• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil evaluasi histopatologi dari organ paru–paru ayam, tampak adanya perubahan patologi yang terjadi pada seluruh kelompok, baik kelompok kontrol (KP dan KN) maupun kelompok perlakuan (PP dan PN). Pemberian ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% dan diuji tantang virus Avian Influenza (AI) dapat memberikan pengaruh pada organ paru-paru ayam, dan hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil rataan skoring lesio histopatologi paru-paru pada setiap perlakuan

Kelompok Keterangan Rataan Skoring

PN Diberi tanaman obat, tidak ditantang virus 0.95 a

KN Tidak diberi tanaman obat, tidak ditantang virus 1.45 a

PP Diberi tanaman obat, ditantang virus 2.25 b

KP Tidak diberi tanaman obat, ditantang virus 2.65 c

Keterangan : huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p>0.05) pada kolom yang sama.

Rataan skoring : 0 = x ≤ 0.5; 1 = 0.55 ≤ x ≤ 1.5; 2 = 1.55 ≤ x ≤ 2.5; 3 = 2.55 ≤ x ≤ 3.5

Berdasarkan hasil analisis statistik non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis, menunjukkan bahwa hasil skoring histopatologi paru-paru kelompok ayam yang tidak diberi ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) serta tidak diuji tantang dengan virus Avian Influenza (KN) tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam yang diberi ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) namun tidak diuji tantang dengan virus Avian Influenza (PN). Histopatologi paru-paru ayam kelompok KN secara umum memperlihatkan kondisi sel yang normal, namun pada beberapa lapang pandang yang diamati menunjukkan gambaran adanya kerusakan jaringan berupa sedikit kongesti dan edema. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh infeksi lingkungan. Gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok KN dapat dilihat pada Gambar 9a. Berbeda dengan kelompok KN, gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok PN, menunjukkan adanya lesio yang terjadi pada paru-paru ayam berupa sedikit kongesti dan infiltrasi sel radang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian

(2)

ekstrak tanaman sirih merah secara tunggal dengan terus menerus, memberikan sedikit pengaruh terhadap kondisi sel paru-paru ayam. Khasiat tanaman sirih merah (Piper crocatum) yang bersifat imunomodulator menyebabkan munculnya infiltrasi sel radang pada sel alveoli dan hal tersebut normal terjadi (Duryatmo 2006). Gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok PN tampak pada Gambar 9b.

(a) (b)

Gambar 9 Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam

(a) kelompok Kontrol (KN) Pewarnaan : HE, Perbesaran 100x

(b) kelompok Perlakuan (PN) Pewarnaan : HE, Perbesaran 400x

Keterangan : ed = edema, ko = kongesti, in = infiltrasi sel radang

Kelompok KP juga menunjukkan adanya kerusakan jaringan yang lebih parah jika dibandingkan dengan kelompok KN maupun kelompok PN. Adapun lesio akibat infeksi virus AI pada kelompok KP umumnya berupa edema, kongesti hingga hemoragi, seperti yang terlihat pada Gambar 10a. Kerusakan yang paling menyolok pada beberapa lapang pandang dari gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok KP ini adalah adanya infiltrasi sel radang, bahkan ada yang membentuk fokus radang, hingga nekrosa pada beberapa sel, seperti yang terlihat pada Gambar 10b.

Terjadinya perubahan patologis yang sangat menyolok pada gambaran histopatologi ayam kelompok KP tersebut dikarenakan paru-paru memang

ko ed

(3)

merupakan salah satu organ target replikasi virus AI H5N1, sehingga banyak ditemukan fokus peradangan dan infiltrasi sel radang (Easterday dan Tumova 1987). Virus AI H5N1 bereplikasi pada saluran pernapasan, sehingga secara tidak langsung akan mengganggu suplai oksigen, yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi pada organ paru-paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Winekler et al. (1971) bahwa oksigen sangat penting bagi reaksi seluler sehingga terganggunya suplai oksigen berakibat reaksi seluler tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu gangguan suplai oksigen dapat disebabkan oleh terganggunya sirkulasi darah, misalnya pada keadaan kongesti.

