LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI
Cita Tri Murni Andayanti
1407035013
Jeffrey Yosua Sitinjak
1407035056
Reka Oktaviani
1407035008
Rike Dominta Aprianti Manik
1407035021
LABORATORIUM KIMIA DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asidi-Alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam basa. Secara sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH di atas7, sedangkan basa merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama, akan didapatkan larutan yang memiliki pH netral.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari lautan standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara pembakuan. Yang dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang konsentrasinya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan, yang ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan.
Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (melalui asisi-alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar primer.
Percobaan ini dilakukan agar dapat mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan asidimetri, mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan alkalimetri dan mengetahui volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan asidimetri.
Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan alkalimetri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Makna pH telah cukup luas dibahas, meliputi cara perhitungan dan cara pengaturannya, tetapi belum diulas cara pengukurannnya dalam percobaan. Suatu cara sederhana melibatkan penggunaan indikator. Indikator asam-basa adalah asam lemah, yang asam tak terion-nya (HIn) mempunyai warna yang berbeda. Jika sedikit indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna tergantung pada apakah kesetimbangan bergeser kea rah bentuk asam atau anion. Arah kesetimbangan reaksi tergantung pada pH (Petrucci, 1987).
Dua indikator asam-basa yang khas adalah jingga metil dan fenolftalein. Jingga metil berwarna merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan pH diatas 4,4 zat ini brwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10 zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden, 1986).
Indikator berubah warna karena sistem kromotornya diubah oleh reaksi asam-basa. Dalam larutan asam jingga metil terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur azo terprotonkan; hibrida resonansi berwarna merah. Nitrogen azo tidak bersifat basa kuat, dan gugus azo terprotonkan melepas ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. Kehilangan proton ini mengubah struktur elektronik senyawa itu, yang mengakibatkan perubahan warnam dari merah ke kuning (Fessenden, 1986).
Nilai komersial fenolftalein adalah sebagai komponen aktif dalam obat urus-urus atau pencuci perut (laxative) berbentuk permen. Namun, fenolftalein juga merupakan salah satu indikator titrasi yang paling terkenal. Dalam larutan asam, fenolftalein berbentuk suatu lakton yang tak berearna. Dalam lakton, karbon pusat berada dalam keadaan hibrida –sp3, oleh karena itu ketigs cincin benzena terpencil, tidak berkonjugasi (Fessenden, 1986).
Dalam larutan basa kuat, karbon pusat fenolftalein terhidroksikan dan berubah keadaan sp3. Reaksi ini memencilkan ketiga sistem pi lagi. Pada harga pH tinggi, fenolftalein tak berwarna (Fesseden, 1986).
Salah satu teknik yang paling penting dlam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambaha secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang mengandunga zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mgnakibatkanreaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada akhir, ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut dengan indikator, yang megnubah warna pada titik akhir. Pada titik akhir jumlah zat A yang telah ditambahkan secara unik berkaitan dengan bahan B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan persamaan reaksi titrasi. Titrasi memungkinkan kimiawan menentukan jumlah zat yang ada dalam sample. Dua penetapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi asam-basa dan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) (Oxtoby, 2001).
Dalam reaksi oksidasi-reduksi (redoks), elektron berpindah diantara spesi-spesi yang bereaksi sewaktu mereka bekombinasi membentuk produk. Pertukaran ini sebagai perubahan bilangan oksidasi reaktan. Bilangan oksidasi spesi yang memberitakan elektron meningkat, sdangkan spesi yang menerima elektron menurun. Titrasi redoks memiliki keuntungan khusus karena tajamnya spesi berwarna apda titik akhir titrasi. Misalnya MnO4- berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna. Jadi, bila MnO4- ditambahkan pada Fe2+ dengan sedikit berlebih maka, warna larutan berubah menjadi ungu secar permanen (Oxtoby, 2001).
Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan permanganate mengalir ke dalam labu ukur yang mengandung Fe2+. Timbulah secercah warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganate bereaksi dengan ion Fe2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn2+ dan Fe2+. Volume larutan permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe2+ hampir semua terkonversi menjadi Fe3+. Pda tahap ini penambahan setetes saja KMnO4 akan memberikan warna ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya reaksi. Volume titran larutan KMnO4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada meniskus larutan dalam buret dengan pembacaan volume akhir (Oxtoby, 2001).
Banyak prosedur analitis yang tidak langsung dan meibatkan reaksi awal tambahan, sebelum titrasi sample dilarutkan. Misalnya, garam kalium yang larut tidak kaam mengambil bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat. Akan teapi, penambahan ammonium oksalat pada larutan yang mengandung Ca2+ akan menyrbabkan pengendapan kalsium oksalat secara kuantitatif (Oxtoby, 2001).
Asam dan basa terlah diketahui dan diuraikan sejak jaman dahulu. Deskripsi kimia dan penjelasannya setaperilaku kimianya telah dikembangkan melalui beberapa langkah yang canggih dan umum. Swedia Svante Arrhenius, yang mendefinisikan asam dan basa dari segi perilakunya ketika dilarutkan dalam air. Dalam air murni terdapat ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida (OH-) yang jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi parsial dari air (Oxtoby, 2001).
Dalam kebanyakan reaksi asam-basa, tidak ada perubahan warna yang tajam paa titik akhirnya. Dalam hal ini perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang berubah warna bila reaksi selesai. Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa. Konsentrasi asam asetat di dalam larutan berair dapat ditentukan dengan larutan natrium hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara cermat (Oxtoby, 2001).
Titrasi asam kuat oleh basa kuat. Untuk titrasi 25,00 mL 0,1 M HCl ( asam kuat) oleh 0,1 NaOH (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi. Dari data ini dapat dipetakan dalam sedikit hubungan pH dengan volume basa yang ditambahnkan; berikut ini dinamakan kurva titrasi ( titration curve). Dalam kurva ini, kita dapat menentukan pH pada titik setara, dan dengan demikian indikator yang cocok untuk titrasi dapat dipilih (Petrucci, 1987).
Titrasi asam lemah oleh basa kuat. Penetralan asam lemah oleh basa kuat agar berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Mula-mula sebagian besa r asama lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion, HA, bukan sebagai H3O+ dan A-. Dengan adanya basa kuatl proton dialihkan langsung dari molekul HA yang tak mengion H+ (Petrucci, 1987).
Sifat penting yang perlu diingat dalam kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat yang diilustrasikan adalah:
2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal titrasi [ ion asetat yang dihasilkan dalam reaksi penetralan bertindak sebagai ion senama dan menekan pengionan asam asetat].
3. Sebelum titik setara tercapai, perubahan pH terjadi secara bertahap 9larutan yang digambarkan dalam bagian kurva ini mengandung HC2H3O2 dan C2H3O2 yang cukup banyak. Larutan nin adalah larutan penahan).
4. pH pada titik dimana asam lemah setengah dinetralkan ialah pH pKa. 5. pH pada titik setar lebih besar dari 7.
6. Setelah titik setara, kurva titrasi utntuk asam lemah oelh basa kuat identic dengan pada kurva titrasi asam kuat oleh bsa kuat.
7. Bagian terjal dari kirva titrasi pada titik akhir setara terjadi dalam selang pH yang sempit.
8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah oleh basa kuat lebih terbatas dibandingkan indikator untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat (Petrucci, 1987).
