BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Chlorpheniramine Maleate 2.1.1 Uraian bahan
Rumus bangun :
Rumus molekul : C16H19CIN2.C4H4O4
Berat molekul : 390,87
Nama kimia : 2-[p-Kloro-α-[2-(dimetilamino)etil]benzil]
Sinonim : - Chlorpheniramini maleas
-Klorfeniramin maleat
-Chlortrimeton (CTM)
-Klorfenon
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam
kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzena
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu
105° C selama 3 jam
Titik Lebur : Antara 130°C dan 135°C (Ditjen, POM., 1995).
Chlorpheniramine maleate mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak
lebih dari 100,5% C16H19CIN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Spektrum Ultraviolet :
Larutan asam — 265 (A11=302a); larutan basa — 262 nm (A11=205a) (Clarke, 2005).
2.1.2 Histamin-antihistamin
Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul
Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui
dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk ke dalam tubuh terutama dalam
daging (protein) yang kemudian di jaringan (juga di usus halus) diubah secara
enzimatis menjadi histamin (dekarboksilasi) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Hampir semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan
terikat dan inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu. Mast Cells ini
menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang penuh dengan histamin dan
zat-zat mediator lain. Sel-sel ini banyak ditemukan di bagian tubuh yang
bersentuhan dengan dunia luar yakni di kulit, mukosa dari mata, hidung, saluran
napas (bronchia, paru-paru), usus juga dalam leukosit basofil darah. Dalam
keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak, yang mana histamin
bekerja sebagai neurotransmitter. Di luar tubuh manusia histamin terdapat dalam
bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan makanan (keju) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Histamin dapat dibebaskan dari mast cells oleh bermacam-macam faktor,
misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibodi), kecelakaan
dengan cedera serius dan sinar UV dari matahari. Selain itu dikenal pula zat-zat
ular dan tawon, enzim proteolitis dan obat-obat tertentu (morfin, kodein,
tubokurarin, klordiazepoksida) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem
daya tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis reseptor, yakni reseptor H1,
H2 dan H3. Reseptor H1 secara selektif diblok oleh antihistaminika (H1 blockers),
reseptor H2 oleh penghambat asam lambung (H2blockers) dan reseptor H3 memegang peranan pada regulasi tonus saraf simpatikus (Tjay dan Rahardja,
2007).
Aktivitas terpenting histamin adalah:
- kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim
- vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
- memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein dengan akibat
udema dan pengembangan mukosa
- hipersekresi ingus, air mata, ludah, dahak, dan asam lambung
- stimulasi ujung saraf dengan eritema (inflamasi akut) dan gatal-gatal (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin
(penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum,
tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972 yang disebut
reseptor H2 maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua
tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2 (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan penemuan ini, antihistaminikum juga dapat dibagi dalam 2
Rahardja, 2007).
1. H1 blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor H1 di otot polos dari dinding pembuluh, bronchi, saluran cerna, kandung kemih dan rahim.
Begitu pula melawan efek histamin di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare
reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat
menghindarkan timbulnya reaksi alergi.
a. Obat generasi ke-1:prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)
feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (Periactin),
azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen
(Zaditen)dan oksatomida (Tinset). Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap
SSP dan kebanyakan memilikiefek antikolinergis.