(a) (b)

Gambar 10 Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam kelompok KP

(a) Perbesaran 100x (b) Perbesaran 400x

Keterangan : ed = edema, ko = kongesti, in = infiltrasi sel radang he = hemoragi, ne = nekrosa

Easterday dan Hinshaw (1997), menyatakan bahwa infeksi virus H5N1 pada ayam akan menyebabkan terbentuknya fokus radang dan infiltrasi sel radang pada organ paru-paru, miokardium, otak, mata, dan otot lurik. Adanya infiltrasi sel radang menunjukkan adanya respon sistem pertahanan tubuh terhadap agen yang masuk. Sel radang merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi atau mengurung agen pencedera ataupun jaringan yang cedera

in in ne ko he ed ed

(4)

tersebut (Dorlan 2002). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pricen dan Wilson (1995) yang menyatakan bahwa tanda–tanda pokok peradangan akut mencakup pembengkakan atau edema, kemerahan, panas dan gangguan fungsi. Menurut Szomolanyi-Tsuda et al. (2002), kekebalan tubuh inang akibat infeksi virus dimulai dengan peningkatan jumlah sel darah putih.

Menurut Kwon et al. (2005) dalam kajian histopatologi unggas yang terkena HPAI ditemukan beberapa fokus nekrosis dengan sel inflamatoris pada multi-organ seperti paru-paru, jantung, otak, pankreas dan hati. Namun menurut Setiyono et al. (2008), dalam penelitian yang menggunakan tanaman obat dan ditantang virus AI belum dapat diterangkan sejauh mana infeksi telah terjadi dan seberapa jauh agen patogen berhasil masuk ke dalam jaringan atau organ ayam yang diinfeksi virus AI.

Gambar 11 Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam kelompok PP

Keterangan : ed = edema, ko = kongesti Pewarnaan HE perbesaran 10x obj (100x)

Histopatologi paru-paru kelompok ayam yang diberi ekstrak tanaman sirih merah dan diuji tantang dengan virus Avian Influenza (AI) atau disebut kelompok PP (terlihat pada Gambar 11), menunjukkan gambaran kerusakan jaringan yang umum berupa edema dan kongesti. Skoring histopatologi paru-paru ayam kelompok PP berbeda nyata dengan kelompok PN. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh virus AI setelah diberi ekstrak tanaman sirih

ko

ko

ko ed ed

(5)

merah (Piper crocatum) 10% memberikan dampak yang baik dalam mengurangi lesio yang timbul akibat infeksi virus AI H5N1. Berbeda dengan efek yang diberikan oleh sirih merah (Piper crocatum) 10% pada kelompok PN yang menunjukan bahwa sirih merah mampu meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi yang menyerang. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel radang berupa limfosit dan heterofil dalam kondisi normal. Namun, jika gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok PP dibandingkan dengan kelompok KN tampak berbeda nyata. Hal ini menunjukan bahwa sirih merah hanya mampu mengurangi lesio akibat infeksi virus AI H5N1, namun tidak mampu mempertahankan gambaran kondisi sel normal paru-paru.

Gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok kontrol positif (KP) terdapat perbedaan nyata jika dibandingkan dengan kelompok PP. Kelompok PP mempunyai gambaran histopatologi yang lebih baik dan memiliki lesio yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok Kp, namun kondisi kelompok PP tidak mampu menyamai kelompok kontrol negatif (KN) yang pada penelitian ini dijadikan patokan sebagai gambaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa potensi ekstrak sirih merah (Piper crocatum) pada penelitian ini mempunyai efektifitas dalam menekan kerusakan sel akibat infeksi virus AI. Pernyataan tersebut juga didukung dengan data persentase mortalitas yang terjadi pada ayam kelompok PP yang dibandingkan dengan kelompok KP.

Berdasarkan gambaran histopatologi paru-paru ayam secara keseluruhan, maka tampak bahwa pemberian ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) maupun diinfeksi virus Avian Influenza (AI) dapat memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap gambaran histopatologi paru-paru. Tingkat kerusakan jaringan atau organ juga tergantung terhadap kemampuan immunitas ayam serta virulensi dari agen itu sendiri dan disebabkan oleh reseptor yang dimiliki ayam terhadap virus AI, yakni gugus α-2,3 sialic acid dan α-2,6 sialic acid yang terdapat pada paru-paru maupun sel kolon (Kim et al. 2005), sehingga ayam mudah terinfeksi virus ini. Kuchipudi et al. (2009) juga menyatakan bahwa saluran pernafasan (trakhea dan paru-paru) ayam mempunyai reseptor α-2,3 sialic acid yang banyak, sehingga virus dapat masuk dan bereplikasi. Kuchipudi et al. (2009) menemukan rasio reseptor α-2,3 sialic acid galactose yang dibandingkan

(6)

dengan α-2,6 sialic acid galactose pada epitel saluran respirasi ayam, berdasarkan perhitungan fluoroscent energy values adalah 10:1. Berdasarkan perbandingan tersebut berarti bahwa paru-paru ayam mempunyai kemampuan lebih besar sebagai tempat masuk dan bereplikasi virus AI karena memiliki reseptor α-2,3 sialic acid yang lebih banyak.

Yao (2008) mengatakan bahwa virus AI berikatan pada reseptor α-2,3 sialic acid, sedangkan virus influenza pada manusia mempunyai reseptor α-2,6 sialic acid galactose. Menurut Kurniawan (1973) paru-paru merupakan alat tubuh yang paling sering mengalami kelainan patologi. Selain kelainan primer mengenai paru-paru, kelainan sistemik atau alat tubuh yang lain dapat pula menimbulkan perubahan pada paru-paru. Hasil dari penelitian ini tampak bahwa adanya perbedaan nyata antara kelompok KP dengan KN. Hal ini disebabkan karena virus yang digunakan merupakan virus AI H5N1 yang berikatan dengan reseptor α-2,3 sialic acid, dan reseptor AI yang mendominasi di daerah paru-paru adalah α-2,3 sialic acid, seperti yang telah dijelaskan oleh Kuchipudi et al. (2009).

Gambaran histopatologi paru-paru ayam pada semua kelompok, baik kelompok kontrol maupun perlakuan, menunjukkan adanya kongesti. Kongesti yang terjadi juga dimungkinkan terjadi karena adanya gangguan sirkulasi dan metabolisme, baik pada organ paru-paru sendiri maupun organ lain. Kongesti adalah akumulasi pasif darah dalam pembuluh darah paru-paru terjadi pada peradangan dan akibat gagal jantung, secara mikroskopik kongesti tampak sebagai dilatasi (pelebaran) kapiler pada septum alveolus. Kongesti juga merupakan suatu keadaan yang disertai dengan kondisi meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar pada suatu alat atau bagian tubuh (Sutrisna 2007). Kongesti dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu (1) kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah atau (2) penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah. Jika aliran darah ke dalam daerah bertambah dan menimbulkan kongesti, maka disebut kongesti aktif. Sementara kongesti pasif tidak menyangkut kenaikan jumlah darah yang mengalir ke suatu daerah, tetapi lebih merupakan gangguan aliran dari daerah itu. Apapun yang dapat menekan venula-venula dan

(7)

vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan dapat menimbulkan kongesti pasif (Price dan Lorraine 2006).

Dalam Gu et al. (2007), kongesti adalah pembendungan darah, sehingga terjadi akumulasi eritrosit dalam darah yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Saat kondisi vena yang terbendung (kongesti), maka terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular yang menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan, sehingga terjadi edema. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kongesti dapat berlanjut menjadi edema. Edema adalah akumulasi cairan (plasma) dalam alveoli (Atmore dan Carlyle 1961). Kongesti yang parah dapat menimbulkan perdarahan sehingga cairan edema bercampur sel darah merah. Kongesti parah ini tampak juga pada gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok KP. Perdarahan tersebut dapat menimbulkan reaksi makrofag, sehingga tampak banyak makrofag berisi pigmen hemosiderin disebut hemosiderofag (Kurniawan 1973). Dalam Spector (1993), edema adalah jumlah abnormal dari cairan kompartemen ekstrasel, hal ini juga merupakan suatu sistem homeostasis dari tubuh akibat suatu gangguan.

