• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Farmakologi dan Toksil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Farmakologi dan Toksil"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SSP I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem – sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respons terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja terintegrasi dari sistem saraf yang mencapai puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.

Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).

(2)

SSP I

menekan sesuatu fungsi sekaligus merangsang fungsi yang lain. Efek obat-obat tergantung pada jenis dan sensitivitas reseptor yang dipengaruhinya.

Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini.

B. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengamati efek obat hipnotik-sedatif yaitu fenobarbital dan diazepam terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).

2. Mengamati efek obat anastetik umum dari eter dan kloroform pada mencit (Mus musculus).

3. Mengamati efek obat stimulan yaitu caffein terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).

4. Menentukan efek obat antidepresan yakni amitriptyline terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).

(3)

SSP I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI UMUM

Sel saraf merupakan adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dalam jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimuls eksternal dipantau dan diatur oleh kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitifitas terhadap stimulus, dan konduktifitas atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulus, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama (Sloane, 2013).

Sistem saraf pusat merupakan bagian dari system syarat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP mempunyai fungsi mengkoordinasi segala aktivitas bagian tubuh manusia (Tjay, 2007).

Dalam menjalankan fungsinya, SSP dibantu oleh system syarat perifer yang berfungsi menghantarkan impuls dari dan ke susunan saraf pusat atau dengan istilah yang lain yaitu dari saraf efferent (motor) ke saraf afferen. Pada rangsangan seperti sakit, panas, rasa, cahaya, suara mula-mula diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) dan kemudian dilanjutkan ke otak dan sum-sum tulang belakang.Rasa sakit dapat disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang timbulkan oleh rasa sakit tersebut (Ganiswara, 2007).

Organisasi struktur sistem saraf terbagi atas (Sloane, 2013) :

(4)

SSP I

2. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf kranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor.

Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja nurotransmiter.Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor postsinaptik. memberikan tujuan umum SSP dengan focus pada neurotransmitter yang terkait dalam penggunaan obat-obat SSP dalam klinik (Mycek, 2013).

Obat yang bekerja pada system saraf pusat terbagi menjadi anestetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedative (menyebabkan tidur), Stimulan

Sistem Saraf, antidepresi, antikunvulasi (menghilangkan kejang), analgetik (menngurangi rasa sakit), opoid, analgeik-antipiretik-antiinflamasi dan peragsang susuan saraf pusat (Tjay, 2007).

Anastesi yaitu hilangnya sensasi, biasanya akibat cedera saraf atau reseptor. Hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, disebabkan oleh pemberian obat atau intervensi medis lainya (Hartanto, 2014).

(5)

SSP I

Anestesi terbagi atas dua macam anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversible. Sedangkan annestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduks sepanjang serabut saraf secara reversible (Neal, 2006).

Anastetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut menghentikan aktifitas bagian-bagiannya. Dikenal empat rataf dalam narkosa, yaitu (Cambell, 2002) :

1. Analgesia, kesadaran bekurang, rasa nyeri hilang dan terjadi euphobia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip halusinasi.

2. Eksitasi, kesadaran hilang dan terjadi kegelisahan. Disebut juga taraf induksi.

3. Anatesia, pernapasan menjadi dangkal dan cepat, secara teratur seperti keadaan tidur (pernapasan perut), gerakan-gerakan mata dan refleks mata hilang sedangkan otot-otot menjadi lemas.

4. Perlumpuhan sum-sum tulang, kerja jantung dan pernapasan terhenti. Taraf ini sedapat mungkin dihindari.

Teknik pemberian obat anastetik umum terbagi dua yaitu (Hoan, 2010) :

a. Anastetik inhalasi : gas tawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran. Obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.

(6)

SSP I

Neurotransmiternya yaitu GABA, dan reseptornya adalah GABAA,

GABAB, GABAC. Neurotransmitter adalah suatu penghantaran impuls yang

mnyebabkan mediator kimia. Adapun Neurotransmitter SSP annara lain (Mycek, 2013) :

1. Glutomat, dimaa neurotransmitter ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di otak maupun sum-sum tulang belakag dibangdingkaan neurotransmitter lainnya.

2. GAMA (Gamma Amine Butyric Acid) merupakan neurotransmitter penghambat utama dibagian otak, sedangkan glisin merupakan neurotransmitter penghambat di sum-sum tulang belakang. Selain itu, GABA juga merupakan reseptor transmembran metabopropik baik di SSP ataupun SS perifer.

3. Dopamine mempunyai peran penting dalam otak dan terlibat dalam beberapa penyakit otak misalnnya Parkinson,skizofrenia,. Dalam oak jumlah dopamine relatife lebih sedikit dibangding norepinefrin.

4. Serotinin disebut juga dengan 5-hidroksitriptamin. Serotonin mengalami metabolism melalui reaksi deaminase oksidatif dengan enzim MAO. Proses penyimpanan, pelepasan dan pengambilan kembali serotonin adalah mirip dengan norepinefrin.

(7)

SSP I

6. Norepinefrin merupakan proses sintesis, penyimpanan dan pelepasannya sama dengan di SS perifer. Bagian soma sel noradrenergic berasal dari pons dann medulla, aksonya mencabang dan berujung diberapa lokasi di kortik. Locus cerules merupakan bagian dari pons, tempat dimana norepinefrin banyak dihasilkan dalam otak, dan berperan dalam kesadaran dan aktivitas eksploratif.

7. Histamin di otak sangat kecil disbanding di jaringan dan pelepasannya di otak mengikuti siklus sirkardian. Syaraf ini kolinergik akan aktif di siang hari, sedangkan potensial aksinya berkurang pada malam ini.

Hipnotika atau obat tidur adalah obat-obat yang dalam dosis terapi diperuntukkan untuk meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang rendah untuk tujuan menenangkan maka dinamakan sedative (Tjay, 2007).

(8)

SSP I

Hipnotik merupakan zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotik itu sendiri dapat menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang mennyerupai tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEGnya. Sedangkan sedative berfungsi untuk menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dann menenangkan penggunanya. Dalam tidur terdapat dua stadium yaitu tidur REM disebut juga tidur mimpi, terjadi pada tahap ke lima yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung naik turun, aliran darah ke otak meningkat,sedangkan tidur non REM yaitu tidur pulas terjadi 1-4 tahap yang ditandai dengan pernafasan dan denyut jantung mulai teratur (Tjay, 2007).

Pada setiap malam terdapat 4-5 siklus tidur. Dalam satu siklus terdapat 2 tahapan yaitu (Tjay, 2013) :

1. Tidur non-REM (Slow Wave Sleep) ditandai dengan denyut jantung, tekanan darah dann pernapasan yang teratur. SWS ini berlangsung kurang lebih satu jam lamanya yang meliputi untuk fase 3-4 merupakan fase bentuk tidur terdalam. Peristiwa ini penting untuk daya tahan tubuh, metabolisme dan respon sel-sel tubuh.

(9)

SSP I

impian. Fase ini berlangsung menjadi lebih panjang hingga pada pagi hari berlangsung dalam 20-30 menit.

Mekanisme kerja hipnotik-sedative yaitu pengikatan GABA ke reseptornya. Pada membran sel akan membuka saluran klorida, meninkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial (Tjay, 2013).

Penggolongan obat hipnotik sedative terbagi menjadi golongan benzodiazepine seperti alprazolam, klorazolam, diazepam, lorazepam, triazolam, golongan antagonis benzodiazepine seperti flumazenil, golongan obat barbiturate seperti fenobarbital, pentobarbital, thiopental, golongan obat sedative non barbiturate seperti etanol, antihistamin, klorathidrat, dan golongan obat ansiolitik lain seperti buspiron dan hidroksizin (Mycek, 2013).

Adapun mekanisme kerja dan contoh obat-obatnya sebagai berikut (Harvey, 2013) :

1. Benzodizepine

(10)

SSP I

potensi aksi.Contoh obat-obat Benzodiazepine adalah Alprazolam, Chlordiazepoxide, Clonarezepate, Diazepam, Estazolam, Flurazepam, Lorazepam, Quazepam, Oxazepam, Temazepam dan Triozolam.

2. Antagonis Benzodiazepine

Flumazenil merupakan contoh dari obat antagonis benzodiazepam. Flumazenil merupakan reseptot GABA yang dapat secara cept membalikkan efek Benzodiazepine.

3. Barbiturat

Kerja hipnotik-sedatif barbitura dapat muncul akibat interaksinya dengan reseptor GABA yang merangsang transmisi GABAenergik. Barbiturat memotensi kerja GABA pada aliran masuk klorida yang menuju neuron dengan memperpanjang durasi pembukaan kanal klorida.Adapun contoh obat dari Bariturat adalah Amobarbital, Phenobarbital, Pentobarbital, Secobarbital, dan Thiopental.