b. Obat generasi ke-2:astemizol, terfenadin dan fexofenadin, akrivastin,
(Semprex), cetirizin, loratadin, levokabastin (Livocab) dan emedastin
(Emadin). Zat-zat ini bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan
cerebrospinal) maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedatif. Keuntungan
lainnya adalah plasma t1/2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup
dengan 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdasarkan khasiat
antihistamin, juga dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti
prostaglandin, leukotrien dan kinin (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. H2 blockers (penghambat asam)
Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam lambung yang
meningkat akibat histamin dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di
lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida juga
digunakan pada terapi tukak lambung-usus guna mengurangi sekresi HCl dan
pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Penghambat asam yang banyak digunakan adalah simetidin, ranitidin,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis
dari histamin (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.1.3 Farmakologi chlorpheniramine maleate
Chlorpheniramine maleate merupakan antihistamin generasi pertama;
derivat propilamina(alkylamine) yang biasa digunakan sebagai anti alergi. Dosis
biasa adalah 4 mg setiap 4-6 jam. Obat ini banyak digunakan dalam pencegahan
gejala kondisi alergi seperti rhinitis dan urtikaria, mengurangi merah, gatal, mata
berair, bersin, hidung atau tenggorokangatal dan pilek yang disebabkan oleh
alergi, demam dan batuk. UmumnyaChlorpheniraminemaleate berikatan dengan
reseptor histamin H1 dan memblok aksi histamin endogen, yang kemudian
mengarah ke gejala negatif yang dibawa oleh histamin. Efek sedatifrelatif lemah
dibandingkan dengan antihistamin generasi pertama lainnya. Obat ini diserap
dengan baik setelah pemberian oral, tetapi karena tingkat metabolisme pada
mukosa GI dan hatiyang relatif tinggi, hanya sekitar 25-60% dari obat ini tersedia
untuk sirkulasi sistemik. Efek samping yang paling sering terlihat adalah depresi
SSP (letargi, mengantuk) dan efek GI (diare dan muntah). Efek sedatif
antihistamin dapat berkurang dengan berjalannya waktu. Efek antikolinergik yang
mungkin terjadi adalah mulut kering dan retensi urin (Ali, dkk., 2004).
2.1.4 Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi meliputi mulut kering, mengantuk dan
mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin, tidak dianjurkan
penggunaan pada wanita hamil dan menyusui (Sukandar dan Andrajati, 2009).
2.1.5 Dosis
Dosis chlorpheniramine maleate pada dewasa: 4 mg tiap 6 jam, Anak: 6-12
tahun 2 mg tiap 6 jam; 2,5 tahun 1 mg tiap 6 jam (Sukandar dan Andrajati, 2009).
2.1.6 Sediaan
Sediaan chlorpheniramine maleate yang beredar di pasaran tersedia dalam
bentuk tablet setara 4 mg, kaplet setara 4 mg, kapsul setara 4 mg, injeksi 10
mg/ml dan sirup setara 2,5 mg/5ml yang meliputi Alermak (Ifars), Allergen
(Novapharin), Alleron (Mega Esa Farma), Ce Te Em (Erela), Chlorphenon
(Ethica), Decaphenon (Harsen), Dehista (Berlico), Hufaphenon (Gratia), Orphen
(Solas Langgeng Sejahtera), Pehachlor (Phapros), Tiramin (Balatif), Zecamex
(First Medipharma) dan yang lainnya (Sukandar dan Andrajati, 2009).
2.2 Oral Dissolving Film (ODF) 2.2.1 Pengertian
Rute pemberian oral merupakan rute yang paling populer karena
kemudahannya dalam menelan, menghindari rasa nyeri dan paling penting
berkurangnya komplain dari pasien tetapi mempunyai kelemahan dari bentuk
sediaan oral seperti tablet dan kapsul yaitu kesulitan dalam menelan sehingga
menyebabkan ketidakpatuhan pasien pediatri, geriatri, pasien terbaring di tempat
tidur dan pasien mual. Jadi ODF ini muncul pada tahun 1970 sebagai alternatif
untuk tablet, kapsul dan sirup untuk pasien pediatri, geriatri yang mengalami
kesulitan dalam menelan bentuk sediaan padat konvensional (Galgatte, et al.,
ODF adalah bentuk sediaan padat yang hancur dan larut dengan cepat
dalam rongga mulut tanpa menggunakan air. ODF adalah sistem penghantaran
obat baru untuk pengantaran obat oral, dikembangkan berdasarkan teknologi
patchtransdermal. ODF sangat tipis, film hanya ditempatkan di lidah pasien atau
jaringan mukosa mulut, langsung basah oleh air liur dan kemudian dengan cepat
hancur dan larut melepaskan obat untuk penyerapan di oromucosal maupun
penyerapan di gastrointestinal (Galgatte, et al., 2013).