Gambaran histopatologi paru-paru ayam kelompok PP yang tampak lebih baik daripada gambaran KP, merupakan pengaruh efektifitas dari tanaman ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% yang diberikan. Zat aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) mempunyai bermacam potensi, namun kerjanya dalam menghambat infeksi virus AI masih belum diketahui. Menurut Sudewo (2007) melalui metode kromatografi sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid senyawa polifenolat, tanin dan minyak atsiri. Senyawa–senyawa tersebut secara umum diketahui memiliki sifat antibakteri. Dalam Setiyono et al. (2008), hasil analisis kandungan bahan kimia sirih merah (Piper crocatum) berdasarkan metode Gas Kromatografi dan Spektrometri Massa (GC-MS) yang digunakan pada penelitian ini adalah kavikol (0.78%), kavibetol (1.39%) dan 5-amino-1,2,4-triazolo (5.75%) dan menurut Ajizah (2004), minyak atsiri mengandung beragam senyawa kimia seperti karvakol, sineol, metal kavikol, eugenol, kavikol dan kavibetol.

(8)

Tamiflu® (oseltamivir carboxylate) merupakan obat yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mengatasi kasus Avian Influenza (AI). Tamiflu® bekerja sebagai inhibitor neuraminidase, bahan bakunya berasal dari kandungan asam sikhimik tanaman adas bintang (Illicium verum). Dalam adas bintang (Illicium verum) juga terdapat kavikol, yang juga merupakan zat aktif yang digunakan dalam menghambat protein virus neuraminidase (N) dan melepas ikatan antara haemaglutinin (H) virus AI dengan komposisi sialic acid dinding sel pada saat virus keluar dari sel inang yang terinfeksi (Mahardika 2008). Namun pada tahun 2006, dilaporkan bahwa 16% dari kasus AI pada manusia mempunyai tipe virus yang resisten terhadap Tamiflu® (Verkerk et al. 2006 dalam Setiyono et al. 2008). Pendapat tersebut sesuai dengan data dari Depkes RI (2010) yakni bahwa virus AI yang ditemukan tahun 2008-2010 secara genetik dan antigenik berbeda dengan virus AI yang ditemukan saat terjadi kasus AI tahun 2003-2007. Perubahan tersebut tidak lepas dari karakter dasar virus AI yang mudah bermutasi. Proses replikasi yang terjadi pada virus Avian Influenza (AI) yang tergolong ke dalam virus influenza tipe A terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Replikasi virus Avian Influenza (Kiersten 2009)

Menurut Maksum (2006) infeksi AI dapat terjadi secara inhalasi maupun ingesti dan virus AI H5N1 dapat menyebar secara sistemik. Virion masuk ke dalam sub-mukosa melalui kapiler dan melakukan replikasi di dalam endotel,

(9)

menyebar melalui sistem peredaran darah dan limfe, kemudian menimbulkan kerusakan pada sel-sel organ lain. Virus AI mempunyai ―senjata‖ untuk mempertahankan diri di alam dan menjadi karakteristik khusus dari virus AI. Hal tersebut terjadi karena adanya kemampuan untuk bermutasi di dalam genom RNA. Kemampuan bermutasi ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terjadi karena adanya enzim polimerase yang berperan dalam proses replikasi virus yang tidak dilengkapi dengan sistem proofreading dan menjadi faktor utama yang mendorong virus AI bermutasi. Proofreading merupakan kemampuan polimerase DNA untuk membaca rangkaian DNA dan memperbaiki kesalahan penyusunan bagian dari salinan untaian DNA. Virus AI yang telah terjadi kesalahan dalam pembacaan susunan asam amino pada rantai RNA, dan kesalahan tersebut tidak dapat terdeteksi mengakibatkan munculnya varian baru dari virus AI.

Faktor internal lain yang berperan dalam proses mutasi yaitu proses multiplikasi virus AI yang terjadi dalam inti sel. Inti sel cenderung mempunyai luasan yang sempit, sedangkan virus AI mempunyai 8 segmen RNA yang saling lepas satu dengan lainnya. Kondisi ini dapat memperbesar kemungkinan kesalahan penyusunan asam amino dalam RNA pada saat proses replikasi. Faktor eksternal yang memicu terjadinya mutasi virus AI terkait dengan program vaksinasi yang kurang tepat, yaitu penggunaan vaksin dengan kandungan yang tidak homolog (berbeda) dengan virus AI lapangan. Penggunaan vaksin ini tidak akan memberikan perlindungan yang sempurna. Proses mutasi AI secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu antigenic drift dan antigenic shift (Maksum 2010).