Salah satu golongan utama empat penggolongan analitis titrimetric adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri dna alkalimetri ini melibatkan titrasi dari asam lebah ( basa bebas) dengan suatu asam standar ( asidimetri). Dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu standar (alkalimetri). Bersenyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut) (Basset, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut lrutan standar, sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsenntrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primet harus memenuhi syarat seperti dibawah ini :
Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, mudah dikeringkan ( sebaiknya suhu 110 - 120℃ ).
Zat harus mempunyai ekuivalen ya g tinggi sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
Zat harus mudah larut dari kondisi-kondisi dalam ia gunakan.
Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap, sesatan titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
Zat harus diubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini megnisyaratkan bahwa zat telah boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara ataudipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisiny tidak berubah selama penyimpanan (Basset, 1994).
Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi ini tapat lengkap disebut titrasi. Titik saat dimana reaksi itu tepat bereaksi lengkap disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang tak dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, 1994).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pipet tetes
Corong kaca
Buret
Gelas kimia
Klem
Gelas ukur
Erlenmeyer
Botol semprot
Labu ukur
Tiang statif
Botol reagen
Sikat tabung 3.1.2 Bahan
Larutan NaOH 0,1 N
Larutan H2C2O4 0,1 N
Aquades
Cuka perdagangan
Indikator pp
Sabun cair
Tissue
Kertas label
Larutan CH3COOH
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Asidimetri
Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dititrasi
Dilakukan secara duplo
Dicatat volume rata-rata titrat 3.2.2 Alkalimetri
Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4 ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam burwt
Dititrasi
Dilakukan secara duplo
Dicatat volume rata-rata titran
3.2.3 Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan
Dimasukkan 1 mL larutan cuka ke dalam labu ukur 100 mL
Diencerkan 1% cuka perdagangan
Diambil 10 mL cuka dagang yang telah diencerkan
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator PP
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
Diamati TAT sampai menjadi merah lembayung
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan 1. Asidimetri
Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dimasukkan larutan H2C2O4 0,1 N ke dalam buret
Dititrasi
Diamati
Dilakukan secara duplo
C
C
Dicatat V rata-rata titran
NaOH berwarna bening
Indikator pp berwarna bening
Setelah diteteskan ke dalam NaOH, indikator pp menjadi merah lembayung
H2C2O4 berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah warna dari merah lembayung menjadi kuning
Volume simplo = 4,750 mL
Volume duplo = 5,000 mL
Volume rata-rata = 4,875 mL
2. Alkalimetri
Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4 ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
H2C2O4 berwarna bening
Indikator pp berwarna bening
Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam buret
Dititrasi
Diamati
Dilakukan secara duplo
C
C
Dicatat V rata-rata titran
NaOH berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah warna dari bening menjadi merah lembayung
Warna larutan duplo setelah dititrasi lebih pekat dibanding simplo
Volume simplo = 20,950 mL
Volume duplo = 21,200 mL
Volume rata-rata = 21,075 mL
3. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan
Dimasukkan mL larutan cuka perdagangan kedalam labu ukur 100 mL
Diencerkan 1% cuka perdagangan
Diambil 10 mL cuka perdagangan yang telah diencerkan
Diencerkan kembali kedalam labu ukur 100 mL
Diambil 10 mL cuka dagang yang telah diencerkan
Dimasukkan kedalam erlenmeyer
Cuka perdagangan berwarna bening
Cuka tetap bening
Ditambahkan 3 tetes indikato pp
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
Diamati TAT sampai menjadi merah lembayung
Dicatat V titrasi
Setelah diberi 3 tetes indikator pp, tetap berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah warna dari bening menjadi merah lembayung
Volume titrasi 1,20 mL
4.2 Reaksi
4.2.1 Indikator PP + NaOH
C
C O
O OH OH
2NaOH
+ C
C ONa
O O ONa
+ 2H2O
4.2.2 Indikator PP + H2C2O4
C
C O
O OH OH
4.2.3 Indikator PP + CH3COOH
C
C O
O
OH OH
H2C2O4 +
4.2.4 NaOH dan H2C2O4
2 NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
4.2.5 NaOH dan CH3COOH
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1 Asidimetri
V1 (V H2C2O4) = 4,857 mL V2 (V NaOH) = 10 mL N1 (N H2C2O4) = 0,1 N N2 (N NaOH) = ?
V1 x N1 = V2 x N2 4,875 x 0,1 = 10 x N2
0,4875 = 10 x N2 N2 = 0,0487 N 4.3.2 Alkalimetri
V1 (V NaoH) = 21,075 mL V2 (V H2C2O4) = 10 mL N1 (N NaOH) = 0,1 N N2 (N H2C2O4) = ?
V1 x N1 = V2 x N2 21,075 x 0,1 = 10 x N2
2,1075 = 10 x N2 N2 = 0,2107 N
4.3.3 Penetapan Kadar CH3COOH dalam Cuka Perdagangan V NaOH = 1,20 mL
N NaOH = 0,1 N V CH3COOH = 10 mL
FP = 10010
= 10
BE
=
Valensi = = 60Kadar CH3COOH = V a H x a H x H3 H x
V H3 H x x 100%
= , x , x x
x x 100%
= x 100%
= 0,0072 x 100% = 0,72 %
4.4 Pembahasan
Prinsip percobaan ini adalah menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan menggunakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara titrasi Asidi dan Alkalimetri yang melibatkan asam dan basa dengan reaksi penetralan.
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan di laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Titrasi merupakan cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu (Peniter/titran/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Larutan peniter diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan contoh sampai tercapai titik akhir. Dalam titrasi, dikenal istilah titrasn dan titrat. Titran adalah reagensia atau larutan yang pada titrasi konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Titran biasanya dimasukkan ke dalam buret dan diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam titrat. Titrat adalah bahan atau larutan yang akan dititrasi atau ditentukan kadarnya menggunakan titran. Dalam menentukan titik dimana titrasi harus dihentikan dikenal 2 titik, yaitu titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik (saat) pada mana reaksi itu tepat lengkap. Artinya, titik kesetaraan yang merupakan suatu akhir reaksi secara teoritis dimana reaksi berjalan secara stoikiometri. Dalam titik ekuivalen terjadi suatu kondisi dimana terjadi kesetaraan mol antara mol titran dan juga mol titrat. Penentuan titik ekuivalen biasanya sukar untuk ditentukan oleh mata untuk larutan yang tidak berwarna, padahal kesempurnaan reaksi harus dapat diamati dan dideteksi setiap perubahannya. Untuk menentukan perubahan ini maka kita dapat menggunakan bantuan penolong yang dapat membantu untuk mengamati perubahan tersebut. Bahan yang membantu pengamatan ini disebut sebagai indikator. Indikator dapat mengalami perubahan warna saat tercapainya titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah suatu titik dimana terjadi perubahan visual yang jelas dalam cairan yang sedang dititrasi karena terjadinya kelebihan 1 tetes titran. Titik akhir titrasi terjadi setelah terjadinya titik ekuivalen. Kondisi kelebihan titran akan menyebabkan terjadinya lonjakan perubahan pH sehingga merubah warna indikator (biasanya karena indikator terkonjugasi karena kelebihan titran, karna indikator merupakan senyawa organik yang memiliki struktur yang bisa terjadi delokalisasi elektron/resonansi).
pelarutan, dan penyimpanan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai larutan baku primer, antar lain :
Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni.
Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dapat dipengaruhi oleh karbon dioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji –uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui.
Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi pada mana ia digunakan.
