• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program SMS (Short Message Service) Gateway Dalam Proses Perizinan (Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Program SMS (Short Message Service) Gateway Dalam Proses Perizinan (Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Medan)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan aturan-aturan dan merupakan bagian dari keputusan

politik yang megikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar

yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik,

maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas publik, yakni menerima mandat dari

publik atau orang banyak, setelah melalui proses pemilihan yang berlaku sesuai dengan

amanat yang tercantum dalam konstitusi. Selanjutnya, kebijakan publik akan

dilaksanakan oleh administrasi Negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.

Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering

terjadi berbagai permasalahan. Oleh karena itu dalam rangka menyeimbangkan peran

Negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayanan publik dengan dibarengi

hak menarik pajak dan retribusi, pemerintah memegang penuh tanggungjawab pada

kehidupan rakyatnya dan harus mampu menyelesaikan berbagai

permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan untuk mengatasi

berbagai permasalahan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarkat.

Pengertian tentang apa itu kebijakan publik telah banyak didefinisikan oleh para

ahli dan sumber. Menurut Robert Eyestone (dalam Winarno, 2012:20) bahwa secara luas

kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan

lingkungannya. Sedangkan Thomas R. Dye (dalam Winarno, 2012:20) mengatakan

bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan

(2)

Kebijakan publik adalah sebuah fakta integritas daripada fakta politis ataupun

teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum

preferensi-preferensi politis daripada actor yang terlibat dalam roses kebijakan, khususnya pada

proses perumusan. Selanjutnya Nugroho (2008:54) mendefinisikan kebijakan publik:

“Kebijakan Publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khusunya

pemerintah, sebagai strategi-strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang

bersangkutan. Kebijakan Publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada

masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada

masyarakat yang dicita-citakan”.

Suatu hal yang harus diingatdalam mendefinisikan kebijakan adalah bahwa

pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang

sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu

persoalan tertentu. Definisi kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi tersebut

mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut

usulan tindakan. Berkaitan dengan hal tersebut, Jams Anderson (dalam Winarno 2012:22)

mendefiniskan kebijakan publik:

“Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan

oleh seorang aktor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu

persoalan.”

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang Kebijakan sebagaimana dijelaskan

diatas peneltiti dapat simpulkan bahwa kebijakan publik adalah yang dipilih pemerintah

utntuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan berkaitan dengan pencapaian

tujuan yang diinginkan ataupun penyelesaian masalah di suatu Negara. Adapun sebuah

kebijakan mempunyai tahap-tahap. Tahap-tahap kebijakan publik yang sebagaimana

(3)

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.

Sebenarnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk

ke dalam agenda kebijakan.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternative atau pilihan kebijakan. Masing-masing alternative bersaing untuk dapat

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau

keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap ini berbagai

kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat

dukungan para pelaksana (implementers), namun beberapa yang lain mungkin akan

ditentang oleh pelaksana.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk

(4)

Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat mengenai masalah implementasi suatu

kebijakan yang berupa SMS Gateway di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota

Medan.

2.2 Implementasi Kebijakan

Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar suatu kebijakan

dapat mencapai tujuannya. Oleh karena itu disadari bahwa dengan mempelajari

implementasi kebijakan sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam

upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses

kebijakan, karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan

tidak akan berhasil dilaksanakan. Guna memperoleh pemahaman yang baik mengenai

impelemntasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku lembaga-lembaga

administrasi atau badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program beserta

pelaksananya terhadap kelompok-kelompok yang menjadi sasaran, tetapi juga perlu

memperhatikan berbagai jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang langsung atau

tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang etrlibat dalam

suatu program yang pada akhirnya membawa dampak pada program tersebut. Eugene

(dalam Agustino, 2006:153) mengungkapkan kerumitan dalam proses implementasi

sebagai berikut:

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijaksanaan umum yang

kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam

kata-kata dan slogan-slogan yang kedngarannya mengenakkan bagi telinga para

pemimpin dan pemilih yang mendengarnya. Dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.”

Kebijakan-kebijakan dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan diri dengan

(5)

kebijakan tersebut dapat saja dibelokkan. Mengingat bahwa dalam banyak kasus para

pelaksana kebijakan-kebijakan publik tersebut adalah administrator publik, maka tidak

heran apabila kemudian mereka pulalah yang paling sibuk memodifikasi kebijakan itu

sendiri demi kepentingan rezim. Grindle (dalam Wahab, 2008:221) mengikhtisarkan

keadaan tersebut dengan menyatakan sebagai berikut:

“Hingga derajat yang paling besar bila dibandingkan dengan sistem-sistem

politik di Amerika Serikat dan Eropa Barat, proses implementasi kebijakan

publik di Negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin adalah pusat partisipasi

politik dan persaingan politik.”

