perhatian pemirsa dalam menyaksikan tayangan sinetron tersebut. Padahal seperti yang diketahui bahwa program-program infotaiment sering memberikan informasi serta gosip mengenai kehidupan artis yang mencerminkan gaya hidupnya yang bermanfaat bagi remaja sehingga para remaja sendiri dapat menimbang-nimbang terhadap bagaimana gaya hidup yang baik dan patut dicontoh.

(59)

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton
Gambar 3 Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Frekuensi Menonton dan Jenis Kelamin
Gambar 4 Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Uang Saku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reading book doesn't indicate to bring the published DNS And BIND (5th Edition) By Cricket Liu, Paul Albitz Developed innovation has allowed you to review only the soft file of the

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

4ydrocharitaceae sendiri merupakan salah satu suku anggota tumbuhan berbunga yang dimana kebayakan anggotanya adalah tanaman air. amun yang berasal

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Pertunjukan Nini Thowong merupakan salah satu kesenian yang ada di Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul.Pada awalnya warga sekitar mempunyai keyakinan bahwa

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, yang artinya secara simultan perubahan laba bersih, perubahan arus kas operasi, perubahan arus kas investasi, perubahan