• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Kusta pada Perempuan Usia 23 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Desa Gedong Tataan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyakit Kusta pada Perempuan Usia 23 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Desa Gedong Tataan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Penyakit Kusta pada Perempuan Usia 23 Tahun dengan Pendekatan

Kedokteran Keluarga di Desa Gedong Tataan

Roby Arismunandar, Dyah Wulan S.R. Wardani

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak Indonesia merupakan negara dengan kasus kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Di Provinsi Lampung, insidensi kusta adalah 33 per 10.000 penduduk. Kusta merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang dapat menyebabkan berbagai gangguan sensoris. Laporan kasus ini menerapkan pendekatan dokter keluarga yang holistik dan komprehensif, dan melakukan penatalaksanaan berbasis Evident Based Medicine dengan pendekatan Family

Approach dan Patient Centered. Laporan kasus ini menjelaskan tentang seorang wanita berusia 23 tahun yang datang

mengalami reaksi kusta tipe 1. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi berwarna kemerahan berukuran 2x3 cm, berbatas tegas, menebal dan berskuama putih pada punggung tangan kiri dan lengan kanan. Pada pasien diberikan tatalaksanaberupaedukasi dan pola hidup bersih dan sehat serta pengobatan dengan parasetamol 3x500 mg/hari dan Prednison 40 mg/hari. Pada evaluasi didapatkan keluhan yang semakin berkurang serta perilaku dan kondisi lingkungan rumah yang semakin membaik. Kesimpulan yang didapatkan masalah klinis yang kompleks membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara petugas kesehatan dan keluarga. Petugas tidak hanya menyelesaikan masalah klinis pasien,tetapi juga mencari dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan dalam lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga. Kata Kunci: kusta, pelayanan kedokteran keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat

Leprosy in 23th Women with Family Medicine Approach

in Gedong Tataan Village

Abstract

Indonesia is a country with third highest leprosy cases in the world after India and Brazil. In Lampung, the incidence of leprosy was 33 per 10,000 population. Leprosy is a disease caused by Mycobacterium leprae that can cause a variety of sensory disorders. This case report applying a holistic and comprehensiveapproach of family medicine, and doing Evident-based management with Family Approach and Patient Centered Approach. This case report describes a 23-year-old woman who came to experience leprosy reaction type 1. On physicalexamination found reddish lesions with measuring 2x3 cm, demarcated, thickened and scaly white on the back of the left hand and right arm. In the treatment of patients given the form of education and a clean and healthy lifestyle and medication with paracetamol 3x500mg daily and prednisone 40mg daily. In the evaluation of the complaint obtained diminishing and behaviors and environmental conditions are getting better. The clinical complex problem requires a long time and co-operation between health care workers and family. The clerk not only resolve the clinical problem of the patient, but also seek and provide solutions to the problems in the environment that affect the health of the patient and family. Keywords: clean and healthy lifestyle, family medicine services, leprosy Korespondensi: Roby Arismunandar, S.Ked., Alamat Jl.Sultan Agung Gg. Hi. Abdullah 8 no. 26, Wayhalim, Bandar Lampung, HP 082186932661, e-mail robyarismunandar@yahoo.com Pendahuluan Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

leprae, yang berbentuk batang bacillus yang

menyerang kulit, saraf perifer, mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan juga mata.2 Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), bila penyakit kusta tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, maka akan menimbulkan kecacatan menetap. Apabila sudah terjadi cacat, sebagian besar masyarakat dan keluarga akan menjauhi, mengucilkan, mengabaikan penderita sehingga penderita

sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena keluarga dan masyarakat bahkan penderita memiliki pengetahuan yang kurang, pengertian yang salah, dan kepercayaan yang keliru tentang penyakit kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya.1

Berdasarkan laporan dari Word Health

Organization (2012), prevalensi penderita dari

tahun 2011 dan awal tahun 2012 berjumlah 181.941 (0,34 per 10.000 penduduk), paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara mencapai 117.147 (0,64 per 10.000 penduduk) diikuti regional Amerika 34.801 (0,40 per

(2)

10.000 penduduk), regional Afrika 15.006 (0,37 per 10.000 penduduk), dan sisanya berada di regional lain di dunia. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara dengan kasus kusta terbanyak ketiga di dunia yaitu 20.032 penderita, setelah India (105.295 penderita) dan Brazil (33.955 penderita).2

