• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem K3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sistem K3"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan pembangunan yang terjadi, tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi kualitas setiap manusia yang berfungsi sebagai salah satu sumber daya. Perkembangan teknologi juga nantinya akan menyebabkan menurunnya sumber daya manusia seperti contohnya dapat berakibat pada kecelakaan kerja. Dalam era globalisasi dan pasar bebas yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan salah satu persyaratan yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota. Kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara 2002).

Keselamatan kerja, menurut Undang-Undang RI 1970) adalah suatu syarat atau norma-norma kerja di segala tempat kerja dengan terus menerus wajib diciptakan dan dilakukan pembinaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrilisasi dan teknologi. Tujuan keselamatan kerja adalah upaya dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmani maupun rohani manusia, serta hasil kerja dan budaya tertuju pada kesejahteraan masyarakat umumnya (Daryanto 2010). Oleh sebab itu, perusahaan/instansi atau organisasi diharapkan mampu menerapkan sistem kesehatan dan keselamatan kerja bagi karyawannya.

Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di suatu perusahaan dapat menunjang peningkatan produktivitas tenaga kerja itu sendiri yang secara otomatis akan memberikan keuntungan. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat juga mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyaraat luas (Depkes RI 2002). Setiap jenis dan tempat pekerjaan memiliki risiko bahaya yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi, proses kerja, material kerja, maupun alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan. Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko bahaya tinggi adalah pekerjaan

(2)

2

DAMKAR. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan operasional suatu perusahaan. Petugas pemadam kebakaraan atau disingkat DAMKAR tidak jauh dari risiko kecelakaan kerja saat bertugas, mengingat tuntutan pekerjaan yang membuat petugas DAMKAR untuk selalu berada dalam kondisi bahaya. Dalam pekerjaan di bidang pemadam kebakaran, kondisi fisik dan psikis yang fit dari petugasnya merupakan hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut keselamatan orang lain. Tes fisik rutin, seperti lari, sit up, push up, dan full up merupakan program dari pemadam kebakaran untuk menjaga kesehatan dari para anggota, agar tetap fokus dalam menjalankan tugasnya.

Keselamatan kerja berarti usaha pencegahan gangguan dalam pekerjaan, seperti kecelakaan kerja dan kematian. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Meskipun begitu, ternyata masih banyak kasus yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran di Indonesia yang diakibatkan oleh kesehatan yang kurang baik dan prosedur K3 yang tidak memadai, diantaranya tidak disediakannya asuransi kecelakaan bagi petugas pemadam kebakaran, melainkan hanya asuransi kesehatan yang disediakan. Selain tersedianya asuransi kesehatan, diharapkan sistem K3 mampu memberikan jaminan rasa aman pada saat anggota DAMKAR menjalankan tugasnya dengan adanya pelatihan secara berkala, terutama terjadi perubahan peralatan dan bahan baku yang digunakan dalam penyelamatan.

Menurut perlindungan keselamatan kerja bagi pekerja pemadam kebakaran, sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 2003) tentang ketenagakerjaan pada pasal 86 ayat 1 dan 2 dimana pada ayat 1 mengatur bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Berdasarkan pada kenyataan yang ada masih banyak ditemui pemadam kebakaran yang terluka, radang tenggorokan, dan tidak menutup kemungkinan ada pula yang meninggal (Mustari 2016). Di

(3)

3

lingkungan kerja secara umum berhubungan dengan masalah bagaimana karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan batas waktu yang telah di tentukan, dari pihak perusahaan perlu mengidentifikasi apa yang menjadi keinginan para karyawan hingga kebutuhan karyawan bisa terpenuhi dan mendorong untuk lebih meningkatkan kinerja yang lebih baik.

Masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari kegiatan dalam industri secara keseluruhan, maka pola-pola yang harus dikembangkan di dalam penanganan bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan pengadaan pengendalian potensi bahaya harus mengikuti pendekatan sistem yaitu dengan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Perbuatan yang tidak aman (unsafe act) maupun keadaan yang tidak aman (unsafe condition) lebih sering terjadi daripada kecelakaan yang terlihat atau teralami.

Seandainya manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat mengingatkan sedini mungkin mengenai faktor bahaya dan risiko kecelakaan kerja serta mewajibkan penggunaan alat pelindung yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada di perusahaan maka para pekerja pun akan waspada pada saat berada di lokasi berbahaya dan beresiko kecelakaan kerja tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi berasal dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tidak dilakukan dan diterapkan dengan baik.

Berdasarkan penelitian Andriyan (2011) di Dinas Kebakaran Surabaya, pekerjaan pemadam kebakaran merupakan jenis pekerjaan yang mempunyai risiko yang bersifat fatal seperti, cacat permanen dan kematian, adapun resiko lain seperti sering mengalami gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan kondisi lingkungan kerja yang memiliki bahaya tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh (Mustari 2016) tentang analisis perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi petugas DAMKAR di Makassar menyebutkan bahwa, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja pada petugas DAMKAR, diantaranya: kesalahan prosedur, pekerjaan yang membahayakan, dan tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi

(4)

4

yang sudah ada. Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukan bahwa pentingnya sistem manajemen K3 bagi sebuah perusahaan atau organisasi. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin melakukan analisa terhadap system manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang ada di DAMKAR Salatiga.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka persoalan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu sebagai berikut: “Bagaimana Sistem K3 diterapkan pada karyawan DAMKAR?”. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu untuk mendiskripsikan bagaimana sistem kesehatan dan keselamatan kerja karyawan DAMKAR Salatiga. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi baru, manambah wawasan , pengetahuan, informasi dengan mengenai gambaran bagaimana sistem kesehatan dan keselamatan kerja karyawan DAMKAR Salatiga dan memberikan diskripsi baru kepada pembaca sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian-penelitian sejenis selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem K3

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal utama bagi perusahaan, karena dampaknya tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan / organisasi / instansi baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut (Peraturan Pemerintah 2012), pengertian Sistem Manajemen Keselamatandan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah salah satu bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Perusahaan/instansi yang baik adalah perusahaan/instansi yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Pemberian sarana dan fasilitas pendukung sangat diperlukan untuk mewujudkan usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi bagian yang perlu diperhatikan di dalam mengelola, mengatasi dan mengendalikan bahaya yang dapat terjadi sehingga dapat menimbulkan hal-hal

(5)

5 yang tidak diinginkan (Somad 2013).

Berdasarkan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 2003) tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pasal 86 mengatur bahwa, (1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama; (2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja; (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 87 mengatur bahwa: (1) Setiap perusahaan harus dan wajib untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan; (2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) menurut (Peraturan Pemerintah 2012), perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana berikut; (1) Penetapan kebijakanK3; (2) Perencanaan K3; (3) Pelaksanaan rencana K3; (4) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3; (5) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

OHSAS–Occupational Health and Safety Assesment Series-18001 merupakan standar internasional untuk penerapan Sistem Manajemen K3. Tujuan dari (OHSAS 18001 2007) ini sendiri tidak jauh berbeda dengan tujuan Sistem Manajemen K3 Permenaker, yaitu meningkatkan kondisi kesehatan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja karena kondisi Sistem Manajemen K3 tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomis tetapi juga kerugian non ekonomis seperti menjadi buruknya citra perusahaan/instansi (Ramli 2010).

Keselamatan merupakan kebutuhan pokok dari setiap manusia, karena keberlangsungan hidup mereka bergantung pada keselamatan. Keselamatan merupakan naluri manusia guna untuk menghindari adanya bahaya yang sudah ada sejak pertama kalin manusia itu lahir (Ramli 2010). Perlindungan tenaga kerja

(6)

6

meliputi beberapa faktor yang salah satunya yaitu keselamatan. Keselamatan tenaga kerja merupakan upaya dari organisasi/perusahaan agar karyawan merasa aman dalam melakukan pekerjaannya guna untuk dapat meningkatkan produktivitas organisasi/perusahaan (Mondy 2008). Keselamatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh pemerintah dan juga wajib untuk dihargai oleh anggota masyarakat lainnya. Tenaga kerja juga harus mendapatkan perlindungan dari berbagai pihak yang ada di sekitarnya atas suatu kondisi yang menimpa karyawan tersebut pada saat melakukan pekerjaannya.

Kesehatan kerja merupakan upaya dari organisasi/perusahaan dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan karyawannya, baik kesehatan fisik, kesehatan mental, bahkan lingkungan sosial dari karyawan juga perlu menjadi perhatian dari organisasi/perusahaan terkait. Selain itu, organisasi/perusahaan juga perlu berupaya untuk mencegah adanya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja dan faktor-faktor lain yang mengancam keselamatan karyawannya. Guna untuk meningkatkan efisiensi kerja dan produktivitas dari karyawannya. Selain itu, perusahaan juga harus mengusahakan agar masyarakat yang ada di lingkungan sekitar organisasi/perusahaan (Siswowardojo 2003). Pendekatan sistem pada manajemen K3 dimulai dengan pertimbangan tujuan keselamatan, teknik dan peralatan yang digunakan, proses produk dan perancanaan tempat kerja (Mangkunegara 2002). Sistem manajemen K3 merupakan bagian sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna tecmapainya lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif (Santoso 2004).

Secara umum tujuan dan sasaran dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah untuk menciptakan suatu sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja

(7)

7

yang aman, efisien, dan produktif. Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 ini perusahaan atau organisasi harus berpedoman pada (Peraturan Menteri Tenaga Kerja 1996) mengenai Sistem Manajemen K3. Pedoman tersebut diantaranya komitmen dan kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi serta tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.

Kebijakan Sistem K3 disusun dengan melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang selanjutnya akan dijabarkan dan disebar luaskan kepada seluruh karyawan dan pemangku kepentingan lainnya. Kebijakan Sistem K3 bersifat dinamis yang dapat untuk selalu ditinjau ulang agar dapat disesuaikan guna untuk peningkatan kinerja sistem tersebut. Dalam mewujudkan sistem K3, organisasi/perusahaan perlu menyediakan anggaran, tenaga kerja khusus di bidang K3 guna untuk melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3 serta melakukan tindak lanjut dalam pelaksanaan K3 di organisasi/perusahaan tersebut. Menurut klausul 4.2 Standar (OHSAS 18001 2007), terdapat beberapa persyaratan yang membahas mengenai kebijakan K3, diantaranya: sesuai dengan lingkungan dan besarnya risiko K3 di dalam organisasi/perusahaan, harus berkomitmen dalam mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja, dan berkomitmen dalam meningkatkan Sistem K3 dan kinerja K3 di dalam organisasi/perusahaan tersebut. Program K3 juga harus direncanakan. Banyak perusahaan memiliki program K3 yang kurang terencana sehingga penerapan program K3 tidak terwujud dengan baik. Menurut Depnaker tahun 2002 baru sekitar 45% dari total perusahaan di Indonesia (perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya, padahal komitmen K3 merupakan salah satu elemen penting dalam SMK3 (Kurniawan 2015).

Menyediakan perlengkapan yang memadai untuk dapat digunakan dalam mencegah, menolong, dan melindungi karyawan dari kecelakaan kerja. Penempatan benda atau barang dilakukan dengan diberi tanda-tanda, batas-batas, dan peringatan yang cukup. Pengelolaan Sistem K3 sesuai dengan yang disyaratkan oleh (Peraturan Menteri Tenaga Kerja 1996) harus diperhatikan, seperti: perancangan dan rekayasa. Proses rekayasa harus dimulai sejak tahap

(8)

8

perancangan dan perencanaan, selain itu tinjauan ulang kontrak dalam pengadaan barang dan jasa guna untuk mendukung K3 untuk menjamin kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan K3, dan dalam sistem pembelian barang dan jasa beserta prosedur pemeliharaannya sesuai dengan strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pelatihan K3 merupakan salah satu standar yang harus diadakan oleh perusahaan. Hal ini wajib bagi setiap organisasi atau perusahaan guna untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di dalam lingkungan kerja (Budiharto 2010). Biasanya, pelatihan K3 ini diberikan pada saat training kerja, karena hal ini sangat penting untuk diterapkan kepada seluruh karyawan suatu organisasi atau perusahaan. Menyediakan sarana yang memadai dalam melakukan pelatihan, seperti sarana olahraga dan atau kesehatan yang dapat membantu setiap karyawan dalam melatih fisiknya supaya tetap sehat dan terhindar dari risiko terjadinya kecelakaan kerja, karena salah satu faktor kecelakaan kerja yang paling utama adalah karena kesehatan fisik yang kurang baik (Ekawati 2015). Mempekerjakan petugas kebersihan untuk menjaga kebersihan lingkungan kerja organisasi/perusahaan. Kebersihan dari lingkungan organisasi/perusahaan tentu memiliki andil dalam pemeliharaan kesehatan para karyawannya, karena lingkungan yang kotor merupakan sumber dari penyakit. Selain itu, organisasi/perusahaan juga harus memelihara perlengkapannya agar selalu dalam kondisi yang baik. Karena apabila ada yang tidak layak, dapat memberi dampak buruk pada kesehatan dan keselamatan kerja dari karyawan yang bersangkutan. Melakukan kontrol pada peralatan dan perlengkapan kerja secara berkala. Hal semacam ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apabila terdapat perlengkapan yang mengalami kerusakan, supaya dapat diperbaiki/diganti agar tidak mem kmdbahayakan karyawan. Segala upaya yang dilakukan adalah dengan maksud untuk mengelola potensi terjadinya suatu risiko kecelakaan kerja yang mungkin timbul karena adanya kesalahan atau ketidak telitian (Suardi 2007). Bertindak dan menilai proses pelaksanaan K3. Apabila terjadi kecelakaan, organisasi/perusahaan wajib untuk menindak lanjutinya, dengan cara bertanggung jawab terhadap karyawan tersebut. Selain itu juga mencari tahu apa penyebab dari terjadinya kecelakaan kerja tersebut, agar tidak terulang pada karyawan lainnya.

(9)

9 Faktor-Faktor K3

Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdapat di dalam (Undang-Undang RI 1970), pasal (2) yang menyebutkan bahwa organisasi/perusahaan wajib untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi semua aspek pekerjaan yang dinilai berbahaya, dari semua tempat kerja, baik darat, di dalam tanah, permukaan air, dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dimaksud adalah keadaan tempat, pengaturan udara, pengaturan penerangan, penerapan peralatan kerja, dan kondisi fisik serta mental.

Keadaan tempat dalam hal ini adalah lingkungan kerja yang terdiri dari tempat penyimpanan barang berbahaya, ruang kerja, dan tempat pembuangan. Sirkulasi udara di ruang kerja yang tidak baik serta suhu udara yang kurang baik dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan kerja. Letak sumber cahaya yang tidak tepat dapat mengakibatkan ruang kerja minim pencahayaan. Pengaman peralatan kerja yang sudah rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kecelakaan kerja juga dapat terjadi karena kondisi fisik dan mental yang kurang baik, seperti: adanya kerusakan alat indra, stamina yang rendah, emosi yang kurang stabil, cara berpikir yang salah, motivasi kerja yang rendah, ceroboh, dan kurangnya pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja, terutama yang dapat mengakibatkan terjadinya bahaya.

Manfaat Penerapan sistem K3

Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada organisasi/perusahaan memiliki manfaat yang signifikan karena salah satu faktor penting dalam pertumbuhan sebuah industri/instansi adalah kinerja karyawan. Dengan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang baik, maka peforma karayawan akan terdongkrak, sehingga perusahaan/instansi dapat berjalan dengan maksimal. Mengurangi jam kerja yang hilang, menghindari kerugian marerial dan jiwa, menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja, meningkatkan image market terhadap perusahaan, menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan

(10)

10

perusahaan. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama merupakan manfaat dari penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang baik bagi organisasi/perusahaan (Sucipto 2014).

Alur Pikir

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu sistem yang dibentuk untuk mencegah terjadinya risiko kecelakaan kerja, mendeteksi hal-hal yang berpotensi dalam menimbulkan kecelakaan kerja. Dalam K3, diperlukan adanya sistem untuk mengatur berjalannya K3 tersbut, yaitu Sistem Manajemen K3 yang merupakan suatu sistem yang berguna untuk melindungi dan mengatur keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Pencapaian hasil dari K3 .guna untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehingga dapat melindungi dan menjamin keselamatan karyawan dari kecelakaan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam organisasi/perusahaan. Sistem manajemen K3 telah ada dan diterapkan di DAMKAR Salatiga, namun masih terdapat kendala dan kekurangan dalam pelaksanaannya yang membuat sistem ini belum berjalan dengan maksimal.

Dalam pelaksanaannya, keselamatan dan kesehatan kerja harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, karena jika kurang diperhatikan dengan baik maka dapat menimbulkan berbagai risiko berbahaya dan dapat merugikan baik anggota DAMKAR maupun orang lain. Dalam bertugas di lapangan, sebaiknya pelaksanaan program K3 agar tidak terjadi resiko kecelakaan kerja dengan menerapkan peraturan K3 dengan cara sosialisasi tentang kedisiplinan penggunaan alat pelindung diri (APD). Dengan dilaksanakannya hal tersebut diharapakan dapat menciptakan program K3 yang baik sehingga lingkungan kerja dapat tercipta aman dan efisien, sehingga terjadinya kecelakaan dapat dicegah.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

(11)

11

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain – lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfatkan berbagai metode alamiah (Moleong 2000).

Populasi dan sampel

Populasi adalah seluruh pekerja sebagai karyawan damkar salatiga yang berjumlah 21 orang. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dengan sampel penelitian adalah pihak – pihak yag memiliki wewenang dan pengetahuan mengenai sistem K3 DAMKAR yaitu 10 orang.

Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk peneliti. Peneliti dapat menggunakan salah satu atu gabungan dari metode yang ada tergantung masalah yang dihadapi (Kriyantono 2009). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

Wawancara

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan yang memiliki maksud/tujuan tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2000). Wawancara guna untuk memperoleh informasi yang akurat dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pihak yang bersangkutan mengenai masalah yang sedang diteliti didalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan membahas seputar kasus yang telah terjadi pada pemadam kebakaran akibat kurang tepatnya teknik K3 dalam pelaksanaan operasionalnya. Dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan dua narasumber.

(12)

12 Dokumentasi

Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan 2010). Pada pelaksanaannya data dokumentasi merupakan data sekunder yaitu data informasi terkait dengan masalah penelitian yang didapatkan dari buku dan internet.

Analisis dan penyajian data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan proses berfikir secara induktif, yaitu dengan menerapkan teori dan konsep yang mendukung latar penelitian, kemudian dikaji dan dikembangkan pemecahan dari masalah yang ada.

Setelah melakukan pengumpulan data dari hasil wanwacara, selanjutnya dilanjutkan reduksi data dimana reduksi data dilakukan dengan cara menerjemahkan data mentah menjadi lebih sederhana dan lebih ringkas agar mudah untuk dipahami (Miles 1994). Reduksi data dilakukan guna untuk mengeliminasi informasi yang kurang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Diskripsi Objek Penelitian

Dinas pemadam kebakaran dan/atau BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) adalah unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran dan bencana yang termasuk dalam dinas gawat darurat atau rescue (Penyelamatan) seperti ambulans dan Badan SAR Nasional. Para pemadam kebakaran dilengkapi dengan pakaian anti-panas atau anti-api dan juga helm serta boot/sepatu khusus dalam melaksanakan tugas, dan biasanya pakaianya dilengkapi dengan scotlight reflektor berwarna putih mengkilat agar dapat terlihat pada saat pelaksanaan tugas. Peralatan yang ada di DAMKAR antara lain tabung pemadam api, alat pemadam api ringan (APAR), dan alat pemadam api berat (APAB). Tabung Pemadam Api adalah alat pemadam kebakaran yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu tabung pemadam api Portable Unit dan tabung pemadam api Trolley Unit. Dari kedua

(13)

13

tabung diatas dibagi 2 lagi berdasarkan sistem, yaitu Catridge System dan Stored Pressure System. Pemadam api yang memiliki Catridge System adalah media atau isi dalam tabung terpisah dengan gas buang yang dinamakan dengan CO2 (Carbon Dioxide). Sedangkan tabung pemadam api yang menggunakan Stored Pressure System adalah tabung pemadam api dengan media atau isi menyatu dengan gas buang yang disebut N2 (gas kering). Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah tabung pemadam api yang mudah dioperasikan bahkan oleh satu orang pengguna. karena bentuknya kecil serta beratnya dapat ditanggung oleh satu orang saja. Portable Unit ini memiliki kelebihan dan kekurangan, di mana tabung jenis ini dapat mematikan api pada awal terjadinya kebakaran tetapi tidak direkomendasikan untuk kebakaran yang sudah membesar. Beberapa media yang digunakan di antaranya Dry Chemical Powder, CO2 (Carbon Dioxide), Foam AFFF (Aqueoues Film Forming Foam), Gas Pengganti Hallon 141b (Clean Agent). Alat Pemadam Api Berat adalah tabung pemadam api skala besar dan bisa dioperasikan oleh dua orang atau lebih, dikarenakan bentuknya yang besar dan juga berat. Cocok digunakan dalam kebakaran jenis kecil dan sedang, layaknya seperti portable unit tabung jenis trolley dan juga memiliki berbagai bahan media atau isi sebagai bahan pemadam api, di antaranya Dry Chemical Powder,CO2 (Carbon Dioxide),Foam AFFF (Aqueoues Film Forming Foam),Gas Pengganti Hallon (Clean Agent).

Struktur Organisasi Penanggung Jawab K3 Damkar

(14)

14 Karakteristik Responden

Tabel 4.1

Profil Responden

Kode Nama Umur Lama

Bekerja

Jabatan

Informan 1 Imam Wahyu Utomo 31 2 tahun Staff administrasi Informan 2 Eko Budiapurwoto 34 2 tahun Staff administrasi

Informan 3 Bambang Haryanto 45 3 tahun Koordinator regu pemadam

Informan 4 Sutopo 39 3 tahun Koordinator regu pemadam

Informan 5 Dani Setyawan 40 4 tahun Koordinator regu pemadam Informan 6 Hendrika 41 3 tahun Koordinator regu P3K Informan 7 Agung Pambudi 35 3 tahun Koordinator regu logistik

Informan 8 Doni 32 2 tahun Koordinator regu logistik

Informan 9 Moh Jarkoni 34 4 tahun Koordinator regu transportasi Informan 10 Slamet Riyadi 36 4 tahun Koordinator regu transportasi

Sumber: DAMKAR Salatiga, 2019

Hasil Penelitian

Berdasarkan wawancara yang telah peneliti lakukan untuk mengetahui sistem K3 yang ada di DAMKAR Salatiga, peneliti telah melakukan wawancara kepada anggota dan staf DAMKAR Salatiga yang berhubungan dengan sistem K3 DAMKAR Salatiga.

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan sistem K3 terhadap kebijakan dapat dilihat pada table 4.2 di atas bahwa umumnya anggota DAMKAR Salatiga merasa kebijakan pada sistem K3 DAMKAR Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan pemerintah, karena terdapat 9 orang yang mengatakan hal tersebut dan hanya ada 1 orang yang menganggap belum terlaksana. Berikut ini adalah hasil penelitian dari wawancara beberapa informan :

Informan satu:”Disini sudah ada coordinator tiap regu dan pelaksa anggota, saya rasa itu salah satu kebijakan dalam sistem K3, selain itu di DAMKAR itu sudah ditetapkan kebijakan, yang mengatur adalah pimpinan/kepala bagian GA”.

(15)

15

Informan dua: “Kalo soal kebijakan ya sudah diatur, karena penetapan kebijakan sebagai jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Ada pemasangan struktur organisasinya juga yang sudah diatur oleh atasan juga”.

Informan tiga: “Adanya komitmen untuk mematuhi dan memenuhi perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3, serta terdapat kerangka kerja untuk menyusun dan meninjau sasaran atau tujuan K3 sudah dilakukan oleh DAMKAR Salatiga”.

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan sistem K3 terhadap perencanaan dapat dilihat pada table 4.2 di atas bahwa umumnya anggota DAMKAR Salatiga merasa perencanaan pada sistem K3 DAMKAR Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan pemerintah, karena terdapat 10 orang yang mengatakan hal tersebut dan tidak ada yang menganggap belum terlaksana. Berikut ini adalah hasil penelitian dari wawancara beberapa informan :

Informan empat: “Sistem perencanaannya menurut saya sudah lumayan karena didukung peralatan dan perlengkapan yang memadai”.

Informan lima: “Di DAMKAR itu ada pelatihan dan kompetensi kerja tujuannya adalah untuk mendukung terlaksananya perencanaan K3, kemudian menetapkan sasaran dan tujuannya juga”.

Informan enam: “Semua pihak berperan serta dalam menerapkan atau pengembangan sitem manajemen K3 ini terbukti adanya penentuan, penunjukan, pendokumentasian dan pengkomunikasian tanggung jawab anggota”.

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan sistem K3 terhadap pelatihan dapat dilihat pada table 4.2 di atas bahwa umumnya anggota DAMKAR Salatiga merasa pelatihan pada sistem K3 DAMKAR Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan pemerintah, karena terdapat 10 orang yang

(16)

16

mengatakan hal tersebut dan tidak ada yang menganggap belum terlaksana. Berikut ini adalah hasil penelitian dari wawancara beberapa informan :

Informan tujuh:”Pelatihan di DAMKAR Salatiga meliputi pelatihan pengendalian administratif yaitu prosedur dan intruksi kerja yang sesuai dengan arahan dari komando, jadi kalo udah ada pelatihannya kan terbiasa saat di lapangan”.

Informan delapan:”DAMKAR Salatiga juga ada pelatihan mengenai prosedur-prosedur keadaan darurat, pelatihan ini juga diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja”.

Informan sembilan:”Karena DAMKAR merupakan tim penyelamatan bencana pasti dibekali juga pelatihan mengenai prosedur rencana keadaan darurat dimana petugas DAMKAR mampu memahami situasi dan kondisi saat terjadinya insiden”.

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan sistem K3 terhadap kontrol dan pelaksanaan dapat dilihat pada table 4.2 di atas bahwa umumnya anggota DAMKAR Salatiga merasa kontrol dan pelaksanaan pada sistem K3 DAMKAR Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan pemerintah, karena terdapat 8 orang yang mengatakan hal tersebut dan hanya ada 2 orang yang menganggap belum terlaksana. Berikut ini adalah hasil penelitian dari wawancara beberapa informan :

Informan sepuluh:”Mengenai kontrol dan pelaksanaannya anggota sudah melaksanakan dengan baik, yaitu pada saat terjadi insiden maka wewenang K3 dilimpahkan kepada penanggungjawab K3. Setelah di lapangan yang berwenang dan bertanggungjawab adalah komandan regu”.

Informan lima:”Supaya kontrol dan pelaksanaannya dalam bertugas tetap siaga maka DAMKAR Salatiga memberlakukan dua sift kepada petugas dan anggota. Pemberlakuan sift ini diharapkan stamina anggota tetap terjaga dan tidak mengalami kelelahan”.

(17)

17

Informan dua:”Kontrol dan pelaksanaan K3 di lapangan sudah berjalan dengan baik, karena masing-masing regu ada komandonya. Komando regu tugasnya bertanggungjawab atas semua yang terjadi pada anggotanya saat pelaksanaan tugas di lapangan”.

Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan sistem K3 terhadap lingkungan kerja dapat dilihat pada table 4.2 di atas bahwa umumnya anggota DAMKAR Salatiga merasa lingkungan kerja pada sistem K3 DAMKAR Salatiga sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan pemerintah, karena terdapat 9 orang yang mengatakan hal tersebut dan hanya ada 1 orang yang menganggap belum terlaksana. Berikut ini adalah hasil penelitian dari wawancara beberapa informan :

Informan enam:”Kerja di DAMKAR itu resikonya besar, jadi harus selalu memakai APD (alat pelindung diri, sebelum menyelamatkan orang lain kita juga harus mampu melindungi diri kita sendiri”.

Informan tujuh:”Lingkungan kerja selain di lapangan di kantor ini saya merasa kalau lingkungan kerjanya sudah nyaman, dimana kantor menyediakan fasilitas untuk karyawan seperti ada kantin, tempat ibadah, kotak P3K, toilet yang bersih, bak sampah, ya sudah sesuai untuk lingkungan kerjanya”.

Informan delapan:”Untuk sistem K3 di DAMKAR mengenai lingkungan kerja yang beresiko tinggi maka kantor memberikan jaminan kesehatan berupa kartu BPJS, selain itu ada kotak P3K juga jika terjadi kecelakaan ringan saat kerja”.

Informan satu:”Lingkungan kerja di DAMKAR sudah baik, dimana tiap anggota sudah mempunyai tugas masing-masing, koordinasinya sudah bagus, sudah ada bagian sendiri yang bertanggungjawab atas peralatan DAMKAR, jadi sewaktu-waktu akan digunakan sudah siap terutama ya APD itu yang penting”.

(18)

18 Pembahasan

1. Analisis Kebijakan Sistem K3

Kebijakan K3 dalam klausul OHSAS 18001:2007 Occupational Health and Safety Management Systems 4.2 OHS Policy didefinisikan sebagai "segala arah dan target (tujuan) dari suatu organisasi yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang secara resmi dinyatakan oleh pimpinan perusahaan". Dalam klausul 4.2 standar (OHSAS 18001 2007) terdapat beberapa persyaratan mengenai Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain sesuai dengan lingkungan dan besar risiko K3 organisasi/perusahaan, terdapat komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) dan juga berkomitmen untuk meningkatkan Sistem Manajemen K3 dan Kinerja K3 organisasi/perusahaan, terdapat komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), terdapat kerangka kerja untuk menyusun dan meninjau sasaran/target/tujuan K3 organisasi (perusahaan), didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara, dikomunikasikan kepada seluruh personil yang terdapat di bawah kendali organisasi (perusahaan) dengan maksud supaya seluruh personil mengetahui kewajiban K3 masing-masing, tersedia untuk pihak ke tiga yang berhubungan dengan aktivitas operasional organisasi (perusahaan), ditinjau secara berkala untuk menjamin pemenuhan dan kesesuaian terhadap aktivitas (operasional) organsasi (perusahaan).

Menurut Informan berjalannya sistem K3 yang ada di DAMKAR ini dilandasi oleh SOP. Sebagaimana yang dikemukakan Informan satu, informan dua dan informan tiga:

“Tahapan penetapan kebijakan dan perencanaan K3 diperlukan untuk merumuskan tujuan, serta berbagai kebijakan K3 yang akan dilaksanakan oleh anggota DAMKAR Salatiga seperti koordinator tiap-tiap regu dan pelaksana anggota. Penetapan kebijakan dilakukan oleh pemimpin atau Kepala Bagian GA serta pihak-pihak yang berkepentingan seperti Wakil Ahli K3 umum serta organisasi yang mengurusi bidang K3. Penetapan kebijakan ini dimaksudkan

(19)

19

sebaagi jaminan keselamatan dan kesehatan angota DAMKAR maupun orang lain diluar anggota dalam penyelamatan jika terjadi sebuah insiden. Penetapan kebijakan dan perencanaan K3 sudah berjalan dan sesuai dengan SOP yang ditetapkan di DAMKAR Salatiga.”

Pernyataan informan satu, informan dua dan informan tiga diatas mendapat dukungan oleh informan lima, informan enam dan informan delapan:

“Kebijakan dan peraturan yang digunakan sudah tercantum dalam surat kebijakan K3 DAMKAR Salatiga. Seluruh SOP berdasarkan KEPMENAKER No. 186 Tahun 1999. Realisasi program K3 yang berlaku, seluruhnya dilaksanakan berdasarkan KEPMENAKER No. 186 Tahun 1999. Pemasangan struktur organisasi sudah terlaksana namun belum maksimal, dengan urutan kepala bagian GA, wakil ahli K3 umum, koordinator regu,dll, akan tetapi kami terus melakukan perbakan terhdap sistem K3 secara berkelanjutan agar tujuan dari K3 dapat tercapai.”

Hasil analisis dari jawaban tersebut maka, dapat disimpulkan bahwa peraturan yang berlaku di dalam DAMKAR Salatiga didasari oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu (Keputusan Menteri Tenaga kerja No.186 1999). Selain itu, penerapan Sistem K3 di dalam DAMKAR Salatiga sudah sesuai dengan (Peraturan Pemerintah 2012). Tahapan penetapan kebijakan dan perencanaan K3 dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pengawasan langsung mengenai komitmen instruktur dan anggota terkait penerapan K3. Budaya K3 yang baik di tempat kerja. Seperti yang di ungkapkan (Q. Sholihah 2011) keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi.

2. Analisis Perencanaan Sistem K3

Perusahaan/organisasi harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian risiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang

(20)

20

berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli 2010). Dalam perencanaan ini secara lebih rinci menjadi beberapa hal, yaitu perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan jasa, pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kemudian mem-berlakukan kepada seluruh pekerja, menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur, menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian, menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus menjadi informasi keberhasilan pencapaian SMK3, menetapkan sistem pertanggungjawaban dan saran untuk pencapaian kebijakan K3, keberhasilan penerapan dan pelaksanaan SMK3 memerlukan suatu proses perencanaan yang efektif dengan hasil keluaran (output) yang terdefinisi dengan baik serta dapat diukur.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Informan empat, imforman lima dan informan enam, tentang perencanaan sistem K3 di DAMKAR Salatiga:

“Perencanaan sistem K3 dapat diterapkan dengan baik oleh suatu organisasi terlebihnya di DAMKAR Salatiga apabila adanya jaminan kemampuan yang meliputi sumber daya manusia, sarana dan dana. Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah personil yang berkualifikasi, sarana memadai, prosedur pemantauan manfaat dan biaya. Adanya tujuan dan prioritas manajemen K3 yang diutamakan. Semua pihak berperan serta dalam penerapan/pengembangan sistem manajemen K3 yang meliputi: penentuan, penunjukkan, pendokumentasian dan pengkomunikasian tanggung jawab dan tanggung gugat K3 dan wewenang bertindak, prosedur pemantauan dan pengkomunikasian perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat, reaksi cepat terhadap kondisi yang menyimpang”.

Pernyataan informan empat, informan lima dan informan enam diatas mendapat dukungan oleh informan dua, informan sembilan dan informan sepuluh:

“Penerapan K3 harus didukung oleh peralatan dan perlengkapan yang memadai, apalagi mengingat DAMKAR merupakan tim penyelamat yang

(21)

21

diandalkan ooleh masyarakat. DAMKAR memiliki resiko bahaya yang tinggi dalam melakukan tugasnya sehingga harus mempunyai jaminan kemampuan juga dalam hal konsultasi, motivasi dan kesadaran yang meliputi: kepedulian terhadap bahaya fisik, kimia, ergonomik, radiasi, biologis dan psikologis yang dapat mencederai/melukai pekerja saat bekerja. Selain itu, pelatihan dan kompetensi kerja sangat dibutuhkan dalam terlaksananya perencanaan K3 yang terstruktur. Pelatihan merupakan alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan K3. Pelatihan dan kompetensi kerja yang harus diperhatikan meliputi penggunaan standar kompetensi kerja yang ada, pemeriksaan uraian tugas dan jabatan, analisis tugas kerja, analisis hasil inspeksi dan audit, tinjauan ulang laporan insiden”.

Hasil analisis dari jawaban informan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan sistem K3 di DAMKAR Salatiga memerlukan beberapa sumber daya, baik manusia maupun alat guna untuk mendukung berjalannya sistem tersebut. Penggunaan alat guna dalam sistem K3 yang ada di DAMKAR harus sesuai dengan SOP, adanya pelaporan kerja juga sangat penting yang bertujuan untuk hasil inpeksi dan audit sistem K3 di masa yang akan datang. Perencaan yang matang dalam sistem K3 mempenggaruhi kompetensi kerja yang ada. Menurut Depnaker tahun 2002 baru sekitar 45% dari total perusahaan di Indonesia (perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya, padahal komitmen K3 merupakan salah satu elemen penting dalam SMK3 (Kurniawan 2015).

3. Analisis Pelatihan Sistem K3

Pengetahuan mengenai K3 bisa didapatkan melalui pembinaan maupun pelatihan. Dengan adanya rotasi pegawai bahkan mutasi pejabat daerah maupun kenaikan tingkat, maka perlu adanya pembinaan maupun pelatihan secara intensif agar pengetahuan K3 dapat diterapkan dengan baik.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Informan tujuh, informan delapan dan informan sembilan, tentang pelatihan petugas DAMKAR Salatiga:

(22)

22

kesadaran diri serta memahami mengenai pentingnya K3. Jika dalam anggota DAMKAR belum memahami dan pentingnya K3 kami pun tidak akan mampu melakukan penyelamatan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, penekanan yang utama sebelum adanya pelatihan khusus tentang penyelamatan wajib diketahui oleh seluruh anggota DAMKAR bahwa keselamatan diri dalam bekerja itu penting. Pelatihan K3 yang ada di DAMKAR meliputi pelatihan mengenai pengendalian administratif yaitu prosedur dan intruksi kerja yang sesuai dengan arahan dari komando sehingga memperkecil resiko kecelakaan kerja. Akan tetapi, prosedur ditinjau ulang secara berkala terutama terjadi perubahan peralatan atau bahan baku yang digunakan dalam penyelamatan serta adanya pelatihan terhadap semua anggota, sehingga dapat bekerja sama dengan baik”.

Pernyataan informan tujuh, informan delapan dan informan sembilan, diatas mendapat dukungan oleh informan dua, informan tiga dan informan sepuluh:

“Ada pelatihan khusus untuk petugas DAMKAR, yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pelatihan itu berupa prosedur untuk menghadapi keadaan darurat yang diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja. Prosedur menghadapi insiden yang terjadi dimana petugas DAMKAR juga harus menyediakan fasilitas P3K yang memadai serta perawatan lanjut. Selain itu adanya pelatihan mengenai prosedur rencana pemulihan keadaan darurat dimana petugas DAMKAR mampu memahami situasi dan kondisi saat terjadinya insiden dan memberikan efek tenang terhadap orang lain yang mengalami trauma atas insiden yang terjadi sehingga kondisi menjadi normal kembali.”

Hasil analisis dari jawaban informan tersebut dapat disimpulkan bahwa, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja terhadap para petugas DAMKAR Salatiga, dilakukan pelatihan khusus yang diadakan oleh pihak DAMKAR Salatiga. Pelatihan juga ditujukan untuk anggota baru agar memahami pentingnya K3 dalam bekerja, sehingga dapat diterapkan. Adanya rotasi jabatan akan membuat anggota DAMKAR memiliki pengetahuan K3 lebih detail karena tanggung jawab pada saat bertugas di lapangan akan berbeda, sehingga akan

(23)

23

memudahkan untuk saling bekerja sama. Hal ini sudah sesuai dengan (Peraturan Pemerintah 2012) yang menyebutkan bahwa K3 harus disebar luaskan kepada seluruh orang yang terlibat di dalam perusahaan. Pelatihan K3 merupakan salah satu standar yang harus diadakan oleh perusahaan, hal ini wajib bagi setiap organisasi atau perusahaan guna untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di dalam lingkungan kerja (Widodo 2015).

4. Analisis Kontrol dan Pelaksanaan Sistem K3

Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi, secara tidaksadar mereka telah mengenal aspek keselamatan untuk mengantisipasi berbagaibahaya di sekitar lingkungan hidupnya (Ramli 2010). Keselamatan telah menjadi salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh pemerintah dan dihargai oleh anggota masyarakat lainnya. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya (Mondy 2008).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh informan sepuluh, informan lima dan informan dua tentang kontrol dan pelaksanaan sistem K3 yang ada di DAMKAR Salatiga:

“DAMKAR Salatiga memberlakukan dua shift dalam jam kerjanya. Pembagian shift ini dikarenakan pihak DAMKAR harus selalu stand by jika sewaktu-waktu terjadi insiden dan anggota yang bertugas pun secara fisik juga siap untuk melakukan penyelamatan terhadap insiden yang terjadi. Setiap pos bantuan ada Komandan Regu (DANRU), tugasnya bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada anggota regunya saat pelaksanaan tugas lapangan.”

Pernyataan informan sepuluh, informan lima dan informan dua, diatas mendapat dukungan oleh informan satu, informan tiga dan informan enam:

“Apabila pada saat berjaga terjadi sebuah insiden, maka wewenang K3 dilimpahkan kepada penanggung jawab K3. Pada saat sudah berada di lapangan

(24)

24

yang bertanggung jawab memegang wewenang adalah komandan regu yang bertugas. Pelaksanaan sitem K3 yang ada di lapangan sebaiknya mengikuti prosedur yang telah dilakukan pada saat pelatihan sehingga memperkecil resiko adanya kecelakaan kerja. Resiko kecelakaan kerja dapat diminimalisir dengan komunikasi antara anggota DAMKAR. Dimana prosedur yang menjamin bahwa informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan dan kepada pihak di luar perusahaan yang membutuhkan, pelaporan terjadinya insiden, pelaporan indentifikasi sumber bahaya.”

Hasil dari analisis atas jawaban informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mengawasi berjalannya sistem K3 di DAMKAR Salatiga maka ada beberapa pemangku kepentingan yang bertugas untuk mengawasi dan menangani hal-hal yang berhubungan dengan K3. Dalam hal ini pengawas di dalam K3 DAMKAR Salatiga adalah DANRU. Hal ini sudah sesuai dengan (Peraturan Pemerintah 2012), sebagaimana disebutkan bahwa, pimpinan unit harus bertanggung jawab atas kinerja K3 pada unit kerjanya. Melakukan pengontrolan pada peralatan-peralatan kerja dengan berkala. Hal semacam ini bermanfaat untuk mengetahui mana sebagian perlengkapan yang mengalami kerusakan agar dapat diperbaiki dan tidak memberi bahaya pada karyawannya. Segala upaya yang dilakukan adalah dengan maksud untuk mengelola potensi terjadinya suatu risiko kecelakaan kerja yang mungkin timbul karena adanya kesalahan atau ketidak telitian (Suardi 2007).

5. Analisis Lingkungan Kerja

Keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera yang terkait dengan pekerjaan (Robert Mathis 2002). Program keselamatan yang telah dirancang dan dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya-biaya terkait, seperti kompensasi para pekerja dan denda. Manajemen yang efektif membutuhkan sebuah komitmen organisasional pada kondisi bekerja yang aman. Inti dari manajemen keselamatan adalah komitmen organisasional pada usaha keselamatan yang komprehensif. Usaha ini harus dikoordinasi dari manajemen tingkat atas untuk memasukkan semua anggota organisasi dan juga

(25)

25 harus terjamin dalam tindakan manajerial.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh informan enam, informan tujuh, informan delapan dan informan satu tentang lingkungan kerja DAMKAR Salatiga secara fisik mengenai perlengkapan dan APD yang disediakan:

“Perlengkapan yang digunakan dalam tim penyelamatan ataupun kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di DAMKAR Salatiga telah ditunjukan pada saat menjadi anggota baru/bergabung menjadi anggota DAMKAR. Pelatihan mengenai perlengkapan yang menunjang secara fisik dilakukan sejak awal adalah dimaksudkan agar anggota DAMKAR dapat lebih memahami pentingnya K3 yang diberlakukan di DAMKAR Salatiga. K3 secara fisik adalah kesadaran penggunaan APD pada saat bertugas.Penggunan APD itu sangat penting dan memperkecil bahaya atau resiko pada saat bertugas.”

Pernyataan informan enam, informan tujuh, informan delapan dan informan satu, diatas mendapat dukungan oleh informan tiga, informan empat, informan sepuluh, dan informan enam:

“Peralatan yang mendukung kerja petugas DAMKAR Salatiga sudah sesuai dengan standar operasional kerja. Peralatan juga sudah siap untuk digunakan apabila sewaktu-waktu ada insiden yang terjadi. Bagian pemeliharaan DAMKAR salatiga bertugas untuk mengawasi dan memelihara peralatan yang ada di DAMKAR, apabila terjadi kerusakan/tidak layak pakai serta bertanggung jawab atas ketersedian peralatan yang siap pakai.”

Hasil analisis jawaban informan di atas, dapat disimpulkan bahwa peralatan dan APD sebagai penunjang berjalannya sistem K3 di DAMKAR seluruhnya sudah disediakan dan siap pakai saat diperlukan. Tidak cukup hanya penyediaan alat saja, tetapi pemeliharaan alat tersebut juga penting. Oleh karena itu ada bagian pemeliharaan yang bertugas untuk mengawasi dan mengecek peralatan dan APD apabila sudah rusak/tidak layak pakai, agar dapat langsung diganti. Dalam upaya medukung penerapan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di DAMKAR Salatiga berkomitmen untuk memberikan fasilitas maupun sarana yang diberikan kepada seluruh anggota/pegawai.

(26)

26

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Informan, tentang hak dan kewajiban setiap karyawan DAMKAR Salatiga:

“Pekerja sebagai pemegang hak dapat menikmati hak-hak mereka tanpa ada hambatan dan gangguan dari pihak manapun. Setiap karyawan yang ada di DAMKAR Salatiga mempunyai hak dan kewajiban yang telah di atur sesuai dengan peaturan perundang-undangan no. 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan. Dengan demikian perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar para tenaga kerja dan menjamin pula kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun bahkan untuk mewujudkan kesejahteraan para tenaga kerja dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan didunia usaha. Hak yang didapat oleh anggota DAMKAR salatiga adalah mendapatkan fasilitas mengenai kesehatan yang dijamin dengan menggunakan kartu BPJS yang diberikan oleh pihak DAMKAR kepada karyawan.”

Menanggapi informan yang sebelumnya, informan enam menanggapi sebagai berikut:

“Selain menuntut hak pekerja, setiap anggota DAMKAR Salatiga juga harus memenuhi kewajiban sebagai anggota. Anggota DAMKAR Salatiga mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban, melaksanakan K3, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya selain jaminan kesehatan berupa BPJS.”

Hasil analisis jawaban informan yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan yang berlaku di DAMKAR Salatiga sudah diberlakukan secara merata kepada seluruh jajaran karyawan dan tidak memandang jabatan, serta memberikan jaminan kesehatan berupa kartu BPJS untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali.

Berbicara tentang Sistem K3, tentu juga membahas tentang kesehatan lingkungan kerja. Bagaimana lingkungan kerja yang sehat dan baik, apakah lingkungan kerja yang dijalani karyawan sudah menunjang kesehatannya apa

(27)

27

belum. Hal-hal seperti sangat penting untuk diperhatikan guna untuk menunjang kesehatan dari karyawan DAMKAR Salatiga, terutama saat karyawan tersebut harus bekerja di dalam situasi yang berisiko tinggi. Dengan demikian kesehatan fisik sangat perlu untuk diperhatikan supaya dapat bekerja dengan maksimal saat harus menghadapi situasi bahaya agar terhindar dari kecelakaan kerja.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk menjalankan sistem K3 dengan baik diperlukan beberapa faktor utama yang perlu diperhatikan, faktor tersebut meliputi: kebijakan, perencanaan, pelatihan, kontrol dan pelaksanaan, serta lingkungan kerja yang baik.

Kebijakan yang mengatur berjalannya sistem K3 untuk unit DAMKAR Salatiga, SOP untuk struktur organisasi mengacu kepada KEPMENAKER No. 186 Tahun 1999 dan sudah terbentuk. Hanya saja pada pelaksanaannya masih belum berjalan dengan baik. Kebijakan tersebut bersifat dinamik agar dapat dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Penilaian tersebut didasari oleh indikator pengukuran yang mengacu pada perencanaan identifikasi bahaya, pengendalian risiko dari kegiatan, pemenuhan persyaratan perundangan yang berlaku, dan jangka waktu pencapaian perencanaan.

Pada DAMKAR Salatiga, perencanaan tersebut dapat diterapkan dengan baik apabila ada sumber daya manusia yang memenuhi standar kualifikasi, sarana dan prasarana. Hal tersebut dilakukan guna mencegah terjadinya kecelakaan pada lingkungan kerja.

Pelatihan dilakukan pada saat awal training kerja yang didukung sarana olahraga dan kesehatan untuk menjaga kondisi fisik pekerja tetap prima. Pelatihan dengan teori, yaitu instruksi kerja sesuai komando, dan diikuti dengan praktek uji lapangan secara berkala guna menjaga agar pelaksanaan K3 tetap berjalan dengan baik. Menunjukkan dan melakukan pelatihan tentang cara pakai alat pelindung diri (APD) yang akan digunakan serta mengkontrol dan memelihara alat pelindung diri (APD) merupakan cara yang dilakukan oleh DAMKAR Salatiga untuk menunjang sarana yang dibutuhkan.

(28)

28

Pada pelaksanaan di lapangan, kontrol mengenai kesiapan fisik maupun sarana dan prasarana sebelum melakukan pekerjaan juga perlu dilaksanakan guna mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Pemberlakuan dua shift jam kerja yang masing-masing dipegang oleh komandan regu (DANRU) dilakukan oleh DAMKAR Salatiga. Pembagian shift kerja tersebut ditujukan untuk menjaga fisik dari anggota DAMKAR Salatiga selalu fit saat dibutuhkan untuk bertugas.

Pembersihan ruang kantor, halaman, dan kamar mandi, penyediaan tempat sampah, kantin, tempat dan alat olahraga, P3K untuk mengantisipasi saat terjadi kecelakaan kerja atau anggota DAMKAR yang kondisi fisiknya tidak fit serta menyediakan BPJS Ketenagakerjaan bagi semua anggota adalah prasarana yang diberikan oleh DAMKAR Salatiga.

Implikasi Terapan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di DAMKAR Salatiga tentang Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja, ditemukan bahwa Sistem K3 di DAMKAR Salatiga masih belum sempurna, masih ada kekurangan, dan beberapa fasilitas yang kurang memadai kondisinya untuk dapat dibilang sehat dan baik. Penelitian ini dapat dijadikan kritik dan juga acuan untuk memperbaiki Sistem K3 dari suatu organisasi/perusahaan, melihat seberapa berpengaruhnya faktor kesehatan dan keselamatan kerja karyawan terhadap organisasi/perusahaan itu sendiri.

Peraturan dan undang-undang yang tercantum dalam penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dan juga pengingat akan peraturan K3 yang berlaku di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan untuk organisasi/perusahaan berusaha untuk memperbaiki sistem K3nya agar sesuai dengan peraturan yang berlaku, hal ini dilakukan guna untuk kebaikan kinerja dan output organisasi/perusahaan juga untuk karyawan dari organisasi/perusahaan itu sendiri.

Keterbatasan Penelitian dan Penelitian Mendatang

Keterbatasan penelitian yang dialami adalah, sulitnya mendapatkan persetujuan untuk melakukan wawancara dengan informan dikarenakan berbagai

(29)

29

prosedur yang cukup rumit untuk dapat melakukan wawancara. Selain itu beberapa informan yang sudah diwawancarai kurang menguasai pengetahuan tentang K3 di DAMKAR Salatiga, sehingga mengharuskan peneliti untuk mencari dan mewawancarai karyawan lainnya yang lebih mengerti bahan yang akan diteliti.

Untuk penelitian mendatang diharapkan dapat mendapatkan sumber yang jauh lebih mampu dalam menjawab pertanyaan, dan juga diharapkan supaya meneliti DAMKAR di kota yang lebih besar, karena DAMKAR yang ada di kota kecil seperti Salatiga struktur organisasinya masih sedikit berantakan dan kurang teratur.

(30)

30 DAFTAR PUSTAKA

Andriyan, A. 2011. "Perhitungan Nilai Kompensasi Atas Risiko Kerja Pemadam Kebakaran-Dinas Kebakaran Kota Surabaya Melalui Pendekatan Manajemen Risiko. Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya."

Budiharto, Widodo. 2010. Robotika: Teori + Implementasi. Yogyakarta: Andi. Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

Ekawati. 2015. "Evaluasi Pemenuhan Permenaker No.04/MEN/1980 dan SKEP/100/xi/1985 Terhadap Alat Pemadam Api Ringan di PT. Angkasa Pura I Bandar Udara Ahmad Yani Semarang." Jurnal Kesehatan Masyarakat no. 3. Keputusan Menteri Tenaga kerja No.186. 1999.

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Prenada Media Group.

Kurniawan, Hendra. 2015. "Pengaruh Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja, dan Kedisiplinan terhadap Kinerja Karyawan PT. Garam (Persero)." Ilmu Manajemen no. 1. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: PT.Remaja

Rosda Karya.

Miles, M.B. Huberman & A.M. 1994. Qualitative Data Analysis. 2 ed. USA: Sage Publication.

Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. 13 ed. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mondy, R Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Mustari, Muhammad Firman. 2016. "Analisis Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Pemadam Kebakaran di Kota Makassar."

OHSAS 18001. 2007.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja. 1996. In No. 5. Peraturan Pemerintah 2012. In No. 50.

Q. Sholihah, Kuncoro. 2011. Keselamatan Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

RI, Depkes. 2002.

Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Robert Mathis, Jackson John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba

Empat.

(31)

31

Jakarta.

Siswowardojo, Widodo. 2003. "Norma Perlindungan Ketenaga Kerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja."

Somad, Ismet. 2013. Teknik Efektif Dalam Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Dian Rakyat.

Suardi, Rudi. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PPM. Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13. 2003.

Undang-Undang RI 1970. In No. 1.

Widodo, Suparno Eko. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(32)

32 LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Pertanyaan Wawancara

Persoalan: “ Bagaimana Sistem K3 diterapkan pada karyawan DAMKAR?”. 1. Bagaimana sistem K3 terkait dengan penetapan kebijakan K3 di

DAMKAR Salatiga?

2. Bagaimana sistem K3 terkait dengan perencanaan K3 di DAMKAR Salatiga?

3. Bagaimana sistem K3 terkait dengan pelatihan K3 di DAMKAR Salatiga?

4. Bagaimana sistem K3 terkait dengan kontrol dan pelaksanaan K3 di DAMKAR Salatiga?

5. Bagaimana sistem K3 terkait dengan lingkungan kerja K3 di DAMKAR Salatiga?

Lampiran 2 Profil Responden

Nama Jenis Kelamin umur Lama

Bekerja Jabatan

Imam Wahyu Utomo Laki-laki 31 3 Staff administrasi

Eko Budiapurwoto Laki-laki 34 3 Staff administrasi Muhammad

Zamroni

Laki-laki 40 5 Komandan Regu

Gatot Nurcahyo Laki-laki 39 5 Komandan Regu

Saiful Barmawi Laki-laki 38 4 Komandan Regu

Samsul Arifin Laki-laki 28 2 Koordinator P3K

Rinto Laki-laki 42 3 Koordinator Regu

Logistik

Wahyudi Laki-laki 32 3 Koordinator Regu

Transportasi

Handika Arjuna Laki-laki 28 2 Anggota Regu

Pemadam

Yuli Hardianto Laki-laki 29 2 Anggota Regu

(33)

33

Lampiran 3 Pedoman Hasil Wawancara Sistem K3

Berdasarkan wawancara dengan Informan 1 Bapak Imam Wahyu Utomo selaku staf administrasi pada hari Senin, 15 April 2019.

 Peneliti: Selamat sore Pak saya Dina dari UKSW ingin

mewawancarai bapak untuk penyusunan tugas akhir saya terkait dengan sistem K3 di DSAMKAR Salatiga.

 Informan 1 : Oh iya mbak, ini yang diwawancarai sudah ada berapa ?

 Peneliti: Baru bapak yang pertama  Informan 1 : Wah jadi yang pertama?  Peneliti : Iya pak

 Informan 1 : Berarti lain-lainnya belum?

 Peneliti : Belum Pak katanya mulai hari ini saja gitu  Informan 1 : Silahkan mbak ?

 Peneliti : Pertanyaan yang akan saya ajukan ada 5 pak terkait dengan sistem K3 yang ada di DAMKAR

 Informan 1 : Iya

 Peneliti : Bagaimana sistem K3 terkait dengan penetapan kebijakan K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 1 : Ya sudah sesuai dengan SOP nya. Karena disini sudah ada koordinator tiap regu dan pelaksa anggota, saya rasa itu salah satu kebijakan dalam sistem K3, selain itu di DAMKAR itu sudah ditetapkan kebijakan, yang mengatur adalah

pimpinan/kepala bagian GA.

 Peneliti : Oh iya saya lanjut ya pak, yang kedua bagaimana sistem K3 terkait dengan perencanaan K3 di DAMKAR Salatiga a ?  Informan 1: Perencanaan itu kita juga sudah sesuai mbak, kalo

perencanaan kan harus ada SDM, sarana dan dana, itu juga sudah tersedia.

(34)

34

 Informan 1 : Iya mbak sudah kalo SDM berarti anggota, sarana juga sudah ada peralatannya, soal dan sudah ditanggung dari kantor.

(35)

35

 Peneliti : Baik pak saya lanjutkan ya, jadi pertanyaan yang ketiga bagaimana sistem K3 terkait dengan pelatihan K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 1 : Pelatihan ya pastinya ada mbak, dan sudah berjalan secara berkala, DAMKAR itu tim penyelamatan kalo tidak ada pelatihan ya berbahaya, resiko kecelakaan kerjanya tinggi.  Peneliti : Iya ya pak, salah bergerak nanti banyak korban ya pak  Informan 1: Ya iya mbak, tapi kami bersyukur DAMKAR

Salatiga tidak pernah ada kecelakaan kerja, ya jangan sampai ada.  Peneliti : Iya pak, saya lanjutkan pertanyaan keempat ya pak.

Bagaimana sistem K3 terkait dengan kontrol dan pelaksanaannya K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 1: Adanya sift saat bekerja mbak jadi memungkinkan stamina dalam bekerja, kan tidak terjaga sepanjang hari. Jadi kalau ada insiden anggota pemadam staminanya tetep terjaga.  Peneliti : Iya pak, saya lanjut pertanyaan kelima ya pak. Biar

cepat selesai, hehehe. Bagaimana sistem K3 terkait dengan lingkungan kerja K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 1: Lingkungan kerja di DAMKAR sudah baik, dimana tiap anggota sudah mempunyai tugas masing-masing,

koordinasinya sudah bagus, sudah ada bagian sendiri yang bertanggungjawab atas peralatan DAMKAR, jadi sewaktu-waktu akan digunakan sudah siap terutama ya APD itu yang penting”.  Peneliti : Baik pak terimakasih untuk waktunya pertanyaannya

sudah terjawab semua.

 Informan 1 : Oh sudah ya mbak iya sama-sama semoga membantu ya mbak.

 Peneliti : iya pak terimakasih banyak ya pak.  Informan 1 : siap mbak

(36)

36

Berdasarkan wawancara dengan Informan 2 Bapak Eko Budiapurwoto selaku staf administrasi pada hari Senin, 15 April 2019.

 Peneliti: Selamat sore Pak saya Dina dari UKSW ingin

mewawancarai bapak untuk penyusunan tugas akhir saya terkait dengan sistem K3 di DSAMKAR Salatiga.

 Informan 2 : Oh iya mbak, silahkan ?

 Peneliti : Pertanyaan yang akan saya ajukan ada 5 pak terkait dengan sistem K3 yang ada di DAMKAR

 Informan 2 : Iya mbak.

 Peneliti : Saya langsung mulai saja ya pak, soalnya sudah sore. Bagaimana sistem K3 terkait dengan penetapan kebijakan K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 2 : Kalo soal kebijakan ya sudah diatur, karena penetapan kebijakan sebagai jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. Ada pemasangan struktur organisasinya juga yang sudah diatur oleh atasan juga”.

 Peneliti : Oh iya saya lanjut ya pak, yang kedua bagaimana sistem K3 terkait dengan perencanaan K3 di DAMKAR Salatiga a ?  Informan 2: Perencanaan itu kita juga sudah sesuai mbak, kalo

perencanaan kan harus ada SDM, sarana dan dana, itu juga sudah tersedia. Tadi kayaknya pak Imam juga sudah jawab gitu ya?  Peneliti : Hehe iya pak, berarti sudah berjalan ya pak ?  Informan 2 : Iya mbak sudah, tak tambahi selain yang sudah

disebutkan tadi perencanaan itu harus ada tujuan dan prioritas manajemen K3 yang diutamakan.

 Peneliti : Baik pak saya lanjutkan ya, jadi pertanyaan yang ketiga bagaimana sistem K3 terkait dengan pelatihan K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 2 : Pelatihan ya pastinya ada mbak, dan sudah berjalan secara berkala, terutama jika terjadi perubahan peralatan dan bahan

(37)

37

baku, ya harus latihan dulu biar tidak bingung pada saat bergerak di lapangan.

 Peneliti : Iya pak, saya lanjutkan pertanyaan keempat ya pak.

Bagaimana sistem K3 terkait dengan kontrol dan pelaksanaannya K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 2: Kontrol dan pelaksanaan K3 di lapangan sudah berjalan dengan baik, karena masing-masing regu ada komandonya.

Komando regu tugasnya bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada anggotanya saat pelaksanaan tugas di lapangan.

 Peneliti : Iya pak, saya lanjut pertanyaan kelima ya pak. Maaf ya pak buru-buru tanyanya soalnya sudah sore banget takut kemaleman. Bagaimana sistem K3 terkait dengan lingkungan kerja K3 di DAMKAR Salatiga ?

 Informan 2: Lingkungan kerja di DAMKAR sudah baik, lingkungannya bersih da nada banyak fasilitas.

 Peneliti : Baik pak terimakasih untuk waktunya pertanyaannya sudah terjawab semua.

 Informan 2 : Oh sudah ya mbak iya sama-sama semoga membantu ya mbak.

 Peneliti : iya pak terimakasih banyak ya pak.  Informan 2 : Iya mbak

Gambar

Tabel 4.1  Profil Responden

Referensi

Dokumen terkait

Pengerjaan dari suatu produk yang syarat dengan makna dan melekat dengan budaya masyarakat dibutuhkan kajian ilmu multidisiplin untuk mencapai validitas hasil darai

Setelah melakukan penelitian tentang kriteria kinerja dosen berdasarkan Permendikbud Nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi serta melakukan

lima faktor yang mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. yakni: Laju pertumbuhan ekonomi, Jumlah penduduk, Produk domestik

Menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan selama kegiat an inisiasi berlangsung sepert i presensi pesert a t iap kelompok inisiasi, buku panduan inisiasi, buku

Debitur yang beritikad tidak jujur atau debitur beritikad buruk, dan berbagai sebutan lainnya dengan mana yang sama, adalah debitur yang telah melakukan perbuatan

Teh pelangsing memang menyusutkan berat badan seseorang, akan tetapilangsing yang dihasilkan bukan karena kurus karena bukan lemak tubuhyang berkurang justru ciaran dalam tubuh

Uji fisik (aroma) yoghurt teh hijau berlemak 10% pada penyimpanan 10 hari yang lebih baik dibandingkan dengan yoghurt teh hijau skim, kemungkinan disebabkan oleh pembentukan

Lhaksmita Anandari, S.Pd., Ed.M.. Psiko Bel