4. Obat-obat hipnotik lain

Contoh obat dari Anxiolitik adalah Buspirone, Hyroxyzine, dan inti depresan. Dan contoh obat dari hipnotik lainnya adalah Antihistamin, Cloral hydrate, Eszopicion, Ramelteon, Zalepom, dan Zolpidem.

(11)

SSP I

otot, ansiolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda (Ganiswara, 2007).

Efek benzodiazepine hampir semua merupakan hasil kerja golongan pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi, reaksi otot dan reaksi konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perrifer vasodi atasi koroner stelah pemberian dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV, dan blockade neuromuscular yang hanya terjadi pada pemberian dosis sangat tinggi (Mycek, 2013).

Depresi merupakan aktivitas fungsional yang merendah atau menurun, suatu keadaan mental mood yang menurun yang ditandai dengan kesedihan, perasaan, putus asa dan tidak bersemangat (Mycek, 2013).

(12)

SSP I

Penggolongan obat antidepresan (Mycek, 2013) :

1. Antidepresan trisiklik / polisiklik, contoh obatnya : amitriptilin, amoksapin, doksepin, nortriptilin, protriptilin, trimipiramin.

2. Penyekat ambilan kembali serotonin selektif (SSRI), contoh obatnya : fluoksetin, fluvoksamin, nefazodon, trazodon.

3. Penyekat inhibitor monoamine oksidase (MAOI), contoh obatnya : isokarboksazid, fenelzin.

4. Obat untuk mania, contoh obatnya : garam litium. Mekanisme kerja obat antidepresan (Mycek, 2013) :

1. Antidepresan trisiklik / polisiklik, bekerja dengan cara menghambat ambilan kembali norepinefrin dan serotonin di pascasinaptik.

2. Penyekat ambilan kembali serotonin selektif (SSRI), bekerja dengan cara menghambat ambilan serotonin secara spesifik.

3. Penyekat inhibitor monoamine oksidase (MAOI), bekerja dengan cara memetabolisme norepinefrin dan serotonin untuk dikeluarkan dari sel sebagai metabolit tidak aktif.

4. Obat untuk mania, mekanisme ini tidak diketahui, tetapi kemungkinan melibatkan interaksi dengan sistem second messenger.

(13)

SSP I

SSRI merupakann suatu kelompok obat antidepresann dengan beragam kimiawi yang secara spesifik menghambat ambilan-kembali serotonin, memiliki selektivitas terhadap pengangkutan serotonin sebanyak 300 hingga 300 kali lebih besar dibandingkan pengangkutan norepinefrin. Contoh obat adalah citalopram dan escitalopram.

2. Penghambat ambilan-kembali norepinefrin/serotonin (SNRI)

Venlafaxine dan duloxetine menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin secara selektif. Obat ini dapat efektif mengobati depresi pada pasien yang tidak efektif dengan SSRI.

3. Antidepresan atipikal

Kelompok obat yang bekerja pada beberapa lokasi yang berbeda. Kelompok ini meliputi bupropion, nefazodone, mirtazadine dan trazodone. 4. Antidepresan trisiklik (TCA)

Menghambat ambilan-kembali norepinefrin dan serotonin menuju neufron sehingga, seandainya baru ditemukan hari ini, TCA mungkin akan dimasukkan dalam SNRI, kecuali perbbedaan dalam efek samping yang terkait kelas antidepresan yang baru tersebut. Contoh obatnya adalah amitriptilin.

5. Penghambat MAO

Monoamino oksidase adalah enzim mitokondria yang ditemukan pada saraf dan jaringan lainnya, seperti usus dan hati. Contoh obatnya adalah selegiline.

(14)

SSP I

Cemas atau annxietas adalah sutu keadaan yang tidak menyenangkan. Berupa ketegangan, rasa takut, atau gelisah yang timbul dari sumber yang tidak diketahui. Gangguan cemas ini merupakan gangguan mental tersaring. Gejala fisik kecemasan berat berupa dengan ketakutan (seperti takikardia,berkeringat, gemetar dan palpitasi) dann melibatkan pengaktifan simpatis (Richard, 2013).