2.2.2 Kelebihan dan kekurangan sediaan ODF
ODF memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari ODF
diantaranya adalah :
a. mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga cepat hancur dan
larut di dalam rongga mulut dalam hitungan detik.
b. ODF fleksibel sehingga tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan
khusus selama transportasi dan penyimpanan dibandingkan dengan ODT
(Oral desintegrating tablet).
c. tidak memerlukan air sehingga dapat meningkatkan kepuasan bagi pasien
disfagia.
d. tidak takut tersedak dibandingkan dengan ODT.
e. bentuk sediaan dapat dikonsumsi di setiap tempat dan setiap saat sesuai
kenyamanan individu.
f. luas permukaan yang besar memungkinkan sediaan film cepat terbasahi oleh
air liur kemudian dengan cepat hancur dan larut sehingga diserap langsung
dan memasuki sirkulasi sistemik tanpa mengalami first past metabolisme di
g. pasien geriatri, pediatri dan pasien yang menderita disfagia, emesis
berulang, hipertensi, serangan jantung, asma, kelumpuhan dan gangguan
mental lebih memilih bentuk sediaan ini karena mereka tidak mampu untuk
menelan sejumlah besar air.
ODF memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah :
a. memiliki tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis.
b. beberapa ODF memiliki sensitifitas terhadap temperatur dan kelembaban,
sehingga diperlukan pengemasan yang khusus (Kalyan dan Bansal, 2012).
2.2.3 Karakteristik ideal ODF
ODF berbeda dari sediaan konvensional lainnya, oleh sebab itu ODF
hendaknya memiliki karakteristik yang ideal yaitu :
a. ODF harus memiliki rasa yang dapat diterima.
b. obat memiliki berat molekul yang kecil hingga sedang.
c. obat memiliki stabilitas yang baik dan larut dalam air dan saliva.
d. obat secara parsial tidak terionisasi pada pH rongga mulut (Bhyan, et al.,
2011).
2.3 Bahan Formulasi ODF 2.3.1 Bahan aktif
Komposisi zat aktif mengandung 5 hingga 30% w/w yang dapat
dimasukkan ke dalam film karena ukuran bentuk sediaan film yang terbatas.
Bahan aktif tersebar merata dalam film dan dapat ditambahkan dalam bentuk
mikron dan nanokristal atau partikel tergantung pada profil rilis utama. Bahan
aktif berpotensi digunakan untuk teknologi ODF terutama yang memiliki rasa
menyenangkan untuk pediatri. Metode sederhana untuk menutupi rasa pahit bahan
aktif obat adalah mencampur dengan bahan tambahan yang memiliki rasa yang
baik (Kalyan dan Bansal, 2012).
Beberapa zat aktif dapat diformulasi ke dalam sediaan ODF, seperti obat
batuk / pereda tenggorokan, obat disfungsi ereksi, antihistamin, antiparkinson dan
obat-obat untuk gangguan gastrointestinal (Bhyan, et al., 2011).
2.3.2 Polimer film
Polimer larut air yang digunakan seperti hidroksi propil metil selulosa
(HPMC), metil selulosa, carboxy metil celulosa (CMC), pullulan, maltodextrin,
polyvinyl alkohol dan lainnya untuk membentuk film yang larut dalam mulut.
Polimer dapat digunakan tunggal atau dikombinasikan untuk memberikan sifat
yang diinginkan ke dalam film (Kalyan dan Bansal, 2012).
Beberapa polimer alami yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF
seperti pullulan, starch gelatin, pektin, Na. Alginat, maltodextrin, xanthan dan
yang lainnya sedangkan polimer sintetik seperti hidroksi propil metil selulosa
(HPMC), polyvinyl pyrolidone, polyvinyl alkohol, CMC, polyetilen oxide,
kollicoat, hidroksi propil selulosa, hidroksi etil selulosa dan yang lainnya (Thakur,
et al., 2013).
Sifat yang ideal dari polimer pembentuk film adalah:
a. harus memiliki shelf-life yang baik.
b. harus memiliki sifat pembasahan yang baik.
c. harus memiliki kemampuan penyebaran yang baik.
d. seharusnya tidak menyebabkan infeksi sekunder pada mukosa mulut/
daerah gigi.
f. polimer yang digunakan tidak beracun, non iritan dan tanpa zat pengotor
(Kalyan dan Bansal, 2012).