Reaksi larutan standar ini harus stoikiometrik dan praktis lengkap. Sesatan harus dapat diabaikan atu mudah ditetapkan dengan cermat secara eksperimen.
Contoh-contoh larutan baku :
Bahan baku asam : KHC8H4O8, C6H8COOH, NH2SO3H, H2C2O4
Bahan baku basa : Na2C2O3, Na2B4O7.10H2O
Bahan baku pengoksidasi :K2Cr2O7
Bahan baku pereduksi : Na2C2O4, As2O3, Fe
Bahan baku lainnya : CaCO3, NaCl
Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan dengan larutan baku primer. Syarat-syarat larutan baku sekunder adalah :
Derajat kemurnian lebih rendah daripada baku primer
Berat ekuivalennya tinggi
Larutan ralatif stabil dalam penyimpanan
Contoh larutan baku sekunder diantaranya : NaOH, HCl, KMnO4, Na2S2O3, AgNO3, I2, KSCN, EDTA, NH4OH, KOH.
PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In- (basa).
Perhatikan reaksi berikut :
HIn + H2O ↔ H2O- + In-
Jika suatu asam ditambahkan, maka nilai [H+] akan bertambah, menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri. Ketika kesetimbangan bergeser ke kiri maka HIn- pun meningkat. Hal ini menyebabkan indikator PP tidak berubah warna. Ketika [OH-] meningkat, maka nilai kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan In- meningkat. Hal ini menyebabkan warna larutan berubah merah lembayung. Trayek pH pada indikator PP adalah antara 8,2 – 10.
ini bertujuan untuk menyempurnakan dan meratakan reaksi antara titran dan titrat di seluruh bagian larutan yang ada di dalam Erlenmeyer. Peniteran dilakukan secara duplo untuk memastikan kebenaran hasil titrasi. Dari hasil titrasi diperoleh volume akhir titrasi simplo sebesar 4,75 mL dan volume akhir titrasi duplo sebesar 5,00 mL. dari kedua data diambil rata-rata nilai sehingga diperoleh rata-rata sebesar 4,875 mL. Hasil dari dua kali titrasi hendaknya tidak berbeda lebih dari 0,05 mL. Sehingga dapat dikatakan hasil dari simplo dan duplo mendekati kebenaran nilai yang sebenarnya. Namun, pada praktikum perbedaan simplo dan duplo lebih dari 0,05 mL, yaitu mengalami perbedaan sebesar 0,25 mL. hal ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti penetesan titran yang berlebihan sehingga TAT tidak terdeteksi dengan tepat, pengocokan pada Erlenmeyer tidak dilakukan secara konstan sehingga reaksi dalam Erlenmeyer tidak merata, dan masih banyak lagi hal yang menyebabkan nilai antara simplo dan duplo berbeda cukup jauh. Setelah didapatkan volume rata-rata, maka kenormalan zat/larutan NaOH dapat dihitung dengan menggunakan rumus titrasi V1 x N1 = V2 x N2. Setelah setiap data dimasukkan dan dihitung, diperoleh normalitas larutan NaOH sebesar 0,0487 N.
Pada percobaan kedua, dilakukan titrasi alkalimetri. Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kenormalan H2C2O4 dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Perlakuan pada percobaan ini sama dengan pada percobaan asidimetri. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu larutan standar dalam prcobaan ini adalah NaOH. Berarti, NaOH adalah sebagai titran untuk menetapkan kenormalan H2C2O4 yang merupakan titrat. 10 mL H2C2O4 dalam Erlenmeyer yang kemudian dtambahkan dengan 3 tetes indikator pp tetap berwarna bening. Hal ini berbeda dengan saat percobaan asidimetri dimana NaOH menjadi merah lembayung saat dibubuhi indikator pp. Hal ini terjadi Karena saat indikator pp diteteskan ke dalam larutan asam maka terjadi penambahan [H+] dan [OH-] berkurang. Ini menyebabkan kesetimbangan bergeser kearah kiri, perubahan ini menjadi HIn sehingga larutan tidak berwarna. Berbeda dengan saat NaOH dibubuhi indikator pp, maka [OH-] bertambah dan [H+] berkurang sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan kearah In yang menyebabkan perubahan warna. Saat menuju TAT, maka kesetimbangan bergerak kembali dan menuju arah berlawanan yang menghasilkan peribahan warna.
HIn + H2O ↔ H2O- + In-
saat larutan pada TE kelebihan 1 tetes titran. Setelah dilakukan duplo, ternyata warna larutan pada duplo lebih pekat dibandingkan pada simplo. Ini disebabkan pada duplo, titrat mengalami terlalu banyak kelebihan titran sehingga warnanya menjadi lebih pekat. Volume duplo yang diperoleh adalah 21,2 mL dan volume simplo sebesar 20,95 mL. Dari hasil, didapat perbedaan antara simplo dan duplo sebesar 0,25. Rata-rata volume yang diperoleh adalah sebesar nilai 21,075 mL. dari hasil tersebt diperoleh kenormalan H2C2O4 sebesar 0,2107 N.
Pada percobaan ketiga dilakukan penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan. Pada awalnya, dilakukan pengenceran cuka perdagangan menjadi 1%, lalu diencerkan dengan mengambil 10 mL larutan yang telah diencerkan, kemudian diencerkan lagi menjadi 100 mL. pengenceran dilakukan sebanyak 2 kali. Pengenceren bertujuan untuk mengurangi kepekatan larutan sample, agar saat titrasi volume titran yang digunakan tidak terlalu banyak dan TAT dapat lebih cepat tercapai. Cuka perdagangan yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer berfungsi sebagai wadah titrat saat dilakukan titrasi. Ke dalam Erlenmeyer berisi cuka perdagangan ditambahkan 3 tetes indikator PP. tidak terjadi perubahan warna, sebab cuka merupakan asam dan indikato PP tidak berubah warna dalam suasana asam. Lalu dilakukan peniteran dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga TAT berupa perubahan warna larutan menjadi merah lembayung terlihat. TAT tercapai pada volume 1,20 mL. volume NaOH yang dibutuhkan sedikit sebab kepekatan dari sample juga tidak telalu pekat. Hal ini menyebabkan TAT lebih cepat dicapai. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh kadar CH3COOH dalam cuka perdagangan memang rendah. Pada saat titrasi dilakukan, di bagian bawah permukaan dari tiang statif diletakkan kertas putih. Hal ini dilakukan agar wana dan dan perubahan warna pada larutan menjadi lebih jelas terlihat. Dalam perhitungan konsentrasi dan juga penetapan konsentrasi, digunakan Normalitas dalam titrasi. Hal ini digunakan sebab dengan penggunaan satuan konsentrasi normalitas maka perhitungannya tidak mengabaikan jumlah elektron, H+, OH-, dan juga bst (bobot setara) suatu larutan. Berbeda dengan molaritas yang tidak memperhitungkan jumlah elektron, H+dan OH- yang ikut bereaksi. Sehingga, hasil titrasi dengan penggunaan satuan Normalitas mejadi lebih akurat. Ketika menghitung kadar CH3COOH dalam cuka perdgangan digunakan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dalam hal ini ikut diperhitungkan, sebab dari larutan sample yang telah dibuat hanya beberapa mL yang
maksudnya dari 100 mL larutan yang dibuat diambil 10 mL untuk titrasi. Tujuan dari pegnenceran cuk perdagangan sebelum titrasi adalah untuk mengencerkan cuka. Sehingga, saat dititrasi NaOH standar yang merupakan titran yang digunakan dalam menetapkan kadar CH3COOH digunakan lebih sedikit. Selain itu, hal ini menyebabkan TAT lebih cepat tercapai dan proses titrasi lebih cepat.