Stimulan sususan saraf pusat memiliki dua golongan obat yang bekerja terutama pada susunan saraf pusat (SSP). Golongan pertama yaitu stimulan psikomotor, menimbulkan eksitasi dan euforia, mengurangi perasaan lelah dan meningkatkan aktivitas motorik. Kelompok kedua, obat-obat psikotomimetik atau halusinogen, menimbulkan perubahan mendasar dalam pola pemikiran dan perasaan, dan sedikit berpengaruh pada sambungan otak dan sumsum tulang belakang. Sebagai suatu kesatuan, stimulant susunan saraf pusat (SSP) sedikit sekali digunakan dalam klinik tetapi penting dalam masalah penyalahgunaan obat, selain obat depresan SSP dan narkotik (Mycek,2013).

Stimulant atau sebagai vitamin adalah zat-zat kimia organis dengan komposisi beranekaragam yang dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memelihara metabolism, pertumbuhan dan pemeliharaan normal. Fungsi dari vitamin itu sendiri sangat bervriasi, banyak vitamin yang secara biologis tidak aktif tetapi membutuhkan pengubahan kimia dalam tubuh misalnya vitamin B1, B2, B3 dan B6. akibat dari defisiensi vitamin yang

(15)

SSP I

Stimulan bekerja mempercepat aktivitas dalam sistem saraf pusat. Obat yang termasuk kelompok ini antara lain : Kafein, kokain, amfetamion (“Upper”), dan hidroklorida metamfetamin (“meth”). Dalam dosis sedang, kelompok obat stimulant menghasilkan perasaan senang, percaya diri, dan kegembiraan atau euphoria. Dalam dosis besar, obat-obat ini membuat seseorang merasa cemas dan gugup. Dalam dosis yang sangat besar, obat-obat ini dapat menyebabkan kejang-kejang, gagal jantung dan kematian (Wade, 2008).

Stimulan ganglion. Stimulan ini mempunyai kerja yang sangat luas karena menstimulasi reseptor nikotinik pada kedua neuron ganglion parasimpatis dan simpatis. Efek simpatis meliputi vasokonstriksi, takikardia, dan hipertensi. Efek parasimpatis meliputi peningkatan motilitas usus dan peningkatan sekresi kelenjar saliva dan bronkus (Neal, 2006).

(16)

SSP I

Efedrin merupakan suatu stimulant sentral yang ringan, tetapi amfetamin yang lebih mudah masuk ke dalam otak, mempunyai efek stimulant yang jauh lebih hebat terhadap mood dan kesigapan serta mempunyai potensi penyalahgunaan yang tinggi serta jarang digunakan (Neal, 2006).

Atropin merupakan stimulant sentral yang lemah, terutama pada nucleus vagus, dan pada dosis rendah menyebabkan bradikardia. Dosis yang lebih tinggi menyebabkan takikardia (Neal, 2006).

B. URAIAN BAHAN DAN OBAT 1. Uraian Bahan

a. Air suling (Ditjen POM, 1979, hal : 96)

Nama resmi : AQUA DESTILATA

Nama lain : Aquades, air suling

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Larut dalam etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai pelarut.

b. Na CMC (Ditjen POM, 1979 hal : 401)

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM Nama lain : Natrium karboksimetilselulosa

(17)

SSP I

Kelarutan : Mudah medispersidalam air membentuk suspense koloidal tidak larut dalam etanol (95% P) dalam eter P dan dalam pearutorganik lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai pelarut obat dan larutan kontrol. c. Eter (Ditjen POM, 1979 :66)

Nama Resmi : AETHER ANAESTHETICUS Nama Lain : Eter anestesi/etoksietana

Penyimpanan : Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk.

Penggunaan : Anestesi umum.

d. Kloroform (Ditjen POM, 1979, hal : 151) Nama Resmi : CHOLOROFORMUM Nama Lain : Kloroform

(18)

SSP I

mempunyai sifat khas, bau eter, rasa manis dan membakar. Mendidih pada suhu lebih kurang 61o

dipengaruhi oleh cahaya.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol, dengan eter, dengan benzene, dengan heksana, dan dengan lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada suhu tidak lebih dari 30o.

Penggunaan : Sebagai bahan uji anastesi umum 2. Uraian Obat

a. Amitriptilin

Zat aktif : Amitriptilin Hidroklorida (FI III, 1979)

Golongan : Antidepresan trisiklik/polisiklik (Harvey, 2013) Indikasi : Depresi, gangguan distimik, depresi atipikal,

skizofrenia depresi, nocturnal enuresis pada anak. (Tjay, 2010)

Kontraindikasi : Koma atau depresi sistem saraf pusat, rusaknya area subarakhnoid, gangguan darah atau depresi sumsum tulang, MCl. (Tjay, 2010).