Penularan penyakit kusta masih berlanjut di masyarakat dan kesadaran masyarakat dalam mengenali gejala dini penyakit kusta masih kurang sehingga penderita kusta yang ditemukan seringkali sudah dalam keadaan cacat. Pada daerah Provinsi Lampung, penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan baik dari aspek medis maupun aspek sosial. Angka kesakitan kusta per 10.000 penduduk selama tahun 2009-2012 cenderung sedikit meningkat dari 0,29 per 10.000 penduduk menjadi 33 per 10.000 penduduk.1

Pada tahun 2015, terdapat 153 penderita kusta di Provinsi Lampung, sementara di wilayah kerja Puskesmas Gedong Tataan terdapat 9 penderita kusta. Penyakit kusta sering disembunyikan karena penderita mendapat sanksi sosial berupa pengucilan dari masyarakat. Setiap penderita akan diberikan pengobatan intensif melalui petugas di puskesmas-puskesmas yang berkoordinasi langsung dengan Dinas Kesehatan.1 Laporan kasus ini bertujuan untuk menerapkan pendekatan dokter keluarga yang holistik dan komprehensif, dan melakukan penatalaksanaan berbasis Evidence Based

Medicine dengan pendekatan Family Approach

dan Patient Centered.

Kasus

Pasien Nn. S, seorang perempuan berusia 23 tahun datang untuk melanjutkan pengobatan kusta dengan keluhan ketika datang adalah demam, timbul bercak-bercak merah disekitar tangan dan kaki. Selain itu ia juga merasa kaki terasa sangat nyeri dan susah untuk berjalan. Keluhan sudah pernah dirasakan oleh Nn. S pada tahun 2014, awalnya bercak timbul kemerahan dikaki kanan kemudian timbul dipunggung tangan. Bercak-bercak merah kurang lebih sebanyak 4 buah. Bercak merah yang dirasakan semakin lama semakin menebal dan dirasakan kesemutan serta timbul rasa baal di sekitar bercak.

Kemudian penderita mulai berobat ke puskesmas dan menjalani pengobatan kusta selama satu tahun dan dinyatakan sembuh pada tahun 2015, sehingga pengobatan pun dihentikan. Satu bulan yang lalu, Nn. S datang ke Rumah Sakit untuk berobat dan memulai pengobatan kusta kembali.

Nn. S, tidak mengetahui secara pasti bagaimana awalnya ia bisa terjangkit kusta. Ia menyangkal adanya keluhan yang sama pada keluarga dan tempatnya bekerja. Saat ini penderita tidak bekerja sejak tahun 2014. Sebelum menderita sakit ini Nn. S bekerja sebagai pegawai mie ayam dan pembantu rumah tangga di daerah Bratasena (tambak udang) sejak tahun 2011. Awal tahun 2014 penderita mulai merasakan keluhannya yang semakin lama semakin memberat dan penderita memutuskan berhenti bekerja sampai saat ini.

Nn. S tinggal serumah dengan kedua orang tuanya, dua orang kakak dan satu orang adik perempuan. Ayah bekerja sebagai buruh tani sedangkan ibu sebagai ibu rumah tangga. Kedua kakaknya bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan adiknya seorang pelajar yang sedang duduk di bangku sekolah dasar.

Pada pemeriksaan fisik keadaaan umum: tampak sakit ringan; tekanan darah: 110/80 mmHg; frekuensi nadi: 78 x/menit; frekuensi nafas: 18 x/menit; suhu: 36,2 oC; berat badan: 44 kg; tinggi badan: 155 cm; indeks massa tubuh: 19. Mata, telinga, hidung, kesan dalam batas normal. Leher, Jugular Venous Pressure (JVP) tidak meningkat, kesan dalam batas normal. Paru, gerak dada dan fremitus taktil simetris, tidak didapatkan rhonki dan

wheezing, kesan dalam batas normal. Jantung,

batas kanan jantung pada linea sternalis kanan, batas kiri jantung tepat pada linea midclavicula, Intercostalis Spatium (ICS) 5, kesan batas jantung normal. Abdomen, datar dan supel, tidak didapatkan organomegali ataupun asites, kesan dalam batas normal. Ekstremitas tidak terdapat edema. Tampak lesi disekitar punggung tangan kiri dan lengan kanan. Lesi tampak kemerahan berukuran 2x3 cm, berbatas tegas lesi tampak menebal dan berskuama putih. Sensitibilitas masih dalam batas normal. Tidak ditemukan penebalan syaraf. Muskuloskeletal tidak didapatkan kelainan sendi, kesan dalam batas normal. Status neurologis kesan dalam batas normal.