kontaminasi dari zat lain. Saat mengisi buret, harus dipastikan tidak ada gelembung udara yang dapat mengurangi volume larutan titran. Saat melakukan titrasi, sebaiknya ditaruh alas dibawah erlenmeyer, yang berwarna putih sehingga perubahan warna saat titrasi menjadi jelas terlihat. Saat titrasi berlangsung, erlenmeyer harus digoyang secara konstan dan searah, agar reaksi antara titran dan titrat merata dan sempurna. Penetesan titrn haruslah setetes demi setetes, sebab dalam titrasi warna dan perubahan warna dari indikator dapat berubah secara tajam di sekitaran TAT, dan perubahan tersebut dapat terjadi dengan 1 tetes titran. Dalam pengambilan data tirasi, sebaiknya dilakukan secara duplo untuk meyakinkan kebenaran hasil titrasi. Dan perbedaan antara simplo dan duplo hendaknya tidak lebih dari 0,05 mL agar data dapat diyakini kebenarannya. Saat menetapkan kadar suatu zat, dimana zat tersebut diencerkan sebelum ditirasi maka saat perhitungan kadar harus dilibatkan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dilibatkan agar dapat diketahui kadar asli zat sebelum diencerkan. Sehingga hanya membutuhkan sedikit larutan titran untuk mencapai TAT. Dan juga saat menghitung dan menetapkan konsentrasi suatu zat sebaiknya digunakan satuan normalitas, sebab normalitas lebih akurat. Dimana nilai valensi, bobot setara, dan juga H+ dan OH- yang ikut terlibat dalam reaksi turut diperhitungkan.
Sifat fisik dari NaOH :
Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, ataupun larutan jenuh 50%
Bersifat lembab air
Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan
Titik leleh 318℃
Titik didih 1390℃
Senyawa ini densitasnya 2,1 g/mol Sifat kimia NaOH :
Larutannya merupakan basa kuat saat terlarut sempurna dalam air
Bisa didapat dengan larutan HCl akan dinetralkan dimana terbentuk garam dan air dengan reaksi :
NaOH + HCl NaCl + H2O
Senyawa ini sangat mudah membentuk ion Natrium dan Hidroksida Sifat fisik dari H2C2O4 :
Melting point : 101,5 ℃
Densitas1,653 g/cm3
∆ Hf (18℃) : -1422 Kj/mol
pH (0,1 M) : 1,3 Sifat kimia H2C2O4 :
Didapatkan dari reaksi pemanasan gula (sukrosa) dengan oksigen
Memiliki afinitas yang besar terhadap air
Dapat menggantikan hidrogen dalam reaksinya dengan logam aktif, dan membentuk garam sulfat
Dapat digunakan sebagai pembersih logam Sifat fisis CH3COOH :
Berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau tajam
pH (20 ℃) adalah 2,5
kekentalan dinamik (20 ℃) 1,22 mm2/s
kekentalan kinematic (20 ℃) 1,77
Titik didih 116-118 ℃
Titik lebut 17℃ Sifat kimia CH3COOH :
Bereaksi dengan alcohol menghasilkan ester
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol
Struktur Kristal asetat menunjukkan molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen
Dari praktikum Asidi-Alkalimetri terdapat beberapa faktor kesalahan, diantaranya :
Pada saat titrasi, pengocokan tidak dilakukan secara konstan sehingga reaksi dalam erlenmeyer tidak merata
Pada saat titrasi, banyak larutan titran yang menempel di dinding bagian dalam erlenmeyer dan tidak ikut bereaksi dengan titrat. Hal ini menyebabkan kesalahan mendeteksi TAT. Sebab, dalam titrasi 1 tetes dapat mengidentifikasi perubahan warna yang tajam
Kelebihan saat meneteskan titran, sehingga TAT yang terdeteksi tidak sesuai dengan TAT yang sebenarnya
Perbedaan yang jauh antara nilai simplo dan duplo. hal ini terjadi karena penetesan titran yang berlebihan sehingga tidak mendeteksi TAT secara benar
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan asidimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi secara duplo sebesar 4,875 mL
Pada percobaan alkalimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi secara duplo sebesar 21,075 mL
Volume titran yang dihasilkan setelah cuka dagang diencerkan sebanyak 2 kali dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N adalah sebesar 1,20 N
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J.,dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pentingnya reaksi oksidasi reduksi dikenal sejak awal kimia. Reaksi oksidasi reduksilah reaksi kimia yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi, reaksi redoks ada yang berlangsung spontan dan tidak spontan. Reaksi redoks yang berlangsung spontan digunakan sebagai sumber arus, yaitu dalam sel volta seperti aki dan baterai. Reaksi redoks yang berlangsung non spontan dapat berlangsung dengan menggunakan arus listrik, yaitu dalam elektrolisis.
Di dalam tanah proses pembentukan-pembentukan oksidasi dan reduksi sangat berhubungan erat. Oksidasi tanpa oksigen maka proses oksidasi tidak dapat berlangsung. Hal ini dikarenakan pada proses oksidasi dan reduksi, oksigen berperan sebagai unsur yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah biasanya digunakandalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah. Reaksi ini bertindak sebagai sumber ion-ion penyusun unsur dalam lapisan oksidasi dan reduksi dalam tanah.
Reaksi ini digunakan untuk membedakan antara reaksi pembentukan lapisan oksidasi atau lapisan reduksi yang terjadi pada tanah. Keadaan pada proses pembentukan lapisan reduksi ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi. Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembentukan perak. Demikian pula dengan kondensasi lapisan oksidasi tanah yang reaksinya membentuk senyawa karboksilat sehingga adisi terhadap ikatan rangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu nukleofil pada karbonil, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri pengoksidasi terhambat. Dalam oksidasi reduksi suatu densitas di ambil dari dua zat yang bereaksi. Perkembangan sel elektrolit juga sangat penting. Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia. Reaksi oksidasi yaitu suatu proses menerima atau memperoleh satu elektron atau lebih.
atau oksidator dan zat reduksi atau reduktor. Percobaan ini juga dilakukan untuk mengetahui perbandingan you c 1000 mg dengan larutan buavita setelah ditambahkan KmnO4 dan ditambahkan dengan I2 dan juga mengetahui volume penitrasi pada percobaan analisa kuantitatif standarisasi KmnO4. Sehingga dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
1.2Tujuan Percobaan
Mengetahui hasil reaksi antara Vitamin C ditetesi KMnO4 dan I2.
Mengetahui perbandingan larutan You C 1000 mg dengan larutan buavita setelah ditambahkan KMnO4.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi. Istilah “Oksidasi” pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah itu sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan penengkapan elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak sebagai zat pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida Karena menerima elektron dari kalsium dan menyebabkan kalsium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi redoks tingkat oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang hilang oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh suatu zat pengoksida (Chang, 2005).
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam reaksi pembentukan kalsium oksida (Cao) dari kalsium dan oksigen.
2Ca(s) + O2(g) 2CaO(s)
Kalsium oksida (CaO) adalah senyawa ionik yang tersusun atas ion Ca2+ dan O2-. Dalam reaksi pertama, dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat electron pada dua atom O (dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap terpisah, tahap yang satu melibatkan hilangnya empat electron dari dua atom Ca dan tahap lain melibatkan penangkapan empat electron oleh molekul O2,
2Ca 2Ca2+ + 4e 4ē + O2 2O
2-Setiap tahap diatas dapat disebut sebagai reaksi setengah sel ( half-reaction), yang secara eksplisit menunjukkan banyaknya electron yant terlibat dalam reaksi (Chang, 2005).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa.
Senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi.
seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn dan Al dapat digunakan sebagai reduktor logam-logam ini dapat
memberikan elektrodannya dengan mudah. Reduktor jenis lainnya adalah reagen transfer
hibrida, misalnya NaBH4 dan lainnya, reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia
organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alcohol. Metode
reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium,
platinum, atau riak reduksi katalitik ini utamanya di gunakan pada reduksi ikatan rangkap
dua atau tiga karbon-karbon cara yang mudah unutk melihat proses redoks adalah redactor
mentransfer elektronya ke teroksidasisehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan
elektrondan teroksidasi dan oksidator mendapatkan electron dan tereduksi. Pasangan
oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi di sebut sebagai pasangan redoks
(Petrucci, 1987).
Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi pengertian yang lebih luas dan jelas Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu electron atau lebih dari dalam zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsur dioksida, keadaan oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat pengoksidasi diartikan sebagai zat yang memperoleh electron, dan dalam proses itu zat itu direduksi. Reduksi, sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu electron atau lebih dari suatu zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsure direduksi, keadaaan oksidasi berubah menjadi lebih negative ( kurang positif ). Jadi zat pereduksi merupakan zat yag kehilangan electron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan, maupun gas. Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan diantara reaksi yang digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KMnO4. 1. Kalium permanganat (KMnO4), merupakan zat padat cokelat tua yang merupakan pengoksidasi kuat, yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam, ion pemanganat direduksi menurut proses 5 elektron, Mn berubah dari +7 ke +2,
MnO4- + 8H+ + 5ē Mn2+ + 4H2O
dalam suasana netral atau setengah basa permanangat direduksi jadi mangan dioksida. MnO4- + 4H+ + 3ē MnO2 + 2H2O
2. Logam seperti zink, besi, dan aluminium, seringkali logam ini digunakan sebagai bahan pereduksi. Kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada dalam keadaan oksidasi terendah, Contohnya :
Fe Fe2+ + 2ē
AI AI3+ + 3ē ( G. Svehla, 1990 ).
Suatu unsur dapat bergabung dengan unsure lain membentuk senyawa dengan valensi tertentu. Istilah valensi dikemukakan oleh Wichelhaus yang artinya jumlah ikatan suatu unsur terhadap yang lainnya. Dalam menentukan valensi unsur, kita harus menuliskan struktur molekul senyawa terlebih dahulu. Oleh karena itu, cara ini kurang praktis dan sebagai gantinya ditemukan cara bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi suatu unsur adalah muatan suatu atom dalam senyawa, seandainya semua elektron yang dipakai bersama menjadi milik atom yang lebih elektronegatif. Contohnya molekul H2O, karena O2 lebih elektronegatif maka ia kelebihan dua electron dari dua hydrogen. Akibatnya bilangan oksidasi oksigen = -2 dan hydrogen = +1. Bilangan oksidasi dapat positif atau negative. Nilai itu bukan merupakan hasil percobaan melainkan merupakan perjanjian. Perjanjian atau atau aturan dalam menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut : 1.Setiap unsur bebas mempunyai bilangan oksidasi = 0, Contohnya H2,Fe, He, S8, dan P4. 2.Hidrogen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1, Contohnya HCI,
H2SO4 dan HCIO4.
3.Oksigen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -2 Contohnya H2O, HIVO3 dan NOH.
4.Unsur-unsur golongan alkali ( IA ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1, Contohnya NaCI, KOH, dan Li2SO4.
5.Unsur-unsur golongan dikali tanah ( II A ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2 contohnya CaO, BaCO, dan SrSO4.
6.Ion Fluar ( F ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -1, Contohnya HF, LIF, dan CaF2.
7.Sebuah ion mempunyai bilangan oksidasi sama dengan muatannya Contohnya C1-= -1, SO42- = -2, dan Ca+2 = 2.
8.Senyawa netral mempunyai bilangan oksidasi 0 contohnya HCI = 0, KBr = 0, dan Na2SO4 = 0.
Dalam reaksi redoks, ada beberapa perbedaan dalam bidang oksidasi atau keadaan oksidasi atau keadaan oksidasi ( istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang saling mengubah ) dari dua atau lebih suatu unsur. Perhatikan suatu reaksi yang melibatkan magnesium dan oksigen.
2Mg + O2 2MgO 0 0 +2 -2
Dimana ditulis bilangan oksidasinya dibawah nama senyawa tesebut, terlihat bahwa bilangan oksidasi Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi 0 berubah dari 0 menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti oleh bertambahnya bilangan oksidasi ( bertambah maksudnya disini adalah bilangan oksidasi Mg menjadi lebih positif ). Reduksi O2 sebaliknya diikuti oleh berkurangnya bilangan oksidasi 0 menjadi kurang positif atau kurang negatif. Dengan demikian, hal ini memberikan kita cara yang lebiih umum untuk mendefinisikan oksidasi dan reduksi yang berkaitan dengan perubahaan bilangan oksidasi. Berdasarkan perubahan bilangan oksidasinya, oksidasi adalah bertambahnya bilangan oksidasi dan reduksi adalah berkurangnya bilangan oksidasi. Untuk tetap konsisten dengan definisi sebelumnya, senyawa Pengoksidasi adalah zat yang direduksi, dan senyawa pereduksi adalah zat yang dioksidasi (Brady, 1987).
Prinsip yang terlibat dalam titrasi oksidasi reduksi secara prinsip identik dengan
dalam titrasi asam basa. Dalam titrasi reduksi oksidasi pilihan indikatornya untuk
menunjukan titik akhir terbatas kadang hantar larutan di gunakan sebagai indicator
berbagai maam senyawa aromatik di reduksi oleh enzim untuk membentuk senyawa
redikal bebas. Secara umum penderma elektrodanya adalah berbagai jenis Havoenzim dan
koenzimnya. Seketika terbentuk radikal-radikal bebas anion ini akan mereduksi oksigen
menjadi super oksida. Rekasi bersihnya adalah oksidasi koenzim Havoenzim dan reduksi
oksigen menjadi super oksida. Tingkah laku katalitik ini di jelaskan sebagai siklus redoks.
Redoks sering di hubungkan dengan terjadinya perubahan warna lebih sering dari pada
yang di amati dalam reaksi asam basa reaksi redoks melibatkan pertukaran elektron dan
selalu terjadi perubahan bilangan oksidasi dari dua atau lebih unsur dari reaksi kimia.
Penerjemaan reaksi redoks agak lebih sulit di tulis dan di kembangkan dari persamaan
reaksi biasa lainya. Karena, jumlah zat yang di pertukarkan dalam reaksi redoks sering
kali lebih dari satu sama lainya dengan persamaan reaksi lain. Persamaan reaksi redoks
di lakukan dengan mudah sedangkan penyeimbangan muatan agak sulit karena itu
perhatian harus di curahkan pada penyeimbangan muatan (Petrucci, 1987).
Redoks (reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan hambatannya bilangan
oksidasi ( keadaan oksidasi ) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa
proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon
dioksida, ataureduksi karbon oleh hydrogen yang menghasilka metana (CH4) ataupun ia
dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui
rentetan transfer elektron yang rumit.
a. Penemu oksigen
Karena udara mengandung oksigen dalam jumlah yang besar kombinasi antara zat dan
oksigen yakni oksidasi paling sering berlangsung di alam. Pembakaran dan perkataran
logam pasti telah menarik perhatian orang sejak dulu.
Reaksi perkaratan :
4Fe + 3O2 2Fe2O3
Namun, baru di akhir abad ke-18 kimiawan dapat memahami pembakaran dengan
sebenarnya. Pembakaran dapat di pahami hanya ketika oksigen di pahami.
Oksidasi : reduksi dan hidrogen
Oksidasi : mendorong hidrogen
Reduksi : menerima hidrogen
b. Peran hydrogen
Ternyata tidak semua reaksi oksidasi dengan senyawa organic dapat di jelaskan dengan
pemberian dan penerimaan oksigen. Misalnya walaupun reaksi untuk mensintesis
aniline dengan mereaksikan nitro benzene dan besi dengan kehadiran HCl adalah reaksi
oksidasi reduksi dalam kerangka pemberian dan penerimaan oksigen pembentuk
CH3CH3 dengan penambahan hydrogen pada CH2 = CH2, tidak melibatkan
pemberian dan penerimaan oksigen. Namun 1 penambahan hydrogen berefek sama
dengan pemberiaan oksigen. Jadi, etana di reduksi dalam reaksi ini :
Oksidasi : reduksi dan hidrogen
Oksidasi : mendonorkan hidrogen
Reduksi : menerima hidrogen
c. Peran electron
Pembakaran magnesium jelas reaksi oksidasi reduksi yang melibatkan pemberian dan
2Ng + O2 2MgO
Reaksi antara magnesium dan klorin tidak di ikuti dengan pemberian dan penerimaan
oksigen
Mg + Cl2 MgCl2
Namun, mempertimbangkan valensi magnesium merupakan hal yang logis untuk
mengangap ke dua reaksi dalam kategori yang sama memang, perubahan magnesium
Mg Mg3
Umum untuk kedua reaksi dan dalam kedua reaksi magnesium dioksida dalam
kerangka ini keberlakuan yang lebih umum akan dicapai bila oksidasi-reduksi
didefinisikan dalam rangka pemberian dan penerimaan elektron.
Oksidasi : reaksi elektron
Oksidasi : mendorong elektron
Reduksi : menerima elektron
Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembaran kertas, jadi tidak mungkin oksidasi
atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya, bila zat menerima elektron maka
harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi reduksi, senyawa yang
menerima elektron dari lawannya disebut oksidasi (bahan pengoksidasi) sebab
lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan yang medonorkan elektron pada oksidan
disebut dengan redukton (bahan pereduksi) karena lawannya oksidan tadi tereduksi
suatu senyawa dapat berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Suatu senyawa dapat
berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Bila senyawa itu mendonorkan electron
pada lawannya, senyawa ini dapat menjadi redukton. Sebaiknya bila senyawa ini muda
menerima elektron senyawa itu adalah oksidan.
d. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi suatu unsure menyatakan banyaknya electron yang dapat dilepas di
terima maupun digunakan bersama dalam membentuk ikatan dengan unsure lain
bilangan oksidasi dapat berupa positif nol atau negatif. Senyawa-senyawa yang
memiliki kemampuan unutk mengoksidasi senyawa lain di katakan sebagai oksidatif
dan dikenal sebagai oksidator atau agen oksidasi. Oksidator melepaskan electron dari senyawa lain sehingga dirinnya sendiri tereduksi oleh karena ia “menerima” elktron ia juga di sebut sebagai penerima electron. Oksidator biasannya adalah senyawa-senyawa
yang memiliki unsure. Unsure dengan bilangan oksidasi yang tinggi seperti H2O2,
dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah
senyawa (misalnya oksigen ). Fluorin, klorin, dan bromine (Petrucci, 1987).
Pengertian oksidasi untuk menyatakan setiap perubahan kimia yang memeberikan
arti adanya kenaikan dalam bilangan oksidasi sebagai contoh: bila hidrogen, H2, bereaksi
dengan oksigen untuk membentuk air, H2O, maka atom-atom hidrogen bilangan
oksidasinya berubah dari 0 menjadi +1 dikatakan H2 mengalami oksidasi. Bila sukrosa,
C12H22O11, dibakar hingga menjadi karbon dioksida, CO24 maka atom-atom karbon naik
dalam bilangan oksidasinya dari 0 menjadi +4, dikatakan juga sukrosa dioksidasi.
Pengertian reduksi digunakan untuk menyatakan setiap penurunan dalam bilangan
oksidasi (Underwood, 1999).
Dalam kimia organik, reaksi oksidasi biasanya diartikan sebagai penambahan
oksigen kedalam molekul atau lepasnya hidrogen dari molekul, sedangkan reaksi reduksi
diartikan sebagai masuknya hidrogen kedalam molekul organik atau keluarnya oksigen
dari dalam molekul organik. Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi-reduksi adalah
berdasarkan pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan
bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H yang berikatan dengan C
mempunyai bilangan oksidasi 0, dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1. Jika
berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen, atau sulfur (Riswiyanto,
2009).
Redoks (singkatan dari raksi reduksi-oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan
berubahnya bilangan oksidasi (keadaan ooksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.
Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang
menghasilkan metana (CH4). Ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti
oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. Istilah
redoks berasal dari dua konsep,, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan
mudah sebagai berikut :
Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan diatas tidaklah
persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi
karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik
didefinisikan sebagai pengikatan bilangan oksidasi dan reduksi sebagai penurunan
oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai “redoks” walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (Keenan, 1984).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi sanyawa lain
dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor
melepaskan elektronnya ke senyawa lain sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia
mendonorkan elektronnya, ia juga disebut sebagai penderma elektron senyawa-senyawa
yang berupa reduktor sangat bervariasi. Cara yang mudah untuk melihat proses redoks
adalah reduktor mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi reduktor
melepaskan elektron dan teroksidasi dan oksidator mendapatkan elektron dan tereduksi.
Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi disebut sebagai
pasangan redoks. Salah satu contoh reaksi redoks adalah antara hidrogen & fluorin.
H2 + F2 2FH
Kita dapat menulis keseluruhan reaksi ini sebagai dua reaksi setengah, reaksi oksidasi,
H2 2H+ + 2e
-Dan reaksi reduksi,
F2 + 2e- 2F
-Penulisan reaksi masing-masing reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses
kimia lebih jelas, karena tidak terdapat perubahan total muatan selama reaksi redoks,
jumlah elektron yang berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang
dikonsumsi dengan reaksi reduksi. Unsur-unsur bahkan dalam bentuk molekul, sering kali
memiliki bilangan oksidasi nol. Pada reaksi diatas, hidorgen teroksidasi dari bilangan
oksidasi 0 menjadi +1, sedangkan fluorin tereduksi dari bilangan 0 menjadi -1
H2 2H+ + 2e
-Fe + 2e- 2F
H2 + F2 2H+ + 2F- (Underwood, 1999).
Biji besi adalah mineral dengan kadar besi yang tinggi, salah satunya, Hemafit,
Fe2O3, secara kimia sangat serupa dengan karet besi yang biasa. Dengan cara yang
disederhanakan, reaski yang menghasilkan besi logam dari hemafit dalam tungku sembur.
Pada reaksi ini, dapat kita bayangkan CO(s) mengambil atom O dari Fe2O3 menghasilkan
CO2(s) dan unsur besi bebas. Istilah yang lazim digunakan untuk mendeskripsikan reaksi
yang zatnya memperoleh atom adalah reduksi. CO(s) teroksidasi dan Fe2O3(s) tereduksi.