2.3.3 Plasticizer
Plasticizer merupakan unsur penting dalam oral film karena memberikan
fleksibilitas dengan mengurangi kerapuhan dari film. Hal ini juga meningkatkan
aliran dan kekuatan polimer. Pemilihan plasticizer tergantung pada kompatibilitas
dengan polimer dan juga jenis pelarut yang digunakan dalam pembuatan film.
Plasticizer yang umum digunakan konsentrasi 0 hingga 20% w/w dari berat
polimer kering (Kalyan dan Bansal, 2012).
Plasticizer yang digunakan harus memberikan fleksibilitas permanen
terhadapODF dan hal tersebut tergantung pada sifat volatil plasticizer dan jenis
interaksi dengan polimer (Patel, et al., 2010).
Beberapa plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF seperti
glycerol, propilen glikol, polyetilen glicol, triacetrin minyak jarak, tri etilen sitrat
dan yang lainnya (Thakur, et al., 2013).
2.3.4 Zat penstimulasi saliva
Zat penstimulasi saliva digunakan untuk meningkatkan produksi saliva
yang akan membantu dalam mempercepat desintegrasi ODF. Zat penstimulasi
saliva digunakan sendiri maupun dikombinasi antara 2 sampai 6% w/w dari berat
film (Kalyan dan Bansal, 2012).
Beberapa zat penstimulasi saliva yang dapat digunakan dalam pembuatan
ODF seperti asam sitrat, asam laktat, asam askorbat, asam tartrat dan yang lainnya
(Thakur, et al., 2013).
Zat pemanis adalah bagian utama sebagian besar produk makanan atau
bentuk sediaan farmasi yang hancur atau larut dalam rongga mulut. Zat pemanis
umumnya digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi antara konsentrasi 3
sampai 6% (Kalyan dan Bansal, 2012).
Beberapa zat pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF
seperti sorbitol, aspartam, sukrosa, manitol, saccharin dan yang lainnya (Thakur,
et al., 2013).
2.3.6 Zat perasa
Pemilihan rasa tergantung pada jenis obat yang dimasukkan dalam
formulasi. Kualitas rasa yang diamati oleh seseorang terhadap ODF dalam
beberapa detik pertama setelah produk dikonsumsi berlangsung setidaknya sekitar
10 menit. Jumlah zat perasa yang diperlukan untuk menutupi rasa tergantung pada
jenis rasa dan kekuatan rasanya. Lebih disukai hingga 10% w/w ditambahkan ke
dalam film (Kalyan dan Bansal, 2012).
Zat perasa dapat dipilih dari minyak sintetis, oleo resin, ekstrak yang
berasal dari berbagai bagian tanaman seperti daun, buah dan bunga. Zat perasa
dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi. Minyak peppermint, minyak kayu
manis, minyak spearmint, minyak pala adalah contoh dari minyak sementara
vanili, kakao, kopi, cokelat dan jeruk adalah zat perasa dari buah. Apel, raspberry,
ceri, nanas adalah beberapa contoh dari jenis essence buah (Bhyan, et al., 2011).
2.3.7 Surfaktan
Surfaktan digunakan sebagaisolublisingatau pembasahan pendispersi
sehingga film ini semakin terlarut dalam hitungan detik dan melepaskan zat aktif
Beberapa surfaktan yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF seperti
tween 80, span 80, Na. Lauryl sulfat, benzalkonium Cl dan yang lainnya (Thakur,
et al., 2013).
2.3.8 Zat pewarna
Zat pewarna yang disetujui oleh FDA dalam pembuatan ODF tidak lebih
dari 1% w/w (Kalyan dan Bansal, 2012). Beberapa zat pewarnayang dapat
digunakan dalam pembuatan ODF seperti titanium dioksida, sunset yellow dan
yang lainnya (Thakur, et al., 2013).
2.4 Metode Pembuatan
Teknik umum pembuatan ODF meliputi:
a. solvent casting
b. hot melt extrusion
c. rolling
d. solid dispersion extrusion
e. semi solid casting(Kalyan dan Bansal, 2012).