Beberapa definisi implementasi kebijakan publik menurut Jenkis (dalam Parsons,

2006:463), Implementasi adalah studi perubahan, bagaimana perubahan terjadi,

bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Pendapat lain diungkapkan oleh

Maxmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2006:139) yang menyatakan Implementasi

kebijakan adalah:

“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang

namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan

eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan

atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau

mengatur proses implementasinya”.

Sedangkan Meter dan Horn (dalam Agustino, 2006:139) mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai:

“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

pejabat-pejabat suatu kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

(6)

Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam hal ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun

waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan.

Menurut Meter dan Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

mengembangkan tipologi kebijakan publik yakni: pertama, kemungkinan implementasi

yang efektif akan bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan.

Kedua, faktor-faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan-tujuan

program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dengan tipe kebijakan yang lain.

Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan

konsensus tujuan tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan konsensus

tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Hal ini

selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart (dalam Agustino,

2006:139) bahwa:

“Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output), maka keberhasilan

suatu impelementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan

pencapaian tujuan akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang

ingin diraih”.

Berikut juga tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh Grindle (dalam

Agustino,2006:154) bahwa:

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan

mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang

kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.

Dari beberapa definisi implementasi diatas dapat disimpulkan bahwa

(7)

dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula

ditambahkan bahwa proses implementasi untuk sebagian esar dipengaruhi oleh macam

tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan

demikian benar implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses

kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi

tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah, yaitu

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi

kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam

bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan

publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Sedangkan

kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keppres, Inpres,

Kepmen, Kputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Sumber: (Nugroho, 2003:159)

Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat salah satu contoh kebijakan publik

yang dibentuk dalam rogram yang dimaksud disini adalah program SMS Gateway. Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Penjelas Program Intervensi

Program Intervensi

(8)

2.3 Model-Model Implementasi Kebijakan

Dalam literature ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi

kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis

teknis atau model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi

kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer) versus “dari bawah ke atas”

(bottom-topper), dan pemilahan implementasi yang berpola paksa

(command-and-control), dan mekanisme pasar (economic incentive) (Nugroho, 2003:165). Namun

secara umum model implementasi kebijakan yang dikemukakan para ahli lebih

dipandang pemilahan yang pertama, yang lazim disebut model top-down dan bottom-up.

Model top-down berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat,

dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom-up bermakna meski

kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara

keduanya ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat (Nugroho,

2003: 167).

Beberapa model implementasi kebijakan dikemukakan oleh para ahli di

antaranya model implementasi kebijakan George C. Edward III dengan Direct and

Indirect Impact on Implementation,Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan A

Model of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A

Framework for Policy Implementation Analysis, dan Merille S. Grindle dengan

Implementation as A Political and Administration Process.

2.3.1 Model Implementasi Edward III

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III disebut

dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang

dikemukakan oleh Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap

keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya,

(9)

a. Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang

menjadi pemikiran dan perasaannya , harapan atau pengalamannya kepada orang

lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena

menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksana kebijakan.

Sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif

dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi

apabila para pembuat kebijakan dan implementator mengetahui apa yang akan

mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang

baik.

b. Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan,

karena bagaimanapun dibutuhkan kejelasan dan konsistensi dalam menjalankan

suatu kebijakan dari pelaksana kebijakan. Jika para personil yang

mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang

mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka

implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.

c. Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan

kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil

secara efektif dan efisien, para implementator tidak hanya harus mengetahui apa

yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk

mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai

kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

d. Faktor Struktur Birokrasi

(10)

mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara

melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya,

implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat

ketidakefisienanan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks

menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah

kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik

dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak

kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard

Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan fragmentasi.

1. Standard Operating Prosedure (SOP); adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan.

2. Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan

dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.

2.3.2 Model Implementasi Grindle

Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle

ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah

bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya

ditentukan oleh implementability. (Nugroho, 2008: 445). Menurutnya keberhasilan

implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan

sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor,

(11)

a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok

b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan

perubahan yang terjadi.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat

implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy

and Context of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2006:1168).

1. Content of Policy menurut Grindle adalah

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan

berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan,

indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya

pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana

kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy

berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu

kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan

dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang

hendak dilaksanakan.

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target

yang hendak dan ingin dicapai. Adapu yang ingin dijelaskan pada poin ini

adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai

melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu

kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu

kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak

pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak

(12)

e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program

harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan

kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau

terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga

harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar

pelaksanaanya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy menurut Grindle adalah:

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat.

Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,

kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna

memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini

tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak

diimplementasikan akan jauh panggang dari api.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu

kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada

bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut

mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa

penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon

dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini, sejauhmana

kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan

atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana

kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan,

(13)

sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.

2.3.3 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Selanjutnya adalah Model implementasi kebijakan publik menurut

Mazmanian dan Sabatier dikenal dengan Kerangka Analisis Implementasi (A

Framework for Implementation Analysis). Mazmanian dan Sabatier

mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel (Nugroho,

2003: 169):

1. Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang

berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman

obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2. Variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk

menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan

konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber

dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari

lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada

pihak luar. Sedangakan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses

implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan

teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan

pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari

pejabat pelaksana.

3. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima

tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk

disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas

hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang

dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat

(14)

2.3.4 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975:39)

mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan

publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang

dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel:

1. Ukuran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan

hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan

sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau

tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel

warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat

dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan

sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses

implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi

menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.

Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil,

maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia,

sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial

dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia

yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui

anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan

(15)

dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan

pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu

yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan

implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi

non formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini

sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat

banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk

merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen

pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta

sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah

perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak

sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau

luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala

hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen

yang dilibatkan, Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsure

yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam

mengimplementasikan kebijaka yakni:

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses

dalam badan-badan pelaksana

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara

anggota legislative dan eksekutif)

(16)

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan

sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas

serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi

dengan individu diluar organisasi

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan”

atau “pelaksana keputusan”

4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan

publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan

akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

5. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan

publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adlah

sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi

kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus

pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van

Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter

badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderunanpara pelaksana dan pencapaian

itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan

kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan

keahlian yang ada dalam badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan

(17)

kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang

dapat dislesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga Negara

swasta serta kelompok-kelompok kepentingan di mobilisasi untuk mendukung

suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program

tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi

lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa

mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun

akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh

langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi

lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun

kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain

dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.

6. Kecenderungan (disposition) dari para pelaksana/impelemntor

Sikap penerimaan atau penolaan dari agen pelaksana akan sangat banyak

mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan

publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan

bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan

permasalahan yang mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan

implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down)

yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan

tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga

(18)

2.4. Perizinan

Perizinan atau izin merupakan salah satu instrument hukum administrasi Negara

yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum

dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Meskipun Syahran Basah mengakui betapa

sulitnya memberikan defenisi perihal

tetapi kata kunci yang dapat menjadi pegangan dari pada izin menurut hemat penulis, bahwa

pada dasarnya perbuatan itu berangkat memang pada dasarnya dibolehkan oleh sesutau

ketentuan hukum. Di bawah ini dikutip beberapa defenisi perizinan dari beberapa ahli

diantaranya:

1. Utrecht, Perizinan adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang

suatu perbuatan tetapi masih jua memperkenankannya asal saja diadakan secara yang

ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi Negara

yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

2. Prins, Perizinan adalah pada izin memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan

penolakannya, sedangkan syarat atau bebas dispensasi memuat uraian yang limitatif

tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini

tidak selamanya jelas.

3. Ateng Syarifuddin,Perizinan adalah bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan

halangan, hal yang dilarang menjadi boleh atau als opheffing van een algemen

verbodsregel in het concrete geval (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum

dalam peristiwa konkret).

4. Bagir Manan mengatakan Perizinan adalah bahwa izin dalam arti luas, suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

(19)

5. N.M Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Perizinan adalah suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu

menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-perundangan.

Jenis perizinan dapat dibagi berdasarkan sifanya diantaranya terbagai dalam

beberapa bagian: Izin yang bersifat bebas adalah izin yang sebagai KTUN (Keputusan Tata

Usaha Negara) yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ

yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan

pemberian izin. Izin bersifat terikat adalah izin sebagai KTUN yang penerbitannya terikat

pada aturan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar

kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan

perundang-undangan mengaturnya. Misalnya Izin Memdirikan Bangunan, izin HO (gangguan), izin

usaha industri.