Efek samping : Diaforesis, mulut kering, pandangan kabur, takikardia, mengantuk, konstipasi, hipotensi. (Tjay, 2010).

(19)

SSP I

boleh diberikan bersama MAO. (Gunawan, 2012)

Dosis : Depresi : dosis awal sampai 75 mg/hari, dalam dosis terbagi, naikkan bertahap sampai 150-200 mg (sampai 300 mg untuk pasien rawat inap). Sampai 150 mg dapat diberikan sebagai dosis tunggal sebelum tidur. (Gunawan, 2012)

Farmakodinamik : Sebagian efek antideprsesi trisiklik mirip efek promazin

Farmakokinetik : Rearbsorpsi dari usus dengan BA ca 40% PP-nya diatas 90%, plasma t1/2 -nya rata-rata 15 jam.

Dalam hati sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilyn dengan daya sedative lebih ringan, t1/2 nya rata-rata 36 jam.

Ekskreksinya berlangsung terutama lewat kemih.

b. Diazepam

Zat aktif : Diazepam 2 mg

Golongan obat : Benzodiasepin (Harvey, 2013)

(20)

SSP I

meringankan spasme otot rangka karena inflamsiatau trauma. (Tjay, 2010)

Kontraindikasi : Penderita hipersensitifitas, bayi dibawah 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi pernafasan, gangguan pulmonar akut dan keadaan phobia. (Gunawan, 2012)

Efek samping : Mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi pada kulit, edema, mual dan konstipasi sakit kepala, amnesia, hipotensi dan retensi urin. (Gunawan, 2012)

Farmakokinetik : Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. (Gunawan, 2012)

(21)

SSP I

Interaksi obat : Penggunaan bersama obat-obat depresan susunan saraf pusat atau alkohol dapat meningkatkan efek depresan. Rifampisin dapat meningkatkan bersihan benzodiasepin. (Tjay, 2010)

c. Fenobarbital

Golongan obat : Barbiturat (Harvey, 2013)

Indikasi : Pada gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati, porfiri akut karena induksi enzim yang terlibat dalam sintesis porfirin serta keracunan alkohol, analgetika dan psikofarmaka. (Gunawan, 2012)

Efek samping : Efek samping pada dosis hipnotik jarang terjadi. Sekali-sekali dapat terjadi gangguan saluran cerna dan reaksi alergi. (Gunawan, 2012)

Dosis : Sekali 300 mg, sehari 600 mg. (Gunawan, 2012)

Farmakodinamik : Memberikan efek anti konvulsi dan efek utama adalah depresi SSP. Depresi napas sebanding dengan dosis tidak memberikan efek yang nyata pada kardiovaskular. (Gunawan, 2012) Farmakokinetik : Dimetabolisme hampir sempurna di hati

sebelumdieksresikan di ginjal (Gunawan, 2007).

(22)

SSP I

Golongan obat : Perangsang Psikomotir (Harvey, 2013)

Indikasi : Menghilangkan rasa letih, lapar, dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi ditingkatkan serta prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. (Patra, 2014)

Kontradiksi : Glakoma sudut tertutup, obstruksi salcame asma, hernia hiatal, miasternia, penyakit hati dan ginjal. (Patra, 2014)

Peningkatan : Peningkatan intravascular, mulut kering, pusing, dan konstripasi. (Patra, 2014)

Farmakokinetik : Didistribusikan keseluruh tubuh dan dengan cepat diabsorbsikan setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin. (Patra, 2014) Farmakodinamik : mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama

(23)

SSP I

BAB III METODE KERJA A. ALAT YANG DIGUNAKAN

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam, baskom, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, statif, toples, stopwatch.

B. BAHAN YANG DIGUNAKAN

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amitriptylin, caffein, diazepam, eter, kapas, kloroform, Na-CMC 1%, dan Phenobarbital C. HEWAN YANG DIGUNAKAN

(24)

SSP I

D. PEMBUATAN BAHAN Pembuatan Na-CMC 1% b/v

1. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1gram

2. Dipanaskan 100 mL air suling hingga suhu 70oC

3. Dimasukkan Na-CMC kedalam lumpang, ditambahkan 100 mL air yang telah dipanaskan sedikit demi sedikit kemudian diaduk

4. Dimasukkan larutan Na-CMC 1% ke dalam wadah dan disimpan dalam lemari pendingin

E. PEMBUATAN OBAT 1. Amitriptyline 30 mg

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang amitriptylin sebanyak 0,012 gram c. Dimasukkan ke dalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

2. Fenobarbital 100 mg

a. Ditimbang fenobarbital sebanyak 0,01295 gram b. Dimasukkan ke dalam kertas perkamen

c. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL d. Dihomogenkan lalu diberi etiket

3. Diazepam 2 mg

(25)

SSP I

c. Dimasukkan kedalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

4. Caffein 200 mg

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang caffein sebanyak 0,00615 gram c. Dimasukkan kedalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

F. PERLAKUAN HEWAN COBA

1. Disiapkan sejumlah mencit yang akan digunakan dalam praktikum 2. Dibersihkan mencit yang akan digunakan

3. Ditimbang masing-masing berat badan mencit 4. Dihitung volume pemberian masing-masing mencit

a. Anestesi

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)

2. Dimasukkan mencit kedalam toples yang masing-masing berisi kapas yang telah dibasahi dengan kloroform dan eter

3. Diamati efek farmakodinamik yang terjadi 4. Dicatat onset dan durasi

b. Antidepresan

(26)

SSP I

3. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat 4. Diberikan obat amitriptylin pada mencit secara oral 5. Diamati perilaku mencit pada menit ke 15, 30, 45, dan 60 6. Dihitung frekuensinya

c. Hipnotik sedative

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit) 2. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat

3. Diberikan masing-masing obat fenobarbital dan diazepam pada mencit secara oral

4. Diamati onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan 5. Dicatat onset dan durasi

d. Stimulant

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit) 2. Dimasukkan mencit kedalam wadah yang berisi air 3. Diamati perilaku mencit

4. Diberikan obat coffein pada mencit secara oral 5. Dimasukkan lagi mencit kedalam air

6. Diamati berapa banyak gerakan yang ditimbulkan hewan coba mencit pada menit ke 15, 30, 45, dan 60

(27)

SSP I

Amitriptilin 20 0,67 awal 56

Amitriptilin 20 0,67 0 14

Amitriptilin 20 0,67 25 26

Amitriptilin 20 g 0,67 ml 30 30

Amitriptilin 20 g 0,67 45 18

Amitriptilin 20 g 0,67 60 24

Amitriptilin 20 g 0,67 75 70

3. Stimulant

Stimulant 23 0,76 awal

-Stimulant 23 0,76 0 71

Stimulant 23 0,76 15 59

Stimulant 23 0,76 30 54

(28)

SSP I

Stimulant 23 0,76 60 39

Stimulant 23 0,76 75 35

4. Sedativ dan Hipnotik

Pelakuan

BB (gr)

VP (ml)

Onset (menit)

Durasi (menit)

Sedative 32 1 ml 60 45

Hipnotik 24 0,8 ml 45 49

Pembahasan

Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasidan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan saraf kita dapat mengisap suatu rangsangan dari luar pengendalian pekerja otot.

(29)

SSP I

Tujuan dilakukannya pengamatan ini adalah untuk menentukan efek obat pada anastesi umum, hipnotik dan sedative, antidepresi, serta stimulant terhadap pengujian beberapa obat pada hewan coba (mencit).

Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah mencit (Mus Musculus), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah memiliki

kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia, salah satunya yaitu hewan mencit (Mus Musculus). Selain itu haruslah juga memperhatikan variasi biologik (usia, jenis kelamin) ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik. Dan juga karena mencit (Mus Musculus) juga memiliki komponen darah yang dapat mewakili mamalia lainnya khususnya manusia, dan juga mencit (Mus Musculus) mempunyai organ terlengkap sebagai hewan mamalia.

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah benang godam, baskom, kanula, kapas, spoit, statif, stopwatch, dan toples.Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, amitripthylin, caffeina, diazepam, eter, kloroform, Na-CMC 1% dan Phenobarbital.

(30)

SSP I

antara 1-3 jam, obat ini tersebar ke seleruh cairan tubuh dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi obat, gelisah.