(3)

Rumah berukuran 6x10 m tidak bertingkat, memiliki 3 buah kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, dapur, tidak ada kamar mandi dan ruang cuci di halaman belakang. Lantai rumah sebagian beralaskan semen dan sebagian masih tanah merah. Dinding sebagian terbuat dari papan dan bagian belakang terbuat dari bambu. Penerangan dan ventilasi kurang baik. Jendela hanya ada diruang tamu dan ruang keluarga sementara untuk kamar dan dapur tidak ada jendela sehingga udara terasa lembab. Penerangan hanya berasal dari lampu saat malam hari. Rumah tampak bersih dan rapi. Pasien tidak memiliki kamar mandi dan jamban. Pasien biasanya mandi, Buang Air Besar (BAB) dan mencuci pakaian disungai belakang rumahnya. Dapur terkesan bersih namun masih beralaskan tanah. Sumber air yang digunakan untuk minum berasal sumur gali milik tetangga. Sedangkan untuk mencuci dan mandi sumber air langsung dari sungai belakang rumah. Rumah sudah menggunakan listrik, Rumah berada di lingkungan yang tidak padat penduduknya, dengan kondisi lingkungan yang cukup bersih.

Pada pasien diberikan tatalaksana berupa tatalaksana non farmakologis dan tatalaksana farmakologis. Tatalaksana non farmakologis yang diberikan adalah edukasi mengenai penyakit pasien dan perubahan perilaku menjadi perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan tatalaksana farmakologis yang diberikan adalah parasetamol 3x500 mg/hari dan prednison 40 mg/hari. Dosis prednison diturunkan secara bertahap.

Pembahasan

Sesuai konsep Mandala of Health, dari segi perilaku kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif dari pada preventif dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang ia derita.3 Lingkungan psikososial, pasien merasa kurang dapat membantu keluarganya karena pasien tidak bekerja sejak 2,5 tahun ini. Uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bergantung pada ayah dan dua orang kakaknya yang bekerja sebagai penjual mie ayam. Pasien mengatakan bahwa apabila hanya mengandalkan uang dari ayah yang bekerja sebagai buruh tani dan kakak perempuannya, kebutuhan sehari hari kurang cukup karena ia

masih memiliki adik yang sedang duduk di bangku sekolah dasar.4

Dalam hal lingkungan rumah, pasien jarang keluar rumah karena lebih suka di dalam rumah, karna ia juga takut menularkan penyakitnya, namun pasien masih kenal dengan tetangga sekitar rumah. Lingkungan fisik, pemukiman tidak padat penduduk dan berada dilingkungan sungai. Pasien tidak memiliki selokan dan masih menggunakan air sungai yang ada dibelakang rumahnya untuk melakukan kebiasaan sehari hari. Hal ini sangat memungkinkan mudahnya penyakit masuk ke dalam tubuh. Human biology, pasien cukup mengetahui secara jelas penyakit yang dideritanya. Dan tidak ada yang menderita hal yang samadalam keluarganya.5

Life style, pola makan pasien dan

keluarganya cukup baik, mereka biasa mengonsumsi makanan sehari hari yang dimasak sendiri dan setiap hari selalu makan sayur yang beragam, tempe, tahu dan telur, namun penderita mengaku jarang mengonsumsi daging. Penderita mengonsumsi air minum dari rebusan air sumur. Untuk air minum masih menggunakan air sumur sementara untuk mencuci, mandi dan buang air masih menggunakan air dari sungai.

Perilaku olahraga ringan tiap harinya belum rutin dijalani karena alasan jarang keluar rumah. Keadaan rumah kurang ideal, cukup luas, kurang bersih dan cukup rapi, tidak memiliki septictank serta ventilasi dan pencahayaan yang kurang baik dimana jendela hanya berada diruang tamu dan ruang keluarga. Untuk disetiap kamar tidak menggunakan jendela dan lantai masih berupa tanah merah, sehingga rumah terasa lembab dan kurang bersih. Dalam sistem pelayanan kesehatan pasien mengikuti BPJS JKN Kelas 3. Keluarga ini mempunyai kendaraan pribadi sehingga mempermudah akses menuju puskesmas. Pekerjaan, sudah tidak produktif, sehari - hari hanya membereskan rumah.

Penegakan diagnosis klinik utama pada pasien sudah benar yaitu reaksi kusta tipe I atau reversal. Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan atau reaksi antigen antibody dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat).6

(4)

Reaksi ini dapat terjadi selama atau setelah pengobatan. Berbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain; Setelah pengobatan anti kusta yang intensif, infeksi rekuren, pembedahan, stres fisik imunisasi, kehamilan. Nn. S telah menyelesaikan pengobatannya sejak satu tahun yang lalu dan mulai mengalami keluhan kembali sejak satu bulan yang lalu. Lima hari setelah kunjungan pertama, maka dilanjutkan dengan kunjungan kedua untuk melakukan intervensi terhadap pasien.9

Pasien diberikan intervensi dengan menggunakan media poster yang menjelaskan penyakit kusta, serta pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan kembali kepada pasien dankeluarganya tentang penyakit kusta dan penularan yang dapat terjadi. Serta kepatuhan minum obat dan kontrol rutin untuk mencegah terjadinya komplikasi. 10

Perilaku hidup bersih dan sehat diberikan dengan tujuan agar pasien dan keluarga ataupun warga sekitar menggunakan air bersih dalam melakukan segala kegiatan, contohnya air sumur tidak tercemar, menggunakan jamban saat BAB dan perlunya penambahan jendela atau cara lain untuk mencukupkan cahaya yang masuk dan menjaga kelembapan kamar. Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru. Pertama adalah awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari stimulus tersebut. Kemudian dia mulai tertarik (interest). Selanjutnya, orang tersebut akan menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu, dia akan mencoba melakukan apa yang dikehendaki oleh stimulus (trial).4

Pada tahap akhir adalah adoption, berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya. Ketika intervensi dilakukan, keluarga juga turut serta mendampingi dan mendengarkan apa yang disampaikan pada pasien.7

Edukasi yang diberikan berupa rutin mengonsumsi obat, pentingnya kontrol jika timbul keluhan dan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat serta menggunakan air bersih. Penjelasan mengenai penyakit kusta yang

sedang diderita oleh pasien dan komplikasinya kepada pasien dan anggota keluarga.8

Penjelasan tentang pentingnya hidup bersih dan gaya hidup yang sehat dengan lebih memperbaiki kebersihan lingkungan dan menggunakan sumber air bersih dalam aktivitas sehari-hari. Penjelasan kepada keluarga pasien untuk memotivasi dalam minum obat secara kontinu dan mengambil obat sekaligus mengontrol keluhan dan lesi. Penjelasan mengenai keadaan rumah dimana kurangnya cahaya yang masuk kedalah rumah sehingga keadaan menjadi lembab dan mempermudah berkembang biaknya kuman. Penjelasan bahwa penderita kusta bukanlah seseorang yang harus dikucilkan dimasyarakat dan menderita kusta bukan merupakan penghalang dalam berinteraksi antara kegiatan sosial.4

Empat hari selanjutnya, yaitu kunjungan ketiga dilakukan evaluasi. Dari hasil anamnesis lanjut didapatkan bahwa pasien sudah minum obat secara teratur dan kini bercak merah yang ada di tangan dan kaki mulai berkurang serta tidak nyeri lagi.

Keluarga pasien juga lebih memperhatikan waktu minum obat pasien, dan mulai membuka salah satu genteng yang ada disetiap kamar agar cahaya matahari dan udara dapat masuk sehingga mengurangi kelembapan yang ada. Olahraga rutin setiap pagi masih sulit dilakukan hanya saja pasien mulai melakukannya sesekali sambil berkomunikasi dengan warga sekitar. Pasien kini merencanakan akan mulai mencari kerja lagi setelah bercak kemerahan ditangan mulai menghilang.9

Faktor pendukung dalam penyelesaian masalah pasien dan keluarga adalah pasien dan seluruh anggota keluarga yang harus mendukung pengobatan yang dilakukan dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah belum tersedianya sarana air bersih karenasumber air keluarga pasien masih menggunakan air sungai.4

Pasien diberikan obat antipiretik dan analgetik untuk demam dan nyeri sendi yang dirasakan. obat lain yang diberikan ialah kortikosteroid yakni prednison dengan dosis 40mg/hari kemudian diturunkan secara perlahan. Dalam waktu 2 minggu dan keluhan yang mereda dosis diturunkan dan kini selama

(5)

lebih dari sebulan pasien mengonsumsi 20 mg/hari. Kortikosteroid ini diberikan pada pasien dengan reaksi kusta baik 1 atau reaksi kusta 2. Prednison merupakan kortikosteroid potensi sedang dengan waktu paruh 12-36 jam.8

Prognosis pada pasien ini dalam hal quo

ad vitam: dubia ad bonam dilihat dari

kesehatan dan tanda-tanda vitalnya masih baik; quo ad functionam: dubia ad bonam karena pasien masih bisa beraktivitas sehari-hari secara mandiri; dan quo ad sanationam:

dubia ad bonam karena pasien masih bisa

melakukan fungsi sosial kepada masyarakat sekitar.10

Simpulan

Diagnosis reaksi kusta tipe 1 pada kasus ini sudah sesuai dengan beberapa teori dan telaah kritis dari penelitian terkini. Penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai pedoman penanggulangan penyakit kusta. Telah terjadi perubahan perilaku pada Nn. S. Perubahan perilaku pada Nn. S dan keluarga untuk rutin mengonsumsi obat, perilaku hidup bersih dan sehat terlihat setelah pasien diberikan intervensi dan akhirnya mengubah keadaan lingkungan rumah.

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI. Buku pedoman penyakit kusta. Edisi ke-18. Jakarta: 2010. 2. World Health Organization. Leprosy

elimination [internet]. USA: World Health Organization's Association; 2017 [diakses tanggal 10 Maret 2017]. Tersedia dari: www.who.int/lep/el.

3 Mayskur. Pengaruh persepsi tentang penyakit kusta dan dukungan keluarga terhadap tingkat kepatuhan penderita dalam pemakaian obat penderita kusta di kecamatan jangka kabupaten bireun tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.

4 Hutabarat B. Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007. Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.

5 Dorland WAN. Kamus kedokteran dorland. Edisi ke-29. Jakarta: EGC; 2010.

6 Amiruddin M, Dalli MH. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2015.

7. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. 8. Yayas N. Masalah reaksi reversal dan

eritema nodosum leprosum pada penyakit kusta. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2015.

9. Siregar R. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC; 2005.

10. Adhi Djuanda, Mochtar H. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

Referensi

Dokumen terkait

yang lebih jelas mengenai permasalahan yang ada dalam hubungan hukum yang akan.. dibahas dalam

• Segera implementasikan nomenklatur ‘ desa adat ’ atau dosebut dengan nama lain sebagaimana yang telah dimungkinkan oleh UU Nomor 6 Tahun 2016

PROSEDUR PEMASANGAN INFUS Mengga ntung cairan infus Mengisi infus set Mengisi selang infus Menusukkan infus set ke cairan infus Mengisi selang infus Letakkan  pengalas Desinveksi

Perubahan kurikulum yang belum serentak menyebabkan sekolah ini khususnya dalam mata pelajaran bahasa arab masih menggunakan kurikulum yaitu KTSP untuk siswa yang

Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa stimu- lus untuk melakukan Belanja Daerah pada tahun t dipengaruhi oleh transfer pemerintah pusat yang diterima

Our first con- tribution is to provide a fast segmentation technique for dense and sparse point clouds to extract full objects from the scene by lever- aging the implicit range

Puji syukur kepada Illahi Robbi yang telah memberikan kemudahan, kelancaran dan kebaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Upay a

Usahakan pada waktu proses Inokulasi selalu dekat dengan lampu spirtus dengan tujuan agar supaya bakteri yang mungkin masih aktif di lemari kaca tidak mendekat.. Buka kapas