2.4.1 Metode solvent casting
Dalam metode ini, polimer larut air dilarutkan dalam air dan bersamaan
dengan bahan obat. Eksipien lainnya dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk. Larutan kental ini divakum untuk
menghilangkan gelembung udara. Larutan tanpa gelembung ini dituangkan ke
dalam cetakan kaca dan disimpan dalam oven pada suhu 40°-50° C (Kalyan dan
2.4.2 Metodehot melt extrusion
Dalam metode ini, obat dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk
solid. Kemudian campuran tersebut ditekan dengan alat penekan yang memiliki
panas. Akhirnya campuran tersebut mencair dan membentuk film. Proses hot melt
extrusion didasarkan pada sebuah polimer dengan high glass transition
temperature seperti PVP.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan metode hot melt extrusion:
Kelebihan Kekurangan membutuhkan pelarut dan air
Sifat aliran dari polimer penting dalam prosesnya
Hemat biaya, waktu produksi dan jumlah unit operasi
Terbatas jumlah polimer yang tersedia
Sustained, modifikasi dan kemampuan target rilis
Membutuhkan daya yang tinggi
Keseragaman konten yang lebih baik diperoleh antara butiran rentang ukuran yang berbeda
Teknik pencairan adalah proses yang tidak bisa diterapkan untuk bahan yang tidak tahan panas karena melibatkan suhu yang tinggi
Distribusi homogen partikel halus Titik leleh pengikat yang rendah beresiko mencair/melunaknya bahan pengikat selama penanganan dan penyimpanan
Stabilitas yang baik pada berbagai pH dan kelembaban
Titik lebur pengikat yang tinggi memerlukan suhu pencairan yang tinggi dan dapat mengakibatkan masalah volatilitas terutama untuk bahan yang tidak tahan pemanasan.
(Kalyan dan Bansal, 2012).
Dalam metode ini, obat dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk
solid. Kemudian campuran tersebut ditekan dengan alat penekan yang memiliki
panas. Akhirnya campuran tersebut mencair dan membentuk film. Proses hot melt
extrusion didasarkan pada sebuah polimer dengan high glass transition
2.4.3 Metode rolling
Dalam metode ini, suspensi atau larutan yang mengandung obat digulung
pada pembawa (carrier). Larutan atau suspensi harus memiliki pertimbangan
rheologi tertentu. Pelarut utama yang digunakan adalah air serta campuran air dan
alkohol. Film dikeringkan pada rol dan dipotong menjadi bentuk dan ukuran yang
diinginkan (Kalyan dan Bansal, 2012).
2.4.4 Metode solid dispersion extrusion
Metode ini dibuat dengan mencampurkan komponen yang tidak dapat
bercampur kemudian dikempa bersama dengan bahan obat, kemudian terbentuk
dispersi padat (solid). Akhirnya dispersi padat dibentuk menjadi film (Arya, et al.,
2012).
2.4.5 Metode semi solid casting
Dalam metode ini, pertama-tama polimer pembentuk film yang larut dalam
air disiapkan. Kemudian ditambahkan sejumlah plasticizer sehingga terbentuk
massa gel. Lalu massa gel di cor ke dalam film dengan menggunakan heat
controlled drums. Ketebalan film berkisar 0,015-0,05 inchi (Kalyan dan Bansal,
2012).
2.5 Uraian tentang Hidroksi Propil Metil Selulosa
Hidroksi Propil Methyl Cellulose (HPMC) atau hypromellose adalah
O-Metilasi dan O-(2-hidroksipropilasi). HPMC dikenal sebagai polimerpembentuk
filmyang sangat diterima dengan baik. Bahan yang memiliki kelas lebih rendah
dari HPMC seperti Methocel E3, E5, dan E15 secara khusus digunakan sebagai
pembentuk film karena viskositas yang rendah. Struktur kimia HPMCdapat dilihat
Gambar 2.1. Struktur kimia HPMC
Polimer HPMC memiliki glass transition temperatures yang tinggi dan
diklasifikasi sesuai dengan bahan tambahan dan viskositasnya yang akan
berdampak pada hubungan suhu dan kelarutan. HPMC memiliki bentuk yang
transparan, kuat dan fleksibel (McGinity dan Felton, 2008).
2.6 Uraian tentang Pektin
Pektin merupakan produk karbohidrat yang dimurnikan dan diperoleh dari
ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel, terutama
terdiri dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebagian. Berbentuk serbuk
kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan memiliki
rasa seperti musilago. Hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk
cairan kental,praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lainnya (Ditjen,
POM., 1995). Struktur kimia pektin dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Pektin merupakan polisakarida diperoleh dari buah-buahan dan biasanya
digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental
dalam makanan. Pektin ialah polimer linier dari asam D-galakturonat yang
berikatan dengan ikatan 1,4-α-glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki struktur
yang sama seperti struktur D-galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol
primer C6 yang memiliki gugus karboksilat.Sebagian gugus karboksilat pada
polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil dan
biasanya mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil (Syah,2011).
2.6.1 Sifat kimia pektin
Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat
dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa
perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air pada pektin kering akan terbentuk
gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat
dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa
larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alkohol dan
dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan
pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul.
Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk
mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam
karena adanya gugus karboksilat. Pemanasan dengan asam akan menyebabkan
hidrolisis gugus ester metil, seperti halnya hidrolisa ikatan glikosida yang
akhirnya menjadi asam galakturonat (Syah, 2011).
Berat molekul rata-rata preparat pektin sangat bervariasi, berkisar antara
30.000 hingga 300.000 tergantung pada sumber, metode pembuatan dan metode
derajat esterifikasi, pH, temperatur dan konsentrasi elektrolit. Peningkatan
konsentrasi elektrolit akan menyebabkan menurunnya viskositas (Syah, 2011).
2.6.2 Kegunaan pektin
Pektin digunakan sebagai pembentuk jeli, selai, pengental, dan
dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai obat diare (National Research
Development Corporation 2004).
Pektin cukup luas dan banyak kegunaannya baik dalam industri pangan
maupun nonpangan. Pektin berkadar metoksil tinggi digunakan untuk pembuatan
selai dan jeli dari buah-buahan, pembuatan kembang gula bermutu tinggi,
pengental untuk minuman dan sirup buah-buahan serta digunakan dalam emulsi
flavor dan saus salad. Pektin dengan kadar metoksil rendah biasa digunakan
dalam pembuatan saus salad, puding, gel buah-buahan dalam es krim, selai dan
jeli. Pektin berkadar metoksil rendah efektif digunakan dalam pembentukan gel
saus buah-buahan beku karena stabilitasnya yang tinggi pada proses pembekuan,
thawing dan pemanasan serta digunakan sebagai penyalut dalam banyak produk
pangan (Glicksman, 1969).
Pektin memiliki potensi juga dalam industri farmasi, yaitu digunakan
dalam penyembuhan diare dan menurunkan tingkat kolesterol darah. Pektin bisa
digunakan sebagai zat penstabil emulsi air dan minyak. Pektin juga berguna dalam
persiapan membran untuk ultrasentrifugasi dan elektrodialisis. Dalam industri
karet pektin berguna sebagai bahan pengental lateks. Pektin juga dapat
memperbaiki warna, konsistensi, kekentalan dan stabilitas produk yang dihasilkan
2.7 Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer
yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi (Day dan Underwood, 1999).
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik. Serapan dapat
terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama
dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga.
Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang
maksimum agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi
(Day dan Underwood, 1999).
Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak, lebih diutamakan
panjang gelombang maksimum yang absorptivitasnya terbesar dan memberikan
kurva kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar dan meningkat
yang ditentukan dengan persamaan regresi yang merupakan hubungan antara
konsentrasi dan serapan dan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Y = aX + b Keterangan: Y = absorbansi
X = konsentrasi
Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber cahaya: lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 sampai 350 nm,
sementara lampu halogen kuartz atau lampu tungsten daerah visibel dari 350
sampai 900 nm.
2. Monokromator: digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam panjang
gelombang unsur-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah.
Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan
melalui sampel ketika instrumen tersebut memindai sepanjang spektrum.
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel yang akan dianalisis. Pada
pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk
pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas
tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet umumnya mempunyai ketebalan 1
cm.
4. Detektor: berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik
yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka
digital.
5. Recorder: digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari