• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat 1. Pengertian Obat

Obat adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Damayanti, 2013).

2. Jenis Sediaan Obat

Perawat sering menghadapi masalah yang berhubungan dengan bentuk sediaan itu sendiri. Beberapa obat sering tidak tersedia dipasaran dalam bentuk sediaan cairan atau tablet kunyah. Menurut Deglin dan Vallerand (2005), Bentuk sediaan obat terdiri dari : Obat-obatan dalam bentuk padat (bubuk,tablet,pil,kapsul,salep dan pasta serta Supositoria), Obat-obatan dalam bentuk cair (syrup,tetesan / drop dan cairan suntik).

3. Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

Prinsip enam benar merupakan sebuah prosedur bagi perawat dalam menjalankan tugasnya untuk mendelegasikan obat yang telah diresepkan dokter pada klien. Prinsip enam benar yaitu : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, Rute/ cara yang benar, dan dokumentasi yang benar (Kuntarti,2007, Qosim, 2009).

a. Benar Klien

Benar klien dapat dipastikan dengan memeriksa gelang identitas klien, dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab, atau tidak dapat berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap klien setiap kali pengobatan diberikan. (Kee and Hayes, 1996).

(2)

Sebelum obat diberikan, identitas klien harus diperiksa (gelang identitas, papan identitas di tempat tidur) atau ditanyakan. Jika klien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya dengan anggukan kepala. Jika klien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari identifikasi lain sesuai ketentuan rumah sakit. Bayi harus diidentifikasi dari gelang identitasnya (Tambayong, 2002).

b. Benar Obat

Benar obat berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah pengobatan adalah tanggal saat perintah ditulis, nama obat, dosis obat, rute pemberian, frekuensi pemberian, tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan (Kee dan Hayes,1996).

Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and Hayes, 1996 ). Obat mempunyai nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang asing harus diperiksa nama generiknya, dan jika masih ragu hubungi apoteker (Tambayong, 2002).

(Kee and Hayes, 1996) implikasi benar obat dalam perawatan mencakup :

a. Periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Jika perintah tidak lengkap atau tidak sah, beritahu perawat atau dokter yang bertanggung jawab. b. Ketahui alasan kenapa klien menerima obat tersebut

c. Periksa label obat sebanyak tiga (3) kali sebelum memberikan obat, yaitu pada saat melihat botol atau kemasan obat, sebelum menuang / mengisap obat dan setelah menuang / mengisap obat.

(3)

c. Benar Dosis

Dosis yang benar adalah dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variabel berikut : (1) tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta), (2) dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus dipertimbangkan, misalnya 3 mg/KgBB/hari (Kee dan Hayes,1996)

Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Metode proporsi dan rasio merupakan salah satu teknik menghitung dosis obat. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain (Kee dan Hayes,1996).

d. Benar Waktu

Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d (dua kali sehari), t.i.d (tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap 6 jam), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu. Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan (Damayanti, 2013).

Kee and Hayes (1996) implikasi benar waktu dalam perawatan mencakup:

a. Berikan obat pada saat yang khusus seperti obat yang diminum setengah jam sebelum atau sesudah makan yang tertulis dalam resep

b. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti tetrasiklin sebelum makan.

c. Berikan obat-obat yang dapat mengiritasi lambung seperti aspirin bersama dengan makanan.

(4)

d. Pastikan perawat tahu jadwal pemeriksaan diagnostik seperti laboratorium, endoskopi dimana klien harus puasa dan obat tidak diberikan.

e. Periksa tanggal kadaluarsa, jika telah melewati tanggalnya buang atau kembalikan obat ke apotik

f. Pemberian antibiotik harus dalam selang waktu yang sama.

e. Benar Rute/Cara

Benar Rute/ cara ialah Rute yang sesuai dengan intruksi dokter yang ada dalam buku intruksi dokter maupun resep dokter. Ada berbagai Rute pemberian obat, yaitu : oral (melalui mulut), sublingual (di bawah lidah), bukal (antara gusi dan pipi), topikal (dipakai di kulit), inhalasi (seprot, aerosol), instilasi (pada hidung, mata, telinga, rektum, atau vagina), dan empat Rute parenteral (intradermal, subkutan, intramuskular, intravena) (Kee and Hayes, 1996). Sedangkan menurut Dahlan (2013) ada 6 (enam) Rute pemberian obat, yaitu : (1) Oral, (2) Parenteral, (3) Topikal, (4) Rektal, (5) Inhalasi dan (6) sublingual.

(Kee and Hayes, 1996) implikasi benar cara dalam perawatan termasuk : a. Nilai kemampuan klien untuk menelan sebelum memberikan obat per oral b. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat. Teknik steril dibutuhkan

dalam Rute parenteral.

c. Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai d. Tetaplah bersama klien sampai obat-obat ditelan

f. Benar Dokumentasi

Dalam benar dokumentasi membutuhkan pencatatan segera dari seorang perawat mengenai informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan. Informasi ini meliputi : nama obat, dosis, rute, waktu dan tanggal, instansi atau tanda tangan perawat yang melakukan tindakan. Respon klien terhadap pengobatan perlu dicatat untuk beberapa macam obat, seperti narkotik, analgesik non narkotik, sedative, antiemetik, serta reaksi yang tidak diharapkan terhadap pengobatan (Dahlan, 2013).

(5)

Menurut Damayanti(2013) setelah obat diberikan, harus dicatat dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila klien menolak minum obatnya atau obat itu tidak sampai terminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

4. Prosedur Pemberian Obat

Obat merupakan suatu substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi ( Syamsuni,2006). Prosedur pemberian obat merupakan suatu langkah-langkah dalam memberikan obat kepada pasien dengan tepat.

1. Persiapan Pemberian Obat

a. Cuci tangan sebelum menyiapkan pengobatan b. Periksa riwayat alergi obat klien.

c. Periksa perintah pengobatan dengan perintah dokter, lembar pengobatan dan atau kartu pengobatan

d. Periksa label tempat obat sebanyak tiga (3) kali

e. Periksa tanggal kadaluwarsa pada label obat, pergunakan obat hanya jika masih berlaku.

f. Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain.

g. Pastikan kebenaran obat-obat yang dapat bersifat toksik dengan perawat lain atau ahli farmasi.

h. Tuang tablet atau kapsul ke dalam tutup tempat obat, jika obat tersedia dalam dosis unit, buka paket disisi tempat tidur setelah memastikan kebenaran identitas klien.

i. Tuang cairan obat setinggi mata. Miniskus, lengkung terendah dari cairan, harus berada pada garis dosis yang diminta.

j. Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung, contoh aspirin, atau berikan obat bersama makanan.

2. Pelaksanaan Pemberian Obat

a. Periksa identitas klien melalui gelang identitasnya b. Berikan hanya obat yang telah anda persiapkan

(6)

c. Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung dari rute/ cara pemberian.

d. Tetaplah bersama klien sampai obat diminum atau selesai diberikan.

e. Jika memberikan obat kepada sekelompok klien, berikan obat terakhir kepada klien yang membutuhkan bantuan ekstra.

f. Buang jarum dan tabung suntik ke tempat yang tepat.

g. Buang obat-obat ke dalam bak atau toilet, jangan ke dalam tempat sampah. Bahan-bahan kontrol harus dikembalikan ke apotik

h. Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul, simpan larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat, tulis tanggal dan waktu pembukaan dan inisial anda pada label.

i. Simpan narkotik ke dalam laci atau lemari dengan kunci ganda

j. Kunci untuk laci narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh di simpan di dalam laci atau lemari.

k. Catat segera setelah obat diberikan, khususnya dosis awal.

l. Masukkan ke dalam catatan pengobatan klien : obat yang diberikan, dosis, waktu, rute dan inisial anda.

m. Lapor dan catat obat yang ditolak klien dan alasan penolakan

n. Laporkan kesalahan pemberian obat dengan segera kepada dokter dan kepala ruangan, lengkapi laporan peristiwa.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Prinsip Enam Benar

1. Konsep Dasar Pengetahuan Tentang Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “what” yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar dipengaruhi oleh mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007).

(7)

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :

1) Umur

Notoadmojo (2007), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

2) Inteligensi

Inteligensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Inteligensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Inteligensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan inteligensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan (Notoadmodjo,2007).

3) Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir seseorang (Notoadmodjo,2007).

(8)

4) Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Notoadmodjo,2007).

5) Pendidikan

Menurut Notoadmojo (2007) pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

6) Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Notoadmodjo,2007).

7) Pengalaman

Menurut Notoadmojo (2007) pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

(9)

2. Konsep Dasar Motivasi dalam Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

a. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi konstribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah dan tekad tertentu (Suarli,2007). Memotivasi adalah proses manajemen untuk mepengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai ”apa yang membuat orang tergerak (Suarli,2007).

Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas :

a. Motivasi intrinsik : yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu b. Motivasi ekstrinsik : yaitu motivasi yang datang dari luar individu

c. Motivasi terdesak : yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

b. Teori Motivasi

1) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow. Menurut Maslow dalam Goble (2006) merupakan psikolog humanistik yang berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan.

a. Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual, dan kebutuhan fisik lain.

b. Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.

c. Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.

d. Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.

(10)

e. Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai.

Menurut Maslow dalam suarli (2007), jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu

2) Teori Herzberg

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-faktor penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara motivasi. Menurut Herzberg dalam Muhamad (2005), karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor ketidak- puasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan rasa ketidak-puasan kerja tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan adalah tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja adalah tidak ada ketidak-puasan kerja.

c. Motivas Kerja

1) Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Nursalam, 2008).

2) Prisip-Prinsip dalam memotivasi pegawai

Menurut Nursalam (2008), terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai yaitu:

a) Prinsip partisipatif

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

(11)

b) Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c) Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

d) Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

e) Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Ada Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor. Adapun faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang adalah faktor internal dan faktor eksternal (Muhamad,2005).

1) Faktor Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas:

a) Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak.

(12)

b) Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi.

c) Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

d) Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.

e) Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.

2) Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas:

a) Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengaruhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud.

b) Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan

(13)

serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.

c) Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya.

d) Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.

3. Konsep Dasar Persepsi Perawat Dalam Menerapkan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

a. Definisi Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Sedangkan menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

b. Macam-macam persepsi

Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan

(14)

lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:

a.Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

c.Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.

4. Konsep Dasar Peran Kepala Ruangan Dalam Peneran Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

a. Pengertian Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah perawat yang melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli, 2007)

b. Manfaat Kepala Ruangan

Apabila kepala ruangan melaksanakan tugasnya dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah (Suarli,2007),

1) Kepala ruangan dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

(15)

2) Kepala ruangan dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya manusia yang sia-sia dapat dicegah.

c. Prinsip supervisi

Agar supervisi dapat dijalankan dengan baik maka seorang kepala ruangan harus memahami prinsip- prinsip supervisi dalam keperawatan sebagai beriku (Suarli,2007):

1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi didasarkan atas hubungan profesional dan bukan pribadi.

2) Kegiatan direncanakan secara matang. 3) Bersifat edukatif, supporting dan informal.

4) Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan

5) Membentuk hubungan kerjasama yang demokratis antara kepala ruangan dan staf.

6) Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.

7) Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi.

8) Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan.

9) Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

10) Supervisi dilakukan secara teratur dan berkala.

11) Supervisi dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.

d. Teknik Supervisi

Teknik supervisi merupakan cara yang dilakukan oleh kepala ruangan untuk melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli,

(16)

2007). Supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Supervisi diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta tujuan supervisi (Suarli, 2007).

1) Supervisi Secara Langsung

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Cara supervisi ini ditujukan untuk bimbingan dan arahan serta mencegah dan memperbaiki kesalahan yang terjadi (Suarli,2007).

Cara Supervisi terdiri dari:

a) Merencanakan

Seorang kepala ruangan, sebelum melakukan supervisi harus membuat perencanaan tentang apa yang akan disupervisi, siapa yang akan disupervisi, bagaimana tekniknya, kapan waktunya dan alasan dilakukan supervisi. Dalam membuat perencanaan diperlukan unsur-unsur : Objektif / tujuan dari perencanaan, uraian kegiatan, prosedur, target waktu pelaksanaan, penanggung jawab dan anggaran.

b) Mengarahkan

Pengarahan yang dilakukan kepala ruangan kepada staf meliputi pengarahan tentang bagaimana kegiatan dapat dilaksanakan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam memberikan pengarahan diperlukan kemampuan komunikasi dari kepala ruangan dan hubungan kerjasama yang demokratis antara kepala ruangan dan staf.

Cara pengarahan yang efektif: (1) Pengarahan harus lengkap

(2) Menggunakan kata-kata yang tepat (3) Berbicara dengan jelas dan lambat (4) Berikan arahan yang logis.

(5) Hindari memberikan banyak arahan pada satu waktu. (6) Pastikan bahwa arahan dipahami.

(17)

(7) Yakinkan bahwa arahan kepala ruangan dilaksanakan sehingga perlu kegiatan tindak lanjut.

c) Membimbing

Agar staf dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dalam melakukan suatu pekerjaan, staf perlu bimbingan dari kepala ruangan. Kepala ruangan harus memberikan bimbingan pada staf yang mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya, bimbingan harus diberikan dengan terencana dan berkala. Staf dibimbing bagaimana cara untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Bimbingan yang diberikan diantaranya dapat berupa : pemberian penjelasan, pengarahan dan pengajaran, bantuan, serta pemberian contoh langsung membimbing.

d) Memotivasi

Kepala ruangan berperan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi. Kegiatan yang perlu dilaksanakan kepala ruangan dalam memotivasi antara lain adalah (Nursalam, 2007) :

(1)Mempunyai harapan yang jelas terhadap staf dan mengkomunikasikan harapan tersebut kepada para staf.

(2)Memberikan dukungan positif pada staf untuk menyelesaikan pekerjaan. (3)Memberikan kesempatan pada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan

memberikan tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman yang bermakna.

(4)Memberikan kesempatan pada staf untuk mengambil keputusan sesuai tugas limpah yang diberikan.

(5)Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf. (6)Menjadi role model bagi staf.

e) Mengobservasi

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan, maka kepala ruangan harus melakukan observasi terhadap

(18)

kemampuan dan perilaku staf dalam menyelesaikan pekerjaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh staf.

f) Mengevaluasi

Evaluasi merupakan proses penilaian pencapaian tujuan, apabila suatu pekerjaan sudah selesai dikerjakan oleh staf, maka diperlukan suatu evaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Evaluasi juga digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dikerjakan sesuai dengan ketentuan untuk mencapai tujuan organisasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara menilai langsung kegiatan, memantau kegiatan melalui objek kegiatan. Apabila suatu kegiatan sudah di evaluasi, maka diperlukan umpan balik terhadap kegiatan tersebut.

2) Supervisi tidak langsung.

Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis, seperti laporan klien dan catatan asuhan keperawatan dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima dan ronde keperawatan. Pada supervisi tidak langsung dapat terjadi kesenjangan fakta, karena kepala ruangan tidak melihat langsung kejadian dilapangan (Suarli,2007). Oleh karena itu agar masalah dapat diselesaikan, perlu klarifikasi dan umpan balik dari kepala ruangan dan staf.

5. Konsep Dasar Tingkat Pendidikan dalam Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar pada diri manusia (masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Pada dasarnya usaha pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku pada diri manusia menuju arah positif dengan mengurangi faktor-faktor perilaku dan sosial budaya negatif (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku perawat dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat. Tingkat

(19)

pendidikan yang rendah akan mempersulit seseorang atau masyarakat menerima dan mengerti pesan-pesan kesehatan yang disampaikan sedangkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat (Notoatmodjo, 2007).

b. Jenis dan Jenjang Pendidikan Keperawatan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Menurut organisasi keperawatan di Indonesia (PPNI,2012), jenjang pendidikan terdiri dari beberapa kelompok yaitu:

1) Jenis Pendidikan Keperawatan Meliputi

a) Pendidikan Vokasi yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian keperawatan tertentu sebagai perawat vokasi.

b) Pendidikan Akademik yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan.

c) Pendidikan Profesi yaitu pendidikan yang diarahkan untuk mampu memecahkan masalah sains dan teknologi dalam bidang ilmu keperawatan untuk mampu mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas tindakan keperawatan dibawah tanggung jawabnya

2) Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Meliputi a) Pendidikan Diploma III Keperawatan

b) Pendidikan Ners

c) Pendidikan Magister Keperawatan

d) Pendidikan Spesialis Keperawatan terdiri dari:

(1) Spesialis Keperawatan Maternitas (2) Spesialis Keperawatan Anak

(3) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah (4) Spesialis Keperawatan Jiwa

(20)

(5) Spesialis Keperawatan Komunitas

Pendidikan spesialis tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan kebutuhan pengembangan ilmu.

e) Pendidikan Doktor Keperawatan

3) Jalur Pendidikan

Menurut Rusimah (2010), Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Menurut PPNI (2012), jalur pendidikan terdiri dari beberapa kelompok yaitu:

a) Pendidikan formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan tinggi.

b) Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal banyak di Indonesia yaitu dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan keperawatan misalnya dengan mengikuti pelatihan kegawatdaruratan, dll

c) Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (Arifin, 2011).

(21)

6. Konsep Dasar Ketersediaan Standart Operating Prosedure Dalam Penerapan Prinsip Enam Benar Pemberian Obat

a. Penegertian Standart Operating Prosedure

Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter (2009).

b. Standart Operating Prosedure (SOP) dalam Pemberian Obat

Standar operasional prosedur ( SOP) dalam pemberian obat di rumah sakit sangat penting untuk disediakan di masing-masing ruangan. Menurut Kusyani (2006), ada beberapa standar operasional prosedur dalam pemberian obat yaitu:

1) Prosedur Pemberian Obat Oral

a) Perawat menyiapkan: obat-obatan sesuai dengan program pengobatan dokter dan air minum.

b) Perawat mengambil obat pada tempat yang tepat.

c) Perawat membaca label obat tentang : nama klien, dosis dan waktu.

d) Perawat memberikan obat pada klien dengan memanggil nama klien dan menunggu obat sampai di telan.

e) Perawat mengobservasi respon klien

2) Prosedur Pemberian Obat Suntikan Intra Muskuler

a) Persiapan alat: spuit, kapas alkohol, bak steril, obat yang diperlukan, bengkok. Persipan klien : beri penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.

b) Perawat mencuci tangan, lalu membaringkan klien dan menentukan daerah yang akan disuntik, membersihkan kulit di daerah bersangkutan, didesinfeksi dengan kapas alkohol.

c) Perawat menusukkan jarum (90) derajat tegak lurus pada permukaan kulit. d) Aspirasi/ menarik spuit sedikit, bila ada darah obat jangan di masukkan,

(22)

e) Perawat mencabut jarum dengan cepat, bekas tusukan jarum ditekan dengan kapas alkohol.

f) Perawat membereskan alat-alat dan klien. g) Perawat mencuci tangan

h) Perawat mencatat semua tindakan yang telah dilakukan pada status klien dan reaksi klien setelah penyuntikan serta mencantumkan tanda tangan dan nama yang jelas.

3) Prosedur Pemberian Obat Suntikan Intrakutan a) Cuci tangan

b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip enam benar c) Identifikasi klien

d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan e) Atur klien pada posisi yang nyaman

f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan , peradangan dan rasa gatal

g) Pakai sarung tangan

h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkular dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm i) Pegang kapas alkohol denga jari-jari tengah pada tangan nondominan j) Buka tutup jarum

k) Tempatkan ibu jari tangan nondominan sekitar 2,5 cm dibawah area penusukan kemudian Tarik kulit

l) Masukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 150 m) Masukkan obat perlahan-lahan

n) Cambut jarum dengan sudut yang sama ketika dimasukkan o) Usap pelan-pelan penyuntikan dengan kapas alcohol

p) Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm disekitar jendalan dengan menggunakan pulpen

q) Observasi kulit untuk mengetahui adanya kemerahan atau bengkak r) Kembalikan posisi klien

s) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan t) Buka sarung tangan

(23)

u) Cuci tangan

v) Dokumentasi tindakan

w) Kaji kembali klien setelah 15 menit

4) Prosedur Pemberian Obat Suntikan Subkutan a) Cuci tangan

b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip enam benar c) Identifikasi klien

d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan e) Atur klien pada posisi yang nyaman

f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan , peradangan dan rasa gatal

g) Pakai sarung tangan

h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkular dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm i) Pegang kapas alkohol denga jari-jari tengah pada tangan nondominan j) Buka tutup jarum

k) Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan nondominan l) Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan

dominan, masukkan jarum dengan sudut 450 m) Lepaskan tarikan tangan nondominan

n) Tarik spuit dan observasi adanya darah pada spuit o) Cabut jarum dengan sudut jarum yang sama p) Kembalikan posisi klien

q) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan r) Buka sarung tangan

s) Cuci tangan t) Dokumentasikan

5) Prosedur Pemberian Obat Secara Intravena a) Cuci tangan

b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip enam benar c) Identifikasi klien

(24)

d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan e) Atur klien pada posisi yang nyaman

f) Pasang perlak

g) Bebaskan lengan klien dari baju

h) Letakkan pembendung 15 cm di atas area penusukan

i) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan , peradangan dan rasa gatal

j) Pakai sarung tangan

k) Bersihkan areapenusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkular dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm l) Pegang kapas alkohol denga jari-jari tengah pada tangan nondominan m) Buka tutup klien

n) Tempatkan ibu jari tangan nondominan sekitar 2,5 cm dibawah area penusukan kemudian tarik kulit

o) Pegang jarum pada posisi 300sejajar vena yang akan ditusuk

p) Lakukan aspirasi dengan tangan nondominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan menarik jarum

q) Observasi adanya darah pada spuit

r) Cambut jarum dengan sudut yang sama ketika dimasukkan

s) Tutup area penusukan dengan menggunakan kasa steril yang diberikan betadin

t) Kembalikan posisi klien

u) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan v) Buka sarung tangan

w) Cuci tangan

x) Dokumentasi tindakan

y) Kaji kembali klien setelah 15 menit

6) Prosedur Pemberian Obat Secara Topical

a) Cek order dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat pemberian obat

b) Cuci tangan

(25)

d) Tutup gorden

e) Identifikasikan klien secara tepat f) Atur klien pada posisi yang nyaman g) Inspeksi kondisi kulit

h) Biarkan area mongering i) Gunakan sarung tangan j) Oleskan agen topical

k) Atur klien pada posisi yang nyaman l) Rapikan alat

m) Cuci tangan n) Dokumentasikan

7) Prosedur Pemberian Obat Secara Sublingual

Secara umum persiapan dan langkah-langkahnya sama dengan pemberian obat secara oral. Hal yang perlu diperhatikan adalah klien perlu dijelaskan untuk meletakkan obat dibawah lidah, obat tidak boleh ditelan dan biarkan berada dibawah lidah sampai habis diabsorbsi seluruhnya.

7. Konsep Dasar Fasilitas Pemberian Obat a. Pengertian Pemberian Obat

Obat adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Damayanti, 2013). Pemberian obat merupakan tugas perawat dalam mendelegasikan obat yang sudah diberikan oleh dokter.

b. Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian obat yang aman kepada klien, yaitu : a) penyediaan obat cadangan, b) sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri. Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah

(26)

dirancang untuk persiapan pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai obat yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat berpindah berisi obat-obat yang diperlukan klien dalam laki-laki yang terkunci atau obat-obat untuk klien tertentu tersimpan dalam kabinet obat di dekat kamar klien (Ramawati,2010).

Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil yang dekat dengan ruang rawat klien. Namun, dalam pengontrolan penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat di simpan dalam laci yang terkunci pada setiap fasilitas kesehatan yang menyediakannya(Ramawati,2010).

c. Penyediaan Obat Cadangan

Penyediaan obat pada ruang rawat klien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang diresepkan dalam jumlah yang besar serta disimpan dalam lemari kaca yang terkunci. Pemberian obat ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam jumlah yang besar dalam botol atau kontainer obat. Contoh dari penyediaan obat adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline / infus (Ramawati,2010).

d. Sediaan Dosis Obat

Pembagian obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasi untuk membagikan dan memberikan label pada pembungkus atau tempat penyimpanan obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing klien. Obat-obat tersebut di simpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada waktu-waktu tertentu. Sistem ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang demi keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam penyiapan dan pemberian obat kepada klien serta mengevaluasi efek dan reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat (Ramawati,2010).

e. Sistem pembagian obat secara otomatis

Sistem ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil obat dengan cepat bila dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat menggunakan kata kunci

(27)

atau pasword, kemudian memilih menu / daftar obat yang dibutuhkan yang telah tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga menyimpan data semua obat yang dikeluarkan sekaligus mengontrol obat yang digunakan oleh masing-masing klien. Mesin ini telah banyak digunakan di fasilitas-fasilitas kesehatan terutama di beberapa negara maju. Namun, keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih sulit untuk ditemukan (Ramawati,2010).

f. Suplai Obat Klien Mandiri

Pada sistem ini obat diberikan dan di simpan oleh klien secara langsung. Obat-obatan di simpan dalan tempat tersendiri untuk setiap klien. Dapat diletakkan pada meja di dekat klien, sehingga klien dapat mudah menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan bersamaan dengan sistem penyimpanan terpusat. Metode ini memberi kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat serta memberikan waktu kepada perawat untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam ketaatan minum obat (Ramawati,2010).

Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada klien (Ramawati,2010).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat

1. Pengetahuan

Menurut Armiyat (2007) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perawat pelaksana tidak menerapakan prinsip enam benar dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu tingkat pengetahuan seorang perawat pelaksana tentang prinsip enam benar, motivasi perawat, persepsi perawat, peran kepala ruangan, ketersediaan SOP di ruangan dan tingkat pendidikan seorang perawat.

(28)

Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2009) yang berjudul hubungan pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar dengan pelaksanaannya dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan 38 responden perawat pelaksana. Dari pengawai yang mempunyai tingkat pengetahuan dengan kategori baik, baru 68,4% yang tingkat pelaksanaan pemberian obatnya berkategori baik sedangkan sisanya sebesar 31,6 % berkategori cukup. Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar dengan pelaksanaannya dalam pemberian obat dengan p value = 0,000.

2. Motivasi

Motivasi sangat berpengaruh pada kinerja perawat dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat. Akibat dari rendahnya motivasi perawat yang menyebabkan perawat tidak menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat yang menyebabkan kegagalan dalam merawat klien bahkan bisa berakibat fatal. Menurut Armiyat (2007) semakin tinggi motivasi seseorang dalam bekerja maka semakin baik pula kerja perawat, namun semakin rendah motivasi perawat dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat maka semakin tidak baik pula kinerja perawat tersebut.

Penelitian Fidora (2010) yang berjudul faktor-faktor kinerja yang berhubungan dengan pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) sindrom defisit perawatan diri pasien oleh perawat pelaksana di RSJ. Prof. DR. HB. Sa’anin padang bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang positif (51,3%) dan motivasi yang rendah (64,1%) dalam pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) sindrom defisit perawat diri. Berdasarkan hasil penelitian di atas bahwa dari faktor psikologis yang memiliki hubungan bermakna dengan pelaksanaan SOP sindrom defisit perawat diri motivasi sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah sikap.

Menurut Tarigan (2010) menunjukkan bahwa dari analisis koefisien determinasi variabel tingkat pendidikan, motivasi, usia dan pengalaman kerja memberikan pengaruh sebesar 68,30% terhadap variabel kinerja perawat sedangkan sisanya sebesar 31,70% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

(29)

Dalam penelitian Tarigan, menunjukkan bahwa ada pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat dengan p value = 0,018.

Menurut Evawati (2010) yang berjudul pengaruh disiplin dan motivasi kerja terhadap kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang dengan uji regresi bersifat positif berarti apabila disiplin dan motivasi ditingkatkan maka dapat menambah kinerja perawat bagian anak RSU Tanggerang.

Menurut Mulyono (2013) yang berjudul faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat di rumah sakit tingkat III 16.06.01 Ambon menunjukkan bahwa responden yang motivasi kerjanya baik, sebagian besar (55,56%) kinerjanya tidak baik, begitu juga responden yang motivasi kinerjanya tidak baik sebagian besar (64,29%) kinerjanya tidak baik. Dari hasil pengujian hipotesis dengan uji korelasi gamma dimana p-value : 0,615 (p>0,05) berarti tidak ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat.

3. Persepsi

Persepsi perawat yang salah akan mengakibatkan kelalain dalam memberikan obat kepada klien dengan tidak menerapkan prisip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat. Kelalaian persepsi ini berupa menganggap bahwa walaupun obat diberikan tidak tepat waktu, itu tidak akan mempengaruhi dalam pemberian obat. Akibat dari kesalahan dalam pemberian obat maka akan berakibat fatal pada klien. Menurut Basuki (2012) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pelaksanaan SOP pemberian obat parenteral antara perawat yang persepsi baik dan tidak baik (p value = 0,566). Persepsi perawat pelaksana tentang supervisi pimpinan ruang baik sebagian besar melaksanakan SOP pemberian obat parenteral intravena secara baik (64,3%).

Menurut Rohayani (2006) yang berjudul hubungan persepsi perawat pelaksana tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana menunjukkan bahwa perawat yang mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangan otoriter/autokratis berhasil didapatkan 34 perawat pelaksana (64,2%), 17 perawat (32,1%) 2 orang perawat pelaksana (3,8%) mempersepsikan gaya kepemimpinan laissez

(30)

faire/liberal. Pada tingkat kemaknaan 95% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam melakukan tindakan keperawatan, namun pada tingkat kemaknaan 90% terdapat hubungan yang signifikan dengan p= 0,087.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penerapan prinsip kewaspadaan perawat di instalasi gawat darurat RSUP DR. M. Djamil Padang menunjukkan bahwa 54,3% responden memiliki persepsi positif kemungkinan terkena infeksi HIV dan keparahan penyakit HIV/AIDS, 54,3% responden memiliki persepsi yang positif tentang kemungkinan terkena infeksi HIV dengan keparahan penyakit HIV/AIDS. Menurut Putri bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi dengan tindakan penerapan prinsip kewaspadaan universal oleh perawat.

4. Tingkat Pendidikan

Perawat dengan pendidikan DIII-Keperawatan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik dalam pelaksanan pekerjaan. Tingkat pendidikan. DIII-Keperawatan lebih dititikberatkan pada mempersiapkan seseorang untuk menjadi pelaksana suatu pekerjaan, sehingga pegawai dengan pendidikan DIII-Keperawatan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dari Sarjana yang dipersiapkan untuk dapat menganalisis suatu permasalahan. Tetapi bila pertanyaan pengetahuan yang diberi peneliti lebih mendalam lagi secara teoritis maka kemungkinan pengetahuan jenjang pendidikan sarjana akan lebih baik dari DIII-Keperawatan. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang diperoleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

Menurut Tri (2009) bahwa Bila dilihat dari faktor pendidikan, jenjang pendidikan Diploma III mempunyai skor pengetahuan 37,1 dan Sarjana 37,0. Hasil ini menunjukan bahwa perawat dengan pendidikan D III mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik dalam pelaksanan pekerjaan. Tingkat pendidikan Diploma III lebih dititikberatkan pada mempersiapkan seseorang untuk menjadi pelaksana suatu pekerjaan, sehingga pegawai dengan pendidikan Diploma III mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih

(31)

tinggi dari Sarjana yang dipersiapkan untuk dapat menganalisis suatu permasalahan. Tetapi bila pertanyaan pengetahuan yang diberi peneliti lebih mendalam lagi secara teoritis maka kemungkinan pengetahuan jenjang pendidikan sarjana akan lebih baik dari D III.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maynafi (2012) yang berjudul hubungan antara faktor internal perawat dengan pelaksanaan prinsip 12 benar dalam pemberian obat di ruang rawat inap RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan bahwa hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan pelaksanaan prinsip 12 benar dalam pemberian obat diperoleh bahwa dari 46 responden yang berpendidikan SPK/D3/S.Kep ada 31 67,4% responden yang melaksanakan prinsip 12 benar obat. Dari 6 responden yang berpendidikan S.Kep,Ns ada 4 (66,7%) responden yang melaksanakan prinsip 12 benar dalam pemberian obat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,972 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan pelaksanaan prinsip 12 benar dalam pemberian obat.

Menurut Virawan (2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan staf perawat dan staf farmasi menggunakan enam benar dalam menurunkan kasus kejadian yang tidak diharapakan dan kejadian nyaris cedera di Rumah Sakit Umum Surya Husada bahwa dari hasil uji-chisquare digunakan taraf signifikan 5% maka dapat di ambil kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan pelaksnaan 6 benar terutama dengan benar dosis.

5. Peran Kepala Ruangan

Kepala ruangan sangat berperan penting dalam penerapan prinsip enam benar pemberian obat. Kepala ruangan yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik akan mengakibatkan penurunan kinerja perawat. Penurunan kinerja perawat ini diakibatkan oleh tidak efisiensinya kinerja kepala ruangan dalam melaksanakan tugasnya seperti tidak melaksanakan evaluasi secara langsung namun melakukan evaluasi secara tidak langsung dengan memperhatikan dokumentasi. Akibat dari kelalaian kepala ruangan dan ditambah dengan motivasi serta persepsi perawat yang salah mengakibatkan perawat tidak memberikan obat dengan prinsip enam benar. Menurut Rumampuk (2013) bahwa semakin baik kinerja kepala ruangan maka semakin baik pula penerapan

(32)

prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat, sebaliknya semakin rendah evaluasi dari kepala ruangan maka semakin buruk pula kinerja perawat dalam menerapkan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan p value = 0,04.

Berdasarkan hasil penelitian Setiorini (2008) menunjukkan bahwa hasil Uji F menghasilkan F hitung > Ftabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari α=0,05. Kenyataan ini menunjukkan bahwa faktor-faktor KM yang meliputi variabel personal knowledge (X1), job procedure (X2), learning organization (X3), dan technology (X4) bersama-sama secara signifikan memengaruhi kinerja pegawai. Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel learning organization dan technology berpengaruh secara parsial terhadap kinerja pegawai, terbukti dari t hitung > t tabel dan nilai signifikansinya kurang dari α=0,05. Sedangkan variabel personal knowledge dan job procedure tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja pegawai, terbukti dari t hitung < t tabel dan nilai signifikansinya lebih dari α=0,05. Uji koefisien standardized beta menunjukkan Learning Organization (X3) adalah variabel dominan yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai, terbukti nilai β=0,570 paling tinggi dibandingkan dengan variabel Personal Knowledge (X1) β=-0,026, Job Procedure (X2) β=0,086, dan Technology (X4) β=0,155).

Menurut penelitian Warsito E. (2006) menunjukkan bahwa Perawat pelaksana yang mempunyai persepsi tentang fungsi pengarahan kepala ruang tidak baik, cenderung pelaksanaan manajemen asuhan keperawatannya juga tidak baik (p<0,05 dan nilai Exp B=4,888).

6. Ketersediaan SOP

Ketidaktersediaan Standart Operating Prosedure (SOP) di rumah sakit mengakibatkan sebagian perawat tidak melaksanakan prinsip enam benar dengan baik.Sebagian perawat di rumah sakit tidak mengetahui SOP pemberian obat kepada klien. Akibat dari ketidaktersediaan SOP, terjadi kesalahan dalam pemberian obat karena tidak memperhatikan prinsip-prinsip enam benar dalam pemberian obat.

Sebagian rumah sakit tidak memiliki fasilitas yang baik dalam memberikan obat kepada klien. Akibat dari ketidaksediaan fasilitas pemberian obat, banyak perawat mengabaikan

(33)

prinsip dari pemberian obat. Dengan tidak diperhatikannya prinsip-prinsip dalam pemberian obat mengakibat kelalaian yang berakibat fatal pada kesehatan klien.

Rendahnya variabel job procedure dalam memengaruhi kinerja individu dapat dilihat dari rendahnya skor pada indikator pemahaman terhadap SOP dan lemahnya pemahaman terhadap indikator SOP yang dapat menjamin terciptanya layanan yang baku. Kenyataan lain menunjukkan bahwa SOP yang ada belum tersosialiasi dengan baik hingga ke tingkat end-user, walau pun di beberapa unit kerja sudah terstandar ISO 9001:2000 atau ISO 9001:2008. Jika mengacu pada hasil penelitian Kosasih dan Budiani (2007) serta Novealdy (2012), dimana variabel personal knowledge berpengaruh terhadap variabel job procedure, artinya semakin baik personal knowledge maka pemahaman terhadap job procedure juga semaikin baik, begitu pula sebaliknya semakin rendah personal knowledge maka pemahaman terhadap job procedure juga semaikin rendah. Jika merujuk pada hasil penelitian keduanya terbukti bahwa rendahnya atau tidak signifikannya variabel personal knowledge berdampak pada variabel job procedure dalam memengaruhi kinerja individu.

Menurut Prasastin (2012) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi penyakit malaria tingkat puskesmas di Kabupaten Kebumen Tahun 2012 menunjukkan bahwa 27 puskesmas dengan kinerja puskesmas baik dan cukup baik pada puskesmas yang memiliki disiplin kerja SOP baik memiliki selisih 26% dan jika dibandingkan dengan kinerja puskesmas baik dan kurang baik memiliki selisih sebesar 18,5%. Sedangkan kinerja puskesmas cukup baik dan kurang baik pada puskesmas yang memiliki disiplin kerja SOP cukup baik memiliki selisih 7,4%. Hasil analisis yang diperoleh dari uji alternatif Chi square yaitu uji Kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa nilai p value 0,100 (> α = 0,05), sehingga Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan antara disiplin kerja Standar Operasional Prosedur (SOP) petugas surveilans epidemiologi penyakit malaria dengan kinerja petugas surveilans epidemiologi penyakit malaria tingkat puskesmas di Kabupaten Kebumen tahun 2012.

(34)

D. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka teori bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan variabel. Dalam penelitian ini, peneliti tidak meneliti semua variable yang ada di kerangka teori.

Skema 2.1

Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen

Variabel Terikat Variabel Dependen

Keterangan :

--- > : Variabel yang mempengaruhi penerapan prinsip enam benar yang tidak di teliti

: Variabel yang mempengaruhi penrapan prinsip enam benar yang di teliti

E. Hipotesa Penelitian

Rumusan Hipotesa penelitan:

1. Ada pengaruh yang tingkat pendidikan terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014

2. Ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip enam benar a. Pengetahuan b. Motivasi c. Persepsi d. Peran supervise e. Tingkat Pendidikan f. Ketersediaan SOP Penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat

Ketersediaan alat

(35)

3. Ada pengaruh motivasi perawat terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014

4. Ada pengaruh persepsi perawat terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014

5. Ada pengaruh peran kepala ruangan terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014

6. Ada pengaruh ketersediaan Standart Operating Prosedure terhadap penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.

7. Faktor peran kepala ruangan yang lebih dominan mempengaruhi penerapan prinsip enam benar dalam pemberian obat oleh perawat di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penegakan s Penegakan sanksi anksi pidana pidana pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Her bir kesitten hesaplanan debiler toplanarak, akarsu kesit alanında meydana gelen toplam akı ş miktarı hesaplanır... Akarsu debisinin direct metod yöntemi ile hesaplanı

(Materi) Pengetahuan (Teori, Konsep, Prinsip) Aplikasi Teori Konsep, Prinsip Kombinasi Cara Mempelajari (Metode) Mandiri Tutorial (Bimbingan) Belajar Kelompok

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf