ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)
Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)
1. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. a. Penyebab / faktor predisposisi
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati) b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA 3) Infark ventrikel kanan c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler 1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia 3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar 5) Penurunan fungsi ginjal 6) Asma
7) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol 8) Feokromositoma
3. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat
muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
b. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa.
c. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan
d. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau
kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer. 5. Tanda dan gejala
Sesak nafas ( dyspnea)
Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort) Orthopnea
Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk.
Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan tonus simpatik
Batuk- batuk
Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak darah.
Mudah lelah (fatigue)
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
(pembesaran hepar)
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Ascites.
Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)
Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
6. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium :
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit 2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol, trigliserida 7. Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : – Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
– Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy ) – Aritmia
– Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : –Edema alveolar
–Pelebaran vena pulmonalis –Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
– Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung e. Radionuklir
– Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
– Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk :
– Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru – Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
– Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
– Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent – Mengetahui beratnya lesi katup jantung
– Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
– Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri)
– Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner) 7. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau tambahan.
a. Kriteria utama : 1. Ortopneu
2. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu 3. Kardiomegali
4. Gallop
6. Refleks hepatojuguler b. Kriteria tambahan :
1. Edema pergelangan kaki 2. Batuk malam hari
3. Dyspneu on effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama disertai 2 kriteria tambahan.
8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah : a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut : FC I : Non farmakologi
FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi :
– Mengurangi berat badan – Menghindari alkohol – Manajemen stress
– Pengaturan aktivitas fisik Terapi farmakologis meliputi :
– Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
– Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
– Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
– Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
– Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik.
Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan. 9. Pengkajian Keperawatan
FOKUS DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF MASALAH
1 2 3 4
Aktivitas/ istirahat
– Letih
terusmenerus
jang hari. – Sulit tidur
– Sakit pada dada saat beraktivitas
– Gelisah – Perubahan status mental, mis letargi – Tanda vital berubah saat beraktivitas
– Intoleran Aktivitas – Ggn pola tidur
– Sesak nafas saat aktivitas atau saat tidur
Sirkulasi – Riwayat
hipertensi , penyakit jantung lain (AMI ) – Bengkak pada telapak kaki, kaki,perut
– Perubahan tekanan darah ( rendah atau tinggi)
– Takikardi – Disritmia -Bunyi jantung ( S3 / gallop, S4 ) – Murmur sistolik dan diastolic – Perubahan denyutan nadi perifer dan nadi sentral mungkin kuat
– Warna kulit dan punggung kuku sianotik atau pucat
– Pengisian kapiler lambat -Teraba
pembesaran Hepar
– Ada refleks hepatojugularis – Bunyi nafas krekels atau ronchi
– Edema
khususnya pada
– Perubahan Perfusi jar.perifer – Resti kerusakan integritas kulit – PK :
ekstremitas – Distensi vena jugularis
Integritas ego
– Cemas, takut, khawatir
– Stres yang berhubungan dengan penyakit
– Marah, mudah
tersinggung Ansietas
Eliminasi
– Kencing sedikit – Kencing berwarna gelap
– Berkemih malam hari ( nokturia )
– Perubahan pola eliminasi urine
– PK : gagal ginjal
Makanan/ cairan
– Kehilangan nafsu makan
– Mual/ muntah – Perubahan berat badan yang
signifikan
– Pembengkakan pada ekstremitas bawah
– Pakaian / sepatu terasa sesak – Penambahan berat badan cepat – Distensi abdomen (asites ),
– Edema ( umum, dependent,
pitting, tekanan )
– Perubahan kelebihan volume cairan – Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Higiene
– Kelelahan selama aktivitas perawatan diri
– Intoleransi aktivitas
Neuro
sensori – Keletihan , pening
– Letargi, disorientasi – Perubahan prilaku ( mudah tersinggung – Intoleransi aktivitas – Ansietas Nyeri / keamana
n
– Sakit pada perut kanan atas
– Sakit pada otot
gelisah – Tampak meringis – takikardia
Pernafasa n
– Sesak saat aktivitas
– Tidur sambil duduk – Tidur dengan beberapa bantal – Batuk dengan atau tanpa dahak
– Takipnea – Napas dangkal – Penggunaan otot aksesori pernapasan – Batuk kering atau nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dgn / tanpa
pembentukan sputum
– Sputum
mungkin bersemu darah merah muda/berbuih – Bunyi napas krakels, wheezing – Fungsi mental mungkin
menurun; letargi; kegelisahan
– Warna kulit – pucat/sianosis
– Kerusakan pertukaran gas
– Perubahan kelebihan volume cairan – Perubahan perfusi jaringan perifer 10. Diagnosa Keperawatan
2 Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.
3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing.
4 Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis.
5 Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
6 Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
7 Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur. 8 PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas
9 PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama,sekunder terhadap penurunan curah jantung.
11. Rencana Keperawatan 1. Diagnosa 1 :
Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu
Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan pasien bebas dari distress pernafasan
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Auskultasi bunyi
nafas, krekels, wheezing b. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
c. Pertahankan duduk
a. Memantau adanya kongesti paru untuk intervensi lanjut
atau tirah baring dengan posisi semifowler
d. Kolaborasi untuk
memantau analisa gas darah & nadi oksimetri
e. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi f. Kolaborasi untuk pemberian diuretik dan bronkodilator
paru
d.Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru
e.Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar untuk
memperbaiki hipoksemia jaringan f. Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan
meningkatkan pertukaran gas. Broncodilator untuk dilatasi jalan nafas.
2. Diagnosa 2 :
Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas. Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi
kebutuhan perawatan sendiri.
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Periksa tanda vital
sebelum dan sesudah beraktivitas b.Catat respons
kardiopulmonal terhadap aktivitas, takikardi, disritmia, dispneu, berkeringat, pucat c.Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat
d.Kolaborasi untuk mengimplementasikan program rehabilitasi jantung
a.Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan aktivitas karena efek obat, perpindahan cairan, pengaruh fungsi jantung.
b.Ketidakmampuan miokardium meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat
meningkatkan frekuensi jantung, kebutuhan oksigendan peningkatan kelelahan
c. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa
dan konsumsi oksigen berlebihan 3. Diagnosa 3 :
Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing
Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria : – keseimbangan intake dan output
– bunyi nafas bersih/jelas
– tanda vital dalam batas normal – berat badan stabil
– tidak ada edema
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Pantau haluaran urine,
warna, jumlah
b. Pantau intake dan output selama 24 jam
c. Pertahankan posisi duduk atau semifowler selama masa
a. Memantau penurunan perfusi ginjal
b.Terapi diuretic dapat
akut
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer, edema pada tubuh
f. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi tambahan mis : krekels, wheezing. Catat adanya peningkatan dispneu, takipneu, PND, batuk
persisten.
g.Selidiki keluhan dispneu ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit bernafas, rasa panik h. Pantau tekanan darah dan CVP
i. Ukur lingkar abdomen j.Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas k.Kolaborasi dalam pemberian obat – Diuretik
-Tiazid dengan agen pelawan kalium ( mis : spironolakton )
l.Kolaborasi untuk
mempertahankan cairan / pembatasan natrium sesuai indikasi
m. Konsultasi dengan bagian gizi
n.Kolaborasi untuk pemantauan foto thorax
c. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis d. Memantau respon terapi. e.Retensi cairan berlebihan dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema
f. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.
g.Menunjukkan adanya komplikasi edema paru atau emboli paru. h.Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan
i. Memantau adanya asites
j.Perluasan jantung menimbulkan kongesti vena sehingga terjadi distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri.
-Diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada tubulus ginjal. -Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan l.Menurunkan air total tubuh / mencegah reakumulasi cairan . m. Memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memmenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
paru 4. Diagnosa 4 :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :
– Kulit hangat dan kering
– Nadi kuat, pengisian kapiler kuat – Tanda vital normal
– Tidak sianosis atau pucat
Rencana tindakan Rasionalisasi a.Pantau tanda vital,
capillary refill, warna kulit, kelembaban kulit, edema, saturasi O2 di daerah perifer b.Tingkatkan tirah baring selama fase akut
c.Tekankan pentingnya menghindari mengedan khususnya selama defikasi d.Kolaborasi dalam
pemberian oksigen dan obat-obatan inotropik .
a.Mengetahui keadekuatan perfusi perifer
b.Pembatasan aktivitas
menurunkan kebutuhan oksigen dan nutrisi daerah perifer.
c.Menghindari memberatnya hipoksia di jaringan perifer d.Oksigen meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar sehingga dapat memperbaiki hipoksemia jaringan
Obat inotropik untik meningkatkan kontraktilitas miokardium.