Perizinan yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai

sifat menguntungkan pada yang bersangkutan, misalnya SIM. SIUP, SITU.

Izin yang bersifat memberatkan merupakan izin yang isinya mengandung

unsur-unsur yang memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya.

Misalnya Perizinan pendirian perusahaan.

Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang

akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya bersifat pendek, misalnya izin

mendirikan bangunan yng hanya berlaku pada saat bangunan didirikan dan berakhir pada

(20)

Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tindakan-tindakan

yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama, misalnya izin usaha industri dan izin

yang berhubungan dengan lingkungan.

kulitas pribadi dan pemohon izin, misalnya izin mengemudi.

Izin yang bersifat kebendaan adalah izin yang tergantung pada sifat dan objek izin

misalnya izin HO (Hinderordonnantie atau izin gangguan), SITU (Surat Izin Tempat Usaha).

Pembedaan antara izin yang bersifat pribadi dan kebendaan adalah penting karena

hal itu menyangkut kemungkinan mengalihkannya kepada pihak lain, izin yang bersifat

pribadi jelas tidak dapat dialihkan kepada lain mislanya SIM. Sedangkan yang dapat

dialihkan kepada pihak lain misalnya jika terjadi penjualan perusahaaan maka izin HO-nya

dapat saja secara otomatis beralih pada pihak lain dengan syarat nama perusahaan tidak

berubah.

2.5.2 Perizinan yang ada di DPMPTSP Kota Medan Berdasarkan Perwal no. 36 Tahun 2010 Terdiri Dari :

o

o

o

o

o

o

(21)

o

o

o

o

2.5 Pelayanan

2.5.1 Pengertian Pelayanan Publik

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri

mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa

sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh para ahli

seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan (services) didefinisikan

sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan

psikologis. Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan,

proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam

kepemilikan pelanggan.

Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan

pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat

dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman,

pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan

yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti

(22)

Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan

kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki

kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik

berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik

diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah

manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan

atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik.

Lebih lanjut pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

2.5.2 Kualitas Pelayanan Publik

Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparan

Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak

yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional

Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima

(23)

4. Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan

dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun

khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban

Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan

penerima pelayanan publik.

Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah

kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak

definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih

strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik

langsung dari suatu produk, seperti :

1. Kinerja (performance)

2. Kehandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)

4. Estetika (estehetics), dan sebagainya

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu

yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of

customers).

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas

perusahaan menurut Lupiyoadi (2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan

(24)

pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model

SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap

enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan

telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat

lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) :

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan

pegawainya.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan

yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan

dengan Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk

membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada

pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen

menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang

negatif dalam pelayanan.

3. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan,

dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain

(25)

kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

4. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki

pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman

bagi pelanggan.

Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas

bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses

penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan

masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan

keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini

berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada

masyarakat harus memperhatikan aspek kemudahan.

2.5.3 Pelayanan SMS GATEWAY

2.5.3.1 SMS (Short Message Service)

SMS (Short Message Service) merupakan salah satu fitur GSM yang dikembangkan

oleh ETSI (Eurpean Tellecommunications Standarts Instituted) untuk mengirim atau

menerima pesan singkat. SMS adalah layanan pesan singkat berbasis teks dengan media

komunikasi handphone. Pesan teks yang biasa digunakan adalah huruf dan angka. Satu

(26)

2.4.2 SMS GATEWAY

SMS Gateway adalah suatu sistem yang menjembatani antara handphone dengan

sistem yang menjadi server dengan SMS sebagai informasinya. SMS Gateway tidak

memerlukan koneksi internet maupun karena sifatnya memang bekerja sendirian (stand

alone). SMS Gateway memerlukan satu atau beberapa buah terminal. Pemilihan banyak

terminal akan menjadikan pengiriman dan penerimaan SMS semakin cepat. (Budicahyanto,

2003)

Pada SMS Gateway, data yang dikirimkan ke telepon seluler peminta sebagai repon

atau permintaan tersebut. Data-data yang disediakan oleh penyedia data dikelompokkan

dengan kode-kode tertentu yang sudah distandartkan dan sudah dibentuk format tertentu

yang disesuaikan dengan kemampuan SMS. Jadi peminta dapat memilih data mana yang

diinginkan dengan mengirimkan kode tertentu yang sudah ditetapkapkan tadi.

2.4.3 Komponen Pendukung SMS Gateway

a. PC atau laptop sebagai SMS server yang digunakan untuk meletakan aplikasi SMS

Gateway dan administrasi yang akan dibangun.

b. Hp (receiver) yang digunakan untuk menerima sms dalam hal ini sms yang telah

dikirim oleh handphone pemakai.

c. Hp (Orginator) yang digunakan untuk mengirimkan sms ke handphone.

d. Kabel data yang digunakan untuk penstransferan sms dari handphone (receiver) ke PC

atau laptop dan sebaliknya. Bila menghubungkan ponsel melalui port serial tidak akan

dapat terdeteksi secara otomatis oleh komputer. Jika menggunakan kabel data

kestabilan koneksinya tidak akan terputus selama kabelnya tidak dicabut.

2.4.4 Keunggulan SMS Gateway

a. Dapat mengotomasisasi pesan-pesan yang ingin di kirim dengan menggunakan

(27)

mengirim berita karena biasanya pesan yang ingin dikirim berbeda-beda untuk

masing-masing penerimanya.

b. Dapat menyebarkan pesan ke ratusan nomor secara otomatis dann cepat yang langsung

terhubung dengan database nomor-nomor ponsel saja tanpa harus mengetik ratusan

nomor dan pesan di ponsel karena semua nomor akan diambil secara otomatis dari

database, sehingga sanat menghemat waktu.

c. SMS Gateway merupakan pintu gerbang bagi penyebaran informasi dengan

menggunakan SMS.

d. Selain itu, kebutuhan untuk SMS Gateway juga tidak perlu berlebihan karena hanya

menggunakan sebuah PC denngan menggunakan sebuah handphone. Modem dan kartu

GSM, dan sebuah program yang dibangun sendiri khususnya bahasa pemprograman

PHP yang berfungsi sebagai pesan. Dengan menggunakan program tambahan yang

dapat dibuat sendiri, pengirim pesan dapat lebih fleksibel.

2.4.5 Kekurangan SMS Gateway

a. Tidak mendukung pengiriman sms dalam bentuk gambar dan suara melainkan dalam

bentuk teks saja.

b. Jika terdapat gangguan pada jaringan telekomunikasi, maka sistem tidak dapat secara

otomatis mengirim ulang pesan yang telah dikirimkan.

2.4.6 SMS Gateway

Beberapa fitur atau model yang umum dikembangkan dalam aplikasi SMS Gateway

adalah (Budicahyono, 2003):

Auto-Replay

SMS Gateway secara otomatis akan membalas SMS yang masuk. Pengirim

mengirimkan SMS dengan format tertentu akan dikenali aplikasi, kemudian

aplikasi dapat melakukan auto-replay dengan membalas SMS tersebut, berisi

(28)

• Pengiriman Masal

Disebut juga dengan istilah SMS broadcast atau jenis sms satu arah ke

banyak nomor tujuan yang bertujuan untuk mengirimkan SMS ke banyak

tujuan sekaligus.

• Pengiriman Terjadwal

Sebuah SMS dapat diatur untuk dikirimkan ke tujuan secara otomatis pada

waktu tertentu. Contohnya untuk keperluan mengucapkan selamat

ulangtahun.

2.4.7 Mekanise Kerja SMS Gateway

Ketika pelanggan mengirimkan SMS ke sistem, SMS akan masuk terlebih dulu ke

SMS center (SMC) operator telepon yang digunakan. SMSC sendiri dapat diartikan sebuah

server yang bertanggungjawab pada proses pengiriman SMS dalam suatu operator. Dari

SMSC itu akan diambil oleh Gammu dan dimasukkan ke dalam tabel inbox selanjutnya

akan diproses oleh PHP. Pesan yang diproses dinamakan autoreplay. Autoreplay SMS akan

di-query melalui PHP kemudian dmasukkan ke dalam tabel outbox. Autoreplay pada tabel

outbox disalin kedalam tabel sent items. Autoreplay pada tabel sent items diambil oleh

Gamma kembali dan dikirim ke SMSC dan selanjutnya dikirim ke handphone pelanggan.

Dan ketika sistem mengirim suatu SMS ke banyak nomor, SMS yang dikirimkan tidak akan

langsung dikirimkan ke nomor tersebut, namun akan masuk terlebih dahubulu ke SMSC,

kemudian baru diteruskan ke nnomor tujuan terssebut, bila nomor yang dituju sedang

mati/offline, SMSC akan menyimpan SMS tersebut untuk sementara waktu hingga nomor

tujuan hidup kembali. Lamanya waktu penyimpanan SMS sangat tergantung dari lamanya

waktu yang telah ditetapkan oleh operator untun menyimpan SMS tersebut. Nomor yang

telah menerima SMS akan mengirimkan laporan ke SMSC bahwa SMS tersebut telah

(29)

2.4.8 Short Message Service Center

Short Message Service Center (SMSC) adalah kombinasi perangkat keras dan

perangkat lunak yang bertanggungjawab memperkuat, menyimpan dan meneruskan pesan

pendek antara SME dan piranti bergerak. SMSC harus memiliki kehandalan, kapasitas

pelanggan dan throughput pesan yang tinggi. Selain itu, SMSC juga harus dapat diskalakan

dengan mudah untuk mengakomodasi peningkatan permintaan SMS dalam jaringan yang

(30)

2.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau inividu yang menjadi pusat perhatian

ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari

terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti (Singarimbun, 1995:37).

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing

konsep yang akan diteliti, maka peneliti mengemukakan definisi konsep dari penelitian,

yaitu:

1. Implementasi kebijakan publik dalah serangkaian eksekusi atas kebijakan

yang telah ditetapkan yang akan meghasilkan dampak sebagai konsekuensi

dari eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Implementasi

kebijakan dapat diamati dengan menggunakan faktor-faktor yang

dikemukakan oleh Edward III yaitu:

a. Komunikasi dalam organisasi yang mencakup transmisi perintah,

kejelasan printah, serta konsistensi perintah;

b. Sumber daya, yaitu bagaimana keadaan staf, informasi, serta fasilitas

yang dimiliki oleh organisasi pelaksana kebijakan;

c. Disposisi, yaitu melihat bagaimana pengangkatan pegawai serta

perihal insentif dalam organisasi pelaksana kebijakan.

d. Struktur organisasi pelaksana kebijakan, dengan melihat SOP

organisasi;

2.8. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alat berpikir peneliti dalam penlitian, untuk mengetahui

bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan penelitian sehingga perlu

(31)

penelitian adalah Implementasi Kebijakan SMSgateway pada Proses Perizinan di Badan

Pelayanan Perizinan Kota Madya Medan. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini

sebagai berikut:

Gambar 2.2

2.9 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab Ini Terdiri Dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisi

Konsep dan Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI

Bab ini berisi segala teori yang dianggap penting dan memiliki hubungan

dengan teori yang diperlukan selama melakukan penelitian, baik dilapangan

maupun dalam analisis data

(32)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan Penelitian,

Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian

berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur

organisasi.

BAB V PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat memuat hasil pengumpulan data di lapangan. Dalam bab ini

akan dicantumkan semua data yang diperoleh dari lapangan atau dari lokasi

penelitian selama proses penelitian dan memuat analisis data - data yang

diperoleh saat penelitian dilakukan dan memberikan interpretasi terhadap

masalah yang diteliti

BAB VI PENUTUP

Gambar

Gambar 2.1
Badan Pelayanan Gambar 2.2 Implementasi

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik 6 ini, secara umum dapat memberikan suatu gambaran bahwa dengan skor abnormalitas organ hati kambing lokal berupa perdarahan (hemorrhagic), jaringan ikat

jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Masing-masing kompetensi tersebut, yang wajib dimiliki seorang guru atau dosen adalah

3 KAZALO PREDGOVOR 1 UVOD 1.1 Opredelitev področja in opis problema, ki je predmet raziskave 1.2 Nameni, cilji in osnovne trditve teze, hipoteze 1.3 Predpostavke in omejitve

Hubungan tidak signifikan antara firm size dan managerial ownership tersebut disebabkan karena semakin besar ukuran perusahaan maka monitoring yang dilakukan oleh pasar terhadap

yang mengasuh mata kuliah (UN= Universitas, FP= Fakultas Pertanian, AE= Agroekoteknologi, AG= Agribisnis, AH= Departemen Agronomi dan Hortikultura, TS= Departemen Tanah

Judul : Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Minat Petani Menanam Bawang Merah di Desa Cinta Dame Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Nama : Aflahun Fadhly Siregar..

dan dari informasi jumlah udara yang masuk ke engine oleh sensor ini ECU akan menentukan seberapa jumlah bahan bakar yang yang sesuai untuk disemprotkan pada perbandingan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Asuhan