Lingkungan dan cara pemeliharaan juga diduga memberikan pengaruh terhadap ketahanan tubuh ayam terhadap infeksi virus AI yang diberikan, selain dipengaruhi oleh efektifitas ekstrak tanaman sisir merah (Piper crocatum). Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi virus AI sangat bervariasi, hal tersebut tergantung pada virus, spesies, umur, intercurrent infeksi, lingkungan, dan status imun inang (Easterday dan Hinshaw 1991). Selain itu ketepatan dosis pemberian ekstrak sirih merah untuk menanggulangi infeksi virus AI juga mempengaruhi kinerja ekstrak tanaman ini. Namun menurut Maksum (2006), aktivitasnya virus mendapatkan

(10)

perlawanan dari sel pertahanan tubuh, baik yang spesifik maupun non spesifik, maka pengaruh virus dalam tubuh ditentukan oleh kekebalan tubuh inangnya.

Wibawan et al. (2009), menyatakan bahwa ayam memiliki sistem pertahanan atau sistem imunitas yang cukup berkembang, sehingga sangat responsif terhadap antigen yang memaparnya. Sementara itu Harada et al. (1999) menjelaskan bahwa zat toksik dapat mengganggu sistem sirkulasi sehingga sel-sel kekurangan oksigen dan zat-zat makanan. Carlander (2002) menyatakan, ayam memiliki sensitifitas tinggi terhadap protein asing, sehingga dengan jumlah sedikit dapat memberikan respon pembentukan antibodi. Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka terjadi reaksi homeostasis tubuh untuk mengeluarkan dan memusnahkan benda asing yang masuk. Pengaruh infeksi virus AI H5N1 terhadap sel paru-paru hingga memicu munculnya sistem pertahanan tubuh terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Respon Imun Terhadap Infeksi AI H5N1

Sumber : Nature 2007

Budiantono (2003) menyatakan bahwa infeksi HPAI pada saluran pernafasan dapat menyebabkan lesio inflamasi. Inflamasi merupakan salah satu reaksi tubuh terhadap infeksi virus. Respon inflamasi terjadi dalam 3 proses yakni perubahan diameter vaskuler, kenaikan permeabilitas vaskuler dan terbentuknya cairan eksudat, serta pembentukan eksudat seluler berupa emigrasi

(11)

neutrofil ke dalam rongga ekstra-vaskuler (Underwood 1999). Menurut Shackelford dan Elwell (1999) pada inflamasi akut terjadi infiltrasi sel radang berupa leukosit dalam jumlah yang sedikit dan didominasi oleh sel polimorfonuklear (PMN). Dalam Fenner et al. (1987), virus AI berikatan dengan reseptor glikoprotein pada permukaan sel menyebabkan virus dapat bereplikasi. Mekanisme obat anti viral mempunyai kesamaan prinsip dengan proses imunitas tubuh, yakni mengganggu replikasi virus. Adanya gangguan dalam tahapan replikasi virus dapat mengganggu terbentuknya virus baru. Target kerja dari senyawa pada obat anti viral adalah protein HA, NA M2, NS1 dan polymerase holo-enzim (Noah 2003).

Menurut Setiyono et al. (2008), hasil uji tantang dengan virus flu burung atau Avian Influenza (AI) serotipe H5N1 pada dosis 104.0 EID50/0.1ml per-ekor secara intra-nasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan kematian (mortalitas) pada ayam broiler strain cobbs yang digunakan sebagai hewan coba. Ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) 10% diaplikasikan secara per-oral dengan dosis 0.5ml/ekor selama tiga minggu, sebelum dilakukannya uji tantang virus AI. Hal ini diharapkan agar dapat mengurangi infeksi yang disebabkan oleh virus AI.

Tabel 5 Perbandingan persentase angka kematian antara KP dan PP

Kelompok Jumlah ayam

Jumlah ayam mati setelah infeksi AI % Mortalitas % Kemampuan daya hambat mortalitas KP 8 8 100% 0% PP 8 3 37,5% 62,5%

Keterangan : KP (tidak diberi ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% dan diinfeksi AI)

PP (diberi ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% dan diinfeksi AI)

Sumber : Setiyono et al. (2008)

Data mortalitas yang terjadi pada ayam dengan perlakuan setelah pemberian ekstrak tanaman sirih merah 10% dan ditantang virus AI H5N1 (PP) maupun ayam yang tidak diberi ekstrak sirih merah (Piper crocatum) 10% namun di uji tantang virus (KP) tampak pada Tabel 5. Ayam kelompok kontrol positif (KP) mengalami mortalitas 100% atau semua ayam mengalami kematian pada hari ke-7 post-infeksi virus AI. Berbeda dengan ayam kelompok (PP) yang hanya

(12)

terdapat tiga ekor ayam yang mati pada hari ke-7. Hal tersebut berarti bahwa ekstrak sirih merah 10% dalam komposisi tunggal ini mampu menekan angka mortalitas sebesar 62.5% melalui uji tantang virus AI H5N1 jika dibandingkan dari nilai mortalitas pada ayam KP.