5 Diagnosa5
Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi
– Pasien tampak tenang dan rileks
Rencana tindakan Rasionalisasi a.Anjurkan pasien untuk
memberitahu perawat tentang nyeri
b. Pantau karakteristik nyeri c.Bantu pasien
melaksanakan teknik relaksasi
d.Istirahatkan pasien selama nyeri
e.Pertahankan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung bila perlu f.Kolaborasi untuk
pemberian morfin sulfat dan memamntau perubahan seri EKG
a.Perawat dapat mengetahui keluhan nyeri dengan cepat sehingga intervensi bisa segera dilakukan
b. Memastikan jenis nyeri c. Mengurangi nyeri
d. Menurunkan kebutuhan oksigen e.Stres mental / emosi
meningkatkan kerja miokard f. Morfin sulfat untuk menurunkan faktor preload dan afterload dan juga menurunkan tonus simpatik. Seri EKG untuk membandingkan pola nyeri.
6. Diagnosa 6 :
Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut,
khawatir, stress yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 1×24 jam diharapkan pasien tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :
– Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi – Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya.
Rencana tindakan Rencana evaluasi a. Berikan kesempatan
kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
a.Pernyataan masalah dapat menurunkan ketegangan,
b.Dorong teman dan keluarga untuk
menganggap pasien seprti sebelumnya
c.Beritahu pasien program medis yang telah dibuat untk mnurunkan serangan yang akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
d. Bantu pasien mengatur posisi yang nyaman untuk tidur atau istirahat, batasi pengunjung.
e. Kolaborasi untuk pemberian sedatif dan tranquiliser
perasan
b.Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keuarga dan kerja tidak berubah
c.Mendorong pasien untuk
mengontrol gejala, meningkatkan kepercayaan pada program medis da mengintegrasikan kemampuan dalam persesi diri.
d.Memuat suasana yang memudahkan pasien tidur.
e. Membantu pasien rileks smpai secara fisik mampu membuat strategi koping yang adekuat. .
7. Diagnosa 7 :
Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur. Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 3×24 jam diharapkan pasien bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Naikkan kepala tempat
tidur 20 -30 cm. Sokong lengan bawah dengan bantal
b. Pada pasien yang ortopnoe , pasien
didudukkan di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong di kursi, kepala dan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra
lumbosakral disokong
a.Aliran balik vena ke jantung berkurang, kongesti paru berkurang dan penekanan hepar ke diafragma menjadi berkurang serta
dengan bantal.
8. PK : Syok kardiogenik berhubungan dengan kerusakan ventrikel yang luas Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan syok kardiogenik tidak terjadi atau bisa dipantau secara dini.
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Observasi tanda- tanda
syok kardiogenik : – Tekanan darah rendah – Nadi cepat dan lemah – Konfusi dan agitasi – Penurunan haluaran urine
– Kulit dingin dan lembab b.Beri penjelasan pada pasien dan keluarga untuk melaporkan segera bila ada tanda- tanda syok
kardiogenik
a. Hipoksia pada jantung, otak dan ginjal adalah tanda klasik syok kardiogenik
b. Pasien mengetahui tanda dan gejala yang harus dilaporkan sehingga bisa ditangani secara dini
9. PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama sekunder penurunan curah jantung
Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi komplikasi gagal ginjal
Rencana tindakan Rasionalisasi a. Obsevasi ketat
keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
b.Monitor pegeluaran urine catat jumlah, konsentrasi, warna.
a.Menilai kemampuan filtrasi glomerulus
b. Oliguri, urine pekat adalah tanda awal gagal ginjal
c.Kolaborasi pemeriksaan