Percobaan Hipnotik-sedativ menggunakan obat diazepam dan fenobarbital. Diazepam merupakan salah satu kelompok obat barbiturat yang masuk dalam golongan anastesik intravena. Obat yang digunakan secara intravena ini dalam anastesi akan memberikan efek tidur pada pasien yang menggunakan respirator. Efek hipnotik dalam golongan obat barbiturat akan meningkatkan total lama tidur. Phenobartital juga termasuk kelompok barbitural dalam golongan antiepileptikprimer. Mekanisme kerja primernya adalah melepaskan efek inhibitorik neuron, yang diperantarai oleh GABA.Efek sampingnya adalah sedasi, gangguan kognitif, dan berpotensi osteoporosis.Penggunaan utama Phenobarbital pada epilepsi adalah dalam terapi statis.

Pada percobaan antidepresi menggunakan amitriptylin. Obat ini termasuk dalam kelompok antidepresan trisiklik dalam golongan obat anti depresan. Mekanisme kerjanya adalah penghambat ambilan kembali neurotransmitter dan penghambat reseptor. Efek-efek obat ini meningkatkan mood, memperbaiki kewaspadaan mental dan menurunkan pra-okulasi morbid pada 50-70% penderita depresi mayor.

(31)

SSP I

dan kronptropik pada jantung meningkatkan keluaran natrium, clorida, kalium dalam urin. Juga meragsang sekresi asam hidroklorat dari mukosa lambung.

Percobaan yang dilakukan yaitu anastesi dimana obat yang digunakan adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesia, yaitu suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip keadaan pingsan. Perlakuan yang dilakukan pada eter dan kloroform adalah anastesi, yang disesuaikan dengan volume pemerian (VP) mencit. Tetapi, karena dalam waktu lama belum menghasilkan efek, maka volume pemeriannya (VP) ditingkatkan. Dan hasil pengamatan menunjukkan hasil yang berbeda. Dari percobaan ini diperoleh hasil onset pemberian eter yaitu 112 menit dan durasinya yaitu 2 menit sedangkan onset pemberian kloroform yaitu 116 menit dan durasinya yaitu 6 menit. Hal ini sesuai dengan literatur sebab menimbulkan efek pada mencit berupa mencit kehilangan keseimbangan, serta kesadaran agak mirip keadaan pingsan. Perbandingan antara pemakaian eter dan kloroform di percobaan anastesi yaitu, eter lebih cepat berefek pada mencit dibandingkan dengan kloroform.

(32)

SSP I

obat penenang. Efek yang ditimbulkan dari zat uji fenobarbital ini yaitu merangsang waktu tidur, depresi dan rasa nyeri.

Pada percobaan stimulant, diperoleh hasil frekuensi sebelum diberikan coffein tidak menghasilkan banyak gerakan. Pada saat telah diberikan coofein frekuensi ke 0 menghasilkan banyak gerakan yaitu 51, frekuensi ke 15 menghasilkan banyak gerakan yaitu 59, frekuensi ke 30 menghasilkan banyak gerakan yaitu 54, frekuensi ke 45 menghasilkan banyak gerakan yaitu 41, frekuensi ke 60 menghasilkan banyak gerakan yaitu 39, dan frekuensi ke 75 menghasilkan banyak gerakan yaitu 35. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa dimana jika diberikan obat stimulant maka akan menimbulkan eksitasi dan euphoria serta meningkatkan aktivitas motorik sehingga gerakan yang dihasilkan seharusnya bertambah banyak.

(33)

SSP I

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada percobaan anastesi, eter dan kloroform efektif sebagai obat anastesi 2. Pada percobaan hipnotik dan sedative dengan obat Phenobarbital dan

diazepam efektif sebagai obat hipnotiv dan sedatif

3. Pada percobaan stimulant, caffeine tidak efektif sebagai obat stimulant 4. Pada percobaan terakhir yaitu antidepresan, amitriptilin efektif sebagai obat

(34)

SSP I

Untuk asisten agar selalu mendampingi para praktikannya pada saat praktikum sedang berlangsung. Agar praktikan lebih terarah dan kesalahann-kesalahann yang tidak diarapkann tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Penuntun Farmakologi dan Toksikologi 1. Universitas Muslim Makassar: Makassar

Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Depkes RI : Jakarta. Ganiswara, G. Sulistia, dkk, 2007. Farmakologi dan Terapi, UI-Press: Jakarta. Hartanto, dkk. 2007. Biokimia Harpe Edisi 27. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Kadzung, Bartman dkk. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC : Jakarta Mycek, Mary J., 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika: Jakarta. Neal, 2006,At A Glance: Farmakologi Medis. Erlangga : Jakarta

(35)

SSP I

Sloane Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Setiadi, 2007. Farmakologi Terapan. Erlangga : Jakarta.