Menurut Togatorop et al. (1981), mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan dan juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama pemeliharaan. Dalam Santoso et al. (2005), North (1984) menyatakan bahwa tingkat kematian ayam banyak terjadi pada minggu-minggu pertama pemeliharaan dan sangat ditentukan oleh kondisi anak ayam (DOC) pada saat penetasan sampai pemeliharaan ayam. Hal tersebut juga dimungkinkan dengan kemampuan adaptasi yang berbeda pada setiap DOC. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan maupun kandang dan penyakit, serta suhu lingkungan (Sugiarti 1981). Bahkan sesuai dengan khasiat zat aktif dari ekstrak sirih merah mempunyai pengaruh dalam menghambat infeksi virus AI.

Berdasarkan dari data mortalitas dan gambaran histopatologi pada seluruh kelompok perlakuan, maka dapat diketahui bahwa ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) 10% dapat memberikan efektifitas yang baik terhadap kondisi sel secara normal, dan diduga menimbulkan efek imunomodulator. Hal ini dibuktikan dengan adanya gambaran infiltrasi sel radang yang teramati pada sel alveol normal. Dilihat dari segi ketahanan terhadap infeksi virus AI, maka bahan aktif dari ekstrak tanaman sirih merah (Piper crocatum) 10% yang digunakan pada penelitian ini mampu menghambat infeksi dari virus AI namun tidak mampu menginaktifkan virus AI. Hal ini dibuktikan oleh Setiyono et al. (2008) dari 8 ekor ayam pada kelompok PP (diberi ekstrak kemudian di infeksi virus) terdapat 5 ekor yang bertahan hidup sampai hari ke-7 post infeksi virus AI. Gambaran histopatologi dan hasil analisis statistik non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis juga memberikan hasil bahwa ayam pada kelompok PP lebih baik daripada kelompok KP. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan aktif yang terkandung juga diduga mempunyai efektivitas dalam mengganggu proses replikasi virus, sehingga virus yang telah menginfeksi sel tidak bisa menyebar ke sel yang lain.

Gambar

Tabel 4  Hasil rataan skoring lesio histopatologi paru-paru pada setiap perlakuan
Gambar 9  Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam
Gambar 10  Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam kelompok K P (a)  Perbesaran 100x (b)  Perbesaran 400x
Gambar 11  Gambaran Histopatologi Paru-Paru Ayam kelompok P P Keterangan :  ed = edema,    ko = kongesti
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Andi (2006b: 1) “ macromedia flash merupakan standar profesional untuk pembuatan animasi web, memiliki kemampuan pengolahan grafis, audio, dan video dan

Untuk meramaikan pasar dan agar tidak kalah oleh pesaing pada jenis produk yang sama maka Sirup ABC meluncurkan beberapa produk baru yaitu rasa apel cranberry yang

5.2.2 Kepala seksi menetapkan jadwal Pelaksanaan Diklat selama satu tahun berdasarkan program kerja yang ada dalam DIPA Balai Diklat Industri Jakarta.. Jadwal

Pada infeksi kronis terlihat pembengkakan dan pernanahan pial, yang sering disebut wattle disease, kelumpuhan akibat artritis dan adanya torticollis yang disebabkan oleh

pod4 tfun t r t hlei F rttlj f.rn UriBItu

Air laut mengandung senyawa-senyawa yang dapat bekerja sebagai pengendap (koagulan). Penelitian ini diawali dengan pengenceran air limbah kertas dengan aquadest dengan perbandingan

Apakah bambu laminasi dapat digunakan sebagai bahan alternaltif

sekelompok gangguan (disfungsi sistem saraf pusat) yang heterogen yang muncul dalam bentuk berbagai kesulitan dalam mendengarkan, berbicara, membaca, mendengarkan,