Oksidasi dan reduksi harus selalu terjadi bersamaan dan reaksi seperti ini disebut reaksi
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang berkenaan dengan interkovensienergi
listrik dan energi kimia. Proses elekrokimia adalah reaksi redoks( oksidasi-reduksi)
dimana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik
atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi yang non spontan bisa terjadi. Dalam
reaksi redoks, elektron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam
magnesium dan asam klorida merupakan satu contoh reaksi redoks
Mg(s) + 2HCl (aq) MgCl2(aq) + H2(s)
Ingat bahwa angka yang ditulis diatas unsur adalah bilangan oksidasi dari unsur tersebut.
Dilepasnya elektron oleh suatu unsur selama oksidasi ditandai dengan meningkatnya
bilangan oksidasi unsur itu. Dalam reduksi, terjadi penurunan bilangan oksidasi karena
diperolehnya elektron oleh unsur tersebut. Dalam reaksi yang ditunjukkan disini, logam
Mg dioksidasi dan ion H+ direduksi, ion Cl- adalah ion pengamat (Chang, 2005).
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (kosentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan dan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui (Basset, 1994).
sedemikian, sehingga perbedaan antara titik akhir terlihat dan titik ekuivalen adalah sekecil mungkin (Bassett, 1994).
Regensia dengan konsentrasi yang diketahui, disebut titran (titrant) dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat. Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut:
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan regensia dalam proporsi yang stoikiometri atau ekuivalen.
2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan sangat cepat sekali.
3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi bebas, yang menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisik dan sifat kimia larutan pada titik ekuivalen. 4. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat kimia dan terlihat secara
fisika (warna atau pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir titrasi (Bassett, 1994).
Metode titrasi lazimnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi dan memiliki beberapa keuntungan, dimana ia dapat diterapkan, melebihi metode-metode gravimetri. Metode-metode ini memerlukan peralatan yang lebih sederhana, dan umumnya cepat dikerjakan; pemisahan dan sukar, sering dapat dihindari. Yang berikut ini diperlukan untuk analisis titrimetri (1) bejana-bejana pengukur yang dikalibrasi, termasuk buret, pipet, dan lalu labu volumetri. (2) zat-zat dengan kemurnian yang diketahui untuk penyiapan larutan-larutan standar. (3) indikator visual atau metode instrumental untuk mendeteksi lengkapnya reaksi (Bassett, 1994).
Ekuivalen dari suatu zat pengoksit atau pereduksi, paling sederhana didefinisikan sebagai masa reagensia, yang bereaksi dengan atau mengandung 1.008 g hidrogen tersedia, atau 8.000 g oksigen tersedia. Dengan “tersedia” dimaksudkan dapat digunakan dalam oksidasi atau reduksi. Banyaknya oksigen tersedia dapat ditunjukkan dengan menganalisis persamaan hipotesis, misalnya:
2KMnO4 K2O + 2MnO + 5O
Yang berarti bahwa dalam larutan asam, 2KmnO4 menyerahkan 5 atom oksigen tersedia yang diambil oleh zat pereduksi, maka ekuivalennya adalah 2KmnO4. Untuk kalium dikromat dalam larutan asam, persamaan hipotesis itu adalah:
Ekuivalennya adalah K2Cr2O7 /6 . Penanganan secara elementer ini hanya terbatas penerapannya, tetapi bermanfaat bagi pemula (Bassett, 1994).
Suatu pandangan yang lebih umum dan mendasar, diperoleh dengan meninjau; (a) jumlah elektron yang terlibat dalam persamaan ion parsial, yang mewakili reaksi dan (b) perubahan “bilangan oksidasi” dari suatu unsur yang bermakna dalam oksidasi atau reduktan. Kedua metode akan ditinjau dengan agak terperinci. Dalam analisis kuantitatif kita terutama berkepentingan dengan reaksi-reaksi yang berlangsung dalam larutan, yaitu reaksi ion. Maka kita akan membatasi pembahasan tentang oksidasi-reduksi, pada reaksi-reaksi demikian. Oksidasi besi (II) klorida oleh klor dalam larutan air dapat ditulis:
2FeCl2 + Cl2 2FeCl3 Atau dapat dinyatakan secara ionik:
2Fe2+ + Cl2 2Fe3+ + 2Cl
-Ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ (oksidasi), dan molekul klor netral menjadi ion klorida Cl- yang bermuatan negatif (reduksi); pengubahan Fe2+ menjadi ion Fe3+ membutuhkan kehilangan satu elektron, dan transformasi molekul klor netral itu menjadi ion klorida memerlukan perolehan 2 elektron. Ini menimbulkan pendapat, bahwa untuk reaksi dalam larutan, oksidasi adalah suatu proses yang melibatkan kehilangan elektron, seperti dalam
Fe2+ + e- Fe3+
Dan reduksi adalah proses oksidasi-reduksi yang sesungguhnya, elektron-elektron dipindahkan dari zat pereduksi ke zat pengoksidasi. Ini menimbulkan definisi-definisi berikut. Oksidasi adalah proses, yang mengakibatkan kehilangan satu atau lebih elektron dari dalam atom atau ion. Reduksi adalah proses, yang mengakibatkan diperolehnya satu atau lebih elektron oleh ataom atau ion. Zat pengoksid adalah zat yang memperoleh elektron dan tereduksi; zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron dan teroksidasi (Bassett, 1994).
seimbang yang masing-masing menggambarkan oksidasi dan reduksi itu. Haruslah diingat, bahwa reaksi terjadi dalam larutan-larutan air, sehingga selain ion-ion yang diberikan oleh oksidan dan reduktan, terdapat pada molekul air H2O, ion hidrogen H+, dan ion hidroksida OH- yang dapat digunakan untuk memberimbangkan persamaan ion parsial itu. Perubahan satuan dalam oksidasi atau reduksi adalah muatan dari satu elektron, yang akan dinyatakan oleh e. Untuk memahami prinsip-prinsip yang telibat, mari kita tinjau mula-mula reaksi antara besi (III) klorida dan timah (II) klorida dalam larutan air. Persamaan ion parsial untuk reduksi adalah :
Fe3+ Fe2+ Dan untuk oksidasi adalah :
Sn2+ Sn4+
Dalam golongan-golongan ini termasuk peniteran-peniteran dengan kalium permanganat KMnO4. Kadang-kadang dipergunakan pengoksidasi-pengoksidasilain, misalnya kalium dikromat K2Cr2O7, seriom sulfat (Ce(SO4)2) dan sebagainya. Umumnya cara-cara tersebut digolongkan pada oksidimetri (Chon, 1986).
Dalam lingkungan asam, dua molekul permanganat dapat melepas 5 atom oksigen (bila ada zat yang dapat dioksidasi oleh oksigen itu)
2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O
Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri maka tidak diperlukan penunjuk. Satu tetes larutan KmnO4 0,1 N dalam 200 mL air akan menghasilkan warna merah jambu muda yang nyata (Chon, 1986).
Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berurutan titarnya, harus dibiarkan dalam dahulu selama 1 minggu. Selama itu zat-zat organik yang masih terkandung dalam larutan itu akan dioksidasikan, sehingga terbentuk MnO2 (pengoksidasian berlangsung dalam lingkungan netral) (Chon, 1986).