Tjay, T. H., dkk, 2007. Obat-Obat Penting Edisi V. PT Gramedia. Jakarta. Wade, Carole, 2008, Psikologi Edisi 9 Jilid 1, Jakarta : Erlangga

LAMPIRAN A. Perhitungan Dosis

a. Diazepam 2 mg, BR = 198,32 mg

Dosis Dewasa = 602mgkg=0.03mg/kgBB

Dosis mencit = 0,033mg/kgBB ×373 =0,37mg/kgBB

Dosis mencit 30 gram = 0,371000mgg ×30g=0,01 mg

Larutan stok = 51ml ×ml 0,01mg=0,05mg/5 mL

(36)

SSP I

¿0,004gram/5 mL

b. Amitriptyline 30 mg, BR = 204,96 mg

Dosis Dewasa = 3060mgkg=0.83mg/kgBB

Dosis mencit = 0,83mg/kgBB ×373 =10,23mg/kgBB

Dosis mencit 30 gram = 10,231000mgg ×30g=0,30 mg

Larutan stok = 51ml ×ml 0,30mg=1,5mg/5 mL

Berat Yang Ditimbang = 1,525mg xmg 204,96mg=12,29mg/5 mL

= 0,012 g/5 mL c. Fenobarbital 100 mg, BR = 127,4 mg

Dosis Dewasa = 10060kgmg=1,66mg/kgBB

Dosis mencit = 1,66mg/kgBB ×373 =20,47mg/kgBB

Dosis mencit 30 gram = 20,471000mgg ×30g=0,61 mg

Larutan stok = 51ml ×ml 0,61mg=3,05mg/ 5mL

Berat Yang Ditimbang = 3,0530mg xmg 127,4mg=12,95mg/5 mL

=0,01295 g/5 mL d. Caffein 200 mg

Dosis Dewasa = 20060kgmg=3,33mg/kgBB

(37)

SSP I

Dosis mencit 30 gram = 41,071000mgg ×30g=1,23 mg

Larutan stok = 51ml ×ml 1,23mg=6,15mg = 0,00615 g/5mL

B. Skema Kerja 1. Anastesi

Disiapkan hewan coba

Toples yang berisi kapas Toples yang berisi kapas

eter + kloroform

Dihitung onset dan durasi

2. Antidepresan

Disiapkan hewan coba (mencit) ↓

Digantung ekornya pada statif (dihitung frekuensi gerakannya)

(38)

SSP I

Diamati pada menit ke 15’, 30’, 45’, 60’, 75’ ↓

Dihitung frekuensinya 3. Stimulant

Disiapkan hewan coba (mencit) ↓

Dimasukkan dalam wadah + air (dihitung frekuensi gerakannya)

Diinduksi secara oral obat caffein ↓

Diamati pada menit ke 15’, 30’, 45’, 60’, 75’ ↓

Dihitung frekuensinya

4. Hipnotik Sedative

Disiapkan hewan coba mencit

Di induksi secara oral dengan

Diazepam

(39)

SSP I

Gambar

Tabel Pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

efek obat antifertilitas dengan menggunakan obat Andalan ®, Microgynon ® ,.. dan Na CMC pada kontrasepsi hewan coba mencit

Dimana obat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Paracetamol.Namun pada praktikum ini pada dosis Paracetamol 750 mg dan 1000 mg yang dikonversikan pada hewan uji

Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah tikus ( Rattus novergicus ), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan

Asam asetat glasial merupakan asam lemah yang tidak berkonjugasi dalam tubuh, pemberian asam asetat glasial terhadap hewan percobaan akan merangsang

kolinergik pada sistem saraf parasimpatis sama efek farmakodinamiknya dengan. obat-obat golongan antagonis kolinergik

Percobaan kali ini yaitu penentuan panas pelarutan, dimana percobaan ini bertujuan Percobaan kali ini yaitu penentuan panas pelarutan, dimana percobaan ini bertujuan untuk mempelajari

Dilakukan perhitungan dosis obat A peroral pada manusia dewasa yaitu 500 mg, kemudian dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit atau tikus yang sudah ditimbang bobot

Sedangkan pada tikus dengan pemberian obat B pada golongan 4,5 dan 6, didapatkan hasil jumlah terjatuh tikus yang semakin menurun, yang menunjukkan bahwa tidak adanya efek obat sedatif