2KMnO2 + H2O 2MnO2 + 2KOH + 3O
MnO2 yang terbentuk ini merupakan katalis bagi penguraian lebih lanjut. Setelah dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring melalui penyaring agbes atau penyaring kaca masir. Kemudian larutan KMnO4 disimpan dalam botol berwarna coklat dan larutan menjadi cukup mantap (Chon, 1986).
hendaknya dipergunakan larutan H2SO4. Dari persamaan larutan H2SO4. Dari persamaan reaksi diatas ternyata:
2KMnO4 = 5O = 10 H
Hingga 1 gst KMnO4 = 1/5 gmol = 150/5 = 31, 61 g (Chon, 1986).
Dalam banyak prosedur analitis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi. Sebuah contoh yang sering kita jumpai adalah penentuan besi dalam suatu bijih besi. Begitu bijih besi tersebut dilarutkan, besi akan hadir baik dalam keadaan oksidasi sebelum penitrasian dengan sebuah larutan standar dari sebuah agen pengoksidasi. Reagen redoks yang dipergunakan dalam langkah pendahuluan ini harus dapat mengkonversi analit dengan cepat dan sempurna ke dalam kondisi oksidasi yang diinginkan. Kelebihan dari reagen ini biasanya ditambahkan, dan bereaksi dengan titrannya dalam titrasi selanjutnya (Underwood, 1999).
Berikut ini adalah beberapa jenis reagen yang biasa dipergunakan dalam langkah-langkah pendahuluan:
-Natrium dan Hidrogen Peroksida
H2O2 + 2H+ + 2e_ 2H2O E = +1,77 -Kalium dan Amonium Peraksodisulfat
S2O82- + 2e- 2SO42- E = +2,01
Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi selama lebih dari 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena dapat hadir dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan yang bersifat amat asam 0,1 N atau lebih besar (Underwood, 1999).
2Ca(s) + O2 2C4O
Kalium oksida adalah senyawa ionik yang tersusun atas Ca2+ dan O2-. Dalam reaksi pertama dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat elektron pada dua atom O (dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap terpisah, tahap yang satu melibatkan hilangnya elektron dari dua atom Ca dan tahap lain melibatkan penagkapan empat elektron oleh molekul O2. Setiap tahap dapat disebut sebagai reaksi setengah sel yang secara eksplisit menunjukkan banyaknya elektron yang terlibat dalam reaksi. Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi. Istilah oksidasi pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah itu sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan penagkapan elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak sebagai zat pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida karena menerima elektron dari kalsium dan menyebabakan kalium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi redoks tingkat oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang diterima oleh suatu zat pengoksida (Chang, 2005).
Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi pengertian yang lebih luas dan jelas. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat. Bila suatu unsur dioksida, keadaan oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat pengokidasi diartikan sebagai zat yang memperoleh elektron dan dalam proses itu zat itu direduksi (Svehla, 1990).
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih dari suatu zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan dioksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi zat pereduksi merupakan zat yang kehilangan elektron, dalam proses ini zat ini dioksidasi. Definisi reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas (Svehla, 1990).
Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan di antara reaksi yang digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KmnO4. 1. Kalium Permanganat (KmnO4) zat padat coklat tua yang merupakan pengoksidasi kuat,
2. Logam seperti zink, besi dan aluminium seringkali logam ini digunakan sebagai bahan pereduksi kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu adalah dalam keadaan oksidasi terendah (Svehla, 1990).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pipet tetes
Tabung reaksi
Hot plate
Termometer
Lemari asam
Pipet volume
Klem
Buret
Erlenmeyer
Gelas kimia
Tiang statif
Botol reagen
Botol semprot
Bulp 3.1.2 Bahan
Larutan I2
Larutan KMnO4
Larutan H2C2O4
LarutanH2SO4
Aquades
You C 1000 mg
Jus buavita
Tisu
Kertas label
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1.1 You C 1000 mg
Ditambahkan larutan You C 1 mL
Ditambahkan KMnO4 4 tetes
Diamati 3.2.1.2 Jus Buavita
Ditambahkan jus buavita 1 mL
Ditambahkan KMnO4
Diamati dan dibandingkan dengan You C 1000 mg 3.2.1.3 You C 1000 mg
Ditambahkan You C 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati 3.2.1.4 Jus Buavita
Ditambahkan jus buavita 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati dan dibandingkan dengan larutan You C 1000 mg 3.2.2 Secara Kuantitatif (Standarisasi KMnO4)
Dimasukkan 10 mL H2C2O4 ke dalam gelas kimia
Ditambahkan 3 mL H2SO4 menggunakan pipet volume
Dipanaskan dengan hot plate dan diukur suhunya dengan menggunakan termometer dengan suhu 60-70C
Dititrasi dengan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Percobaan analisa kualitatif You C 1000 mg
You C 1000 mg
Ditambahkan larutan You C 1000 1 mL
Ditambah KMnO4 4 tetes
Diamati
Jus buavita
Ditambahkan buavita 1 mL
Ditambahkan KMnO4 4 tetes
Diamati dan dibandingkan dengan larutan You C 1000 You C 1000 mg
Ditambahkan You C 1000 mg 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati
Jus buavita
Ditambahkan buavita 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati dan dibandingkan dengan larutan You C 1000 mg
You C 1000 mg berwarna kuning
Pertama terlihat berwarna ungu, kemudian menjadi berwarna kuning
Buavita berwarna kuning
Berwarna ungu
Buavita terlihat berwarna kuning ;ebih keruh dari You C 1000
Berwarna kuning
Berwarna merah kecoklatan dan lama kelamaan terlihat berwarna kuning
Berwarna kuning
I2 berwarna merah kecoklatan
2. Secara Kuantitatif (Standarisasi KMnO4)
Dimasukkan 10 mL H2C2O4 ke dalam gelas kimia
Ditambahkan 3 mL H2SO4 menggunakan pipet volume
Dipanaskan dengan hot plate dan diukur suhunya dengan menggunakan termometer dengan suhu 60-70 C
Dititrasi dengan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna
Dicatat volume penetrasi yang digunakan
H2C2O4 bening
Berwarna bening, pada saat pengambilan, H2SO4 menguap
Larutannya menguap karena dipanaskan
Pada saat dititrasi dan dihomogenkan, larutannya tidak berubah warna, tetapi saat penetesan larutannya berwarna ungu muda
19,8 mL
4.2 Reaksi
4.2.2 Vitamin C + I2
4.2.3 H2C2O4 dengan KMnO4
Reduksi : MnO4- Mn2+
MnO4- + 8H+ Mn2+ MnO4- Mn2+ + 4H2O
MnO4- + 8H+ Mn2+ + 4H2O MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Oksidasi : C2O42- CO2
C2O42- 2CO2 C2O42- 2CO2 + 2e
-Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2 Oksidasi : C2O42- 2CO2 + 2e- x5 Reduksi : 2MnO4- + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8H2O Oksidasi : 5C2O42- 10CO2 + 10e
-2MnO4- + 5C2O42- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O Rx lengkap : 2KMnO4 + 5H2C2O4 + 2H2SO4 MnSO4 + K2SO4 +
4.3 Perhitungan
Diketahui V1 (H2C2O4) = 10 mL V2 (KMnO4) = 19,8 mL N1 (H2C2O4) = 0,1 N Ditanya N2 (KMnO4) = ...? Jawab V1 . N1 = V2 . N2 10 . 0,1 = 19,8 . N2 1 = 19,8 . N2
N2 =
,
= 0,0505 N
4.4Pembahasan
Redoks